skenario 1 urin
TRANSCRIPT
Yuke Putri
1102010300
Skenario 1 Blok Urin
I. Memahami anatomi makroskopis dan mikroskopis ginjal dan saluran kemih
Anatomi Makroskopis
Ginjal
Ginjal adalah sepasang organ yang terletak pada retroperitoneum diselubungi fasia
gerota dan sejumlah lemak. Di dorsal; iga terbawah, kuadratus lumborum, dan
muskulus psoas berada proksimal didekatnya. Hubungan ventral dari ginjal kanan
termasuk adrenal, lambung lien, pankreas, kolon dan ileum. Arteri renalis keluar dari
aorta dan hampir dua pertiga dari ginjal hanya mempunyai sistem perdarahan yang
tunggal. Arteri renalis terbagi menjadi lima cabang besar, yang merupakan end arteri
yang mensuplai segmen ginjal. Penyumbatan dari cabang arteri renalis akan
menyebabkan infark segmen ginjal. Vena renalis mengosongkan isinya kedalam vena
cava inferior. Saluran limfe ginjal bermuara pada hilar trunk, dan kapsular limfatik
pada nodus periaorta infradiafragmatik. Persarafan ginjal mengandung vasomotor dan
serat nyeri yang menerima konstribusi dari segmen T4-T12. Pelvis ginjal terletak
dorsal dari pembuluh darah ginjal dan mempunyai epitel transisional
(Purnomo,2000). Ginjal dapat dibagi menjadi dua bagian, parenkim ginjal (yang
mensekresi,
mengkonsentrasi dan mengekskresikan urin) serta sistim pengumpul (collecting
system) yang berfungsi mengalirkan urin ke calyces ginjal yang berjumlah banyak
menuju pelvis ginjal. Pelvis ginjal kemudian akan menyempit (dikenal juga sebagai
paut ureteropelvic) menjadi ureter.
Anterior Dinding dorsal gaster
Pankreas
Limpa
Vasa lienalis
Usus halus
Fleksura lienalis
Lobus kanan hati
Duodenum pars descendens
Fleksura hepatica
Usus halus
Posterior Diafragma, M.psoas major, M.quadratus lumborum, M.transversus abdominis (aponeurosis), N.subcostalis, N.iliohypogastricus, A.subcostalis, Aa.lumbales 1-2(3), Costae 12 (ginjal kanan) dan Costae 11-12 (ginjal kiri).
Persarafan ginjal yang utama adalah plexus symphaticus renalis. Plexus
symphaticus ini dibantu juga oleh serabut afferent yang melalui plexus renalis
dan menuju ke medulla spinalis N.thoracalis X, XI, XII.
Pembuluh lymph pada ginjal mengikuti A.renalis menuju nodus lymphaticus
aorta lateral (sekitar pangkal A.renalis).
(Snell, 1995)
Ureter
Ureter terdiri dari otot yang memanjang membentuk tabung dan berjalan melalui
retroperitoneum dan menghubungkan pelvis ginjal dengan kandung kemih. Panjang
normal ureter pada dewasa adalah 28–30 cm dan diameternya sekitar 5 mm. Saluran
ureter sebelah kanan terletak sangat dekat dengan appendix veriformis atau umbai
cacing. Pada bagian ini atau sering dikenal sebagai appendicitis(sakitusus buntu)
peradangan dapat mengenai ureter sehingga pada penderita dapat ditemukan darah
dalarn urine-nya.Gejala ini mirip dengan gambaran urine penderita batu ginjal
sehingga perlu diketahui agar dapat membedakannya. Memang, kadang-kadang sulit
2
membedakan penyakit usus buntu dengan sakit akibat adanya batu di ureter kanan
seeara klinis. Kemarnpuan menahan buang air kedl diatur oleh kemarnpuan otot
sphincter yang terdapat di pangkal urethra dan saraf yang mengurus otot itu.Pada
orang tua kadang-kadang ditemukan ketidakmarnpuan menahan keneing akibat
gangguan pada sarafnya.
Ureter menyalurkan urine dari ginjal menuju kandung kemih dengan peristaltik aktif.
Suplai darah dari ureter berasal dari ginjal, aorta, iliaka, mesenterik, gonad, vasal,
arteri vesikalis. Serat nyeri menghantarkan rangsangan kepada segmen T12-L1.
Ureter dapat mengalami deviasi medial pada fibrosis retroperitoneal dan deviasi
lateral oleh tumor retroperitoneal atau aneurisma aorta (Hargreave,1995;
Purnomo,2000). Ureter mempunyai panjang kurang lebih 30 cm pada orang dewasa.
Mempunyai tiga area fisiologis yang menyempit (paut ureteropelvic, bagian ureter
yang dilalui arteri iliaka dan paut ureterovesical) yang sering berhubungan dengan
kondisi obstruksi oleh batu. Paut ureterovesikal merupakan tempat perhubungan
orificium ureter ke dalam kandung kemih yang ditandai oleh kondensasi jaringan
yang disebut dengan Waldeyer’s sheath sebagai pengikat ureter ke dinding kandung
kemih. Fungsi paut ini adalah mengalirkan urin ke dalam kandung kemih dan
mencegah aliran balik ke dalam ureter. Hal ini dapat dilakukan karena ureter berjalan
secara oblik transversal diantara lapisan otot dan submukosa kandung kemih
sepanjang 1-2 cm sebelum masuk kandung kemih. Setiap peningkatan tekanan
intravesikal secara simultan akan menekan ureter submukosa dan secara efektif pula
akan membentuk katup satu arah. Adanya otot ureter di segmen submukosa juga
penting dalam mencegah timbulnya arus balik.
3
Anatomi Dasar Panggul
Dasar panggul merupakan massa otot yang meliputi celah dasar tulang pelvis.
DeLancey's membagi dasar panggul menjadi tiga lapisan utama (dari dalam hingga
ke luar); endopelvic fascia, otot levator ani dan sfingter anal eksternal serta lapisan ke
empat (otot genital eksternal) yang berhubungan dengan fungsi seksual. Otot-otot
pelvis memegang peranan penting dalam menyokong kandung kemih. Otot-otot ini
tidak hanya harus mampu berkontraksi secara volunter (dan cepat pada satu waktu)
tetapi juga harus dapat mempertahankan tonus istirahat secara berkelanjutan.
Penyokong organ pelvis yang utama ada pada otot levator ani. Saat otot levator ani
berkontraksi, leher kandung kemih terangkat dan membantu menahan gaya yang
timbul dari setiap peningkatan tekanan intraabdominal atau intrauretra. Fascia,
seperti pelvic dan endopelvic fascia, membantu mempertahankan sokongan kandung
kemih. Otot levator ani dapat dibagi menjadi 4 regio sesuai dengan lokasi
anatomisnya: pubococcygeus (otot pubovisceral), iliococcygeus, pubovaginalis serta
puborectalis dan puboanalis. Kontinensia dipertahankan terutama oleh serabut
medial levator ani. Pada serabut otot ini terdapat kombinasi serabut slow- dan fast-
4
twitch. Serabut slow-twitch berfungsi dalam respon postural sedangkan fast-twitch
diperlukan untuk stimulus yang
bersifat mendadak. Otot lain yang juga terdapat dalam diafragma pelvis adalah
obturator internis dan piriformis.
Anatomi Mikroskopis
Ginjal terbungkus oleh kapsula fibrosa yang tidak melekat terlalu erat dengan
parenkim dibawahnya. Pada potongan ginjal, parenkim terlihat berwarna merah
kecoklatan di daerah korteks dan lebih terang di daerah medulla. Parenkim
melingkari dan melingkupi sinus renalis. Medulla ginjal tersusun atas piramid,
yang dasarnya menghadap korteks dan puncaknya (apeks) menonjol masuk ke
dalam lumen calyx minor. Piramid dibungkus oleh jaringan korteks. Pada sisi
piramid terdapat substansia kortikalis disebut colummna renalis (Bertini) yang
masuk ke dalam daerah medulla sampai mencapai jaringan ikat sinus renalis.
Piramid beserta colummna renalis serta jaringan korteks yang berkaitan
membentuk lobus ginjal. Dengan demikian ginjal adalah multilobar atau
multipiramid yang sesuai dengan lobus ginjal pada masa fetus.
Korteks Medulla
5
Ginjal tersusun atas unit individual yang disebut tubulus uriniferus. Tubulus
uriniferus terdiri atas 2 bagian, yaitu nefron dan duktus koligens. Pangkal
nefron berupa kantong buntu disebut kapsula
Bowman, berbentuk seperti mangkok berdinding
dua lapis. Bagian luar yaitu pars parietalis
dibentuk oleh epitel selapis gepeng dan pars
visceralis yang dibentuk oleh sel besar yang
mempunyai banyak pedicle atau foot processes,
yaitu podosit. Podosit berdiri di atas membrana basalis melalui pedikelnya.
Antara pedicle terdapat membran tipis disebut filtration slit membrane. Ke
dalam kapsula Bowman masuk gulungan kapiler disebut glomerolus. Sel
endotel kapiler glomerolus memiliki pori atau fenestra pada sitoplasmanya.
