tax planning

61
PERENCANAAN PAJAK SEBAGAI UPAYA MEMINIMALISASI BEBAN PAJAK KERTAS KARYA Diajukan sebagai salah satu syarat untuk menyelesaikan program studi D3 Perpajakan pada Fakultas Ekonomi Universitas Katolik Soegijapranata Semarang Disusun Oleh: Nama : Santi Dewi Wijaya NIM : 04.31.0004 PROGRAM STUDI D3 PERPAJAKAN FAKULTAS EKONOMI UNIVERSITAS KATOLIK SOEGIJAPRANATA SEMARANG 2007

Upload: okta7373

Post on 13-Dec-2015

26 views

Category:

Documents


4 download

DESCRIPTION

pajak

TRANSCRIPT

Page 1: Tax Planning

PERENCANAAN PAJAK SEBAGAI UPAYA

MEMINIMALISASI BEBAN PAJAK

KERTAS KARYA

Diajukan sebagai salah satu syarat untuk menyelesaikan program studi D3 Perpajakan

pada Fakultas Ekonomi Universitas Katolik Soegijapranata Semarang

Disusun Oleh:

Nama : Santi Dewi Wijaya

NIM : 04.31.0004

PROGRAM STUDI D3 PERPAJAKAN

FAKULTAS EKONOMI UNIVERSITAS KATOLIK SOEGIJAPRANATA

SEMARANG 2007

Page 2: Tax Planning

- vii -

DAFTAR ISI

Halaman Judul i

Halaman Persetujuan Kertas Karya ii

Halaman Pengesahan Kertas Karya iii

Pernyataan Keaslian Kertas Karya iv

Kata Pengantar v

Daftar Isi vii

Daftar Tabel x

Abstraksi xi

Bab I Pendahuluan 1

I.1 Latar Belakang Masalah 1

I.2 Perumusan Masalah 3

I.3 Batasan Masalah 4

I.4 Tujuan Penelitian 4

I.5 Manfaat Penelitian 4

I.6 Sistematika Penulisan 4

Bab II Landasam Teori 6

II.1 Pengertian Pajak 6

II.2 Dasar-Dasar Perencanaan Pajak 7

1.Manajemen Pajak 7

2.Motivasi Dilakukannya Perencanaan Pajak 9

Page 3: Tax Planning

- viii -

3.Tahapan Dalam Pembuatan Perencanaan Pajak 11

II.3 Laporan Keuangan Fiskal 16

II.4 Perencanaan Pajak Berdasarkan Undang-Undang Domestik 17

Bab III Gambaran Umum 30

III.1 Sejarah Umum Perusahaan 30

III.2 Metode Penelitian 31

1. Jenis Data 31

2. Metode Pengumpulan Data 32

3. Teknik Analisis Data 32

Bab IV Hasil dan Pembahasan 34

IV.1 Mengambil Keuntungan Dari Pemilihan Bentuk Badan Hukum 36

IV.2 Memilih Lokasi Perusahaan 37

IV.3 Mengambil Keuntungan Dari Pengecualian, Potongan Dan

Pengurangan Penghasilan Kena Pajak 37

IV.4 Mendirikan Perusahaan Dalam Satu Jalur Usaha 38

IV.5 Mendirikan Perusahaan Yang Berfungsi Sebagai Profit Center

Dan Cost Center 38

IV.6 Memberikan Tunjangan Kepada Karyawan 38

IV.7 Pemilihan Metode Penilaian Persediaan 39

IV.8 Pendanaan Aktiva Tetap 43

IV.9 Pemilihan Metode Penyusutan 46

IV.10 Menghindari Pengenaan Pajak Dengan Mengarahkan Pada

Transaksi Bukan Objek Pajak 49

Page 4: Tax Planning

- ix -

IV.11 Mengoptimalkan Kredit Pajak 49

IV.12 Penundaan Pembayaran Kewajiban Perpajakan 49

IV.13 Menghindari Pemeriksaan Pajak 50

IV.14 Menghindari Pelanggaran Terhadap Peraturan Perpajakan 50

IV.15 Besarnya Beban Pajak yang Masih Harus Ditanggung

Apabila Menggunakan Perencanaan Pajak 50

Bab V Penutup 53

V.1 Kesimpulan 53

V.2 Saran 54

Daftar Pustaka 55

Lampiran 56

Page 5: Tax Planning

- x -

DAFTAR TABEL

Tabel 2.1 Perubahan Besarnya Penghasilan Tidak Kena Pajak

Tabel 2.2 Besarnya Tarif Pajak

Tabel 2.3 Besarnya Tarif Penyusutan

Tabel 4.1 Perhitungan Persediaan Bahan Baku dengan Metode FIFO

Tabel 4.2 Perhitungan Persediaan Bahan Baku dengan Metode Rata-Rata

Tabel 4.3 Besarnya Angsuran Leasing

Tabel 4.4 Perhitungan Penyusutan Sampai dengan Tahun 2006

Tabel 4.5 Perbandingan Penyusutan Untuk Peralatan Baru

Page 6: Tax Planning

- xi -

ABSTRAKSI

Perencanaan pajak merupakan suatu strategi yang bertujuan untuk meminimalkan beban pajak yang harus ditanggung oleh wajib pajak. Wajib pajak yang menjadi objek penelitian penulis adalah perusahaan milik Tn. L yang bergerak dalam bidang industri makanan kecil. Data yang didapat merupakan data mentah pada tahun 2006 yang kemudian diolah menjadi laporan keuangan dan menjadi dasar untuk suatu perencanaan pajak. Langkah-langkah dalam perencanaan pajak yang telah dilakukan oleh Tn. L adalah dengan memilih badan hukum perseorangan. Sedangkan langkah-langkah yang harus dilakukan agar beban pajak Tn. L menjadi lebih rendah dengan memberikan kesejahteraan pada karyawannya berupa tunjangan kesehatan, menggunakan metode rata-rata sebagai metode penilaian persediaan, menggunakan metode saldo menurun untuk peralatan yang baru dan untuk pendanaan aktiva tetapnya menggunakan leasing. Dengan melakukan langkah-langkah tersebut Tn. L dapat menghemat pajak sebesar Rp. 298.350. Minimalisasi beban pajak ini belum maksimal mengingat Tn. L tidak memiliki perusahaan lain, selain itu juga karena transaksi yang dilakukan merupakan transaksi yang sederhana.

