steven johnson

Upload: dgumelar

Post on 06-Jan-2016

15 views

Category:

Documents


0 download

DESCRIPTION

punya senior

TRANSCRIPT

REFERATSTEVENS-JOHNSON SYNDROMEPEMBIMBING :

dr. Retno Sawitri , Sp.KK

dr. Shinta J.B.T.R ,Sp.KKDisusun Oleh :

Ghayatrie Healthania

030.10.114

KEPANITERAAN KLINIK

ILMU KESEHATAN KULIT DAN KELAMIN

RUMAH SAKIT UMUM DAERAH BEKASI

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS TRISAKTI

PERIODE 10 Agustus 12 September 2015HALAMAN PENGESAHAN

Yang bertanda tangan dibawah ini menyatakan :

Nama : GHAYATRIE HEALTHANIA

Nim : 030.10.114

Judul Referat : STEVENS- JOHNSON SYNDROME

Telah menyelesaikan tugas referat dalam rangka kepaniteraan klinik pada bagian Ilmu Kesehatan Kulit dan Kelamin Fakultas Kedokteran Trisakti .

Bekasi , Agustus 2015

Pembimbing 1

Pembimbing 2

dr. Retno Sawitri, Sp.KK

dr. Shinta J.B.T.R, Sp.KKKATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena berkat rahmat-Nya penulis dapat menyelesaikan referat dengan judul Stevens-Johnson Syndrome tepat pada waktunya.Terima kasih penulis ucapkan kepada dr. Retno Sawitri, Sp.KK dan dr. Shinta J.B.T.R, Sp. KK yang telah memberi kesempatan dan waktunya untuk menjadi pembimbing dalam menyelesaikan referat ini . Kami menyadari bahwa karya tulis ini masih jauh dari sempurna. Oleh karena itu, kritik dan saran yang bersifat membangun sangat penulis harapkan dalam rangka penyempurnaan. Akhir kata, semoga karya tulis ini dapat memberikan manfaat bagi perkembangan dunia pendidikan dan pengetahuan secara luas.Bekasi, Agustus 2015Ghayatrie HealthaniaDAFTAR ISI

