sindrom koroner akut

18
Sindrom koroner akut (SKA) merupakan suatu manifestasi klinis penyakit jantung koroner yang paling utama dan menyebabkan kematian. Sindrom ini merupakan penyakit jantung koroner yang bersifat progresif. Adanya robekan plak aterosklerotik merupakan salah satu penyebab dalam proses pengurangan pasokan oksigen akut dan subakut dari miokard sehingga menyebabkan timbulnya sindrom koroner akut. Selain itu, hal ini juga berkaitan dengan adanya proses inflamasi, trombosis, vasokonstriksi dan mikroembolisasi. Plak yang terbentuk ini memiliki dinding yang tipis dengan lemak yang besar, mudah ruptur apabila terdapat faktor pencetus akibat adanya aktivasi enzim protease yang dihasilkan oleh makrofag. Hal ini memberikan manifestasi klinis sindron koroner akut berupa: 2 1. ST elevasi miokard infark (STEMI) dimana terjadi oklusi total oleh trombus. 2. Non-ST elevasi acute coronary syndrome (NSTEMI) dimana oklusi yang terjadi bersifat sebagian. Spektrum acute coronary syndrome Dx UA NSTEMI STEMI Trombosis koroner subtotal Total Riwayat Angina dengan onset yang baru, crescendo, atau saat istirahat, biasanya <30 menit Angina saat istirahat >30 menit ECG ± ST depresi dan atau inversi gelombang T ST Elevasi Troponin/CK-MB (-) (+) (+)(+)

Upload: ahmad-lani-andriana

Post on 29-Dec-2015

337 views

Category:

Documents


0 download

DESCRIPTION

Sindrom koroner akut

TRANSCRIPT

Page 1: Sindrom koroner akut

Sindrom koroner akut (SKA) merupakan suatu manifestasi klinis penyakit jantung

koroner yang paling utama dan menyebabkan kematian. Sindrom ini merupakan penyakit

jantung koroner yang bersifat progresif. Adanya robekan plak aterosklerotik merupakan salah

satu penyebab dalam proses pengurangan pasokan oksigen akut dan subakut dari miokard

sehingga menyebabkan timbulnya sindrom koroner akut. Selain itu, hal ini juga berkaitan dengan

adanya proses inflamasi, trombosis, vasokonstriksi dan mikroembolisasi. Plak yang terbentuk ini

memiliki dinding yang tipis dengan lemak yang besar, mudah ruptur apabila terdapat faktor

pencetus akibat adanya aktivasi enzim protease yang dihasilkan oleh makrofag. Hal ini

memberikan manifestasi klinis sindron koroner akut berupa:2

1. ST elevasi miokard infark (STEMI) dimana terjadi oklusi total oleh trombus.

2. Non-ST elevasi acute coronary syndrome (NSTEMI) dimana oklusi yang terjadi bersifat

sebagian.

Spektrum acute coronary syndromeDx UA NSTEMI STEMI

Trombosis koroner subtotal Total Riwayat Angina dengan onset yang baru,

crescendo, atau saat istirahat, biasanya <30 menit

Angina saat istirahat >30 menit

ECG ± ST depresi dan atau inversi gelombang T

ST Elevasi

Troponin/CK-MB (-) (+) (+)(+)

Pathogenesis:

Penyakit jantung koroner merupakan penyakit yang progresif dengan bermacam tampilan

klinis, dari yang asimtomatis, angina stabil maupun sindroma koroner akut, sampai kematian

jantung mendadak. Hasil pengamatan patologis, angiokopis dan biologis menunjukan adanya

perbedaan gejala klinik antara angina tak stabil dan infard miokard, disebabkan mekanisme

patifisiologi yang mendasarinya yakni ruptur aterosklerosis, dengan derajat trombosis yang

berbeda-beda dan ada tidaknya embolisasi distal. Pada definisi yang diperluas, sindroma koroner

akut meliputi juga semua penderita dengan kejadian awal yang menuju keparahan angina.

