skripsi suprapto
TRANSCRIPT
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Menurut WHO dan ISH (International Society of Hypertension), saat ini terdapat
600 juta penderita hipertensi diseluruh dunia, 3 juta diantaranya meninggal setiap tahun.
Berdasarkan Riskesdes Nasional tahun 2007, di Indonesia hipertensi berada di urutan
ketiga penyebab kematian semua umur, setelah Stroke dan TB, dengan proporsi kematian
sebesar 6,8%. Di Indonesia prevalensi hipertensi pada usia >18 tahun adalah sebesar
31,7%. Untuk Sulawesi Selatan prevalensi hipertensi mencapai 29,0%, lebih rendah dari
angka nasional. Di Sulawesi Selatan ada 3 tempat prevalensi hipertensi terbanyak yakni,
Soppeng (40,6%), Sidenreng Rappang (23,3%) dan kota Makassar (23,5%). Proporsi
kelompok usia 45-54 tahun dan lebih tua prevalensinya selalu lebih tinggi pada
kelompok hipertensi.1, 2
Studi Framingham disebutkan bahwa hipertensi essensial, 65% pada wanita dan
78% pada pria berhubungan langsung dengan peningkatan berat badan dan obesitas.
Hipertensi dapat diprediksi dengan mengukur tekanan darah seseorang. Tekanan darah
seseorang berhubungan dengan rasio lingkar pinggang-pinggul dan asupan natrium.
Obesitas android berkaitan erat dengan hipertensi. Indikator adanya obesitas android
dapat dinilai berdasarkan besarnya rasio lingkar pinggang-pinggul. 3
Obesitas merupakan salah satu permasalahan di seluruh dunia, ini dikarenakan
prevalensinya yang cukup tinggi dan terus meningkat pada orang dewasa maupun
remaja. Prevalensi overweight dan obesitas meningkat sangat tajam di kawasan Asia
Pasifik. Sebagai contoh, 20,5% dari penduduk Korea Selatan tergolong overweight dan
1,5% tergolong obesitas. Di Thailand, 16% penduduknya mengalami overweight dan 4%
2
mengalami obesitas. Di daerah perkotaan Cina, prevalensi overweight adalah 12,% pada
laki-laki dan 14,4% pada perempuan, sedang di daerah pedesaan prevalensi overweight
pada laki-laki dan perempuan masing-masing adalah 5,3% dan 9,8%. 4
Data riskesdas pada tahun 2007 menunjukkan prevalensi obesitas pada remaja
usia 15 tahun keatas sebesar 19,1%, prevalensi obesitas untuk jenis kelamin laki-laki usia
6-14 tahun sebesar 9,5% dan untuk jenis kelamin perempuan usia 6-14 tahun sebesar
6,4%. Data Riskesdas pada tahun 2010 menunjukkan prevalensi kegemukan di Indonesia
pada remaja usia 13 – 15 tahun yang berjenis kelamin laki-laki sebesar 2,9% dan
perempuan 2,0%, sedangkan untuk usia 16-18 tahun masing-masing sebesar 1,3% dan
1,5%. (Depkes RI, 2011). 5
Metode pengukuran antropometri tubuh dapat digunakan sebagai skreening
obesitas. Terdapat berbagai macam metode pengukuran tubuh, antara lain pengukuran
indeks massa tubuh, lingkar pinggang, lingkar panggul, lingkar lengan, serta
perbandingan lingkar pinggang dan lingkar panggul. Lingkar pinggang merupakan
pengukur distribusi lemak abdominal yang mempunyai hubungan erat dengan indeks
massa tubuh. Dalam Studi Framingham pada tahun 2007 disebutkan peningkatan lingkar
pinggang merupakan indikator sindroma metabolik yang lebih baik jika dibandingkan
dengan indeks massa tubuh. 6
B. Rumusan Masalah
1. Bagaimanakah hubungan ukuran lingkar leher dengan resiko terjadinya
hipertensi.
2. Bagaimanakah hubungan ukuran lingkar pinggang dengan resiko terjadinya
hipertensi.
3
C. Tujuan Penelitian
Tujuan dari penelitian ini yaitu:
1. Mengetahui proporsi hipertensi di rumah Sakit Pelamonia
2. Mengetahui distribusi lingkar leher di rumah Sakit Pelamonia
3. Mengetahui distribusi lingkar pinggang di rumah Sakit Pelamonia
4. Mengetahui Hubungan lingkar leher dengan hipertensi
5. Mengetahui hubungan lingkar pinggang dengan hipertensi
D. Manfaat Penelitian
1. Bagi Dinas Kesehatan Sebagai bahan masukan untuk menentukan kebijakan dan
proritas dalam menggunakan metode pengukuran lingkar leher dan lingkar
pinggang untuk menentukan obesitas
2. Mempermudah bagi para akademisi dalam penelitian untuk menentukan metode
pengukuran antropometri tubuh yang paling baik sebagai skreening sindroma
metabolik dengan faktor risiko obesitas
3. Sebagai bahan informasi bagi masyarakat agar masyarakat bisa lebih mengetahui
lagi akan resiko akan obesitas.
4
11
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Hipertensi
1. Defenisi
Menurut Kaplan, hipertensi adalah keadaan tekanan darah sistolik lebih dari 140
mmHg dan tekanan diastolik lebih dari 90 mmHg. Berdasarkan Organisasi Kesehatan
Dunia hipertensi yaitu sistolik atau diastolik. Dikatakan hipertensi sistolik jika tekanan
sitolik lebih dari 140 mmHg. Hipertensi diastolik didefenisikan pada suatu rentang
tekanan, tapi nilai yang lebih dari 90mmHg.(7) Menurut the Seventh Report of the joint
National Comittee on Prevention , Detection, Evaluation and Treatment of High Blood
Pressure (JNC VII) klasifikasi tekanan darah pada orang dewasa terbagi menjadi
kelompok normal, prehipertensi, hipertensi derajat 1 dan hipertensi derajat 2.8
Berdasarkan analisis yang dilakukan Ekowati dkk, faktor umur berperan penting
tehadap resiko hipertensi seseorang. Semakin meningkat umur responden semakin tinggi
resiko hipertensi. Hal ini sesuai dengan hasil penelitian yang dilakukan Zamhir dimana
prevalensi hipertensi meningkat seiring dengan bertambahnya umur. Pada usia 25-44
tahun Prevalensi hipertensi sebesar 29%, pada usia 45-64 tahun prevalensi hipertensi
sebesar 51% sedangkan pada usia ≥ 65 tahun sebesar 65%. Tingkat kejadian hipertensi
sejalan dengan bertambahnya usia, hal ini disebabkan karena perubahan struktur pada
pembuluh darah besar, menyebabkan lumen pembuluuh darah besar menjadi lebih sempit
dan diding pembuluh darah menjadi lebih kaku, sehingga jantung memberikan respon
yang menyebabkan meningkatnya tekanan darah sistolik.9,10
2. Klasifikasi
Hipertensi dapat diklasifikasikan berdasarkan etiologi dan berdasarkan tekanan
darah. Berdasarkan etiologi hipertensi dapat diklasifikasikan menjadi 2 yaitu hipertensi
5
primer atau hipertensi esensial dan hipertensi sekunder. Adapun hipertensi primer
penyebabnya berupa multifaktorial yang meliputi faktor genetik dan faktor lingkungan,
yang dapat mempengaruhi faktor genetik yaitu kepekaan terhadap sodium, kepekaan
terhadap stres, reaktivitas pembuluh darah terhadap vasokonstriktor, resistensi insulin
dan lain-lain. Sedangkan faktor lingkungan antara lain diet, kebiasaan merokok, strok
emosis, obesitas, dan lain-lain. Hipertensi sekunder dapat di akibatkan karena penyakit
ginnjal (hipertensi renal), hipertensi endokrin, kelainan saraf pusat, obat-obatan dan lain-
lain. Lebih dari 90% kasus hipertensi merupakan hipertensi esensial/ hipertensi primer,
Sedangkan hipertensi sekunder meliputi 5-10% kasus hipertensi. 11
Seseorang dikatakan hipertensi bila tekanan darahnya >140/90 mmHg. Untuk
pembagian yang lebih rinci, JNC, membuat klasifikasi yang mengalami perubahaan dari
waktu kewaktu. Pada JNC V (1992) hipertensi dibagi dalam 4 tingkat: ringan, sedang,
berat, dan sangat berat. Pada JNC VI (1997) hipertensi dibagi menjadi tingkat 1, tingkat
2, dan tingkat 3 ditambah satu kelompok hipertensi sistolik terisolasi; sedangkan
klasifikasi terbaru (JNC VII, 2003) hanya membagi hipertensi menjadi tingkat 1 dan
tingkat 2 dan menghilangkan kelompok hipertensi sistolik terisolasi. 12
Tabel 2.1 Klasifikasi Tekanan Darah pada Orang Dewasa Berdasarkan JNC VII
Klasifikasi Tekanan Darah
(TD)
Tekanan darah sistolik
(mmHg)
Tekanan darah diastolik
(mmHg)
Normal < 120 < 80
Pre hipertensi 120-139 80-89
Hipertensi
Derajat 1 140-159 90-99
Derajat 2 > 160 > 100
Sumber: U.S. Department Of Health and Human Services
National Institutes of Health National Heart, Lung, and Blood Institute8
6
3. Fisiologi Tekanan Darah
Darah harus mengalami tekanan agar dapat dialirkan keseluruh bagian dari tubuh.
Jika aliran darah menurun maka sel-sel tubuh akan mengalami kekurangan oksigen
nutrisi dan sebagainya yang jika tidak ditanggulangi dapat berdampak pada kematian.
Tekanan darah bergantung kepada:13
a. Curah jantung
b. Tahanan perfier pada pembuluh darah
c. Volume atau isi darah yang bersirkulasi
Faktor utama (mayor) dalam mengontrol tekanan arterial ialah output jantung dan
tahanan perifer total. Bila output jantung (curah jantung) meningkat, maka tekanan darah
arterial akan meningkat, kecuali jika jika pada waktu yang bersamaan tahanan perifer
menurun.13
a. Curah jantung bergantung pada:
• Baliknya aliran darah vena
• Kontrol otonom irama jantung dan kontraktilitas jantung
• Kemampuan otot jantung berespon dengan wajar
b. Tahanan perifer
• Tonus intrinsik arteriola
• Regulasi otonom
• Hormon yang bersirkulasi, diantaranya dapat disebut:
i. Angiotensin II
ii. Katekolamin
7
Sebagian besar tahanan perifer terjadi di arteriola (urat nadi kecil) dan diatur oleh
kontraksi otot dindingnya. Pada kebanyakan kasus hipertensi, baik yang eksperimental
maupun pada manusia, hal yang tetap dijumpai ialah peningkatan tahanan perifer. Curah
jantung pada sebagian besar kasus hipertensi pada manusia dalam batas normal.7
c. Volume dan kontrol volume darah
Ini dapat dimediasi melalui aldosteron, hormon antidiuretik, dan aliran darah ginjal.