Kapsula Bowman bersama glomerolus disebut korpus Malphigi yang fungsi
utamanya adalah filtrasi. Hasil filtrasi darah disebut ultra filtrate yang kemudian
akan dialirkan ke dalam sistem tubulus. Sistem tubulus terbagi menjadi 3
bagian, yaitu tubulus kontortus proksimal, ansa Henle, dan tubulus kontortus
distal. Tubulus proksimal berfungsi sebagai reabsorpsi. Ion Na dipompakan
kembali ke jaringan interstitial, glukosa, asam amino dan bahan lain yang masih
diperlukan akan diserap kembali dari ultra filtrate. Dinding tubulus proksimal
disusun oleh epitel selapis kuboid, dengan inti berbentuk lonjong dan
sitoplasma eosinofil, batas antar sel tidak terlihat jelas. Pada permukaan sel
terdapat mikrofili yang menonjol ke lumen sehingga memberikan gambaran
brush border. Tubulus proksimal mempunyai bagian yang berkelok-kelok (pars
kontortus) terdapat di korteks dan bagian yang lurus (pars rektus) turun ke
medulla menjadi pars descendens (segmen tebal) ansa Henle. Bagian tipis ansa
Henle terletak di medulla tersusun oleh epitel selapis gepeng, lumennya kecil
mirip kapiler. Ansa Henle berbentuk seperti huruf U, pars ascendens dilapisi
oleh epitel selapis kuboid (segmen tebal ascendens) dan menjadi bagian dari
pars rektus tubulus
6
A.H Tipis A.H Tebal Pars Descendens A.H Tebal Pars
Ascendens
distal. Tubulus distal tersusun atas selapis sel-sel kuboid, pada potongan
melintang terlihat sel yang menyusun dinding lebih banyak dan sitoplasma
eosinofil lebih sedikit dibandingkan dengan tubulus proksimal. Selain itu juga,
pada tubulus distal tidak didapatkan gambaran brush border. Korteks tubulus
distal berkelok-kelok, mendekati glomerolus dan kemudian bermuara ke dalam
duktus koligens. Sel-sel epitel tubulus distal pada sisi yang dekat ke glomerolus
berubah menjadi lebih tinggi dan tersusun lebih rapat sehingga disebut makula
densa. Duktus koligens dapat dibedakan dengan tubulus, dimana sel epitel
dinding duktus koligens terlihat lebih tinggi, tampak pucat, batas antar sel lebih
terlihat tegas dan dinding sel pada apeks cenderung menggelembung menonjol
ke lumen.
Tubulus Proksimal Tubulus Distal Duktus Koligens
Pembuluh darah masuk ke glomerolus melalui A.afferent, di dalam kapsula
Bowman A.afferent bercabang membentuk glomerolus kemudian menyatu
kembali dan keluar sebagai A.efferent. Daerah tempat masuknya pembuluh
darah di kapsulal Bowman disebut polus vaskularis. Sedangkan daerah tempat
7
kapsula Bowman bersambungan dengan tubulus proksimal disebut polus
urinarius. Pada polus vaskularis korpus Malphigi terdapat struktur khusus yang
disebut dengan aparatus juksta glomerolus. Aparatus juksta glomerolus terdiri
atas sel jukstaglomerolus, makula densa dan sel mesangial ekstra glomerolus
(polkissen). Di luar glomerolus tepat sebelum bercabang, sel otot polos dari
tunika muskularis dinding A.afferent berubah menjadi besar.
(Junqucra L.C et al, 2005)
8
II. Memahami fisiologi ginjal, peran dan proses pembentukan urin serta aspek
biokimia pada urin dan komposisinya
Fisiologi Ginjal
Fungsi spesifik ginjal yang ditujukan untuk mempertahankan kestabilan lingkungan cairan internal :
1. Mempertahankan keseimbangan H2O dalam tubuh.2. Mengatur jumlahdan konsentrasi sebagian besar ion CES3. Memelihara volume plasma yang sesuai 4. Membantu memelihara keseimbangan asam-basa5. Memelihara osmolaritas6. Mengekskresikan produk-produk sisa dari metabolisme tubuh7. Mengekskresikan banyak benda asing8. Mensekresikan eritropoietin 9. Mensekresikan renin 10. Mengubah vitamin D menjadi bentuk aktif
Ginjal membentuk urin ;
Nefron adalah satuan fungsional ginjal
Ginjal terdiri dari satu juta satuan fungsional berukuran mikroskopik yang disebut nefron. Nefron merupakan satuan terkecil yang mampu membentuk urin. Fungsi utama ginjal adalah menghasilkan urin dan mempertahankan stabilitas komposisi CES.
Setiap nefron terdiri dari komponen vaskuler dan komponen tubulus. Komponen vaskuler adalah glomerulus, suatu berkas kapiler berbentuk bola untuk tempat filtrasi air dan sebagian zat dalam darah. Dari arteri renalis yang kemudian terbagi-bagi menjadi pembuluh-pembuluh halus yaitu arteriol afferen yang menyalurkan darah ke kapiler glomerulus dan arteriola efferen tempat keluarnya darah yang tidak difiltrasi ke dalam komponen tubulus. Arteriola efferen adalah satu-satunya arteriol di dalam tubuh yang mendapat darah kapiler. Komponen tubulus dari setiap nefron adalah suatu saluran berongga yang berisi cairan yang terbentuk oleh suatu lapisan sel epitel . komponen ini berawal dari kapsula bowman, suatu invaginasi berdinding rangkap yang melingkupi glomerulus untuk mengumpulkan cairan yang difiltrasi oleh kapiler glomerulus. Cairan yang telah difiltrasi mengalir ke tubulus proksimal (di dalam
9
korteks) kemudian melewati lengkung henle (pars desendens terbenam di medula, pars ascendens kembali ke korteks) kemudian kembali ke glomerulus. Tubulus kembali membentuk gelungan menjadi tubulus distal yang mengalirkan isinya ke ductus atau tubulus pengumpul terbenam ke medula untuk mengosongkan cairan yang telah berubah menjadi urin ke dalam pelvis ginjal.
3 proses dasar ginjal :
1. Filtrasi glomerulus Pembentukan kemih dimulai dengan filtrasi plasma pada glomerulus, seperti kapiler tubuh lainnya, kapiler glumerulus secara relatif bersifat impermiabel terhadap protein plasma yang besar dan cukup permabel terhadap air dan larutan yang lebih kecil seperti elektrolit, asam amino, glukosa, dan sisa nitrogen. Aliran darah ginjal (RBF = Renal Blood Flow) adalah sekitar 25% dari curah jantung atau sekitar 1200 ml/menit. Sekitar seperlima dari plasma atau sekitar 125 ml/menit dialirkan melalui glomerulus ke kapsula bowman. Ini dikenal dengan laju filtrasi glomerulus (GFR = Glomerular Filtration Rate). Gerakan masuk ke kapsula bowman’s disebut filtrat. Tekanan filtrasi berasal dari perbedaan tekanan yang terdapat antara kapiler glomerulus dan kapsula bowman’s, tekanan hidrostatik darah dalam kapiler glomerulus mempermudah filtrasi dan kekuatan ini dilawan oleh tekanan hidrostatik filtrat dalam kapsula bowman’s serta tekanan osmotik koloid darah. Filtrasi glomerulus tidak hanya dipengaruhi oleh
10
tekanan-tekanan koloid diatas namun juga oleh permeabilitas dinding kapiler.
2. Reabsorpsi tubulus Zat-zat yang difilltrasi ginjal dibagi dalam 3 bagian yaitu : non elektrolit, elektrolit dan air. Setelah filtrasi langkah kedua adalah reabsorpsi selektif zat-zat tersebut kembali lagi zat-zat yang sudah difiltrasi.
3. Sekresi tubulusSekresi tubular melibatkan transfor aktif molekul-molekul dari aliran darah melalui tubulus kedalam filtrat. Banyak substansi yang disekresi tidak terjadi secara alamiah dalam tubuh (misalnya penisilin). Substansi yang secara alamiah terjadi dalam tubuh termasuk asam urat dan kalium serta ion-ion hidrogen.Pada tubulus distalis, transfor aktif natrium sistem carier yang juga telibat dalam sekresi hidrogen dan ion-ion kalium tubular. Dalam hubungan ini, tiap kali carier membawa natrium keluar dari cairan tubular, cariernya bisa hidrogen atau ion kalium kedalam cairan tubular “perjalanannya kembali” jadi, untuk setiap ion natrium yang diabsorpsi, hidrogen atau kalium harus disekresi dan sebaliknya.Pilihan kation yang akan disekresi tergantung pada konsentrasi cairan ekstratubular (CES) dari ion-ion ini (hidrogen dan kalium).Pengetahuan tentang pertukaran kation dalam tubulus distalis ini membantu kita memahami beberapa hubungan yang dimiliki elektrolit dengan lainnya. Sebagai contoh, kita dapat mengerti mengapa bloker aldosteron dapat menyebabkan hiperkalemia atau mengapa pada awalnya dapat terjadi penurunan kalium plasma ketika asidosis berat dikoreksi secara theurapeutik.
Proses Pembentukan urin
11
Gbr. 1 dan 2 nephron, menunjukan proses pembentukan urin
http://fau.pearlashes.com/anatomy/Chapter%2041B/Chapter%2041B.htm
Dalam pembentukan urine, terdapat 3 proses dasar :
12
Gambar 3 menunjukan gambaran alur jalan aliran yang telah melewati proses filtrasi(warna biru) dan yang kembali ke aliran darah seluruh tubuh(warna merah)
http://www.hcc.uce.ac.uk/physiology/glomerulus3.jpg
Gambar 4 menunjukan barier membran dimana suatu zat dapat melewati filtrasi glomerulus http://www.jci.org/articles/view/32966/figure/1
1. Filtrasi Glomerulus
Saat darah melewati glomerulus, terjadi filtrasi plasma bebas protein
menembus kapiler glomerulus ke dalam kapsula bowman. Semua konstituen
dalam darah kecuali sel darah dan protein plasma, seperti H2O, nutrien,
elektrolit, zat sisa mengalami filtrasi Setiap hari terbentuk sekitar 180 liter
(47,5 galon) sdengan perumpamanaan volume plasma rata-rata pada orang
dewasa sektar 2,75 liter hal ini menunjukkan bahwa protein plasma
mengalami 60 kali filtrasi perharinya.