Page 7: Tax Planning

- 1 -

BAB I

PENDAHULUAN

I.1 Latar Belakang Masalah

Untuk menjalankan pemerintahannya, suatu negara membutuhkan pendapatan

atau penghasilan. Negara Indonesia menetapkan dua kelompok utama sumber

pendapatannya yaitu dari sektor migas dan dari sektor non migas. Sektor migas terdiri

dari minyak bumi dan gas alam. Sedangkan sektor non migas terdiri dari pajak,

penghasilan dari BUMN, serta pinjaman-pijaman luar negeri. Pajak adalah iuran rakyat

kepada negara berdasarkan undang-undang (yang dapat dipaksakan) dengan tiada

mendapat jasa timbal (kotraprestasi) yang langsung dapat ditunjukkan dan yang

digunakan untuk membayar pengeluaran umum (Soemitro, 1990 dalam Mardismo, 2003).

Peranan pajak semakin lama semakin dominan, hal ini terlihat dari kontribusinya

dalam Rencana Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (RAPBN) yang diajukan

pemerintah dari tahun ke tahun semakin meningkat. Pajak merupakan sumber

penerimaan atau penghasilan utama bagi negara yang akan digunakan untuk membiayai

pengeluaran-pengeluarannya. Sedangkan bagi perusahaan, pajak merupakan suatu beban

atau biaya yang akan mengurangi laba bersih atau penghasilan seseorang atau

perusahaan. Dari sini timbul dua kepentingan yang bertolak belakang antara Wajib Pajak

(WP) dan fiskus. Wajib Pajak adalah orang pribadi atau badan yang menurut ketentuan

peraturan perundang-undangan perpajakan ditentukan untuk melakukan kewajiban

perpajakan, termasuk pemungut pajak atau pemotong pajak tertentu. Sedangkan fiskus

Page 8: Tax Planning

- 2 -

adalah bendaharawan pemerintah yang bertugas untuk memungut pajak dari Wajib Pajak

maupun pemotong dan pemungut pajak lainnya.

Dengan adanya perbedaan tersebut, berbagai cara dapat dilakukan untuk

meminimalisasi beban pajak yaitu dengan cara legal (tidak merugikan penerimaan

Negara) maupun dengan cara yang illegal (merugikan penerimaan negara). Minimalisasi

beban pajak yang tidak merugikan penerimaan negara antara lain dengan penggeseran

dan kapitalisasi. Penggeseran (penggeseran ke depan atau ke belakang) yaitu adanya

kesepakatan antar rumpun produsen mengenai siapa yang menanggung beban pajaknya

apakah produsen atau konsumen. Sedangkan kapitalisasi yaitu dengan jalan memasukkan

beban pajak kedalam harga. Sedangkan minimalisasi beban pajak yang merugikan

penerimaan negara antara lain tax avoidance atau pengelakan pajak yaitu cara yang

diperkenankan oleh undang-undang. Cara kedua tax evasion atau penyelundupan pajak

yaitu cara yang tidak diperkenankan undang-undang. Dan cara ketiga pengecualian pajak

yaitu melalui undang-undang perjanjian pajak, konvensi internasional.

Upaya dalam melakukan penghematan pajak secara legal dapat dilakukan melalui

manajemen pajak. Namun perlu diingat bahwa legalitas manajemen pajak tergantung dari

instrumen yang dipakai. Legalitas baru dapat diketahui secara pasti setelah ada putusan

dari pengadilan. Secara umum manajemen pajak merupakan salah satu cara yang

digunakan untuk meminimalisasi beban pajak. Manajemen pajak sebagai sarana untuk

memenuhi kewajiban perpajakan dengan benar tetapi jumlah pajak yang dibayar dapat

ditekan serendah mungkin untuk memperoleh laba dan likuiditas yang diharapkan

(Lumbantoruan, 1996). Tujuan dari manajemen pajak dapat dibagi menjadi dua yaitu,

menerapkan peraturan perpajakan secara benar, dan usaha efisiensi untuk mencapai laba

Page 9: Tax Planning

- 3 -

dan likuiditas yang seharusnya. Tujuan manajemen pajak dapat dicapai melalui fungsi-

fungsi manajemen pajak yang terdiri dari: tax planning atau perencanaan pajak, tax

implementation atau pelaksanaan pajak dan tax control atau pengendalian pajak.

Perencanaan pajak merupakan langkah awal dalam manajemen pajak. Pada tahap

ini dilakukan pengumpulan dan penelitian terhadap peraturan perpajakan agar dapat

diseleksi jenis tindakan penghematan pajak yang akan dilakukan. Pada umumnya

penekanan perencanaan pajak adalah untuk meminimumkan kewajiban pajak. Jika tujuan

perencanaan pajak adalah untuk meminimalisasi beban pajak dengan memanfaatkan

peraturan yang ada tetapi berbeda dengan tujuan pembuatan undang-undang, maka tax

planning di sini sama dengan tax avoidance karena secara ekonomis keduanya berusaha

untuk memaksimalkan penghasilan setelah pajak (after tax return).

