skenario 1 urin

74
Yuke Putri 1102010300 Skenario 1 Blok Urin I. Memahami anatomi makroskopis dan mikroskopis ginjal dan saluran kemih Anatomi Makroskopis Ginjal Ginjal adalah sepasang organ yang terletak pada retroperitoneum diselubungi fasia gerota dan sejumlah lemak. Di dorsal; iga terbawah, kuadratus lumborum, dan muskulus psoas berada proksimal didekatnya. Hubungan ventral dari ginjal kanan termasuk adrenal, lambung lien, pankreas, kolon dan ileum. Arteri renalis keluar dari aorta dan hampir dua pertiga dari ginjal hanya mempunyai sistem perdarahan yang tunggal. Arteri renalis terbagi menjadi lima cabang besar, yang merupakan end arteri yang mensuplai segmen ginjal. Penyumbatan dari cabang arteri renalis akan menyebabkan infark segmen ginjal. Vena renalis mengosongkan isinya kedalam vena cava inferior. Saluran limfe ginjal bermuara pada hilar trunk, dan kapsular limfatik pada nodus periaorta infradiafragmatik. Persarafan ginjal mengandung vasomotor dan serat nyeri

Upload: nur-halimah-lubis

Post on 28-Dec-2015

15 views

Category:

Documents


6 download

TRANSCRIPT

Yuke Putri

1102010300

Skenario 1 Blok Urin

I. Memahami anatomi makroskopis dan mikroskopis ginjal dan saluran kemih

Anatomi Makroskopis

Ginjal

Ginjal adalah sepasang organ yang terletak pada retroperitoneum diselubungi fasia

gerota dan sejumlah lemak. Di dorsal; iga terbawah, kuadratus lumborum, dan

muskulus psoas berada proksimal didekatnya. Hubungan ventral dari ginjal kanan

termasuk adrenal, lambung lien, pankreas, kolon dan ileum. Arteri renalis keluar dari

aorta dan hampir dua pertiga dari ginjal hanya mempunyai sistem perdarahan yang

tunggal. Arteri renalis terbagi menjadi lima cabang besar, yang merupakan end arteri

yang mensuplai segmen ginjal. Penyumbatan dari cabang arteri renalis akan

menyebabkan infark segmen ginjal. Vena renalis mengosongkan isinya kedalam vena

cava inferior. Saluran limfe ginjal bermuara pada hilar trunk, dan kapsular limfatik

pada nodus periaorta infradiafragmatik. Persarafan ginjal mengandung vasomotor dan

serat nyeri yang menerima konstribusi dari segmen T4-T12. Pelvis ginjal terletak

dorsal dari pembuluh darah ginjal dan mempunyai epitel transisional

(Purnomo,2000). Ginjal dapat dibagi menjadi dua bagian, parenkim ginjal (yang

mensekresi,

mengkonsentrasi dan mengekskresikan urin) serta sistim pengumpul (collecting

system) yang berfungsi mengalirkan urin ke calyces ginjal yang berjumlah banyak

menuju pelvis ginjal. Pelvis ginjal kemudian akan menyempit (dikenal juga sebagai

paut ureteropelvic) menjadi ureter.

Syntopi Ginjal

Ginjal Kiri Ginjal Kanan

1

Anterior Dinding dorsal gaster

Pankreas

Limpa

Vasa lienalis

Usus halus

Fleksura lienalis

Lobus kanan hati

Duodenum pars descendens

Fleksura hepatica

Usus halus

Posterior Diafragma, M.psoas major, M.quadratus lumborum, M.transversus abdominis (aponeurosis), N.subcostalis, N.iliohypogastricus, A.subcostalis, Aa.lumbales 1-2(3), Costae 12 (ginjal kanan) dan Costae 11-12 (ginjal kiri).

Persarafan ginjal yang utama adalah plexus symphaticus renalis. Plexus

symphaticus ini dibantu juga oleh serabut afferent yang melalui plexus renalis

dan menuju ke medulla spinalis N.thoracalis X, XI, XII.

Pembuluh lymph pada ginjal mengikuti A.renalis menuju nodus lymphaticus

aorta lateral (sekitar pangkal A.renalis).

(Snell, 1995)

Ureter

Ureter terdiri dari otot yang memanjang membentuk tabung dan berjalan melalui

retroperitoneum dan menghubungkan pelvis ginjal dengan kandung kemih. Panjang

normal ureter pada dewasa adalah 28–30 cm dan diameternya sekitar 5 mm. Saluran

ureter sebelah kanan terletak sangat dekat dengan appendix veriformis atau umbai

cacing. Pada bagian ini atau sering dikenal sebagai appendicitis(sakitusus buntu)

peradangan dapat mengenai ureter sehingga pada penderita dapat ditemukan darah

dalarn urine-nya.Gejala ini mirip dengan gambaran urine penderita batu ginjal

sehingga perlu diketahui agar dapat membedakannya. Memang, kadang-kadang sulit

2

membedakan penyakit usus buntu dengan sakit akibat adanya batu di ureter kanan

seeara klinis. Kemarnpuan menahan buang air kedl diatur oleh kemarnpuan otot

sphincter yang terdapat di pangkal urethra dan saraf yang mengurus otot itu.Pada

orang tua kadang-kadang ditemukan ketidakmarnpuan menahan keneing akibat

gangguan pada sarafnya.

Ureter menyalurkan urine dari ginjal menuju kandung kemih dengan peristaltik aktif.

Suplai darah dari ureter berasal dari ginjal, aorta, iliaka, mesenterik, gonad, vasal,

arteri vesikalis. Serat nyeri menghantarkan rangsangan kepada segmen T12-L1.

Ureter dapat mengalami deviasi medial pada fibrosis retroperitoneal dan deviasi

lateral oleh tumor retroperitoneal atau aneurisma aorta (Hargreave,1995;

Purnomo,2000). Ureter mempunyai panjang kurang lebih 30 cm pada orang dewasa.

Mempunyai tiga area fisiologis yang menyempit (paut ureteropelvic, bagian ureter

yang dilalui arteri iliaka dan paut ureterovesical) yang sering berhubungan dengan

kondisi obstruksi oleh batu. Paut ureterovesikal merupakan tempat perhubungan

orificium ureter ke dalam kandung kemih yang ditandai oleh kondensasi jaringan

yang disebut dengan Waldeyer’s sheath sebagai pengikat ureter ke dinding kandung

kemih. Fungsi paut ini adalah mengalirkan urin ke dalam kandung kemih dan

mencegah aliran balik ke dalam ureter. Hal ini dapat dilakukan karena ureter berjalan

secara oblik transversal diantara lapisan otot dan submukosa kandung kemih

sepanjang 1-2 cm sebelum masuk kandung kemih. Setiap peningkatan tekanan

intravesikal secara simultan akan menekan ureter submukosa dan secara efektif pula

akan membentuk katup satu arah. Adanya otot ureter di segmen submukosa juga

penting dalam mencegah timbulnya arus balik.

3

Anatomi Dasar Panggul

Dasar panggul merupakan massa otot yang meliputi celah dasar tulang pelvis.

DeLancey's membagi dasar panggul menjadi tiga lapisan utama (dari dalam hingga

ke luar); endopelvic fascia, otot levator ani dan sfingter anal eksternal serta lapisan ke

empat (otot genital eksternal) yang berhubungan dengan fungsi seksual. Otot-otot

pelvis memegang peranan penting dalam menyokong kandung kemih. Otot-otot ini

tidak hanya harus mampu berkontraksi secara volunter (dan cepat pada satu waktu)

tetapi juga harus dapat mempertahankan tonus istirahat secara berkelanjutan.

Penyokong organ pelvis yang utama ada pada otot levator ani. Saat otot levator ani

berkontraksi, leher kandung kemih terangkat dan membantu menahan gaya yang

timbul dari setiap peningkatan tekanan intraabdominal atau intrauretra. Fascia,

seperti pelvic dan endopelvic fascia, membantu mempertahankan sokongan kandung

kemih. Otot levator ani dapat dibagi menjadi 4 regio sesuai dengan lokasi

anatomisnya: pubococcygeus (otot pubovisceral), iliococcygeus, pubovaginalis serta

puborectalis dan puboanalis. Kontinensia dipertahankan terutama oleh serabut

medial levator ani. Pada serabut otot ini terdapat kombinasi serabut slow- dan fast-

4

twitch. Serabut slow-twitch berfungsi dalam respon postural sedangkan fast-twitch

diperlukan untuk stimulus yang

bersifat mendadak. Otot lain yang juga terdapat dalam diafragma pelvis adalah

obturator internis dan piriformis.

Anatomi Mikroskopis

Ginjal terbungkus oleh kapsula fibrosa yang tidak melekat terlalu erat dengan

parenkim dibawahnya. Pada potongan ginjal, parenkim terlihat berwarna merah

kecoklatan di daerah korteks dan lebih terang di daerah medulla. Parenkim

melingkari dan melingkupi sinus renalis. Medulla ginjal tersusun atas piramid,

yang dasarnya menghadap korteks dan puncaknya (apeks) menonjol masuk ke

dalam lumen calyx minor. Piramid dibungkus oleh jaringan korteks. Pada sisi

piramid terdapat substansia kortikalis disebut colummna renalis (Bertini) yang

masuk ke dalam daerah medulla sampai mencapai jaringan ikat sinus renalis.

Piramid beserta colummna renalis serta jaringan korteks yang berkaitan

membentuk lobus ginjal. Dengan demikian ginjal adalah multilobar atau

multipiramid yang sesuai dengan lobus ginjal pada masa fetus.