Walaupun studi Framingham menunjukan bahwa angina tak stabil hanya terdapat pada 10%

Page 2: Sindrom koroner akut

kasus yang merupakan manifestasi awal dari penyakit arteri koroner diluar miokard infark,

tetapi umumnya penderita mengalami suatu siklus atau perubahan pola nyeri dada, dan hanya

jumlah kecil yang memerlukan perhatian maupun perawatan di rumah sakit. Diagosis angina tak

stabil tidak memerlukan perubahan EKG, biarpun adanya perubahan ini akan meningkatkan

spesifisitas diagnosis dan menunjukan prognosis yang jelek ( klasifikasi Braunwald). Kejadian

penyakit jantung koroner meliputi dua tahap yang berbeda. Tahap pertama terdiri dari suatu

periode awal asimtomatik, dimana terbentuk plak aterosklerotik non obstruktif, dan progresi

lebih lanjut tergantung pada faktor resiko. Tahap kedua terjadi trombogenesis dengan cepat

dikarenakan koyaknya plak yang mengeluarkan kontituennya yang bersifat trombogenik, seperti

kolagen dan tromboplastin jaringan yang menstimulasi agregasi trombosit, pembentukan fibrin,

dan perkembangan terjadinya trombus yang oklusif. Hasil akhir dari robeknya plak tergantung

pada keseimbangan hemostatis. Keseimbangan hemostatis ini merupakan suatu interaksi yang

kompleks antara dinamika aliran darah, komponen dinding pembuluh darah, trombosit dan

protein plasma, begitu juga dengan faktor-faktor regulasi pada trombosit, sistem koagulasi dan

sistem fibrinolisis.

Kejadian trombosis pada penyakit jantung ateroskleros is dipengaruhi dan distimulasi

oleh beberapa faktor seperti : 1). Disfungsi endotel, 2). Hiperaktifitas trombosit, 3). Peningkatan

aktifitas prokoagulan, dan 4). Gabungan kapasitas fibrinolisis.

Struktur Plak

Pada mulanya telah disepakati bahwa terjadinya sindroma koroner akut oleh karena

adanya penutupan yang tiba-tiba dari aliran darah koroner yang aterosklerotik yang kemudian

mengakibatkan kekurangan oksigen di otot jantung dan akibatnya terjadi jaringan iskemi sampai

jaringan nekrosis. Luas tidaknya jaringan nekrosis yang terjadi mempengaruhi harapan hidup

penderita sindroma koroner akut.

Page 3: Sindrom koroner akut

Pada saat itu diperkirakan semakin besar ateroma yang ada di pembuluh darah semakin

mudah menyebabkan sindroma koroner akut, akan tetapi ternyata pada penelitian dibuktikan

bahwa justru pada stenosis yang ringan dan sedang lebih banyak terjadi sindroma koroner akut

dan hal ini diduga oleh karena pecahnya ateroma tersebut ( ruptur plak) Plak aterosklerosis yang

sudah matang terdiri dari bermacam -macam yaitu :

lipid core atau gumpalan lipid, gumpalan lipid ini terdiri dari sel-sel makrofag yang

mengandung lipid di dalamnya, dan lipoprotein yang terjebak di dalam subendotelial maupun

ruang ekstra sel. Di dalam bungkah lipid tersebut konsistensinya lunak, sel-selnya jarang

(hiposeluler) dan juga terdapat gumpalan kolesterol ester ( yang berkonsistensi lunak) dan kristal

kolesterol yang berkonsistensi agak keras. Kemudian gumpalan lipid ini diselimuti oleh suatu

kap yang terdiri dari matriks jaringan ikat. Bila gumpalan lipid tersebut dominan dengan kap

tipis, maka ateroma tersebut disebut sebagai plak yang stabil. Sebaliknya bila gumpalan lipid leih

padat dengan kap yang kuat dan tebal disebut sebagai plak stabil. Maka bila dicermati, terdapat

dua macam plak yaitu yang stabil dan plak yang tidak stabil.