13
Apabila semua yang di filtrasi dikeluarkan menjadi urin, volume plasma total
akan habis keluar dalam waktu setengah jam, tetapi hal tersebut tidak terjadi
karena tubulus-tubulus ginjal dan kapiler peritubulus berhubungan erat
dengan panjangnya, sehingga dapat terjadi perpindahan bahan antara cairan di
dalam tubulus dan darah dari dalam perifer, darah dan protein tidak termasuk
dalam filtrat, karena untuk suatu zat dapat difiltrasi memerlukan 3 proses
(gambar 4) :
1) Harus melewati dinding kapiler glomerulus
Dinding kapiler glomerulus terdiri dari selapis sel endotel gepeng,
memililiki lubang pori yang besar/fenestra yang, memebuatnya 100 kali
lebih permeabek terhadap H2O dan zat terlarut dibandingkan kapiler lain.
2) Membran basal
Terdiri dari glikoprotein (menghambat filtrasi protein kecil, albumin ) dan
kolagen (untuk menghasilkan kekuatan). Sebenarnya pori pada membran
basal cukup untuk dilewati protein kecil, albumin, tetapi hal ini ditahan
oleh glikoprotein yang memiliki muatan negatif sehingga menolak albumin
dan protein plasma lain, kurang dari 1% milekul albumin yang berhasil
lolos untuk masuk ke kapsula bownman. Hal ini menunjukkan pada orang
dengan albuminuria, terdapat gangguan muatan negatif dalam membran
glomerulus yang menyebabkan membran lebih permeabel terhadap
albumin walaupun ukuran pori tidak berubah (gambar 4)
3) Celah filtrasi antara tonjolan podosit (gambar 4)
Podosit merupakan sel mirip gurita yang mengelilingi berkas glomerulur,
memiliki tonjolan dimana antara tonjolan tersebut terdapat celah kecil
filtration slit memebentuk jalan bagi cairan untuk keluar dari kapiler
glomerulus dan masuk ke lumen kapsula bownman
14
oleh karena itu apabila terdapat darah (hematuria) atau protein plasma
(proteinuria) dalam urin, patut dicurigai adanya kelainan pada ginjal.
(Sherwood, 2008).
Selain itu, untuk menginduksi filtrasi glomerulus, diperlukan tekanan.
Terdapat 3 tekanan yang berperan dalam filtrasi glomerulus
a) Tekanan darah kapiler glomerulus (rata-rata 55mmHg)
Tekanan ini dipengaruhi oleh kontraksi jantung (energi untuk filtrasi
glomerulus) dan resistensi arteriol aferen dan eferen terhadap aliran
darah, hal ini mengakibatkan terjadi pembendungan tekanan di kapiler
glomerulus, dan membantu zat-zat untuk diflitrasi keluar dari kapiler
glomerulus menuju lumen kapsula bownmen
b) Tekanan osmotik koloid plasma (rata-rata 30mmHg)
Tekanan ini untuk melawan filtrasi tujuannya agar tidak merusak
pertahanan akibat tekanan kapiler glomerulus yang cukup besar. Tekanan
ini ditimbulkan oleh distribusi protein plasma yang tidak seimbang antara
kedua sisi membran glomerulus. Tekanan ini bersifat melawan karena
H2O yang konsentrasinya lebih besar di kapsula bownman daripada di
kapiler glomerulus oleh karena itu kecenderungan H2O untuk berpindah
ke arah kapiler glomerulus (sifat gradien konsentrasi dari daerah yang
tinggi ke rendah)
c) Tekanan hidrostatik kaplier bownman (rata-rata 15 mmHg)
Tekanan ini mendorong cairan keluar dari kapsula bownman, melawan
filtrasi cairan dari glomerulus ke dalam kapsula bownman
Berdasarkan keterangan di atas, jelas bahwa netto dari tekanan filtrasi
glomerulus yaitu
tekanan yang mendorong filtrasi (tekanan darah kapiler glomerulus) – tekanan
yang melawan filtrasi (tekanan osmotik koloid plasma + tekanan hidrostatik
15
kapiler bownman) 55 mmHg – (30 mmHg + 15 mmHg) = 10 mmHg
(Sherwood, 2008)
2. Reabsorpsi Tubulus
Saat setelah di filtrasi, hasil dari filtrasi mengalir melalui tubulus, zat-zat yang
bermanfaat akan dikembalikan ke plasma kapiler, hal ini disebut reabsorpsi
tubulus. Zat-zat yang direabsorpsi/ di serap kembali normalnya tidak keluar
dari tubuh melalui urin, tetapi diangkut oleh sistem kapiler peritubulus ke
sistem vena kemudian ke jantung untuk diedarkan. Dari 180 liter plasma yang
difilter setiap hari, sekitar 178,5 direabsorpsi dengan 1,5 liter sisanya terus
mengalir ke pelvis ginjal untuk dikeluarkan menjadi urin.
Secara umum, semua produksi hasil filtrasi kecuali urea (fenol dan kreatinin)
akan di reabsorpsi. Urea berfungsi sebagai pemekat urin.
Tabel 1 Bahan-bahan yang difiltrasi oleh ginjal
( Sherwood, 2008) Berdasarkan tabel di atas, jelas apabila dalam urine bahan-bahan di atas melebihi
dari batas di atas, terjadi kelainan pada ginjal, dan apabila pada urin terdapat
bahan-bahan yang tidak tertera pada di atas misalnya darah (hematuria), terjadi
kelainan pula pada ginjal.
16
Bahan
AirNatriumGlukosaureaFenol
Rata-rata hasil bahan yang di reabsorpsi
99%99, 5%100%50 %0 %
Rata-rata hasil filtrasi yang dieksresi
1%0,5%0%50%100%
Gambar 5 langkah-langkah Transportasi Transepitel (Sherwood, 2008)
Untuk dapat direabsorpsi, suatu bahan harus melewati 5 sawar terpisah
(gambar 5)
1) Bahan tersebut harus meninggalkan cairan tubulus dengan melintasi
membran luminal sel tubulus
2) Bahan tersebut harus berjalan melewati sitosol dari sati sisi sel tubulus
ke sisi lainnya
3) Bahan tersebut harus menyebrangi membran basolatel sel tubulus
untuk masuk ke cairan interstisium
4) Bahan tersebut haeus berdifusi melintasi caitan interstisium
5) Bahan tersebit harus menembus dinding kapiler untuk masuk ke
plasma darah
3. Sekresi Tubulus
Merupakan proses perpindahan selektif zat-zat dari darah kapiler peritubulus
ke lumen tubulus, merupakan rute kedua bagi zat dari darah untuk masuk.
17
Rute pertamanya yaitu melalui filtrasi glomerulus, sekitar 20% dari plasma
yang mengalir melalui glomerulus, disaring ke dalam kapsula bownman, dan
sisanya 80% sisanya terus mengalir arteriol eferen ke dalam kapiler
peritubulus
Bahan terpenting yang disekresikan oleh tubulus adalah
Ion hidrogen
Sekresi H+ ginjal sangatlah penting dalam pengaturan keseimbangan asam
basa tubuh, tingkat sekresi H tergantung pada keasaman carian tubuh
Ion kalium
Zat ini secara aktif direabsorpsi di tubulus proksimal dan secara aktif
disekresi di tubulus distal dan pengumpul. Reabsorpsi kalium di awal
bersifat konstan dan tidak diatur sedangkan sekresi di akhir tubulus
bervariasi dan dibawah kontrol. Dalam keadaan normal, jumlah K+ yang
dieksresikan dalam urin adalah 10% - 15% namun hampir seluruh K+ yang
difiltrasi akan direabsorpsi. Ion kalium ini direabsorpsi dalam jumlah
banyak dengan sedikit atau bahkan tidak ada yang disekresi apabila tubuh
kekurangan K+ begitupun sebaliknya.
Terdapat 2 hal yang dapat mengubah kecepatan sekresi K+ yaitu
Hormon aldosteron Þ peningkatan konsentrasi K+
merangsang korteks adrenal sekresi aldosteron K+ berlebihan itu
akan di eksresi. Begitupun sebaliknya
Status asam basa tubuh Þ dalam keadaan normal, ginjal akan
mensekresikan K+ tetapi dalam keadaan status cairan tubuh terlalu asam,
tubuh akan mensekresi H+ sebagai kompensasi sehingga menyebabkan
sekresi K+ akan berkurang, begitupun sebaliknya
Setelah melalui ketiga proses diatas, selanjutnya merupakan proses eksresi urin
sebelum urin dikeluarkan melalui proses berkemih / mikturisi terlebih dulu urin
disimpan sementara dalam kandung kemih. Kontraksi pada otot polos dalam dinding
18
uretra mendorong urin bergerak dari ginjal menuju kandung kemih. Dinding kandung
kemih berlipat-lipat menjadi rata ketika kandung kemih terisi untuk meningkatkan
kapasitas tampungan kandung kemih, karena urin secara terus menerus dibentuk oleh
ginjal, sehingga urin tidak perlu dikeluarkan setiap saat.
Otot polos kandung kemih mendapat banyak persarafan parasimpatis yang apabila
dirangsang akan menyebabkan jontraksi kandung kemih. Apabila saluran keluar
melalui uretra terbuka, kontraksi kandung kemih menyebabkan pengosongan urin
dari kantung kemih.