Korteks Medulla

5

Ginjal tersusun atas unit individual yang disebut tubulus uriniferus. Tubulus

uriniferus terdiri atas 2 bagian, yaitu nefron dan duktus koligens. Pangkal

nefron berupa kantong buntu disebut kapsula

Bowman, berbentuk seperti mangkok berdinding

dua lapis. Bagian luar yaitu pars parietalis

dibentuk oleh epitel selapis gepeng dan pars

visceralis yang dibentuk oleh sel besar yang

mempunyai banyak pedicle atau foot processes,

yaitu podosit. Podosit berdiri di atas membrana basalis melalui pedikelnya.

Antara pedicle terdapat membran tipis disebut filtration slit membrane. Ke

dalam kapsula Bowman masuk gulungan kapiler disebut glomerolus. Sel

endotel kapiler glomerolus memiliki pori atau fenestra pada sitoplasmanya.

Kapsula Bowman bersama glomerolus disebut korpus Malphigi yang fungsi

utamanya adalah filtrasi. Hasil filtrasi darah disebut ultra filtrate yang kemudian

akan dialirkan ke dalam sistem tubulus. Sistem tubulus terbagi menjadi 3

bagian, yaitu tubulus kontortus proksimal, ansa Henle, dan tubulus kontortus

distal. Tubulus proksimal berfungsi sebagai reabsorpsi. Ion Na dipompakan

kembali ke jaringan interstitial, glukosa, asam amino dan bahan lain yang masih

diperlukan akan diserap kembali dari ultra filtrate. Dinding tubulus proksimal

disusun oleh epitel selapis kuboid, dengan inti berbentuk lonjong dan

sitoplasma eosinofil, batas antar sel tidak terlihat jelas. Pada permukaan sel

terdapat mikrofili yang menonjol ke lumen sehingga memberikan gambaran

brush border. Tubulus proksimal mempunyai bagian yang berkelok-kelok (pars

kontortus) terdapat di korteks dan bagian yang lurus (pars rektus) turun ke

medulla menjadi pars descendens (segmen tebal) ansa Henle. Bagian tipis ansa

Henle terletak di medulla tersusun oleh epitel selapis gepeng, lumennya kecil

mirip kapiler. Ansa Henle berbentuk seperti huruf U, pars ascendens dilapisi

oleh epitel selapis kuboid (segmen tebal ascendens) dan menjadi bagian dari

pars rektus tubulus

6

A.H Tipis A.H Tebal Pars Descendens A.H Tebal Pars

Ascendens

distal. Tubulus distal tersusun atas selapis sel-sel kuboid, pada potongan

melintang terlihat sel yang menyusun dinding lebih banyak dan sitoplasma

eosinofil lebih sedikit dibandingkan dengan tubulus proksimal. Selain itu juga,

pada tubulus distal tidak didapatkan gambaran brush border. Korteks tubulus

distal berkelok-kelok, mendekati glomerolus dan kemudian bermuara ke dalam

duktus koligens. Sel-sel epitel tubulus distal pada sisi yang dekat ke glomerolus

berubah menjadi lebih tinggi dan tersusun lebih rapat sehingga disebut makula

densa. Duktus koligens dapat dibedakan dengan tubulus, dimana sel epitel

dinding duktus koligens terlihat lebih tinggi, tampak pucat, batas antar sel lebih

terlihat tegas dan dinding sel pada apeks cenderung menggelembung menonjol

ke lumen.

Tubulus Proksimal Tubulus Distal Duktus Koligens

Pembuluh darah masuk ke glomerolus melalui A.afferent, di dalam kapsula

Bowman A.afferent bercabang membentuk glomerolus kemudian menyatu

kembali dan keluar sebagai A.efferent. Daerah tempat masuknya pembuluh

darah di kapsulal Bowman disebut polus vaskularis. Sedangkan daerah tempat

7

kapsula Bowman bersambungan dengan tubulus proksimal disebut polus

urinarius. Pada polus vaskularis korpus Malphigi terdapat struktur khusus yang

disebut dengan aparatus juksta glomerolus. Aparatus juksta glomerolus terdiri

atas sel jukstaglomerolus, makula densa dan sel mesangial ekstra glomerolus

(polkissen). Di luar glomerolus tepat sebelum bercabang, sel otot polos dari

tunika muskularis dinding A.afferent berubah menjadi besar.

(Junqucra L.C et al, 2005)

8

II. Memahami fisiologi ginjal, peran dan proses pembentukan urin serta aspek

biokimia pada urin dan komposisinya

Fisiologi Ginjal

Fungsi spesifik ginjal yang ditujukan untuk mempertahankan kestabilan lingkungan cairan internal :

1. Mempertahankan keseimbangan H2O dalam tubuh.2. Mengatur jumlahdan konsentrasi sebagian besar ion CES3. Memelihara volume plasma yang sesuai 4. Membantu memelihara keseimbangan asam-basa5. Memelihara osmolaritas6. Mengekskresikan produk-produk sisa dari metabolisme tubuh7. Mengekskresikan banyak benda asing8. Mensekresikan eritropoietin 9. Mensekresikan renin 10. Mengubah vitamin D menjadi bentuk aktif

Ginjal membentuk urin ;

Nefron adalah satuan fungsional ginjal

Ginjal terdiri dari satu juta satuan fungsional berukuran mikroskopik yang disebut nefron. Nefron merupakan satuan terkecil yang mampu membentuk urin. Fungsi utama ginjal adalah menghasilkan urin dan mempertahankan stabilitas komposisi CES.

Setiap nefron terdiri dari komponen vaskuler dan komponen tubulus. Komponen vaskuler adalah glomerulus, suatu berkas kapiler berbentuk bola untuk tempat filtrasi air dan sebagian zat dalam darah. Dari arteri renalis yang kemudian terbagi-bagi menjadi pembuluh-pembuluh halus yaitu arteriol afferen yang menyalurkan darah ke kapiler glomerulus dan arteriola efferen tempat keluarnya darah yang tidak difiltrasi ke dalam komponen tubulus. Arteriola efferen adalah satu-satunya arteriol di dalam tubuh yang mendapat darah kapiler. Komponen tubulus dari setiap nefron adalah suatu saluran berongga yang berisi cairan yang terbentuk oleh suatu lapisan sel epitel . komponen ini berawal dari kapsula bowman, suatu invaginasi berdinding rangkap yang melingkupi glomerulus untuk mengumpulkan cairan yang difiltrasi oleh kapiler glomerulus. Cairan yang telah difiltrasi mengalir ke tubulus proksimal (di dalam

9

korteks) kemudian melewati lengkung henle (pars desendens terbenam di medula, pars ascendens kembali ke korteks) kemudian kembali ke glomerulus. Tubulus kembali membentuk gelungan menjadi tubulus distal yang mengalirkan isinya ke ductus atau tubulus pengumpul terbenam ke medula untuk mengosongkan cairan yang telah berubah menjadi urin ke dalam pelvis ginjal.

3 proses dasar ginjal :

1. Filtrasi glomerulus Pembentukan kemih dimulai dengan filtrasi plasma pada glomerulus, seperti kapiler tubuh lainnya, kapiler glumerulus secara relatif bersifat impermiabel terhadap protein plasma yang besar dan cukup permabel terhadap air dan larutan yang lebih kecil seperti elektrolit, asam amino, glukosa, dan sisa nitrogen. Aliran darah ginjal (RBF = Renal Blood Flow) adalah sekitar 25% dari curah jantung atau sekitar 1200 ml/menit. Sekitar seperlima dari plasma atau sekitar 125 ml/menit dialirkan melalui glomerulus ke kapsula bowman. Ini dikenal dengan laju filtrasi glomerulus (GFR = Glomerular Filtration Rate). Gerakan masuk ke kapsula bowman’s disebut filtrat. Tekanan filtrasi berasal dari perbedaan tekanan yang terdapat antara kapiler glomerulus dan kapsula bowman’s, tekanan hidrostatik darah dalam kapiler glomerulus mempermudah filtrasi dan kekuatan ini dilawan oleh tekanan hidrostatik filtrat dalam kapsula bowman’s serta tekanan osmotik koloid darah. Filtrasi glomerulus tidak hanya dipengaruhi oleh

10

tekanan-tekanan koloid diatas namun juga oleh permeabilitas dinding kapiler.

2. Reabsorpsi tubulus Zat-zat yang difilltrasi ginjal dibagi dalam 3 bagian yaitu : non elektrolit, elektrolit dan air. Setelah filtrasi langkah kedua adalah reabsorpsi selektif zat-zat tersebut kembali lagi zat-zat yang sudah difiltrasi.

3. Sekresi tubulusSekresi tubular melibatkan transfor aktif molekul-molekul dari aliran darah melalui tubulus kedalam filtrat. Banyak substansi yang disekresi tidak terjadi secara alamiah dalam tubuh (misalnya penisilin). Substansi yang secara alamiah terjadi dalam tubuh termasuk asam urat dan kalium serta ion-ion hidrogen.Pada tubulus distalis, transfor aktif natrium sistem carier yang juga telibat dalam sekresi hidrogen dan ion-ion kalium tubular. Dalam hubungan ini, tiap kali carier membawa natrium keluar dari cairan tubular, cariernya bisa hidrogen atau ion kalium kedalam cairan tubular “perjalanannya kembali” jadi, untuk setiap ion natrium yang diabsorpsi, hidrogen atau kalium harus disekresi dan sebaliknya.Pilihan kation yang akan disekresi tergantung pada konsentrasi cairan ekstratubular (CES) dari ion-ion ini (hidrogen dan kalium).Pengetahuan tentang pertukaran kation dalam tubulus distalis ini membantu kita memahami beberapa hubungan yang dimiliki elektrolit dengan lainnya. Sebagai contoh, kita dapat mengerti mengapa bloker aldosteron dapat menyebabkan hiperkalemia atau mengapa pada awalnya dapat terjadi penurunan kalium plasma ketika asidosis berat dikoreksi secara theurapeutik.