Berdasarkan uraian diatas maka penulis ingin menganalis perencanaan pajak yang

dapat dilakukan oleh perusahaan beserta pengambilan keputusan manajemen ataupun

metode-metode mana yang lebih menguntungkan dibidang perpajakan bagi perusahaan

sehingga ini mengambil judul Perencanaan Pajak Sebagai Upaya Meminimalisasi

Beban Pajak.

I.2 Perumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang di atas maka masalah yang dirumuskan adalah

metode-metode dan pertimbangan apakah yang lebih menguntungkan bagi perusahaan

untuk dapat meminimalkan beban pajaknya serta seberapa besar laba yang dapat

diperoleh dengan adanya perencanaan pajak tersebut?

Page 10: Tax Planning

- 4 -

I.3 Pembatasan Masalah

Agar dalam penulisan laporan ini benar-benar terarah maka penulis membatasi

ruang lingkup penelitian yaitu, pembuatan perencanaan pajak untuk tahun 2007

berdasarkan data pada tahun 2006 pada perusahaan perorangan.

I.4 Tujuan Penelitian

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui berbagai metode dan

pertimbangan yang lebih menguntungkan perusahaan dalam bidang perpajakan serta

berapa besar laba yang diperoleh dari perencanaan pajaknya.

I.5 Manfaat Penelitian

Adapun manfaat dari penelitian ini adalah:

a. Bagi Penulis

Dapat menambah wawasan dan pengetahuan mengenai upaya-upaya yang dapat

dilakukan untuk meringankan beban pajak melalui perencanaan pajak.

b. Bagi Perusahaan

Memberikan gambaran bagi pihak manajemen mengenai keputusan-keputusan

ataupun metode-metode mana saja yang lebih menguntungkan sehingga beban pajak

yang harus dibayarkan oleh perusahaan menjadi lebih ringan.

c. Bagi Peneliti

Sebagai bahan referensi dan perbandingan untuk penelitian sejenis dimasa yang akan

datang.

I.6 Sistematika Penulisan

Untuk mempermudah pembahasan, penulisan ini dilakukan secara sistematis

dengan pembagian sebagai berikut:

Page 11: Tax Planning

- 5 -

BAB I : PENDAHULUAN

Dalam bab ini diuraikan secara singkat mengenai latar belakang masalah,

perumusan masalah, batasan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian,

dan sistematika penulisan.

BAB II : LANDASAN TEORI

Bab ini terdiri dari tinjauan pustaka.

BAB III : GAMBARAN UMUM

Dalam bab ini diuraikan mengenai gambaran umum perusahaan yang

menjadi obyek penelitian, jenis data dan metode analisis data.

BAB IV : PEMBAHASAN

Bab ini terdiri dari pembahasan berserta perhitungan mengenai keputusan-

keputusan manajemen atau metode-metode mana saja yang lebih

menguntungkan bagi perusahaan dalam bidang perpajakan dan analisis

besarnya laba yang dapat diperoleh perusahaan dengan mengunakan

perencanaan pajak.

BAB V : PENUTUP

Bab ini memberikan kesimpulan dan saran.

Page 12: Tax Planning

- 6 -

BAB II

LANDASAN TEORI

II.1 Pengertian Pajak

Pajak adalah iuran rakyat kepada negara berdasarkan undang-undang (yang dapat

dipaksakan) dengan tiada mendapat jasa timbal (kotraprestasi) yang langsung dapat

ditunjukkan dan yang digunakan untuk membayar pengeluaran umum (Soemitro, 1990,

dalam Mariasmo, 2003).

Timbul Dan Hapusnya Hutang Pajak

Menurut Mardiasmo (2003), ada dua ajaran yang mengatur mengenai timbulnya

hutang pajak yaitu ajaran formil dan ajaran materiil. Menurut ajaran formil, hutang pajak

timbul karena dikeluarkannya Surat Ketetapan Pajak (SKP) oleh fiskus. Ajaran ini

diterapkan pada official assessment system (yaitu sistem pemungutan pajak yang

memberi wewenang kepada pemerintah atau fiskus untuk menentukan besarnya pajak

yang terutang oleh WP). Sedangkan menurut ajaran materiil, hutang pajak timbul karena

berlakunya undang-undang. Seseorang dikenai pajak karena suatu keadaan dan

perbuatan. Ajaran ini diterapkan pada self assessment system (yaitu sistem pemungutan

pajak yang memberi wewenang kepada WP untuk menentukan sendiri besarnya pajak

yang terutang).

Page 13: Tax Planning

- 7 -

Seperti dikutip dari Waluyo dan Ilyas (2003), hapusnya hutang pajak dapat

disebabkan karena beberapa hal antara lain pembayaran, kompensasi, daluwarsa,

pembebasan, dan penghapusan.

II.2 Dasar-Dasar Perencanaan Pajak

1. Manajemen Pajak

Manajemen pajak adalah sarana untuk memenuhi kewajiban perpajakan

dengan benar tetapi jumlah pajak yang dibayar dapat ditekan serendah mungkin untuk

memperoleh laba dan likuiditas yang diharapkan (Lumbantoruan dalam Suandy,

2003). Tujuan manajemen pajak bukan untuk menghindari pajak tetapi untuk

mengatur sehingga pajak yang dibayar tidak lebih dari seharusnya. Tujuan

manajemen pajak dicapai dengan fungsi manajemen pajak yang terdiri dari Tax

Planning, Tax Implementation dan Tax Control (Suandy, 2003).

A. Tax planning (perencanaan pajak)

Perencanaan pajak adalah langkah awal dalam manajemen pajak. Pada

tahap ini dilakukan pengumpulan dan penelitian terhadap peraturan perpajakan

agar dapat diseleksi jenis tindakan penghematan pajak yang dapat dilakukan. Pada

umumnya perencanaan pajak dilakukan untuk meminimumkan beban pajak.

