strategi pemasaran internasional produk lokal dengan bahan dasar lidah buaya di sarawak, malaysia...

19
1 STRATEGI PEMASARAN INTERNASIONAL PRODUK LOKAL DENGAN BAHAN DASAR LIDAH BUAYA DI SARAWAK, MALAYSIA (STUDI KASUS PENGUSAHA DI PONTIANAK) Oleh : Genoveva & V.Jajat Kristanto* I. PENDAHULUAN Lidahbuaya (Aloevera) merupakan salah satu dari 10 jenis tanaman terlaris didunia yang telah dikembangkan oleh negara-negara maju seperti Amerika, Australia dan beberapa negara di Eropa.Kalimantan Barat, khususnya Pontianak merupakan salah satu pusat produksi lidah buaya. Di Provinsi ini lidah buaya tumbuh dengan baik karena intensitas penyinaran yang cukup sehingga dapat menjadi komoditas eksport. Tanaman lidah buaya di Pontianak merupakan varietas terunggul di Indonesia bahkan diakui keunggulannya di dunia. Berdasarkan hasil wawancara dengan beberapa pengusaha UKM (Usaha Kecil Menengah) lidah buaya di Pontianak, awalnya sebagian dari pengusaha adalah petani lidah buaya dan menyetorkan hasil panen ke pengusaha yang membeli secara rutin. Namun dalam perkembangannya, usaha pengolahan makanan dari lidah buaya menurun sehingga pengusaha menghentikan pembelian lidah buaya mentah. Petani kemudian mencoba menjual hasil panen lidah buaya ke berbagai pasar dan pengusaha lain, namun kurang mendatangkan hasilnya, sehingga beberapa petani kemudian mencoba mengolah lidah buaya menjadi minuman dan makanan. Sementara petani lainnya beralih menanam cabe dan sayuran yang penjualannya relatif lebih mudah karena tingginya permintaan di pasaran. Selain berasal dari petani lidah buaya, pengusaha lidah buaya lainnya di Pontianak saat ini masih berskala UKM (Usaha Kecil Menengah). Walaupun produk yang dihasilkan cukup bervariasi, mulai dari krupuk, dodol, jeli, cokelat, kue kering dan basah serta berbagai minuman

Upload: dindowae

Post on 26-Dec-2015

108 views

Category:

Documents


5 download

DESCRIPTION

STRATEGI PEMASARAN INTERNASIONALPRODUK LOKAL DENGAN BAHAN DASAR LIDAH BUAYADI SARAWAK, MALAYSIA(STUDI KASUS PENGUSAHA DI PONTIANAK)

TRANSCRIPT

Page 1: STRATEGI PEMASARAN INTERNASIONAL PRODUK LOKAL DENGAN BAHAN DASAR LIDAH BUAYA DI SARAWAK, MALAYSIA (STUDI KASUS PENGUSAHA DI PONTIANAK)

1

STRATEGI PEMASARAN INTERNASIONAL PRODUK LOKAL DENGAN BAHAN DASAR LIDAH BUAYA

DI SARAWAK, MALAYSIA (STUDI KASUS PENGUSAHA DI PONTIANAK)

Oleh : Genoveva & V.Jajat Kristanto*

I. PENDAHULUAN

Lidahbuaya (Aloevera) merupakan salah satu dari 10 jenis tanaman terlaris didunia yang

telah dikembangkan oleh negara-negara maju seperti Amerika, Australia dan beberapa negara

di Eropa.Kalimantan Barat, khususnya Pontianak merupakan salah satu pusat produksi lidah

buaya. Di Provinsi ini lidah buaya tumbuh dengan baik karena intensitas penyinaran yang

cukup sehingga dapat menjadi komoditas eksport. Tanaman lidah buaya di Pontianak

merupakan varietas terunggul di Indonesia bahkan diakui keunggulannya di dunia.

Berdasarkan hasil wawancara dengan beberapa pengusaha UKM (Usaha Kecil

Menengah) lidah buaya di Pontianak, awalnya sebagian dari pengusaha adalah petani lidah

buaya dan menyetorkan hasil panen ke pengusaha yang membeli secara rutin. Namun dalam

perkembangannya, usaha pengolahan makanan dari lidah buaya menurun sehingga pengusaha

menghentikan pembelian lidah buaya mentah. Petani kemudian mencoba menjual hasil panen

lidah buaya ke berbagai pasar dan pengusaha lain, namun kurang mendatangkan hasilnya,

sehingga beberapa petani kemudian mencoba mengolah lidah buaya menjadi minuman dan

makanan. Sementara petani lainnya beralih menanam cabe dan sayuran yang penjualannya

relatif lebih mudah karena tingginya permintaan di pasaran.

Selain berasal dari petani lidah buaya, pengusaha lidah buaya lainnya di Pontianak saat

ini masih berskala UKM (Usaha Kecil Menengah). Walaupun produk yang dihasilkan cukup

bervariasi, mulai dari krupuk, dodol, jeli, cokelat, kue kering dan basah serta berbagai minuman

Page 2: STRATEGI PEMASARAN INTERNASIONAL PRODUK LOKAL DENGAN BAHAN DASAR LIDAH BUAYA DI SARAWAK, MALAYSIA (STUDI KASUS PENGUSAHA DI PONTIANAK)

2

seperti nata de aloe. Produk lidah buaya yang non makanan yaitu sabun, masker, body lotion

dan kerajinan tangan yang diolah dari limbah lidah buaya. Produk lidah buaya ini masih

dipasarkan dalam lingkup yang kecil yaitu kota Pontianak dan sekitarnya (Kalimantan Barat)

serta dikirim ke pulau Jawa dan Sumatera lewat relasi pengusaha, sedangkan sisa hasil panen

yang cukup besar dieksport ke berbagai negara dalam bentuk lidah buaya mentah. Setiap bulan

sebanyak 40 ton (tahun 2006) lidah buaya mentah dieksport ke Negara Malaysia, Hongkong,

Taiwan dan Singapura (www.kalbar-online.com). Sisanya ditunda panennya karena belum

adanya permintaan.