Gambar 6 sfingter, menunjukkan keadaan saat uretra terbuka atau tertutup – menaahan http://www.aqavic.org.au/sci_facts/images/sphincter.jpg
Walaupun demikian, pintu keluar kandung kemih dijaga oleh dua sfingter yang
merupakan suatu cincin otot bila kontraksi akan menutup aliran yang melewati
lubang bersangkutan (karena sfingter ini tidak hanya terdapat di saluran kemih),
sfingter uretra interna terdiri dari otot polos, besifat involunter. Sementara sfingter
uretra eksterna dikelilingi oleh otot rangka, volunter, diperkuat oleh diafragma
pelvis (berupa lembaran otot rangka pembentuk panggul, dan memebantu menunjang
organ-organ panggul), dipersarafi oleh neuron motorik yang secara terus-menerus
19
melepaskan potensial aksi dengan kecepatan sedang kecuali bila di inhibis, sehingga
otot-otot kontraksi untuk mencegah keluarnya urin.
Dalam keadaan normal, sewaktu kandung kemih melemas dan terisi, kedua sfingter
menutup untuk mencegah tampungan urin keluar. Karena otot sfinter uretra
eksternum merupakan otot volunter, jadi bisa kita kendalikan untuk mencegah
pengeluaran urinsewaktu sfingter uretra internum terbuka (Sherwood, 2008)
Kandung kemih terisi korteks serebrum
Reseptor regang
Saraf parasimpatis neuron motorik
Sfingter uretra Kandung kemih eksterna membuka
saat neuron motorik inhibisi
kandung kemih kontrasi
sfingter uretra interna sfingter uretra eksterna terbuka secara mekanis tetap tertutup sewaktu sewaktu kandung kemih neuron motorik terangsangkontraksi
skema 1 menunjukan kontrol refleks dan volunter atas berkemih (Sherwood, 2008)
20
Kontrol refleks Kontrol volunter
gambar 7 menunjukan komposisi urin
GFR (Glomerular Filtrastion Rate)
GFR (Glomerular Filtration Rate) merupakan tes yang digunakan untuk memeriksa kondisi dari kerja ginjal ( http://www.nlm.nih.gov/medlineplus/ency/article/007305.htm ).
GFR ini dipengaruhi oleh
Tekanan filtrasi netto tekanan darah kapiler glomerulus – (tekanan osmotik koloid plasma + tekanan hidrostatik kapsula bownman) = 50 – (30 + 15) = 10 mmHg Luas permukaan glomerulus Dan besarnya permeabel dari membran glomerulus tersebut (tingkat kebocoran)
Tekanan osmotik plasma dan tekanan hidrostatik kapsular bownman bekerja dibawah kontrol. Tekanan osmotik plasma memiliki efek berlawanan dengan GRF, karena tekanan osmotik koloid plasma melawan filtrasi.
Konsentrasi protein plasma tekanan koloid plasma GFR
Kondisi di atas dapat diperlihatkan pada seseorang dengan luka bakar, karena pada orang dengan luka bakarcairan protein plasma yang berasal dari kulit hilang, keadaan sebaliknya terjadi pada orang diare maupun dehidrasi, dimana pada saat situasi tersebut tekanan osmotik koloid plasma meningkat.
21
Tekanan hidrostatik kapiler meningkat pada keadaan obstruksi saluran kemih misalnya akibat batu ginjal atau hiperplasia prostat.
Sementara pada tekanan kapiler glomerulus dapat dikontrol menyesuaikan GFR untuk memenuhi kebutuhan tubuh. Jika semua faktor konstan, besar tekanan darah kapiler glomerulus bergantuk pada aliran darah di setiap glomerulus.
GFR diatur oleh 2 mekanisme
o Otoregulasi untuk mencegah perubahan spontan GFR
o Kontrol simpatis ekstrinsik pengaturan jangka panjang tekanan
darah arteri
Otoregulasi GFR
Otoregulasi GFR merupakan suatu pengaturan intrinsik dari ginjal sendiri yang diakibatkan karena perubahan GFR. GFR akan meningkat setara dengan peningkatan tekanan arteri jika hal yang lain konstan. Penurunan tekanan darah arteri akan disertai penurunan GFR
Dalam batas tertentu, ginjal dapat mempertahankan aliran darah kapiler glomerullus yang konstan (sehingga tekanan darah kapiler glomerulus kosntan dan GFR stabil). Ginjal melakukannya dengan mengubah kaliber arteriol aferen, sehingga resisten terhadap aliran darah dapat disesuaikan.
Jika GFR meningkat akibat penurunan tekanan arteri, tekanan filtrasi netto dan GFR dapat dikurangi menjadi normal oleh konstriksi arteriol aferen, begitupun sebaliknya (figure 14-10)
Peranan otoregulasi penting karena pergeseran GFR dapat menyebabkan ketidakseimbangan cairan,elektrolit, dan zat-zat sisa yang membahayakan tubuh. Cairan yang difiltrasi sebagian ada yang pasti dieksresikan, jumlah cairan yang dieksresikan, jumlah cairan yang dieksresikan dalam urin meningkat apabila GFR meningkat. Apabila tidak terdapat otoregulasi, GFR akan meningkat, H2O dan zat-zat terlarut akan terbuang sia-sia akibat peningkatan tekanan darah pada saat kita berolahraga.
Jika GFR terlalu rendah, ginjal tidak akan mampu secara adekuat mengeliminasi zat-zat sisa, kelebihan elektrolit dan bahan lainnya yang harusnya dieksresikan (gambar 7)
22
Sherwood, 2008
Pada otoregulasi inipun diatur oleh mekanisme intrarenal :
Mekanisme miogenikMerupakan mekanisme yang berespon terhadap perubahan tekanan di dalam komponen vaskuler neuron. Yang berperan adalah otot polos vaskuler arteriolOtot polos arteriol berkontriksi arteriol aferen konstriksi aliran darah ke glomerulus kembali ke tingkat normalBegitupun sebaliknya
Mekanisme umpan balik tubulo glomerulus Melibatkan aparatus justaglomerulus
23
Mekanisme otoregulasi umpan balik tubulo-glomerulus (Sherwood, 2008)
Mekanisme umpan balik tubulo glomerulus dan miogenik bekerja sama unutk melakukan otoregulasi atas GFR di dalam rentang tekanan arteri yang berkisar anteara 80-180 mmHg.
24
Tekanan arteri meningkat
Tekanan yg mendoroang ke glomerulus meningkat
Tekanan kapiler gloerulus meningkat
GFR meningkat
laju aliran cairan tubulus meningkat
Sel makula densa mengeluarkan zat vasoaktif
Vasokontriksi atreiol aferen
Aliran darah ke glomerulus menurun
Tekanan kapiler glomerulus normal menurun
GFR ke normal menurun
Kontrol Simpatis Ekstrinsik GFRKontrol ekstrinsik atas GFR diperantai oleh masukan sistem saraf simpatis ke
arteriol aferen ditujukan untuk mengatur tekanan darah arteri. Sistem parasimpatis tidak menimbulkan pengaruh apapun pada ginjal(Sherwood, 2008)
Jika volume plasma turun (akibat pendarahan) tekanan darah arteri menurun terdeteksi oleh baroresptor arkus aorta dan sinus karotikus saraf simpatis meningkatkan tekanan darah . Respon tersebut diperankan oleh peranan kardiovaskular
Kompensasi dari hal diatas adalah reduksi pengeluaran urin, sehingga banyak cairan yang tertahan di dalam tubuh, penurunan ini diperantai oleh GFR, jika cairan yang difiltrasi lebih sedikit, cairan yang untuk eksresi juga sedikit.
25
Peranan Sistem Renin Angiotensinogen Aldosteron
Di tubulus proksimal dan lengkung henle, persentasereabsorpsi NA+ yang difiltrasi bersifat konstan, sebesar apapun kadar Na+. Reabsorpsi Na+ di distal tubulus berada di bawah kontrol hormon.
Apabila terlalu banyak Na+, hanya sedikit dari Na+ yang terkontrol ini direabsorpsi bahakan Na+ dikeluarkan bersama urin.
Apabila terlalu kekurangan Na+, sebagian besar dari Na+ dikontrol untuk direabsorpsikan sehingga Na+ yang seharusnya dikeluarkan melalui urin, dapat dihemat ole tubuh.