Proses Pembentukan urin

11

Gbr. 1 dan 2 nephron, menunjukan proses pembentukan urin

http://fau.pearlashes.com/anatomy/Chapter%2041B/Chapter%2041B.htm

Dalam pembentukan urine, terdapat 3 proses dasar :

12

Gambar 3 menunjukan gambaran alur jalan aliran yang telah melewati proses filtrasi(warna biru) dan yang kembali ke aliran darah seluruh tubuh(warna merah)

http://www.hcc.uce.ac.uk/physiology/glomerulus3.jpg

Gambar 4 menunjukan barier membran dimana suatu zat dapat melewati filtrasi glomerulus http://www.jci.org/articles/view/32966/figure/1

1. Filtrasi Glomerulus

Saat darah melewati glomerulus, terjadi filtrasi plasma bebas protein

menembus kapiler glomerulus ke dalam kapsula bowman. Semua konstituen

dalam darah kecuali sel darah dan protein plasma, seperti H2O, nutrien,

elektrolit, zat sisa mengalami filtrasi Setiap hari terbentuk sekitar 180 liter

(47,5 galon) sdengan perumpamanaan volume plasma rata-rata pada orang

dewasa sektar 2,75 liter hal ini menunjukkan bahwa protein plasma

mengalami 60 kali filtrasi perharinya.

13

Apabila semua yang di filtrasi dikeluarkan menjadi urin, volume plasma total

akan habis keluar dalam waktu setengah jam, tetapi hal tersebut tidak terjadi

karena tubulus-tubulus ginjal dan kapiler peritubulus berhubungan erat

dengan panjangnya, sehingga dapat terjadi perpindahan bahan antara cairan di

dalam tubulus dan darah dari dalam perifer, darah dan protein tidak termasuk

dalam filtrat, karena untuk suatu zat dapat difiltrasi memerlukan 3 proses

(gambar 4) :

1) Harus melewati dinding kapiler glomerulus

Dinding kapiler glomerulus terdiri dari selapis sel endotel gepeng,

memililiki lubang pori yang besar/fenestra yang, memebuatnya 100 kali

lebih permeabek terhadap H2O dan zat terlarut dibandingkan kapiler lain.

2) Membran basal

Terdiri dari glikoprotein (menghambat filtrasi protein kecil, albumin ) dan

kolagen (untuk menghasilkan kekuatan). Sebenarnya pori pada membran

basal cukup untuk dilewati protein kecil, albumin, tetapi hal ini ditahan

oleh glikoprotein yang memiliki muatan negatif sehingga menolak albumin

dan protein plasma lain, kurang dari 1% milekul albumin yang berhasil

lolos untuk masuk ke kapsula bownman. Hal ini menunjukkan pada orang

dengan albuminuria, terdapat gangguan muatan negatif dalam membran

glomerulus yang menyebabkan membran lebih permeabel terhadap

albumin walaupun ukuran pori tidak berubah (gambar 4)

3) Celah filtrasi antara tonjolan podosit (gambar 4)

Podosit merupakan sel mirip gurita yang mengelilingi berkas glomerulur,

memiliki tonjolan dimana antara tonjolan tersebut terdapat celah kecil

filtration slit memebentuk jalan bagi cairan untuk keluar dari kapiler

glomerulus dan masuk ke lumen kapsula bownman

14

oleh karena itu apabila terdapat darah (hematuria) atau protein plasma

(proteinuria) dalam urin, patut dicurigai adanya kelainan pada ginjal.

(Sherwood, 2008).

Selain itu, untuk menginduksi filtrasi glomerulus, diperlukan tekanan.

Terdapat 3 tekanan yang berperan dalam filtrasi glomerulus

a) Tekanan darah kapiler glomerulus (rata-rata 55mmHg)

Tekanan ini dipengaruhi oleh kontraksi jantung (energi untuk filtrasi

glomerulus) dan resistensi arteriol aferen dan eferen terhadap aliran

darah, hal ini mengakibatkan terjadi pembendungan tekanan di kapiler

glomerulus, dan membantu zat-zat untuk diflitrasi keluar dari kapiler

glomerulus menuju lumen kapsula bownmen

b) Tekanan osmotik koloid plasma (rata-rata 30mmHg)

Tekanan ini untuk melawan filtrasi tujuannya agar tidak merusak

pertahanan akibat tekanan kapiler glomerulus yang cukup besar. Tekanan

ini ditimbulkan oleh distribusi protein plasma yang tidak seimbang antara

kedua sisi membran glomerulus. Tekanan ini bersifat melawan karena

H2O yang konsentrasinya lebih besar di kapsula bownman daripada di

kapiler glomerulus oleh karena itu kecenderungan H2O untuk berpindah

ke arah kapiler glomerulus (sifat gradien konsentrasi dari daerah yang

tinggi ke rendah)

c) Tekanan hidrostatik kaplier bownman (rata-rata 15 mmHg)

Tekanan ini mendorong cairan keluar dari kapsula bownman, melawan

filtrasi cairan dari glomerulus ke dalam kapsula bownman

Berdasarkan keterangan di atas, jelas bahwa netto dari tekanan filtrasi

glomerulus yaitu

tekanan yang mendorong filtrasi (tekanan darah kapiler glomerulus) – tekanan

yang melawan filtrasi (tekanan osmotik koloid plasma + tekanan hidrostatik

15

kapiler bownman) 55 mmHg – (30 mmHg + 15 mmHg) = 10 mmHg

(Sherwood, 2008)

2. Reabsorpsi Tubulus

Saat setelah di filtrasi, hasil dari filtrasi mengalir melalui tubulus, zat-zat yang

bermanfaat akan dikembalikan ke plasma kapiler, hal ini disebut reabsorpsi

tubulus. Zat-zat yang direabsorpsi/ di serap kembali normalnya tidak keluar

dari tubuh melalui urin, tetapi diangkut oleh sistem kapiler peritubulus ke

sistem vena kemudian ke jantung untuk diedarkan. Dari 180 liter plasma yang

difilter setiap hari, sekitar 178,5 direabsorpsi dengan 1,5 liter sisanya terus

mengalir ke pelvis ginjal untuk dikeluarkan menjadi urin.

Secara umum, semua produksi hasil filtrasi kecuali urea (fenol dan kreatinin)

akan di reabsorpsi. Urea berfungsi sebagai pemekat urin.

Tabel 1 Bahan-bahan yang difiltrasi oleh ginjal

( Sherwood, 2008) Berdasarkan tabel di atas, jelas apabila dalam urine bahan-bahan di atas melebihi

dari batas di atas, terjadi kelainan pada ginjal, dan apabila pada urin terdapat

bahan-bahan yang tidak tertera pada di atas misalnya darah (hematuria), terjadi

kelainan pula pada ginjal.

16

Bahan

AirNatriumGlukosaureaFenol

Rata-rata hasil bahan yang di reabsorpsi

99%99, 5%100%50 %0 %

Rata-rata hasil filtrasi yang dieksresi

1%0,5%0%50%100%

Gambar 5 langkah-langkah Transportasi Transepitel (Sherwood, 2008)

Untuk dapat direabsorpsi, suatu bahan harus melewati 5 sawar terpisah

(gambar 5)

1) Bahan tersebut harus meninggalkan cairan tubulus dengan melintasi

membran luminal sel tubulus

2) Bahan tersebut harus berjalan melewati sitosol dari sati sisi sel tubulus

ke sisi lainnya

3) Bahan tersebut harus menyebrangi membran basolatel sel tubulus

untuk masuk ke cairan interstisium

4) Bahan tersebut haeus berdifusi melintasi caitan interstisium

5) Bahan tersebit harus menembus dinding kapiler untuk masuk ke

plasma darah

3. Sekresi Tubulus

Merupakan proses perpindahan selektif zat-zat dari darah kapiler peritubulus

ke lumen tubulus, merupakan rute kedua bagi zat dari darah untuk masuk.

17

Rute pertamanya yaitu melalui filtrasi glomerulus, sekitar 20% dari plasma

yang mengalir melalui glomerulus, disaring ke dalam kapsula bownman, dan

sisanya 80% sisanya terus mengalir arteriol eferen ke dalam kapiler

peritubulus

Bahan terpenting yang disekresikan oleh tubulus adalah

Ion hidrogen

Sekresi H+ ginjal sangatlah penting dalam pengaturan keseimbangan asam

basa tubuh, tingkat sekresi H tergantung pada keasaman carian tubuh

Ion kalium

Zat ini secara aktif direabsorpsi di tubulus proksimal dan secara aktif

disekresi di tubulus distal dan pengumpul. Reabsorpsi kalium di awal

bersifat konstan dan tidak diatur sedangkan sekresi di akhir tubulus

bervariasi dan dibawah kontrol. Dalam keadaan normal, jumlah K+ yang

dieksresikan dalam urin adalah 10% - 15% namun hampir seluruh K+ yang

difiltrasi akan direabsorpsi. Ion kalium ini direabsorpsi dalam jumlah

banyak dengan sedikit atau bahkan tidak ada yang disekresi apabila tubuh

kekurangan K+ begitupun sebaliknya.