HALAMAN MUKA

i

KATA PENGANTAR

iiiDAFTAR ISI

ivPENDAHULUAN

1ISI

2

Definisi

2Epidemiologi

2Etiologi. 3Patofisiologi

4Manifestasi Klinis

6Diagnosis

9Diagnosis Banding

10Penatalaksanaan

12Prognosis

14Komplikasi 15KESIMPULAN

16DAFTAR PUSTAKA.......................................................................................... 17

BAB IPENDAHULUAN

Stevens-Johnson Syndrome (SJS) merupakan suatu sindroma atau kumpulan gejala yang mengenai kulit, selaput lendir, dan mata dengan keadaan umum yang bervariasi dari ringan sampai berat. Penyakit ini bersifat akut dan pada bentuk yang berat dapat menyebabkan kematian, oleh karena itu penyakit ini merupakan salah satu kegawatdaruratan penyakit kulit.1 Ada berbagai sinonim yang digunakan untuk penyakit ini, diantaranya Ektoderma Erosive Pluriorifisialis, Sindroma Mukokutanea-Okuler, Eritema Multiformis tipe Hebra, Eritema Mulitiforme Exudatorum dan Eritema Bulosa Maligna. Meskipun demikian yang umum digunakan ialah Sindroma Stevens Johnson.1Kejadian Stevens-Johnson Syndrome di dunia cenderung meningkat. Penyebabnya belum diketahui dan diperkirakan dapat terjadi secara multifaktorial. Salah satu penyebab yang dianggap sering ialah alergi sistemik terhadap obat. Di negara barat, beberapa obat yang ditemukan sering menjadi penyebab terjadinya sindroma ini adalah obat-obatan golongan Non Steroidal Anti-Inflammatory Drugs (NSAID) dan sulfonamid. Sedangkan di negara timur, obat yang lebih sering menginduksi terjadinya Stevens-Johnson Syndrome adalah golongan karbamazepin.2 Selain itu, obat alopurinol juga diketahui merupakan penyebab tersering terjadinya Stevens-Johnson Syndrome di negara-negara Asia Tenggara, termasuk Malaysia, Singapura, Taiwan, dan Hongkong.3Di Indonesia sendiri tidak terdapat data pasti mengenai morbiditas terjadinya Stevens-Johnson Syndrome. Namun, berdasarkan data oleh Djuanda beberapa obat yang sering menyebabkan Stevens-Johnson Syndrome di Indonesia adalah obat golongan analgetik/antipiretik (45%), karbamazepin (20%), jamu (13.3%) dan sisanya merupakan golongan obat lain seperti amoksisilin, kotrimoksasol, dilantin, klorokuin, dan seftriakson.4Karena menimbulkan gejala yang serius secara akut, Stevens-Johnson Syndrome seringkali dianggap sebagai suatu tindakan malpraktik medis oleh dokter kepada pasiennya. Padahal sesungguhnya Stevens-Johnson Syndrome merupakan sindroma yang bisa terjadi kapan saja kepada pasien. Oleh karena itu, sangat penting untuk mengetahui lebih lanjut mengenai Stevens-Johnson Syndrome dan bagaimana penanganan yang tepat apabila sindroma ini terjadi pada pasien. Hal tersebutlah yang akan kami bahas pada referat ini.BAB IITINJAUAN PUSTAKA2.1. Definisi

Stevens-Johnson Syndrome adalah kumpulan gejala klinis yang ditandai oleh trias kelianan kulit, mukosa orifisium serta mata disertai dengan gejala umum berat. Sindroma ini merupakan salah satu contoh immune-complex-mediated hypersensitivity, atau yang juga disebut reaksi hipersensitivitas tipe III. 4Gejala prodromal dari Stevens-Johnson Syndrome dapat berupa batuk yang produktif dan terdapat sputum purulen, sakit kepala, malaise, dan arthralgia.

Pasien mungkin mengeluhkan ruam pembakaran yang dimulai secara simetris pada wajah dan bagian atas dari torso tubuh. Selain itu, ada beberapa tanda dari keterlibatan kulit dalam Stevens-Johnson Syndrome, antara lain:

a. Eritema

b. Edema

c. Sloughing

d. Blister atau vesikel

e. Ulserasi

f. Nekrosis.42.2. EPIDEMIOLOGI Insidens Stevens-Johnson Syndrome sangat sedikit . Diperkirakan mencapai 1 kasus per 6 juta orang pertahun. Di Eropa dan Amerika diperkirakan 2-3 % perjuta populasi tiap tahunnya. Umumnya terjadi pada orang dewasa. Stevens-Johnson Syndrome dapat terjadi pada umur berapa saja, Stevens-Johnson Syndrome mengalami peningkatan risiko pada usia setelah 40 tahun keatas dan lebih sering terkena pada wanita. Pasien dengan kelainan imunodefisiensi dan pasien dengan kelainan kolagen vascular dan neoplasma meningkatkan resiko terjadinya Stevens-Johnson Syndrome. Secara keseluruhan tingkat kematian akibat Stevens-Johnson Syndrome adalah 20 %-25% . Semakin meningkatnya umur dan semakin banyak nya daerah kulit yang terkena semakin memperburuk prognosis.52.3. Etiologi

Penyebab pasti dari Stevens-Johnson Syndrome ini idiopatik atau belum diketahui. Namun penyebab yang paling sering terjadi ialah alergi sistemik terhadap obat yaitu reaksi berlebihan dari tubuh untuk menolak obat-obatan yang masuk ke dalam tubuh.5 Paparan obat dan reaksi hipersensitivitas yang dihasilkan adalah penyebab mayoritas yangsangat besar dari kasus Stevens-Johnson Syndrome. Dalam angka absolut kasus, alopurinol adalah penyebab paling umum dari Stevens-Johnson Syndrome di Eropa dan Israel, dan sebagian besar pada pasien yang menerima dosis harian setidaknya 200 mg.6Sindrom ini juga dikatakan multifaktorial. Berikut merupakan beberapa faktor yang dapat menyebabkan timbulnya Stevens-Johnson Syndrome antara lain:

1. Obat-obatan

Penyebab utama Stevens-Johnson Syndrome adalah alergi obat-obatan yaitu lebih dari 50 %. Pada penelitian Adhi Juanda selama 5 tahun ( 1998-2002) Stevens-Johnson Syndrome yang diduga alergi obat tersering ialah analgetik atau antipiretik ( 45%), disusul karbamazepine( 20%) dan jamu (13,3%). Berikut adalah table mengenai obat-obatan yang dapat menjadi penyebab Stevens-Johnson Syndrome dan risikonya. 4

Tabel 1. Tabel obat- obatan dan risiko dengan Stevens-Johnson Syndrome 5

2. Infeksi

Infeksi merupakan penyebab yang jarang menimbulkan Stevens-Johnson Syndrome. Dilaporkan kejadian Stevens-Johnson Syndrome berhubungan dengan adanya infeksi seperti Mycoplasma pneumonia dan penyakit virus lainnya. Infeksi ini paling sering terjadi pada anak-anak. Tetapi sampai sekarang masih sedikit penelitian yang membuktikan infeksi sebagai penyebab dari Stevens-Johnson Syndrome. 53. Imunisasi

Terkait dengan imunisasi - misalnya, campak, hepatitis B.4.54. Penyebab lain :

Penyakit graft versus host SLE Neoplasma Radiasi 2.4. Patofisiologi

Mekanisme yang jelas sehingga obat dapat menyebabkan timbulnya Stevens-Johnson Syndrome belum diketahi secara pasti. Tetapi, mekanisme imunologis, metabolit obat yang mengalami reaktivasi dan interaksi diantara keduanya diduga merupakan patogenesis timbulnya Stevens-Johnson Syndrome. 5

Meskipun rangkaian yang tepat dari peristiwa molekul dan seluler belum di mengerti secara lengkap, beberapa studi telah memberikan petunjuk penting tentang patogenesis dari Stevens-Johnson Syndrome. Menurut Adhi djuanda dan Mochtar Hamzah (2009), TEN ialah bentuk parah dari SSJ. Sebagian kasus-kasus Stevens-Johnson Syndrome berkembang menjadiTEN. Imunopatogenesis yakni merupakan reaksi tipe II (sitolitik). Studi immunopatologik mendemonstrasikan kemunculan dari CD8+ limposit T pada epidermis dan dermis dalam reaksi bentuk bulla, dengan ciri-ciri sel yang mirip natural killers pada fase awal, dimana monosit akan muncul pada fase akhir. Beberapa sitokin penting yaitu interleukin 6, TNF-, dan Fas-L juga muncul pada lesi kulit pasien TEN. TNF mungkin juga berperan penting. Molekul ini muncul pada lesi epidermis, cairan lepuh, dan dalam sel mononuclear perifer dan makrofag. Sekarang ditemukan teori genetika yang juga berperan penting. Penemuan di Han cina antara TEN-carbamazepine dengan HLA-B1502 sangat berhubungan, meskipun tidak muncul pada pasien Eropa yang tidak memiliki keturunan Asia.4.5

Pada penderita Stevens-Johnson Syndrome ditemukan, keratinosit mengalami apoptosis yang luas. Kondisi ini dipicu oleh adanya gangguan detoksifikasi metabolit obat yang bersifat reaktif. Hal ini kemudian menginisiasi respon sistem imun tubuh membentuk kompleks antigen yang kemudian menghasilakn sitokin-sitokin seperti interleukin (IL)-6, TNF-, interferon-, IL-18 dan Fas Ligand (FasL). Pada kondisi normal, apoptosis sel segera dieliminasi pada tahap awal oleh fagosit. Namun, pada kondisi seperti Stevens-Johnson Syndrome apoptosis yang luas terjadi sehingga kemampuan fagosit untuk mengeliminasi sel yang apoptosis terbatas sehingga sel menjadi nekrosis dan menghasilkan komponen intraseluler, yang menyebabkan respon inflamasi.4.5