26
III. Memahami tentang Glomerulonefritis
Definisi Glomerulonefritis
Glomerulonefritis adalah nefritis yang disertai peradangan lekungan kapiler dalam
glomerulus ginjal. Ini dapat terjadi dalam bentuk akut, subakut, dan kronik dan bisa
sekunder terhadap infeksi streptokokus hemolitikus. Tanda juga mendukung
kemungkinan adanya mekanisme imun atau autoimun (Dorland, 2002)
Glomerulonefritis akut paska-streptokokus (GNAPS) adalah suatu proses radang non-
supuratif yang mengenai glomeruli, sebagai akibat infeksi kuman streptokokus beta
hemolitikus grup A, tipe nefritogenik di tempat lain. Penyakit ini sering mengenai
anak-anak. (www.pediatric.com)
Etiologi Glomerulonefritis
Penyebab yang tepat infeksi ini tidak diketahui. Apa yang diketahui adalah bahwa
infeksi glomerulonefritis sering berikut infeksi lainnya, terutama pada saluran
pernapasan bagian atas seperti infeksi streptokokus. Glomerulonephritis biasanya
terjadi pada anak-anak sekitar satu sampai empat minggu setelah infeksi streptokokus
pada tenggorokan. Ada periode laten lima hari sampai enam minggu antara infeksi
dan timbulnya nefritis (radang ginjal)
Epidemiologi Glomerulonefritis
Dalam GN, ada laki-laki lebih mendapatkan kondisi dengan rasio 2:1. Hal ini
terutama menimpa anak-anak dan remaja muda, (5-15 tahun), sedangkan porsi yang
lebih kecil, 10% terjadi pada pasien di atas 40 tahun. Bagaimanapun dapat diperoleh
pada setiap waktu dalam jangka hidup. Statistik GN di Amerika Serikat akan
mengungkapkan bahwa penyakit glomerular, ada 10-15% representasi
GN(Papanagnou, 2008). Immunoglobulin A (IgA) nefropati GN adalah penyebab
27
paling umum dari GN seluruh dunia. Meskipun telah ada penurunan kejadian GN
poststreptococal di sebagian besar negara-negara barat, masih jauh lebih umum di
daerah seperti Afrika, Karibia, India, Pakistan, Malaysia, Papua Nugini, dan Amerika
Selatan.
Klasifikasi Glomerulonefritis
Glomerulonefritis dibagi menjadi dua:
Glomerulonefritis Akut ( GNA )
Glomerulonefritis akut adalah peradangan glomerulus secara mendadak.
Sering ditemukan pada usia 3-7 tahun.
Glomerulusnefritis Kronik (GNK )
Glomerulonefritis kronik adalah peradangan yang lama dari sel –sel
glomerulus. Kelainan ini dapat terjadi akibat glomerulonefritis akut tidak
membaik atau timbul secara spontan. Diagnosis klinis berdasarkan
ditemukannya hematuria dan proteinuria yang menetap.
Glomerulonefritis berdasarkan gambaran histologis
Glomerulonefritis Non-Proliferatif
Glomerulonefritis Lesi Minimal (GNLM)
GNLM merupakan salah satu jenis yang dikaitkan dengan sindrom
nefrotik dan disebut pula sebagai nefrosis lupoid. Pemeriksaan dengan
mikroskop cahaya dan IF menunjukan gambaran glomerulus yang
normal. Pada pemeriksaan mikroskop elektron menunjukan hilangnya
foot processes sel epitel viseral glomerulus.
Glomerulosklerosis Fokal dan Segmental (GSFS)
28
Secara klinis memberikan gambaran
sindrom nefrotik dengan gejala
proteinuria masif, hipertensi, hematuri,
dan sering disertai gangguan fungsi
ginjal. Pemeriksaan mikroskop cahaya
menunjukan sklerosis glomerulus yang
mengenai bagian atau segmen tertentu. Obliterasi kapiler glomerus
terjadi pada segmen glomerulus dan dinding kapiler mengalami
kolaps. Kelainan ini disebut hialinosis yang terdiri dari IgM dan
komponen C3. Glomerulus yang lain dapat normal atau membesar dan
pada sebagian kasus ditemukan penambahan sel.
Glomerulonefritis Membranosa (GNMN)
GNMN atau nefropati membranosa
sering merupakan penyebab sindrom
nefrotik. Pada sebagian besar kasus
penyebabnya tidak diketahui
sedangkan yang lain dikaitkan
dengan LES, infeksi hepatitis virus
B atau C, tumor ganas, atau akibat obat misalnya preparat emas,
penisilinamin, obat anti inflamasi non-steroid. Pemeriksaan mikroskop
IF ditemukan deposit IgG dan komplemen C3 berbentuk granular pada
dinding kapiler glomerulus. Dengan pewarnaan khusus tampak
konfigurasi spike-like pada MBG. Gambaran histopatologi pada
mikroskop cahaya, IF dan mikroskop elektronsangat tergantung pada
stadium penyakitnya.
29
Glomerulonefritis Ploferatif
Tergantung lokasi keterlibatan dan gambaran histopatologi dapat dibedakan
menjadi GN menjadi :
GN membranoproliferatif (GNMP)
GN mesangioproliferatif (GNMsP)
GN kresentik
Nefropati IgA dan nefropati IgM juga dikelompokkan dalam GN proliferatif .
Pemeriksaan mikroskop cahaya GNMP memperlihatkan proliferasi sel
mesangial dan infiltrasi leukosit serta akumulasi matrik ekstraselular. Infiltarsi
makrofag ditemukan pada glomerulus dan terjadi penebalan MBG serta
double contour . Pada mikroskop IF ditemukan endapan IgM, IgG, dan C3
pada dinding kapiler yang berbentuk granular. (Sudoyo et all, 2009)
Patofisiologi dan Patogenesis Glomerulonefritis
Patogenesis
Dari hasil penyelidikan klinis imunologis dan percobaan pada binatang menunjukkan
adanya kemungkinan proses imunologis sebagai penyebab glomerulonefritis akut.
Beberapa ahli mengajukan hipotesis sebagai berikut :
1. Terbentuknya kompleks antigen-antibodi yang melekat pada
membrane basalis glomerulus dan kemudian merusaknya.
2. Proses auto imun kuman streptococcus yang nefritogen dalam tubuh
menimbulkan badan auto-imun yang merusak glomerulus.
3. Streptococcus nefritogen dengan membrane basalis glomerulus
mempunyai komponen antigen yang sama sehingga dibentuk zat anti yang
langsung merusak membrana basalis ginjal.
Patofisiologi
30
Pada dasarnya bukan sterptococcus yang menyebabkan kerusakan pada ginjal.
Diduga terdapat suatu antibodi yang ditujukan terhadap suatu antigen khusus yang
merupakan unsur membran plasma sterptococcal yang spesifik. Sehingga
terbentuklah suatu kompleks antigen-antibodi di dalam darah dan bersirkulasi ke
dalam glomerolus tempat kompleks tersebut secara mekanis terperangkap dalam
membran basalis (komponen penyusun membrana basalis pada glomerolus memiliki
kemiripan dengan komponen penyusun streptococcus). Selanjutnya komplemen akan
terfiksasi mengakibatkan lesi dan peradangan yang menarik leukosit
polimorfonuklear (PMN) dan trombosit menuju tempat lesi. Fagositosis dan
pelepasan enzim lisosom juga merusak endotel dan membrana basalis glomerulus
(IGBM). Sebagai respon terhadap lesi yang terjadi, timbul proliferasi sel-sel endotel
yang diikuti dengan sel-sel mesangium dan selanjutnya sel-sel epitel. Semakin
meningkatnya kebocoran kapiler pada glomerolus akan menyebabkan protein dan sel
darah merah dapat keluar ke dalam urine yang sedang dibentuk oleh ginjal, sehingga
mengakibatkan proteinuria dan hematuria. Kompleks komplemen antigen-antibodi
inilah yang terlihat sebagai nodul-nodul sub epitel pada mikroskop elektron dan
sebagai bentuk granular dan berbungkah-bungkah pada mikroskop imunofluoresensi.
Pada pemeriksaan mikroskop cahaya glomerolus tampak membengkak dan
hiperseluler disertai invasi PMN. (IKA-UI, 1997)
31
Menurut penelitian yang telah dilakukan oleh para ahli penyebab infeksi pada
glomerolus akibat dari reaksi hipersensivitas tipe III. Kompleks imun (antigen-
antibodi yang timbul dari infeksi) mengendap di membran basalis glomerulus.
Aktivasi komplemenlah yang menyebabkan destruksi pada membran basalis
glomerulus.
Kompleks-kompleks ini mengakibatkan komplemen yang dianggap merupakan
mediator utama pada cedera. Saat sirkulasi melalui glomerulus, kompleks-kompleks
ini dapat tersebar dalam mesangium, dilokalisir pada sub endotel membrana basalis
glomerolus itu sendiri, atau menembus membrana basalis dan terperangkap pada sisi
epitel. Baik antigen atau antibodi dalam kompleks ini tidak mempunyai hubungan
imunologis dengan komponen glomerulus. Pada pemeriksaan mikroskop elektron
cedera kompleks imun, ditemukan endapan-endapan terpisah atau gumpalan
karateristik pada mesangium, sub endotel, dan epitel membranosa. Dengan
miskroskop imunofluoresensi terlihat pula pola nodular atau granular serupa, dan
molekul antibodi seperti IgG, IgM atau IgA serta komponen-komponen komplomen
seperti C3, C4 dan C2 sering dapat diidentifikasi dalam endapan-endapan ini. Antigen
spesifik yang dilawan oleh imunoglobulin ini terkadang dapat diidentifikasi.
32
Hipotesis lain yang sering disebut adalah neuraminidase yang dihasilkan oleh
Streptococcus, merubah IgG menjadi autoantigenic. Akibatnya, terbentuklah
autoantibodi terhadap IgG yang telah berubah tersebut. Selanjutnya terbentuk
kompleks imun dalam sirkulasi darah yang kemudian mengendap di ginjal.
Streptokinase yang merupakan sekret protein, diduga juga berperan pada terjadinya
GNAPS. Sreptokinase mempunyai kemampuan merubah plasminogen menjadi
plasmin. Plasmin ini diduga dapat mengaktifkan sistem komplemen sehingga terjadi
cascade dari sistem komplemen.
