semua bermula dari wanawiyata widyakaryabp2sdm.menlhk.go.id/emagazine/edisi_1_tahun_2017.pdf ·...
TRANSCRIPT
1
SEMUA BERMULA DARI WANAWIYATA WIDYAKARYA Oleh: Budi Budiman, S.Hut, M.Sc
Keinginan untuk tidak tunduk terhadap kondisi yang serba kesulitan akan melekat kepada seseorang yang mempunyai jiwa pantang menyerah. Tak heran kita mengenal istilah bahwa pelaut yang handal tidak akan lahir dari laut yang tenang. Tempaan hidup yang keras dan prinsip pantang menyerah akan melahirkan wirausahawan (entrepreneur) yang handal.
Semangat tersebut tetap terpatri pada diri seorang Maman Surahman. Terlahir dari keluarga petani di bagian utara Kabupaten Majalengka, dia sadar betul bahwa tanah kelahirannya merupakan dataran rendah dengan mayoritas penduduk bertani sawah tadah hujan. Sawah yang hanya bisa ditanami dua kali setahun membuat penduduk menghadapi problema paceklik, bersuka cita di musim panen dan berharap-harap cemas apakah panen yang akan datang berhasil atau tidak. Tak heran mayoritas masyarakat setempat memilih merantau ke kota demi mengumpulkan pundi-pundi rupiah. Sadar dengan kondisi tersebut, dia bertekad untuk tidak berpangku tangan. Keinginan untuk dapat sejahtera dengan tetap menapak di tanah kelahiran tertanam kuat dalam hatinya. Namun bagaimana caranya? Dia sadar betul bahwa peningkatan kesejahteraan masyarakat tanpa memberdayakan ekonomi masyarakat adalah suatu keniscayaan. Pemberdayaan masyarakat dapat dimulai dengan mencari bekal keterampilan yang memadai bagi masyarakat. Masyarakat perlu mendapatkan suatu keahlian (skill) yang dapat berguna sebagai mata pencaharian tambahan disamping keahlian bidang agraris yang sudah dimiliki secara turun temurun. Peningkatan keahlian ini dapat diperoleh dengan berbagai cara baik
mencari ilmu secara otodidak (ngulik), melalui pendidikan formal, maupun mengikuti pelatihan / pemagangan yang dilaksanakan oleh lembaga swasta berbayar maupun bantuan lembaga pemerintah.
Peserta magang petani jamur kayu di KTH Mekar Jaya Cirebon
2
Lewat hubungan baik dengan instansi penyuluhan Kabupaten Majalengka akhirnya dia mendapatkan kesempatan untuk mengikuti pelatihan/magang petani jamur kayu tahun 2016. Dari sinilah semua kisah bermula, saudara Maman Surahman yang juga merupakan salah satu anggota Kelompok Tani Bungur Desa Kodasari mengikuti pelatihan/pemagangan petani jamur kayu di Lembaga Pelatihan dan Pemagangan Usaha Kehutanan Swadaya (LP2UKS) atau Wanawiyata Widyakarya KTH Mekar Jaya yang beralamat di Desa Sindang Hayu, Kecamatan Beber, Kabupaten Cirebon.
Praktek Penyiapan media jamur kayu Kegiatan pelatihan/magang petani jamur kayu merupakan kerjasama Pusat Penyuluhan Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan dan instansi pelaksana penyuluhan kehutanan Kabupaten Cirebon. Selama 4 hari dari mulai tanggal 2 s/d 5 Agustus 2016 bersama dengan peserta magang lainnya yang berjumlah 20 orang yang berasal dari 6 Kabupaten di Provinsi Jawa Barat dan Jawa Tengah, mendapat materi tentang budidaya jamur kayu mulai dari pengenalan alat dan media, penyiapan media tumbuh, proses sterilisasi, inokulasi dan inkubasi, panen, pembuatan bibit F2 dan pengolahan hasil jamur kayu. Magang ini dipandu oleh Pak Sutardi dan Pak Tono Suhartono yang merupakan Penyuluh Kehutanan Swadaya Masyarakat (PKSM) Kabupaten Cirebon yang sudah terlebih dahulu berkecimpung dan ahli dalam budidaya jamur kayu.
Praktek pembuatan bibit jamur kayu
3
Praktek pengolahan hasil jamur kayu
“Magang di Wanawiyata Widyakarya KTH Mekar Jaya memberikan pengetahuan dan keterampilan tentang budidaya jamur kayu, saya harus mengembangkan usaha jamur kayu di Desa saya” begitulah tekad sdr. Maman. Berbekal pengetahuan dan keterampilan selama magang di Wanawiyata Widyakarya dia bertekad memulai usaha jamur kayu dan menularkan keterampilan yang diperolehnya kepada masyarakat sekitar. Ketiadaan biaya untuk membuat rumah jamur (kumbung jamur), tidak menyurutkan langkahnya. Rumah kosongpun dia sulap menjadi rumah jamur, berikut beberapa alat seperti drum dan tungku gas yang dia peroleh dari pengepul barang-barang bekas. Sedangkan bahan seperti serbuk gergaji dia peroleh dari penggergajian yang banyak terdapat di sekitar desa. Mulailah dia mempraktekan keterampilan budidaya jamur kayu yang diperoleh selama mengikuti magang di Wanawiyata Widyakarya.
Rumah kosong yang dimanfaatkan sebagai rumah jamur
Tahap awal 500 baglog jamur kayu telah berhasil dibuat. Beberapa kendala yang dihadapi berhasil diatasi karena komunikasi yang berjalan baik dengan instruktur wanawiyata maupun sesama peserta magang dahulu. “Alhamdulillah setelah menunggu sambil harap-harap cemas akhirnya jamur kayu mulai tumbuh. Saya senang bisa mempraktekan ilmu yang saya peroleh di Wanawiyata” jelasnya.
4
Pencapaian tersebut tidak membuat dia puas dan berbangga diri, konsep pengembangan usahapun mulai disusun. Seiring dengan pemilik rumah kosong yang akan memanfaatkan rumah tersebut, dia mulai berfikir untuk membuat rumah jamur . Dengan meminjam uang dari koperasi setempat, dia bersama dengan salah seorang rekannya mulai membuat rumah jamur. Setelah menghabiskan dana sampai dengan 7 juta rupiah maka terbangunlah rumah jamur sederhana, kemudian dipindahkanlah baglog jamur kayu dari tempat sebelumnya ke rumah jamur yang baru.
Proses pembuatan rumah jamur (kumbung)
Rumah Jamur (kumbung) baru yang berhasil dibuat
“Rata-rata produksi jamur sekarang 2kg/hari, lumayanlah untuk ukuran kelas pemula” jelas Maman ketika ditanya produksi jamur per hari. Jamur-jamur tersebut langsung habis diserbu pembeli yang sudah menunggu setiap harinya. Melihat animo pembeli dan potensi pasar yang masih tinggi maka target pembuatan baglogpun dia naikan menjadi 5.000 baglog untuk 3 bulan kedepan. “Semoga hasil jamur dari baglog yang baru ini bisa memasok ke Pasar Ciborelang Jatiwangi” ujarnya.
5
Hasil panen jamur dan kondisi dalam kumbung jamur
Rintisan usaha jamur kayu tersebut sudah masuk radar pengawasan dan pendampingan Badan Penyuluhan Pertanian Perikanan dan Kehutanan (BP4K) serta Dinas Koperasi dan Usaha Kecil Menengah Kab. Majalengka. Untuk lebih mengoptimalkan perkembangan usaha jamur kayu maka sedang dirintis pembentukan kelompok tani hutan (KTH) yang khusus bergerak dalam usaha jamur kayu. Secara terpisah, beberapa kolega yang sudah terlebih dahulu bergelut dalam bidang usaha jamur tiram di Kab. Majalengka sudah memberikan komitmen bantuan baik materil maupun moril demi terciptanya usaha jamur tiram di Desa Kodasari. Sdr. Maman sangat bersyukur dapat mengikuti dan memperoleh manfaat dari magang petani jamur di Wanawiyata Widyakarya KTH Mekar Jaya, seraya menegaskan bahwa segala pencapaian selama ini bermula dari Wanawiyata Widayakarya.
6
Kemitraan FMU Wana asri dengan PT. Kutai Timber Indonesia
Meretas Kebekuan Usaha Menuju Kelompok Tani Hutan
Sejahtera dan Bermartabat
Oleh : Nurhayadi* dan Endang Dwi Hastuti**
Kabupaten Lumajang, Jawa Timur merupakan salah satu potensi
pengembangan hutan rakyat di Pulau Jawa. Luas hutan di Kabupaten Lumajang
adalah 179.09 ha, terdiri Hutan Negara 59.462 ha (33,20%), sedangkan 57.685
ha (32,21% ) adalah hutan rakyat,
Hutan rakyat di Kabupaten Lumajang dikembangkan di 158 desa pada 18
kecamatan, salah satunya di Kecamatan Pasrujambe yang meliputi 7 wilayah
administrasi desa. Sedangkan pengelolaan hutan rakyat dilakukan oleh
lembaga Kelompok Tani Hutan ( KTH ) dengan wilayah kelola hutan Rakyat
setiap KTH satu desa.
Di Kecamatan Pasrujambe saat ini hutan rakyat telah berkembang, baik luasan
maupun dampaknya dari segi ekologi, sosial dan ekonomi. Pengembangan hutan
rakyat di Pasrujambe telah berdampak positif berupa peningkatan penutupan lahan
yang merupakan hasil upaya rehabilitasi hutan dan lahan yang dilakukan secara
swadaya maupun bantuan pemerintah. Dengan Penerapan pengelolaan Hutan
Lestari telah berdampak terhadap penurunan erosi, peningkatan kesuburan tanah
akibat daur materi dalam ekosistem , serta terjaganya sumber mata air yang
berfungsi sebagai air irigasi dan kebutuhan rumah tangga, serta meningkatnya
kualitas mikro agro klimat di wilayah Pasrujambe, dan pada akhirnya tercipta
ekosistem yang produktif dengan indikator aspek ekologis ditandai berfungsinya
elemen matarantai ekosistem serta aspek ekonomis ditandai tergalinya informasi
fungsi ekonomis (manfaat) dari elemen ekosistem, baik biotis maupun abiotis.
Dampak yang dirasakan masyarakat dari berkembangnya hutan rakyat di
Pasrujambe tidak terjadi begitu saja, melainkan melalui suatu proses
pemberdayaan masyarakat/kelompok tani hutan yaitu pendampingan oleh penyuluh
kehutanan yang telah berjalan selama bertahun-tahun. Kegiatan penyuluhan
kehutanan di Pasrujambe dilakukan dalam wadah Forest Management Unit (FMU)
Wanaasri, yang merupakan gabungan dari 7 kelompok tani hutan dari 7 desa yang
7
ada di kecamatan tersebut. Hasil dari kegiatan penyuluhan kehutanan tersebut
adalah saat ini di Pasrujambe telah berkembang hutan rakyat dengan luas 3,602.09
Ha, dengan taksiran volume 142,362.92m³ serta taksiran jumlah pohon sebanyak
1,373,632.42 batang, dengan jenis tanaman yang didominasi sengon (90%), Jabon,
Waru gunung, Rekisi, Mahoni dan Jati. Selain itu, berkembang pula kegiatan
pemanfaatan lahan di bawah tegakan hutan rakyat dengan tanaman pisang,
kapulaga, talas, kopi, kakao dan cengkeh,
Sudah Untungkah Masyarakat?
Secara ekologi dampak dari kegiatan hutan rakyat di Pasrujambe telah dapat
dirasakan masyarakat, namun pada mulanya dampak terhadap peningkatan
pendapatan masyarakat belum terlihat nyata. Hal ini karena semula petani dalam
mengelola hutan rakyat masih berorientasi pada kelestarian hutan , belum
berorientasi pada hasil dan usaha sehingga kegiatan berhenti sampai proses
produksi, sedangkan pemasaran hasilnya oleh tengkulak. Hal ini menyebabkan
petani berpotensi untuk terus merugi. Tingkat potensi kerugian petani hutan dapat
digambarkan sebagai berikut : Kayu hutan rakyat dari kelompok tani hutan dijual ke
tengkulak dengan harga Rp. 400.000/m3, oleh tengkulak kayu dijual ke industri
kayu dengan harga Rp. 800.000/m3. Di sini dapat dilihat bahwa apabila kayu dijual
ke tengkulak petani rugi Rp. 400.000/m3. Petani seharusnya menjual kayu hasil
hutan rakyat langsung ke perusahaan kayu, yang bisa dilakukan apabila telah
dibangun kemitraan kedua belah pihak .
Perlu dibangun Kemitraan yang Sejajar vs Permasalahannya
Berkembangnya hutan rakyat di Pasrujambe sudah tentu merupakan daya tarik
bagi industri kehutanan berbasis hutan rakyat maupun masyarakat untuk
melakukan kemitraan. Bagi industri kayu, hal ini sejalan dengan adanya kebijakan
Kementerian Kehutanan saat itu dalam rangka meningkatkan daya saing Industri
Primer Hasil Hutan Kayu melalui penyediaan bahan baku yang dilakukan dengan
bekerjasama atau membangun kemitraan dengan masyarakat. Implementasi
kebijakan tersebut adalah industri yang akan meningkatkan kapasitas harus ada
jaminan pasokan kayu yang dilakukan melalui kemitraan dengan masyarakat .
Selain itu, juga sebagai terobosan bagi industri untuk menjaga ketersediaan bahan
baku dan meningkatkan peluang pasar, mengingat dari tahun ke tahun pemenuhan
bahan baku industri yang bersumber dari hutan alam terus mengalami penurunan.
8
Selanjutnya, jumlah industri kayu yang berbahan baku kayu hutan rakyat juga terus
mengalami peningkaan sejalan dengan daya saing produk yang lebih kompetitif.
Bahkan disaat krisis finansial global produk-produk industri yang berbahan baku
kayu hutan rakyat merupakan pilihan alternatif bagi konsumen dalam negeri
maupun untuk ekspor. Disisi lain , adanya kemitraan dengan industri kayu akan
menguntungkan masyarakat antara lain karena ada jaminan pasar kayu hutan
rakyat dan memutus mata rantai tengkulak sehingga dapat meningkatnya peluang
usaha dan pendapatannya.
Permasalahannya adalah kelompok tani hutan tidak punya akses untuk bermitra
dengan perusahaan kayu sehingga perlu fasilitasi penyuluh kehutanan. Masalah
lainnya terkait dengan kelembagaan kelompok tani hutan. Kelembagaan kelompok
tani hutan saat itu masih belum mantap, baik dari sisi sumber daya manusianya
yang masih berorientasi pada produksi, SDM yang belum memiliki jiwa
enterpreuneur sehingga mempengaruhi struktur organisasi kelompok yang hanya
berorientasi pada produksi serta belum mencerminkan kelestarian hasil, kelestarian
usaha serta belum berorientasi pasar. Dengan demikian usaha produktif kelompok
juga belum berkembang.