Perencanaan pajak umumnya selalu dimulai dengan meyakinkan apakah

suatu transaksi terkena pajak. Jika transaksi tersebut terkena pajak, apakah dapat

dikecualikan atau jumlah pajaknya lebih rendah. Selanjutnya apakah pembayaran

pajaknya dapat ditunda, dan lain sebagainya. Oleh karena itu, setiap WP akan

membuat rencana pengenaan pajak atas setiap tindakan secara seksama. Dengan

demikian bisa dikatakan bahwa tax planning adalah proses pengambilan tax

Page 14: Tax Planning

- 8 -

factor dan non-tax factor untuk menentukan: Apakah, Kapan, Bagaimana dan

Dengan pihak mana dilakukan transaksi yang beban pajaknya rendah.

B. Tax implementation (pelaksanaan kewajiban perpajakan)

Apabila telah diketahui faktor-faktor yang akan dimanfaatkan untuk

melakukan penghematan pajak, maka langkah selanjutnya adalah

mengimplementasikannya baik secara formal maupun material. Harus dipastikan

bahwa pelaksanaan kewajiban perpajakan telah memenuhi peraturan perpajakan

yang berlaku. Manajemen pajak tidak untuk melanggar peraturan dan jika dalam

pelaksanaan menyimpang dari peraturan yang berlaku, maka telah menyimpang

dari tujuan manajemen pajak. Untuk mengetahui tujuan manajemen pajak ada dua

hal yang perlu dikuasi dan dilaksanakan, yaitu:

a. Memahami ketentuan peraturan perpajakan, yaitu dengan mempelajari

peraturan perpajakan seperti undang-undang, Keputusan Presiden, Keputusan

Menteri Keuangan, Keputusan Dirjen Pajak dan Surat Edaran Dirjen Pajak.

Dengan memahami peraturan maka dapat diketahui peluang-peluang yang

dapat dimanfaatkan untuk menghemat beban pajak.

b. Menyelenggarakan pembukuan yang memenuhi syarat. Syarat pembukuan

antara lain (Gunadi, 1997):

i. Pembukuan harus diselengarakan dengan itikad baik dan mencerminkan

keadaan atau kegiatan usaha yang sebenarnya.

ii. Pembukuan sekurang-kurangnya terdiri dari catatan mengenai harta,

hutang, modal, penghasilan dan biaya, serta penjualan dan pembelian.

Page 15: Tax Planning

- 9 -

iii. Pembukuan harus ditutup setiap akhir tahun dengan membuat neraca dan

laporan laba-rugi.

iv. Pembukuan harus diselenggarakan di Indonesia dengan huruf latin, angka

arab, dengan bahasa Indonesia dan satuan mata uang rupiah (atau dengan

bahasa inggris dan mata uang US$ dengan izin Menteri Keuangan).

v. Pembukuan serta dokumen yang berhubungan dengan kegiatan usaha

harus disimpan selama sepuluh tahun.

C. Tax control (pengendalian pajak)

Pengendalian pajak bertujuan untuk memastikan bahwa kewajiban pajak

telah dilaksanakan sesuai dengan yang direncanakan. Dalam pengendalian pajak

yang penting adalah pemeriksaan pembayaran pajak. Oleh sebab itu,

pengendalian dan pengaturan arus kas sangat penting dalam strategi penghematan

pajak.

2. Motifasi Dilakukannya Perencanaan Pajak (Tax Planning Motivation)

Motivasi yang mendasari dilakukannya suatu perencanaan pajak umumnya

bersumber dari tiga unsur perpajakan yaitu (Suandy, 2003):

A. Kebijakan perpajakan (tax policy)

Kebijakan perpajakan merupakan alternatif dari berbagai sasaran yang

hendak dituju dalam sistem perpajakan. Dari berbagai aspek kebijakan pajak,

terdapat faktor-faktor yang harus diperhatikan dalam suatu perencanaan pajak,

yaitu pajak apa yang akan dipungut, siapa subjek pajaknya, objek pajaknya apa

saja, berapa tarif pajaknya, dan bagaimana prosedurnya.

B. Undang-undang perpajakan (tax law)

Page 16: Tax Planning

- 10 -

Kenyataan menunjukkan bahwa dimanapun tidak ada undang-undang

yang mengatur setiap permasalahan secara sempurna. Oleh karena itu, dalam

pelaksanaannya selalu diikuti oleh ketentuan-ketentuan lain. Tidak jarang

ketentuan pelaksanaan tersebut bertentangan dengan undang-undang itu sendiri.

Akibatnya terbuka celah bagi WP untuk dapat melakukan penghematan pajak

melalui perencanaan pajak.

C. Administrasi perpajakan (tax administration)

Secara umum motivasi dilakukannya perencanaan pajak adalah untuk

memaksimalkan laba setelah pajak. Karena pajak ikut mempengaruhi

pengambilan keputusan atas suatu tindakan dalam perusahaan.

Ada empat faktor yang memotivasi WP untuk melakukan pelanggaran dalam

bidang perpajakan, yaitu (Suandy, 2003):

a. Tax required to pay, besarnya pajak yang harus dibayar oleh WP. Semakin besar

pajak yang harus dibayar semakin besar pula kecenderungan WP untuk

melakukan pelanggaran.

b. Cost of bribe, biaya untuk menyuap fiskus. Semakin kecil biaya untuk menyuap

fiskus semakin besar pula kecenderungan WP untuk melakukan pelanggaran.

c. Probability of detection, semakin kecil kemungkinan suatu pelanggaran

terdeteksi, semakin besar kecenderungan WP untuk melakukan pelanggaran.

d. Size of penalty, semakin ringan sanksi yang dikenakan terhadap pelanggaran,

semakin besar kecenderungan WP untuk melakukan pelanggaran.