Retensi natrium dan peningkatan volume darah dapat memainkan peranan dalam
mengatur tekanan darah. Faktor penting (mayor) yang dicetus untuk menurunkan tekanan
darah berbeda sesuai kebutuhan cepatnya penurunan dibutuhkan.13
• Restorasi (pembetulan) cepat, (beberapa detik sampai 12 jam)
i. Baroreseptor
ii. Kemoreseptor
iii. Iskemia otak (mengakibatkan stimulasi pusat vasomotor)
• Restorasi kurang cepat (30 menit sampai 2 hari), stimulasi
renin/angiotensin (melalui efek langsung pada pembuluh darah)
• Restorasi lambat (lebih lama dari 2 hari), stimulasi renin/angiotensin
(melalui produksi aldosteron dan retensi garam. Kontrol langsungg ginjal,
melalui ekskresi garam.
4. Patogenesis
3.1 Hipertensi primer
Berbagai faktor seperti genetik yang menimbulkan perubahan pada ginjal dan
membran sel, aktifitas saraf simpatis dan sitem renin-angiotensin yang mempengaruhi
8
keadaan hemodinamik, asupan natrium dan metabolisme natrium dalam ginjal, serta
obesitas dan faktor endotel mempunyai peranan dalam peningkatan tekanan darah pada
hipertensi primer.7
Pada tahap awal hipertensi esensial, curah jantung meningkat namun tahanan
perifer dalam keadaan normal. Hal ini disebabkan karena peningkatan aktifitas tonus
simpatis. Tahap selanjutnya, curah jantung kembali normal sedangkan tahanan perifer
meningkat, akibat terjadinya fefleks autoregulasi. Oleh karena curah jantung meningkat
maka terjadi kontraksi otot sfingter prekapiler, sehingga tahanan perifer meningkat.
Selain perubahan hemodinamik tersebut, terjadi pula perubahan struktur, berupa
hipertrofi dinding pembuluh darah dan penebalan dinding intraventrikuler. Diduga ada
faktor lain yang bekerja dalam mekanisme ini selain faktor hemodinamik. Apakah faktor
hormonal atau perubahan anatomis pembuluh darah yang mempenngaruhi hipertensi
esensial, belum diketahui secara pasti.7
Natrium (garam) menjadi hal yang sangat penting dalam patofisiologi hipertensi.
Hipertensi hampir tidak ditemukan pada kelompook suku dengan asupan garam yang
sangat rendah. Asupan natrium menyebabkan peningkatan volume plasma, akibatnya
terjadi peningkatan curah jantung, sehingga terjadilah hipertensi.9
Sistem renin-angiotensin dan aldosteron juga dapat menimbulkan hipertensi.
Produksi renin diantaranya dipengaruhi oleh stimulasi saraf simpatis. Renin berperan
dalam proses konnversi angiotensin I menjadi angiotensin II yang memiliki efek
Vasokontriksi. Adanya angiotensin II juga meningkatkan sekresi aldosteron, dan
mengakibatkan retensi natrium dan air, sehingga terjadi hipertensi.9
Disamping itu pula terdapat faktor lingkungan, seperti stress psikososial, obesitas
dan kurang olah raga yang mempengaruhi timbulnya hipertensi esensial. Pada penderita
9
obesitas dengan hipertensi diketahui curah jantung dan volume sirkulasi lebih tinggi
daripada penderita dengan berat badan normal. Pada obesitas tahanan perifer berkurang
atau normal, sedangkan aktifitas saraf simpatis meninggi, dengan aktifitas renin plasma
yang rendah.7
Hubungan antara stres dengan hipertensi diduga melalui aktivasi saraf simpatis,
yang dapat meningkatkan tekanan darah secara intermiten. Bila stress berkepanjangan
maka tekanan darah akan menetap tinggi.7
3.2 Hipertensi sekunder
Patofisiologi hipertensi sekunder berhubungan dengan penyakit yang mendasari,
sebagai contoh :14
a. Penyebab hipertensi sekunder yang paling sekunder yang paling sering adalah
penyakit ginjal kronis. Serangan pada ginjal akibat glomerulonefritis kronis atau
stenosis arteri renalis akan mengganggu ekskresi natrium sistem renin-
angiotensin-aldosteron atau perfusi renal sehingga tekanan darah meningkat.
b. Pada sindrom cushing, peningkatan kadar kortisol akan menaikan tekanan darah
melalui peningkatan retensi natrium renal, kadar angiotensin II, dan respon
vaskuler terhadap norepinefrin.
c. Pada aldosteronisme primer, penambahan volume intravaskuler, perubahan
konsentrasi natrium dalam dinding pembuluh darah, atau kadar aldosteron yang
terlampau tinggi menyebabkan vasokontriksi dan peningkatan retensi.
d. Feokromositoma merupakan tumor sel kromatin medulla adrenal yang
menyekresi epinefrin dan norepinefrin. Epinefrin meningkatkan kontraktilitas dan
frekuensi jantung, sementara norepinefrin meningkatkan resistensi vaskuler
perifer.
10
5. Faktor Risiko
a. Usia
Berbagai kelainan hemodinamik yang mendasari berlakunya hipertensi pada
individu dari usia yang berbeda. Pada pasien yang berusia kurang dari 50 tahun yang
mengalami hipertensi, secara tipikal mengalami hipertensi kombinasi sistolik dan
diastolik, yaitu tekanan sistolik > 140mmHg dan tekanan diastolik > 90 mmHg. Pada
hipertensi tipe ini, kelainan hemodinamik terutama adalah vasokontriksi pada arteriole.
Tetapi pada penderita hipertensi usia lebih dari 50 tahun biasanya mengalami hipertensi
sistolik saja yaitu, tekanan sistolik > 140mmHg dan tekanan diastolik <90 mmHg. Risiko
kardiovaskuler meningkat secara kurviliniear dengan peningkatan tekanan sistolik tetapi
berhubung terbalik dengan tekanan diastolik pada penderita hipertensi yang lebih lanjut
usianya. Contohnya tekanan darah 170/70 mmHg membawa risiko penyakit jantung
koronerr dua kali dibanding dengan tekanan darah 170/110 mmHg. Kelainan
hemodinamik yang berlaku pada kondisi ini adalah penurunan disensibilitas arteri-arteri
besar. Hal ini timbul karena terjadinya penggantian serabut elastin dengan serabut
kolagen dan deposit jarinngan ikat pada lamina elastik aorta.15
b. Faktor Keturunan atau Gen
Kasus hipertensi esensial 70%-80% diturunkan dari orang tuanya. Dugaan
hipertensi esensial lebih besar bagi seseorang yang kedua orang tuanya menderita
hipertensi ataupun pada kembar monozygot (sel telur) dan salah satunya menderrita
hipertensi maka orang tersebut kemungkinan besar menderita hipertensi.16
c. Etnik
Di Amerika serikat, prevalensi hipertensi menunjukan varisai yang jelas pada
perbedaan etnik dimana hipertensi didapati pada satu kasus pada setiap tiga orang kulit
hitam (African American) dibanding dengan satu satu kasus setiap empat atau lima orang
11
kulit putih atau Mexican American. Selain dari prevalensinya, didapati juga hipertensi
pada orang kuling hitam Amerika muncul pada usia yang lebih muda dan menyebabkan
kerusakan organ yang bermakna.15
d. Kebiasaan Merokok
Menurut Kaplan, efek kenaikan tekanan darah oleh ying disebabkan karena
nikotin pada rokok berlangsung akut, bahkan pada pecandu rokok sekalipun. Jika masih
mengkonsumsi rokok maka tekanan darah akan meningkat, dan tidak ada batas
toleransinya. Salah satu perkiraan hubungan merokok dengan peningkatan tekanan darah
yaitu resistensi insulin, melemahnya relaksasi bergantung endothelium dan peningkatan
level endotel.(17) Merokok menurunkan komplians dinding arteri, meningkatkan agregasi
platelet, meningkatkan fibrinogen, dan menurunkaan HDL kolestrol.18
e. Kebiasaan aktivitas fisik
Aktifitas fisik secara umum dibagi berupaa kegiatan rumah tangga dan olahraga.
Berdasarkan penelitian yangg dipublikasikan oleh American Journal of Public Health
April 2007 didapati bahwa orang dewasa muda yang berolahraga rata-rata 5 kali
seminggu dan kira-kira terjadi pembakaran 300 kalori per sesi olahraga mengalami risiko
hipertensi sebanyak 17%.19
f. Stres Pekerjaan
Setiap orang pasti tidak ada yang tidak pernah mengalami stres karena
kegiatannya. Stres yang besar dan menahun akan memicu timbulnnya berbagai keluhan
dan penyakit, misal salah satunya akan beresiko mengalami hipertensi.16
g. Faktor Obesitas
Semakin gemuk tubuh seseorang maka kerja kerja jantung akan semakin
memperberat untuk memompa darah. Obesitas menyebabkan perubahan pada
hemodinamika dan sistem kardiovaskuler pada tubuh manusia. Penambahan berat badan
12
yang cepat meningkatkan aliran darah regional, kadar curah jantung, dan denyut jantung
berdasarkan studi eksperimental pada hewan dan manusia. Peningkatan denyut jantung
saat istrahat pada obesitas kronis disebabkan terutamanya karena pertambahan tonus
parasimpatetik berbanding dengan peningkatan aktivitas simpatetik atau peningkatan
denyut jantung intrinsik. Orang yang mengalami obesitas disertai hipertensi pada
umumnya karena resistensi insulin dan hiperlipidemia hasil dari peningkataan masa
lemak, Namun resistensi insulin dapat terjadi juga pada orang yang tidak mengalami
obesitas.16
h. Jenis Kelamin
Pada wanita yang telah telah masuk usia menopause risiko untuk kejadian atau
prevalensi hipertensi meninngkat dengan cepat.15,20Pada pria umumnya hipertensi
disebabkan karena pekerjaan, pekerjaan disini mungkin dapat dikarenakan perasaan
kurang nyaman terhadap pekerjaannya. Sampai usia 55 tahun pria lebih beresiko untuk
terkena hipertensi dibandingkan dengan wanita. Menurut Edward D. Frohlich, satu
diantara lima pria dewasa akan mempunyai peluang untuk terkena hipertensi.21
i. Kebiasaan Minum Kopi
Kafein adalah sejenis komposisi alkaloid xanthine, yang merupakan kandungan
utama yang berada pada kopi. Metabolisme kafein terjadi di dalam hepar oleh enzim
sitokrom oksida P450, yang menghasilkan 3 metabolik dimetilxantin yaitu paraxanthine
(84%), theobromine (12%), dan theophyline (4%). Theobromine dapat menyebabkan
terjadinya dilatasi pembuluh darah dan peningkatan jumlah urin. Paraxanthine bekerja
sebagai non-selektif kompetitif inhibitor pada reseptor adenosine sehingga menyebabkan
peninngkatan tekanan darah diastolik dan peningkatan kadar epinefrin di dalam plasma.