Proses Membangun Kemitraan dan Peran Penyuluh Kehutanan
Pada tahun 2010 melalui fasilitasi Dinas Kehutanan Kabupaten Lumajang telah
dibangun kemitraan antara para KTH secara sendiri sendiri di wilayah Kecamatan
Pasrujambe dengan PT. Wana Cahya Nugraha ( WCN ) dalam kegiatan
“Pemasokan kayu Log dan bantuan bibit tanaman pohon. Namun implementasinya
masih belum berjalan dengan baik, yaitu belum ada kesejajaran dalam kemitraan.
Penyuluh Kehutanan bersama Penyuluh Kehutanan Swadaya Masyarakat
menginisiasi untuk merubah skema kerjasama dari yang tidak sejajar menjadi
sejajar agar pihak-pihak yang bemitra sama-sama memperoleh manfaat. Hal yang
dilakukan adalah menyusun rancangan kemitraan yang “final” dan “definitif” dengan
merubah Rancangan skema Mou. Hal ini berbeda dengan skema kerjasama yang
sebelumnya dimana dalam satu Mou mengatur beberapa kegiatan di dalamnya,
tidak terukur , tidak mengikat dan KTH tidak memiliki legal standing .
Penyempurnaan Mou dilakukan dengan merancang kemitraan yang “final” dan
“definitif”. Mou harus bersifat “final”, yaitu setiap kegiatan yang dikerjasamakan
memilik dokumen masing-masing sehingga tidak menimbulkan kesalahan
9
interpretasi yang di tuangkan pada klausul perjanjian kemitraan. Selain itu Mou juga
harus bersifat” definitif”, artinya kegiatan yang dikerjasamakan ditujukan untuk KTH
apa harus jelas karena FMU Wanaasri merupakan gabungan dari beberapa KTH.
Hal lain yang dirubah adalah istilah “pengadaan bibit untuk KTH” diganti dengan
“pembuatan bibit oleh KTH”, karena kalimat “Pembuatan bibit oleh KTH” lebih
sesuai dimana dalam kegiatan tersebut terdapat unsur pemberdayaan masyarakat,
rasa memiliki, partisipasi, transparansi, akuntabel, dan edukatif.
Selanjutnya membangun korporasi KTH se wilayah Kecamatan Pasrujambe dalam
wadah GAPOKTAN-HUT/ FMU Wanaasri, berdasar akte notaris tertanggal 14
nopember 2013.
Agar skema kemitraan karya sejajar yang telah dirancang dapat dilaksanakan
dengan baik langkah selanjutnya adalah mencari Mitra usaha yang mau
mengakomodir keinginan FMU Wana asri . Tindak lanjutnya adalah menyodorkan
company profile FMU wana asri serta skema MOU yang telah di rancang. Maka
pada Tahun 2014 terjadilah kesepakatan melakukan mitra karya sejajar dengan PT.
KUTAI TIMBER INDONESIA ( KTI ) dengan menyepakati MOU tentang realisasi
Corporate social Resporaty (CSR) dari PT. KTI dalam bentuk Pembuatan Bibit .
Selain memfasilitasi terbangunnya kemitraan dengan skema kesetaraan, penyuluh
kehutanan berperan dalam memprakondisikan FMU dan membangun kepercayaan
perusahaan .
Memprakondisikan Kelompok
Berdasarkan permasalahan yang ada di FMU, penyuluh kehutanan
memprakondisikan kelompok agar dapat menjalankan dengan baik skema
kerjasama yang telah dirancang. Bersama PKSM Penyuluh Kehutanan melakukan
pendampingan guna peningkatan kapasitas kelompok yang mencakup 3 aspek
kelola, yaitu kelola kelembagaan, kelola kawasan dan kelola usaha. Apa saja yang
dilakukan penyuluh?
10
a. Kelola Kelembagaan
Penyuluh Kehutanan mendampingi kelompok dalam penguatan kelembagaan kelompok yang dilakukan terhadap SDM, melakukan konsolidasi organisasi kelompok, penyempurnaan Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga pembentukan Kelompok Usaha Produktif serta legalitas kelompok (Badan Hukum). Merubah Mindset Petani. Pada mulanya orientasi petani dalam mengelola hutan rakyat masih fokus pada pengelolaan hutan secara
lestari, dalam arti hanya berhenti pada aspek produksi, belum berorientasi pada kelestarian hasil dan usaha. Penyuluh kehutanan memotivasi kelompok agar merubah pola pikir dalam mengelola hutan rakyat yang semula masyarakat masih berorientasi pada produksi menjadi berorientasi enterprenuer. Materi –materi penyuluhan terkait dengan kewirausahaan dan pentingnya membangun kemitraan disampaikan dalam pertemuan-pertemuan kelompok untuk menambah wawasan anggota. Konsolidasi Organisasi KTH. Penyuluh kehutanan mendampingi FMU dalam membangun keutuhan organisasi sebagai suatu sistem dengan merubah stuktur organisasi sesuai Peraturan Menteri Kehutaan Nomor P.57 Tahun 2015. Struktur organsasi yang semula masih berorientasi produksi, dimana terdapat seksi-seksi penanaman, pembibitan, proteksi dan pengamanan dirubah menjadi berorientasi enterprenuer. Dibentuklah struktur organisasi yang baru yang di dalamnya terdapat Tim Kelola Kelembagaan, Tim Kelola Kawasan dan Tim Kelola Kelembagaan. Setiap tim terdiri dari 3 orang dan dipimpin oleh koordinator. Selain itu, sesuai dengan kebutuhan dan dinamika organisasi juga dilakukan pergantian pengurus FMU. b. Kelola Kawasan Dalam aspek kelola kawasan pendampingan penyuluh kehutanan ditekankan pada upaya pengelolaan hutan lestari , antara lain : menyusun perencanaan penebangan dan kegiatan rehabilitasi yang mencakup jumlah pohon yang akan ditebang pada tahun ini dan jumlah bibit yang dibutuhkan untuk rehabilitasi. Perencanaan Rehabilitasi sebagai dasar pembuatan proposal perhitungan kebutuhan bibit yang akan di ajukan kepada PT. KTI untuk realisasi CSR Perusahaan. Disamping itu penyuluh kehutanan bersama PKSM melakukan pendampingan dan pengajuan SVLK. Pendampingan kelola kawasan juga diarahkan agar FMU dapat memanfaatkan sumber daya kawasan dengan optimal, yaitu membiasakan petani agar memanfaatkan mikroagroklimat yang ada untuk kegiatan lain yaitu penanaman lahan di bawah tegakan dengan kombinasi antara tanaman Pokok, tanaman Sela dan tanaman sisipan ( Integrated Forest Farming system)
Momen Audensi FMU dengan calon Mitra
11
c. Kelola Usaha
Pendampingan penyuluh kehutanan dalam aspek kelola usaha diarahkan untuk membangun kemitraan dengan pelaku usaha dengan skema yang setara, definitif, mencari sumber dana sebagai penambahan modal usaha, membentuk kelompok usaha dan membentuk koperasi. Dalam hal ini pendampngan FMU sejak awal sudah diarahkan untuk membentuk koperasi KTH.
Membangun Kepercayaan Perusahaan Selain konsolidasi internal di kelompok, juga dilakukan konsolidasi eksternal untuk membangun kepercayaan KTI. Penyuluh kehutanan melakukan audiensi dengan KTI terkait kebijakan atau regulasi tata usaha kayu yang perlu diketahui oleh KTI. Disamping itu, penyuluh kehutanan juga memberi jaminan atau garansi kepada KTI bahwa FMU memilki sistem kelola kelembagaan yang baik, SDM dan visi lembaga yang baik, serta sudah memiliki SVLK pengelolaan hutan lestari. Hal ini menambah kepercayaan KTI pada kelompok. Selanjutnya, Penyuluh kehutanan melakukan koordinasi dengan Penyuluh Kehutanan Swasta (PKS) dalam hal akses informasi, serta mendorong PKSM untuk dapat melakukan negosiasi-negosiasi dengan KTI .
Pelaksanaan Kemitraan
Setelah dilakukan perbaikan skema kerjasama, dilakukan konsultasi segitiga antara
Penyuluh Kehutaanan PNS, Penyuluh Kehutanan Swasta PT KTI dan PKSM/ Ketua
FMU, menjajagi peluang kerjasama. Langkah selanjutnya PKSM selaku Ketua FMU
mempresentasikan skema kerjasama yang telah dibuat kepada calon Mitra (KTI).
Adanya penyajian data yang valid dan akurat, bonafiditas performance , serta rasa
percaya diri yang baik dari delegasi FMU dan kesungguhan kelompok untuk
bekerjasama dengan baik telah meyakinkan KTI sehingga dikembangkan
kerjasama dengan skema yang telah disempurnakan dengan kegiatan-kegiatan
sebagai berikut :
Tanda tangan naskah MOU disaksikan
Kadishut
General Manajer KTI dari jepang
supervise kinerja FMU
GM.
12
Bibit CSR siap di hibahkan kepada Anggota kapasitas 500.000 plcs/tahun
a. Pembuatan Bibit CSR KTI
Mekanisme pelaksanaan kegiatan pembuatan
bibit oleh KTH adalah sebagai berikut : Diawali
Perencanaan bersama mitra Usaha tentang
kebutuhan bibit satu tahun berjalan. Dalam
kegiatan ini , FMU menyediakan lahan, tenaga
kerja, melakukan pengawasan dan distribusi bibit kepada anggota kelompok
dengan menggunakan dokumen yang lengkap. Setelah 4 bulan bibit didistribusikan
ke seluruh anggota dalam bentuk hibah. persyaratan yang dibutuhkan dalam
pengambilan bibit oleh Anggota adaalah Surat Pembayaran Pajak Terhutang
(SPPT) sebagai dasar kuota pengambilan bibit (kuota 400 bibit/ ha) dan KTP yang
masih berlaku sebagai bukti domisili.
Pada tahun 2014 KTI mengucurkan dana sebesar Rp. 150 juta untuk kegiatan
pembuatan 150.000 plances. Setelah KTI melakukan monitoring dan evaluasi ke
lokasi serta pengecekan administrasi, maka kepercayaan KTI kepada FMU
Wanaasri lebih meningkat. Pada Tahun 2015 dilaksanakan pembuatan bibit
sebanyak 500.000 plances. Selanjutnya kegiatan yang dikerjasamakan antara
FMU Wanaasri dan KTI dikembangkan sesuai kebutuhan kelompok.
b. Pembangunan Tempat Pengumpulan Kayu (Pembelian Kayu Log)
Kegiatan pembuatan bibit oleh KTH telah memberikan
keuntungan bagi FMU sebesar Rp. 30.000.000 dan
dijadikan modal untuk mengembangkan kegiatan
kemitraan, yaitu pembuatan tempat penampungan
kayu (pembelian kayu log). Untuk membangun TPK
tersebut FMU Wonoasri menyewa lahan seluas 1.2
Hektar selama 5 tahun. Masalahnya adalah FMU
Wanaasri tidak memiliki modal yang cukup, ketika akan membeli kayu dari
kelompok , sedangkan kayu dari anggota kelompok harus dibayar “cash” pada saat
itu juga. Di sisi lain, kayu dari TPK tidak bisa langsung dibeli KTI karena log harus
diukur terlebih dahulu dan ini membutuhkan waktu 3-7 hari, sehingga FMU
Wanaasri memerlukan uang cash yang cukup banyak untuk membeli kayu dari
anggota kelompok.
aktivitas Tempat
13
c. Penyertaan Modal
Dengan dibangunnya TPK maka masyarakat semakin banyak yang menjual kayu
ke TPK sedangkan FMU Wanaasri mengalami kekurangan modal untuk
pembeliannya. Guna mengatasi masalah tersebut Penyuluh Kehutanan
mengadakan pertemuan dengan masing-masing ketua KTH yang tergabung dalam
FMU Wanaasri membahas tentang potensi dan keuntungan yang bisa diperoleh
dengan adanya kemitraan dengan KTI, serta perlunya penyertaan modal anggota
untuk membeli kayu yang dijual ke TPK. Selanjutnya anggota kelompok
menyertakan modalnya untuk kegiatan di TPK. dari lelang penyertaan modal dari
anggota terkumpul Dana awal Rp. 75.000.000,-
d. Pinjaman Tanpa Bunga
Kurangnya modal FMU merupakan masalah yang prioritas untuk dicari solusinya
mengingat semakin banyaknya masyarakat yang menjual kayu di TPK. Untuk itu
FMU mengajukan usulan kerjasama dalam hal pinjaman tanpa bunga dan
disetujui KTI dalam bentuk pinjaman sementara tanpa bunga senilai Rp. 28 Jt
dengan pola pengembalian angsuran setiap kirim kayu pembayaran dipotong 2
% dari keuntungan FMU sebagai pengurang pinjaman
e. Pembelian Kayu
KTI membeli kayu log yang masuk ke TPK sesuai dengan standar dan harga yang disepakati dalam Mou. FMU membuat bersama dengan PT KTI melakukan “grading” atau kelas terhadap kayu yang siap dipasarkan yaitu panjang potongan kayu di tentukan 100 Cm dan 130 Cm , Grade A diameter 20 Up sedang grade B berdasarkan diameter mulai dari 10 cm sampai dengan 19 cm , sedangkan panjang potongan 200 cm yang di beli hanya grade A . Kayu log super yang masuk TPK dengan diameter 30 cm ke atas langsung diambil oleh perusahaan. Untuk kayu dengan grade di bawahnya diolah menjadi “Row Sawn Timber” ( RST). Untuk RST grade A dipilih oleh perusahaan,sedangkan grade di bawahnya bisa dijual ke perusahaan lain. Perusahaan dikenakan biaya penumpukan kayu di TPK sebelum kayu diangkut.
Hasil olah bentuk RST kirim
perdana ke Perusahaan Mitra
14
Peran Para Pihak
Dengan skema kerjasama yang yang baru tersebut berprinsip ,
kesetaraan,bermartabat, dan saling menguntungkan .
Peran para pihak dalam kemitraan antara FMU dan KTI dapat dilihat pada bagan
berikut
Hasil Kemitraan
Mitra karya sejajar antara FMU Wanaasri dan PT. Kutai Timber Indonesia telah
memberikan dampak positif pada kedua belah pihak.