Ruptur Plak

Ruptur plak ditemukan pada 56 % - 95% sindroma koroner akut, Forrester yang

memeriksa dengan angioskopis intraoperatif mendapatkan 95% sindroma koroner akut

ditemukan adanya ruptur plak. Tid ak semua plak yang terjadi pada proses aterogenesis menjadi

plak yang tidak stabil, hal tersebut tergantung dari bentuknya kap dan gumpalan lipid yang ada,

dan proses yang mendasarinya, dan hal ini sangat berhubungan dengan tampilan klinis. Menurut

American Heart Association, tipe plak dihubungkan dengan tampilan klinis dapat dibagi menjadi

5 tipe yaitu :

Page 4: Sindrom koroner akut

1. Tipe 1 : Penebalan tunika intima, makrofag, isolated foam cell, pada fase ini tampilan

klinisnya asimptomatik.

2. Tipe 2 : Fatty streak, terdapat akumulasi lipid intra sel dan infiltrasi makrofag serta otot polos,

fase ini juga masih asimptomatik.

3. Tipe 3 : masih seperti diatas tetapi disertai pula dengan lipid ekstra sel dan deposisi jaringan

ikat, juga masih asimptomatik.

4. Tipe 4 : Ateroma terdapat gumpalan lipid pada tunika intima, sel inflamasi mulai infiltrasi

diikuti dengan makrofag, sel busa, da sel T, biasanya tampilan klinis pada fase ini

asimptomatik, namun bisa juga angina stabil.

5. Tipe 5a : Seperti tipe 4 disertai denganlapisan jaringan fibrous,tampilan klinis masih seperti

tipe 4.

Tipe 5b : Ateroma dengan klasifikasi berat di dalam core atau lesinya, tampilan klinis apa

fase ini adalah anginastabil.

Tipe 5c :Fibrous-ateroma dengan trombus mural dengan komponen lipid yang minimal,

tampilan klinisnya masih seperti 5 b.

6. Tipe 6 : Complicated lesion , terjadi ruptur plak tipe 4 dan 5 dengan hemorhagi intra mural

dan mulainya proses trombogenesis insitu. Tampilan klinis dari fase adalah suatu keadaan

yang disebut sindroma koroner akut.

Faktor-faktor yang mempengaruhi instabilitas dan ruptur plak :

Faktor Eksternal :

1. Sistemik : Lingkungan internal/faktor farmakologik.

2. Faktor intrinsik dari plak : besarnya plak, lokasi plak, kepadatan lipid dan ketebalan kap yang

menyelimuti plak.

Faktor Internal :

1. Aktifitas sel inflmasi

2. Infeksi

3. Disfungsi endotel

4. Proliferasi sel otot polos

Evaluasi dari plak yang stabil menjadi tidak stabil melalui 5 tahap yaitu : aktifasi endotel,

kemudian LDL masuk ke dalam sel dan teroksidasi, kemudian memacu produksi sitokin dan

Page 5: Sindrom koroner akut

protease ( MMP expression), sehingga menyebabkan rupturnya plak. Lima puluh persen dari

timbulnya sindroma koroner akut, biasanya didahului oleh faktor pencetus seperti yang

berhubungan dengan aktifitas saraf simpatis sehingga mengakibatkan peningkatan tekanan darah

yang tiba-tiba, peningkatan aliran darah koroner, peningkatan kontraktilitas otot jantung, latihan

fisik berat, stress emosional dan lain sebagainya.

TROMBOSIS PLAK

Lebih dari 75% trombus yang ditemukan di sindroma koroner akut, terletak ditempat

dimana plak mengalami ruptur. Bila plak yang tidak stabil mendapat pencetus, maka kap yang

tipis tersebut akan koyak dan kemudian berlangsunglah proses selanjutnya berupa pembentukan

trombus yang dimulai dari fisura atau robekan kap tadi. Mula-mula terjadi akumulasi trombosit

ditempat koyakan, kemudian ditambah dengan adanya fibrin, membentuk gumpalan dini yang

disebut white clot yang secara langsung berusaha menutupi semua permukaan yang robek tadi.