Page 17: Tax Planning

- 11 -

3. Tahapan Dalam Pembuatan Perencanaan Pajak

Suandy (2003), mengatakan bahwa seorang manajer dalam membuat suatu

perencanaan pajak harus memperhitungkan adanya kegiatan yang bersifat lokal

maupun internasional. Agar perencanaan pajak dapat berhasil sesuai dengan yang

diharapkan, maka rencana itu seharusnya dilakukan melalui berbagai tahap sebagai

berikut:

A. Menganalisis informasi yang ada

Tahap pertama dari proses pembuatan perencanaan pajak adalah

menganalisis komponen yang berbeda atas pajak. Hal ini hanya bisa dilakukan

dengan mempertimbangkan masing-masing elemen dari pajak. Penting untuk

memperhitungkan kemungkinan besarnya penghasilan dari suatu proyek dan

pengeluaran-pengeluaran lain di luar pajak yang mungkin terjadi.

B. Membuat satu model atau lebih rencana kemungkinan besarnya pajak

Mengacu pada model perjanjian internasional dapat melibatkan satu atau

lebih atas tindakan-tindakan berikut:

1. Pemilihan bentuk transaksi atau hubungan internasional. Hampir pada semua

sistem perpajakan internasional, paling tidak ada dua negara yang ditentukan

lebih dulu. Dari sudut pandang perpajakan, proses perencanaan tidak bisa

berada di luar tahapan pemilihan transaksi atau hubungan yang paling

menguntungkan.

Deviden, bunga, royalti dan capital gains sering memperoleh perlakuan

perpajakan yang berbeda baik di tingkat lokal maupun perjanjian antar negara.

Page 18: Tax Planning

- 12 -

Jadi harus dipertimbangkan investasi dalam bentuk apa yang lebih

menguntungkan.

2. Pemilihan negara asing sebagai tempat melakukan investasi atau menjadi

residen dari negara tersebut. Dalam rencana perpajakan internasional mungkin

dapat diperoleh perlakuan khusus dengan memilih antara dua atau lebih

kemungkinan investasi di negara-negara yang berbeda. Dalam menguji

keunggulannya, yang harus diperhatikan tidak hanya pertimbangan bisnis,

tetapi juga keunggulan pengenaan pajaknya. Yang harus diperhatikan dalam

pemilihan negara sebagai tempat investasi adalah:

a. Tarif yang dikenakan atas laba perusahaan di negara investasi.

b. Apakah deviden yang dibagikan terutang withholding taxes. Jika ya,

berapa tarifnya.

c. Apakah ada kredit pajak atau pengurang pajak lainnya di negara domisili

dari pemegang saham sehubungan dengan pajak yang dibayar di negara

investasi.

3. Penggunaan satu atau lebih negara tambahan. Dalam banyak kasus,

pertimbangan penghematan pajak tidak hanya dapat dipengaruhi oleh

pemilihan bentuk transaksi maupun hubungan internasional. Tetapi juga oleh

penggunaan satu atau lebih negara sebagai tambahan.

Dalam membuat model pengaturan yang paling tepat, penting sekali untuk

mempertimbangkan:

Page 19: Tax Planning

- 13 -

a. Apakah kepemilikan dari berbagai hak, surat berharga, dan lain-lain harus

dikuasakan kepada satu atau lebih perusahaan, individu, trust, atau

kombinasi dari semua itu.

b. Hubungan antara berbagai individu dan entitas.

c. Dimana entitas tersebut harus ditempatkan.

C. Mengevaluasi pelaksanaan pajak

Perencanaan pajak perlu dilakukan evaluasi untuk melihat sejauh mana

hasil pelaksanaan dari perencanaan pajak. Variabel-variabel tersebut akan

dihitung seakurat mungkin dengan hipotesis sebagai berikut:

a. Bagaimana jika rencana tersebut tidak dilaksanakan.

b. Bagaimana jika rencana tersebut dilaksanakan dan berhasil dengan baik.

c. Bagaimana jika rencana tersebut dilaksanakan tetapi gagal.

Dari ketiga hipotesis tersebut akan memberikan hasil yang berbeda. Dari

hasil tersebut barulah dapat ditentukan apakah perencanaan pajak tersebut layak

untuk dilaksanakan atau tidak.

Namun perlu diperhatikan bahwa ada tambahan biaya hukum dan lain-

lainnya yang mungkin terjadi apabila pihak otoritas tidak setuju dengan

deductible items sehingga menjadi suatu kasus ke pengadilan.

Begitu juga mengenai waktu nilai uang. Bila perencanaan pajak

dilaksanakan semata-mata hanya untuk menunda pembayaran bukan untuk

mengurangi beban pajak, maka seharusnya ditarik kembali terhadap nilai

sekarang dan dibandingkan dengan biaya-biaya yang dikeluarkan sekarang.

