stroke hemorrhagic

45
Case Report Session Meningioma OLEH : Resti Fadya 0910313244 PRESEPTOR: Prof. Dr. dr. H. Darwin Amir, Sp.S ( K ) Dr. Syarif Indra, Sp.S BAGIAN ILMU PENYAKIT SARAF FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS ANDALAS

Upload: resti-fadya

Post on 13-Sep-2015

255 views

Category:

Documents


6 download

DESCRIPTION

stroke hemoragik ec psa

TRANSCRIPT

Case Report Session

Case Report SessionMeningioma

OLEH :

Resti Fadya0910313244

PRESEPTOR:

Prof. Dr. dr. H. Darwin Amir, Sp.S ( K )Dr. Syarif Indra, Sp.S

BAGIAN ILMU PENYAKIT SARAFFAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS ANDALASRS.DR.M.JAMIL PADANG2015BAB 1PENDAHULUAN

1.1Latar BelakangPada umumnya, tumor intrakranial timbul dengan cepat dan progressif, sehingga mendorong penderitanya untuk segera mendapatkan pengobatan ke dokter. Namun tidak demikian halnya dengan kasus-kasus meningioma dimana penderita datang pada keadaan yang sudah lanjut dan tentunya ukuran tumor sudah menjadi sangat besar. Bahkan oleh karena perjalanannya yang sangat lambat sebagian besar kasus tanpa disertai adanya gejala-gejala klinik. Meningioma yang kecil atau dengan gejala yang minimal seringkali diketemukan secara kebetulan. Dari semua otopsi tumor, dilaporkan terdapat 1,44% meningioma intrakranial yang sebagian besar tanpa adanya gejala-gejala klinik.1Meningioma merupakan neoplasma intracranial nomor 2 dalam urutan frekuensinya yaitu mencapai angka 20%. Ia lebih sering dijumpai pada wanita daripada pria terutama pada golongan umur antara 50-60 tahun dan memperlihatkan kecenderungan untuk ditemukan pada beberapa anggota di satu keluarga. Korelasi dengan trauma kapitis kurang meyakinkan. Pada umumnya meningioma dianggap sebagai neoplasma yang berasal dari glioblas di sekitar vili arachnoid. Sel di medulla spinalis yang sebanding dengan sel tersebut ialah sel yang terletak pada tempat pertemuan antara arachnoid dengan dura yang menutupi radiks.2,3Meningioma dapat tumbuh di mana saja di sepanjang meningen dan dapat menimbulkan manifestasi klinis yang sangat bervariasi sesuai dengan bagian otak yang terganggu. Sekitar 40% meningioma berlokasi di lobus frontalis dan 20% menimbulkan gejala sindroma lobus frontalis. Sindroma lobus frontalis sendiri merupakan gejala ketidakmampuan mengatur perilaku seperti impulsif, apati, disorganisasi, defisit memori dan atensi, disfungsi eksekutif, dan ketidakmampuan mengatur mood.3

BAB 2TINJAUAN PUSTAKA

2.1Definisi MeningiomaMeningioma adalah tumor dari meningens, dimana meningens ini adalah suatu membrane yang mengelilingi dan melindungi otak dan medulla spinalis.Sebuah meningioma dapat timbul dari daerah manapun dari otak atau medulla spinalis, namun area terseringnya adalah di hemisfer serebri. Sebagian besar meningioma adalah jinak. Meningioma yang ganas sangatlah jarang.4

2.2Epidemiologi Menurut Longstreth Jr dkk2 angka kejadian meningioma 6 per 1000 populasi atau sekitar 13-26% dari keseluruhan tumor intrakranial. Meningioma yang terjadi di ekstrakranial merupakan kasus yang sangat jarang, diperkirakan antara 1-2% dari keseluruhan kejadian meningioma.4Tumor ini lebih sering ditemukan pada wanita dan biasanya muncul pada usia 40-60 tahun, tetapi tidak tertutup kemungkinan muncul pada masa kanak-kanak atau pada usia yang lebih lanjut.52.3 Etiologi Para ahli tidak bisa memastikan apa penyebab tumor meningioma, namun beberapa teori telah diteliti dan sebagian besar menyetujui bahwa kromoson yang jelek yang meyebabkan timbulnya meningioma. Para peneliti sedang mempelajari beberapa teori tentang kemungkinan asal usul meningioma. Di antara 40% dan 80% dari meningiomas berisi kromosom 22 yang abnormal pada lokus gen neurofibromatosis 2 (NF2). NF2 merupakan gen supresor tumor pada 22Q12, ditemukan tidak aktif pada 40% meningioma sporadik. Pasien dengan NF2 dan beberapa non-NF2 sindrom familial yang lain dapat berkembang menjadi meningioma multiple, dan sering terjadi pada usia muda. Disamping itu, deplesi gen yang lain juga berhubungan dengan pertumbuhan meningioma.6