Terdapat 2 hal yang dapat mengubah kecepatan sekresi K+ yaitu

Hormon aldosteron Þ peningkatan konsentrasi K+

merangsang korteks adrenal sekresi aldosteron K+ berlebihan itu

akan di eksresi. Begitupun sebaliknya

Status asam basa tubuh Þ dalam keadaan normal, ginjal akan

mensekresikan K+ tetapi dalam keadaan status cairan tubuh terlalu asam,

tubuh akan mensekresi H+ sebagai kompensasi sehingga menyebabkan

sekresi K+ akan berkurang, begitupun sebaliknya

Setelah melalui ketiga proses diatas, selanjutnya merupakan proses eksresi urin

sebelum urin dikeluarkan melalui proses berkemih / mikturisi terlebih dulu urin

disimpan sementara dalam kandung kemih. Kontraksi pada otot polos dalam dinding

18

uretra mendorong urin bergerak dari ginjal menuju kandung kemih. Dinding kandung

kemih berlipat-lipat menjadi rata ketika kandung kemih terisi untuk meningkatkan

kapasitas tampungan kandung kemih, karena urin secara terus menerus dibentuk oleh

ginjal, sehingga urin tidak perlu dikeluarkan setiap saat.

Otot polos kandung kemih mendapat banyak persarafan parasimpatis yang apabila

dirangsang akan menyebabkan jontraksi kandung kemih. Apabila saluran keluar

melalui uretra terbuka, kontraksi kandung kemih menyebabkan pengosongan urin

dari kantung kemih.

Gambar 6 sfingter, menunjukkan keadaan saat uretra terbuka atau tertutup – menaahan http://www.aqavic.org.au/sci_facts/images/sphincter.jpg

Walaupun demikian, pintu keluar kandung kemih dijaga oleh dua sfingter yang

merupakan suatu cincin otot bila kontraksi akan menutup aliran yang melewati

lubang bersangkutan (karena sfingter ini tidak hanya terdapat di saluran kemih),

sfingter uretra interna terdiri dari otot polos, besifat involunter. Sementara sfingter

uretra eksterna dikelilingi oleh otot rangka, volunter, diperkuat oleh diafragma

pelvis (berupa lembaran otot rangka pembentuk panggul, dan memebantu menunjang

organ-organ panggul), dipersarafi oleh neuron motorik yang secara terus-menerus

19

melepaskan potensial aksi dengan kecepatan sedang kecuali bila di inhibis, sehingga

otot-otot kontraksi untuk mencegah keluarnya urin.

Dalam keadaan normal, sewaktu kandung kemih melemas dan terisi, kedua sfingter

menutup untuk mencegah tampungan urin keluar. Karena otot sfinter uretra

eksternum merupakan otot volunter, jadi bisa kita kendalikan untuk mencegah

pengeluaran urinsewaktu sfingter uretra internum terbuka (Sherwood, 2008)

Kandung kemih terisi korteks serebrum

Reseptor regang

Saraf parasimpatis neuron motorik

Sfingter uretra Kandung kemih eksterna membuka

saat neuron motorik inhibisi

kandung kemih kontrasi

sfingter uretra interna sfingter uretra eksterna terbuka secara mekanis tetap tertutup sewaktu sewaktu kandung kemih neuron motorik terangsangkontraksi

skema 1 menunjukan kontrol refleks dan volunter atas berkemih (Sherwood, 2008)

20

Kontrol refleks Kontrol volunter

gambar 7 menunjukan komposisi urin

GFR (Glomerular Filtrastion Rate)

GFR (Glomerular Filtration Rate) merupakan tes yang digunakan untuk memeriksa kondisi dari kerja ginjal ( http://www.nlm.nih.gov/medlineplus/ency/article/007305.htm ).

GFR ini dipengaruhi oleh

Tekanan filtrasi netto tekanan darah kapiler glomerulus – (tekanan osmotik koloid plasma + tekanan hidrostatik kapsula bownman) = 50 – (30 + 15) = 10 mmHg Luas permukaan glomerulus Dan besarnya permeabel dari membran glomerulus tersebut (tingkat kebocoran)

Tekanan osmotik plasma dan tekanan hidrostatik kapsular bownman bekerja dibawah kontrol. Tekanan osmotik plasma memiliki efek berlawanan dengan GRF, karena tekanan osmotik koloid plasma melawan filtrasi.

Konsentrasi protein plasma tekanan koloid plasma GFR

Kondisi di atas dapat diperlihatkan pada seseorang dengan luka bakar, karena pada orang dengan luka bakarcairan protein plasma yang berasal dari kulit hilang, keadaan sebaliknya terjadi pada orang diare maupun dehidrasi, dimana pada saat situasi tersebut tekanan osmotik koloid plasma meningkat.

21

Tekanan hidrostatik kapiler meningkat pada keadaan obstruksi saluran kemih misalnya akibat batu ginjal atau hiperplasia prostat.

Sementara pada tekanan kapiler glomerulus dapat dikontrol menyesuaikan GFR untuk memenuhi kebutuhan tubuh. Jika semua faktor konstan, besar tekanan darah kapiler glomerulus bergantuk pada aliran darah di setiap glomerulus.

GFR diatur oleh 2 mekanisme

o Otoregulasi untuk mencegah perubahan spontan GFR

o Kontrol simpatis ekstrinsik pengaturan jangka panjang tekanan

darah arteri

Otoregulasi GFR

Otoregulasi GFR merupakan suatu pengaturan intrinsik dari ginjal sendiri yang diakibatkan karena perubahan GFR. GFR akan meningkat setara dengan peningkatan tekanan arteri jika hal yang lain konstan. Penurunan tekanan darah arteri akan disertai penurunan GFR

Dalam batas tertentu, ginjal dapat mempertahankan aliran darah kapiler glomerullus yang konstan (sehingga tekanan darah kapiler glomerulus kosntan dan GFR stabil). Ginjal melakukannya dengan mengubah kaliber arteriol aferen, sehingga resisten terhadap aliran darah dapat disesuaikan.

Jika GFR meningkat akibat penurunan tekanan arteri, tekanan filtrasi netto dan GFR dapat dikurangi menjadi normal oleh konstriksi arteriol aferen, begitupun sebaliknya (figure 14-10)

Peranan otoregulasi penting karena pergeseran GFR dapat menyebabkan ketidakseimbangan cairan,elektrolit, dan zat-zat sisa yang membahayakan tubuh. Cairan yang difiltrasi sebagian ada yang pasti dieksresikan, jumlah cairan yang dieksresikan, jumlah cairan yang dieksresikan dalam urin meningkat apabila GFR meningkat. Apabila tidak terdapat otoregulasi, GFR akan meningkat, H2O dan zat-zat terlarut akan terbuang sia-sia akibat peningkatan tekanan darah pada saat kita berolahraga.

Jika GFR terlalu rendah, ginjal tidak akan mampu secara adekuat mengeliminasi zat-zat sisa, kelebihan elektrolit dan bahan lainnya yang harusnya dieksresikan (gambar 7)

22

Sherwood, 2008

Pada otoregulasi inipun diatur oleh mekanisme intrarenal :

Mekanisme miogenikMerupakan mekanisme yang berespon terhadap perubahan tekanan di dalam komponen vaskuler neuron. Yang berperan adalah otot polos vaskuler arteriolOtot polos arteriol berkontriksi arteriol aferen konstriksi aliran darah ke glomerulus kembali ke tingkat normalBegitupun sebaliknya

Mekanisme umpan balik tubulo glomerulus Melibatkan aparatus justaglomerulus

23

Mekanisme otoregulasi umpan balik tubulo-glomerulus (Sherwood, 2008)

Mekanisme umpan balik tubulo glomerulus dan miogenik bekerja sama unutk melakukan otoregulasi atas GFR di dalam rentang tekanan arteri yang berkisar anteara 80-180 mmHg.

24

Tekanan arteri meningkat

Tekanan yg mendoroang ke glomerulus meningkat

Tekanan kapiler gloerulus meningkat

GFR meningkat

laju aliran cairan tubulus meningkat

Sel makula densa mengeluarkan zat vasoaktif

Vasokontriksi atreiol aferen

Aliran darah ke glomerulus menurun

Tekanan kapiler glomerulus normal menurun

GFR ke normal menurun

Kontrol Simpatis Ekstrinsik GFRKontrol ekstrinsik atas GFR diperantai oleh masukan sistem saraf simpatis ke

arteriol aferen ditujukan untuk mengatur tekanan darah arteri. Sistem parasimpatis tidak menimbulkan pengaruh apapun pada ginjal(Sherwood, 2008)

Jika volume plasma turun (akibat pendarahan) tekanan darah arteri menurun terdeteksi oleh baroresptor arkus aorta dan sinus karotikus saraf simpatis meningkatkan tekanan darah . Respon tersebut diperankan oleh peranan kardiovaskular

Kompensasi dari hal diatas adalah reduksi pengeluaran urin, sehingga banyak cairan yang tertahan di dalam tubuh, penurunan ini diperantai oleh GFR, jika cairan yang difiltrasi lebih sedikit, cairan yang untuk eksresi juga sedikit.

25

Peranan Sistem Renin Angiotensinogen Aldosteron

Di tubulus proksimal dan lengkung henle, persentasereabsorpsi NA+ yang difiltrasi bersifat konstan, sebesar apapun kadar Na+. Reabsorpsi Na+ di distal tubulus berada di bawah kontrol hormon.

Apabila terlalu banyak Na+, hanya sedikit dari Na+ yang terkontrol ini direabsorpsi bahakan Na+ dikeluarkan bersama urin.

Apabila terlalu kekurangan Na+, sebagian besar dari Na+ dikontrol untuk direabsorpsikan sehingga Na+ yang seharusnya dikeluarkan melalui urin, dapat dihemat ole tubuh.