Kami memilih Pontianak (Kalimantan Barat) karena provinsi ini berbatasan dengan

Sarawak, Malaysia Timur sehingga penelitian ini diharapkan dapat menjawab pertanyaan yang

merupakan tema seminar nasional ini yaitu memperkuat strategi produk local di daerah

perbatasan dalam menyongsong Masyarakat Ekonomi ASEAN tahun 2015. Rencana

memberlakukan Area PerdaganganBebas (Free Trade Area – FTA) ASEAN pada tahun 2015

membuka peluang bagi produsen karena dengan diberlakukannya FTA, maka hambatan-

hambatan masuk, berupa tariff dan bea masuk tidak menjadi kendala.

Berdasarkan permasalahan tersebut di atas, maka kami mengajukan penelitian dengan

judul “Strategi Pemasaran Internasional Produk lokal Dengan Bahan Dasar Lidah Buaya

di Sarawak, Malaysia (Studi Kasus Pengusaha di Pontianak)”.

II. LANDASARAN TEORI

A. Definisi Pasar dan Pemasaran

Kotler dan Armstrong (2012:31) mendefinisikan pasar sebagai sekumpulan para pembeli

actual dan petensial dari sebuah produk atau jasa. Sedangkan Kotler dan Keller (2012:27)

Page 3: STRATEGI PEMASARAN INTERNASIONAL PRODUK LOKAL DENGAN BAHAN DASAR LIDAH BUAYA DI SARAWAK, MALAYSIA (STUDI KASUS PENGUSAHA DI PONTIANAK)

3

mengutip definisi dari Asosiasi pemasaran Amerika (American Marketing Association - AMA)

yang mendefinisikan pemasaran sebagai aktifitas, perangkat lembaga-lembaga, dan proses-

proses untuk menciptakan, mengomunikasikan, menyampaikan, mempertukarkan penawaran-

penawaran yang memiliki nilai bagi para pelanggan, partner, dan masyarakat pada umumnya.

B. Definisi Pemasaran Internasional

Menurut Cateora dan Graham (2002:7), “pemasaran internasional adalah kinerja

kegiatan-kegiatan bisnis yang didesain untuk merencanakan, menetapkan harga,

mempromosikan dan mengarahkan arus barang dan jasa sebuah perusahaan kepada para

konsumen atau para pemakai di lebih dari satu negara untuk mendapatkan keuntungan.”

Sedangkan untuk pemasaran global, Kotabe dan Helsen (2004:17) mendefinisikannya

sebagai kegiatan-kegiatan oleh perusahaan-perusahaan yang menekankan kepada upaya-upaya

standarisasi, koordinasi lintas pasar dan integrasi global.

Mengenai penggolongan jenis-jenis pemasaran internasional, Kotabe dan Helsen

(2004:13-18) membaginya ke dalam 4 (empat) jenis yaitu pemasaran ekspor, pemasaran

internasional, pemasaran multinasional, dan pemasaran global. Sedangkan Jeannet dan

Hennessey (1998:4-6) membaginya ke dalam 5 (lima) jenis yaitu pemasaran ekspor, pemasaran

internasional, pemasaran multinasional, pemasaran pan-regional, dan pemasaran global. Pada

kedua penggolongan di atas, terdapat istilah “pemasaran internasional”, oleh karena itu Jajat

Kristanto (2011:4) menawarkan penggunaan istilah “pemasaran internasional dalam arti luas”

untuk keseluruhan jenis-jenis pemasaran internasional, sedangkan istilah “pemasaran

internasional dalam arti sempit” adalah untuk salah satu jenis atau golongan pemasaran

internasional dalam arti luas tadi yaitu “pemasaran internasional.”

Page 4: STRATEGI PEMASARAN INTERNASIONAL PRODUK LOKAL DENGAN BAHAN DASAR LIDAH BUAYA DI SARAWAK, MALAYSIA (STUDI KASUS PENGUSAHA DI PONTIANAK)

4

Ketiga definisi di atas terdapat satu persamaan pemasaran internasional merupakan

kegiatan pemasaran yang berusaha menembus lintas batas negara dalam pengertian geografis,

politik, hukum, sosial dan budaya. Dalam penelitian ini pemasaran produk lokal hasil olahan

lidah buaya dapat dipasarkan ke negera tetangga terdekat yaitu Serawak, Malaysia Timur.

Secara geografis Sarawak sangat dekat dengan Pontianak, dapat ditempuh dengan jalan darat,

dengan menggunakan kendaraan pribadi maupun umum. Keadaan geografis yang dekat

memudahkan distribusi barang dan biaya transportasi juga lebih murah, apabila dibandingkan

dikirim ke pulau Jawa, Sumatera dan negara lainnya.