2.4 Klasifikasi WHO mengembangkan sistem klasifikasi untuk beberapa tumor yang telah diketahui, termasuk meningioma. Tumor diklasifikasikan melalui tipe sel dan derajat pada hasil biopsi yang dilihat di bawah mikroskop. Penatalaksanaannya pun berbeda-beda di tiap derajatnya 7. Grade IMeningioma tumbuh dengan lambat . Jika tumor tidak menimbulkan gejala, mungkin pertumbuhannya sangat baik jika diobservasi dengan MRI secara periodic. Jika tumor semakin berkembang, maka pada akhirnya dapat menimbulkan gejala, kemudian penatalaksanaan bedah dapat direkomendasikan. Kebanyakan meningioma grade I diterapi dengan tindakan bedah dan observasi yang kontinyu.Grade IIMeningioma grade II disebut juga meningioma atypical. Jenis ini tumbuh lebih cepat dibandingkan dengan grade I dan mempunyai angka kekambuhan yang lebih tinggi juga. Pembedahan adalah penatalaksanaan awal pada tipe ini. Meningioma grade II biasanya membutuhkan terapi radiasi setelah pembedahan.Grade IIIMeningioma berkembang dengan sangat agresif dan disebut meningioma malignant atau meningioma anaplastik. Meningioma malignant terhitung kurang dari 1 % dari seluruh kejadian meningioma. Pembedahan adalah penatalaksanaan yang pertama untuk grade III diikuti dengan terapi radiasi. Jika terjadi rekurensi tumor, dapat dilakukan kemoterapi .Meningioma juga diklasifikasikan ke dalam subtype berdasarkan lokasi dari tumor 9. Meningioma falx dan parasagital (25% dari kasus meningioma). Falx adalah selaputyang terletak antara dua sisi otak yang memisahkan hemisfer kiri dan kanan. Falx cerebri mengandung pembuluh darah besar. Parasagital meningioma terdapat di sekitar falx Meningioma Convexitas (20%). Tipe meningioma ini terdapat pada permukaan atas otak. Meningioma Sphenoid (20%) Daerah Sphenoidalis berlokasi pada daerah belakang mata. Banyak terjadi pada wanita. Meningioma Olfactorius (10%). Tipe ini terjadi di sepanjang nervus yang menghubungkan otak dengan hidung. Meningioma fossa posterior (10%). Tipe ini berkembang di permukaan bawah bagian belakang otak. Meningioma suprasellar (10%). Terjadi di bagian atas sella tursica, sebuah kotak pada dasar tengkorak dimana terdapat kelenjar pituitary. Spinal meningioma (kurang dari 10%). Banyak terjadi pada wanita yang berumur antara 40 dan 70 tahun. Akan selalu terjadi pda medulla spinbalis setingkat thorax dan dapat menekan spinal cord. Meningioma spinalis dapat menyebabkan gejala seperti nyeri radikuler di sekeliling dinding dada, gangguan kencing, dan nyeri tungkai. Meningioma Intraorbital (kurang dari 10%). Tipe ini berkembang pada atau di sekitar mata/cavum orbita. Meningioma Intraventrikular (2%). Terjadi pada ruangan yang berisi cairan di seluruh bagian otak.7

2.4PatofisiologiSeperti banyak kasus neoplasma lainnya, masih banyak hal yang belum diketahui dari meningioma. Tumor otak yang tergolong jinak ini secara histopatologis berasal dari sel pembungkus arakhnoid (arakhnoid cap cells) yang mengalami granulasi dan perubahan bentuk. Patofisiologi terjadinya meningioma sampai saat ini masih belum jelas. Kaskade eikosanoid diduga memainkan peranan dalam tumorogenesis dan perkembangan edema peritumoral.Patofisiologi terjadinya meningioma sampai saat ini masih belum jelas. Kaskade eikosanoid diduga memainkan peranan dalam tumorogenesis dan perkembangan edema peritumoral.Dari lokalisasinya Sebagian besar meningioma terletak di daerah supratentorial. Insidens ini meningkat terutama ada daerah yang mengandung granulatio Pacchioni. Lokalisasi terbanyak pada daerah parasagital dan yang paling sedikit pada fossa posterior.Etiologi tumor ini diduga berhubimgan dengan genetik, terapi radiasi, hormon sex, infeksi virus dan riwayat cedera kepala. Sekitar 40-80% tumor ini mengalami kehilangan material genetik dari lengan panjang kromosom 22, pada lokus gen neurofibromatosis 2 (NF2). NF2 merupakan gen supresor tumor pada 22Q12, ditemukan tidak aktif pada 40% meningioma sporadik. Pasien denganNF2 dan beberapa non-NF2 sindrom familial yang lain dapat berkembang menjadi meningioma multiple, dan sering terjadi pada usia muda. Disamping itu, deplesi gen yang lain juga berhubungan dengan pertumbuhan meningioma.Terapi radiasi juga dianggap turut berperan dalam genesis meningioma. Bagaimana peranan radiasi dalani menimbulkan meningioma masih belum jelas. Pasien yang mendapatkan terapi radiasi dosis rendah untuk tinea kapitis dapat berkembang menjadi meningioma multipel di tempat yang terkena radiasi pada dekade berikutnya. Radiasi kranial dosis tinggi dapat menginduksi terjadinya meningioma setelah periode laten yang pendek.Meningioma juga berhubungan dengan hormon seks dan seperti halnya faktor etiologi lainnya mekanisme hormon sex hingga memieu meningioma hingga saat ini masih menjadi perdebatan. Pada sekitar 2/3 kasus meningioma ditemukan reseptor progesterone. Tidak hanya progesteron, reseptor hormon lain juga ditemukan pada tumor ini termasuk estrogen, androgen, dopamine, dan reseptor untuk platelet derived growth factor. Beberapa reseptor hormon sex diekspressikan oleh meningioma. Dengan teknik imunohistokimia yang spesifik dan teknik biologi molekuler diketahui bahwa estrogen diekspresikan dalam konsentrasi yang rendah. Reseptor progesteron dapat ditemukan dalam sitosol dari meningioma. Reseptor somatostatin juga ditemukan konsisten pada meningioma.Pada meningioma multiple, reseptor progesteron lebih tinggi dibandingkan pada meningioma soliter. Reseptor progesteron yang ditemukan pada meningioma sama dengan yang ditemukan pada karsinoma mammae. Jacobs dkk (10) melaporkan. meningioma secara bermakna tidak berhubungan dengan karsinoma mammae, tapi beberapa penelitian lainnya melaporkan hubungan karsinoma mammae dengan meningioma.