26

III. Memahami tentang Glomerulonefritis

Definisi Glomerulonefritis

Glomerulonefritis adalah nefritis yang disertai peradangan lekungan kapiler dalam

glomerulus ginjal. Ini dapat terjadi dalam bentuk akut, subakut, dan kronik dan bisa

sekunder terhadap infeksi streptokokus hemolitikus. Tanda juga mendukung

kemungkinan adanya mekanisme imun atau autoimun (Dorland, 2002)

Glomerulonefritis akut paska-streptokokus (GNAPS) adalah suatu proses radang non-

supuratif yang mengenai glomeruli, sebagai akibat infeksi kuman streptokokus beta

hemolitikus grup A, tipe nefritogenik di tempat lain. Penyakit ini sering mengenai

anak-anak. (www.pediatric.com)

Etiologi Glomerulonefritis

Penyebab yang tepat infeksi ini tidak diketahui. Apa yang diketahui adalah bahwa

infeksi glomerulonefritis sering berikut infeksi lainnya, terutama pada saluran

pernapasan bagian atas seperti infeksi streptokokus. Glomerulonephritis biasanya

terjadi pada anak-anak sekitar satu sampai empat minggu setelah infeksi streptokokus

pada tenggorokan. Ada periode laten lima hari sampai enam minggu antara infeksi

dan timbulnya nefritis (radang ginjal)

Epidemiologi Glomerulonefritis

Dalam GN, ada laki-laki lebih mendapatkan kondisi dengan rasio 2:1. Hal ini

terutama menimpa anak-anak dan remaja muda, (5-15 tahun), sedangkan porsi yang

lebih kecil, 10% terjadi pada pasien di atas 40 tahun. Bagaimanapun dapat diperoleh

pada setiap waktu dalam jangka hidup. Statistik GN di Amerika Serikat akan

mengungkapkan bahwa penyakit glomerular, ada 10-15% representasi

GN(Papanagnou, 2008). Immunoglobulin A (IgA) nefropati GN adalah penyebab

27

paling umum dari GN seluruh dunia. Meskipun telah ada penurunan kejadian GN

poststreptococal di sebagian besar negara-negara barat, masih jauh lebih umum di

daerah seperti Afrika, Karibia, India, Pakistan, Malaysia, Papua Nugini, dan Amerika

Selatan.

Klasifikasi Glomerulonefritis

Glomerulonefritis dibagi menjadi dua:

Glomerulonefritis Akut ( GNA )

Glomerulonefritis akut adalah peradangan glomerulus secara mendadak.

Sering ditemukan pada usia 3-7 tahun.

Glomerulusnefritis Kronik (GNK )

Glomerulonefritis kronik adalah peradangan yang lama dari sel –sel

glomerulus. Kelainan ini dapat terjadi akibat glomerulonefritis akut tidak

membaik atau timbul secara spontan. Diagnosis klinis berdasarkan

ditemukannya hematuria dan proteinuria yang menetap.

Glomerulonefritis berdasarkan gambaran histologis

Glomerulonefritis Non-Proliferatif

Glomerulonefritis Lesi Minimal (GNLM)

GNLM merupakan salah satu jenis yang dikaitkan dengan sindrom

nefrotik dan disebut pula sebagai nefrosis lupoid. Pemeriksaan dengan

mikroskop cahaya dan IF menunjukan gambaran glomerulus yang

normal. Pada pemeriksaan mikroskop elektron menunjukan hilangnya

foot processes sel epitel viseral glomerulus.

Glomerulosklerosis Fokal dan Segmental (GSFS)

28

Secara klinis memberikan gambaran

sindrom nefrotik dengan gejala

proteinuria masif, hipertensi, hematuri,

dan sering disertai gangguan fungsi

ginjal. Pemeriksaan mikroskop cahaya

menunjukan sklerosis glomerulus yang

mengenai bagian atau segmen tertentu. Obliterasi kapiler glomerus

terjadi pada segmen glomerulus dan dinding kapiler mengalami

kolaps. Kelainan ini disebut hialinosis yang terdiri dari IgM dan

komponen C3. Glomerulus yang lain dapat normal atau membesar dan

pada sebagian kasus ditemukan penambahan sel.

Glomerulonefritis Membranosa (GNMN)

GNMN atau nefropati membranosa

sering merupakan penyebab sindrom

nefrotik. Pada sebagian besar kasus

penyebabnya tidak diketahui

sedangkan yang lain dikaitkan

dengan LES, infeksi hepatitis virus

B atau C, tumor ganas, atau akibat obat misalnya preparat emas,

penisilinamin, obat anti inflamasi non-steroid. Pemeriksaan mikroskop

IF ditemukan deposit IgG dan komplemen C3 berbentuk granular pada

dinding kapiler glomerulus. Dengan pewarnaan khusus tampak

konfigurasi spike-like pada MBG. Gambaran histopatologi pada

mikroskop cahaya, IF dan mikroskop elektronsangat tergantung pada

stadium penyakitnya.

29

Glomerulonefritis Ploferatif

Tergantung lokasi keterlibatan dan gambaran histopatologi dapat dibedakan

menjadi GN menjadi :

GN membranoproliferatif (GNMP)

GN mesangioproliferatif (GNMsP)

GN kresentik

Nefropati IgA dan nefropati IgM juga dikelompokkan dalam GN proliferatif .

Pemeriksaan mikroskop cahaya GNMP memperlihatkan proliferasi sel

mesangial dan infiltrasi leukosit serta akumulasi matrik ekstraselular. Infiltarsi

makrofag ditemukan pada glomerulus dan terjadi penebalan MBG serta

double contour . Pada mikroskop IF ditemukan endapan IgM, IgG, dan C3

pada dinding kapiler yang berbentuk granular. (Sudoyo et all, 2009)

Patofisiologi dan Patogenesis Glomerulonefritis

Patogenesis

Dari hasil penyelidikan klinis imunologis dan percobaan pada binatang menunjukkan

adanya kemungkinan proses imunologis sebagai penyebab glomerulonefritis akut.

Beberapa ahli mengajukan hipotesis sebagai berikut :

1. Terbentuknya kompleks antigen-antibodi yang melekat pada

membrane basalis glomerulus dan kemudian merusaknya.

2. Proses auto imun kuman streptococcus yang nefritogen dalam tubuh

menimbulkan badan auto-imun yang merusak glomerulus.

3. Streptococcus nefritogen dengan membrane basalis glomerulus

mempunyai komponen antigen yang sama sehingga dibentuk zat anti yang

langsung merusak membrana basalis ginjal.

Patofisiologi

30

Pada dasarnya bukan sterptococcus yang menyebabkan kerusakan pada ginjal.

Diduga terdapat suatu antibodi yang ditujukan terhadap suatu antigen khusus yang

merupakan unsur membran plasma sterptococcal yang spesifik. Sehingga

terbentuklah suatu kompleks antigen-antibodi di dalam darah dan bersirkulasi ke

dalam glomerolus tempat kompleks tersebut secara mekanis terperangkap dalam

membran basalis (komponen penyusun membrana basalis pada glomerolus memiliki

kemiripan dengan komponen penyusun streptococcus). Selanjutnya komplemen akan

terfiksasi mengakibatkan lesi dan peradangan yang menarik leukosit

polimorfonuklear (PMN) dan trombosit menuju tempat lesi. Fagositosis dan

pelepasan enzim lisosom juga merusak endotel dan membrana basalis glomerulus

(IGBM). Sebagai respon terhadap lesi yang terjadi, timbul proliferasi sel-sel endotel

yang diikuti dengan sel-sel mesangium dan selanjutnya sel-sel epitel. Semakin

meningkatnya kebocoran kapiler pada glomerolus akan menyebabkan protein dan sel

darah merah dapat keluar ke dalam urine yang sedang dibentuk oleh ginjal, sehingga

mengakibatkan proteinuria dan hematuria. Kompleks komplemen antigen-antibodi

inilah yang terlihat sebagai nodul-nodul sub epitel pada mikroskop elektron dan

sebagai bentuk granular dan berbungkah-bungkah pada mikroskop imunofluoresensi.

Pada pemeriksaan mikroskop cahaya glomerolus tampak membengkak dan

hiperseluler disertai invasi PMN. (IKA-UI, 1997)

31

Menurut penelitian yang telah dilakukan oleh para ahli penyebab infeksi pada

glomerolus akibat dari reaksi hipersensivitas tipe III. Kompleks imun (antigen-

antibodi yang timbul dari infeksi) mengendap di membran basalis glomerulus.

Aktivasi komplemenlah yang menyebabkan destruksi pada membran basalis

glomerulus.

Kompleks-kompleks ini mengakibatkan komplemen yang dianggap merupakan

mediator utama pada cedera. Saat sirkulasi melalui glomerulus, kompleks-kompleks

ini dapat tersebar dalam mesangium, dilokalisir pada sub endotel membrana basalis

glomerolus itu sendiri, atau menembus membrana basalis dan terperangkap pada sisi

epitel. Baik antigen atau antibodi dalam kompleks ini tidak mempunyai hubungan

imunologis dengan komponen glomerulus. Pada pemeriksaan mikroskop elektron

cedera kompleks imun, ditemukan endapan-endapan terpisah atau gumpalan

karateristik pada mesangium, sub endotel, dan epitel membranosa. Dengan

miskroskop imunofluoresensi terlihat pula pola nodular atau granular serupa, dan

molekul antibodi seperti IgG, IgM atau IgA serta komponen-komponen komplomen

seperti C3, C4 dan C2 sering dapat diidentifikasi dalam endapan-endapan ini. Antigen

spesifik yang dilawan oleh imunoglobulin ini terkadang dapat diidentifikasi.

32

Hipotesis lain yang sering disebut adalah neuraminidase yang dihasilkan oleh

Streptococcus, merubah IgG menjadi autoantigenic. Akibatnya, terbentuklah

autoantibodi terhadap IgG yang telah berubah tersebut. Selanjutnya terbentuk

kompleks imun dalam sirkulasi darah yang kemudian mengendap di ginjal.