Page 20: Tax Planning

- 14 -

Berikut adalah formulasi untuk menghitung laba dan ruginya suatu

perencanaan pajak yakni:

A = Estimasi laba kotor suatu proyek jika tidak dilaksanakan perencanaan pajak

B = Estimasi laba kotor suatu proyek jika dilaksanakan perencanaan pajak

C = Estimasi beban pajak jika perencanaan pajak tidak dilaksanakan

D = Estimasi beban pajak jika perencanaan pajak dilaksanakan dengan baik

E = Estimasi beban pajak jika perencanaan pajak dilaksanakan tetapi gagal

F = Estimasi biaya (selain pajak) dari suatu proyek jika perencanaan pajak tidak

dilaksanakan

G = Estimasi biaya (selain pajak) dari suatu proyek jika perencanaan pajak

dilaksanakan

Formulasi ini dapat dipakai dengan kombinasi berikut:

a. Jika (A - F) lebih besar dari (B - G) rencana tersebut jangan dilaksanakan,

kecuali jika perbedaan lebih kecil dari (C - D).

b. Jika E dianggap lebih material dari C, maka keputusan untuk melakukan atau

tidak melaksanakan suatu perencanaan pajak tergantung pada kemungkinan

keberhasilan dari perencanaan tersebut. Jika tidak ada perbedaan material (A -

F) dan (B - G) maka bandingkan antara (C - D) dan (E - C) untuk memutuskan

dilaksanakan atau tidak perencanaan pajak tersebut.

c. Jika terdapat perbedaan material antara (A - F) dan (B - G) maka keputusan

untuk dilaksanakan atau tidaknya perencanaan pajak adalah dengan

membandingkan antara:

{B - (D + G)} - {A - (C + F)} dengan {A - (C + F)} - {B - (E +G)}

Page 21: Tax Planning

- 15 -

Dengan menghitung dan membandingkan laba kotor, pajak maupun

pengeluaran bukan pajak yang ditetapkan pada berbagai hipotesis, dapat

diputuskan implikasi yang terbaik bagi si pembayar pajak jika rencana tersebut

berhasil dilaksanakan atau posisi terburuk jika gagal.

Rumus diatas bukan merupakan rumus baku dalam memutuskan suatu

perencanaan pajak apabila terdapat faktor lain yang dapat mempengaruhi.

D. Mencari kelemahan dan kemudian memperbaiki kembali rencana pajak.

Kadang suatu rencana harus diubah karena adanya perubahan peraturan

atau perundang-undangan. Perubahan harus tetap dijalankan meski perlu

tambahan biaya atau kemungkinan berhasilannya sangat kecil. Sepanjang

penghematan pajak masih besar, rencana tersebut harus tetap dijalankan, karena

bagaimanapun juga kerugian yang ditanggung merupakan kerugian minimal.

Jadi akan sangat membantu jika pembuatan suatu rencana disertai dengan

gambaran atau perkiraan berapa peluang kesuksesan dan berapa laba potensial

yang akan diperoleh jika berhasil maupun kerugian potensial jika teerjadi

kegagalan.

E. Memutahirkan rencana pajak (update the tax plan)

Meskipun suatu rencana pajak telah dilaksanakan dan proyek juga telah

berjalan, tetap perlu diperhitungkan setiap perubahan yang terjadi baik dari

undang-undang maupun pelaksanaannya yang dapat berdampak terhadap suatu

komponen perjanjian. Pemutahiran dari suatu rencana adalah konsekuensi yang

perlu dilakukan sebagaimana dilakukan oleh masyarakat yang dinamis.

Page 22: Tax Planning

- 16 -

II.3 Laporan Keuangan Fiskal

Laporan keuangan fiskal adalah laporan keuangan yang disusun sesuai peraturan

perpajakan dan digunakan untuk keperluan perhitungan perpajakan. Undang-undang

pajak tidak mengatur secara khusus bentuk dari laporan keuangan, hanya memberikan

pembatasan untuk hal-hal tertentu baik dalam pengakuan penghasilan maupun biaya.

Akibat dari perbedaan pengakuan biaya ini menyebabkan laba akuntansi dan laba fiskal

berbeda.

Perusahaan dapat menyusun laporan keuangan akuntansi (komersial) dan laporan

keuangan fiskal secara terpisah, atau melakukan koreksi fiskal terhadap laporan keuangan

komersial. Laporan keuangan komersial yang direkonsiliasi dengan koreksi fiskal akan

menghasilkan laporan keuangan fiskal (Suandy: 2003).

Rekonsiliasi Laporan Keuangan Komersial Dan Laporan Keuangan Fiskal

Adanya perbedaan pengakuan penghasilan dan biaya anatara akuntansi komersial

dan fiskal menimbulkan perbedaan dalam menghitung besarnya penghasilan kena pajak.

Perbedaan ini disebabkan adanya perbedaan kepentingan antara akuntansi komersial yang

mendasarkan laba pada konsep dasar akuntansi sedangkan dari segi fiskal tujuan

utamanya adalah penerimaan negara.

Perbedaan antara laporan akuntansi komersial dengan laporan akuntansi fiskal

dapat dikelompokkan menjadi dua yaitu beda waktu dan beda tetap. Beda waktu adalah

perbedaan yang bersifat sementara karena adanya ketidaksamaan waktu pengakuan

penghasilan dan beban antara peraturan perpajakan dengan standar akuntansi keuangan.

Contohnya antara lain perbedaan waktu penyusutan, pengakuan leasing. Sedangkan beda

tetap adalah perbedaan yang terjadi karena peraturan perpajakan menghitung laba fiskal

Page 23: Tax Planning

- 17 -

berbeda dengan perhitungan laba menurut standar akuntansi keuangan tanpa ada koreksi

dikemudian hari. Contohnya adalah biaya-biaya yang tidak dapat dibebankan (Suandy:

2003).

II.4 Perencanaan Pajak Berdasarkan Undang-Undang Domestik

Suandy (2003) mengatakan bahwa strategi mengefisienkan beban pajak yang

dilakukan perusahaan haruslah bersifat legal, supaya tidak terkena sanksi-sanki

dikemudian hari. Secara umum penghemataan pajak menganut prinsip the least and

latest, yaitu membayar dalam jumlah seminimal mungkin dan pada waktu terakhir yang

masih diizinkan oleh undang-undang dan peraturan perpajakan. Strategi mengefisienkan

beban pajak tersebut dari berbagai literatur dapat dijabarkan sebagai berikut:

1. Mengambil keuntungan dari berbagai pilihan bentuk badan hukum yang tepat sesuai

dengan kebutuhan dan jenis usaha.