Gambar 2.1 Lokasi tersering pada meningioma

Meningioma merupakan tumor otak yang pertumbuhannya lambat dan tidak menginvasi otak maupun medulla spinalis. Stimulus homion merupakan faktor yang penting dalam pertumbuhan meningioma. Pertunibuhan meningioma dapat menjadi cepat selama periode peningkatan hormon, fase luteal pada siklus menstruasi dan kehamilan.Trauma dan virus sebagai kemungkinan penyebab meningioma telah diteliti, tapi belum didapatkan bukti nyata hubungan trauma dan virus sebagai penyebab meningioma. Philips et al melaporkan adanya sedikit peningkatan kasus meningioma setelah trauma kepala pada populasi western Washington state.10A second rupture: Sometimes a second rupture occurs, usually with2.5Diagnosis Manifestasi klinik 13,14Gejala meningioma dapat bersifat umum (disebabkan oleh tekanan tumor pada otak dan medulla spinalis) atau bisa bersifat khusus (disebabkan oleh terganggunay fungsi normal dari bagian khusus dari otak atau btekanan pada nervus atau pembuluh darah). Secara umum, meningioma tidak bisa didiagnosa pada gejala awal 8. Gejala umumnya seperti : Sakit kepala, dapat berat atau bertambah buruk saat beraktifitas atau pada pagi hari. Perubahan mental Kejang Mual muntah Perubahan visus, misalnya pandangan kabur.Gejala dapat pula spesifik terhadap lokasi tumor 14; Meningioma falx dan parasagittal; nyeri tungkai Meningioma Convexitas; kejang, sakit kepala, deficit neurologis fokal, perubahan status mental Meningioma Sphenoid; kurangnya sensibilitas wajah, gangguan lapangan pandang, kebutaan, dan penglihatan ganda. Meningioma Olfactorius; kurangnya kepekaan penciuman, masalah visus. Meningioma fossa posterior; nyeri tajam pada wajah, mati rasa, dan spasme otot-otot wajah, berkurangnya pendengaran, gangguan menelan, gangguan gaya berjalan, Meningioma suprasellar; pembengkakan diskus optikus, masalah visus Spinal meningioma ; nyeri punggung, nyeri dada dan lengan Meningioma Intraorbital ; penurunan visus, penonjolan bola mata Meningioma Intraventrikular ; perubahan mental, sakit kepala, pusingPemeriksaan Radiologi 9,15Foto polosHiperostosis adalah salahsatu gambaran mayor dari meningioma pada foto polos. Dinidikasikan untuk tumor pada meninx. Tampak erosi tulang dan dekstruksi sinus sphenoidales, kalsifikasi dan lesi litik pada tulang tengkorak. Pembesaran pembuluh darah meninx menggambarkan dilatasi arteri meninx yang mensuplai darah ke tumor. Kalsifikasi terdapat pada 20-25% kasus dapat bersifat fokal maupun difus 9.4213Gambar 2.2. Foto polos kepala pada meningioma

Keterangan :1. Hiperostosis tulang, terjadi pembengkakan pada tabula interna. Kadang terlihat sunray effect2. Kalsifikasi3. Hipervaskularisasi, dapat terlihat dilatasi sulcus a. meningea media.4. Erosi clinoid posterior akibat tekanan kortikal dari massa tumor

CT-ScanCT Tanpa kontras : Massa homogen, isodens hingga sedikit hiperdens terhadap parenkim otak Kadang terlihat kalsifikasi (20-25% dari tumor) Adanya Perifokal edema (60 % kasus)

CT dengan kontras :Terjadi penyangatan (enhancement) yang kuat, cepat ,merata dan berbatas tegas. Hal ini disebabkan vasa-vasa pada tumor ini tidak mengandung Blood Brain Barrier. Sekitar 15% meningioma memberikan gambaran yang tidak khas seperti penyangatan yang tidak merata, adanya perdarahan, degenerasi kistik dan sebagainya (Russell et al 1980) 9. MRI 15 MRI lebih baik dari CT-Scan untuk mengidentifikasi tumor ekstra aksial, luas perlekatan tumor pada mening, kapsul tumor, enhancement kontras, perlekatan duramater pada daerah tepi tumor (dural tail sign) mendeteksi meningioma pada dasar tengkorak dari fossa posterior. T1 imej sebagian besar meningioma tampak isointens (60-90%) dan sebagian kecil cenderung agak hipointens terhadap substansia grisea(10-30%). Pasca pemberian kontras gadolinium terlihat penyangatan yang difus dan menyolok. T2 imej pada umumnya hiperintens dan tingkat hiperintensitas yang kurang berkaitan dengan konsistensi tumor yang makin keras dan vaskularisasi yang semakin berkurang.