Streptokinase yang merupakan sekret protein, diduga juga berperan pada terjadinya

GNAPS. Sreptokinase mempunyai kemampuan merubah plasminogen menjadi

plasmin. Plasmin ini diduga dapat mengaktifkan sistem komplemen sehingga terjadi

cascade dari sistem komplemen.

Pola respon jaringan tergantung pada tempat deposit dan jumlah kompleks yang

dideposit. Bila terutama pada mesangium, respon mungkin minimal, atau dapat

terjadi perubahan mesangiopatik berupa proliferasi sel-sel mesangial dan matriks

yang dapat meluas diantara sel-sel endotel dan membrana basalis, serta menghambat

fungsi filtrasi simpai (kapsula Bowman) kapiler. Jika kompleks terutama terletak sub

endotel atau sub epitel, maka respon cenderung berupa glomerulonefritis difusa,

seringkali dengan pembentukan bulan sabit epitel. Pada kasus penimbunan kronik

komplek imun sub epitel, maka respon peradangan dan proliferasi menjadi kurang

nyata, dan membrana basalis glomerolus berangsur-angsur menebal dengan

masuknya kompleks-kompleks ke dalam membrana basalis baru yang dibentuk pada

sisi epitel.

Mekanisme yang bertanggung jawab terhadap perbedaan distribusi deposit kompleks

imun dalam glomerulus sebagian besar tidak diketahui, walaupun demikian ukuran

dari kompleks tampaknya merupakan salah satu determinan utama. Kompleks-

kompleks kecil cenderung menembus simpai kapiler, mengalami agregasi, dan

berakumulasi sepanjang dinding kapiler berada di bawah epitel, sementara kompleks-

kompleks berukuran sedang tidak sedemikian mudah menembus membrana basalis,

tetapi cenderung masuk ke mesangium. Kompleks juga dapat berlokalisasi pada

tempat-tempat lain.

Jumlah antigen pada beberapa penyakit deposit kompleks imun terbatas, misalnya

antigen bakteri dapat dimusnahkan dengan mekanisme pertahanan penjamu atau

33

dengan terapi spesifik. Pada keadaan demikian, deposit kompleks-kompleks imun

dalam glomerolus terbatas dan kerusakan dapat ringan dan berlangsung singkat,

seperti pada glomerulonefritis akut post steroptococcus.

(Price et.al, 1995; IKA-UI, 1997)

Manifestasi Klinis Glomerulonefritis

Gambaran klinis GNA adalah hematuria, oliguria, edema ringan yang terbatas

disekitar mata atau seluruh tubuh, dan hipertensi. Dapat pula timbul gejala

gastrointestinal seperti muntah, tidak ada nafsu makan, konstipasi, dan diare. Bila

terdapat ensefalopati hipertensif dapat timbul sakit kepala, kejang dan kesadaran

menurun. Pada pemeriksaan laboratorium ditemukan laju endap darah meninggi, dan

kadar hemoglobin menurun akibat hipervolemia. Pada pemeriksaan urin, jumlah urin

berkurang, berat jenis meninggi, hematuria mikroskopik, dan ditemukan albumin (+),

eritrosit (++), leukosit (+), silinder leukosit, eritrosit dan hialin. Disertai pula

peningkatan ureum dan kreatinin darah.

Diagnosis

Pemeriksaan Fisik

Adanya gross hematuri (urin yang berwarna seperti teh), dengan atau tanpa edema

(paling mudah terlihat edema periorbital atau mata tampak sembab), pada kasus

yang agak berat dapat timbul gangguan fungsi ginjal biasanya berupa retensi natrium

dan urin. Gejala lain yang muncul tidak spesifik. Bila disertai dengan

hipertensi, dapat timbul nyeri kepala. Demam tidak selalu ada. Pada kasus berat (GN

destruktif) dapat timbul proteinuria masif (sindrom nefrotik), edema anasarka atau

asites, dan berbagai gangguan fungsi ginjal yang berat.

1. Sindrom Nefritis Akut

34

a. Gejala yang timbul adalah edema, hematuria, dan hipertensi dengan atau

tanpa klinis GN.

b. 95% kasus klinis memiliki 2 manifestasi, dan 40% memiliki semua

manifestasi akut nefritik sindrom

2. Edema

a. Edema tampak pada 80-90% kasus dan 60% menjadi keluhan saat ke dokter

b. Terjadi penurunan aliran darah yang bermanifestasi sedikit eksresi natrium dan

urin menjadi terkonsentrasi. Adanya retensi natrium dan air ini menyebabkan

terjadinya edema.

3. Hipertensi

a. Hipertensi muncul dalam 60-80% kasus dan biasanya pada orang yang lebih besar.

b. Pada 50% kasus, hipertensi bisa menjadi berat.

c. Jika ada hipertensi menetap, hal tersebut merupakan petunjuk progresifitas ke

arah lebih kronis atau bukan merupakan GN.

d. Hipertensi disebabkan oleh retensi natrium dan air yang eksesif.

e. Meskipun terdapat retensi natrium, kadar natriuretic peptida dalam plasma

meningkat.

f. Aktivitas renin dalam plasma rendah.

g. Ensefalopati hipertensi ada pada 5-10% pasien,biasanya tanpa defisit

neurologis.

4. Oliguria

a. Tampak pada 10-50% kasus, pada 15% output urin <200ml.

35

b. Oliguria mengindikasikan bentuk cresentic yang berat.

c. Biasanya transien, dengan diuresis 1-2 minggu.

5. Hematuria

a. Muncul secara umum pada semua pasien.

b. 30% gross hematuria.

6. Disfungsi ventrikel kiri

a. Disfungsi ventrikel kiri dengan atau tanpa hipertensi atau efusi perikardium dapat

timbul pada kongestif akut dan fase konvalesen.

b. Pada kasus yang jarang, GN dapat menunjukkan gejala perdarahan

pulmonal.

Pemeriksaan Penunjang

a) Laboratorium

Adanya infeksi streptokokus harus dicari dengan melakukan biakan

tenggorok dan kulit. Biakan mungkin negatif apabila telah diberikan

antimikroba. Beberapa uji serologis terhadap antigen streptokokus dapat

dipakai untuk membuktikan adanya infeksi streptokokus, antara lain

antistreptozim, ASTO, antihialuronidase, dan anti Dnase B. Skrining

antistreptozim cukup bermanfaat oleh karena mampu mengukur antibodi

terhadap beberapa antigen streptokokus. Titer anti streptolosin O meningkat pada

75-80% pasien dengan glomerulonefritis akut pasca streptokokus dengan faringitis,

meskipun beberapa strain streptokokus tidak memproduksi streptolisin O. Bila

semua uji dilakukan uji serologis dilakukan, lebih dari 90% kasus menunjukkan

adanya infeksi streptokokus.

36

Titer ASTO meningkat pada hanya 50% kasus glomerulonefritis akut

pascastreptokokus atau pascaimpetigo, tetapi antihialuronidase atau antibodi yang

lain terhadap antigen streptokokus biasanya positif. Pada awal penyakit titer antibodi

streptokokus belum meningkat, hingga sebaiknya uji titer dilakukan secara

seri. Kenaikan titer 2-3 kali lipat berarti adanya infeksi. Tetapi , meskipun

terdapat bukti adanya infeksi streptokokus, hal tersebut belum bdapat

memastikan bahwa glomerulonefritis tersebut benar-benar disebabkan karena

infeksi streptokokus. Gejala klinis dan perjalanan penyakit pasien penting untuk

menentukan apakah biopsi ginjal memang diperlukan.

Titer antibodi streptokokus positif pada >95 % pasein faringitis, dan 80% pada

pasien dengan infeksi kulit. Antistreptolisin, antinicotinamid dinucleotidase

(anti-NAD), antihyaluronidase (Ahase) dan anti-DNAse B positif setelah

faringitis. Titer antibodi meningkat dalam 1 minggu puncaknya pada satu bulan dan

akan menurun setelah beberapa bulan.

Pada pemeriksaan serologi didapatkan penurunan komponen serum CH50 dan

konsentrasi serum C3. Penurunan C3 terjadi ada >90% anak dengan GN. Pada

pemeriksaan kadar komplemen, C3 akan kembali normal dalam 3 hari atau

paling lama 30 hari setelah onset.

Peningkatan BUN dan kreatinin. Peningkatannya biasanya transien. Bila

peningkatan ini menetap beberapa minggu atau bulan menunjukkan pasien

bukan GN akut sebenarnya. Pasien yang mengalami bentuk kresentik GN mengalami

perubahan cepat, dan penyembuhan tidak sempurna. Adanya hiperkalemia dan

asidosis metabolik menunjujjan adanya gangguan fungsi ginjal. Selain itu

didapatkan juga hierfosfatemi dan Ca serum yang menurun.

Pada urinalisis menggambarkan abnormalitas, hematuria dan proteinuria

muncul pada semua kasus. Pada sedimen urin terdapat eritrosit, leukosit,

granular. Terdapat gangguan fungsi ginjal sehingga urin menjadi lebih

37

terkonsentrasi dan asam. Ditemukan juga glukosuria. Eritrosit paling baik

didapatkan pada urin pagi hari, terdapat 60-85% pada anak yang dirawat di RS.

Hematuria biasanya menghilang dalam waktu 3-6 bulan dan mungkin dapat bertahan

18 bulan. Hematuria mikroskopik dapat muncul meskipun klinis sudah

membaik. Proteinuria mencapai nilai +1 sampai +4, biasanya menghilang dalam

6 bulan. Pasien dengan proteinuria dalam nephrotic-range dan proteinuria berat

memiliki prognosis buruk.