Pada kulit yang normal FasL yang disajikan oleh keratinosit sangat rendah dan terlokalisir di dalam sel (intraseluller). Pada lesi akibat Stevens-Johnson Syndrome, ditemukan level FasL yang disajikan oleh kratinosit tinggi dan terletak dipermukaan luar sel (ekstraseluler) sehingga terjadi interaksi antara Fas dan FasL. Setelah kontak terjadi FasL menginduksi Fas multimerasi dan mengirimkan signal yang cepat sehingga terjadi kematian cell akibat apoptosis. Semakin luasnya apoptosis semakin menyebabkan destruksi epidermis yang luas pula.5

Gambar 2 : Patofisiolofi Stevens-Johnson Syndrome 82.5. Manifestasi Klinis

Sindrom ini jarang dijumpai pada usia 3 tahun kebawah karena imunitas belum begitu berkembang. Keadaan umumnya bervariasi dari ringan sampai berat. Pada yang berat kesadaran menurun, pasien dapat soporous sampai koma. Mulanya penyakit akut dapat diserati gejala prodromal berupa malaise, demam nyeri kepala, batuk pilek dan nyeri tenggorokan Muntah dan diare juga dapat muncul sebagai gejala awal. Gejala awal tersebut dapat berkembang menjadi gejala yang lebih berat, yang ditandai dengan peningkatan kecepatan denyut nadi dan laju pernapasan, rasa lemah, serta penurunan kesadaran.4Adapun 3 kelainan utama ( trias kelainan) yang muncul pada Stevens-Johnson Syndrome antara lain:

a. Kelainan pada kulit

Kelainan yang dapat terjadi pada kulit penderita sindrom Stevens-Johnson Syndrome, antara lain timbulnya ruam yang berkembang menjadi eritema, papula, vesikel, dan bula.4

Berbeda dengan lesi target pada eritema multiforme, lesi target pada Stevens-Johnson Syndrome merupakan lesi atipikal datar yang hanya memiliki 2 zona warna dengan batasan yang buruk. Selain itu, makula purpura yang banyak dan luas juga ditemukan pada bagian tubuh penderita sindrom Stevens-Johnson Syndrome.9 Lesi yang muncul dapat pecah dan meninggalkan kulit yang terbuka. Hal tersebut menyebabkan tubuh rentan terhadap infeksi sekunder.4

Gambar 3 : Tipikal lesi target 11Pengelupasan paling banyak terjadi pada area tubuh yang tertekan seperti pada bagian punggung dan bokong. Pengelupasan kulit umum terjadi pada sindrom ini, ditandai dengan tanda Nikolsky positif.9

Gambar 4a.

Gambar 4b.Gambar 4 a dan b : Nikolsky Sign 10Epidermal Necrolysis merupakan suatu kelompok penyakit yang terdiri atas Stevens-Johnson Syndrome, dan Toxic Epidermal Necrolysis. Penyakit dalam kelompok EN dibedakan berdasarkan luas area tubuh yang terlibat. Suatu EN disebut sebagai Stevens-Johnson Syndrome bila luas permukaan tubuh yang terkena 30%, dan disebut SJS-TEN overlap pada keadaan luas permukaan tubuh yang terlibat antara 10 30%. Perkiraan luas permukaan tubuh yang terlibat diilustrasikan pada gambar berikut:

Gambar 5. Diagnosis Penyakit dalam Kelompok Epidermal Necrolysis berdasarkan luas permukaan tubuh yang terlibat. 7b. Kelainan pada mukosa