ANGIOGRAFI 15 Merupakan bagian penting dari persiapan operasi meningioma, terutama yang berukuran besar dengan tujuan mengetahui vasa pemasok yang memperdarahi tumor, opasifikasi tumor pada fase kapiler (menggambarkan tingkat hipervaskularisasinya) dan pendesakan maupun encasement vasa otak normal oleh tumor.Meningioma mengandung unsur vaskular dan mendapat darah dari pembuluh darah meningeal terutama cabang-cabang a. karotis eksterna dan terlihat fase akhir dari angiogram. Memberikan gambaran blush (radio opak) pada pembuluh darah halus.2.6Penatalaksanaan Penatalaksanaan meningioma tergantung dari lokasi dan ukuran tumor itu sendiri. Terapi meningioma masih menempatkan reseksi operatif sebagai pilihan pertama. Beberapa faktor yang mempengaruhi operasi removal massa tumor ini antara lain lokasi tumor, ukuran dan konsistensi, vaskularisasi dan pengaruh terhadap sel saraf, dan pada kasus rekurensi, riwayat operasi sebelumnya dan atau radioterapi. Lebih jauh lagi, rencana operasi dan tujuannya berubah berdasarkan faktor resiko, pola, dan rekurensi tumor. Tindakan operasi tidak hanya mengangkat seluruh tumor tetapi juga termasuk dura, jaringan lunak, dan tulang untuk menurunkan angka kejadian rekurensi 16.Rencana preoperatifPada pasien dengan meningioma supratentorial, pemberian antikonvulsan dapat segera diberikan, deksametason diberikan dan dilindungi pemberian H2 antagonis beberapa hari sebelum operasi dilaksanakan. Pemberian antibiotik perioperatif digunakan sebagai profilaksis pada semua pasien untuk organisme stafilokokkus, dan pemberian cephalosporin generasi III yang memiliki aktifitas terhadap organisme pseudomonas, serta pemberian metronidazol (untuk organisme anaerob) ditambahkan apabila operasi direncanakan dengan pendekatan melalui mulut, sinus paranasal, telinga, atau mastoid16.

Tabel 4. Sistem derajat Simpson untuk pengangkatan meningiomaDerajat Reseksi tumor

Derajat IReseksi total makroskopis dan perlekatannya dengan dura maupun tulang abnormal

Derajat II Reseksi total makroskopis, perlekatannya dengan dura dilakukan koagulasi

Derajat IIIReseksi total makroskopis tanpa dilakukan koagulasi perlekatannya dengan dura , atau perluasan ekstra dural lainnya

Derajat IVReseksi parsial

Derajat VDekompresi ringan (biopsi)

RadioterapiPenggunaan external beam irradiation pada meningioma semakin banyak dipakai untuk terapi. External beam irradiation dengan 4500-6000 cGy dilaporkan efektif untuk melanjutkan terapi operasi meningioma reseksi subtotal, kasus-kasus rekurensi baik yang didahului dengan operasi sebelumnya ataupun tidak. Pada kasus meningioma yang tidak dapat dioperasi karena lokasi yang sulit, keadaan pasien yang buruk, atau pada pasien yang menolak dilakukan operasi, external beam irradiation masih belum menunjukkan keefektivitasannya. Teori terakhir menyatakan terapi external beam irradiation tampaknya akan efektif pada kasus meningioma yang agresif (atyppical, malignan), tetapi informasi yang mendukung teori ini belum banyak dikemukakan 12.Efektifitas dosis yang lebih tinggi dari radioterapi harus dengan pertimbangan komplikasi yang ditimbulkan terutama pada meningioma. Saraf optikus sangat rentan mengalami kerusakan akibat radioterapi. Komplikasi lain yang dapat ditimbulkan berupa insufisiensi pituitari ataupun nekrosis akibat radioterapi 12.