Pada pemeriksaan darah tepi gambaran anemia didapatkan,anemia normositik

normokrom.

b) Pemeriksaan Patologi Anatomi

Makroskopis ginjal tampak agak membesar, pucat dan terdapat titik-titik perdarahan

pada korteks. Mikroskopis tampak hampir semua glomerulus terkena, sehingga dapat

disebut glomerulonefritis difus. Tampak proliferasi sel endotel glomerulus yang keras

sehingga mengakibatkan lumen kapiler dan ruang simpai Bowman menutup. Di

samping itu terdapat pula infiltrasi sel epitel kapsul, infiltrasi sel polimorfonukleus

dan monosit. Pada pemeriksaan mikroskop elektron akan tampak membrana basalis

menebal tidak teratur. Terdapat gumpalan humps di subepitelium yang mungkin

dibentuk oleh globulin-gama, komplemen dan antigen Streptococcus.

Histopatologi gelomerulonefritis dengan mikroskop cahaya pembesaran 20x

Keterangan Gambar:

38

Gambar diambil dengan menggunakan mikroskop cahaya (hematosylin dan

eosin dengan pembesaran 25x). Gambar menunjukkan pembearan glomerular

yang membuat pembesaran ruang urinary dan hiperselluler. Hiperselluler

terjadi karnea proliferasi dari sel endogen dan infiltasi lekosit PMN.

Histopatologi glomerulonefritis dengan mikroskop cahaya pembesaran 40x

Histopatologi glomerulonefritis dengan mikroskop electron

Keterangan Gambar:

Gambar diambil dengan menggunakan mikroskop electron. Gambar

menunjukjan proliferadi dari sel endothel dan sel mesangial juga infiltrasi

lekosit yang bergabung dnegan deposit electron di subephitelia.(lihat tanda

panah)

39

Histopatologi glomerulonefritis dengan immunofluoresensi

Keterangan Gambar:

Gambar diambil dengan menggunakan mikroskop immunofluoresensi dengan

pembesaran 25x. Gambar menunjukkan adanya deposit immunoglobulin G

(IgG) sepanjang membran basalis dan mesangium dengan gambaran ”starry

sky appearence”.

(Price et.al, 1995)

c) Pemeriksaan Pencitraan

a. Foto toraks dapat menunjukkan Congestif Heart Failure.

b. USG ginjal biasanya menunjukkan ukuran ginjal yang normal.

d) Biopsi Ginjal

Biopsi ginjal diindikasikan bila terjadi perubahan fungsi ginjal yang

menetap, abnormal urin dalam 18 bulan, hipokomplemenemia yang menetap, dan

terjadi sindrom nefrotik.

Diagnosa Banding

Sindrom Nefrotik

Nefropati IgA

40

Nefritis lupus

Nefritis Henoch Schonlein

Penatalaksanaan Glomerulonefritis

Tidak ada pengobatan yang khusus yang mempengaruhi penyembuhan kelainan di

glomerulus.

1. Istirahat mutlak selama 3-4 minggu. Dulu dianjurkan istirahat mutlah

selama 6-8 minggu untuk memberi kesempatan pada ginjal untuk menyembuh. Tetapi

penyelidikan terakhir menunjukkan bahwa mobilisasi penderita sesudah 3-4 minggu

dari mulai timbulnya penyakit tidak berakibat buruk terhadap perjalanan penyakitnya.

2. Pemberian penisilin pada fase akut. Pemberian antibiotika ini tidak

mempengaruhi beratnya glomerulonefritis, melainkan mengurangi menyebarnya

infeksi Streptococcus yang mungkin masih ada. Pemberian penisilin ini dianjurkan

hanya untuk 10 hari, sedangkan pemberian profilaksis yang lama sesudah nefritisnya

sembuh terhadap kuman penyebab tidak dianjurkan karena terdapat imunitas yang

menetap. Secara teoritis seorang anak dapat terinfeksi lagi dengan kuman nefritogen

lain, tetapi kemungkinan ini sangat kecil sekali. Pemberian penisilin dapat

dikombinasi dengan amoksislin 50 mg/kg BB dibagi 3 dosis selama 10 hari. Jika

alergi terhadap golongan penisilin, diganti dengan eritromisin 30 mg/kg BB/hari

dibagi 3 dosis.

3. Makanan. Pada fase akut diberikan makanan rendah protein (1 g/kgbb/hari)

dan rendah garam (1 g/hari). Makanan lunak diberikan pada penderita dengan suhu

tinggi dan makanan biasa bila suhu telah normal kembali. Bila ada anuria atau

muntah, maka diberikan IVFD dengan larutan glukosa 10%. Pada penderita tanpa

komplikasi pemberian cairan disesuaikan dengan kebutuhan, sedangkan bila ada

komplikasi seperti gagal jantung, edema, hipertensi dan oliguria, maka jumlah cairan

yang diberikan harus dibatasi.

4. Pengobatan terhadap hipertensi. Pemberian cairan dikurangi, pemberian

sedativa untuk menenangkan penderita sehingga dapat cukup beristirahat. Pada

41

hipertensi dengan gejala serebral diberikan reserpin dan hidralazin. Mula-mula

diberikan reserpin sebanyak 0,07 mg/kgbb secara intramuskular. Bila terjadi diuresis

5-10 jam kemudian, maka selanjutnya reserpin diberikan peroral dengan dosis rumat,

0,03 mg/kgbb/hari. Magnesium sulfat parenteral tidak dianjurkan lagi karena

memberi efek toksis.

5. Bila anuria berlangsung lama (5-7 hari), maka ureum harus dikeluarkan dari

dalam darah dengan beberapa cara misalnya dialisis pertonium, hemodialisis, bilasan

lambung dan usus (tindakan ini kurang efektif, tranfusi tukar). Bila prosedur di atas

tidak dapat dilakukan oleh karena kesulitan teknis, maka pengeluaran darah vena pun

dapat dikerjakan dan adakalanya menolong juga.

A. diurektikum dulu tidak diberikan pada glomerulonefritis akut, tetapi akhir-

akhir ini pemberian furosemid (Lasix) secara intravena (1 mg/kgbb/kali) dalam 5-10

menit tidak berakibat buruk pada hemodinamika ginjal dan filtrasi glomerulus

(Repetto dkk, 1972).

B. Bila timbul gagal jantung, maka diberikan digitalis, sedativa dan oksigen.

6. Kortikosteroid efektif pada beberapa tipe GN karena dapat menghambat

sitokin inflamasi seperti IL-1a atau TNF-a dan aktivitas transkripsi NFkb yang

berperan pada patogenesis GN. pada GNLM ( glomelurus nefritis lesi minimal )

prednison di berikan 0,5-1 mg/kg berat badan / hari selama 6-8 minggu kemudian di

turunkan secara bertahap dapat di gunakan untuk pengobatan pertama. pada GSFS

( glomerulusklerosis fokal dan segmental ) di berikan kortikostreoid dengan dosis

yang sama sampai 6 bulan dan dosis di turunkan setelah 3 bulan pengobatan. pada

GN yang resisten terhadap steroid dapat di ganti dengan pilihan siklofosfamid atau

siklosporin dan mefotil mikofenolat merupakan pilihan terapi.

Pencegahan Glomerulonefritis

Terapi antibiotik sistematik pada awal infeksi streptokokus tenggorokan dan

kulit tidak akan menghilangkan resiko glomerulonefritis. anggota keluarga penderita

dengan glumerulonefritis akut harud di biak untuk streptococus beta-hemolitikus

group A dan di obati jika biakan positif

42

Komplikasi Glomerulonefritis

Glomerulonefritis kronik sebagai kelanjutan dari glomerulonefritis

akut yang tidak mendapat pengobatan secara tuntas.

Gagal ginjal akut dengan manifestasi oliguria sampai anuria yang

dapat berkurangnya filtrasi glomerulus. Gambaran seperti insufiiensi ginjal

akut dengan uremia, hiperfosfatemia, hiperkalemia. Walaupun oliguria atau

anuria yang lama jarang terdapat pada anak, jika hal ini terjadi diperlukan

peritoneum dialysis (bila perlu).

Enselopati hipertensi merupakan gejala serebrum karena hipertensi.

Terdapat gejala berupa gangguan penglihatan, pusing, muntah dan kejang-

kejang. Hal ini disebabkan karena spasme pembuluh darah local dengan

anoksia dan edema otak.

Gangguan sirkulasi berupa dispnea, ortopnea, terdapatnya ronkhi

basah, pembesaran jantung dan meningginya tekanan darah yang buka saja

disebabkan spasme pembuluh darah, tetapi juga disebabkan oleh

bertambahnya volume plasma. Jantung dapat membesar dan terjadi gagal

jantung akibat hipertensi yang menetap dan kelainan di miokardium.

Anemia yang timbul karena adanya hipovolemia disamping sintesis

eritropoetik yang menurun.

Oliguria sampai anuria yang dapat berlangsung 2-3 hari. Terjadi sebagia

akibat berkurangnya filtrasi glomerulus. Gambaran seperti insufisiensi ginjal

akut dengan uremia, hiperkalemia, hiperfosfatemia dan hidremia. Walau

aliguria atau anuria yang lama jarang terdapat pada anak, namun bila hal ini

terjadi maka dialisis peritoneum kadang-kadang di perlukan.

Prognosis Glomerulonefritis

43

Penyembuhan sempurna dapat terjadi pada 95% anak dengan glomerulonefritis

pasca streptococcus akut. Tidak adabukti bahwa terjadi pemburukan menjadi

glomerulonefritis kronik. Mortalitas dapat dihindarkan dengan manajemen yang

tepat pada gagal ginjal. Kekambuhan sangat jarang terjadi.