C. Bauran Pemasaran

Menurut Kotler dan Keller (2012:47), McCarthy mengklasifikasikan berbagai kegiatan-

kegiatan pemasaran ke dalam bauran pemasaran yang terkenal dengan istilah “4Ps” yaitu

product, price, place, dan promotion. Namun kemudian, mereka berpendapat bahwa keempat P

yang dikemukakan oleh McCarthy sudah tidak memadai pada saat ini sehingga mereka

menyarankan keempat P tersebut diganti dengan people, process, programs, dan performance

dan disebutnya sebagai “4Ps Manajemen Pemasaran Modern” (Kotler & Keller, 2012, 47).

Orang-orang (people) mengacu kepada para karyawan yang berperan penting untuk

keberhasilan pemasaran dan oleh karenanya, perlu untuk melakukan pemasaran internal. Proses

merefleksikan keseluruhan kreativitas, disiplin, dan struktur yang dibawa kepada manajemen

pemasaran. Program-program merefleksikan seluruh kegiatan perusahaan yang diarahkan

kepada para konsumen. Sedangkan, kinerja (performance), seperti pada pemasaran holistik,

mengacu kepada ukuran-ukuran keluaran (outcome) dari kegiatan-kegiatan pemasaran yang

berimplikasi baik terhadap keuangan maupun non-keuangan.

Page 5: STRATEGI PEMASARAN INTERNASIONAL PRODUK LOKAL DENGAN BAHAN DASAR LIDAH BUAYA DI SARAWAK, MALAYSIA (STUDI KASUS PENGUSAHA DI PONTIANAK)

5

1. Product (Produk)

Kotler dan Armstrong (2012: 337) mengatakan bahwa produk adalah segala sesuatu yang

dapat ditawarkan ke pasar untuk mendapatkan perhatian, dibeli, dimiliki, digunakan, atau

dikonsumsi yang dapat memuaskan keinginan atau kebutuhan pemakainya.

Hasil olahan lidah buaya merupakan kategori produk sehari-hari, seharusnya mudah

dipasarkan karena dikonsumsi dan dipakai secara rutin.

2. Price (Harga)

Pengertian harga menurut Kotler dan Armstrong (2012 : 430) adalah jumlahsemua nilai

yang konsumen tukarkan dalam rangka mendapatkan manfaat darimemiliki atau

menggunakan suatu barang ataupun jasa. Pendekatan harga yang dipakai oleh pengusaha

dalam penelitian ini adalah pendekatan harga umum yaitu dari berdasarkan biaya produksi

dan berdasarkan harga persaingan, yaitu harga yang berlaku umum di pasar.

3. Place (Tempat atau Saluran Distribusi)

Menurut Kotler (2012 : 17) lokasi sering pula disebut sebagai saluran distribusi yaitu suatu

perangkat organisasi yang saling tergantung dalam menyediakan suatu produk atau jasa

untuk digunakan atau dikonsumsi oleh konsumen atau pengguna bisnis. Sebelum produsen

mamasarkan produknya, maka sudah ada perencanaan tentang pola distribusi yang akan

dilakukan.Disini pengting sekali perantara memiliki saluran distribusinya.

Distribusi yang dilakukan oleh pengusaha di Pontianak masih dijalankan secara tradisional,

yaitu menitipkan ke pedagang di Pontianak dan sekitarnya untuk dijual ke konsumen secara

langsung. Sebagian kecil pengusaha telah mengirim produknya ke Pulau Jawa dan

Sumatera melalui relasi untuk dipasarkan.

Page 6: STRATEGI PEMASARAN INTERNASIONAL PRODUK LOKAL DENGAN BAHAN DASAR LIDAH BUAYA DI SARAWAK, MALAYSIA (STUDI KASUS PENGUSAHA DI PONTIANAK)

6

4. Promotion (Promosi)

Menurut Kotler dan Amstrong (2012: 153) promosi merupakan suatu programyang

memberi informasi kepada konsumen mengenai keunggulan produk. Promosi dapat

dilakukan dengan periklanan, promosi penjualan, hubungan masyarakat, penjualan

personal dan pemasaran langsung.

Belum banyak upaya promosi yang dilakukan oleh pengusaha, pada umumnya masih

berupa penjualan personal yaitu melakukan penawaran secara langsung ke konsumen dan

pedagang, walaupun terdapat juga pengusaha yang mengikuti pameran untuk

mempromosikan produknya.

D. Strategi Pemasaran Internasional

Membahas strategi pemasaran internasional dalam arti luas, berarti membahas mengenai

strategi masuk ke pasar internasional dan strategi bauran pemasaran internasional.

Menurut Jajat (2011: 138), pilihan-pilihan strategi masuk ke pasar host country dapat

digolongkan ke dalam 3 kelompok yaitu: melalui kegiatan ekspor; melalui aliansi strategis yang

dapat berupa perlisensian (licensing), pewaralabaan (franchising), usaha patungan (joint

venture), dan kontrak produksi (contract manufacturing); dan, melalui investasi langsung

(foreign direct investment –FDI).