Radiasi StereotaktikTerapi radiasi tumor menggunakan stereotaktik pertama kali diperkenalkan pada tahun 1960an menggunakan alat Harvard proton beam. Setelah itu penggunaan stereotaktik radioterapi ini semakin banyak dilakukan untuk meningioma. Sumber energi yang digunakan didapat melalui teknik yang bervariasi, yang paling sering digunakan adalah sinar foton yang berasal dari Co gamma (gamma knife) atau linear accelerators (LINAC) dan partikel berat (proton, ion helium) dari cyclotrons. Semua teknik radioterapi dengan stereotaktik ini dapat mengurangi komplikasi, terutama pada lesi dengan diameter kurang dari 2,5 cm 17.Steiner dan koleganya menganalisa pasien meningioma yang diterapi dengan gamma knife dan diobservasi selama 5 tahun. Mereka menemukan sekitar 88% pertumbuhan tumor ternyata dapat dikontrol. Kondziolka dan kawan-kawan memperhitungkan pengontrolan pertumbuhan tumor dalam 2 tahun pada 96 % kasus. Baru-baru ini peneliti yang sama melakukan studi dengan sampel 99 pasien yang diikuti selama 5 hingga 10 tahun dan didapatkan pengontrolan pertumbuhan tumor sekitar 93 % kasus dengan 61 % massa tumor mengecil. Kejadian defisit neurologis baru pada pasien yang diterapi dengan stereotaktik tersebut kejadiannya sekitar 5 % 17.KemoterapiModalitas kemoterapi dengan regimen antineoplasma masih belum banyak diketahui efikasinya untuk terapi meningioma jinak maupun maligna. Kemoterapi sebagai terapi ajuvan untuk rekuren meningioma atipikal atau jinak baru sedikit sekali diaplikasikan pada pasien, tetapi terapi menggunakan regimen kemoterapi (baik intravena atau intraarterial cis-platinum, decarbazine (DTIC) dan adriamycin) menunjukkan hasil yang kurang memuaskan (DeMonte dan Yung), walaupun regimen tersebut efektifitasnya sangat baik pada tumor jaringan lunak. Laporan dari Chamberlin pemberian terapi kombinasi menggunakan cyclophosphamide, adriamycin, dan vincristine dapat memperbaiki angka harapan hidup dengan rata-rata sekitar 5,3 tahun. Pemberian obat kemoterapi lain seperti hydroxyurea sedang dalam penelitian. Pertumbuhan sel pada meningioma dihambat pada fase S dari siklus sel dan menginduksi apoptosis dari beberapa sel dengan pemberian hydroxyurea. Dan dilaporkan pada satu kasus pemberian hydroxyurea ini memberikan efek pada pasien-pasien dengan rekurensi dan meningioma yang tidak dapat direseksi. Pemberian Alfainterferon dilaporkan dapat memperpanjang waktu terjadinya rekurensi pada kasus meningioma yang agresif. Dilaporkan juga terapi ini kurang menimbulkon toksisitas dibanding pemberian dengan kemoterapi 12.Pemberian hormon antogonis mitogen telah juga dilakukan pada kasus dengan meningioma. Preparat yang dipakai biasanya tamoxifen (anti estrogen) dan mifepristone (anti progesteron). Tamoxifen (40 mg/m2 2 kali/hari selama 4 hari dan dilanjutkan 10 mg 2 kali/hari) telah digunakan oleh kelompok onkolologi Southwest pada 19 pasien dengan meningioma yang sulit dilakukan reseksi dan refrakter. Terdapat pertumbuhan tumor pada 10 pasien, stabilisasi sementara pertumbuhan tumor pada 6 pasien, dan respon minimal atau parsial pada tiga pasien 12.Pada dua studi terpisah dilakukan pemberian mifepristone (RU486) 200 mg perhari selama 2 hingga 31 bulan. Pada studi yang pertama didapatkan 5 dari 14 pasien menunjukkan perbaikan secara objektif yaitu sedikit pengurangan massa tumor pada empat pasien dan satu pasien gangguan lapang pandangnya membaik walaupun tidak terdapat pengurangan massa tumor; terdapat pertumbuhan ulang pada salah satu pasien tersebut. Pada studi yang kedua dari kelompok Netherlands dengan jumlah pasien 10 orang menunjukkan pertumbuhan tumor berlanjut pada empat pasien, stabil pada tiga pasien, dan pengurangan ukuran yang minimal pada tiga pasien. Tiga jenis obat tersebut sedang dilakukan penelitian dengan jumlah sampel yang lebih besar pada meningioma tetapi sampai sekarang belum ada terapi yang menjadi prosedur tetap untuk terapi pada tumor ini 12.2.7PrognosisPada umumnya prognosa meningioma adalah baik, karena pengangkatan tumor yang sempurna akan memberikan penyembuhan yang permanen. Pada orang dewasa survivalnya relatif lebih tinggi dibandingkan pada anak-anak, dilaporkan survival rate lima tahun adalah 75%. Pada anak-anak lebih agresif, perubahan menjadi keganasan lebih besar dan tumor dapat menjadi sangat besar. Pada penelitian-penelitian di negara-negara barat lebih dari 10% meningioma akan mengalami keganasan dan kekambuhannyatinggi.Sejak 18 tahun meningioma dipandang sebagai tumor jinak, dan bila letaknya mudah dapat diangkat seluruhnya. Degenerasi keganasan tampak bila ada13: invasi dan kerusakan tulang tumor tidak berkapsul pada saat operasi invasi pada jaringan otak. Angka kematian (mortalitas) meningioma sebelum operasi jarang dilaporkan, dengan kemajuan teknik dan pengalaman operasi para ahli bedah maka angka kematian post operasi makin kecil. Diperkirakan angka kematian post operasi selama lima tahun (19421946) adalah 7,9% dan (19571966) adalah8,5%. Sebab-sebab kematian menurut laporan-laporan yang terdahulu yaitu perdarahan dan edema otak 11.

BAB 3LAPORAN KASUS

IDENTITAS PASIEN :Nama: Ny. FJenis Kelamin: PerempuanUsia: 88 tahunSuku Bangsa: MinangkabauPekerjaan: Tidak bekerja

Seorang pasien perempuan umur 88 tahun di rawat di Bangsal Neurologi RSUP Dr. M. Djamil Padang sejak tanggal 2 Juni 2015 dengan :Keluhan Utama ::Kejang berulangRiwayat Penyakit Sekarang:Kejang berulang sejak 10 jam sebelum masuk rumah sakit. Terjadi saat pasien sedang berbaring ditempat tidur. Kejang diawali dengan wajah menoleh ke kanan diikuti kaku pada tangan dan kaki kanan lebih kurang 20 detik. Lalu diikuti kelonjatan seluruh tubuh selama lebih kurang 45 detik saat kejang pasien tidak sadar. Mata keatas, lidah tidak tergigit, mulut berbuih tidak ada. Kejang >6kali.Saat dirumah kejang 4x, setelah kejang pasien tertidur. Kemudian sadar kembali setelah 15 menit di bawa ke RS. Pasien kejang dengan pola yang sama sebanyak >3xkali. Setelah kejang pasien tidak sadar. Tampak anggota gerak kanan kurang aktif bergerak dibandin kiri. Kelemahan anggota gerak tidak jelas sejak kapan.Riwayat Penyakit Dahulu : Riwayat kejang sebelumnya (-) Riwayat menderita penyakit jantung dengan kontrol ke poli secara teraturRiwayat Penyakit Keluarga : Tidak ada anggota keluarga yang menderita penyakit hipertensi, DM, jantung dan strokeRiwayat Pribadi dan Sosial :Pasien tidak bekerja aktifitas fisik ringanPEMERIKSAAN FISIKTanda Tanda Vital Keadaan umum: Tampak sakit berat Kesadaran: Somnolen Tekanan darah: 110/70 mmHg Frekuensi Nadi: 69x/mnt Frekuensi pernafasan: 22x/mnt Suhu: 37,2C