Theophyline menyebabkan relaksasi otot polos bronkhial,untuk di jantung memberikan
efek inotropik positif dengan meningkatkan kontraktilitas dan efisiensi otot jantung, serta
13
bersifat kronotropik positif dengan meningkatkan denyut jantung, sehingga
meningkatkan tekanan darah dan meningkatkan aliran darah ginjal. Studi kontrol plasebo
telah menunjukan bahwa kafein menurunkan denyut jantung, meningkatkan tekanan
darah dan meningkatkan katekolamin dan asam lemak bebas dalam plasma. Kafein
bekerja sebagai antagonis pada reseptor adenosine di dalam otak. Pengurangan aktivitas
dari neurotransmitter dopamine. Kafein dapat juga menyebabkan peningkatan epinefrin/
adrenalin.
6. Epidemiologi
Menurut WHO jika penyakit kardiovaskuler (PKV) dikaitkan dengan hipertensi,
maka hipertensi menjadi pembunuh nomor satu di dunia dengan korban sebesar
12juta/pertahun atau 20%-50% dari seluruh kematian. Berdasarkan Riskesdas Nasional
tahun 2007, hipertensi berada di urutan ketiga penyebab kematian semua umur, setelah
stroke dan TB, dengan proporsi kematian sebesar 6,8%. Adapun prevalensi nasional
hipertensi pada penduduk umur >18 tahun adalah sebesar 31,7% (berdasarkan
pengukuran). Prevalensi hipertensi di Sulawesi Selatan 29,0%, lebih rendah dari angka
nasional. Menurut kabupaten, prevalensi hipertensi tertinggi adalah di Soppeng (40,6%)
dan Sidenreng Rappang (23,3%) serta kota Makassar (23,5%).1
7. Patofisiologi
Di dalam tubuh terdapat system yamg mencegah perubahan tekanan darah secara
akut yang disebabkan oleh gangguan sirkulasi, yang berusaha untuk mempertahankan
kestabilan tekanan darah dalam jangka panjang. Berdasarkan kecepatan reaksinnya,
system control tersebut dibedakan dalam system yang bereaksi segera, yang bereaksi
kurang cepat dan yang bereaksi dalam jangka panjang
14
Refleks kardiovaskuler melalui system saraf termasuk systemcontrol yang
bereaksi segera. Sebagai contoh baroreseptor yang terletak pada sinus carotis dan arkus
aorta berfungsi mendeteksi perubahan tekanan darah. Contoh lain system kontrol saraf
terhadap tekanan darah yang bereaksi segera adalah refleks kemoreseptor, respon
iskemia susunan saraf pusat, dan refleks yang berasal dari atrium, arteri pulmonalis, dan
otot polos.
Perpindahan cairan antara sirkulasi kapiler dan rongga interstisial yang dikontrol
oleh hormon angiotensin dan vasopressin termasuk system control yang bereaksi kurang
cepat. Kestabilan tekanan darah dalam jangka panjang dipertahankan oleh system yang
mengatur jumlah cairan tubuh yang melibatkan berbagai organ terutama ginjal.22
Peran faktor genetik terhadap hipertensi primer dibuktikan berbagai fakta yang
dijumpai. Adanya bukti bahwa kejadian hipertensi lebih banyak dijumpai pada pasien
kembar monozigot daripada heterozigot, jika salah satu diantaranya menderita hipertensi,
menyokong pendapat bahwa faktor genetik mempunyai pengaruh terhadap timbulnya
hipertensi.22
Pada tahap awal hipertensi primer, curah jantung meninggi sedangkan tahanan
perifer normal. Keadaan ini disebabkan peningkatan aktivitas simpatik. Pada tahap
selanjutnya curah jantung kembali normal, sedangkan tahanan perifer meningkat yang
disebabkan oleh refleks autoregulasi. Yang dimaksud dengan refleks autoregulasi ialah
mekanisme tubuh untuk mempertahankan keadaan hemodinamik yang normal. Oleh
karena curah jantung yang meningkat terjadi konstriksi sfingter prekapiler yang
mengakibatkan penurunan curah jantung dan peningggian tahanan perifer.
Peningkatan tahanan perifer pada hipertensi primer terjadi secara bertahap dalam
waktu yang lama, sedangkan proses autoregulasi terjadi dalam waktu yang singkat. Oleh
karena itu diduga terdapat faktor lain selain faktor hemodinamik yang berperan pada
15
hipertensi primer. Secara pasti belum diketahui faktor hormonal atau perubahan anatomi
yangg terjadi pada pembuluh darah yang berpengaruh pada proses tersebut. Kelainan
hemodinamik tersebut diikuti pula dengan kelainan struktural pada pembuluh darah dan
jantung. Pada pembuluh darah terjadi hipertrofi dinding sedangkan pada jantung terjadi
penebalan dinding ventrikel.
Sistem renin, angiotensin, dan aldosteron berperan pada timbulnya hipertensi.
Mekanisme terjadinya hipertensi adalah melalui terbentuknya angiotensin II dari
angiotensin I oleh angiotensin I-converting enzyme (ACE). ACE memegang peran
fisiologis penting dalam mengatur tekanan darah. Darah mengandung angiotensinogen
yang diproduksi di hati.
Selanjutnya oleh hormon renin yang diproduksi di diginjal akan diubah menjadi
angiotensin I. Oleh ACE yang terdapat di paru-paru, angiotensin I diubah menjadi
angiotensin II. Angiotensin II inilah yang berperan kunci dalam menaikan tekanan darah
melalui dua aksi utama.
Aksi pertama adalah meningkatkan sekresi hormon antidiuretik (ADH) dan rasa
haus. Hormon ADH dihasilkan di kelenjar hipofisis dan bekerja pada ginjal untuk
mengatur osmolalitas dan volume urin. Jika ADH meningkat maka urin yang akan
dikeluarkan dari tubuh menjadi sedikit sehingga menjadi pekat dan tinggi
osmolalitasnya.
Untuk mengencerkannya, volume cairan akan ditingkatkan dalam hal ini cairan
ekstraselular dengan cara menarik cairan dari bagian intraseluler. Akibatnya, volume
darah meningkat, yang kemudian akan menyebabkan terjadinya peningkatan tekanan
darah.22
Aksi kedua adalah menstimulasi sekresi aldosteron dari korteks adrenal. Untuk
mengatur volume cairan ekstraseluler, aldosteron akan mengurangi ekskresi NaCl
16
(garam) dengan cara mereabsorbsinya dari tubulus ginjal. Naiknya konsentrasi NaCl
akan diencerkan kembali dengan meningkatkan volume cairan ekstraseluler yang pada
gilirannya akan meningkatkan volume dan tekanan darah.
Pada tahun 1996, Welbourn dkk, menunjukan adanya peninggian kadar glukosa
darah dan insulin pada pasien hipertensi yang menjalani tes pembebanan. Study pasien
framingham juga melaporkan adanya korelasi antara gangguan toleransi glukosa dan
hipertensi. Intoleransi glukosa terjadi bersamaan dengan peningkatan kadar insulin dalam
plasma yang disebut sebagai hiperinsulinemia.22
8. Diagnosis Hipertensi
Menurut Slamet Suyono, evaluasi pasien hipertensi mempunyai tiga tujuan :5
a. Mengidentifikasi penyebab hipertensi.
b. Menilai adanya kerusakan organ target dan penyakit kardiovaskuler, beratnya
penyakit, serta respon terhadap pengobatan.
c. Mengidentifikasi adanya faktor resiko kardiovaskuler yang lain atau penyakit
penyerta, yang ikut menentukan prognosis dan ikut menentukan panduan
pengobatan.
Data yang diperlukan untuk evaluasi tersebut diperoleh dengan cara anamnesis,
pemeriksaan fisik, pemeriksaan laboratorium, dan pemeriksaan penunjang. Peninggian
tekanan darah kadang sering merupakan satu-satunya tanda klinis hipertensi sehingga
diperlukan pengukuran tekanan darah yang akurat. Berbagai faktor yang mempengaruhi
hasil pengukuran seperti faktor pasien, faktor alat dan tempat pengukuran.5
Anamnesis yang dilakukan meliputi tingkat hipertensi dan lama menderitanya,
riwayat dan gejala-gejala penyakit yang berkaitan seperti penyakit jantung koroner,
17
penyakit serebrovaskuler dan lainnya. Apakah terdapat riwayat penyakit dalam keluarga,
gejala yang berkaitan dengan penyakit hipertensi, perubahan aktifitas atau kebiasaan
(seperti merokok, konsumsi makanan, riwayat dan faktor psikososial lingkungan
keluarga, pekerjaan, dan lain-lain). Dalam pemeriksaan fisik dilakukan pengukuran
tekanan darah dua kali atau lebih dengan jarak dua menit, kemudian diperiksa ulang
dengan kontralatera.10
9. Penatalaksanaan Hipertensi
9.1Penatalaksanaan Non Farmakologis
Langkah awal pengobatan hipertensi secara non farmakologis adalah dengan menjalani