Kelainan pada mukosa sebagian besar melibatkan mukosa mulut dan esofageal, namun dapat pula melibatkan mukosa pada paru-paru dan bagian genital.7 Adanya kelainan pada mukosa dapat menyebabkan eritema, edema, pengelupasan, pelepuhan, ulserasi, dan nekrosis.4Pada mukosa mulut, kelainan dapat berupa stomatitis pada bibir, lidah, dan mukosa bukal mulut. Stomatitis tersebut diperparah dengan timbulnya bula yang dapat pecah sewaktu-waktu. Bula yang pecah dapat menimbulkan krusta atau kerak kehitaman terutama pada bibir penderita. Selain itu, lesi juga dapat timbul pada mukosa orofaring, percabangan bronkitrakeal, dan esofagus, sehingga menyebabkan penderita sulit untuk bernapas dan mencerna makanan. Serta pada saluran genitalurinaria sehingga menyulitkan proses mikturia atau buang air kecil.4

Gambar 6 : A .Ektensif erosi dan nekrosis pada bibir bawah dan bibir. B. Erosi massif pada bibir dan sekitar bulu mata 5c. Kelainan pada mata

Kelainan mata merupakan 80% diantara semua kasus yang tersering ialah konjungtivitis kataralis . Selain itu juga dapat berupa konjungtivitis purulent, perdarahan , simblefaron, ulkus kornea, iritis, dan iridosiklitis.42.6. Diagnosis

Dokter sering dapat mengidentifikasi Stevens-Johnson Syndrome berdasarkan riwayat kesehatan, pemeriksaan fisik dan tanda-tanda khas gangguan dan gejala. Untuk mengkonfirmasi diagnosis, dokter akan mengambil sampel jaringan kulit pasien (biopsi) untuk diperiksa di bawah mikroskop.4Pada pemeriksaan penunjang laboratoium tidak khas. Jika terdapat leukosistosis kemungkinan karena adanya infeksi bacterial. Jika terdapat eosinophilia kemungkinan karena alergi . 4

Infiltras sel dermal inflamasi yang minim dan nekrosis sel yang tebal juga luas di epidermis merupakan temuan histopatologis yang khas yang dapat ditemui pada pasien dengan Stevens-Johnson Syndrome. Pemeriksaan histopatologis lain dari kulit yang juga dapat ditemukan antara lain:

a. Infiltrat sel mononuclear disekitar pembuluh darah dermis superfisial.b. Edema dan extravasasi sel darah merah di dermis papilar.

c. Degenerasi hidropik lapisan basalis sampai terbentuk vesikel subepidermal.4d. Nekrosis sel epidermal dan kadang-kadang di adneksa.

e. Spongiosis dan edema intrasel di epidermis.

Gambar 7 : Gambar 3: Gambar histopatologi nekrolisis epidermal toksik. A: nekrosis epidermis dengan sedikit reaksi dilapisan dermis pada stadium puncak. B. Pelepasan epidermis dari dermis yang menyerupai lembaran .52.7. Diagnosis Banding

Beberapa penyakit yang merupakan diagnosa banding SJS:

1. Toxic Epydermal Necrolysis (TEN)

Penyakit ini sangat mirip dengan Sindrom Stevens- Johnson. Pada TEN terdapat Epidemolisis (Epidermis terlepas dari dasarnya) yang menyeluruh dan keadaan umum penderita biasanya lebih buruk/berat.2. Eritema Multiforme

Penyakit ini mirip dengan Stevens-Johnson Syndrome. Hanya saja yang membedakan lebih pada lesi nya. Pada eritema multiforme target lesion terdiri dari 3 bagian yaitu bagian tengan berupa vesikel atau eritema yang keungu-unguan dikelilingi oleh lingkar kosentris yang pucat dan kemudian lingkar merah. Selain itu biasanya daerah yang terkena berupa daerah kulit dan kadang-kadang selaput lendir.3. Pemfigus VulgarisBerdasarkan gambaran histopatologinya dapat didefersiasi dengan penyakit pemfigus. Pemfigus nampak sama dengan Stevens-Johnson Syndrome hanya saja pada pemfigus perjalanan penyakitnya lambat dan lebih terlokalisasi.Pemfigus merupakan suatu penyakit serius yang bersifat akut maupun kronik, yang disebabkan oleh proses autoimun. Keadaan umum biasanya buruk, lesi biasanya dimulai pada mukosa mulut, lesi tersebut biasanya berlangsung berbulan-bulan sebelum timbul bulla generalisata. Penyakit ini tidak disertai gatal tetapi nyeri dan rasa terbakar sering dikeluhkan oleh penderita pada daerah yang mengalami erosi dan bulla. 5