Bagi FMU Wanaasri:
1. Berubahnya persepsi positif terhadap Pengelolaan Hutan Rakyat pola
kemitraan dengan pelaku usaha,
2. Menguatnya posisi tawar KTH terhadap mekanisme pasar kayu,
3. Tumbuhnya soliditas dan dinamika kelompok,
4. Terjaminnya pangsa pasar produksi kayu,
5. Meningkatnya kesejahteraan petani,
6. Menumbuhkan Kelompok Tani Hutan yang bermartabat setara dengan
Pelaku Usaha.
7. Meningkatnya kesadaran masyarakat untuk melakukan pengelolaah Hutan
Lestari,
KELOMPOK
TANI HUTAN
PENYULUH
Industri Kayu Rakyat)
• Pemilik lahan • Tenaga
kerja
• Jaminan pasokan
• Menguasai teknologi
• Pemilik modal • Menguasai
pasar
•
. Regulasi/kebijakan
• Fasilitasi • Monitoring dan
PEMERINTAH
Sosialisasi program/kegiatan
Memberikan motivasi dan menumbuhkan kemauan petani
Meningkatkan keterampilan dan kemampuan petani
Fasilitasi dan pendampingan (penguatan kelebagaan, akses
informasi pasar, akses permodalan)
Fasilitasi tercapainya SLK
15
8. Adanya transfer teknologi dan ketrampilan dari pendamping / Penyuluh
kehutan PNS dan Penyuluh dari perusahaan,
9. Terjaminnya kesediaan bibit dari CSR perusahaan untuk rehabilitasi lahan
sesuai dengan etate tebangan wilayah FMU.
Bagi PT. Kutai Timber Indonesia:
1. Adanya jaminan pasokan bahan baku,
2. Memudahkan perencanaan target produksi,
3. Bisa mengoptimalkan kapasitas terpasang mesin unit produksi,
4. Bisa melakukan perencanaan bersama dengan FMU terkait rencana
pengembangan produksi,
5. Terwujudnya saling percaya akibat terikat dengan MOU para pihak yang
memiliki legal standing sacara hukum.
Dibangunnya kemitraan antara FMU Wanaasri dan PT. Kutai
Timber Indonesia telah meningkatkan kontribusi industri
kehutanan kepada masyarakat dalam pengelolaan hutan
rakyat. Semua ini pada akhirnya telah berdampak langsung
dalam mewujudkan kemandirian ekonomi dengan
menggerakkan sektor-sektor ekonomi domestik.
*Penyuluh Kehutanan pada Dinas Kehutanan Provinsi Jawa Timur
** Penyuluh Kehutanan pada Pusat Penyuluhan , BP2SDM
penghargaan Prima Wana mitra Emas
16
OLEH-OLEH NAGREK UNTUK PKSM
SECERCAH HARAPAN UNTUK MASA DEPAN LEBIH BAIK
Oleh :
Dyah Ediningtyas
Salam rimbawan…….
Ada secercah harapan bagi teman-teman Penyuluh Kehutanan Swadaya
Masyarakat atau yang biasa dikenal dengan “PKSM” untuk lebih terlibat secara
aktif dalam pengelolaan hutan melalui program “Perhutanan sosial” atau biasa
disingkat “PS”. Perhutanan Sosial adalah sistem pengelolaan hutan lestari yang
dilaksanakan dalam kawasan hutan Negara atau hutan hak/hutan adat yang
dilaksanakan oleh masyarakat setempat atau masyarakat hukum adat sebagai
pelaku utama untuk meningkatkan kesejahteraan, keseimbangan lingkungan dan
dinamika sosial budaya untuk meningkatkan kesejahteraannya. Perhutanan
sosial dikembangkan dalam bentuk : Hutan Desa (HD), Hutan Kemasyarakatan
(HKm), Hutan Tanaman Rakyat (HTR), Hutan Rakyat (HR), Hutan Adat (HA) dan
Kemitraan Kehutanan. Pelaksanaan perhutanan sosial diatur dalam dalam
Peraturan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Nomor
P.83/MENLHK/SETJEN/KUM.1/10/2016 tentang Perhutanan Sosial dan Peraturan
Dirjen PSKL nomor P.3/PSKL/SET/KUM.1/4/2016 tentang Pedoman
Pengembangan Usaha Perhutanan Sosial.
Apa yang menarik dari kedua peraturan tersebut….???? Bagaimana
impelentasinya…….????? Yuk kita simak bareng-bareng sambil ngupi-ngupi……
Begini awal ceritanya…..
Akhir tahun 2016 Badan Penyuluhan dan Pengembangan SDM melepas Bapak
Bambang Soepijanto mengakhiri masa jabatannya sebagai Kepala Badan P2SDM
sekaligus masa pengabdiannya sebagai Aparatur Sipil Negara. Dan di awal tahun
2017, Badan P2SDM mendapatkan “bapak” baru meskipun statusnya sebagai
“pelaksana tugas” (Plt) Bapak Hadi Daryanto, yang sekaligus merangkap Dirjen
Perhutanan Sosial dan Kemitraan Lingkungan (PSKL).
Nah….awal tahun 2017, tepatnya tanggal 14 Januari 2017, beliau berkenan
melakukan kunjungan langsung ke lokasi perhutanan sosial yang dikelola oleh
PKSM Kabupaten Bandung bersama masyarakat dan kelompok tani hutan
binaannya. Bertempat di saung sederhana ukuran 6 x 6 m yang dibangun secara
17
gotong royong dari kayu hasil hutan rakyat oleh PKSM bersama kelompok tani
binaannya.....di tengah-tengah hamparan hutan rakyat tanaman balsa, jabon dan
sengon, terlaksanalah pertemuan non formal yang juga dihadiri oleh beberapa
pejabat lingkup BP2SDM dan Ditjen PSKL serta Kepala Dinas Kehutanan provinsi
Jawa barat dan rombongan. Beliau membuka pertemuan dengan memaparkan
berbagai informasi seputar perhutanan sosial dan pentingnya SDM kehutanan
dalam mendukung tercapainya tujuan program perhutanan sosial 12,7 juta hektar
kawasan hutan Negara yang dibuka aksesnya untuk masyarakat. Berbagai
informasi menarik disampaikan beliau secara lugas dan dilanjutkan dengan diskusi
sambil menikmati hidangan khas kelompok tani…..kacang rebus, jagung rebus,
umbi-umbian dan wedang bajigur….cocok sekali dengan udara pegunungan yang
sejuk oleh siraman gerimis kecil-kecil……diskusi berlangsung santai dan
kekeluargaan…istilah gaulnya “SERSAN” serius tapi santai…….pembicaraan
mengalir seputar perhutanan sosial dan peluang usaha bidang kehutanan yang
selama ini dijalani oleh PKSM beserta kelompok tani hutan binaannya.
Dari hasil diskusi terungkap bahwa kebutuhan PKSM dan kelompok tani binaannya
tidak lagi pelatiha seputar budidaya dan penangkaran flora fauna….tapi lebih ke
pengembangan usaha….lebih ke business oriented mulai dari pengolahan hasil
menggunakan teknologi modern yang mampu memberikan nilai tambah (value
added) sehingga dapat meningkatkan nilai jual produknya. Dan yang terpenting
adalah bagaimana mekanisme pasarnya….demand dan supply…..pengetahuan
itulah yang saat ini sangat dibutuhkan oleh PKSM dan kelompok tani hutan
binaannya.
Jadi yang terpenting di sini adalah bagaimana mendongkrak dan meningkatkan
jiwa enterpreunership atau kewirausahaan PKSM dan kelompok tani hutan serta
masyarakat di sekitar hutan. Nah…mumpung dapat berdialog langsung dengan
Dirjen PSKL sekaligus Plt. Kepala Badan P2SDM, apa yang diharapkan oleh
PKSM dan kelompok tani hutan dapat disampaikan langsung kepada beliau untuk
mendapatkan solusi pemecahan masalahnya…….
Yuk kita simak rangkuman hasil bincang-bincang dengan Plt. Kepala Badan
P2SDM/Dirjen PSKL:
1. Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan melalui Direktorat jenderal PSKL telah
mengeluarkan kebijakan dengan membuka akses pengelolaan 12,7 juta hektar kawasan
hutan Negara kepada masyarakat melalui program perhutanan social. Agar program
perhutanan social dapat berjalan lancar, pemerintah juga memberikan fasilitasi berupa
program/kegiatan rehabilitasi hutan dan lahan, konservasi tanah dan air, konservasi
18
keanekaragaman hayati. Pemberdayaan masyarakat berbasis konservasi, sertifikasi
pengelolaan hutan lestari dan/atau sertifikasi legalitas kayu.
Kegiatan perhutanan social tersebut diatur dalam Peraturan Menteri LHK nomor
P.83/MENLHK/SETJEN/KUM.1/10/2016 tanggal 25 Oktober 2016 tentang Perhutanan
Sosial. Sebagaimana dijelaskan dalam Bab V tentang Fasilitasi, pada Pasal 61 ayat (2)
menyebutkan bahwa fasilitasi dapat diberikan oleh pemerintah dan pemerintah daerah
dimulai dari fasilitasi pada tahap usulan permohonan, penguatan kelembagaan,
peningkatan kapasitas antara lain yaitu manajemen usaha, pembentukan koperasi,
penyusunan RPHD, RKU dan RKT, pembiayaan pasca panen, pengembangan usaha dan
akses pasar.
Selanjutnya ayat (3) menyebutkan bahwa fasilitasi dapat dibantu oleh Pokja PPS dan penyuluh
kehutanan, instansi lain yang terkait, LSM dan Perguruan Tinggi. Nah….kalau kita intip
kembali Undang-Undang No. 16 tahun 2006 tentang Sistem Penyuluhan Pertanian,
Perikanan dan Kehutanan, yang dinamakan penyuluh kehutanan adalah penyuluh
kehutanan PNS, penyuluh kehutanan swasta (PKS) yang bekerja di perusahaan dan
umumnya dirangkap oleh tenaga teknis kelola lingkungan dan kelola sosial (ganis keeling
kesos), dan penyuluh kehutanan swadaya masyarakat (PKSM), yaitu anggota masyarakat
yang peduli terhadap kelestarian hutan dan lingkungan dan secara swadaya menjaga dan
melestarikan hutan dan lingkungan.
Bapak Plt.Kepala Badan P2SDM yang sekaligus Dirjen Perhutanan Sosial dan Kemitraan
Lingkungan (PSKL) menyampaikan bahwa kegiatan perhutanan sosial yang dilakukan oleh
PKSM beserta kelompok tani hutan binaannya perlu mendapat legalisasi dari pemerintah,
yang dapat menjamin keberlangsungan usahanya hingga 35 tahun ke depan. Merujuk pada
UU Nomor 16 tahun 2011 tentang bantuan hukum, maka kegiatan PKSM beserta kelompok
tani hutan binaannya berhak mendapatkan bantuan hukum dari paralegal, untuk
mendapatkan legalisasi kegiatan perhutanan sosial yang telah dilaksanakan. Legalisasi
tersebut diperlukan sebagai dasar bagi Ditjen PSKL dalam memberikan fasilitasi kegiatan
perhutanan sosial.
Fasilitasi apa saja yang dapat diberikan oleh pemerintah……?
Fasilitasi kegiatan perhutanan sosial yang dapat diberikan oleh pemerintah sebagaimana diatur
dalam Perdirjen PSKL nomor P. 3/PSKL/SET/KUM. 1/3/2017 Tentang Petunjuk Teknis
Pelaksanaan Penyaluran Pemberian Bantuan Pemerintah Untuk Program Perhutanan
Sosial Dan Kemitraan Lingkungan, yaitu :
a. Kegiatan Pengembangan Perhutanan Sosial Nusantara (Bang PeSoNa).
yaitu bantuan berupa barang dan/atau bibit dan/atau ternak sebagai fasilitasi Usaha
perhutanan sosial.
Bantuan Bang PeSoNa diberikan pada masyarakat dalam bentuk uang maksimal senilai
Rp.50.000.000,00 (lima puluh juta rupiah) per kelompok masyarakat dengan cara
swakelola, dengan kegiatan:
Pembelian bibit tanaman pohon, tanaman agroforestry; dan/atau
Pembelian komodltl peternakan, perlkanan; dan/atau
Pembuatan peralatan atau sarana prasarana penunjang kegiatan Perhutanan Sosial
yang dapat diadakan secara swakeloia oleh masyarakat.
19
b. Pemberian bantuan alat ekonomi produktif.
Bantuan alat ekonomi produktif tersebut diberikan dalam rangka Pengembangan
Usaha Perhutanan Sosial oleh kelompok Usaha perhutanan sosial (KUPS).
Bantuan alat ekonomi produktif tersebut diberikan sesuai kebutuhan kelompok tani
sebagaimana yang diusulkan dalam surat permohonan (proposal). Bantuan alat
ekonomi produktif antara lain berupa alat untuk budidaya, pemanenan, pengolahan
hasil, keperluan pemasaran untuk komoditas HHK dan HHBK atau alat bantu kegiatan
pemanfaatan jasa lingkungan seperti pengembangan ekowisata, pemanfaatan air dan
pemanfaatan karbon, sehingga dapat meningkatkan nilai tambah (value added) bagi
hasil produksinya yang pada akhirnya dapat menopang kehidupan PKSM beserta
kelompok taninya (masyarakat).
Jumlah bantuan dan jenis alat ekonomi produktif sesuai dengan usulan kelompok dan
sesuai dengan RUKK yang telah disetujui berdasarkan telaahan administrasi dan
teknis.
c. Fasilitasi sarana prasarana ramah lingkungan, yaitu bantuan Pemerintah kepada
masyarakat di bidang Kemitraan Lingkungan yang dapat berupa bimbingan teknis dan
bantuan sarana prasarana ramah lingkungan yang diberikan kepada komunitas,
kader, kelompok pecinta alam, kelompok swadaya masyarakat, kelompok profesi,
kepanduan dan kepeloporan dalam melaksanakan gerakan aksi perlindungan dan
pengelolaan lingkungan hidup dan kehutanan.
Dari hasil bincang-bincang dengan Plt. Kepala Badan P2SDM/Dirjen PSKL, kebutuhan yang
sangat mendesak yang saat ini sangat dibutuhkan oleh PKSM bersama kelompok tani
hutan binaannya adalah:
a. Teknologi pengolahan hasil hutan kayu/bukan kayu, antara lain : mesin
penggergajian, teknik pengukuran dan pengujian hasil hutan, packaging,
pengolahan madu untuk meningkatkan kualitas madu hutan, teknik membangun
jejaring kerja, dan teknik marketing secara on line, teknik pembuatan wood pellet, dll.
b. Memberikan pendidikan paralegal kepada PKSM dan kelompok tani hutan
binaannya tentang hukum positif/huklum negara dan hukum adat, sehingga PKSM
dan kelompok tani binaannya dapat melaksanakan kegiatan perhutanan sosial
dengan baik (tidak perkarakan/terkena sanksi).