gaya hidup sehat yaitu : 23,24
1. Menghentikan kebiasaan merokok.
2. Menurunkan berat badan berlebih.
3. Menurunkan konsumsi alkohol berlebih.
4. Latihan fisik yang tidak terlalu berat secara teratur.
5. Menurunkan asupan garam.
6. Meningkatkan konsumsi buah dan sayur serta menurunkan asupan lemak.
9.2 Penatalaksanaan Farmakologis
Terapi farmakologis yaitu obat antihipertensi yang di anjurkan oleh JNC VII :8
1. Diuretika, terutama jenis thiazide (Thiaz) atau aldosteron antagonist (Aldo Ant)
2. Beta Blocker (BB)
3. Calcium Chanel blocker atau calcium antagonist (CCB)
4. Angiotensin Converting Enzyme Inhibitor (ACEI)
5. Angiotensin II Receptor Blocker atau ATI receptor antagonist blocker (ARB)
18
B. Obesitas
1. Defenisi
Obesitas atau istilah yang sering digunakan masyarakat berupa kegemukan,
merupakan suatu masalah yang cukup merisaukan dikalangan remaja.Obesitas atau
kegemukan terjadi pada saat badan menjadi gemuk atau terlalu besar yang disebabkan
penumpukan jaringan adipose secara berlebihan. Jadi obesitas adalah keadaan dimana
seseorang memiliki berat badan yang lebih berat jika dibandingkan dengan berat badan
idealnya, ini dikarenakan terjadinya penumpukan lemak ditubuhnya.25 Seseorang
dikatakan overweight jika perbandingan berat badan dan tinggi badan melebihi standar
yang ditentukan. Sedangkan obesitas adalah kondisi kelebihan lemak, baik di seluruh
tubuh atau terlokalisasi pada bagian-bagian tertentu. Apabila ditemukan total lemak
tubuh >25% pada pria dan >33% pada wanita maka di interpretasikan sebagai obesitas. 26
Obesitas terjadi jika dalam satu periode waktu, kilokalori yang masuk melalui
makanan lebih banyak dibandingkan dengan yang digunakan untuk menunjang
kebutuhan energi tubuh, sehingga yang tidak digunakan untuk energi tubuh disimpan
dalam bentuk trigliserida di jaringan lemak. 27
Obesitas pada bagian tubuh bawah adalah suatu keadaan dimana tingginya
akumulasi lemak tubuh pada regio gluteofemoral. Tipe obesitas ini berhubungan erat
dengan terjadinya gangguan menstruasi pada wanita. Sehingga obesitas tipe ini lebih
sering terjadi pada wanita atau disebut “ gynecoid obesity ”. 28
Dari tahun ke tahun terus terjadi peningkatan angka obesitas pada penduduk
Indonesia. Berdasarkan data Riskesdas tahun 2007 menunjukkan prevalensi obesitas dan
gizi lebih pada penduduk Indonesia usia 15 tahun keatas secara nasional adalah 19,1%.
Di Jawa Timur, prevalensi obesitas dan gizi lebih telah melampaui angka nasional, yaitu
20,4%. 29
19
pada remaja angka kejadian obesitas mencapai 80%, sehingga penting untuk di
perhatikan penting untuk diperhatikan, karena remaja yang mengalami obesitas 80%
beresiko untuk mendapatkan obesitas pada saat dewasa. Selain itu, remaja yang
mengalami obesitas sering didapatkan diagnosis dengan kondisi penyakit yang biasa
dialami orang dewasa, seperti diabetes tipe 2 dan hipertensi. Remaja yang mengalami
obesitas sepanjang hidupnya berisiko lebih tinggi bila di bandingkan dengan orang yang
berat badannya normal untuk menderita berbagai masalah kesehatan yang serius, seperti
penyakit jantung, stroke, diabetes, asma, dan beberapa jenis kanker. Cenderung orang
yang mengalami obesitas mendapatkan masalah psikologis dan sosial pada remaja,
termasuk peningkatan risiko depresi karena sering ditolak oleh teman temannya serta
digoda dan dikucilkan karena berat badan mereka. 29
2. Etiologi Obesitas
Secara ilmiah, obesitas terjadi akibat kalori yang dikonsumsi lebih banyak daripada
yang diperlukan oleh tubuh. Meskipun penyebab utamanya belum diketahui, namun
obesitas pada remaja terlihat cenderung lebih kompleks, multifaktorial, dan berperan
sebagai pencetus terjadinya penyakit kronis dan degeneratif. 25 Faktor resiko yang
berperan terhadap terjadinya obesitas antara lain:
a. Faktor Genetik. Banyak gen yang berkaitan dengan terjadinya obesitas, namun
sangat jarang yang berkaitan dengan gen tunggal. Sebagian besar berkaitan
dengan kelainan pada banyak gen. Setiap peptida/ neurotransmiter yang
merupakan sinyal neural dan humoral yang mempengaruhi otak memiliki gen
tersendiri yang mengkodenya. Setiap Mutasi pada gen-gen tersebut akan
menyebabkan kelainan pada produksi neuropeptida/ neurotransmiter yang
mempengaruhi otakyang mempengaruhi otak sehingga juga akan mempengaruhi
respon otak untuk meningkatkan asupan makanan ataupun menghambat asupan
20
makanan. Demikian pula faktor transkripsi yang mempengaruhi pembentukan sel
lemak yaitu PPAR-γ memiliki gen yang mengkodenya. Kelainan pada gen ini,
akan pula menyebabkan kelainan pada nasib zat gizi. Mutasi pada gen PPAR-γ
menyebabkan PPAR-γ tidak aktif. Pada penyebab gen tunggal yang diantaranya
sudah diketahui adalah adanya mutasi pada gen leptin, reseptor leptin, reseptor
melanocortin-4, pro-opiomelanocortin dan pada gen PPAR-gamma. Adanya
mutasi multigen penyebab obesitas saat ini masih terus diteliti. 30
b. Faktor lingkungan. Gen memang merupakan faktor penting dalam timbulnya
obesitas, namun lingkungan seseorang memiliki peranan penting dalam
timbulnya obesitas.Lingkungan dalam hal ini adalah perilaku atau pola gaya
hidup, misalnya apa yang dimakan dan berapa kali dalam sehari orang tersebut
makan, serta bagaimana aktifitasnya setiap hari. Seseorang tidak dapat mengubah
pola genetiknya namun untuk mengubah pola makan dan aktifitasnya itu dapat
dirubah.25
c. Faktor Psikososial. Apa yang ada dalam pikiran seseorang dapat mempengaruhi
kebiasaan makannya. Banyak orang yang memberikan reaksi terhadap emosinya
dengan makan. Gangguan emosi ini merupakan masalah serius dan dapat
menimbulkan kesadaran berlebih tentang kegemukannya serta rasa tidak percaya
diri dalam pergaulan bersosial.
d. Faktor kesehatan. Ada beberapa penyakit yang dapat mengakibatkan terjadinya
obesitas antara lain, hipothyroidisme, sindroma cushing, sindroma prader-willi,
3. Pengukuran Lingkar Pinggang dan Lingkar Leher sebagai skreening obesitas
1. Lingkar Pinggang
IMT merupakan salah satu cara untuk menentukan total lemak tubuh, tetapi IMT
indikator terbaik untuk obesitas. Selain IMT, ada metode lain untuk pengukuran
21
antropometri tubuh yaitu dengan cara mengukur lingkar pinggang. Parameter penentuan
obesitas merupakan hal yang paling sulit dilakukan karena perbedaan cutt of point setiap
etnis terhadap IMT maupun lingkar pinggang. Sehinggga IDF ( Internasional Diabetes
Federation ) mengeluarkan kriteria ukuran lingkar pinggang berdasarkan etnis.
Tabel 2.2 Nilai Lingkar Pinggang Berdasar Etnis (IDF, 2005).
Negara/grup etnis Lingkar pinggang (cm) pada obesitas
Eropa Pria >94
Wanita >80
Asia Selatan
Populasi China, Melayu, dan Asia-India
Pria >90
Wanita >80
China Pria >90
Wanita >80
Jepang Pria >85
Wanita >90
Amerika Tengah dan Selatan Gunakan rekomendasi Asia Selatan
hingga tersedia data spesifik
Sub-Sahara Afrika Gunakan rekomendasi Eropa hingga
tersedia data spesifik
Timur Tengah Gunakan rekomendasi Eropa hingga
tersedia data spesifik
Sumber: Tjokroprawiro, 2006
2. Lingkar Leher
IMT merupakan alat antropometri yang sering digunakan untuk menentukan berat
badan seseorang apakah dalam batas normal, overweight dan apakah masuk dalam
22
kategori obesitas. Banyak penelitian telah menunjukkan nilai lingkar pinggang sebagai
indeks dari pusat obesity. Peneliti lain menunjukkan bahwa nilai lingkar pinggang , baik
sendiri-sendiri atau dalam kombinasi dengan IMT, diperkirakan memiliki hubungan yang
lebih kuat untuk beberapa hasil kesehatan daripada BMI. Lingkar leher juga telah
digunakan sebagai proxy potensi obesitas dan penyakit kardiovaskular pada penderita
dewasa. Pengukuran lingkar leher merupakan indikator yang lebih baik untuk lemak
tubuh bagian atas, jika dibandingkan dengan BMI. Pengukuran lemak tubuh bagian atas
dapat membantu untuk memprediksi obesitas yang behubungan dengan komplikasi
seperti tekanan darah tinggi, diabetes, penyakit jantung, dan apnea tidur obstruktif. 31
C. Kerangka Teori
Sumber: dikutip dari pustaka no.32.
Gambar 2.1 Beberapa Faktor yang Mempengaruhi Tekanan Darah
23
BAB III
KERANGKA KONSEP PENELITIAN
A. Kerangka Konsep
Variabel Independent variabel Dependent
Gambar 3.1. Kerangka Konsep
Berdasarkan kerangka teori pada tinjauan pustaka, dipilh salah satu variabel risiko
untuk diteliti yaitu obesitas. Namun penentuan obesitas dipenilitian ini lebih ditekankan
pada pengukuran lingkar leher dan lingkar pinggang, karena masih jarang penelitian yang
menggunakan pengukuran lingkar leher dan lingkar pinggang sehingga judul penelitian
ini yaitu hubungan antara lingkar leher dan lingkar pinggang dengan kejadian hipertensi.
Beberapa faktor risiko lain tidak dilakukan dalam penelitian ini karena keterbatasan
tenaga dan waktu serta tempat yang khusus, misalnya seperti pemeriksaan konsumsi
natrium berupa garam karena sulit untuk mengukur jumlah konsumsi garam tiap hari tiap
individu.