1. Pemasaran Ekspor

Kotabe & Helsen (2004: 507) mengatakan bahwa mengekspor merupakan sebuah cara yang

paling popular bagi banyak perusahaan untuk masuk ke pasar internasional terutama

disebabkan oleh karena: memerlukan sumber daya yang minimal sementara memungkinkan

Page 7: STRATEGI PEMASARAN INTERNASIONAL PRODUK LOKAL DENGAN BAHAN DASAR LIDAH BUAYA DI SARAWAK, MALAYSIA (STUDI KASUS PENGUSAHA DI PONTIANAK)

7

fleksibilitas yang tinggi; dan, menawarkan keuntungan-keuntungan dalam keuangan,

pemasaran, teknologi, dan manfaat-manfaat lain bagi perusahaan.

Keegan & Green (2005: 203) mengemukakan bahwa pemasaran ekspor memerlukan:

pemahaman mengenai lingkungan target pasar; penggunaan penelitian pemasaran dan

identifikasi pasar potensial; dan, keputusan-keputusan berkaitan dengan desain produk,

penetapan harga, distribusi dan saluran-salurannya, periklanan dan komunikasi. Sedangkan

2. Perlisensian dan Pewaralabaan

Menurut Jajat (2011: 156), baik Keegan & Green (2005), Kotabe & Helsen (2004) maupun

Sherman (2004) mengemukakan definisi yang serupa mengenai perlisensian yaitu sebuah

pengaturan (Keegan & Green), metode pengembangan dan pemanfaatan properti intelektual

yang sudah dilindungi secara hukum (Sherman), sebuah transaksi (Kotabe & Helsen)

berdasarkan kontrak antara pihak pemberi lisensi (disebut licensor) dengan pihak penerima

lisensi (disebut licensee) dengan imbalan berupa royalty.

Sedangkan mengenai pewaralabaan, beberapa definisi dikutip oleh Jajat antara lain definisi

menurut Keegan & Green (2005), Kotabe & Helsen (2004), Justis & Judd (2002), Anang

Sukandar (2004) yang mengutip definisi dari International Franchise Association, dan juga

menurut Peraturan Pemerintah No. 16 tahun 1997 yang pada intinya adalah sebuah kontrak

(Keegan & Green), pengaturan (Kotabe & Helsen), peluang bisnis (Justis & Judd), hubungan

kontraktual (International Franchise Association), perikatan (PP No. 16 tahun 1997)

antara/dimana perusahaan pemberi hak waralaba (pewaralaba – franchisor) memberikan hak

kepada pihak penerima hak waralaba (terwaralaba - franchisee) untuk menjalankan sebuah

bisnis yang dikembangkan oleh pewaralaba di wilayah tertentu dengan imbalan berupa

pembayaran fee dan royalty. Untuk kepentingan pemasaran internasional, mari kita simak

Page 8: STRATEGI PEMASARAN INTERNASIONAL PRODUK LOKAL DENGAN BAHAN DASAR LIDAH BUAYA DI SARAWAK, MALAYSIA (STUDI KASUS PENGUSAHA DI PONTIANAK)

8

juga definisi menurut International Franchise Association seperti yang dikutip oleh Anang

Sukandar (2004: 22): “Suatu hubungan kontraktual antara pewaralaba dan terwaralaba di

mana pewaralaba menawarkan dan wajib memelihara kepentingan yang terus menerus pada

usaha terwaralaba dalam bidang-bidang pengetahuan, pelatihan, dan terwaralaba beroperasi

di bawah merek atau nama dagang, format dan prosedur yang sama dengan yang dimiliki

atau dikendalikan oleh pewaralaba, di mana terwaralaba telah mengadakan suatu investasi

dalam usaha tersebut dari sumber dananya sendiri.”

2. Usaha Patungan

Jajat (2011: 160) mengutip Keegan & Green (2005: 299) yang mendefinisikan usaha

patungan sebagai sebuah strategi masuk untuk sebuah pasar host country di mana pihak

mitra (lokal) memiliki kepentingan bersama dalam sebuah perusahaan yang baru dibentuk.

Kotabe & Helsen (2004: 280-281) seperti yang dikutip oleh Jajat (2011: 160-161)

mengemukakan manfaat-mafaat menggunakan strategi usaha patungan sebagai berikut: (1)

Pengawasan atas operasional bisnis lebih baik daripada strategi-strategi masuk sebelumnya

(exporting), dan (2) adanya dampak sinergis karena mitra lokal memiliki kelebihan-

kelebihan yang dapat melengkapi kekurangan-kekurangan perusahaan. Sedangkan

peringatan-peringatan yang mereka kemukakan adalah: (1) Peringatan utama adalah masalah

pengendalian yang tidak penuh oleh perusahaan; (2) mitra lokal dapat menjadi pesaing

potensial di kemudian hari; dan, (3) kemungkinan timbul konflik karena kurangnya

kepercayaan dan konflik-konflik antara kedua belah pihak dapat menyebabkan usaha

patungan menjadi malapetaka bagi kedua belah pihak.

Page 9: STRATEGI PEMASARAN INTERNASIONAL PRODUK LOKAL DENGAN BAHAN DASAR LIDAH BUAYA DI SARAWAK, MALAYSIA (STUDI KASUS PENGUSAHA DI PONTIANAK)

9

3. Kontrak produksi (contract manufacturing)

Jajat (2011: 160) mengemukakan bahwa Keegan & Green (2005: 297) menggolongkan

strategi masuk ini, bersama-sama dengan waralaba, ke dalam pengaturan-pengaturan

perlisensian khusus (special licensing). Pada strategi ini, sebuah perusahaan global

menyediakan spesifikasi teknis kepada pabrikan lokal atau sebuah subkontraktor untuk

memproduksi produk-produk perusahaan global tersebut. Kelebihan strategi ini, dapat

berkonsentrasi pada desain produk dan pemasaran, serta mentransfer tanggung jawab untuk

kepemilikan fasilitas-fasilitas produksi kepada para kontraktor atau subkontraktor.