Selain fasilitasi yang diberikan oleh Ditjen PSKL, Pusat Penyuluhan Kehutanan
BP2SDM juga menggelontorkan fasilitasi untuk mendukung kegiatan PKSM dan
kelompok tani hutan binaannya melalui pembuatan Pos Penyuluhan Kehutanan
Pedesaan (Posluhutdes) sebesar Rp. 50.000.000,-/desa. Dengan adanya
posluhutdes, diharapkan kegiatan penyuluhan dapat diselenggarakan secara
intensif oleh PKSM kepada kelompok tani binaannya dan masyarakat sekitarnya
untuk turut berperan aktif dalam menjaga kelestarian hutan dan lingkungannya.
20
Guna menunjang usaha produktif bidang kehutanan, Pusat Penyuluhan
Kehutanan, BP2SDM juga memberikan fasilitasi berupa pembentukan koperasi
KTH, sehingga pendirian usaha perkoperasian yang dibangun oleh PKSM dan
kelompok tani hutan dapat dilegalkan melalui akte pendirian oleh notaris.
Sedangkan untuk pengembangan PKSM, Pusat Penyuluhan Kehutanan juga
memfasilitasi pengembangan kelembagaan dan peningkatan kapasitas PKSM
beserta kelompok tani hutan binaannya melalui lembaga pemagangan
(Agroforestry, silvopasteur, silvofishery), sebagaimana yang telah berhasil dirintis
oleh beberapa PKSM di Kabupaten Bandung antara lain : Bp. Danuri (agroforestry
kopi) dan Eyang Memed (pelestarian hutan dan sumberdaya alam, penangkaran
tumbuhan endemic local dan tanaman kehutanan yang tergolong mulai langka).
Hal mendasar bagi seorang PKSM adalah adanya pengakuan dari pemerintah
terkait statusnya sebagai PKSM, sehingga PKSM dapat melaksanakan kegiatan
penyuluhan kehutanan secara legal. Sebagaimana diatur dalam Peraturan Menteri
LHK Nomor P.76/Menlhk/Setjen.8/2016 tanggal 31 Agustus 2016, tentang PKS
dan PKSM, bahwa penetapan sebagai PKSM dilaksanakan oleh Instansi
Pelaksana Penyuluhan (Dinas Kehutanan Provinsi) dan disampaikan kepada
Badan Penyuluhan dan Pengembangan SDM melalui Pusat Penyuluhan
Kehutanan untuk dapat diterbitkan Kartu Tanda Anggota (KTA) sebagai PKSM.
Sedangkan pembinaan kelembagaan PKSM dilaksanakan oleh penyuluh PNS,
dengan ketentuan :
Penyuluh kehutanan PNS melakukan pembinaan terhadap PKSM yang ada di wilayah
kerjanya.
Wilayah kerja penyuluh PNS ditetapkan oleh Gubernur di masing-masing wilayah Balai
Pengelolaan Hutan (KPH) atau oleh Instansi Pelaksana Penyuluhan Kehutanan di
tingkat Provinsi dan Kabupaten/Kota.
Guna mendukung percepatan peningkatan kapasitas PKSM, Plt. Kepala
BP2SDM/Dirjen PSKL akan memerintahkan Pusat Pelatihan Masyarakat
(Puslatmas) BP2SDM untuk mengembangkan Role Model pelatihan berbasis
masyarakat (community) sebagaimana yang telah dirintis oleh Ketua Forum
Komunikasi PKSM Provinsi Jawa Barat dalam pengembangan regenerasi PKSM
untuk mengatasi kekurangan penyuluh PNS.
Fasilitasi kegiatan perhutanan social juga diberikan oleh Pusat Perencanaan dan
pengembangan SDM (Pusrenbang) melalui penyediaan tenaga PKSM yang handal
dan kompeten dalam melaksanakan pendampingan kegiatan perhutanan social
melalui uji kompetensi atau sertifikasi PKSM. Sertifikasi PKSM tersebut
21
dimaksudkan sebagai jaminan bahwa PKSM yang akan diangkat sebagai tenaga
pendamping perhutanan social merupakan tenaga professional yang handal dan
kompeten dalam melaksanakan pendampingan kegiatan perhutanan social.
Tahun 2017 ini, Pusrenbang akan melaksanakan uji coba sertifikasi kepada 20
orang PKSM dengan prioritas PKSM yang pernah menajdi juara lomba “WANA
LESTARI” dan telah terdaftar dalam Pusat Penyuluhan Kehutanan yang dibuktikan
dengan Kartu tanda Anggota (PKSM). Sebagai bentuk apreasiasi atau
penghargaan bagi PKSM yang lulus sertifikasi atau dinyatakan “KOMPETEN”,
Pusrenbang akan merekomendasikan PKSM tersebut kepada Ditjen PSKL agar
ditetapkan sebagai anggota Pokja PPS atau sebagai tenaga fasilitator kegiatan
perhutanan social.
Nah….itulah informasi yang berhasil kita rangkum dari hasil bincang-bincang
dengan Plt. Kepala Badan P2SDM/Dirjen PSKL di Nagrek, Bandung sebagai oleh-
oleh bagi rekan-rekan PKSM agar lebih semangat dalam melaksanakan tugas
mulia sebagai “PAHLAWAN PELESTARI HUTAN DAN LINGKUNGAN”
…………jadi, tunggu apa lagi?
22
MERAIH SIMPATI DENGAN LADA HITAM
Oleh :
Binti Masruroh*)
Salam Lestari! Teriakan Bapak Joko
Surahmad menyambut rombongan
siswa/i SMK Kehutanan Negeri
Pekanbaru membakar semangat
lestarikan bumi. Senin, 21/11 2016, 32
generasi hijau dengan binar penuh harap
melangkahkan kaki mencoba menapak
dan melihat tentang apa yang sedang
terjadi di tepian negeri yang kita cintai
melalui praktik terpadu paket keahlian Teknik Rehabilitasi dan Reklamasi
Hutan (TRRH). Kegiatan ini bertujuan untuk memberikan pengetahuan dan
keterampilan siswa/i dalam upaya menerapkan fungsi hutan secara ekologi
dan ekonomi di tengah permasalahan monokultur sawit di masyarakat.
Belajar hari ini tidak di dalam kelas tetapi berinteraksi langsung dengan
kelompok tani hutan (KTH) mandiri Gunung jati (MGJ) pimpinan Bapak
Takroni, S.Pd di Kota Baru, Tapung Hilir. Rimbun daun lamtoro dengan
menjuntai anggun tanaman lada (Pepper ningrum) begitu sejuk di pandang
mata mengobati rasa lelah setelah melewati perjalanan 2 jam dari
pekanbaru dengan pemandangan sawit di sekeliling jalan yang kering dan
gersang.
Jabat tangan dan sapa akrab dari anggota kelompok tani melunturkan rasa
segan karena baru pertama kali berjumpa. Secangkir kopi susu yang tersaji
di atas bentangan tikar saung KTH MGJ menambah hangat suasana.
Sekapur sirih sambutan singkat disampaikan oleh Ketua KTH MGJ bapak
Takroni, S.pd dan Perwakilan dari SMKKN Pekanbaru bapak Sriyono, SP.
Kegiatanpun berlanjut dengan penyampaian materi dan diskusi. KTH MGJ
adalah kelompok tani mandiri yang dibentuk oleh masyarakat sebagai wujud
23
keprihatinan masyarakat akan maraknya alih fungsi hutan menjadi
perkebunan sawit. Setiap sudut tanah yang ada di desa tersebut tidak
terlepas dari kokohnya batang sawit. “Monokultur sawit kebanggaan
masyarakat karena dapat menyumbang pundi pundi uang tanpa harus
berpeluh lebih” kata pak roni (sapaan akrab pak takroni). Usaha pak roni
selaku PKSM (Penyuluh Swadaya Masyarakat) membagikan bibit secara
gratis untuk rehabilitasipun tidak mendapat respon positif oleh masyarakat.
Monokulutur sawit benar benar menghipnotis masyarakat dan menutup
mata hati untuk merasakan manfaat pohon,
meskipun suhu udara panas dan perubahan
iklim sudah mereka rasakan. Ternyata
monokultur tidak hanya memberikan efek
positif tapi juga efek negatif yaitu cara berfikir
instan, tidak mau repot dan tidak ada
kreativitas.
Kegagalan pak roni mengajak warga untuk
menanam pohon tidak menjadikan beliau patah semangat. Hingga pada
suatu hari di bulan desember tahun 2015 anggota KTH MGJ membawa 5
batang bibit lada hitam yang dibawa dari lampung. 5 batang bibit lada hitam
tersebut ditanam di tanah warga di bawah pohon karena lada memerlukan
penyokong untuk pijakan perakaranya. Tidak disangka ternyata setelah 4
bulan lada tersebut berbuah lebat. Setelah lada matang dan dikeringkan dan
ditawarkan ke pasar. Bahagia tidak terkira ternyata 1 kg lada hitam laku
dengan harga RP. 230.000,-. Harga yang cukup fantastis. Berbekal dari 5
batang lada hitam tersebut KTH MGJ mengembangkan lada hitam sekaligus
secara tidak langsung mengajak masyarakat untuk menanam pohon. Tanpa
berfikir panjang, warga berlomba menanam pohon. Momen ini sangat tepat
karena usia sawit mendekati habis daur sehingga harus diganti dengan
tanaman baru. Warga dengan suka rela menanam pohon sebagai persiapan
awal untuk menanam lada.
Setelah kegiatan diskusi, siswa/i dibagi menjadi 4 kelompok untuk
mengadakan pengamatan di lapangan. Masing masing kelompok
beranggotakan 8 siswa/I yang didampingi oleh 2 anggota KTH MGJ. Siswa/i
24
mengamati dan mencoba secara langsung budidaya lada hitam di bawah
tegakan. Jenis pohon yang digunakan sebagai penopang adalah jabon,
gliricidai, ketapang dan lamtoro. Dari pengamatan di lapangan pohon yang
paling cocok untuk penopang adalah lamtoro. Kemunngkinan disebabkan
lamtoro merupakan tanaman legum yang dapat menyuburkan tanah, selain
itu tajuk lamtoro tidk terlalu rimbun sehingga memungkinkan fotosintesis
tanaman lada tidak terganggu ( masih perlu dibuktikan dengan penelitian).
Fakta lain yang didapatkan dari hasil pengamatan adalah tanaman lada
tidak cocok pada lahan dengan genangan air, hal ini bisa terlihat dari
beberapa batang lada yang menguning pada lahan dengan genangan air.
Gambar Perbanyakan lada menggunakan stek Gambar Pemanenan
lada
Kegiatan pratik dilanjutkan dengan pembuatan stek lada. Pembuatan stek
dimulai dengan membuat media tanam yang terdiri dari kompos dan tanah
hitam. Kemudian memilih batang yang sudah tua dan kemudian
memotongnya. Untuk lada yang akan di tanam ditanam di tanah cukup
menggunakan 1 ruas untuk bahan stek, tapi untuk lada yang akan ditanamn
di pot membutuhkan ruas yang lebih banyak. Cara membuat stek lada
sangat mudah, ruas yang telah dipotong direndam kedalam larutan gula
25
pasir sekitar 1 jam untuk kemudian di celupkan ke zat pengatur tumbuh dan
ditanam ke dalam polybag yang sudah dibuat lubang tanamam di
permukaanya. Langkah selanjutnya adalah penyungkupan. Persen jadi
dalam pembuatan bibit lada menggunakan sungkupan berkisar sekitar 80%.
Tak terasa siswa/i sangat menikmati kegiatan tersebut, mereka tidak hanya
belajar membuat stek tapi juga prakti memanen lada. Mereka diajarkan
membedakan lada yang masak dan yang belum masak, Lada yang masak
ditandai dengan warna kuning pd tandannya. Setelah dipetik, lada kemudian
keringkan dan dijual. Pada usia 4-5 bulan lada sudah dapat berbuah. Masa
produksi tanaman ini sampai dengan puluhan tahun. Sungguh ibarat mesin
ATM yang selalu menghasilkan uang dan mampu memikat minat para
pecinta sawit. Jika sawit memerlukan biaya yang cukup besar untuk
perawatanya yaitu pembelian pupuk kimia secara rutin, tanaman lada tidak
cocok menggunakan pupuk kimia tetapi menggunakan kompos yang bisa
didapatkan tanpa harus membeli. Usia lada yang cukup panjang mau tidak
mau membutuhkan penyokong berupa tanaman hidup berupa pohon.
Sungguh kombinasi yang cukup serasi. Keseimbangan fungsi hutan secara
ekologi dan ekonomi dapat kita lihat di sini. Masyarakat dapat menanam
pohon dan menjaganya untuk menyelamatkan bumi sekaligus memanen
lada dengan harga yang sangat mempesona. Yuk kita lestarikan hutan
dengan optimalisasi penanaman di bawah tegakan! Salam Lestari!
*) Guru Muda di SMK Kehutanan Negeri Pekanbaru
26
BERBAGI PENGALAMAN SMKKN PEKANBARU MERAIH ADIWIYATA NASIONAL
Oleh :
Binti Masruroh*)
SMK Kehutanan Negeri Pekanbaru (SMKKN PEKANBARU) adalah salah
satu dari 489 sekolah penerima penghargaan sekolah adiwiyata nasional
2016. Bahagia bercampur haru, setelah melalui beberapa tahap dan kerja
keras SMK Kehutanan Negeri Pekanbaru berhasil mendapatkan
penghargaan tersebut. Seperti yang disampaikan oleh Menteri Lingkungan
Hidup dan Kehutanan RI, Ibu Dr. Ir. Siti Nurbaya M.Sc pada acara
“Sarasehan Adiwiyata Nasional 2016” di
gedung Manggala Wanabakti
Kementerian Lingkungan Hidup dan
Kehutanan RI bahwa pendidikan
lingkungan adalah bagian dari pendidikan
karakter dan penerapan nilai-nilai
kehidupan sehingga perlu upaya ekstra
untuk mewujudkan generasi cinta
lingkungan. Persiapan adiwiyata tidak
terbatas pada administrasi maupun
fasilitas fisik tapi juga sebuah kesadaran
berbudaya lingkungan, hal ini menjadi
sebuah tantangan manakala diterapkan pada sekolah asrama dengan latar
belakang suku dan budaya yang berbeda seperti halnya di SMKKN
PEKANBARU.
27
Kegiatan adiwiyata terdiri
dari 4 tahap yaitu : Pembinaan,
Evaluasi, Penilaian dan
penghargaan. Dalam
melaksanaan keempat tahap
tersebut Sekolah difasilitasi
oleh pemerintah daerah melalui
dinas pendidikan kota
pekanbaru, dinas pendidikan
propinsi riau, BLH kota
pekanbaru, BLH Propinsi Riau
serta P3E Religional Sumatera
selaku fasilitator dari
KemenLHK. Penghargaan
setinggi tingginya atas perhatian serta kegigihan fasilitator yang sangat
mendukung dan memberikan bimbingan dalam upaya SMKKN
PEKANBARU mendapatkan adiwiyata nasional.