B. Definisi Operasional
1. Variabel dependen : Hipertensi
Definisi : Hipertensi adalah keadaan tekanan darah sistolik lebih
dari 140 mmHg dan tekanan diastolik lebih dari 90 mmHg sesuai dengan
kesepakatan dalam JNC VII.
Ukuran Lingkar Leher
Hipertensi
Ukuran Lingkar Pinggang
24
Alat ukur :
a. Spygmomanometer
Sphygmomanometer yang dipakai adalah jenis sphygmomanometer raksa
merk ABN dan sphygmomanometer aneroid, dengan ketelitian 1 mmHg.
b. Stetoskop
Stetoskop yang digunakan dalam penelitian ini adalah stetoskop merk
ABN.
Cara Ukur :Pasien disuruh istrahat 5 menit sebelum pemeriksaan,
istrahat bisa posisi duduk atau berbaring. Kemudian diukur dalam posisi duduk
atau berbaring pada lengan kanan. Lengan kanan sedikit flexi, lengan atas
setinggi jantung. Lengan baju disingkirkan kemudian pasang manset yang
lebarnya dapat melingkari sekurang-kurangnya 2/3 panjang lengan atas dan tidak
boleh menempel baju. Lakukan palpasi anteri untuk mendapatkan posisi
stetoskop yang tepat, kurang lebih stetoskop diletekan di fossa cubiti.Pemompaan
dilakukan hingga 20-30 mmHg di atas tekanan waktu denyut arteri radialis tidak
teraba. Pengempesan dilakukan dengan kecepatan 2-3 mmHg tiap detik. Tekanan
sistolik dinyatakan dengan korotkoff I dan tekanan diastolik dengan korotkoff V.
Pengukuran dilakukan sebanyak dua kali untuk mengambil rata-ratanya dengan
selisih waktu pengukuran 5 menit.
Hasil ukur: Berdasarkan hasil yang didapatkan selama pengukuran dan dinilai
berdasarkan klasifikasi tekanan darah menurut kriteria JNC VII, maka ditetapkan
menjadi dua kelompok hasil yaitu:
1. Normotensi yaitu ≤ 120-139/80-89
2. Hipertensi yaitu ≥ 140/90
25
Skala : Numerik
2. Variabel independen : Lingkar Leher
Definisi : Hasil ukur antropometri pada leher, yang diukur dengan
pita pengukur pada bagian tengah leher dengan posisi badan berdiri tegak dan
kepala tegak menghadap ke depan yang diukur dalam cm.
Alat ukur : Tape measuring /metline
Metline yang digunakan dalam penelitian ini adalah jenis plastic tape measuring
merk butterfly, dengan ketelitian 1 mm.
Cara ukur : Diukur pada posisi berdiri tegak, tenang, dan kepala
menghadap lurus ke depan. Pada pria dengan prominentia laryngeal (adam’s
apple), lingkar leher diukur tepat di bawah adam’s apple. Sedangkan pada wanita,
lingkar leher diukur pada bagian tengah leher, yaitu di antara spina midcervicalis
dan midanterior leher, pastikan pita pengukur tidak menekan leher terlalu ketat.
Nyatakan lingkar leher dalam cm.
Hasil ukur : Pria ≥ 39,5 (obesitas)
Wanita ≥ 36,5 (obesitas)
Skala : Ordinal
3. Variabel independen : Lingkar pinggang
Definisi : Hasil ukur antropometri pada pinggang yang diukur
dengan pita pengukur /metline dalam cm.
Alat ukur : Tape measuring /metline
26
Metline yang digunakan dalam penelitian ini adalah jenis plastic tape measuring
merk butterfly, dengan ketelitian 1 mm.
Cara ukur : Diukur dalam posisi berdiri tegak dan tenang. Baju atau
penghalang pengukuran disingkirkan. Letakkan pita pengukur di tepi atas crista
illiaca dextra. Kemudian pita pengukur dilingkarkan ke sekeliling dinding perut
setinggi crista illiaca. Yakinkan bahwa pita pengukur tidak menekan kulit terlalu
ketat dan sejajar dengan lantai. Pengukuran dilakukan saat akhir dari ekspirasi
normal. Nyatakan lingkar pinggang dalam cm.
Hasil ukur : Pria >90 (obesitas)
Wanita >80 (obesitas)
Skala : Ordinal
C. Hipotesis
1. Hipotesis Nol
• Tidak adanya hubungan ukuran lingkar leher terhadap hipertensi di rumah sakit
Pelamonia
• Tidak adanya hubungan ukuran lingkar pinggang terhadap hipertensi di rumah
sakit Pelamonia
2. Hipotesis Alternatif
• Adanya hubungan ukuran lingkar leher terhadap hipertensi di rumah sakit
pelamonia
• Adanya hubungan ukuran lingkar pinggang terhadap hipertensi di rumah sakit
pelamonia
27
11
BAB IV
METODOLOGI PENELITIAN
A. Jenis Penelitian
Jenis penelitian yang digunakan adalah dengan metode penelitian analitik dengan
menggunakan desain kuantitatif jenis Cross sectional. Cross sectional adalah suatu
rancangan penelitian observational yang dilakukan untuk mengetahui hubungan variabel
independen dengan variabel dependen dimana pengukurannya dilakukan pada satu saat
(serentak). 33Tempat yang diambil dipilih secara acak menggunakan metode Cluster
Sampling.34
B. Waktu dan Tempat Penelitian
1. Waktu Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan pada bulan November-Januari
2. Tempat Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan di rumah sakit pendidikan Pelamonia
C. Subjek Penelitian
1. Subjek
Subjek dalam penelitian ini adalah pasien rumah sakit Pelamonia, yang
memenuhi kriteria inklusi dan kriteria eksklusi.
2. Kriteria inklusi
Menurut Nursalam kriteria inklusi merupakan kriteria dimana subjek penelitian dapat
mewakili sampel penelitian yang memenuhi syarat sebagai sampel.
28
Adapun kriteria inklusi pada penelitian ini adalah:
• Pasien poli interna
• Umur diatas 40 tahun
• Bersedia informed consent
3. Kriteria eksklusi
Kriteria eksklusi dalam penelitian ini adalah :
• Pasien dengan struma / goiter
• Pasien yang sedang hamil
• Pasien dengan decompensasio cordis
• Pasien yang menderita gangguan anatomi sehingga tidak dapat diukur
antropometrinya.
D. Teknik pengumpulan Data
• Jenis data : data yang dikumpul berupa data primer dengan mengukur
lingkar leher, lingkar pinggang seseorang secara langsung
dan mengukur tekanan darah berdasarkan pemeriksaan
secara langsung serta menggunakan kuisioner kepada
semua pasien yang berobat pada saat itu juga.
• Instrument penelitian: Dalam penelitian ini instrument yang digunnakaan yaitu
stetoskop, tensimeter, kuisioner.
E. Teknik Pengambilan Sampel
Pengambilan besar sampel dalam peneliian ini ditentukan berdasarkan rumus
(Lemeshowb dkk, 1997) :
29
𝑛 =𝑧!! 𝑝 𝑞𝑑! =
𝑧!! 𝑝 (1− 𝑝)𝑑!
Keterangan :
n = Jumlah sampel minimal
α = Kesalahan tipe I
Z = derajat kemaknaan
P = Proporsi pasien
q = 1 – p
d = Presisi
Zα pada α 0,05 dua arah = 1,96 dan satu arah = 1,64
Berdasarkan data dari dinas kesehatan Sulawesi selatan prevalensi hipertensi
di kota Makassar Ini berarti nilai p = 0,235. 1,2 nilai q = 1 – p. Dengan limit dari
error (d) di tetapkan 0,1 dan nilai α = 0,05, maka jumlah sampel yang di butuhkan
sebesar :
n =1,96!. 0,235.0,765
0,1! = 69,06
Jadi, jumlah sampel minimal adalah 70 orang.
F. Manajemen Data
1.Editing
Memeriksa kembali kelengkapan data, memperjelas serta melakukan pengolahan
terhadap data yang dikumpulkan. Editing dilakukan di lapangan bila terjadi kekurangan
atau ketidaksengajaan pengisian agar dapat segera dilengkapi.
30
2. Coding
Coding dilakukan untuk Menyederhanakan data yang terkumpul dengan cara memberi
kode atau simbol tertentu.
3.Tabulating
Dari data mentah dilakukan penyesuaian data yang merupakan pengorganisasian data
sedemikian rupa agar dengan mudah dapat dijumlah, disusun dan ditata untuk disajikan
dan dianalisis.
4.Transfering
Pemindahan data yaitu memindahkan data dalam media tertentu pada master tabel.
G. Teknik Analisis Data
1.Univariat
Analisis univariat ini dimaksudkan untuk mendeskripsikan karakteristik pasien,
dilakukan dengan menyajikan dalam bentuk tabel dan grafik untuk mengetahui proporsi
masing-masing variabel.
2. Bivariat
Analisis bivariat digunakan untuk mengetahui adanya hubungan antara variabel bebas
(lingkar leher dan lingkar pinggang) dan variabel terikat (tekanan darah sistolik dan
tekanan darah diastolik) dilakukan dengan analisis Chi-Square. Analisis data dilakukan
dengan menggunakan program Statistic Package for Social Science (SPSS) for MS
Windows versi 17.0.
Adapun hipotesis hubungan terdiri dari:
Ho :
• Tidak adanya hubungan ukuran lingkar leher terhadap hipertensi di rumah sakit
Pelamonia.
31
• Tidak adanya hubungan ukuran lingkar pinggang terhadap hipertensi di rumah
sakit Pelamonia.
Ha :
• Adanya hubungan ukuran lingkar leher terhadap hipertensi di rumah sakit
pelamonia.
• Adanya hubungan ukuran lingkar pinggang terhadap hipertensi di rumah sakit
pelamonia.
Kriteria penerimaan hipotesis:
Bila nilai p ≤ 0,05 berarti Ha diterima (ada hubungan).
Bila nilai p > 0,05 berarti Ho ditolak (tidak ada hubungan).
Adapun rumus dari chi-square yaitu:
X2 = ∑ (!!!)!
!
Keterangan:
O = Frekuensi nilai yang diamati (Observed value)
E = Frekuensi nilai yang diharapkan (Expected value)
Pada uji chi-square frekuensi responden atau sampel yang digunakan besar, sebab
ada beberapa syarat untuk menggunakan chi square yaitu:
Exposure Outcome Total
D+ D-
E+ a b a+b
E- c d c+d
Total a+c b+d n
32
1. tidak ada cell dengan nilai frekuensi kenyataan atau disebut juga Actual Count
(FO) sebesar 0 (nol).