Sedangkan kelemahan utama strategi ini adalah kerahasiaan know-how perusahaan terbuka

kepada kontraktor dan/atau subkontraktor serta masalah-masalah ketenaga-kerjaan.

4. Penamanan Modal Asing Langsung (Foreign Direct Investment)

Jajat (2011: 161) mengutip Keegan & Green (2004: 282) menamakan strategi ini sebagai

wholly owned subsidiaries yaitu strategi masuk ke host country dengan cara mendirikan

sebuah anak perusahaan yang kepemilikannya 100% dipegang oleh perusahaan. Pelaksanaan

strategi masuk ini dapat dilakukan secara greenfield operations/investment yaitu mendirikan

sebuah perusahaan baru atau dengan cara lain yaitu dengan cara mengakuisisi atau

pembelian perusahaan yang sudah ada di host country. Kotabe & Helsen (2004: 283-285)

mengemukakan manfaat utama adalah perusahaan dapat mengawasi sepenuhnya operasi

anak perusahaan dan 100% laba dinikmati oleh perusahaan. Manfaat lain ialah dapat

mengatasi hambatan-hambatan masuk yang ada di pasar host country. Untuk akuisisi,

perusahaan dapat memperoleh transfer pengalaman teknologi. Adapun peringatan-peringatan

yang dikemukakan adalah: (1) memerlukan sumber daya yang besar; (2) risiko besar: dan,

Page 10: STRATEGI PEMASARAN INTERNASIONAL PRODUK LOKAL DENGAN BAHAN DASAR LIDAH BUAYA DI SARAWAK, MALAYSIA (STUDI KASUS PENGUSAHA DI PONTIANAK)

10

(3) kadang-kadang dianggap sebagai sebuah ancaman bagi budaya dan/atau kedaulatan

ekonomi host country.

E. Strategi Bauran Pemasaran Internasional

Strategi bauran pemasaran internasional bergerak di antara dua kutub strategi yaitu

strategi standarisasi dan strategi adaptasi. Pembahasan mengenai kedua strategi pemasaran

internasional lebih banyak pada unsur produk dan promosi misalnya pada Keegan & Green

(2005), Keegan (2002), Kotabe & Helsen (2011). Namun, Vrontis (2003) dalam penelitiannya

pada 124 buah perusahaan multinasional terbesar di Inggris, menemukan bahwa perusahaan-

perusahaan tersebut menerapkan bukan salah satu dari kedua pilihan strategi pemasaran

internasional tersebut tetapi kedua-duanya secara berbarengan. Kombinasi strategi standarisasi

dan adaptasi diberi nama: strategi AdaptStand.

F. Perilaku Konsumen Di Sarawak, Malaysia Timur

Perilaku konsumen di Sarawak, menurut Winnie Wong Poh Ming dan Rabaath Tudin

(2010) dalam penelitian mereka menyimpulkan bahwa para penduduk Cina di Kuching

mengalokasikan porsi yang besar dari uang mereka untuk membeli makanan dan mereka lebih

menyukai menggunakan uang tunai daripada kartu kredit. Adapun 3 (tiga) item makanan yang

paling top adalah beras, roti dan daging (FEB Working Paper Series No. 1009, Faculty of

Economics and Business, Universiti Malaysia Sarawak).

Shaharudin Jakpar, et.al. (2012) melakukan menelitian mengenai pengaruh atribut-

atribut mutu produk terhadap kepuasan pelanggan di Kuching, bila harga di-diskon dan

Page 11: STRATEGI PEMASARAN INTERNASIONAL PRODUK LOKAL DENGAN BAHAN DASAR LIDAH BUAYA DI SARAWAK, MALAYSIA (STUDI KASUS PENGUSAHA DI PONTIANAK)

11

melaporkan bahwa 3 (tiga) atribut-atribut yang mempengaruhi kepuasan pelanggan terhadap

mutu produk yang di-diskon adalah presesi mutu, kinerja dan kehandalan (reliability).

Ernest Cyril de Run, Mohsin Butt dan Chung Yen Nee (2010) meneliti mengenai

pengaruh model-model peran pada pembelian oleh para orang muda di Sarawak menemukan

bahwa baik model peran langsung maupun mewakili (vicarious) berpengaruh secara signifikan

terhadap niat membeli para mahasiswa strata satu di sebuah perguruan tinggi negeri di Sarawak

namun model-model peran mewakili memainkan peran yang lebih berpengaruh daripada

model-model peran langsung.

III. METODE PENELITIAN

Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah deskriptif. Metode deskriptif

adalah penelitian yang berusaha mendeskripsikan suatu gejala, peristiwa, kejadian yang terjadi

saat sekarang. Penelitian deskriptif memusatkan perhatian kepada masalah-masalah aktual

sebagaimana adanya pada saat penelitian berlangsung. Melalui penelitian deskriptif, peneliti

berusaha mendeskripsikan peristiwa dan kejadian yang menjadi pusat perhatian tanpa

memberikan perlakukan khusus terhadap peristiwa tersebut. Variabel yang diteliti bisa tunggal

(satu variabel) bisa juga lebih dan satu variabel.