Pola respon jaringan tergantung pada tempat deposit dan jumlah kompleks yang
dideposit. Bila terutama pada mesangium, respon mungkin minimal, atau dapat
terjadi perubahan mesangiopatik berupa proliferasi sel-sel mesangial dan matriks
yang dapat meluas diantara sel-sel endotel dan membrana basalis, serta menghambat
fungsi filtrasi simpai (kapsula Bowman) kapiler. Jika kompleks terutama terletak sub
endotel atau sub epitel, maka respon cenderung berupa glomerulonefritis difusa,
seringkali dengan pembentukan bulan sabit epitel. Pada kasus penimbunan kronik
komplek imun sub epitel, maka respon peradangan dan proliferasi menjadi kurang
nyata, dan membrana basalis glomerolus berangsur-angsur menebal dengan
masuknya kompleks-kompleks ke dalam membrana basalis baru yang dibentuk pada
sisi epitel.
Mekanisme yang bertanggung jawab terhadap perbedaan distribusi deposit kompleks
imun dalam glomerulus sebagian besar tidak diketahui, walaupun demikian ukuran
dari kompleks tampaknya merupakan salah satu determinan utama. Kompleks-
kompleks kecil cenderung menembus simpai kapiler, mengalami agregasi, dan
berakumulasi sepanjang dinding kapiler berada di bawah epitel, sementara kompleks-
kompleks berukuran sedang tidak sedemikian mudah menembus membrana basalis,
tetapi cenderung masuk ke mesangium. Kompleks juga dapat berlokalisasi pada
tempat-tempat lain.
Jumlah antigen pada beberapa penyakit deposit kompleks imun terbatas, misalnya
antigen bakteri dapat dimusnahkan dengan mekanisme pertahanan penjamu atau
33
dengan terapi spesifik. Pada keadaan demikian, deposit kompleks-kompleks imun
dalam glomerolus terbatas dan kerusakan dapat ringan dan berlangsung singkat,
seperti pada glomerulonefritis akut post steroptococcus.
(Price et.al, 1995; IKA-UI, 1997)
Manifestasi Klinis Glomerulonefritis
Gambaran klinis GNA adalah hematuria, oliguria, edema ringan yang terbatas
disekitar mata atau seluruh tubuh, dan hipertensi. Dapat pula timbul gejala
gastrointestinal seperti muntah, tidak ada nafsu makan, konstipasi, dan diare. Bila
terdapat ensefalopati hipertensif dapat timbul sakit kepala, kejang dan kesadaran
menurun. Pada pemeriksaan laboratorium ditemukan laju endap darah meninggi, dan
kadar hemoglobin menurun akibat hipervolemia. Pada pemeriksaan urin, jumlah urin
berkurang, berat jenis meninggi, hematuria mikroskopik, dan ditemukan albumin (+),
eritrosit (++), leukosit (+), silinder leukosit, eritrosit dan hialin. Disertai pula
peningkatan ureum dan kreatinin darah.
Diagnosis
Pemeriksaan Fisik
Adanya gross hematuri (urin yang berwarna seperti teh), dengan atau tanpa edema
(paling mudah terlihat edema periorbital atau mata tampak sembab), pada kasus
yang agak berat dapat timbul gangguan fungsi ginjal biasanya berupa retensi natrium
dan urin. Gejala lain yang muncul tidak spesifik. Bila disertai dengan
hipertensi, dapat timbul nyeri kepala. Demam tidak selalu ada. Pada kasus berat (GN
destruktif) dapat timbul proteinuria masif (sindrom nefrotik), edema anasarka atau
asites, dan berbagai gangguan fungsi ginjal yang berat.
1. Sindrom Nefritis Akut
34
a. Gejala yang timbul adalah edema, hematuria, dan hipertensi dengan atau
tanpa klinis GN.
b. 95% kasus klinis memiliki 2 manifestasi, dan 40% memiliki semua
manifestasi akut nefritik sindrom
2. Edema
a. Edema tampak pada 80-90% kasus dan 60% menjadi keluhan saat ke dokter
b. Terjadi penurunan aliran darah yang bermanifestasi sedikit eksresi natrium dan
urin menjadi terkonsentrasi. Adanya retensi natrium dan air ini menyebabkan
terjadinya edema.
3. Hipertensi
a. Hipertensi muncul dalam 60-80% kasus dan biasanya pada orang yang lebih besar.
b. Pada 50% kasus, hipertensi bisa menjadi berat.
c. Jika ada hipertensi menetap, hal tersebut merupakan petunjuk progresifitas ke
arah lebih kronis atau bukan merupakan GN.
d. Hipertensi disebabkan oleh retensi natrium dan air yang eksesif.
e. Meskipun terdapat retensi natrium, kadar natriuretic peptida dalam plasma
meningkat.
f. Aktivitas renin dalam plasma rendah.
g. Ensefalopati hipertensi ada pada 5-10% pasien,biasanya tanpa defisit
neurologis.
4. Oliguria
a. Tampak pada 10-50% kasus, pada 15% output urin <200ml.
35
b. Oliguria mengindikasikan bentuk cresentic yang berat.
c. Biasanya transien, dengan diuresis 1-2 minggu.
5. Hematuria
a. Muncul secara umum pada semua pasien.
b. 30% gross hematuria.
6. Disfungsi ventrikel kiri
a. Disfungsi ventrikel kiri dengan atau tanpa hipertensi atau efusi perikardium dapat
timbul pada kongestif akut dan fase konvalesen.
b. Pada kasus yang jarang, GN dapat menunjukkan gejala perdarahan
pulmonal.
Pemeriksaan Penunjang
a) Laboratorium
Adanya infeksi streptokokus harus dicari dengan melakukan biakan
tenggorok dan kulit. Biakan mungkin negatif apabila telah diberikan
antimikroba. Beberapa uji serologis terhadap antigen streptokokus dapat
dipakai untuk membuktikan adanya infeksi streptokokus, antara lain
antistreptozim, ASTO, antihialuronidase, dan anti Dnase B. Skrining
antistreptozim cukup bermanfaat oleh karena mampu mengukur antibodi
terhadap beberapa antigen streptokokus. Titer anti streptolosin O meningkat pada
75-80% pasien dengan glomerulonefritis akut pasca streptokokus dengan faringitis,
meskipun beberapa strain streptokokus tidak memproduksi streptolisin O. Bila
semua uji dilakukan uji serologis dilakukan, lebih dari 90% kasus menunjukkan
adanya infeksi streptokokus.
36
Titer ASTO meningkat pada hanya 50% kasus glomerulonefritis akut
pascastreptokokus atau pascaimpetigo, tetapi antihialuronidase atau antibodi yang
lain terhadap antigen streptokokus biasanya positif. Pada awal penyakit titer antibodi
streptokokus belum meningkat, hingga sebaiknya uji titer dilakukan secara
seri. Kenaikan titer 2-3 kali lipat berarti adanya infeksi. Tetapi , meskipun
terdapat bukti adanya infeksi streptokokus, hal tersebut belum bdapat
memastikan bahwa glomerulonefritis tersebut benar-benar disebabkan karena
infeksi streptokokus. Gejala klinis dan perjalanan penyakit pasien penting untuk
menentukan apakah biopsi ginjal memang diperlukan.
Titer antibodi streptokokus positif pada >95 % pasein faringitis, dan 80% pada
pasien dengan infeksi kulit. Antistreptolisin, antinicotinamid dinucleotidase
(anti-NAD), antihyaluronidase (Ahase) dan anti-DNAse B positif setelah
faringitis. Titer antibodi meningkat dalam 1 minggu puncaknya pada satu bulan dan
akan menurun setelah beberapa bulan.
Pada pemeriksaan serologi didapatkan penurunan komponen serum CH50 dan
konsentrasi serum C3. Penurunan C3 terjadi ada >90% anak dengan GN. Pada
pemeriksaan kadar komplemen, C3 akan kembali normal dalam 3 hari atau
paling lama 30 hari setelah onset.
Peningkatan BUN dan kreatinin. Peningkatannya biasanya transien. Bila
peningkatan ini menetap beberapa minggu atau bulan menunjukkan pasien
bukan GN akut sebenarnya. Pasien yang mengalami bentuk kresentik GN mengalami
perubahan cepat, dan penyembuhan tidak sempurna. Adanya hiperkalemia dan
asidosis metabolik menunjujjan adanya gangguan fungsi ginjal. Selain itu
didapatkan juga hierfosfatemi dan Ca serum yang menurun.
Pada urinalisis menggambarkan abnormalitas, hematuria dan proteinuria
muncul pada semua kasus. Pada sedimen urin terdapat eritrosit, leukosit,
granular. Terdapat gangguan fungsi ginjal sehingga urin menjadi lebih
37
terkonsentrasi dan asam. Ditemukan juga glukosuria. Eritrosit paling baik
didapatkan pada urin pagi hari, terdapat 60-85% pada anak yang dirawat di RS.
Hematuria biasanya menghilang dalam waktu 3-6 bulan dan mungkin dapat bertahan
18 bulan. Hematuria mikroskopik dapat muncul meskipun klinis sudah
membaik. Proteinuria mencapai nilai +1 sampai +4, biasanya menghilang dalam
6 bulan. Pasien dengan proteinuria dalam nephrotic-range dan proteinuria berat
memiliki prognosis buruk.
Pada pemeriksaan darah tepi gambaran anemia didapatkan,anemia normositik
normokrom.
b) Pemeriksaan Patologi Anatomi
Makroskopis ginjal tampak agak membesar, pucat dan terdapat titik-titik perdarahan
pada korteks. Mikroskopis tampak hampir semua glomerulus terkena, sehingga dapat
disebut glomerulonefritis difus. Tampak proliferasi sel endotel glomerulus yang keras
sehingga mengakibatkan lumen kapiler dan ruang simpai Bowman menutup. Di
samping itu terdapat pula infiltrasi sel epitel kapsul, infiltrasi sel polimorfonukleus
dan monosit. Pada pemeriksaan mikroskop elektron akan tampak membrana basalis
menebal tidak teratur. Terdapat gumpalan humps di subepitelium yang mungkin
dibentuk oleh globulin-gama, komplemen dan antigen Streptococcus.