Kemudian datanglah eritrosit untuk menutupi seluruh white clot. Didalam komponen plak,

gumpalan lipid memiliki efek trombogenisitas yang paling kuat, hal ini disebabkan oleh karena

pengaruh adanya faktor jaringan, dimana faktor jaringan ini mengaktifkan faktor IX dab X

bersama membentuk trombin. Sedangkan faktor yang mempengaruhi respons trombogenesis

ditempat kap yang terkoyak tadi adalah :

1. Substrat trombogenik yang memang selalu berada di tempat tersebut.

2. Iregularitas permukaan plak dan sempitnya stenosis ; semakin tajam lengkungan kap stenosis

dan semakin iregular, maka semakin mudah terjadi proses trombogenesis tersebut.

3. Keseimbangan trombotik-trombotik faktor trombogenik misalnya hiperagregabilitas,

hiperkoagulabilitas dan menurunnya fibrinolisis meningkatkan resiko terjadinya trombus

pada sindroma koroner aku. (Nawawi, 2007)

Manifestasi klinis: Nyeri dada penderita infark miokard serupa dengan nyeri angina tetapi

lebih intensif dan berlangsung lama serta tidak sepenuhnya hilang dengan istirahat ataupun

pemberian nitrogliserin. Angina pektoris adalah “jeritan” otot jantung yang merupakan rasa sakit

pada dada akibat kekurangan pasokan oksigen miokard. Gejalanya adalah rasa sakit pada dada

sentral atau retrosentral yang dapat menyebar ke salah satu atau kedua tangan, leher dan punggung.

Faktor pencetus yang menyebabkan angina adalah kegiatan fisik, emosi berlebihan dan terkadang

Page 6: Sindrom koroner akut

sesudah makan. Hal ini karena kegiatan tersebut mencetuskan peningkatan kebutuhan oksigen.

Namun, sakit dada juga sering timbul ketika pasien sedang beristirahat5.

Rasa nyeri hebat sekali sehingga penderita gelisah, takut, berkeringat dingin dan lemas.

Pasien terus menerus mengubah posisinya di tempat tidur. Hal ini dilakukan untuk menemukan

posisi yang dapat mengurangi rasa sakit, namun tidak berhasil. Kulit terlihat pucat dan berkeringat,

serta ektremitas biasanya terasa dingin5.

Pada fase awal infark miokard, tekanan vena jugularis normal atau sedikit meningkat. Pulsasi

arteri karotis melemah karena penurunan stroke volume yang dipompa jantung. Volume dan denyut

nadi cepat, namun pada kasus infark miokard berat nadi menjadi kecil dan lambat. Bradikardi dan

aritmia juga sering dijumpai. Tekanan darah menurun atau normal selama beberapa jam atau hari.

Dalam waktu beberapa minggu, tekanan darah kembali normal6.

Pada injury miokard, area yang terlibat tidak berdepolarisasi secara sempurna. Area tersebut

lebih positif dibandingkan daerah yang normal pada akhir proses depolarisasi. Jika elektroda

diletakkan di daerah ini, maka potensial yang positif akan terekam dalam bentuk elevasi segmen ST.

Jika elektroda diletakkan di daerah sehat yang berseberangan dengan area injury, maka terekam

potensial yang negatif dan ditunjukkan dalam bentuk ST depresi. ST depresi juga terjadi pada injury

subendokard, dimana elektroda dipisahkan dari daerah injury oleh daerah normal. Vektor ST

bergerak menjauhi elektroda, yang menyebabkan gambaran ST depresi10.

Iskemik miokard memperlambat proses repolarisasi. Area iskemik menjadi lebih negatif

dibandingkan area yang sehat pada masa repolarisasi. Vektor T bergerak menjauhi daerah iskemik.

Elektroda yang terletak di daerah iskemik merekam gerakan ini sebagai gelombang T negatif.

Iskemia subendokard tidak mengubah arah gambaran gelombang T, mengingat proses repolarisasi

secara normal bergerak dari epikard ke arah endokard. Karena potensial elektrik dihasilkan

repolarisasi subendokardium terhambat, maka gelombang T terekam sangat tinggi9.