Alat komunikasi yang digunakan dalam penelitian ini ialah wawancara. Penulis memilih

metode wawancara karena sebagian besar pengusaha kurang lancar berbahasa Indonesia,

dengan pendekatan budaya dan bertemu langsung dengan responden, penulis dapat secara

fleksibel menggunakan bahasa setempat sesuai dengan bahasa yang digunakan oleh masing-

masing pengusaha. Wawancara juga dilakukan terhadap pedagang yang memasarkan produk

Page 12: STRATEGI PEMASARAN INTERNASIONAL PRODUK LOKAL DENGAN BAHAN DASAR LIDAH BUAYA DI SARAWAK, MALAYSIA (STUDI KASUS PENGUSAHA DI PONTIANAK)

12

lidah buaya di beberapa lokasi pedagang seperti di jalan Gajah Mada, Jalan 28 Oktober dan

Jalan Pattimura, Pontianak.

Selain menggunakan data primer yang diperoleh dari hasil wawancara, penulis juga

memperoleh data sekunder dari Dinas Pertanian Pemerintah Kota Pontianak.

IV. HASIL PENELITIAN

Berdasarkan hasil wawancara yang dilakukan terhadap 18 orang pengusaha di Pontianak

pada tanggal 31 Agustus – 2 September 2013 serta hasil wawancara dengan Kepala Dinas

Pertanian Pemkot Pontianak, berikut adalah hasil penelitian :

Gambar 4.1 Gambar 4.2 Jenis Kelamin Responden Kapasitas Produksi / Bulan

Sumber : diolah dari hasil wawancara

Berdasarkan data profil responden diatas, dapat disimpulkan bahwa pengusaha yang

mengolah lidah buaya masih didominasi oleh pria sebanyak 61,2% responden dan sisanya

adalah wanita sebanyak 38,8%. Sedangkan kapasitas produksi responden masih relatif kecil,

yaitu sebesar 60% responden hanya memproduksi kurang dari 5 ton / bulan, sedangkan

responden yang memproduksi > 5 – 10 ton, > 10 – 25 ton dan > 25 – 50 ton masing-masing

sebanyak 8%. Sisanya sebanyak 16% responden menghasilkan cukup besar yaitu >50 – 100 ton

/ bulan.

Page 13: STRATEGI PEMASARAN INTERNASIONAL PRODUK LOKAL DENGAN BAHAN DASAR LIDAH BUAYA DI SARAWAK, MALAYSIA (STUDI KASUS PENGUSAHA DI PONTIANAK)

13

Gambar 4.3 Gambar 4.4 Jumlah Kategori Produk Variasi Produk

Sumber : diolah dari hasil wawancara

Berdasarkan data dari gambar 4.3 dapat disimpulkan bahwa rata-rata pengusaha memiliki

kategori produk antara 1-3 macam (73%), sedangkan kategori produk 4-6 produk, 6-9 produk

dan > 9 produk masing-masing hanya 9%. Sedangkan variasi produk hasil olahan lidah buaya

saat ini telah dikembangkan sampai 10 macam dengan kategori minuman terbanyak yaitu

diproduksi oleh 14 orang pengusaha, urutan berikutnya adalah dodol sebanyak 9 pengusaha,

krupuk dan manisan diproduksi oleh 4 orang pengusaha, teh dan jeli diproduksi oleh 2 orang

pengusaha, demikian juga dengan selai dan cokelat juga diproduksi oleh 2 orang pengusaha dan

yang terakhir adalah sabun dan stick, hanya diproduksi oleh 1 orang pengusaha.

Gambar 4.5 Gambar 4.6 Variasi kemasan Minuman Kisaran Harga Produk

Sumber : diolah dari hasil wawancara

Berdasarkan data dari hasil wawancara diperoleh 3 macam variasi kemasan untuk

minuman lidah buaya yaitu cup plastik diproduksi 1 orang pengusaha, kemasan botol plastik 2

Page 14: STRATEGI PEMASARAN INTERNASIONAL PRODUK LOKAL DENGAN BAHAN DASAR LIDAH BUAYA DI SARAWAK, MALAYSIA (STUDI KASUS PENGUSAHA DI PONTIANAK)

14

pengusaha dan yang terbanyak adalah bungkus plastik sebanyak 11 pengusaha. Sedangkan

harga produk berbahan dasar lidah buaya yang relatif murah adalah sabun Rp 3.000,- – Rp

5.000,-, kemudian dodol berkisar Rp 5.000,- - Rp 15.000,-, stick dan krupuk berkisar Rp

10.000,- - Rp 15.000,-, produk jeli dan selai dijual dengan kisaran Rp 10.000,0 – Rp 20.000,-,

manisan dijual dengan harga antara Rp 5.000,- - Rp 20.000,- , produk teh dengan isi 24 sachet

dijual antara Rp 15.000,- - Rp 20.000,- dam yang terakhir adalah minuman antara Rp 40.000,- -

48.000,- untuk kemasan isi 20 bungkus.

V. PEMBAHASAN

Berdasarkan hasil wawancara dan analisa data diatas dapat dijabarkan bahwa usaha

pengolahan produk berbahan dasar lidah buaya telah dilakukan oleh 17 pengusaha yang masih

berskala UKM (Usaha Kecil Menengah) dan hanya terdapat 1 perusahaan yaitu anak

perusahaan Inaco yang memproduksi jelli lidah buaya untuk di eksport ke Jepang. Dengan

kondisi bentuk usaha yang masih berskala rumahan (home industri) maka jumlah karyawan

yang dimiliki dibawah 10 orang dan hanya 1 perusahaan yaitu anak perusahaan Inaco memiliki

lebih dari 50 orang karyawan.