Status Internus Kulit: turgor kulit normal Kepala :Konjungtiva : tak anemisSklera: tak ikterik Leher: JVP 5-2 cmH20, bruit karotis (-) Thorax:Pulmo: Inspeksi: simetris kiri = kanan ( stasis dan dinamis )Palpasi: sukar dinilaiPerkusi: sonorAuskultasi: ronchi -/-, wheezing -/-Cor: Inspeksi: ictus cordis tak terlihatPalpasi: ictus teraba 1 jari lateral LMCS RIC VIPerkusi: batas jantung melebarAuskultasi: bunyi jantung I. II melebar- Abdomen:Inspeksi: tidak tampak membuncitPalpasi: hepar dan lien tidak terabaPerkusi: timpaniAuskultasi: bising usus (+) normal- Korpus VertebraeInspeksi: deformitas (-)Palpasi: gibbus (-)Status NeurologisKesadaran somnolen, GCS 10 ( E3 M5 V2 )1. Tanda Rangsangan Selaput OtakKaku kuduk: (-)Brudzinski I: (-)Brudzinski II: (-)Tanda Kernig: (-)2. Tanda Peningkatan Tekanan IntrakranialPupil: Isokor, 3mm/3 mm, Refleks cahaya +/+Muntah proyektil (-)sakit kepala progresif (-)3. Pemeriksaan Nervus Kranialis

N.I (Olfaktorius)PenciumanKananKiri

SubjektifSulit dinilaiSulit dinilai

Objektif (dengan bahan)Sulit dinilaiSulit dinilai

N.II (Optikus)PenglihatanKananKiri

Tajam PenglihatanSulit dinilaiSulit dinilai

Lapangan PandangSulit dinilaiSulit dinilai

Melihat warnaSulit dinilaiSulit dinilai

FunduskopiSulit dinilaiSulit dinilai

N.III (Okulomotorius)KananKiri

Bola MataBulatBulat

Ptosis--

Gerakan BulbusKe segala arah

Strabismus--

Nistagmus-

Ekso/Endopthalmus--

Pupil

BentukBulat, isokorBulat, isokor

Refleks Cahaya(+)(+)

N.IV (Troklearis)KananKiri

Gerakan mata ke bawah++

Sikap bulbus

DiplopiaTidak dapat dinilaiTidak dapat dinilai

N.VI (Abdusens)KananKiri

Gerakanmata kemedial bawahBaikBaik

Sikap bulbus++

DiplopiaTidak dapat dinilaiTidak dapat dinilai

N.V (Trigeminus)KananKiri

Motorik

Membuka mulut(+)(+)

Menggerakan rahang(+)(+)

Menggigit(-)(-)

Mengunyah(-)(-)

Sensorik

-Divisi Oftlamika

Refleks Kornea(+)(+)

Sensibilitas

-Divisi Maksila

Refleks Masseter

Sensibilitas

-Divisi Mandibula

Sensibilitas

N.VII (Fasialis)KananKiri

Raut wajahSimetrisSimetris

Sekresi air mata(+)(+)

Fisura palpebraBaikBaik

Menggerakan dahiBaikBaik

Menutup mataBaikBaik

Mencibir/bersiulSulit dinilai

Memperlihatkan gigiSulit dinilaiSulit dinilai

Sensasi lidah 2/3 belakangSulit dinilaiSulit dinilai

HiperakusisSulit dinilaiSulit dinilai

Plika nasolabialisSimetris

N.VIII (Vestibularis)KananKiri

Suara berbisikTidak dilakukanTidak dilakukan

Tidak dilakukanTidak dilakukanTidak dilakukan

Rinne testTidak dilakukan

Webber testTidak dilakukan

Scwabach testTidak dilakukan

Memanjang

Memendek

Nistagmus(-)(-)