2. Apabila bentuk tabel kontingensi 2x2 , maka tidak boleh ada 1 cell saja yang
memiliki frekuensi harapan atau disebut juga expected count (“Fh’’) kurang dari
5.
3. Apabila bentuk tabel lebih dari 2x2, misal 2x3, maka jumlah cell dengan
frekuensi harapan yang kurang dari 5 tidak boleh lebih dari 20%.
Apabila tabel kontingensi 2x2 seperti diatas, tetapi tidak memenuhi syarat seperti di
atas, yaitu ada cell dengan frekuensi harapan kurang dari 5, maka rumus harus diganti
dengan rumus “Fisher Exact Test”.34
Dalam studi cross sectional , estimasi risiko relative dinyatakan dengan rasio
prevalensi (RP), yakni perbandingan antara jumlah subyek dengan penyakit (lama dan
baru) pada satu saat dengan seluruh subyek yang ada RP dihitung dengan cara sederhana,
yakni dengan cara menggunakan tabel 2x2 seperti pada rumus chi-square , maka dapat
dihitung dengan menggunakan RP yaitu:
RP = a/(a+b):c/(c+d)
Keterangan:
a/(a+b) = proporsi (prevalens) subyek yang mempunyai factor risiko yang mengalami
efek.
c/(c+d) = proporsi (prevalens) subyek tanpa factor risiko yang mengalami efek.
Adapun penerapan rasio prevalensi pada lingkar leher dan lingkar pinggang sebagai
berikut:
33
Lingkar leher /
Lingkar pinggang
𝑃𝑂𝑅 =𝑎𝑑𝑏𝑐
Keterangan:
a : Subjek dengan faktor risiko mengalami hipertensi
b : Subjek dengan faktor risiko yang tidak mengalami hipertensi
c : Subjek tanpa faktor risiko mengalami hipertensi
d : Subjek tanpa faktor risiko yang tidak mengalami hipertensi
Interpretasi hasil:
a. Bila nilai rasio prevalensi = 1 berarti variabel yang diduga sebagai faktor risiko
tidak ada pengaruhnya terhadap terjadinya efek atau bersifat netral
b. Bila rasio prevalensi > 1 dan rentang interval kepercayaan tidak mencakup angka
1, berarti faktor tersebut merupakan faktor risiko untuk timbulnya penyakit
c. Bila rasio prevalensi < 1 dan rentang interval kepercayaan tidak mencakup angka
1, berarti faktor yang diteliti merupakan factor protektif
+ -
A B
C D
34
d. Bila nilai interval kepercayaan rasio prevalensi mencakuo angka 1, maka berarti
populasi yang diwakili oleh sampel tersebut masih mungkin nilai rasio
prevalensinya = 1.
H. Etika Penelitian
a. Menyertakan surat izin meneliti di RSUD dari Dinas Kesehatan Makassar.
b. Meminta dengan baik data rekam medik di Rumah Sakit Pelamonia yang
bersangkutan.
c. Melakukan pengukuran atau pemeriksaan di Sakit Pelamonia
d. Catatan medik pasien dijaga kerahasiannya dan sudah disetujui sebagai data
penelitian yang dilakukan.
35
BAB V
HASIL PENELITIAN
A. Gambaran Umum Lokasi Penelitian
RSU Tk.II Pelamonia adalah sebuah Rumah Sakit Umum Tingkat II yang terletak
di Sulawei Selatan, kota Makassar, Jl.Jendral Sudirman No. 27. Rumah Sakit Umum
Tingkat II pelamonia adalah rumah sakit umum type B. Penelitian ini dilakukan di Poli
interna. Tenaga kesehatan yang ada di Poli Interna Pelamonia berupa dokter dan perawat,
dengan jumlah dokter tiga orang yang terdiri dari dua dokter Spesialis Penyakit Dalam
dan satu dokter Umum. Poli Interna Pelamonia Makassar menerima pasien mulai pukul
delapan pagi sampai jam 12 siang dan tidak menerima pasien pada hari sabtu sampai
minggu.
B.Analisis Univariat
Berdasarkan rumus besar pengambilan sampel diperoleh 70 orang responden yang
memenuhi kriteria inklusi, adapun hasilnya sebagai berikut:
Tabel 5.1 Distribusi Kategori Tekanan Darah, Umur, Jenis Kelamin, Lingkar
Leher, Lingkar Pinggang
Variabel Kategori Frekuensi (n) Presentase (%)
Tekanan Normotensi Darah Hipertensi
37 33
52,9 47,1
40-50 tahun 51-60 tahun Umur 61-70 tahun 71-80 tahun 81-90 tahun
21 22 11 12 4
30,0 31,4 15,7 17,1 5,7
Jenis Pria 16 22,9 Kelamin Wanita 54 77,1 Lingkar LL Normal Leher LL Obesitas
32 38
45,7 54,3
Lingkar LP Normal Pinggang LP Obesitas
16 54
22,9 77,1
Sumber: Data Primer
36
Dari hasil penelitian diperoleh tekanan darah tertinggi 200/130 mmHg dan
tekanan darah terendah 100/60 mmHg. Umur dari 70 pasien yang diteliti, diperoleh hasil
rata-rata (mean) umur pasien 58 tahun. Umur pasien yang diperiksa paling tua 90 tahun
dan paling muda 40 tahun. Jumlah pasien wanita jauh lebih banyak dari pria. Rata-rata
lingkar leher pasien yang diperiksa 36,9 cm dengan lingkar leher paling rendah sebesar
29 cm dan yang paling tinggi 45 cm. Rata-rata lingkar pinggang pasien yang diperiksa
96,24 cm dengan lingkar pinggan paling tinggi 121 cm dan paling rendah 77 cm.
C. Analisis Bivariat
Hubungan Antara Lingkar Leher dan Lingkar Pinggang dengan Hipertensi
Hubungan antara lingkar leher dan lingkar pinggang dengan hipertensi pada
pasien Poli Interna RSUP Pelamonia kota Makassar dapat dilihat pada tabel berikut:
Tabel 5.2 Hubungan Antara Lingkar Leher dan Lingkar Pinggang dengan
Hipertensi
Variabel
Derajat Tekanan Darah Nilai p OR IK 95% Normotensi Hipertensi
n % N % LL Normal LL Obesitas
21 16
56,8 43,2
11 22
33,3 66,7
0,050 2,62 0,992-6,946
LP Normal LP Obesitas
13 24
35,1 64,9
3 30
9,1 90,9
0,010 5,42 1,383-21,217
Sumber: Data Primer Berdasarkan uji Chi-Square diperoleh nilai p = 0,050 yang menunjukan p ≤ 0,05
namun dari nilai OR sebesar 2,625 dengan batas bawah 0,992 dan batas atas 6,946 yang
menunjukan tidak adanya hubungan secara signifikan antara lingkar leher dengan
hipertensi berdasarkan hasil uji statistik, adapun hubungan lingkar pinggang dengan
hipertensi diperoleh nilai p =0,010 yang menunjukan nilai p ≤ 0,05 dan dari hasil analisis
diperoleh nilai OR sebesar 5,417 dengan batas bawah 1,383 dan batas atas 21,217 pada
interval confidence 95%, hasil ini menunjukan adanya hubungan secara signifikan antara
lingkar pinggang dengan hipertensi berdasarkan hasil uji statistik. Nilai OR sebesar 5,42
37
tersebut menunjukkan bahwa pasien rawat jalan poli interna di RSUP Pelamonia yang
hasil ukuran lingkar pinggangnya masuk dalam kategori obesitas memiliki risiko
kejadian hipertensi 5 kali lebih besar dibandingkan dengan pasien yang ukuran lingkar
pinggangnya normal.
38
BAB VI
PEMBAHASAN
A. Keterbatasan Penelitian
Penelitian ini hanya dilakukan pada pasien Poli Interna dan tidak dilakukan pada
pasien rawat inap serta tidak dilakukan pada orang yang tidak memeriksakan
kesehatannya di Poli Interna. Pada penelitian ini juga pasien yang diperiksa paling
rendah berumur 40 tahun.
B. Variabel yang Berhubungan dengan Kejadian Hipertensi
Berdasarkan judul penelitian yakni hubungan lingkar leher dan lingkar pinggang
dengan hipertensi, terdapat 2 (dua) variabel dalam penelitian ini. Dari kedua variabel
tersebut, berdasarkan analisis bivariat keduanya berhubungan secara signifikan terhadap
kejadian hipertensi pada pasien rawat jalan jalan poli interna di rumah sakit Pelamonia.