Gambar 7: Bulla dan erosi yang luas pada pasien pemfigus vulgaris 5

4. Staphylococcal scalded skin syndrome

Epidermolisis yang terjadi pada Staphylococcus scalded skin syndrome mirip dengan Stevens-Johnson Syndrome, hanya saja pada Staphylococcus scalded skin syndrom epidermolisis hanya terbatas pada stratum korneum. Dari segi usia, nekrolisis epidermal toksik muncul pada usia dewasa sedangkan staphylococcus scalded skin syndrom muncul pada bayi dan anak-anak.5Tabel 1. Diagnosis banding Stevens-Johnson SyndromeStevens-Johnson SyndromeToxic Epidermal NecrolysisEritema MultiformePemfigus VulgarisStaphylococcal scalded skin syndrome

- trias kelainan-timbulnya ruam yang berkembang menjadi eritema, papula, vesikel, dan bula.

- lesi target pada Stevens-Johnson Syndrome merupakan lesi atipikal datar yang hanya memiliki 2 zona warna dengan batasan yang buruk. - makula purpura yang banyak dan luas juga ditemukan Lesi menyerupai Stevens-Johnson Syndrome hanya total body surface yang terkena > 30% dan prognosis lebih buruk-Target lesion terdiri dari 3 bagian yaitu bagian tengan berupa vesikel atau eritema yang keungu-unguan dikelilingi oleh lingkar kosentris yang pucat dan kemudian lingkar merah. -Daerah yang terkena berupa daerah kulit dan kadang-kadang selaput lendir.

- Perjalanan penyakitnya lambat dan lebih terlokalisasi- Keadaan umum biasanya buruk, lesi biasanya dimulai pada mukosa mulut, - lesi tersebut biasanya berlangsung berbulan-bulan sebelum timbul bulla generalisata.- Lesi terbatas pada stratum korneum-muncul pada bayi dan anak-ana

2.8 Penatalaksanaan

Pasien harus ditangani dengan perhatian khusus pada jalan nafas dan stabilitas hemodinamik, status cairan, luka/perawatan luka bakar, dan kontrol nyeri. Menghentikan penggunaan obat-obatan yang mungkin menyebabkan hal itu adalah hal yang paling penting dalam mengobati Stevens-Johnson Syndrome karena sulit untuk menentukan mana obat yang dapat menyebabkan masalah tersebut.5Perawatan suportif

Saat ini tidak ada rekomendasi standar untuk mengobati Stevens-Johnson Syndrome. Perawatan suportif mungkin dapat di terima saat dirawat di rumah sakit meliputi:

a. Pengganti cairan dan nutrisi. Karena kehilangan kulit dapat mengakibatkan kerugian yang signifikan cairan dari tubuh, menggantikan cairan merupakan bagian penting dari pengobatan.b. Perawatan luka, kompres basah akan membantu menenangkan lecet saat mereka sembuh. Tim medis akan mengeliminasi kulit mati, dan kemudian menempatkan krim dengan anestesi topikal di atas area yang terkena, jika diperlukan.c. Perawatan mata, karena risiko kerusakan mata, pengobatan harus mencakup konsultasi dengan seorang spesialis mata (ophthalmologist).5Obat-obatan yang biasa digunakan dalam pengobatan Stevens-Johnson Syndrome meliputi:

a. Obat nyeri untuk mengurangi ketidaknyamananb. Antihistamin untuk meredakan gatalc. Antibiotik untuk mengendalikan infeksi, bila diperlukand. Steroid topikal untuk mengurangi peradangan kulit.5Selain itu, salah satu dari jenis berikut obat yang saat ini sedang dipelajari dalam pengobatan Stevens-Johnson Syndrome:

a. Kortikosteroid intravenaUntuk orang dewasa, obat ini dapat mengurangi keparahan gejala dan mempersingkat waktu pemulihan jika dimulai dalam satu atau dua hari ketika gejala muncul pertama kali. Untuk anak-anak, mereka dapat meningkatkan risiko komplikasi. Dapat diberikan dekasametason dosis 4-6 mgx 5 perhari.b. Imunoglobulin intravena (IVIG)Obat ini mengandung antibodi yang dapat membantu sistem kekebalan tubuh Anda menghentikan proses timbulnya ruam yang berkembang menjadi eritema, papula, vesikel, dan bula.4 IVIG 3g/Kg dalam 3 hari atau 1g/Kg perhari untuk 3 hari direkomendasikanc. Cyclosporine Cyclosporine adalah agen imunosupresant yang kuatyang secara teoritis dapat digunakan sebagai pengobatan Stevens-Johnson Syndrome. Aktivasi dari T Helper 2 sitokin, inhibisi dari cytotoxic dan anti apoptosis dari Fas L . Beberapa kasus dilaporkan mengalami peringanan dengan pengobatan cyclosporine.52.9 PrognosisJika penyebabnya infeksi, maka prognosisnya lebih baik daripada jika disebabkan alergi terhadap obat. Kalau kelainan kulit meliputi 50-70% permukaan kulit, prognosisnya buruk. Jadi luas kulit yang terkena mempengaruhi prognosisnya. Juga bila terdapat purpura yang luas dan leukopenia. Angka kematian antara tahun 1999-2004 (selama 5 tahun) hanya 16,0% jadi lebih tinggi dari pada Stevens-Johnson Syndrome yang hanya 1 % karena TEN memang lebih berat. Tingkat mortalitas pada pasien TEN meningkat pada pasien yang berusia lebih tua dan mengenai area tubuh yang luas. 4Lebih dari 50% pasien yang pernah menderita TEN memiliki gejala sisa, meliputi konjutiva sinekia, entropion, skar pada kulit, pigmentasi yang irreguler, nevus yang eruptif, phimosis, vaginal sinekia, distrofi kuku, rambut rontok yang difus.Untuk memprediksi tingkat mortalitas dilihat berdasarkan tujuh factor resiko SCORTEN, yaitu:

Gambar 8 : SCORTEN SCORING SYSTEM 52.10 KOMPLIKASI

Stevens-Johnson Syndrome merupakan kondisi kegawatdaruratan yang dapat berakibat fatal. Infeksi dan kehilangan cairan serta elektrolit merupakan keadaan yang mengancam. Nyeri yang dirasakan hampir di seluruh tubuh membuat pasien menderita. Setelah fase akut terlewati kemungkinan menyebabkan timbulnya skar pada kornea. Pasien Stevens-Johnson Syndrome juga sangat berisiko terkena hipotermi.4.5 Satu diantara komplikasi yang parah adalah terkenanya epitel trakea dan bronkial yang tejadi pada 20% pasien. Hipoksemia, hipocapnia dan alkalosis metabolik adalah tanda penting dibutuhkannya ventilasi mekanik, ketiga kondisi tersebut juga meningkatkan resiko kematian.9Komplikasi pada ginjal berupa nekrosis tubular akut akibat terjadinya ketidakseimbangan cairan bersama-sama dengan glomerulonefritis.4 BAB IIIKESIMPULAN

Stevens-Johnson Syndrome (SJS) merupakan suatu sindroma atau kumpulan gejala yang mengenai kulit, selaput lendir, dan mata dengan keadaan umum yang bervariasi dari ringan sampai berat. Adapun gejala dari Stevens-Johnson Syndrome dapat berupa batuk yang produktif dan terdapat sputum purulen, sakit kepala, malaise, arthralgia, disertai dengan kelainan yang terjadi pada kulit, mukosa, dan mata.