Penilaian adiwiyata dilakukan dengan memperhatikan 4 komponen
yaitu : Kebijakan berwawasan lingkungan, Pelaksanaan Kurikulum Berbasis
Lingkungan, Kegiatan Lingkungan Berbasis partisipatif dan Sarana
Pendukung Ramah Lingkungan. Kebijakan berwawasan lingkungan di
SMKKN PEKANBARU tertuang dalam visi, misi dan tujuan sekolah, Alokasi
dana untuk pengelolaan lingkungan dan penyusunan SK Pembina adiwiyata
sekolah. Visi SMKKN PEKANBARU adalah : “Terwujudnya tenaga teknis
menengah kehutanan yang berakhlak mulia, profesional, mandiri dan
berwawasan lingkungan yang siap memasuki lapangan kerja nasional
maupun internasional di bidang kehutanan”.
Misi SMKKN PEKANBARU adalah :
a. Menyiapkan tenaga teknis menengah kehutanan yang profesional dan
mandiri serta berakhlak mulia.
b. Menyiapkan tenaga teknis menengah kehutanan yang memiliki daya saing
tingkat nasional maupun internasional.
28
c. Memantapkan kelembagaan pendidikan menengah kejuruan kehutanan
sesuai dengan standard Sekolah Bertaraf Internasional.
d. Menciptakan lingkungan sekolah yang nyaman bagi warga sekolah
Tujuan SMKKN PEKANBARU adalah :
1. Menyiapkan tenaga teknis menengah yang profesional, mandiri, dan berakhlak
mulia dalam mendukung pembangunan kehutanan
2. Meningkatkan mutu akademik dan nonakademik sesuai Standar Nasional
Pendidikan
3. Menciptakan lulusan yang mampu bersaing di tingkat nasional maupun
internasional
4. Menjadi pusat pengembangan tenaga teknis menengah yang dapat membantu
mewujudkan pengelolaan hutan dan lingkungan yang lestari
5. Terwujudnya hubungan harmonis dan dinamis baik dalam sekolah maupun
dengan masyarakat
6. Meningkatkan prestasi siswa baik bidang Ilmu Pengetahuan, Teknologi,
Olahraga, maupun Seni Budaya
7. Meningkatkan pemahaman terhadap kurikulum segenap Civitas akademika di
SMK Kehutanan Negeri Pekanbaru
8. Menyediakan buku referensi sebagai rujukan untuk penelitian kehutanan dan
lingkungan, pendalaman materi dalam rangka kesetaraan materi ajar dengan
negara OECD
9. Menciptakan ecoprenuer muda lewat pengembangan unit – unit produksi
berbasis lingkungan seperti unit produksi bokasi, pengolahan sampah organik
dan anorganik, persemaian, jamur, lebah madu, dan wisata alam
10. Mewujudkan kantin sekolah yang memadai, bersih, rapi, higienis sebagai sarana
penunjang pembelajaran bagi peserta didik dan menyediakan makanan yang
bebas 5P (Pengawet, Perasa, Penyedap, Pengenyal, dan pewarna) berbahaya.
11. Terwujudnya sekolah yang bebas dari pencemaran baik udara, tanah, maupun
air
29
12. Menghasilkan generasi muda yang berperan aktif dalam mengatasi berbagai
masalah lingkungan hidup seperti ikut serta dalam kegiatan penanaman,
pengolahan limbah, dan pengurangan polusi udara, dan aktif dalam kegiatan
penyuluhan masyarakat
SMKKN PEKANBARU menerapkan kurikulum berbasis lingkungan
dengan memasukkan unsur pendidikan lingkungan pada semua mata pelajaran.
Hal ini dapat dilihat dalam Rencana Program Pembelajaran (RPP) dan pada
pelaksanaan pembelajaran yang dapat dipantau melalui supervisi guru. Melalui
kurikulum yang terintegrasi dengan nilai-nilai lingkungan kegiatan pembelajaran
akan lebih menyenangkan dan penanaman nilai-nilai lingkungan akan lebih
nyata. Kurikulum berbasis lingkungan diperkuat dengan hadirnya muatan lokal
aneka usaha kehutanan dengan memanfaatkan hutan sebagai fungsi ekologi
dan ekonomi. Muatan lokal mengedepankan pendidikan lingkungan melaui daur
ulang limbah, budidaya jamur tiram, budidaya lebah madu, budi daya tanaman
hias dan budi daya tanaman buah. Hasil dari pembelajaran mulok diharapkan
siswa siswi dapat memanfaatkan lingkungan tanpa merusak kelestarianya.
Kegiatan lingkungan berbasis partisipatif dikembangkan dengan
melibatkan seluruh warga sekolah dan warga masyarakat di luar sekolah. Siswa/i
yang tergabung dalam Polisi Lingkungan (POLING) bergerak aktif dalam
program pendidikan lingkungan berbasis partisipatif. Operasional bank sampah
melibatkan seluruh warga sekolah dan dalang colection. Warga sekolah dapat
menjual sampah anorganik kepada bank sampah sekolah. Setiap rumah memiliki
buku tabungan sampah yang dapat ditukar dengan uang. POLING membantu
warga dalam pengumpulan sampah warga sekolah. Pendidikan lingkungan juga
dilaksanakan oleh siswa/i SMKKN PEKANBARU melaui penyuluhan ke sekolah
di sekitar kampus dan pelaksanaan program wisata edukasi berbasis lingkungan.
Dengan semangat menggebu POLING berperan sebagai guide menemani para
tamu yang hadir untuk menikmati wisata edukasi. Pengunjung yang hadir berasal
dari tingkat TK, SD, SMP dan SMA. Untuk tingkat TK paket wisata yang
ditawarkan adalah Edutour sedangkan untuk SD sd SMA paket wisata yang
ditawarkan adalah Short Course. Para pengunjung dapat terlibat langsung dalam
pembelajaran budidaya jamur tiram, budi daya lebah madu, budi daya tanaman
30
hias, budi daya tanaman buah dan daur ulang limbah setiap hari jumat mulai jam
09.00 sd 11.00 wib.
Sarana Pendukung Ramah Lingkungan sangat dibutuhkan untuk
mewujudkan program adiwiyata. Sarana pendukung yang ada di SMKKN
PEKANBARU diantaranya adalah adalah
1. Aerasi (sistem sirkulasi udara ) di setiap ruangan sehingga warga sekolah
dapat menghirup udara segar dari arboretum dan pepohonan yang ada di
sekitar sekolah
2. Drainase (sistem sirkulasi air) berupa selokan, dan kolam tampungan
limbah yang berada di belakang asrama sebagai tampungan limbah cair
dari kamar mandi. Limbah cair dari dapur ditampung dalam kolam yang
berbeda karena mengandung banyak lemak . Selain terdapat kolam
tampungan limbah, di SMK Kehutanan Negeri Pekanbaru juga terdapat
lubang biopori, sumur resapan dan terasering.
3. Sistem pencahayaan yang cukup dari sinar matahari sehingga warga
sekolah tidak perlu menyalakan lampu di siang hari
4. Unit daur ulang limbah dan bank sampah. Unit daur ulang limbah
mengolah limbah organik menjadi kompos, sedangkan limbah anorganik
menjadi bahan kerajinan. Bank sampah mengelola sampah anorganik
untuk dipilah dan dijual, seluruh warga sekolah bisa menjadi nasabah
bank sampah
5. Persemaian dan greenhouse SMK kehutanan Negeri Pekanbaru
memproduksi berbagai bibit tanaman buah, tanaman kehutanan, tanaman
hias dan tanaman obat. Tanaman yang sedang dikembangkan adalah
jambu madu, bonsai, jahe merah dan stevia
6. Pemanfaatan limbah serbuk gergaji menjadi baglog jamur tiram
dilaksanakan di kumbung jamur. Limbah dari jamur diproses kembali
menjadi kompos
7. Arboretum seluas 9 Ha terdiri dari berbagai jenis tanaman kehutanan
diantaranya adalah meranti, jati, sungkai, matoa, kaliandra, rambutan dll.
Selain sebagai pengendali iklim mikro arboretum juga dimanfaatkan
sebagai penyedia nektar untuk lebah madu yang dibudidayakan di SMK.
31
Sedangkan di bawah tegakan arboretum digunakan sebagai tempat
budidaya jahe merah.
8. Berbagai produk inovasi berupa produl olahan dari tanaman organik
berupa jahe merah organik instan, Sevia (Teh manis tanpa gula terbuat
dari daun sirsak dan stevia) dan jamur crispy.
9. Budidaya ikan organik yang terdiri dari ikan lele, gurami dan nila. Khusus
untuk lele, SMK Kehutanan Negeri Pekanbaru sudah mampu
memproduksi bibit sendiri melalui praktik kewirausahaan.
10. Kampanye lingkungan melalui berbagai macam stiker, baner dan poster
yang mengingatkan warga sekolah untuk menjaga lingkungan dan
menghemat energi baik listrik maupun air.
Keberhasilan yang di raih tidak terlepas dari peran pimpinan yang selalu
memberikan dukungan penuh dalam mempersiapkan SMKKN PEKANBARU
sebagai sekolah adiwiyata. Dari ide cemerlang Kepala SMKKN PEKANBARU
yang pertama. Sekolah yang sebelumnya gersang menjadi hijau berhias pohon
pucuk merah yang tumbuh di semua sudut sekolah. Upaya tersebut berlanjut
pada kepemimpinan Kepala Sekolah yang baru. Upaya nyata pada pengelolaan
sampah melalui bank sampah dan Polisi Lingkungan mengantarkan SMKKN
pekanbaru sebagai sekolah adiwiyata nasional 2016. Semangat adiwiyata
nasional tersebut terus ditumbuhkembangkan sehingga memperoleh adiwiyata
mandiri. Semoga cita cita kita untuk mewujudkan sekolah berbudaya lingkungan
segera terwujud. SMK Bisa!
32
WISATA PENDIDIKAN DI ARBORETUM HUTAN DIKLAT RUMPIN
MH. Tri Pangesti
Widyaiswara Balai Diklat LHK Bogor
Abstract
Arboretum is a garden collection of trees with a certain area planted with various types of trees and is intended as a conservation area of biodiversity and can maintain the surrounding climatic conditions. Arboretum Rumpin Training Forest with 5000 square width has not been utilized optimally for learning activities for training participants, as a place of research and study for teachers and other activities such as Educational Tour activities for school students around the forest area and other public The potency in the Arboretum are packaged into Educational Tour materials by designing Point / plot interpretation. Designing the Educational Tour packages include: paths, materials, timing and methods Key words : arboretum, educational tour packages
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Balai Diklat Lingkungan Hidup dan Kehutanan (BDLHK) Bogor sebagai Unit
Pelaksana Tehnis (UPT) Badan Penyuluhan dan Pengembangan SDM
Kehutanan (BP2SDMK) Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan
(KEMENLHK). Berdasarkan Permen LHK Nomor P.18/MENLHK-II/2015
tanggal 11 Mei 2015 tentang Organisasi dan Tata Kerja Kemen LHK BDLHK
mempunyai tugas pokok dan fungsi melaksanakan Pendidikan dan
Pelatihan Pegawai dan Non Pegawai di bidang kehutanan. Dalam rangka
pencapaian tujuan dan sasaran penyelenggaraan diklat di bidang kehutanan
yang efektif dan efisien perlu di dukung oleh sarana dan prasarana yang
optimal salah satunya adalah Hutan Diklat.
BDLHK Bogor mempunyai 2 (dua ) Hutan Diklat yaitu Kawasan Hutan
dengan Tujuan Khusus (KHDTK) Rumpin (selanjutnya disebut Hutan
Diklat Rumpin) dan Hutan Diklat Jampang Tengah. Status Hutan Diklat
Rumpin sebelumnya adalah Hutan Wisata Alam. Menurut Keputusan
Menteri Kehutanan dengan SK Nomor 306/Kpts-II/1991 tanggal 11 Juni
33
1991 menetapkan perubahan fungsi Hutan Wisata Alam Rumpin seluas
±75,353 Ha menjadi KHDTK sebagai Hutan Pendidikan dan Pelatihan
seluas 65.353 Ha dan KHDTK untuk Taman Makam Rimbawan (TMR)
seluas 10 Ha.
Secara Administratif Kawasan Hutan Diklat Rumpin terletak di Desa
Rumpin, Kecamatan Rumpin, Kabupaten Bogor. Aksesibilitas ke Hutan
Diklat Rumpin cukup baik, terletak di jalan Parung – Serpong 43 km dari
Kota Bogor.
Hutan Diklat Rumpin terbagi dalam beberapa unit pengelolaan yang disebut
dengan sistem bloking yang terdiri dari 4 (empat) blok yaitu Blok I seluas
11.30 Ha, Blok II seluas 2.90 Ha, Blok III seluas 42.90 Ha dan Blok IV
seluas 9.70 Ha. Di Blok III Hutan Diklat Rumpin terdapat beberapa demplot
diantaranya demplot kupu-kupu, demplot tanaman obat, demplot
persemaian dan Arboretem. Arboretum yang ada mempunyai potensi yang
tinggi untuk kegiatan pembelajaran, pengkajian, penelitian maupun kegiatan
lainnya seperti Wisata Pendidikan.
Gambar 1. Arboretum BDLHK Bogor dan gazebo yang ada.
Permasalahan
Arboretum yang ada di Hutan Diklat Rumpin dengan luas 5.000 m2 belum
dimanfaatkan secara optimal untuk kegiatan-kegiatan pembelajaran bagi
peserta Diklat, sebagai tempat penelitian dan kajian bagi Widyaiswara
34
ataupun kegiatan lainnya seperti kegiatan Wisata Pendidikan bagi siswa
sekolah yang ada disekitar kawasan hutan maupun masyarakat umum
lainnya.
Tujuan Kajian
Untuk meningkatkan fungsi Arboretum sebagai tempat Wisata Pendidikan
bagi siswa sekolah yang ada disekitar kawasan hutan maka dilakukan suatu
kajian yang bertujuan untuk mendapatkan data dan informasi dan
merancang paket-paket Wisata Pendidikan mencakup : jalur, materi, waktu
dan metodenya.