B.1 Hubungan antara lingkar leher dengan Hipertensi
Hipertensi yang terjadi pada seseorang, salah satu penyebabnya berupa
kegemukan atau obesitas. Obesitas seseorang dapat diukur dengan mengggunakan
ukuran lingkar leher, hal ini dapat dibuktikan dari beberapa hasil penelitian yang
dilakukan oleh Guang-ran, dkk dan Liubov, dkk.35,36 Pada penelitian Guang-ran, dkk
dengan menggunakan operasi analisis karakteristik Receiver menunjukkan bahwa daerah
di bawah kurva untuk lingkar leher dan obesitas sentral pada wanita memiliki hubungan
yang signifikan.35 Penelitian Liubov, dkk juga menunjukkan hubungan yang signifikan
antara lingkar leher BMI dengan menggunakan Koefisien Korelasi Pearson.36 Adanya
hubungan antara ukuran lingkar leher seseorang dengan kejadian hipertensi sangat
39
beralasan, Pada penderita obesitas dengan hipertensi diketahui curah jantung dan volume
sirkulasi lebih tinggi daripada penderita dengan berat badan normal, Selain itu, obesitas
yang diikuti dengan peningkatan metabolisme lemak, akan menyebabkan terjadinya
peningkatan produksi reactive oxygen species (ROS) di sirkulasi darah maupun di sel
adipose sehingga menyebabkan terjadinya peningkatan ROS di dalam sel adipose yang
akan menyebabkan gangguan keseimbangan reaksi reduksi oksidasi, sehingga terjadi
penurunan enzim antioksidan dalam sirkulasi. Keadaan ini disebut stres oksidatif. Stres
oksidatif diperkirakan memiliki peran penting pada patofisiologi terjadinya hipertensi,
sindroma metabolik, maupun aterosklesrosis. Stres oksidatif juga dapat menyebabkan
terjadinya disfungsi endotel dan hipertensi, melalui mekanisme perangsangan inaktivasi
Nictric oxide (NO) yang merupakan senyawa endothelium derived relaxing factor yang
berperan penting dalam pengaturan homeostasis vaskular sehingga menyebabkan
penurunan NO yang dimediasi oleh ROS. 37
Pada obesitas juga terjadi beberapa peningkatan seperti peningkatan Free Fatty
Acid (FFA), peningkatan insulin, peningkatan leptin, aldosteron dan peningkatan
aktivitas renin angiotensin yang akan menstimulasi peningkatan aktivitas system saraf
simpatis. Peningkatan sistem saraf simpatis, leptin, aldosteron, aktivitas Sistim Renin
Angiotensin (RAS) kemudian akan menyebabkan terjadinya retensi cairan dan natrium
yang pada akhirnya menyebabkan hipertensi. Peningkatan aldosteron dan aktivasi Renin
Angiotensin (RA), serta peningkatan Endotelin-1 dan penurunan aktivitas NO akan
menimbulkan vasokontriksi yang kemudian akan memicu terjadinya hipertensi.37
Pada penelitian ini diperoleh hasil tidak adanya hubungan antara lingkar leher
dengan hipertensi secara signifikan berdasarkan uji statistik, hasil ini berbeda dengan
penelitian yang dilakukan sebelumnya oleh Rahmawati, Liubov,dkk dan Nasrollah,
dkk.38-40 Penelitian yang dilakukan Rahmawati dengan menggunakan Uji Chi Square
40
menunjukan hubungan yang signifikan antara lingkar leher dan hipertensi pada pasien
Poli Interna, namun pada penelitiannya tidak memasukan batasan umur responden.38
Penelitian Liubov,dkk menunjukan hasil adanya hubungan secara signifikan antara
perubahan tekanan darah diastolik dan perubahan lingkar leher, namun penelitian ini
tidak mengelompokan responden hipertensi dengan yang tidak hipertensi.39 Begitu pula
penelitian yang dilakukan Nasrollah, dkk menunjukan hasil yang signifikan antara
lingkar leher dengan darah tinggi, penelitian Nasrollah, dkk ini hanya memasukan
responden wanita.40 Meskipun penelitian sebelumnya menunjukan hubungan, mungkin
disebabkan adanya perbedaan metode ukur ataupun alat ukur yang digunakan serta
perbedaan responden yang digunakan.
B.2 Hubungan antara Lingkar Pinggang dengan hipertensi
Lingkar pinggang merupakan pengukuran antropometri yang sudah sering
digunakan sebagai indikator penentuan obesitas. Hipertensi yang terjadi pada seseorang,
salah satunya penyebabnya berupa kegemukan atau obesitas. Obesitas seseorang dapat
diukur dengan mengggunakan ukuran lingkar pinggang. Adanya hubungan antara ukuran
lingkar pinggang seseorang dengan kejadian hipertensi sangat beralasan, karena
kegemukan atau obesitas yang terjadi pada seseorang akan dibarengi dengan pembesaran
ukuran lingkar pinggang. Pada penderita obesitas dengan hipertensi diketahui curah
jantung dan volume sirkulasi lebih tinggi daripada penderita dengan berat badan normal,
Selain itu, obesitas yang diikuti dengan peningkatan metabolisme lemak, akan
menyebabkan terjadinya peningkatan produksi reactive oxygen species (ROS) di sirkulasi
darah maupun di sel adipose sehingga menyebabkan terjadinya peningkatan ROS di
dalam sel adipose yang akan menyebabkan gangguan keseimbangan reaksi reduksi
oksidasi, sehingga terjadi penurunan enzim antioksidan dalam sirkulasi. Keadaan ini
disebut stres oksidatif. Stres oksidatif diperkirakan memiliki peran penting pada
41
patofisiologi terjadinya hipertensi, sindroma metabolik, maupun aterosklesrosis. Stres
oksidatif juga dapat menyebabkan terjadinya disfungsi endotel dan hipertensi, melalui
mekanisme perangsangan inaktivasi Nictric oxide (NO) yang merupakan senyawa
endothelium derived relaxing factor yang berperan penting dalam pengaturan
homeostasis vaskular sehingga menyebabkan penurunan NO yang dimediasi oleh ROS. 37
Pada obesitas juga terjadi beberap peningkatan seperti peningkatan Free Fatty
Acid (FFA), peningkatan insulin, peningkatan leptin, aldosteron dan peningkatan
aktivitas renin angiotensin yang akan menstimulasi peningkatan aktivitas system saraf
simpatis. Peningkatan sistem saraf simpatis, leptin, aldosteron, aktivitas Sistim Renin
Angiotensin (RAS) kemudian akan menyebabkan terjadinya retensi cairan dan natrium
yang pada akhirnya menyebabkan hipertensi. Peningkatan aldosteron dan aktivasi Renin
Angiotensin (RA), serta peningkatan Endotelin-1 dan penurunan aktivitas NO akan
menimbulkan vasokontriksi yang kemudian akan memicu terjadinya hipertensi.37
Pada penelitian ini diperoleh hasil adanya hubungan antara lingkar pinggang
dengan hipertensi secara signifikan berdasarkan uji statistik, hasil ini sama dengan
penelitian yang dilakukan sebelumnya oleh Syarifudin, penelitian Rahmawati dan juga
penelitian Widyastuti.38,41,42 Penelitian yang dilakukan oleh Syarifudin menunjukan
hubungan yang signifikan antara lingkar pinggang dengan hipertensi, namun pada
penelitian ini hanya melibatkan Polisi laki-laki.41 Pada peneltian yang dilakukan
Rahmawati diperoleh hasil adanya hubungan yang signifikan antara lingkar pinggang
dengan hipertensi.38 Penelitain yang dilakukan Widyastuti juga menunjukan hasil adanya
hubungan yang signifikan antara lingkar pinggang dengan hipertensi.42 Penelitian
sebelumnya yang dilakukan oleh Syarifudin, Rahmawati dan Widyastuti, memperkuat
hasil penelitian saya berupa adanya hubungan secara signifikan antara lingkar pinggang
dengan hipertensi.
42
BAB VII
TINJAUAN KEISLAMAN
Setiap orang pasti menginginkan tubuh yang sehat, terhindar dari penyakit,
bahkan tidak ada orang mungkin yang menginginkan dirinya sakit. Namun tidak semua
orang mampu untuk menjauhkan dirinya dari hal-hal yang justru dapat mendatangkan
penyakit bagi dirinya. Segala aktifitas yang kita lakukan pastinya dibarengi dengan
jasmani yang sehat.
Pada saat sekarang ini banyak orang makan tanpa memperhatikan batasan,
sampai kapan berhenti makan. Beberapa kelompok orang makan sebanyak mungkin
tanpa memandang dampak apa yang akan ditibulkan nantinya bila makan terlalu
berlebihan yang dapat menyebabkan kegemukan pada dirinya, atau disebut dengan istilah
obesitas. Islam menyinggung akan hal kegemukan ini, seperti beberapa sabda Nabi
Muhammad SAW:
Dalam riwayat sahih Muslim dari Abu Hurairah radhiyallahu 'anhu; Rasulullah
shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda:
ثم » لف يیخ قومم ونن ب يیح نة٬، ما االس وونن د شهھ يی بل ق أأنن وواا هھد تش يیس »
"Kemudian datang kaum yang suka menggemukkan badan, mereka bersaksi sebelum
diminta bersaksi."
Imam Qurthubi (671H) rahimahullah berkata: Hadits ini adalah celaan bagi orang
gemuk, karena gemuk yang disengaja disebabkan karena banyak makan, minum, santai,
foya-foya, selalu tenang, dan terlalu mengikuti hawa nafsu. Ia adalah hamba bagi dirinya
sendiri dan bukan hamba bagi Tuhannya, orang yang hidupnya seperti ini pasti akan
terjerumus kepada yang haram, dan semua daging yang tumbuh di badannya dari yang
haram maka neraka adalah tempat yang tepat yang layak baginya.
43
Ja'dah Al-Jusyamy radhiyallahu 'anhu berkata: Aku melihat Rasulullah
shallallahu 'alaihi wa sallam menunjuk perut seorang yang gemuk dan berkata:
لو " انن ك هھھھذاا يیر في غ اا٬، هھھھذ انن ك يیراا خ لك "
"Seandainya ini bukan di sini, pasti akan lebih baik". [Mustadrak Al-Hakim: Sanadnya
bagus].
Dalam hadits lain dari Abu Hurairah radhiyallahu 'anhu, Rasulullah shallallahu
'alaihi wa sallam bersabda:
نهھ " إإ ليیأتي االرجل يیم ظ االع يین م االس يیومم يیامة٬، االق يیزنن ال ند ع احح هللا جن عوضة٬، ب الل ووق وواا : رء ااق فال } يیم ق ن لهھم يیومم يیامة ق اال
ووززنا . " [ 105 : االلككههفف ] {
Sesungguhnya akan didatangkan seseorang yang sangat gemuk pada hari kiamat, akan
tetapi timbangannya disisi Allah tidak seberat sayap lalat. Bacalah firman Allah: "Dan
kami tidak mengadakan suatu penilaian bagi (amalan) mereka pada hari kiamat". (Sahih
Bukhari dan Muslim)
Imam An-Nawawi (676H) rahimahullah mengatakan: Hadits ini adalah celaan bagi
orang yang gemuk. (Syarah sahih Muslim 17/129)
Dalam riwayat lain Rasulullah bersabda:
“Tidak ada seorang yang memenuhi satu bejana yang lebih buruk dari pada perutnya.
Cukuplah bagi anak Adam beberapa suap yang dapat menegakkan tulang punggungnya.
Kalau harus memenuhinya maka hendaknya yang sepertiga untuk makanan, sepertiga
untuk minuman dan sepertiganya untuk nafas.” (HR. Ahmad, Tirmizi dan lainnya) .
Imam Syafi'iy (204H) rahimahullah berkata: Sama sekali tidak akan beruntung
orang yang gemuk, kecuali Muhammad bin Hasan Asy-Syaibany (189H).
Imam Syafi'iy ditanya: Kenapa demikian?
Beliau menjawab: Karena seorang yang berakal tidak lepas dari dua hal; sibuk
44
memikirkan urusan akhiratnya atau urusan dunianya, sedangkan kegemukan tidak terjadi
jika banyak pikiran. Jika seseorang tidak memikirkan akhiratnya atau dunianya berarti ia
sama saja dengan hewan.