Motivasi pengusaha dalam berbisnis sekitar 60% karena hasil pertanian tidak dapat dijual

sehingga diproduksi sendiri untuk dipasarkan kembali, sehingga lidah buaya mentah tidak

membusuk. Motivasi pengusaha lainnya adalah karena bahan baku murah sehingga modal yang

diperlukan untuk berbisnis tidak terlalu besar diakui oleh sekitar 24% pengusaha (harga lidah

buaya mentah Rp 1.500,- - Rp 2.000,- / Kg) dan hanya 16% atau 2 orang yang serius dalam

mengembangkan produk olahan lidah buaya agar dapat mengenalkan produk –produk lidah

buaya ke berbagai kota dan juga manca negara.

Page 15: STRATEGI PEMASARAN INTERNASIONAL PRODUK LOKAL DENGAN BAHAN DASAR LIDAH BUAYA DI SARAWAK, MALAYSIA (STUDI KASUS PENGUSAHA DI PONTIANAK)

15

Pengusaha tidak mengalami kesulitan bahan baku karena adanya 11 kelompok tani yang

dibina oleh Pemkot dalam hal ini Dinas Pertanian. Jumlah lahan yang dimiliki oleh 11

kelompok tani adalah 96,3 hektar dan lahan yang telah siap panen seluas 71,7 hektar, sisanya

24,6 hektar masih dalam proses penanaman sehingga belum menghasilkan. Lahan tersebut

masih dapat terus dikembangkan hingga 73,9 hektar. Dinas Pertanian Pemkot Pontianak juga

mengadakan pelatihan dan bantuan peralatan untuk pengusaha.

Jumlah produk lidah buaya yang dikembangkan telah mencapai 10 macam produk pangan

dan beberapa macam produk non pangan (sabun, gantungan kunci, body lotion dan masker)

tetapi cara pemasaran yang dilakukan oleh pengusaha masih sangat tradisional, yaitu

menitipkan produk di pedagang dan beberapa pengusaha telah mengirim produk mereka ke luar

pulau seperti ke Jawa dan Sumatera, tetapi hanya dikirim ke relasi yang juga pedagang. Karena

produk-produk tersebut permintaannya belum tinggi, maka sistem penjualan ke pedagang

adalah konsiyasi dan pedagang mengambil keuntungan berkisar antara 10% – 20%. Karena

permintaan yang belum terlalu tinggi, pengusaha hanya memproduksi berdasarkan kemampuan

menjual yaitu rata-rata dibawah 5 ton/ bulan.

Potensi produk lidah buaya yang memiliki berbagai variasi dan sumber berbagai vitamin

untuk kesehatan memilili peluang untuk dikembangkan dengan pemasaran yang lebih luas.

Secara geografis, Pontianak berdekatan dengan negara tetangga Malaysia, khususnya Sawarak,

Malaysia Timur. Rencana pemberlakuan bebas tariff, akses jalan darat yang baik, lokasi yang

dekat dan murah merupakan peluang bagi pengusaha untuk memasarkan produk hingga ke

Malaysia Timur, Serawak. Sarawak merupakan Negara Bagian terbesar di Malaysia dengan

jumlah penduduk sebanyak 2,471.140 jiwa (Departemen Statistik, Malaysia, 2010).

(www.sarawak.gov.my/en/about-sarawak).

Page 16: STRATEGI PEMASARAN INTERNASIONAL PRODUK LOKAL DENGAN BAHAN DASAR LIDAH BUAYA DI SARAWAK, MALAYSIA (STUDI KASUS PENGUSAHA DI PONTIANAK)

16

VI. PENUTUP

Berdasarkan hasil analisa diatas, kesimpulan dan saran-saran dari hasil penelitian ini ialah :

A. Kesimpulan

1. Bahan baku produksi yaitu lidah buaya mentah kualitas prima (per pelepah 8 ons – 1 ,2

Kg) selalu tersedia yaitu 71,7 hektar siap panen, 24,6 hektar belum panen dan 73,9

hektar siap dikembangkan. Bahan baku juga relatif murah yaitu Rp 1.500,- - Rp 2.000,- /

Kg.

2. Jenis produk berbahan baku lidah buaya di Pontianak telah dikembangkan hingga 10

macam produk pangan dan 4 macam produk non pangan.

3. Pengusaha produk hasil olahan lidah buaya di Pontianak masih berskala UKM (Usaha

Kecil Menengah) dan sebagian belum berbadan hukum dengan jumlah produksi yang

relatif stabil yaitu rata-rata dibawah 5 ton / bulan karena pemasaran yang dijalankan

masih bersifat tradisional yaitu dengan menitipkan ke pedagang setempat dan

mengirimkan ke relasi di pulan Jawa dan Sumatera.

4. Bantuan Pemkot dalam hal ini Dinas Pertanian sudah ada tetapi baru dalam bentuk

pembinaan petani dan pelatihan serta pemberian bantuan peralatan kepada pengusaha,

sedangkan dalam bidang pemasaran masih dalam proses perencanaan dan penjajakan.