KAJIAN TEORITIK
Arboretum
Dalam bahasa latin Arboretum berasal dari kata arbor yang berarti pohon,
dan retum yang berarti tempat. Sedangkan Arboretum menurut Kamus
Besar Bahasa Indonesia ( 2009) dapat diartikan sebagai tempat berbagai
pohon ditanam dan dikembangbiakkan untuk tujuan penelitian atau
pendidikan. Istialah Arboretum sendiri pertama kali digunakan oleh John
Claudius Loudon pada tahun 1833, walaupun sebenarnya sudah ada
konsepnya terlebih dahulu.
Menurut Porisman ( 2009) Arboretum merupakan kebun koleksi pepohonan
dengan luasan tertentu yang ditanami berbagai jenis pohon dan
dimaksudkan sebagai areal pelestarian keanekaragaman hayati serta dapat
menjaga kondisi iklim di sekitarnya. Selain itu keberadaan Arboretum dapat
berperan sebagai sarana pendidikan, penelitian dan pengembangan.
Keberadaan Arboretum sangat penting bagi BDLHK Bogor karena dapat
dijadikan salah satu ruang terbuka hijau di Kecamatan Rumpin dan juga
sebagai tempat pembelajaran bagi peserta Diklat serta tempat penelitian
dan pengkajian bagi Widyaiswara. Selain itu Arboretum juga dapat
dimanfaatkan sebagai tempat Wisata Pendidikan bagi siswa sekolah yang
ada disekitar kawasan Hutan Diklat Rumpin.
35
Wisata Pendidikan
Wisata pendidikan merupakan suatu program yang menggabungkan unsur kegiatan
wisata dengan muatan pendidikan didalamnya. Program ini dikemas sedemikian rupa
menjadikan kegiatan wisata bagi pengunjung dengan materi dan metoda yang
dirancang dalam bentuk interpretasi/pemanduan dan disesuaikan dengan karakteristik
pengunjung dan ketertarikan dengan obyek wisata tang akan dipelajari dan diminati
(https://www.technopark.id/single-post/2015/01/14/Wisata-Pendidikan)
Program Wisata Pendidikan Lingkungan dirancang menjadi suatu kebutuhan bagi
siswa sekolah dalam rangka membina dan mendidik para siswa agar siswa mencintai
lingkungannya. Selain itu program wisata Pendidikan telah terbukti efektif untuk
meningkatkan pola pembelajaran dan sosialisasi para siswa terhadap lingkungannya.
Harini Muntasib (2008) menyatakan bahwa Pendidikan Lingkungan Hidup adalah suatu
seni dalam memberikan pelajaran atau menciptakan situasi belajar yang berhubungan
dengan lingkungan hidup. Kegiatan ini bukan hanya diberikan kepada pelajar tetapi
juga kepada orang-orang yang dianggap harus mengetahui dan ikut melestarikan
lingkungan hidup.
Balai Diklat LHK Bogor sebagai salah satu instansi pemerintah yang mempunyai
potensi sebagai wadah pelaksanaan Program Wisata Pendidikan sudah saatnya
dikembangkan. Untuk saat ini salah satu tempat yang dapat dijadikan tujuan Wisata
Pendidikan adalah Arboretum yang berlokasi di Blok III Hutan Diklat Rumpin.
METODOLOGI
Waktu dan Tempat Kajian
Pelaksanaan kajian dilakukan pada bulan April 2017 bertempat di Arboretum Hutan
Diklat Rumpin, Balai Diklat LHK Bogor, Rumpin.
Metode Kajian
Metode yang digunakan adalah studi kepustakaan dan observasi langsung
Analisa Data
Data yang diperoleh dianalisa secara deskriptif
36
HASIL DAN PEMBAHASAN
Arboretum Hutan Diklat Rumpin dengan luas 5.000 m2 terletak di Blok III kawasan
Hutan Diklat Rumpin dibangun tahun 2002-2003. Potensi Arboretum Hutan Diklat
Rumpin berdasarkan hasil inventarisasi dan identifikasi tahun 2010 terdapat 107 jenis
tumbuhan dengan kriteria 81 kategori pohon dan 26 kategori perdu sedangkan jumlah
keseluruhan pohon yang ada di Arboretum adalah 393 pohon (Ricca, 2013) seperti
pada Lampiran 1 yang dapat dikemas sebagai paket wisata pendidikan. Dari hasil
observasi langsung yang dilakukan pada saat kajian bulan April tahun 2017 jumlah
pohon yang ada sudah berkurang. Hal ini dikarenakan sudah ada pohon yang tumbang
dan yang mati tetapi belum disulam kembali. Tinggi pohon saat ini mencapai 20-25
meter dengan diameter bervariasi antara 10 – 35 cm.
Potensi lain yang juga dapat dikemas sebagai paket wisata pendidkan adalah jenis
fauna; Jenis fauna yang bisa ditemukan di Arboretum antara lain adalah jenis Aves,
Reptil dan Insekta. Selain itu sarasah dan jamur juga dapat dijadikan paket Wisata
Pendidikan bagi siswa sekolah yang ada disekitar Hutan Diklat Rumpin.
Wisata Pendidikan adalah metode pembelajaran dengan cara mengamati
suatu objek sesuai dengan kenyataan yang ada secara langsung meliputi
manusia, hewan, tumbuh-tumbuhan, dan benda-benda lainya. Manfaat
Wisata Pendidikan antara lain dapat merangsang minat seseorang terhadap
suatu hal dan memberikan pengalaman nyata. Metode yang digunakan
dalam menyampaikan materi dapat bervariasi sesuai dengan karakteristik
pengunjungnya
Menurut hasil kajian Pangesti ( 2011) Wisata Pendidikan Konservasi dapat
meningkatkan kepedulian masyarakat terhadap kelestarian SDA dan lingkungan
hidupnya. Pengembangan Hutan Diklat Rumpin selain sebagai Kawasan Pendidikan
Konservasi juga dapat mengoptimalkan pemanfaatan sebagai tempat Wisata
Pendidikan.
Pendapat Sekartjakrarini (2009) perencanaan merupakan hal yang penting dalam
Pengembangan suatu kawasan. Azas pemanfaatan sumberdaya alam hayati dan
ekosistemnya dilandaskan pada azas pemanfaatan secara lestari atau berkelanjutan.
Untuk memastikan pengembangan Arboretum Hutan Diklat Rumpin sebagai tempat
Wisata Pendidikan tidak menimbulkan konflik kepentingan antara kepentingan
penyelenggraan Wisata Pendidikan dengan kepentingan Konservasi ada yang perlu
37
diperhatikan yaitu pengembangan Arboretum Hutan Diklat Rumpin sebagai tempat
Wisata Pendidikan mampu meningkatkan apresiasi masyarakat terhadap pelestarian
lingkungan.
Bagan 1. Pola Hubungan Kepentingan Pemanfaatan Konservasi Kawasan
dan Penyelenggaraan Wisata Pendidikan
Potensi yang ada di Arboretum dikemas dan dijadikan materi Wisata
Pendidikan dengan merancang Titik/plot interpretasi. Rancangan Titik/plot
Interpretasi Wisata Pendidikan di Arboretum Hutan Diklat Rumpin untuk
siswa sekolah sebagai Tabel 1. Metode yang akan digunakan dalam
memandu pengunjung Wisata Pendidikan adalah metode Interpretasi pada
Titik/Plot yang telah dirancang dengan tehnik bercerita, tanya jawab,
penugasan dan observasi langsung.
Tabel 1. Titik/plot Interpretasi
No Titik/ Plot
Materi Lokasi Alat dan bahan
Metode Waktu
1 I Pengenalan Arboretum
Pintu Gerbang Arboretum
ATK, Clip board
Cerita Tanya jawab
30 „
2 II Mencari dan men-catat 10 jenis po-hon
Arboretum Idem Penugasan Observasi langsung
45 „
3 III Mengenal Jenis Pohon berdasarkan bentuk daun
Arboretum Idem Daun
Penugasan Observasi langsung Tanya jawab
45 „
4 IV Mengenal suara alam
Arboretum Idem Penugasan Tanya jawab
30 „
5 V Manfaat Sarasah Arboretum Idem Ceramah Tanya jawab
30 „
Sumber : Hasil Kajian ( 2017 )
Kepentingan
Konserva
Kepentingan
Pendidika
Pemanfaatan Kawasan hutan Diklat
Penyelenggaraan Wisata Pendidikan
38
Materi tersebut tidak merupakan satu paket tetapi dijadikan beberapa paket
yang dapat dipilih oleh siswa sekolah/pengunjung sesuai dengan minat dan
waktu yang tersedia. Paket-paket dimaksud seperti pada Tabel 2.
Tabel 2. Paket-paket Wisata Pendidikan di Arboretum Hutan Diklat Rumpin
Paket Materi Waktu Keterangan
Paket A Pengenalan Arboretum dan mencari & mencatat 10 jenis pohon
75 menit Titik I dan II
Paket B Pengenalan Arboretum dan mengenal pohon berdasar-kan bentuk daun
75 menit Titik I dan III
Paket C Pengenalan Arboretum dan mendengar suara alam
60 menit Titik I dan IV
Paket D Pengenalan Arboretum dan manfaat sarasah
60 menit Titik I dan V
Paket E Mencari dan mencatat 10 jenis pohon dan mengenal jenis pohon berdasarkan bentuk daun
90 menit Titik II dan III
Paket F Mencari dan mencatat 10 jenis pohon dan mengenal suara alam.
75 menit Titik II dan IV
Paket G Mencari dan mencatat 10 jenis pohon dan manfaat sarasah
75 menit Titik II dan V
Paket H Mengenal pohon berasarkan bentuk daun dan mendengar suara alam
75 menit Titik III dan IV
Paket I Mengenal pohon berdasarkan bentuk daun dan manfaat sarasah
75 menit Titik III dan V
Paket J Mengenal suara alam dan Manfaat sarasah
60 menit Titik IV dan V
Sumber : Hasil Kajian (2017)
PENUTUP
Kesimpulan
Setelah dilakukan kajian maka dapat disimpulkan beberapa hal :
1. Arboretum yang berlokasi di Blok III Hutan Diklat Rumpin dapat dijadikan tujuan
Wisata Pendidikan bagi Siswa sekolah yang berada di sekitar hutan Diklat.
2. Materi Wisata Pendidikan dikemas dalam paket-paket dengan metode dan waktu
yang disesuaikan dengan kebutuhan materi.
39
3. Jumlah paket Wisata Pendidikan sebanyak 9 paket dengan waktu yang dibutuhkan
antara 60 menit s/d 90 menit
4. Metode penyampaian materi adalah bercerita, tanya jawab, penugasan, dan
observasi langsung.
Saran
Agar kegiatan Wisata Pendidikan ini dapat berjalan sesuai dengan yang direncanakan
maka saran yang diajukan adalah sebagai berikut :
1. Melakukan sosialisasi ke sekolah-sekolah sekitar Hutan Diklat Rumpin tentang
adanya Paket Wisata Pendidikan di Arboretum Hutan Diklat Rumpin.
2. Mendorong adanya dukungan dari pihak pengelola berupa pemeliharaan kondisi
Arboretum agar tetap baik ( antara lain nama-nama pohon tidak hilang dan pagar
tidak rusak).
DAFTAR PUSTAKA
(https://www.technopark.id/single-post/2015/01/14/Wisata-Pendidikan)
Permen LHK Nomor P.18/MENLHK-II/2015 tanggal 11 Mei 2015 tentang
Organisasi dan Tata Kerja Kemen LHK.
Pangesti, Tri. 2011. Pengembangan KHDTK Hutan Diklat Rumpin Balai Diklat
Kehutanan Bogor Sebagai Kawasan Pendidikan Konservasi” ( KTI- Orasi
Ilmiah Widyaiswara Utama). Balai Diklat Kehutanan Bogor.
Ricca H. 2013. Pemetaan Penyebaran Pohon di Arboretum Balai Diklat Kehutanan
Bogor dengan Sistem Informasi Geografis. Karya Tulis Ilmiah, Tidak
dipublikasikan.
Sekartjakrarini. 2009. Perencanaan dan Perancangan Ekowisata. Modul Diklat
SECEM. Kerjasama KOICA dengan Pusdiklat Kehutanan. Kementerian
Kehutanan
Monografi Desa Rumpin, 2010. Kecamatan Rumpin, Kabupaten Bogor
Harini Muntasib, E.K.S, 2004. Penerapan Model Pendidikan Hutan dan Lingku-
ngan bagi Anak-anak Sekolah. Prosiding Lokakarya. Pemantapan Model Pen-
didikan tentang Hutan dan Lingkugan Bagi Anak-anak Sekolah. Pokja Dep.
KSDH Fakultas Kehutanan IPB, Pusbinluh Dephut dan Pemda Bogor.