“Wahai anak Adam, gunakanlah perhiasanmu pada setiap masjid, makanlah,
minumlah dan jangan berlebih-lebihan sesungguhnya dia tidak menyukai orang yang
berlebih-lebihan.” (QS. Al-A’raf:31).
Dengan demikian Islam telah mendahului ilmu barat modern sejak lebih dari 14
abad yang lalu dalam menganjurkan pentingnya keseimbangan dalam makan minum dan
memperingatkan bahaya berlebih-lebihan dalam hal diatas.
Rasulullah bersabda: “Asal segala penyakit adalah kekenyangan.”
(Hadits ini disebutkan oleh Suyuthi dalam kitab Jami’us Soghir).
Hadits ini termasuk petunjuk yang jelas dalam menjaga kesehatan alat
pencernaan, yang berarti menjaga badan secara keseluruhan dari bahaya keracunan yang
ditimbulkan akibat kekenyangan; akibat perut besar karena makanan yang melibihi
kapasitas kerjanya. Juga yang ditimbulkan oleh keharusan mencerna makanan baru
sebelum yang pertama selesai dicerna. Semua itu mengakibatkan sulitnya pencernaan
dan pengasaman lambung.
Sungguh benar sabda Rasulullah yang mewanti-wanti akan kegemukan dan
kolesterol. Beliau bersabda , “Perut besar adalah sarang penyakit.”
Dari sini kita bisa menyimpulkan bahwa salah satu penyebab timbulnya penyakit
adalah makan yang berlebih-lebihan sehingga menjadi kekenyangan yang mengakibatkan
adanya banyak penyakit sebagaimana yang dinyatakan penelitian ilmu kedokteran
modern.
45
BAB VIII
KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian ini dapat disimpulkan bahwa :
1. Prevalensi hipertensi sebesar 47,1% pada pasien rawat jalan Poli Interna di RSUP
Pelamonia kota Makassar.
2. Distribusi lingkar leher normal 45,7% dan distribusi lingkar leher kategori
obesitas sebesar 54,3% pada pasien rawat jalan Poli Interna di RSUP Pelamonia
kota Makassar.
3. Distribusi lingkar pinggang normal 22,9% dan distribusi lingkar pinggang
kategori obesitas sebesar 77,1% pada pasien rawat jalan Poli Interna di RSUP
Pelamonia kota Makassar.
4. Ukuran lingkar leher bukan merupakan faktor risiko bagi kejadian hipertensi pada
pasien rawat jalan Poli Interna di RSUP Pelamonia kota Makassar.
5. Ukuran lingkar pinggang merupakan faktor risiko bagi kejadian hipertensi pada
pasien rawat jalan Poli Interna di RSUP Pelamonia kota Makassar.
B. Saran
Dari seluruh proses penelitian yang telah dilakukan oleh peneliti, dapat
diungkapkan beberapa saran yang mungkin dapat bermanfaat bagi semua pihak yang
terkait dalam proses penelitian dan bagi masyarakat yang membaca penelitian ini.
Adapun saran-saran tersebut:
1. Untuk mengurangi risiko hipertensi, hendaklah meningkatkan aktifitas olahraga
dan mengamalkan gaya hidup sehat.
46
2. Perlu peningkatan kesadaran dari masyarakat tentang pentingnya mengatur pola
makan dengan baik agar dapat terhindar dari obesitas, dimana obesitas telah
diketahui merupakan salah satu faktor risiko terjadinya hipertensi.
3. Diharapkan ada penelitian selanjutnya yang dapat meneruskan penelitian ini
dengan responden bukan pasien Poli Interna.
47
Daftar Pustaka
1. Muliyati H, Syam A, Sirajuddi S. Hubungan pola Konsumsi Natrium dan Kalium
serta Aktifitas Fisik dengan Kejadian Hipertensi pada Pasien Rawat Jalan di
RSUP dr. Wahidin Sudirohusodo Makassar. Vol.1,No.1,Agustus 2011, hal.46-51.
2. Rahajeng E, Tuminah S.2009. Prevalensi Hipertensi dan Determinannya di
Indonesia.
3. Puspita S, Wirawanni Y.2010. Hubungan Rasio Lingkar Pinggang-Pinggul dan
Asupan Natrium Dari Western Fast Food Dengan Tekanan Darah Pada Remaja
4. Nurpudji A.T, Iriyani H, Hadju V. 2012. Obesity and HsCRP Content Among
New Students Adolescent At Hasanuddin University I
5. Depkes RI, (2011). Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan. Riset
Kesehatan Dasar 2011. Jakarta: Balitbangkes
6. Bell, Ge K, Popkin B.M. 2001. Weight gain and its predictors in Chinese adults.
Int J nationed Metabolism Disorder . 25:1079-1086
7. Guyton and Hall.2008. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran.Jakarta:EGC, hal.231,
239.
8. National Hert, Lung and Blood Institute, The Seventh Report of the Joint
National Commite on prevention, Detection, Evaluation and Treatmeant of High
Blood Pressure (JNC VII).NIH Publication.2003.
9. Oparil S. Arterial hypertension. In: Goldman L, Bennet JC, editors. Cecil
Textbook of Medicine. 21st ed. Philadelphia: Saunders Company; 2000, pp.258-
65.
10. Mansjoer-Arif, dkk. Kapita Selekta Kedokteran Jilid I. Jakarta: Media
Aesculapius,FKUI, 2001, hal. 520.
11. Syamsudin. 2011. Buku Ajar Farmakoterapi kardiovaskuler dan renal. Jakarta:
Salemba Medika.
12. Rianto S.2011. Farmakologi dan Terapi.jakarta:badan penerbit FKUI, hal. 342.
13. Lumbantobing. 2008. Tekanan Darah Tinggi. Jakarta: Balai Penerbit FKUI
14. Kowalak, dkk. 2011. Buku Ajar Patofisiologi. Jakarta: EGC, hal. 934.
15. Brodish P. H. The Irreversible Health Effects of Cigarette Smoking, American
Council and Health website. Available at :
http://www.acsh.org/publications/pubID.377/pub_detail.asp.
16. Yudi G.2011.Hidup Nyamandenggan Hipertensi. Jakarta: Gramedia.
48
17. Kaplan NM, Liebermann E, Neal W, editors. Kaplan’s Clinical Hypertension. 8th
ed. Philadelphia: lippincott Williams and Wilkins; 2002.
18. Yoga A.T.2006. Tuberkulosis, Rokok, Dan Perempuan. Jakarta: FKUI.
19. Fisch R., Frank J., Oral Contraceptiives and Blood Pressure, Vol.237 No. 23,
June 6, 1997. The Journal of The American Medical Association website.
Available at: http://jama.ama-assn.org/cgi/content/abstract/237/23/2499.
20. Harrison’s.Principles of Medicine 15th Edition [ CD-ROM]. New York: McGraw-
hill;2002.
21. Sustrani L, dkk. 2004. Hipertensi. Jakarta. PT. Gramedia Pustaka Utama.
22. Arnilawaty. Amalia H., Amiruddin R., Hipertensi dan Faktor Risikonya dalam
Kajian Epidemiologi. [online] New Paradgm Public Health. Posted 08 Dec 2007.
Available: http://ridwanmiruddin.wordpress.com/2007/12/08-hipertensi-dan-
faktor-risikonya-dalam-kajian-epidemiologi.
23. Yogiantoro M. 2009. Patofisiologi Jilid II edisi 5. Jakarta: EGC
24. Junaidi I. 2010. Hipertensi. Jakarta: Gramedia.
25. Proverawati A.2010.Obesitas dan Gangguan Perilaku Makan Pada
Remaja.yogyakarta: Nuha Medika.
26. Mahan, Adair, Popkin B.M. 2002. Ethnic differences in the association betwen
body mass index and hypertension. Am J Epidemiology . 155:346-353
27. Sherwood L.2011.Fisiologi Manusia dari Sel ke Sistem.Jakarta: EGC, hal. 708.
28. Bergman, Van C., Mittelman S.D. 2001. Central role of adipocytes in metabolic
syndrome. J Investig Med . 49:119-126
29. Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan Departemen Kesehatan RI.
Laporan Riset Kesehatan Dasar Provinsi Jawa Timur 2007. Jakarta.
30. Soegih R, Kunkun K. Wiramihardja.2009. Obesitas Permasalahan dan Terapi
Praktis. Jakarta:Sagung Seto, hal. 18.
31. GrowUp Clinic. 6 September 2012. Ukuran Leher Lebih baik Dibanding BMI
untuk Parameter Obesitas Anak.
32. Kaplan M. Norman, Measurenment of Blood Pressure and Primary Hypertension:
Pathogenesis in Clinical Hypertension: Seventh Edition. Baltimore, Maryland
USA: Williams & Wilkins, 1998, pp. 28-46.
33. Budiman. Penelitian Kesehatan buku pertama. Bandung: PT RefikaAditama;
2011.
49
34. Sastroasmoro S,Ismael S.2011.Dasar-Dasar Metodologi Penelitian Klinis.Jakarta:
sagung Seto, hal. 133-158.
35. Guang-ran Y, MM.2010. Circumference Positively Related With Central Obesity,
Overweight, and Metabolic Syndrome in Chinese Subjects With Type 2 Diabetes:
Beijing Community Diabetes Study 4.
36. Liubov,dkk.2001. Neck Circumference as a Simple Screening Measure for
Identifying Overweight and Obese Patients.
37. Lilyasari O.2007. Hipertensi dengan Obesitas: Adakah Peran Endotelin-1.
38. Rahmawati.2010.Hubungan Lingkar Leher dan Lingkar Pinggang dengan
Hipertensi Pada Penderita Obesitas Di Poliklinik Interna RSUD Arifin Achmad
Pekanbaru.
39. Liubov,dkk.2004Relationship between changes in neck circumference and
changes in blood pressure.
40. Nasrollah S,dkk.2006.Relationship Between Higher-Standard Neck
Circumference In Women And Risk Factors Of Coronary Artery Disease.
41. Syarifudin A.2012.Hubungan Antara Faktor Sosiodemografik dan Gaya Hidup
dengan Kejadian Hipertensi Pada Polisi Laki-Laki Di Kabupaten Purworejo,
Jawa Tengah.
42. Widyastuti N.2005.Hubungan Beberapa Indikator Obesitas dengan Hipertensi
Pada Perempuan.