Mengambil keuntungan dari berbagai pilihan badan hukum yang tepat sesuai

dengan kebutuhan dan jenis usaha. Bila dilihat dari perspektif perpajakan, terkadang

pemilihan bentuk badan hukum perseorangan, firma dan kongsi adalah bentuk yang

lebih menguntungkan dibandingkan dengan perseroan terbatas. Pada perseroan

terbatas yang kepemilikan sahamnya kurang dari dua puluh lima persen akan

mengakibatkan pajak atas penghasilan perseroan dikenakan dua kali, yakni pada saat

penghasilan diperoleh dan saat pembagian deviden. Sedangkan pada firma atau

persekutuan penghasilan yang dibagikan kepada anggotanya tidak akan dikenakan

pajak lagi walaupun keikutsertaannya kurang dari dua puluh lima persen.

Bentuk usaha perseorangan mendapatkan keuntungan ganda dibandingkan

dengan bentuk badan hukum lainnya. Keuntungan yang diperoleh antara lain adanya

Page 24: Tax Planning

- 18 -

Penghasilan Tidak Kena Pajak (PTKP) dan perbedaan tarif. PTKP hanya diberikan

kepada wajib pajak perseorangan. Keistimewaan inilah yang menjafi salah satu

pertimbangan bagi perusahaan untuk berbadan hukum perseoranagn. Ini juga

dimanfaatkan oleh pemerintah untuk meningkatkan pendapatan dari sektor pajak.

Dengan perubahan besarnya penghasilan tidak kena pajak yang semakin lama

semakin tinggi mendorong masyarakat untuk menjadi wajib pajak. Berikut tabel

perubahan penghasilan tidak kena pajak.

Table 2.1: Perubahan Besarnya Penghasilan Tidak Kena Pajak

KETERANGAN SEBELUM TAHUN 2005

TAHUN 2005 SESUDAH TAHUN 2006

WAJIB PAJAK Rp. 2.880.000,- Rp. 12.000.000,- Rp. 13.200.000,- STATUS MENIKAH

Rp. 1.440.000,- Rp. 1.200.000,- Rp. 1.200.000,-

ISTRI BEKERJA Rp. 2.880.000,- Rp. 12.000.000,- Rp. 13.200.000,- TANGGUNGAN (MAKS 3 ORG)

Rp. 1.440.000,- Rp. 1.200.000,- Rp. 1.200.000,-

Sumber: pasal 7 undang-undang nomer 17 Pajak Penghasilan tahun 2000, keputusan menteri keuangan nomer 564/kmk.03/2004 dan peraturan menteri keuangan nomer 137/pmk.03/2005.

Perbedaan tarif antara wajib pajak perseorangan dan wajib pajak badan cukup

besar. Besarnya perbedaan tarif pajak tersebut dapat dilihat pada tabel dibawah ini.

Table 2.2: Besarnya Tarif Pajak

TARIF PERSEORANGAN TARIF BADAN < 25.000.000 5 % < 50.000.000 10 %

25.000.000 – 50.00.000 10 % 50.000.000 – 100.000.000 15% 50.000.000 – 100.000.000 15% > 100.000.000 30 % 100.000.000 – 200.000.000 25 %

> 200.000.000 35 % Sumber: pasal 17 ayat 1 undang-undang Pajak Penghasilan

Page 25: Tax Planning

- 19 -

2. Memilih lokasi perusahaan yang akan didirikan.

Memilih lokasi perusahaan sangat berkaitan dengan insentif pajak atau

fasilitas perpajakan yang akan diperoleh. Umumnya pemerintah memberikan insentif

pajak khususnya untuk daerah tertentu (misalnya Indonesia bagian timur). Bentuk

insentif pajak antara lain pengecualian dari pengenaan pajak (tax holiday),

pengurangan dasar pengenaan pajak berupa penyusutan dan amortisasi yang

dipercepat, pengurangan tarif pajak berupa kompensasi kerugian yang lebih lama,

serta penangguhan pajak seperti pada proyek perintis

3. Mengambil keuntungan sebesar-besarnya atau semaksimal mungkin dari berbagai

pengecualian, potongan atau pengurangan atas penghasilan kena pajak yang

diperbolehkan undang-undang.

Bila penghasilan yang diperoleh perusahaan besar maka pajak yang harus

dibayar juga besar. Untuk meringankan beban pajak tersebut, pengusaha dapat

membelanjakan sebagian laba perusahan untuk hal-hal yang bermanfaat secara

langsung untuk perusahaan. Dengan catatan biaya yang dikeluarkan adalah biaya

yang dapat dikurangkan dalam penghitungan penghasilan kena pajak.

4. Mendirikan perusahaan dalam satu jalur usaha.

Mendirikan perusahaan dalam satu jalur usaha (corporate company) sehingga

diatur mengenai penggunaan tarif pajak yang paling menguntungkan antara masing-

masing badan usaha. Hal ini bisa dilakukan mengingat bahwa banyak Negara

termasuk Indonesia mengatur bahwa pembagian deviden anatar corporate tidak

dikenakan pajak. Adapun cara kerjanya sebagai salah satu contoh PT. X pabrik CPO,

PT. Y pabrik minyak goreng dan PT. Z adalah distributornya. Maka antara mereka

Page 26: Tax Planning

- 20 -

dapat diatur sejumlah keuntungan yang sekiranya dapat meringankan pajak mereka.

Setelah itu baru dibagikan dalam bentuk deviden.

5. Mendirikan perusahaan ada yang sebagai profit center dan ada yang hanya berfungsi

sebagai cost center.