Pendular

Vertical

Siklikal

Pengaruh posisi kepala

N.IX (Glosofaringeus)KananKiri

Sensasi Lidah 1/3 belakangSukar dinilaiSukar dinilai

Refleks muntah (gag refleks)++

N.X (Vagus)KananKiri

Arkus faringSimetris

Uvula Di tengah

MenelanBaikBaik

ArtikulasiSulit dinilai

Suara + +

Nadi Kuat angkat

N.XI (Asesorius)KananKiri

Menoleh kekananSulit dinilaiSulit dinilai

Menoleh kekiriSulit dinilaiSulit dinilai

Mengangkat bahu kananSulit dinilaiSulit dinilai

Mengangkat bahu kiriSulit dinilaiSulit dinilai

N.XII (Hipoglosus)KananKiri

Kedudukan lidah dalamSimestris

Kedudukan lidah dijulurkanSulit dinilai

TremorSulit dinilaiSulit dinilai

FasikulasiSulit dinilaiSulit dinilai

AtropiSulit dinilaiSulit dinilai

Pemeriksaan KoordinasiCara BerjalanSulit dinilaiDisatriaSulit dinilai

Romberg testSulit dinilaiDisgrafiaSulit dinilai

AtaksiaSulit dinilaiSupinasi-PronasiSulit dinilai

Rebound PhenomenSulit dinilaiTes Jari HidungSulit dinilai

Tes Tumit LututSulit dinilaiTes Hidung JariSulit dinilai

Pemeriksaan Fungsi MotorikA. BadanRespirasiTeratur

DudukTidak dapat dilakukan

B.Berdiri dan berjalanGerakan spontanSulit dinilaiSulit dinilai

TremorSulit dinilaiSulit dinilai

AtetosisSulit dinilaiSulit dinilai

MioklonikSulit dinilaiSulit dinilai

KhoreaSulit dinilaiSulit dinilai

C.EkstermitasSuperiorInferior

KananKiriKananKiri

Gerakan----

Kekuatan222555222555

Tropieutropieutropieutropieutropi

Tonushipotonuseutonushipotonushipotonus

Pemeriksaan SensibilitasSensibilitas taktilBaik

Sensibilitas nyeriBaik

Sensibilitas termisBaik

Sensibilitas kortikal

Stereognosis

Pengenalan 2 titik

Pengenalan rabaan

Sistem RefleksA. FisiologisKananKiriKananKiri

Kornea++Biseps++

BerbangkisTriseps++

LaringKPR++

MasseterAPR++

Dinding PerutBulbokavernosa

AtasCreamaster

TengahSfingter

Bawah

B. PatologisKananKiriKananKiri

LenganTungkai

Hofmann Tromner(-)(-)Babinski+(-)

Chaddoks+(-)

Oppenheim+(-)

Gordon+(-)

Schaeffer+(-)

Klonus paha

Klonus kaki

Fungsi Otonom Miksi : baik, uninhibited bladder tidak ada Defikasi : baik Keringat : baik

Fungsi LuhurKesadaranTanda Demensia

Reaksi bicaraSulit dinilaiRefleks glabela

reaksi intelekSulit dinilaiRefleks Snout

Reaksi emosiSulit dinilai Refleks Menghisap

Refleks Memegang

Refleks palmomental

Pemeriksaan LaboratoriumDarah :Rutin:Hb: 11,8g/dlLeukosit: 8.800/mm3Trombosit: 348.000Hematokrit: 31 %Kimia DarahGula Darah Sewaktu: 116Na: 130K: 3,9Ureum: 31Kreatinin: 0,9Ca : 9,3

Brain CT-Scan Kesan : tampak lesi inhomogen dengan tambahan lesi hiperdens berbentuk bulat kecil di regio frntotemporo parietal kiri disertai dengan perifokal udem dengan pendorongan midline shif sejauh 0,5 cm kekanan yang memobliterasi ventrikel lateral kiri kekanan, sulki menyempit, gyrus mendatar, pons CVA tidak ditemukan kelainanDIAGNOSISDiagnosa klinis: status konvulsif, hemiparese dekstra, parese N VII dekstra tipe sentral (stroke like sindrom)Diagnosa topik: frontotemporal sinistraDiagnosa etiologi: supratentorial tumor susp meningioma malignaDiagnosa sekunder: iskemia miokard

PROGNOSIS:Quo ad vitam: dubia at malamQuo ad functionam: dubia at malam

TERAPITerapi Umum : IVFD Asering 12 J/Kolf Pasang NGT Vollex cateter

Terapi Khusus : Drip penitoin 18 inj/kg = kec 99cc/jam Fnitoin inj 3x100inj (iv) Inj dexametason 4x10 mg (iv) tapp off Inj ranitidin 2x50mg Asam folat 2x5mg (p.o) Manitol infuse 20% tap off

FOLLOW UPKamis , 11 juni 2015 S/ Buka mata spontanLemah anggota gerak kananO/ Keadaan Umum : sakit beratKesadaran: somnolenTekanan darah: 120 / 80mmHgNadi: 79 x / menitNafas: 24 x / menitSuhu: 37,1 oCStatus InternusThorak: Cor : batas jantung melebar: pulmo : Rh -/-, Wh -/-Status NeurologisGCS : GCS 10 ( E3 M5 V2 )Tanda rangsangan meningeal ( - ), Tanda peningkatan tekanan intracranial (-)Nervus Cranialis Pupil isokor 3mm/3mm, reflek cahaya +/+, Dolls eye maneuver bergerak, reflek kornea +/+ Motorik : lateralisasi ke kanan RF: + + RP : - - + + - -

A/.meningioma maligna

P/ Terapi lanjut IVFD Asering 12 J/Kolf O2 3l/mnt Dexametason 4x10 tapp off Ranitidin 2x10 As folat 2x9 Ambludipin 1x100 Furosemide 2x 0,5 Spinolactone 1x0,5

Jumat , 12 juni 2015 S/ buka mata spontanLemah anggota gerak kiriO/ Keadaan Umum : sedangKesadaran: somnolenTekanan darah: 130 / 80 mmHgNadi: 80 x / menitNafas: 27 x / menitSuhu: 36,8 oCStatus InternusThorak: Cor : batas jantung melebar: pulmo : Rh -/-, Wh -/-Status NeurologisGCS : GCS 10 ( E3 M5 V2 )Tanda rangsangan meningeal ( - ), Tanda peningkatan tekanan intracranial (-)Nervus Cranialis Pupil isokor 3mm/3mm, reflek cahaya +/+, Dolls eye maneuver bergerak, reflek kornea +/+ Motorik : lateralisasi ke kanan RF: + ++ RP : - - + + - -