Histopatologi gelomerulonefritis dengan mikroskop cahaya pembesaran 20x
Keterangan Gambar:
38
Gambar diambil dengan menggunakan mikroskop cahaya (hematosylin dan
eosin dengan pembesaran 25x). Gambar menunjukkan pembearan glomerular
yang membuat pembesaran ruang urinary dan hiperselluler. Hiperselluler
terjadi karnea proliferasi dari sel endogen dan infiltasi lekosit PMN.
Histopatologi glomerulonefritis dengan mikroskop cahaya pembesaran 40x
Histopatologi glomerulonefritis dengan mikroskop electron
Keterangan Gambar:
Gambar diambil dengan menggunakan mikroskop electron. Gambar
menunjukjan proliferadi dari sel endothel dan sel mesangial juga infiltrasi
lekosit yang bergabung dnegan deposit electron di subephitelia.(lihat tanda
panah)
39
Histopatologi glomerulonefritis dengan immunofluoresensi
Keterangan Gambar:
Gambar diambil dengan menggunakan mikroskop immunofluoresensi dengan
pembesaran 25x. Gambar menunjukkan adanya deposit immunoglobulin G
(IgG) sepanjang membran basalis dan mesangium dengan gambaran ”starry
sky appearence”.
(Price et.al, 1995)
c) Pemeriksaan Pencitraan
a. Foto toraks dapat menunjukkan Congestif Heart Failure.
b. USG ginjal biasanya menunjukkan ukuran ginjal yang normal.
d) Biopsi Ginjal
Biopsi ginjal diindikasikan bila terjadi perubahan fungsi ginjal yang
menetap, abnormal urin dalam 18 bulan, hipokomplemenemia yang menetap, dan
terjadi sindrom nefrotik.
Diagnosa Banding
Sindrom Nefrotik
Nefropati IgA
40
Nefritis lupus
Nefritis Henoch Schonlein
Penatalaksanaan Glomerulonefritis
Tidak ada pengobatan yang khusus yang mempengaruhi penyembuhan kelainan di
glomerulus.
1. Istirahat mutlak selama 3-4 minggu. Dulu dianjurkan istirahat mutlah
selama 6-8 minggu untuk memberi kesempatan pada ginjal untuk menyembuh. Tetapi
penyelidikan terakhir menunjukkan bahwa mobilisasi penderita sesudah 3-4 minggu
dari mulai timbulnya penyakit tidak berakibat buruk terhadap perjalanan penyakitnya.
2. Pemberian penisilin pada fase akut. Pemberian antibiotika ini tidak
mempengaruhi beratnya glomerulonefritis, melainkan mengurangi menyebarnya
infeksi Streptococcus yang mungkin masih ada. Pemberian penisilin ini dianjurkan
hanya untuk 10 hari, sedangkan pemberian profilaksis yang lama sesudah nefritisnya
sembuh terhadap kuman penyebab tidak dianjurkan karena terdapat imunitas yang
menetap. Secara teoritis seorang anak dapat terinfeksi lagi dengan kuman nefritogen
lain, tetapi kemungkinan ini sangat kecil sekali. Pemberian penisilin dapat
dikombinasi dengan amoksislin 50 mg/kg BB dibagi 3 dosis selama 10 hari. Jika
alergi terhadap golongan penisilin, diganti dengan eritromisin 30 mg/kg BB/hari
dibagi 3 dosis.
3. Makanan. Pada fase akut diberikan makanan rendah protein (1 g/kgbb/hari)
dan rendah garam (1 g/hari). Makanan lunak diberikan pada penderita dengan suhu
tinggi dan makanan biasa bila suhu telah normal kembali. Bila ada anuria atau
muntah, maka diberikan IVFD dengan larutan glukosa 10%. Pada penderita tanpa
komplikasi pemberian cairan disesuaikan dengan kebutuhan, sedangkan bila ada
komplikasi seperti gagal jantung, edema, hipertensi dan oliguria, maka jumlah cairan
yang diberikan harus dibatasi.
4. Pengobatan terhadap hipertensi. Pemberian cairan dikurangi, pemberian
sedativa untuk menenangkan penderita sehingga dapat cukup beristirahat. Pada
41
hipertensi dengan gejala serebral diberikan reserpin dan hidralazin. Mula-mula
diberikan reserpin sebanyak 0,07 mg/kgbb secara intramuskular. Bila terjadi diuresis
5-10 jam kemudian, maka selanjutnya reserpin diberikan peroral dengan dosis rumat,
0,03 mg/kgbb/hari. Magnesium sulfat parenteral tidak dianjurkan lagi karena
memberi efek toksis.
5. Bila anuria berlangsung lama (5-7 hari), maka ureum harus dikeluarkan dari
dalam darah dengan beberapa cara misalnya dialisis pertonium, hemodialisis, bilasan
lambung dan usus (tindakan ini kurang efektif, tranfusi tukar). Bila prosedur di atas
tidak dapat dilakukan oleh karena kesulitan teknis, maka pengeluaran darah vena pun
dapat dikerjakan dan adakalanya menolong juga.
A. diurektikum dulu tidak diberikan pada glomerulonefritis akut, tetapi akhir-
akhir ini pemberian furosemid (Lasix) secara intravena (1 mg/kgbb/kali) dalam 5-10
menit tidak berakibat buruk pada hemodinamika ginjal dan filtrasi glomerulus
(Repetto dkk, 1972).
B. Bila timbul gagal jantung, maka diberikan digitalis, sedativa dan oksigen.
6. Kortikosteroid efektif pada beberapa tipe GN karena dapat menghambat
sitokin inflamasi seperti IL-1a atau TNF-a dan aktivitas transkripsi NFkb yang
berperan pada patogenesis GN. pada GNLM ( glomelurus nefritis lesi minimal )
prednison di berikan 0,5-1 mg/kg berat badan / hari selama 6-8 minggu kemudian di
turunkan secara bertahap dapat di gunakan untuk pengobatan pertama. pada GSFS
( glomerulusklerosis fokal dan segmental ) di berikan kortikostreoid dengan dosis
yang sama sampai 6 bulan dan dosis di turunkan setelah 3 bulan pengobatan. pada
GN yang resisten terhadap steroid dapat di ganti dengan pilihan siklofosfamid atau
siklosporin dan mefotil mikofenolat merupakan pilihan terapi.
Pencegahan Glomerulonefritis
Terapi antibiotik sistematik pada awal infeksi streptokokus tenggorokan dan
kulit tidak akan menghilangkan resiko glomerulonefritis. anggota keluarga penderita
dengan glumerulonefritis akut harud di biak untuk streptococus beta-hemolitikus
group A dan di obati jika biakan positif
42
Komplikasi Glomerulonefritis
Glomerulonefritis kronik sebagai kelanjutan dari glomerulonefritis
akut yang tidak mendapat pengobatan secara tuntas.
Gagal ginjal akut dengan manifestasi oliguria sampai anuria yang
dapat berkurangnya filtrasi glomerulus. Gambaran seperti insufiiensi ginjal
akut dengan uremia, hiperfosfatemia, hiperkalemia. Walaupun oliguria atau
anuria yang lama jarang terdapat pada anak, jika hal ini terjadi diperlukan
peritoneum dialysis (bila perlu).
Enselopati hipertensi merupakan gejala serebrum karena hipertensi.
Terdapat gejala berupa gangguan penglihatan, pusing, muntah dan kejang-
kejang. Hal ini disebabkan karena spasme pembuluh darah local dengan
anoksia dan edema otak.
Gangguan sirkulasi berupa dispnea, ortopnea, terdapatnya ronkhi
basah, pembesaran jantung dan meningginya tekanan darah yang buka saja
disebabkan spasme pembuluh darah, tetapi juga disebabkan oleh
bertambahnya volume plasma. Jantung dapat membesar dan terjadi gagal
jantung akibat hipertensi yang menetap dan kelainan di miokardium.
Anemia yang timbul karena adanya hipovolemia disamping sintesis
eritropoetik yang menurun.
Oliguria sampai anuria yang dapat berlangsung 2-3 hari. Terjadi sebagia
akibat berkurangnya filtrasi glomerulus. Gambaran seperti insufisiensi ginjal
akut dengan uremia, hiperkalemia, hiperfosfatemia dan hidremia. Walau
aliguria atau anuria yang lama jarang terdapat pada anak, namun bila hal ini
terjadi maka dialisis peritoneum kadang-kadang di perlukan.
Prognosis Glomerulonefritis
43
Penyembuhan sempurna dapat terjadi pada 95% anak dengan glomerulonefritis
pasca streptococcus akut. Tidak adabukti bahwa terjadi pemburukan menjadi
glomerulonefritis kronik. Mortalitas dapat dihindarkan dengan manajemen yang
tepat pada gagal ginjal. Kekambuhan sangat jarang terjadi.