40
Lampiran 1. Data Koleksi Tanaman di Arboretum BDLHK Bogor
No Jenis
Nama Lokal Nama Latin Family Penyebaran Kriteria
1 Mangium Acacia mangium Wiild. Mimosaceae Maluku Pohon
2 Damar Agathis borneensis Warb
Araucariaceae Indonesia Pohon
3 Kemiri Aleurites moluccana (L.) Willd.
Euphorbiaceae Maluku Pohon
4 Pulai Alstonia scholaris (L.) R.Br.
Apocynaceae Old World Tropics Pohon
5 Rasamala Altingia excelsa Noronha
Hamamelidaceae
Jawa Pohon
6 Damar kucing Anisoptera costata
Korth. Dipterocarpaceae
Sumatra, Jawa Pohon
7 Sirsak Annona muricata L. Annonaceae Trop. America Perdu
8 Buni Antidesma bunius (L.) Spreng.
Euphorbiaceae Sumatra, Jawa Perdu
9 Aporosa Aporosa lunata (Miq.) Kurz.
Euphorbiaceae Kalimantan Pohon
10 Gaharu Aquilaria malaccensis Lam.
Thymelaeaceae
Sumatra Pohon
11 Sukun Artocarpus altilis (Parkinson) Fosberg
Moraceae Jawa Pohon
12 Nangka Artocarpus heterophyllus Lam.
Moraceae Asia Tenggara Perdu
13 Mimba Azadirachta indica A. Juss.
Meliaceae India Perdu
14 Pohon perdamaian
Barringtonia asiatica (L.) Kurz
Lecythidaceae Indonesia Perdu
15 Nyamplung Calophyllum inophyllum L.
Clusiaceae Sulawesi Pohon
16 Bintangur Calophyllum soulattri Burm.f.
Clusiaceae Indonesia Pohon
17 Kenari Canarium vulgare Leenh.
Burseraceae Maluku Pohon
18 Bintaro Cerbera manghas L. Apocynaceae Indonesia Perdu
19 Kulit manis Cinnamomum burmannii Nees ex Blume
Lauraceae Jawa, Sumatra Perdu
20 Kayu manis Cinnamomum cassia (L.) Nees ex Blume
Lauraceae Jawa Pohon
21 Kayu manis Cinnamomum verrum J. Presl
Lauraceae Jawa Perdu
22 Lengkeng Dimocarpus longan Lour.
Sapindaceae Sumatra Pohon
23 Buah mentega Diospyros blancoi A. DC.
Ebenaceae Philippines Pohon
24 Kayu hitam Diospyros celebica Bakh.
Ebenaceae Sulawesi Pohon
25 Sawo monyet Diploknema oligomera H.J. Lam
sapotaceae Sumatra Pohon
26 Ki tenjo Dipterocarpus gracilis Blume
Dipterocarpaceae
Sumtra, Jawa, Kalimantan
Pohon
27 Keruing Dipterocarpus grandiflorus (Blanco) Blanco
Dipterocarpaceae
Sumatra, Jawa Pohon
28 Tongka Dipteryx odorata (Aubl.) Willd.
Caesalpiniaceae
Guinea Pohon
29 Dahu Dracontomelon dao Anacardiaceae Indonesia Pohon
41
(Blanco) Merril & Rolfe
30 Durian Durio zibethinus Murray Bombacaceae Jawa Pohon
31 Genitri Elaeocarpus sphaericus (Gaertn.) K. Schum.
Elaeocarpaceae
India Pohon
32 Bulian Eusideroxylon zwageri Teijsm. & Binn.
Lauraceae Kalimantan Pohon
33 Tembesu Fagraea ceilanica Thunb.
Loganiaceae Jawa Perdu
34 Beringin Ficus benjamina L. Moraceae Trop. Asia Perdu
35 Biola cantik Ficus lyrata Warb. Moraceae Trop. Africa Pohon
36 Kerai payung Filicium decipiens (Wight & Arn.) Thwaites
Sapindaceae Sri Lanka Pohon
37 Manggis Garcinia mangostana L. Clusiaceae Asia Tenggara Perdu
38 Mareme Glochidion rubrum
Blume Euphorbiaceae Jawa Perdu
39 Rengas Gluta wallichii (Hook.f) Ding Hou
Anacardiaceae Sumatra Pohon
40 Jati putih Gmelina arborea Roxb. Verbenaceae Malesia Pohon
41 Bunga papua Grevillea banksii R.Br. Proteaceae Papua Perdu
42 Garu manuk Gyrinops versteegii (Gilg) Domke
Thymelaeaceae
Wallaceae Perdu
43 Karet Hevea brasiliensis (Willd. Ex A. Juss.) Muel. Arg.
Euphorbiaceae Brazil Pohon
44 Merawan Hopea odorata Roxb. Dipterocarpaceae
Sumatra Pohon
45 Polongan Hymenaea courbaril L. Caesalpiniaceae
Trop. America Pohon
46 Polongan Hymenaea verrucosa Gaertn.
Caesalpiniaceae
Madagascar Pohon
47 Merbau Intsia bijuga (Colebr.) Kuntze
Caesalpiniaceae
Indonesia Pohon
48 Kaya Khaya ivorensis A. Chev.
Meliaceae Trop. Africa Pohon
49 Kigelia Kigelia africana (Lam.) Benth.
Bignoniaceae Trop. Africa Perdu
50 Bungur
Lagerstroemia speciosa (L.) Pers.
Lythraceae Asia Tenggara Pohon
51 Duku Lansium domesticum Corr.
Meliaceae Sumatra & Jawa Pohon
52 Huru Litsea sp. Lauraceae Jawa Pohon
53 Sanrego Lunasia amara Blanco Rutaceae Jawa Perdu
54 Kayu afrika Maesopsis eminii Engler Rhamnaceae Africa Pohon
55 Kemang Mangifera caesia Jack ex Wall.
Anacardiaceae Jawa, Sumatra Pohon
56 Sawo Manilkara zapota (L.) P. Van Royen
Sapotaceae Philippines Perdu
57 Kayu putih Melaleuca cajuputi Powell
Myrtaceae Maluku Phon
58 Mindi Melia azedarach L. Meliaceae Himalaya Pohon
59 Eodia Melicope denhamii (Seemen) T.G. Hartley
Rutaceae Papua Perdu
60 Ki sampang Melicope latifolia (DC.) T.G. Hartley
Rutaceae Jawa, Sumatra Pohon
61 Cempaka Michelia champaca L. Magnoliaceae
Jawa Pohon
62 Tanjung Mimusops elengi L. Sapotaceae Indonesia Perdu
63 Mengkudu Morinda citrifolia L. Rubiaceae Jawa Perdu
64 Pala Myristica fragrans Myristicaceae Maluku Pohon
42
Houtt.
65 Rambutan Nephelium lappaceum L.
Sapindaceae Sumatra, Jawa, Kalimantan
Pohon
66 Picung Pangium edule Reinw.
Flacourtiaceae
Indonesia Pohon
67 Polongan Paramacrolobium coeruleum Leonard
Caesalpiniaceae
Congo Pohon
68 Sengon Pareserianthes falcataria (L.) Nielsen
Mimosaceae Trop. America Pohon
69 Getah sundi Payena leerii (Teijsm. & Binn.) Kurz
Sapotaceae Sumatra Pohon
70 Sungkai Peronema canescens Jack
Verbenaceae Sumatra Pohon
71 Alpukat Persea americana L. Lauraceae Trop. America Pohon
72 Tusam Pinus merkusii Jungh. Pinaceae Sumatra Pohon
73 Ki putri Podocarpus neriifolius D. Don
Podocarpaceae
Sumatra Pohon
74 Glodogan Polyalthia longifolia (Sonn.) Thwaites
Annonaceae Sumatra Pohon
75 Sawo amerika
Pouteria campheciana (H.B.K.) Baehni
Sapotaceae Cuba Perdu
76 Jambu batu Psidium guajava L. Myrtaceae Trop. America Perdu
77 Angsana Pterocarpus indicus Willd.
Papilionaceae
Maluku Pohon
78 Pasang Quercus gemelliflora Blume
Fagaceae Sumatra Pohon
79 Ki hujan Samanea saman (Jack) Merr.
Mimosaceae Trop. America Pohon
80 Cendana Santalum album L. Santalaceae Lesser Sunda Perdu
81 Belimbing hutan
Sarcotheca diversifolia (Miq.) Hall.f.
Oxalidaceae Sumatra Pohon
82 Puspa Schima wallichii (DC.) Korth.
Theaceae Jawa, Sumatra Pohon
83 Kesambi Schleichera oleosa (Lour.) Oken
Sapindaceae Lasser Sunda Is. Perdu
84 Johar Senna siamea (Lam.) Irwin & Barneby
Caesalpiniaceae
Jawa Perdu
85 Meranti Shorea acuminata Dyer
Dipterocarpaceae
Sumatra pohon
86 Meranti Shorea acuminatissima Symington
Dipterocarpaceae
Jawa Pohon
87 Belangeran Shorea balangeran (Korth.) Burck
Dipterocarpaceae
Sumatra, Kalimantan
Pohon
88 Meranti Shorea bracteolosa Dyer
Dipterocarpaceae
Malacca Pohon
89 Meranti Shorea isoptera Ashton
Dipterocarpaceae
Sumatra Pohon
90 Meranti jawa Shorea javanica Koord. & Valeton
Dipterocarpaceae
Sumatra & Jawa Pohon
91 Meranti bunga
Shorea leprosula Miq. Dipterocarpaceae
Sumatra Pohon
43
92 Meranti Shorea ovalis (Korth.) Blume
Dipterocarpaceae
Kalimantan Pohon
93 Meranti Shorea parvifolia Dyer Dipterocarpaceae
Jawa Pohon
94 Tengkawang Shorea pinanga Scheff.
Dipterocarpaceae
Kalimantan Pohon
95 Meranti Shorea selanica (Lam.) Blume
Dipterocarpaceae
Pulau Buru, Maluku
Pohon
96 Terindak Shorea seminis (de Vriese) Slooten
Dipterocarpaceae
Kalimantan Pohon
97 Tulip afrika Spathodea campanulata Beauv.
Bignoniaceae Trop. Africa Pohon
98 Burahol Stelechocarpus burahol (Blume) Hook.f. & Thomson
Annonaceae Jawa Pohon
99 Mahoni Swietenia macrophylla King
Meliaceae Honduras Pohon
100 Mahagoni Swietenia mahagoni (L.) Jack
Meliaceae Trinidad Pohon
101 Jamblang Syzygium cumini (L.) Skeels
Myrtaceae Indonesia Perdu
102 Jambuan Syzygium lineatum DC.
Myrtaceae Maliku Pohon
103 Salam Syzygium polyanthum (Wight) Walp
Myrtaceae Jawa Pohon
104 Jati Tectona grandis L.f. Verbenaceae Jawa Pohon
105 Ketapang Terminalia catappa L. Combretaceae
Indonesia Pohon
106 Resak Vatica pauciflora (Korth.) Blume
Dipterocarpaceae
Sumatra Pohon
107 Gupasa Vitex cofassus Reinw. Ex Blume
Verbenaceae Sulawesi, Maluku Pohon
Sumber : Laporan Arboretum Hutan Diklat Bogor Tahun 2010 ( Ricca, 2013)
KISAH SAMSUDIN MEMBAWA LAMPUNG TIMUR MENJADI KTH TELADAN NASIONAL
Oleh : Murtado Penyuluh Kehutanan
Tak salah bila Pak Samsudin disebut sebagai Ketua Kelompok Tani Hutan terbaik II Tingkat Nasional, pada lomba Wana Lestari Tahun 2016. Sosok seorang Pak Sam (begitu panggilannya) telah mau dan mampu manggali potensi desa Purworejo, Kecamatan Pasir Sakti, Kabupaten Lampung Timur menjadi Desa yang hijau, hamparan hutan mangrove yang lestari dan ekonomi masyarakat meningkat. Desa Purworejo banyak memiliki potensi alam yang cukup besar, banyaknya sumber daya alam, kawasan konservasi dan obyek wisata alam. Namun dibalik potensi yang besar tersebut terdapat berbagai permasalahan yang ada antara lain: Maraknya penebangan liar, pemanfaatan dan pengolahan lahan yang tidak sesuai dengan kaidah konservasi tanah dan air, perburuan satwa di kawasan mangrove dan belum maksimalnya pengembangan kawasan mangrove. Dengan dedikasi yang tinggi, Pak Sam mulai mempelajari potensi dan permasalahan yang ada. Pak Sam memulai menggali informasi dan memotivasi masyarakat sekitarnya yaitu membangkitkan kembali kelompok tani hutan yang ada dimana struktur kepengurusannya sudah usia lanjut yang berakibat kinerjanya kurang maksimal, sehingga Pak Sam memfasilitasi membentuk kelompok tani hutan dengan nama Mutiara Hijau I. Melihat dari dekat Pak Sam adalah motivator yang handal di desanya. Bukti keberhasilan yang diperoleh Pak Sam, merupakan contoh yang efektif untuk menularkan ilmu dan mengajak anggota masyarakat lainnya dalam pelestarian hutan dan lingkungannya. Oleh karena itu pengembangan dan pemberdayaan masyarakat merupakan alternatif yang tepat untuk mengatasi ketenagaan penyuluhan kehutanan dalam pemberdayaan masyarakat. Pentingnya keberadaan kelompok tani dan fasilitator. Kelompok tani hutan merupakan kumpulan petani atau perorangan warga negara Indonesia beserta keluarganya yang mengelola usaha di bidang kehutanan di dalam dan di luar kawasan hutan yang meliputi ha hasil hutan kayu, hasil hutan bukan kayu yang meliputi usaha hasil hutan kayu, hasil hutan bukan kayu dan jasa lingkungan baik di hulu maupun di hilir. Kelompok tani pada dasarnya adalah organisasi non formal dipedesaan yang ditumbuh kembangkan ” dari, oleh dan untuk petani ” yang memiliki kesamaan dalam tradisi, serta adanya pembagian tugas dan tanggung jawab sesama anggota berdasarkan kesepakatan bersama.
Pengertian dan ciri kelompok tani tersebut yang selalu dipelajari, dihayati dan dilaksanakan oleh Pak Sam didalam menggerakkan kelompok tani dan kelompok binaan lainnya. Menurut pendapat Pak Sam ada 3 fungsi kelompok tani : a. Kelas belajar; kelompok tani merupakan wadah belajar mengajar bagi
anggotanya guna meningkatkan pengetahuan, keterampilan dan sikap (PKS) atau merubah perilaku serta tumbuh dan berkembangnya kemandirian dalam berusaha tani sehingga produktivitasnya meningkat, pendapatannya bertambah serta kehidupan yang lebih sejahtera.
b. Wahana kerjasama; kelompok tani merupakan tempat untuk memperkuat kerjasama diantara sesama petani dalam kelompok tani dan antar kelompok tani serta dengan pihak lain. Melalui kerjasama ini diharapkan usaha taninya akan lebih efisien serta lebih mampu menghadapi ancaman, tantangan, hambatan dan gangguan.
c. Unit Produksi; Usaha tani yang dilaksanakan oleh masing-masing anggota kelompok tani, secara keseluruhan harus dipandang sebagai satu kesatuan usaha yang dapat dikembangkan untuk mencapai skala ekonomi, baik dipandang dari segi kuantitas, kualitas maupun kontinuitas.
Pak Sam, sebagai fasilitator pada kelompok tani dan kelompok binaan lainnya selalu menganjurkan dan mengajarkan TERTIB ADMINISTRASI, artinya setiap rencana kegiatan, pertemuan kelompok dan hasil-hasil kegiatan kelompok selalu ditulis/dicatat untuk nantinya bisa dimonitoring dan dievaluasi. Pak Sam juga selalu memfasilitasi kelompok ke lembaga terakait guna pembinaan, baik permodalan, manajemen, dan peningkatan mutu kegiatan. Sebagai fasilitator Pak Sam juga memfasilitasi dan mensosialisasikan tentang rehabilitasi hutan mangrove dan tentang pelestarian hutan dan lingkungan. Berkat ketekunan para pengurus kelompok dan anggotanya serta adanya pembinaan yang dilakukan oleh Pak Sam dilapangan kegiatan-kegiatan yang ada di Desa Purworejo semakin berkembang. Buah kerja keras seluruh warga masyarakat Desa Purworejo, sekarang telah dapat dinikmati bersama. Bentuk keberhasilan tersebut antara lain, penggunaan lahan yang kurang optimal sekarang telah hijau dan telah mendatangkan penghasilan yang banyak bagi warganya. Kegiatan usaha pembuatan bibit mangrove, pemanfaatan limbah plastik, pembuatan sirup mangrove, dan lain-lain. Profil KTH “Mutiara Hijau I” Kelompok Tani Hutan (KTH) Mutiara Hijau I di ketuai oleh Samsudin (HP: 0852.69352826) dengan jumlah anggota kelompok 19 orang di dirikan mulai Tahun 2011. KTH Mutiara Hijau I beralamat di Desa Purworejo, Kec. Pasir sakti, Kab. Lampung Timur, Provinsi Lampung. Kegiatan kelompok yang telah dilakukan antara
lain penanaman mangrove seluas 35o Ha, penanaman kanan kiri jalan sepanjang 4 Km, budidaya lebah madu 200 stup, kerajinan limbah plastik 255 buah, arboretum 10 ha. Jenis usaha produktif kelompok bidang kehutanan. 1. Pembibitan Mangrove (Menanam dan menjual bibit mangrove sebanyak =
480.000 Batang), di tanam di KTH Mutiara I dan pantai kecamatan Pasir Sakti, serta dijual ke Prov. Bengkulu, Prov. Kalimantan Barat, Prov. Banten, Prov. Jambi.