Diagnosis STEMI ditegakkan jika ditemukan angina akut disertai elevasi segmen ST. Nilai

elevasi segmen ST bervariasi, tergantung kepada usia, jenis kelamin, dan lokasi miokard yang

terkena. Bagi pria usia ≥ 40 tahun, STEMI ditegakkan jika diperoleh elevasi segmen ST di V1-V3 ≥

2 mm dan ≥ 2,5 mm bagi pasien berusia < 40 tahun. ST elevasi terjadi dalam beberapa menit dan

dapat berlangsung hingga lebih dari 2 minggu9.

Diagnosis Non STEMI ditegakkan jika terdapat angina dan tidak disertai dengan elevasi

segmen ST yang persisten. Gambaran EKG pasien Non STEMI beragam, bisa berupa depresi segmen

ST, inversi gelombang T, gelombang T yang datar atau pseudo-normalization, atau tanpa perubahan

Page 7: Sindrom koroner akut

EKG saat presentasi. Untuk menegakkan diagnosis Non STEMI, perlu dijumpai depresi segmen ST ≥

0,5 mm di V1-V3 dan ≥ 1 mm di sandapan lainnya. Selain itu dapat juga dijumpai elevasi segmen ST

tidak persisten (<20 menit), dengan amplitudo lebih rendah dari elevasi segmen ST pada STEMI.

Inversi gelombang T yang simetris ≥ 2 mm semakin memperkuat dugaan Non STEMI9.

Tata laksana: Tujuan tatalaksana infark miokard adalah menghilangkan nyeri dada,

menilai dan implementasi, strategi reperfusi yang mungkin dilakukan, pemberian antitrombotik

dan antiplatelet, pemberian obat penunjang dan tatalaksana komplikasi infark miokard 1.

tatalaksana awal di ruang emergency (10 menit pertama saat kedatangan)

1. Tirah baring (bed rest total)

1. Oksigenasi

suplemen oksigen harus diberikan pada pasien dengan saturasi oksigen arteri kurang

dari 90%. Pada semua pasien STEMI tanpa komplikasi dapat diberikan oksigen

selama 6 jam pertama

2. Aspirin 160-325mg chewable(kunyah)

3. Nitrat diberikan 5mg dapat diulang 3 kali lalu drip bila masih nyeri

4. Clopidogrel 300 mg per oral (jika sebelumnya belum pernah diberi)

5. Morfin iv bila nyeri tidak teratasi dengan nitrat

6. Tentukan pilihan revaskularisasi dengan memperbaiki aliran darah koroner dan

reperfusi miokard harus dilakukan pada pasien STEMI akut dengan presentasi < 12

jam1.

a. tatalaksana di ruang perawatan intensif (24 jam pertama saat datang)

1. Monitor kontinu dalam 24 jam

2. Nitrogliserin

Nitrat oral short acting tiap 5 menit untuk mengatasi nyeri dada. Pemberian intravena

kontinu pada keadaan gagal jantung, hipertensi atau tanda-tanda iskemi menetap

3. Aspirin

aspirin kunyah 162-325 mg diberi jika belum pernah diberikan, selanjutnya 80-162

mg sehari

4. Clopidogrel

Page 8: Sindrom koroner akut

5. Inhibitor enzim pengkonversi angiotensin (Inhibitor ACE)

Diberi jika tidak ada kontraindikasi dan dilanjutkan hingga dosis optimal. Kontraindikasi

pemberian beta bloker adalah bila terdapat tanda-tanda gagal jantung, hipotensi.

Obat ini termasuk golongan vasodilator yang berguna untuk mengurangi preload dan

afterload yang berlebihan, dilatasi pembuluh darah vena menyebabkan berkurangnya preload

jantung dengan meningkatkan kapasitas vena, dilator arterial menurunkan resistensi arteriol

sistemik dan menurunkan afterload. Obat-obat ini menghambat enzim yang berasal dari

angiotensin I membentuk vasokonstriktor kuat angiotensin II. Inhibitor ACE mengurangi kadar

angiotensin II dalam sirkulasi dan juga mengurangi sekresi aldosteron, sehingga menyebabkan

penurunan sekresi natrium dan air. Inhibitor ACE dapat menyebabkan penurunan retensi

vaskuler vena dan tekanan darah, menyebabkan peningkatan curah jantung1.