Sebagian besar pasien akan sembuh, tetapi 5% diantaranya mengalami perjalanan

penyakit yang memburuk dengan cepat. Diuresis akan menjadi normal kembali

pada hari ke 7-10 Fungsi ginjal(ureum dan kreatinin) membaik dalam 1 minggu

dan menjadi normal dalam waktu 3-4 minggu. kimia darah menjadi normal pada

minggu ke 2 dan hematuria mikroskopik atau makroskopik dapat menetap selama

4-6 minggu. LED meninggi terus sampai kira-kira 3 bulan, protein sedikit dalam

urine dan dapat menetap untuk beberapa bulan. Penderita yang tetap

menunjukkan kelainan urine selama 1 tahun dianggap menderita penyakit

glomerulonefritis kronik, walaupun dapat terjadi penyembuhan sempurna. LED

digunakan untuk mengukur progresivitas penyakit ini, karena umumnya tetap

tinggi pada kasus-kasus yang menjadi kronis. Diperkirakan 95 % akan sembuh

sempurna, 2% meninggal selama fase akut dari penyakit ini dan 2% menjadi

glomerulonefritis kronis.

IV. Memahami Pandangan Fiqh tentang Thaharah, Urin dan Darah

Thaharah (طهارة) dalam bahasa Arab bermakna An-Nadhzafah (النظافة), yaitu

kebersihan. Namun yang dimaksud disini tentu bukan semata kebersihan.

Thaharah dalam istilah para ahli fiqih adalah :

mencuci anggota tubuh tertentu dengan cara tertentu.

mengangkat hadats dan menghilangkan najis.

44

Pengertian Thaharah

Thaharah atau bersuci menduduki masalah penting dalam Islam. Boleh dikatakan

bahwa tanpa adanya thaharah, ibadah kita kepada Allah SWT tidak akan diterima.

Sebab beberapa ibadah utama mensyaratkan thaharah secara mutlak. Tanpa

thaharah, ibadah tidak sah. Bila ibadah tidak sah, maka tidak akan diterima Allah.

Kalau tidak diterima Allah, maka konsekuensinya adalah kesia-siaan.

Thaharah menduduki masalah penting dalam Islam. Boleh dikatakan bahwa tanpa

adanya thaharah, ibadah kita kepada Allah SWT tidak akan diterima. Sebab

beberapa ibadah utama mensyaratkan thaharah secara mutlak. Tanpa thaharah,

ibadah tidak sah. Bila ibadah tidak sah, maka tidak akan diterima Allah. Kalau

tidak diterima Allah, maka konsekuensinya adalah kesia-siaan.

Pembagian Jenis Thaharah

Kita bisa membagi thaharah secara umum menjadi dua macam pembagian yang

besar.

1. Thaharah Hakiki

Thaharah secara hakiki maksudnya adalah hal-hal yang terkait dengan kebersihan

badan, pakain dan tempat shalat dari najis. Boleh dikatakan bahwa thaharah

secara hakiki adalah terbebasnya seseorang dari najis. Seorang yang shalat dengan

memakai pakaian yang ada noda darah atau air kencing, tidak sah shalatnya.

Karena dia tidak terbebas dari ketidaksucian secara hakiki.Thaharah secara hakiki

bisa didapat dengan menghilangkan najis yang menempel, baik pada badan,

pakaian atau tempat untuk melakukan ibadah ritual. Caranya bermacam-macam

tergantung level kenajisannya. Bila najis itu ringan, cukup dengan memercikkan

air saja, maka najis itu dianggap telah lenyap. Bila najis itu berat, harus dicuci

dengan air 7 kali dan salah satunya dengan tanah. Bila najis itu pertengahan,

45

disucikan dengan cara mencucinya dengan air biasa, hingga hilang warna

najisnya. Dan juga hilang bau najisnya. Dan juga hilang rasa najisnya.

2. Thaharah Hukmi

Thaharah secara hukmi maksudnya adalah sucinya kita dari hadats, baik hadats

kecil maupun hadats besar (kondisi janabah). Thaharah secara hukmi tidak terlihat

kotornya secara pisik. Bahkan boleh jadi secara pisik tidak ada kotoran pada diri

kita. Namun tidak adanya kotoran yang menempel pada diri kita, belum tentu

dipandang bersih secara hukum. Bersih secara hukum adalah kesucian secara

ritual. Seorang yang tertidur batal wudhu’-nya, boleh jadi secara pisik tidak ada

kotoran yang menimpanya. Namun dia wajib berthaharah ulang dengan cara

berwudhu’ bila ingin melakukan ibadah ritual tertentu seperti shalat, thawaf dan

lainnya.

Demikian pula dengan orang yang keluar mani. Meski dia telah mencuci maninya

dengan bersih, lalu mengganti bajunya dengan yang baru, dia tetap belum

dikatakan suci dari hadats besar hingga selesai dari mandi janabah. Jadi secara

thaharah secara hukmi adalah kesucian secara ritual, dimana secara pisik memang

tidak ada kotoran yang menempel, namun seolah olah dirinya tidak suci untuk

melakukan ritual ibadah.

Thaharah secara hukmi dilakukan dengan berwudhu’ atau mandi janabah.

Najis (Najasah) menurut bahasa artinya adalah kotoran. Dan menurut

Syara' artinya adalah sesuatu yang bisa mempengaruhi Sahnya Sholat. Seperti

air kencing dan najis-najis lain sebagainya.

Najis itu dapat dibagi menjadi Tiga Bagian :

1. Najis Mughollazoh. ( ــة� ـــظـ� ــخـــلـ� ( م�

46

Yaitu Najis yang berat. Yakni Najis yang timbul dari Najis Anjing dan

Babi.

2. Najis Mukhofafah

Ialah najis yang ringan, seperti air kencing Anak Laki-laki yang usianya

kurang dari dua tahun dan belum makan apa-apa, selain air Susu Ibunya.

Cara membersihkannya, cukup dengan memercikkan air bersih pada benda

yang terkena Najis tersebut sampai bersih betul. Kita perhatikan Hadits

dibawah ini :

م غ�ــال� الـ� ل ـو� بـ� من� ش� ر� يـ� و� ، ـة يـ� ار ج� الـ� ل ـو� بـ� من� ـل� ـغ�س يـ�

"Barangsiapa yang terkena Air kencing Anak Wanita, harus dicuci. Dan

jika terkena Air kencing Anak Laki-laki. Cukuplah dengan memercikkan

Air pada nya". (H.R. Abu Daud dan An-Nasa'iy)

 

Tapi tidak untuk kencing anak perempuan, karena status kenajisannya sama

dengan Najis Mutawassithah ( ـــة� ــطـ� س ـــتــــو� ( م�

3. Najis Mutawassithah ( ـــة� ــطـ� س ـــتــــو� ( م�

Ialah Najis yang sedang, yaitu kotoran Manusia atau Hewan, seperti Air

kencing, Nanah, Darah, Bangkai, minuman keras ; arak, anggur, tuak dan

sebagainya (selain dari bangkai Ikan, Belalang, dan Mayat Manusia). Dan

selain dari Najis yang lain selain yang tersebut dalam Najis ringan dan berat.

Hadist yang menerangkan tentang najisnya air kencing dan cara

mensucikananya:

47

Dari Anas bin Malik –radiyallahu ‘anhu-, dia berkata, “Pernah datang

seorang arab Badui, lalu dia kencing di pojok masjid, kemudian orang-

orang menghardiknya, dan Rasulullah menahan hardikan mereka.

Ketika dia telah menyelesaikan kencingnya, maka Nabi –shallallahu

‘alaihi wa sallam- pun memerintahkan (untuk mengambil) seember air,

lalu beliau siramkan ke tempat itu” (Muttafaqun ‘Alaihi)

Faedah Hadits

1. Air kencing (manusia) itu najis, dan wajib mensucikan tempat yang

mengenainya baik itu badan, pakaian, wadah, tanah, atau selainnya.

2. Cara mensucikan air kencing yang ada di tanah adalah

menyiramkannya dengan air, dan tidak disyaratkan memindahkan debu

dari tempat itu baik sebelum menyiramnya maupun setelahnya. Hal serupa

(penyuciannya) dengan air kencing adalah (penyucian) najis-najis lainnya,

dengan syarat najis-najis tersebut tidak berbentuk padatan.

Daftar Pustaka

Robbins, Stanley L. 2007. Buku Ajar Patologi Robbins, Volume 2 Edisi 7. Jakarta:

EGC

Sloane, Ethel. 2003. Anatomi dan Fisiologi untuk Pemula. Jakarta: EGC

48

Snell, Richard S. 2006. Anatomi Klinik untuk Mahasiswa Kedokteran. Jakarta: EGC

Price, Sylvia A. 2005. Patofisiologi: Konsep Klinis Proses-proses Penyakit, Volume 2

Edisi 6. Jakarta: EGC

Dorland, W. A. Newman. 2006. Kamus Kedokteran Dorland, Edisi 29. Jakarta: EGC

Ganong, William F. 2002. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran, Edisi 20. Jakarta: EGC

Gartner, Leslie P. & James L. Hiatt. 2007. Color Atlas of Histology, Fourth Edition.

Baltimore, Maryland: Lippincott Williams & Wilkins

Idrus, Alwi dkk. 2006. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam, Jilid I Edisi IV. Jakarta:

Pusat Penerbitan IPD FKUI

Leeson, C. Roland. 1996. Buku Ajar Histologi, Edisi V. Jakarta: EGC

Sudoyo,Aru W.2009.Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid II Edisi V.Jakarta:Pusat

Penerbitan Departemen IPD FKUI.

Sherwood, Lauralee (2008). “ Human physiology: from cells to systems “. 7th ed. pp

511- 552 . Brooks / Cole : USA

Papanagnou, D. (2008). Glomerulonefritis akut. Diakses pada tanggal 31 Maret 2011,

dari

http://emedicine.medscape.com/article/777272-overview

Website source file: pustaka.unpad.ac.id

Website source file: repository.usu.ac.id

49