2. Budidaya Lebah Madu Apis Cerena sebanyak 200 Stup bekerja sama dengan Pramuka SAKA WIRA KARTIKA KORAMIL PASIR SAKTI, dengan produksi 100 botol setiap 4 bulan (masa panen) dengan harga Rp 120.000,- per botol.
3. Usaha jual beli ikan hasil tangkapan anggota KTH dan masyarakat diketuai oleh Samsudin dengan jenis ikan sembilang, blanak, baung laut, keting dalam satu tahun bisa mencapai sekitar 2 Ton, dijual ke luar kec. Pasir sakti dan ke Kab. lampung Selatan.
4. Kerajinan dari limbah plastik (gelas air mineral) menjadi kerajinan Tas, tempat pakaian, tempat air mineral dan lain-lain, sudah terjual sebanyak: 255 buah. Pemasaran Tas di Kab. lampung Timur dan Prov. Lampung.
5. Pemanfaatan bekas gelas air mineral untuk polybag bibit mangrove, dengan beberapa keuntungan : lebih tahan bisa dipakai berulang-ulang, dapat menampung air lebih lama dengan cara pembuatan lubang 2 cm dari bagian bawah gelas air mineral, bibir gelas dapat dibuat kerajinan.
KTH “Mutiara Hijau I” Membangun kemitraan. a. Mitra bidang Permodalan dengan Koperasi Mina Jaya Sakti Tahun 2013,
memberikan pinjaman Rp 5.000.000,- dan Mega Multi Mandiri tahun 2015 adalah Lembaga Keuangan Mikro sebesar Rp1.000.000,- serta Tahun 2016 sebesar Rp 1.500.000,-.
b. KTH Mutiara Hijau I melakukan kerja sama dengan: BPDAS Way Seputih Sekampung dalam rangka pembuatan bibit mangrove
pada Tahun 2013 sebanyak 50.000 batang, pada Tahun 2014 sebanyak 100.000 batang, dan pada Tahun 2015 sebanyak 100.000 Batang.
Bekerjasama dengan SISPALA (Siswa Pencinta Alam) SMA I Kec. Pasir Sakti, BARISPA (Barisan Siswa Islam Pencinta Alam Madrasah Aliyah MAARIF 06 Kec. Pasir Sakti, P4LT (Pemuda Peduli Pesisir Pantai Lampung Timur) alumni Sekolah-sekolah Ansor NU Kab. Lampung Timur.
Aktifitas kelompok dalam melakukan Rehabilitasi : a. Pembuatan Hutan Mangrove secara swadaya oleh KTH Mutiara Hijau I seluas
350 Ha, dengan pembagian Zona I jenis Avicenia, Zona II jenis Mucronata
Apiculata, Zona III Mucronata Stilosa, Zona IV Brugurea, Zona V jenis Cemara, Waru, Ketapang.
b. Pembuatan Kawasan Mangrove Sakti (KAMAS) seluas 30 Ha, pesona hutan mangrove dan pantai di Lampung Timur yang keberadaanya disisi jalan lintas timur jalan penghubung kota di Sumatera.
c. Pembuatan Arboretum seluas 10 Ha dengan menanam berbagai jenis Mangrove (Avicennia Marina, Avicennia Alba, Rhizophora Stylosa, Rhizophora Apiculata, Rhizophora Mucronata, Bruguera Gymnorhiza, Xylocarpus Granatum, Exeocaria Agollacha, Sonneratia Alba, dan Thespesia Populnea) yang berfungsi sebagai salah satu muatan lokal (MULOK) dan kegiatan ekstra kurikuler bagi siswa SMP, SMA, Madrasah Aliyah di Kec. Pasir Sakti dan sebagai lokasi penelitian bagi Dosen dan Mahasiswa di Provinsi Lampung.
d. Penanaman Kanan Kiri Jalan (KAKIJA) sepanjang 4 Km dengan jenis tanaman cemara dan tanjung.
e. Penanaman mangrove di pantai kec. Pasir Sakti, dilaksanakan dengan Mitra Kelompok Tani Hutan Timur Harapan, KTH Mutiara Hijau 2 dan 3, KTH Lautan Rimba I dan II Desa Purworejo, Kec. Pasir Sakti, KTH Negeri maju Desa Bandar Negeri, KTH Panca usaha Desa Muara Gading Mas, Kec. Labuhan Maringgai seluas 450 Ha.
Aktifitas kelompok dalam melakukan perlindungan dan pengamanan hutan : Memasang Papan himbauan dan larangan : Dilarang menebang dan merusak
pohon mangrove. Sosialisasi tentang perlindungan hutan kepada masyarakat dan pelajar serta
Kelompok Pencinta Alam. Patroli pengamanan hutan PAM SWAKARSA MANGROVE (kartu anggota
terlampir) di kawasan mangrove dan register 15 menggunakan perahu, apabila ada temuan kemudian diserahkan kepada Tim Terpadu (Koramil, Polsek, Desa), apabila tidak selesai akan diserahkan ke POLHUT Dinas Kehutanan kemudian ke POLRES Lampung Timur.
Memeriksa tanaman mangrove yang diserang hama (Ulat pemakan daun dengan cara menebar semut angrang sebagai predator) dilakukan oleh Ketua KTH dan anggota KTH.
Aktifitas kelompok dalam melakukan konservasi sumberdaya hutan : KTH Mutiara Hijau I melakukan konservasi berbagai jenis mangrove: (Avicennia Marina, Avicennia Alba, Rhizophora Stylosa, Rhizophora Apiculata, Rhizophora Mucronata, Bruguera Gymnorhiza, Xylocarpus Granatum, Exeocaria Agollacha, Sonneratia Alba, dan Thespesia Populnea).
KTH Mutiara Hijau I melakukan konservasi bagi Fauna Mangrove yang hidup didalam kawasan Mangrove antara lain : Burung (Burung kuntul kecil, Burung kuntul besar, Burung kuntul karang, Kuntul kerbau, Camar, Blekok sawah, Kokokan laut, Elang Bondol, Belibis polos, Bangau Tongtong, Punai Bakau, Burung layang-layang
batu, burung Raja udang, burung gereja eurasia, burung sriti, Burung madu polos, burung alang-alang, burung jinjing batu, burung cakakak belukar, burung Trinil pantai); Jenis Ikan (Ikan Glodok, Ikan kakap Merah, Ikan Kerapu, ikan Sembilang, Ikan Bilis, Ikan Belanak); dan Kepiting Bakau.
Pertambahan jenis usaha dalam 3 tahun terakhir : Pengolahan sirup dari buah mangrove yang dikerjakan oleh anggota KTH
perempuan. Pembuatan terasi dari anak udang atau rebon. Cucuk gigi yaitu makanan khas lebaran Lampung yang terbuat dari mangrove. Pembibitan mangrove dengan disertifikasi oleh BPTH (Balai Perbenihan Tanaman
Hutan). Jual beli ikan hasil tangkapan anggota dari luar KTH Mutiara Hijau I dan
masyarakat Desa Purworejo dan Desa Mulyosari. Kerajinan hasil limbah bibir plastik gelas aqua dan ale-ale plastik dibuat keranjang
pakaian dan tempat gelas air mineral. Mengembangkan obyek wisata mangrove diberi nama Kawasan Mangrove Sakti
(KAMAS).
Dampak Kegiatan Kelompok. Bertambahnya KTH baru : a. KTH Timur Harapan Desa Purworejo, sesuai SK Kepala Desa Purworejo Nomor:
141/07/19/2003/2014, Tanggal 18 Maret 2014, dengan Ketua SUNAWAN, Sekretaris KUSNAN, Bendahara INDO MASSE dengan anggota 18 orang.
b. KTH Negeri maju Desa Bandar Negeri, sesuai SK kepala Desa Bandar Negeri Nomor: 500/010/07.02.2004/2014, Tanggal 20 Agustus 2014 dengan Ketua Arief Kurniawan, Sekretaris Dwi Agus Baharudin, bendahara Suyadi dengan jumlah anggota 11 orang.
c. KTH Panca Usaha Desa Muara Gading Mas, sesuai SK kepala Desa Muara Gading Mas Nomor: 460/450/06/16.SK/2013, Tanggal 20 Maret 2013 dengan Ketua Suparman, sekretaris Edi Sugianto, Bendahara Sugeng Supriyanto, dengan jumlah anggota 14 orang.
d. KTH Mutiara Hijau 3 Desa Purworejo, sesuai dengan SK Kepala Desa Purworejo Nomor: 141/40/19/2003/2011, Tanggal 1 februari 2011, sebagai ketua Sunawan, sekretaris Suroto, Bendahara Yani, dengan jumlah anggota 11 orang.
e. KTH Mutiara Timur Hijau 2 Desa Purworejo, Kec. Pasir Sakti. f. KTH “Lautan Rimba II” sesuai SK Kepala Desa Purworejo Nomor:
141/45/19/2003/2016, Tanggal 17 Februari 2016, Ketua Lasjan, sekretaris Ngarso, bendahara M. Hartono, dengan jumlah anggota 15 orang.
g. KTH “Lautan Rimba I” sesuai SK Kepala Desa Purworejo Nomor: 141/44/19/2003/2016, Tanggal 17 Februari 2016, Ketua Ahmad Ruba’i, sekretaris Rudi Suryanto, bendahara Joko Susilo, dengan jumlah anggota 15 orang.
Berkembangnya usaha sejenis atau kegiatan di luar KTH: a. Pembuatan bibit mangrove skala kecil bekerjasama dengan KTH Mutiara Hijau I
Desa Purworejo. b. Jual beli ikan dari masyarakat desa purworejo dan desa mulyosari. c. Pengolahan Terasi dari hasil tangkapan anak udang atau rebon. Peningkatan pendapatan: a. Peningkatan hasil tangkapan ikan semula dari 5 Kg per hari, saat ini bisa
mencapai 20 Kg. b. Pengolahan hasil buah mangrove menjadi Sirup dan makanan kecil cucuk gigi
(makanan khas lampung pada saat lebaran). Prestasi Kelompok. Keikutsertaan anggota/pengurus kelompok sebagai fasilitator/narasumber pelatihan bidang kehutanan kehutanan kepada masyarakat dalam 3 tahun terakhir: Ketua KTH Samsudin menjadi NARASUMBER pada kegiatan Pelatihan
Keterampilan Masyarakat Bidang Kehutanan pada Tanggal 4 s/d 5 Oktober 2012 sesuai Surat kepala BP4K Kab. Lampung Timur Nomor: 800/1115/29/IV.01/2012, Tanggal 26 September 2012, dan Sertifikat Kepala BP4K Kab. Lampung Timur Nomor: 800/1148-Hut/29/SK/2012.
Samsudin sebagai Fasilitator dan Narasumber kegiatan kunjungan lapangan di KTH Mutiara Hijau I Desa Purworejo dan KTH Mutiara Desa Mulyosari pada Tanggal 19 Desember 2013, sesuai Surat Perintah Tugas Kepala BP4K Kab. Lampung Timur Nomor: 800/441/03/29/SK/2013, Tanggal 18 Desember 2013.
Samsudin sebagai Pembina tentang Penghijauan/penanaman pohon dalam program kerja ambalan Pangeran Diponegoro-RA. Kartini GUDEP SMK PGRI Pasir Sakti, pada Tanggal 28 Februari 2016 di pantai Bayur Sari sesuai Undangan Gerakan Pramuka Gudep SMK PGRI Pasir Sakti Nomor: 422/276/15/ SMK PGRI PS/2016.
Samsudin sebagai Fasilitator/Narasumber pada kegiatan Penelitian dari CIFOR (Center For International Forestry research) pada tanggal 11 s/d 12 Januari 2016, sesuai surat Sekretaris CIFOR FITRI HERYANI Telp: 0251. 8622622.
Ketua KTH Mutiara Hijau I Samsudin diangkat sebagai PKSM sesuai SK kepala Desa Purworejo Nomor: 141/05/KPTS/19.2003/2014, Tanggal 6 Mei 2014.
Penghargaan kelompok yang diperoleh di luar Lomba Wana Lestari dalam 3 tahun terakhir: Samsudin KTH Mutiara Hijau I mendapat penghargaan dari Dinas Perkebunan
dan Kehutanan Kabupaten Lampung Timur dalam Penyelamatan dan Pelestarian Hutan Mangrove pada tahun 2014.
Samsudin Ketua KTH Mutiara Hijau I, Mendapat Penghargaan dari Kementerian Negara Lingkungan Hidup sebagai Kader Lingkungan pada Tahun 2006.
Samsudin Ketua KTH Mutiara Hijau I, Mendapat penghargaan dari Balai Pengelolaan DAS Way Seputih Way Sekampung sebagai pendamping HKm pada Tahun 2015 sesuai SK.25/BPDAS.WSS-1/2015, Tanggal 31 Desember 2015.
Harapan seorang Ketua KTH. Pak Sam dengan segudang prestasi, masih tetap setia mengendarai perahu kecil yang digunakan untuk perjalanan dalam pembinaan di kawasan mangrove yang cukup sulit dan jauh. Sebagai seorang yang berjiwa lapangan, sering berinteraksi dengan petani dan masyarakat, mempunyai harapan ”Kelestarian Hutan”. Bentuk kelestarian hutan yang diinginkan adalah MANTAPNYA KAWASAN HUTAN MANGROVE LESTARI DAN MASYARAKAT MENINGKAT PENDAPATANNYA. Kawasan mangrove yang Lestari secara ekologi yaitu terjaminnya kontinuitas jasa-jasa lingkungan yang diberikan hutan berupa air, oksigen, estetika, dan lain-lain. Kemudian lestari secara Produksi ialah terjaminnya kontinuitas hasil hutan berupa kayu dan non kayu, selanjutnya lestari secara sosial merupakan terjaminnya kontinuitas kontribusi sosial pengelola hutan bagi masyarakat. Harapan yang terbesar adalah rahmat-Nya dalam membina masyarakat dengan hati tulus ikhlas.