Pengobatan ini sangat menurunkan morbiditas dan mortalitas. Penggunaan inhibitor ACE

awal diutamakan untuk mengobati pasien gagal ventrikel kiri untuk semua tingkatan, dengan

atau tanpa gejala dan terapi harus dimulai segera setelah infark miokard. Terapi dengan obat

Page 9: Sindrom koroner akut

golongan ini memerlukan monitoring yang teliti karena berpotensi hipotensi simptomatik.

Inhibitor ACE ini tidak boleh digunakan pada wanita hamil1.

Obat-obat yang termasuk dalam golongan inhibitor enzim pengkonversi angiotensin

ini adalah kaptopril, enalapril, lisinopril, dan quinapril.

6. Anti platelet

Pada penyakit jantung koroner pemakaian antikoagulan sangat dianjurkan. Penggunaan

aspirin haryus dihindari pada perawatan rumah sakit berulang dengan gagal jantung yang

memburuk. Antipratelet yang digunakan pada pasien ini adalah Aspilet 1 x 80 mg.

Primary PCI versus Fibrinolysis

Tujuan dari reperfusi adalah untuk secara cepat mengembalikan aliran darah ke

miokardium untuk mencegah kematian sel iskemia yang sedang berlangsung. Bagaimanapun

juga bisa mencapai reperfusi yang tercepat sebaiknya yang digunakan. Primary PCI

menghasilkan perbaikan laju patensi dari arteri yang terkait infark dibandingkan fibrinolisis.

Secara umum, laju patensi dengan primary PCI adalah 90% atau lebih tinggi lagi, dimana dengan

trombolisis laju tersebut adalah sekitar 65% dan peristiwa ulangannya adalah sering terjadi.

Dengan perkembangan modern, stent koroner memiliki peningkatan outcome. Percutaneous

coronary intervention secara luas diterima sebagai terapi pilihan untuk STEMI pada pusat –

pusat kesehatan yang mampu melaksanakan primary secara cepat dan efektif. Bagaimanapun

juga pada saat yang paling awal, ketika thrombus pada arteri yang mengalami infark masih

lunak, fibrinolisis bisa merekanalisasi arteri, dan berlaku untuk 3 jam pertama onset tersebut.

Setelah 3 jam, primary PCI memiliki manfaat yang lebih jelas dibandingkan fibrinolisis dan

sebaiknya dipilih sebagai terapi.

Page 10: Sindrom koroner akut

Agen fibrinolitikAgent Dosage Adjunctive

Treatments

Streptokinase 1,500,000 units selama 1 jam Aspirin, ± heparin

Tissue plasminogen activator

   

  Standard 15 mg bolus, kemudian 50 mg selama 30 menit dan 35 mg untuk 60 min selanjutnya

Aspirin, heparin, essential

  Pasien dengan berat badan < 65 kg

1.25 mg/kg selama 3 jam, 10% dari dose sebagai bolus awal

 

Urokinase 3,000,000 units selama 1 h Aspirin, ± heparin

Reteplase 10 mg bolus awal, 10-mg bolus kedua setelah 30 Aspirin, heparin,

Page 11: Sindrom koroner akut

min essential

Tenecteplase < 60 kg: 30-mg bolus  

  60–70 kg: 35-mg bolus  

  71–80 kg: 40-mg bolus  

  81–90 kg: 45-mg bolus  

  > 90 kg: 50-mg bolus Aspirin, heparin essential

Program rehabilitasi jantung

Evaluasi awal Anamnesa dan pemeriksaan fisik EKG Penilaian resiko Setting tujuan akhir

Diet rendah lemak : tinggi serat >20 g/hari, rendah lemak (<10% total kalori) dan kolesterol (<300 mg/ hari)Manajemen kadar lipidManajemen hipertensiBerhenti merokokPenurunan berat badan ( IMT < 25%)Manajemen diabetesManajemen psikososial

Identifikasi depresi, kecemasan, isolasi sosial, kemarahan dan kekerasan Mengurangi stress

Konseling dan olahraga Aerobic 30 menit sehari, 3 kali dalam seminggu

Page 12: Sindrom koroner akut
Page 13: Sindrom koroner akut