Penyakit ini bersifat akut dan pada bentuk yang berat dapat menyebabkan kematian, oleh karena itu penyakit ini merupakan salah satu kegawatdaruratan penyakit kulit. Sindroma ini merupakan salah satu contoh immune-complex-mediated hypersensitivity, atau yang juga disebut reaksi hipersensitivitas tipe III, di mana kejadiaannya dapat diinduksi oleh paparan obat, infeksi, imunisasi, maupun akibat paparan fisik lain kepada pasien.

Karena berisiko menimbulkan kematian, perawatan dan pengobatan pasien Stevens-Johnson Syndrome sangat membutuhkan penanganan yang tepat dan cepat. Adapun terapi yang bisa diberikan antara lain perawatan terhadap kulit dan penggantian cairan tubuh, perawatan terhadap luka, serta perawatan terhadap mata. Obat-obatan yang dapat diberikan antara lain, obat penghilang nyeri, antihistamin untuk meringankan reaksi hipersensitivitas, antibiotik apabila terjadi infeksi, dan steroid topikal untuk mengobati peradangan kulit.

Kelangsungan hidup pasien Stevens-Johnson Syndrome bergantung pada tingkat pengelupasan kulit, di mana apabila pengelupasan kulit semakin meluas, maka prognosisnya dapat menjadi semakin buruk. Selain itu, variabel lain seperti dengan usia penderita, keganasan penyakit tersebut, denyut jantung, kadar glukosa, kadar BUN dan tingkat bikarbonat juga dapat mempengaruhi kelangsungan hidup pasien.

DAFTAR PUSTAKA

1. Poulsen VOB. Nielsen J. Poulsen TD. Rapidly Developing Toxic Epidermal Necrolysis. Case Report In Emergency Medicine. Vol 2013. 20132. Fernando SL, Broadfoot AJ. Prevention of severe cutaneous adverse drug reactions: the emerging value of pharmacogenetic screening. CMAJ. 2010;182(5):476-80.3. Foster CS. Stevens-Johnson syndrome. Medscape. 2013. Didapat dari: http://emedicine.medscape.com/. Diakses pada: 5 November 2013.

4. Djuanda A. Sindrom Stevens-Johnson. Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin edisi 5. Bagian Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. Balai Penerbit Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. Jakarta. 2007:163-5.

5. Goldsmith LA. Gilchrest BA. Fitzpatrick Dermatology In General Medicine. 8th edition. McGraw-Hill Medical Publishing Division, New York. 2012.pg: 439-4486. Halevy S, Ghislain PD, Mockenhaupt M, Fagot JP, Bouwes Bavinck JN, Sidoroff A, Naldi L, Dunant A, Viboud C, Roujeau JC: Allopurinol is the most common cause of Stevens-Johnson syndrome and toxic epidermal necrolysis in Europe and Israel. J Am Acad Dermatol 2008, 58:25-32.

7. Harr Thomas & French Lars E. Toxic Epidermal Necrolysis and Stevens-Johnson Syndrome Orphanet Journal of Rare Disease .2010.5:398. Chave TA. Mortimer NJ. Sladden MJ. Toxic Epidermal Necrolysis : Current Evidence , Practical Management and Future Directions. Didapat dari http://www.medscape.com/viewarticle/509807_6Diakses pada : 22 Agustus 2015.

9. Mockenhaupt M. The current understanding of Stevens-Johnson syndrome and toxic epidermal necrolysis. Expert Review Clinical Immunology. 2011;7(6):803-15.10. Moskowitz RJ. Nikolsky Sign . 2014. Didapat dari : http://www.pennmedicine.org/encyclopedia/em_PrintArticle.aspx?gcid=003285Diakses pada : 21 Agustus 2015.

11. Davidovici BB. Wolf R. Emergencies in Dermatology : Diagnosis , Classification and Therapy . Expert Rev Dermatol.2007:2(5):549-52612. Vern-Gross TZ, Kowal-Vern A, Poulakidas SJ. Toxic Epidermal Necrolysis in an irradiated Patient Treated with a Nanocrystalline Seilver Dressing. KARGER. 2012.iv