Sebagian besar pasien akan sembuh, tetapi 5% diantaranya mengalami perjalanan
penyakit yang memburuk dengan cepat. Diuresis akan menjadi normal kembali
pada hari ke 7-10 Fungsi ginjal(ureum dan kreatinin) membaik dalam 1 minggu
dan menjadi normal dalam waktu 3-4 minggu. kimia darah menjadi normal pada
minggu ke 2 dan hematuria mikroskopik atau makroskopik dapat menetap selama
4-6 minggu. LED meninggi terus sampai kira-kira 3 bulan, protein sedikit dalam
urine dan dapat menetap untuk beberapa bulan. Penderita yang tetap
menunjukkan kelainan urine selama 1 tahun dianggap menderita penyakit
glomerulonefritis kronik, walaupun dapat terjadi penyembuhan sempurna. LED
digunakan untuk mengukur progresivitas penyakit ini, karena umumnya tetap
tinggi pada kasus-kasus yang menjadi kronis. Diperkirakan 95 % akan sembuh
sempurna, 2% meninggal selama fase akut dari penyakit ini dan 2% menjadi
glomerulonefritis kronis.
IV. Memahami Pandangan Fiqh tentang Thaharah, Urin dan Darah
Thaharah (طهارة) dalam bahasa Arab bermakna An-Nadhzafah (النظافة), yaitu
kebersihan. Namun yang dimaksud disini tentu bukan semata kebersihan.
Thaharah dalam istilah para ahli fiqih adalah :
mencuci anggota tubuh tertentu dengan cara tertentu.
mengangkat hadats dan menghilangkan najis.
44
Pengertian Thaharah
Thaharah atau bersuci menduduki masalah penting dalam Islam. Boleh dikatakan
bahwa tanpa adanya thaharah, ibadah kita kepada Allah SWT tidak akan diterima.
Sebab beberapa ibadah utama mensyaratkan thaharah secara mutlak. Tanpa
thaharah, ibadah tidak sah. Bila ibadah tidak sah, maka tidak akan diterima Allah.
Kalau tidak diterima Allah, maka konsekuensinya adalah kesia-siaan.
Thaharah menduduki masalah penting dalam Islam. Boleh dikatakan bahwa tanpa
adanya thaharah, ibadah kita kepada Allah SWT tidak akan diterima. Sebab
beberapa ibadah utama mensyaratkan thaharah secara mutlak. Tanpa thaharah,
ibadah tidak sah. Bila ibadah tidak sah, maka tidak akan diterima Allah. Kalau
tidak diterima Allah, maka konsekuensinya adalah kesia-siaan.
Pembagian Jenis Thaharah
Kita bisa membagi thaharah secara umum menjadi dua macam pembagian yang
besar.
1. Thaharah Hakiki
Thaharah secara hakiki maksudnya adalah hal-hal yang terkait dengan kebersihan
badan, pakain dan tempat shalat dari najis. Boleh dikatakan bahwa thaharah
secara hakiki adalah terbebasnya seseorang dari najis. Seorang yang shalat dengan
memakai pakaian yang ada noda darah atau air kencing, tidak sah shalatnya.
Karena dia tidak terbebas dari ketidaksucian secara hakiki.Thaharah secara hakiki
bisa didapat dengan menghilangkan najis yang menempel, baik pada badan,
pakaian atau tempat untuk melakukan ibadah ritual. Caranya bermacam-macam
tergantung level kenajisannya. Bila najis itu ringan, cukup dengan memercikkan
air saja, maka najis itu dianggap telah lenyap. Bila najis itu berat, harus dicuci
dengan air 7 kali dan salah satunya dengan tanah. Bila najis itu pertengahan,
45
disucikan dengan cara mencucinya dengan air biasa, hingga hilang warna
najisnya. Dan juga hilang bau najisnya. Dan juga hilang rasa najisnya.
2. Thaharah Hukmi
Thaharah secara hukmi maksudnya adalah sucinya kita dari hadats, baik hadats
kecil maupun hadats besar (kondisi janabah). Thaharah secara hukmi tidak terlihat
kotornya secara pisik. Bahkan boleh jadi secara pisik tidak ada kotoran pada diri
kita. Namun tidak adanya kotoran yang menempel pada diri kita, belum tentu
dipandang bersih secara hukum. Bersih secara hukum adalah kesucian secara
ritual. Seorang yang tertidur batal wudhu’-nya, boleh jadi secara pisik tidak ada
kotoran yang menimpanya. Namun dia wajib berthaharah ulang dengan cara
berwudhu’ bila ingin melakukan ibadah ritual tertentu seperti shalat, thawaf dan
lainnya.
Demikian pula dengan orang yang keluar mani. Meski dia telah mencuci maninya
dengan bersih, lalu mengganti bajunya dengan yang baru, dia tetap belum
dikatakan suci dari hadats besar hingga selesai dari mandi janabah. Jadi secara
thaharah secara hukmi adalah kesucian secara ritual, dimana secara pisik memang
tidak ada kotoran yang menempel, namun seolah olah dirinya tidak suci untuk
melakukan ritual ibadah.
Thaharah secara hukmi dilakukan dengan berwudhu’ atau mandi janabah.
Najis (Najasah) menurut bahasa artinya adalah kotoran. Dan menurut
Syara' artinya adalah sesuatu yang bisa mempengaruhi Sahnya Sholat. Seperti
air kencing dan najis-najis lain sebagainya.
Najis itu dapat dibagi menjadi Tiga Bagian :
1. Najis Mughollazoh. ( ــة� ـــظـ� ــخـــلـ� ( م�
46
Yaitu Najis yang berat. Yakni Najis yang timbul dari Najis Anjing dan
Babi.
2. Najis Mukhofafah
Ialah najis yang ringan, seperti air kencing Anak Laki-laki yang usianya
kurang dari dua tahun dan belum makan apa-apa, selain air Susu Ibunya.
Cara membersihkannya, cukup dengan memercikkan air bersih pada benda
yang terkena Najis tersebut sampai bersih betul. Kita perhatikan Hadits
dibawah ini :
م غ�ــال� الـ� ل ـو� بـ� من� ش� ر� يـ� و� ، ـة يـ� ار ج� الـ� ل ـو� بـ� من� ـل� ـغ�س يـ�
"Barangsiapa yang terkena Air kencing Anak Wanita, harus dicuci. Dan
jika terkena Air kencing Anak Laki-laki. Cukuplah dengan memercikkan
Air pada nya". (H.R. Abu Daud dan An-Nasa'iy)
Tapi tidak untuk kencing anak perempuan, karena status kenajisannya sama
dengan Najis Mutawassithah ( ـــة� ــطـ� س ـــتــــو� ( م�
3. Najis Mutawassithah ( ـــة� ــطـ� س ـــتــــو� ( م�
Ialah Najis yang sedang, yaitu kotoran Manusia atau Hewan, seperti Air
kencing, Nanah, Darah, Bangkai, minuman keras ; arak, anggur, tuak dan
sebagainya (selain dari bangkai Ikan, Belalang, dan Mayat Manusia). Dan
selain dari Najis yang lain selain yang tersebut dalam Najis ringan dan berat.
Hadist yang menerangkan tentang najisnya air kencing dan cara
mensucikananya:
47
Dari Anas bin Malik –radiyallahu ‘anhu-, dia berkata, “Pernah datang
seorang arab Badui, lalu dia kencing di pojok masjid, kemudian orang-
orang menghardiknya, dan Rasulullah menahan hardikan mereka.
Ketika dia telah menyelesaikan kencingnya, maka Nabi –shallallahu
‘alaihi wa sallam- pun memerintahkan (untuk mengambil) seember air,
lalu beliau siramkan ke tempat itu” (Muttafaqun ‘Alaihi)
Faedah Hadits
1. Air kencing (manusia) itu najis, dan wajib mensucikan tempat yang
mengenainya baik itu badan, pakaian, wadah, tanah, atau selainnya.
2. Cara mensucikan air kencing yang ada di tanah adalah
menyiramkannya dengan air, dan tidak disyaratkan memindahkan debu
dari tempat itu baik sebelum menyiramnya maupun setelahnya. Hal serupa
(penyuciannya) dengan air kencing adalah (penyucian) najis-najis lainnya,
dengan syarat najis-najis tersebut tidak berbentuk padatan.
Daftar Pustaka
Robbins, Stanley L. 2007. Buku Ajar Patologi Robbins, Volume 2 Edisi 7. Jakarta:
EGC
Sloane, Ethel. 2003. Anatomi dan Fisiologi untuk Pemula. Jakarta: EGC
48
Snell, Richard S. 2006. Anatomi Klinik untuk Mahasiswa Kedokteran. Jakarta: EGC
Price, Sylvia A. 2005. Patofisiologi: Konsep Klinis Proses-proses Penyakit, Volume 2
Edisi 6. Jakarta: EGC
Dorland, W. A. Newman. 2006. Kamus Kedokteran Dorland, Edisi 29. Jakarta: EGC
Ganong, William F. 2002. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran, Edisi 20. Jakarta: EGC
Gartner, Leslie P. & James L. Hiatt. 2007. Color Atlas of Histology, Fourth Edition.
Baltimore, Maryland: Lippincott Williams & Wilkins
Idrus, Alwi dkk. 2006. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam, Jilid I Edisi IV. Jakarta:
Pusat Penerbitan IPD FKUI
Leeson, C. Roland. 1996. Buku Ajar Histologi, Edisi V. Jakarta: EGC
Sudoyo,Aru W.2009.Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid II Edisi V.Jakarta:Pusat
Penerbitan Departemen IPD FKUI.
Sherwood, Lauralee (2008). “ Human physiology: from cells to systems “. 7th ed. pp
511- 552 . Brooks / Cole : USA
Papanagnou, D. (2008). Glomerulonefritis akut. Diakses pada tanggal 31 Maret 2011,
dari
http://emedicine.medscape.com/article/777272-overview
Website source file: pustaka.unpad.ac.id
Website source file: repository.usu.ac.id
49