A/ meningioma malignaP/ Terapi lanjut IVFD Asering 12 J/Kolf O2 3l/mnt Dexametason 4x10 tapp off Ranitidin 2x10 As folat 2x9 Ambludipin 1x100 Furosemide 2x 0,5 Spinolactone 1x0,5

BAB 4DISKUSI

Telah dirawat seorang pasien perempuan usia 88 tahun, sejak tanggal 2 juni 2015 di RSUP DR. M. Djamil padang dengan diagnosis Klinis status konvulsif, hemiparese dekstra, parese N VII dekstra tipe sentral (stroke like sindrom) Diagnosa etiologi: supratentorial tumor susp meningioma maligna. Diagnosis ditegakkan berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjangBerdasarkan anamnesis kejang berulang sejak 10 jam sebelum masuk rumah sakit. Terjadi saat pasien sedang berbaring ditempat tidur. Kejang diawali dengan wajah menoleh ke kanan diikuti kaku pada tangan dan kaki kanan lebih kurang 20 detik. Lalu diikuti kelonjatan seluruh tubuh selama lebih kurang 45 detik saat kejang pasien tidak sadar. Mata keatas, lidah tidak tergigit, mulut berbuih tidak ada. Kejang >6kali.. Riwayat kejang sebelumnya (-), Riwayat menderita penyakit jantung dengan kontrol ke poli secara teratur. Umur pasien yaitu 88 tahun dan merupakan faktor resiko untuk kejadian meningioma maligna. Selain itu juga diketahui adanya kejang merupakan ciri-ciri dari adanya meningioma. Kemudian dilakukan pemeriksaan fisik. Keadaan pasien tampak sakit berat, kesadaran somnolen, TD 11070 mmHg, Nadi 69x/menit, irama teratur, frekuensi nafas 22 x/menit, suhu 37,1C. Dari pemeriksaan status internus didapatkan batas jantung melebar. Dari pemeriksaan status neurologis didap atkanGCS 10 ( E3 M5 V2 ) Dari pemeriksaan laboratorium didapatkan Hb11,8 g/dl, Leukosit 8.800/mm3 Trombosit 348.000, Hematokrit 31 %, Pasien telah dilakukan brain CT-Scan didapatkan adanya kesan tampak lesi inhomogen dengan tambahan lesi hiperdens berbentuk bulat kecil di regio frntotemporo parietal kiri disertai dengan perifokal udem dengan pendorongan midline shif sejauh 0,5 cm kekanan yang memobliterasi ventrikel lateral kiri kekanan, sulki menyempit, gyrus mendatar, pons CVA tidak ditemukan kelainan.DAFTAR PUSTAKA

1. Black, P., Morokoff, A.,Zauberman, J., Claus, E., dan Carroll, R. 2007. Meningiomas: Science and Surgery. Journal Online: Clinical Neurosurgery. Volume 54, 2007. 2. Adams RD, Victor M, Intracranial Neoplasma and Paraneoplastic Disorders.Principles of Neurology 8th ed, Mc-Graw-Hill, New York 2005:546-560.3. Satyanegara, Ilmu Bedah Saraf, Ed III, Gramedia Pustaka, 1998:121-1314. Longstreth Jr WT, Dennis LK, McGuire VM, Drangsholt MT, Koepsell TD. Epidemiology of intracranial meningioma. Cancer 1993;72;639-48. 5. Burst JCM, Central Nervous System Neoplasms. Current Diagnosis and treatment Neurology, MC-Graw-Hill, New York 2007:148-1576. Lindsay KW, Bone I, Neurology and Neurosurgery illustrated 4th ed, Churchill Livingstone/Elsevier, 2004:299-3237. Kaye AH, Essensial Neurosurgery, 3rd ed. Blackwell Publishing. Melbourne. 2005 : 93-1089. Muttaqin Z, Nuroimejing pada tumor intracranial, pengelolaan bedah saraf pada tumor-tumor otak. Kumpulan Bahan Bacaan Mata Kuliah Ilmu Bedah Saraf.10. Fynn, E. 2006. Multiple Meningiomas. Jurnal Online: SA Journal of Radiology June 2006.11. Heimer H, Schultz K. Meningioma in American Brain Tumor Association 200612. Kumar V, Cotran RS, Robbins SL, Neoplasma dalam Buku Ajar Patologi Robbins Ed.7, Vol.1. Penerbit Buku Kedokteran EGC 2004 : 185 -23713. Evans JJ, Lee JH, Suh J, Golubic M. Meningiomas. In : Moore AJ, Newell DW, editor. Neurosurgery Principles and Practice. London : Springer 2005 :205 3314. Lynch JC, Ferreira L, Welling L, Schulz RC. Multiple Intracranial Meningiomas. Arq Neuropsiquiatr . Rio de Jeneiro 2008 : 66(3-B) : 702 715. Youmans RJ, Neurological Surgery. 4th ed. WB Sounders Company,1996:2782-282216. Mefty OA, Origitano TC. Meningiomas in Principles of Neurology, Rengachary SS, Wilkins RH, eds.Wolfe Publishing. 1994 17. De Monte F, Ossama AM, Meningiomas. Brain Tumors.Kaye AH, laws JR. Churchill Livingstone. New York 1995:675-700