B. Saran-saran

Berdasarkan potensi tersebut maka saran-saran secara umum yang dapat dilakukan

pengusaha adalah :

1. Mendaftarkan perusahaan sehingga berbadan hukum. Bentuk badan hukum yang disarankan

adalah koperasi yang bertujuan mensejahterakan para anggotanya (pengusaha).

Page 17: STRATEGI PEMASARAN INTERNASIONAL PRODUK LOKAL DENGAN BAHAN DASAR LIDAH BUAYA DI SARAWAK, MALAYSIA (STUDI KASUS PENGUSAHA DI PONTIANAK)

17

2. Pengusaha mempatenkan produknya sehingga tidak ditiru oleh pihak lain.

3. Pemkot Pontianak membantu melakukan promosi dalam bentuk pameran produk dan

kerjasama dengan pihak-pihak lain.

4. strategi utama pemasaran internasional yang dapat dikembangkan adalah :

a. Pemasaran Eksport

Mengirim produk hasil olahan lidah buaya ke negara tetangga terdekat Malaysia Timur,

Serawak. Dengan masuknya produk ke Serawak, diharapkan dapat dikembangkan ke

daerah Malaysia lainnya dan negara tetangga lain seperti Brunai Darussalam serta

Singapura. Berdasarkan hasil penelitian di Sarawak, perilaku konsumen dalam membeli

sangat memperhatikan presesi mutu, kinerja dan kehandalan (reliability). Ketiga faktor

ini harus diperhatikan oleh pengusaha dalam memasarkan produknya ke Malaysia.

b. Usaha Patungan

Menawarkan kerjasama, dimana pengusaha Pontianak sebagai mitra yang menyediakan

bahan baku dan tenaga kerja, sedangkan pengusaha dari luar menyediakan modal,

teknologi dan memasarkan produk yang telah jadi. Dengan bahan baku yang unggul dan

murah serta tersedianya tenaga kerja, hal ini dapat merupakan keunggulan sehingga

pengusaha asing tertarik untuk menanamkan modalnya dalam bentuk usaha patungan.

Pemkot dapat melakukan promosi dengan mengundang pengusaha-pengusaha asing,

khususnya di kawasan terdekat yaitu Serawak, Malaysia Timur. Ke depannya dapat juga

mengundang pengusaha Malaysia lain, Brunai Darussalam, Singapura hingga ke

berbagai negara lainnya.

-----0-----

Page 18: STRATEGI PEMASARAN INTERNASIONAL PRODUK LOKAL DENGAN BAHAN DASAR LIDAH BUAYA DI SARAWAK, MALAYSIA (STUDI KASUS PENGUSAHA DI PONTIANAK)

18

DAFTAR PUSTAKA

Buku :

Anang Sukandar (2004), Franchising di Indonesia, Asosiasi Franchise Indonesia.

Jajat Kristanto (2011), Manajemen Pemasaran Internasional: Sebuah Pendekatan Strategi, Jakarta: Penerbit Erlangga.

Justis, R.T. & Judd, R.J., 2002, Franchising, USA: Dame, a Division of Thomson Learning.

Keegan, W.J. (2002), Global Marketing Management, New Jersey, 7th Edition.

Keegan, W.J. & Green, M.C (2005), Global Marketing, USA: Pearson Prentice-Hall

Kotabe, M. & Helsen, K (2011), Global Marketing Management, Asia: John Wiley & Sons, Inc., 5th Edition.

Kotler, P. & Armstrong, G.(2012), Principles of Marketing, London: Pearson EducationLimited, 14th Edition.

Kotler, P. & Keller, K.L.(2012), Marketing Management, London: Pearson Education Limited, 14th Edition.

Sherman, A.J. (2004), Franchising and Licensing: Two Powerful Ways To Grow Your Business in any Economy, USA: American Management Association.

Jurnal :

Jajat Kristanto (2012), Penentuan Proporsi Standarisasi-Adaptasi pada Strategi AdaptStand,” Jurnal Manajemen, Vol.1-No.2, Mei 2012.

Vrontis, D. (2003), “Integrating Adaptation and Standardization into International Marketing: The AdaptStand Modeling Process,” Journal of Marketing Management, Vol.19, h.283-305.

Internet :

Commodities (2009), www. pertaniankalbar.comyr.com, diakses tanggal 12 Agustus 2013.

Eksport Lidah Buaya (2006), www.kalbar-online.com, diakses tanggal 10 Agustus 2013.

Mutiara Hijau Kalimantan Barat (2009), www.lenterahati.com, diakses tanggal 13 September 2013.

Page 19: STRATEGI PEMASARAN INTERNASIONAL PRODUK LOKAL DENGAN BAHAN DASAR LIDAH BUAYA DI SARAWAK, MALAYSIA (STUDI KASUS PENGUSAHA DI PONTIANAK)

19

PeluangInvestasiPertanianProvinsiKalimantanBarat (2009), www.pemdakalbar.com, diakses tanggal 15 Agustus 2013.

The Demographic of Sarawak Population (2010), www.sarawak.gov.my/en/about-sarawak, diakses tanggal 10 September 2013

Wow, Lidah Buaya Lebih Menguntungkan Daripada Padi (2010, 9 Desember), www.surabayapost.co.id, diakses tanggal 15 September 2013

Zaenal Abidin (2013), Pontianak Tanam Kembali 30 Ha Lidah Buaya, www.antarakalbar.com, diakses tanggal 15 September 2013.