Mendirikan perusahaan ada yang sebagai profit center dan ada yang hanya

berfungsi sebagai cost center. Dari hal tersebut dapat diperoleh keuntungan atas

pergeseran pajak (tax shifting) yakni menghindari tarif paling tinggi. Tentunya proses

ini dapat dijalankan apabila sistem pajak yang berlaku progresif dan penghasilan kena

pajak sudah melewati lapisan tarif terendah. Contohnya mendirikan usaha dengan

berbagai nama tetapi dalam manajemen yang sama.

6. Memberikan tunjangan kepada karyawan dalam bentuk uang atau natura dan

kenikmatan dapat sebagai salah satu pilihan untuk menghindari lapisan tarif

maksimum.

Pemberian tunjangan kepada karyawan dapat berupa uang dan natura atau

kenikmatan. Untuk dapat menghindari tarif pajak maksimal, salah satu bentuk

tunjangan kepada karyawan tersebut dapat dipilih. Karena pada dasarnya pemberian

natura atau kenikmatan dapat dikurangkan sebagai biaya oleh pemberi kerja

sepanjang pemberian tersebut diperhitungkan sebagai penghasilan yang dikenakan

pajak bagi pegawai yang menerimanya.

Pemilihan bentuk tunjangan karyawan sangat tergantung pada kondisi

perusahaan itu sendiri, berikut penjelasannya:

1. Pada perusahaan yang memperoleh penghasilan kena pajak yang telah dikenakan

tarif pajak tertinggi dan pengenaan pajak penghasilannya tidak final, diupayakan

Page 27: Tax Planning

- 21 -

seminimal mungkin memberikan kesejahteraan karyawan dalam bentuk natura

atau kenikmatan karena pengeluaran ini tidak dapat dibiayakan.

2. Untuk perusahaan yang pajak penghasilannya dikenakan final, sebaiknya

memberikan kesejahteraan karyawan dalam bentuk natura dan kenikmatan.

Karena pemberian natura dan kenikmatan kepada karyawan tidak termasuk objek

pajak penghasilan bagi karyawan (PPh pasal 21). Sedangkan pengeluaran untuk

pemberian natura dan kenikmatan tidak mempengaruhi besarnya pajak

penghasilan bagi perusahaan. Sebab pajak penghasilan final dihitung berdasarkan

persentase atas penghasilan bruto sebelum dikurangi biaya-biaya.

3. Bagi perusahaan yang masih rugi, pemberian natura dan kenikmatan akan

menurunkan pajak penghasilan bagi karyawan sementara pajak penghasilan

perusahaan tetap nihil.

Menurut Suandy (2003) menyebutkan bahwa kesejahteraan karyawan yang

dapat direkayasa terdiri dari:

A. PPh 21 Karyawan

1. PPh ditanggung karyawan yang bersangkutan

2. tunjangan PPh

3. PPh yang ditanggung oleh perusahaan

B. Pengobatan atau kesehatan karyawan

1. perusahaan mendirikan klinik sendiri atau bekerjasama dengan pihak rumah

sakit

2. karyawan diberi tunjangan kesehatan secara rutin baik sakit maupun tidak

Page 28: Tax Planning

- 22 -

3. karyawan diikut sertakan asuransi kesehatan, sehingga klaim jika sakit

dilakukan ke perusahaan asuransi

C. Pembayaran premi asuransi

1. premi yang ditanggung perusahaan

2. premi yang ditanggung oleh karyawan yang bersangkutan

3. premi yang sebagian ditanggung perusahaan dan sebagian ditanggung oleh

karyawan

D. Iuran pensiun dan iuran jaminan hari tua

1. iuran yang ditanggung perusahaan

2. iuran yang ditanggung oleh karyawan yang bersangkutan

3. iuran yang sebagian ditanggung karyawan dan sebagian ditanggung

perusahaan

E. Rumah dinas karyawan

1. perusahaan menyediakan rumah dinas

2. perusahaan memberikan tunjangan perumahan

F. Transportasi untuk karyawan

1. perusahaan menyediakan mobil dinas

2. perusahaan memberikan tunjangan transportasi

G. Pakaian kerja Karyawan

1. pakaian kerja sehubungan dengan lingkungan kerja, misalnya satpam,

seragam pegawai hotel, seragam pilot

2. seragam karyawan pada umumnya

Page 29: Tax Planning

- 23 -

H. Makanan dan natura lainnya

1. Perusahaan memberikan beras atau menyediakan catering untuk karyawan

2. tunjangan beras atau uang makan

I. Bonus dan jasa pruduksi

1. dibebankan dalam tahun berjalan

2. dibebankan pada laba ditahan

7. Pemilihan metode penilaian persediaan.

Penentuan metode penilaian persediaan cukup penting dalam perencanaan

pajak terutama untuk perusahaan yang bergerak dibidang manufaktur dan

perdagangan. Ada dua metode penilaian persediaan yang diizinkan oleh peraturan

perpajakan yaitu metode rata-rata (average) dan metode masuk pertama keluar

pertama ( first in fist out atau FIFO). Dalam kondisi perekonomian yang cenderung

mengalami inflasi, metode rata-rata akan menghasilkan harga pokok yang lebih tinggi

dibandingkan dengan metode FIFO. Harga pokok yang tinggi akan mengakibatkan

laba kotor menjadi kecil sehingga laba kena pajak juga menjadi lebih kecil.

8. Untuk pengadaan aktiva tetap dapat mempertimbangkan sewa guna usaha (leasing).

Untuk pendanaan aktiva tetap dapat dipertimbangkan sewa guna usaha

(leasing) disamping pembelian langsung. Karena jangka waktu leasing umumnya

lebih pendek dari umur aktiva dan pembeyaran leasing dapat dibiayakan seluruhnya.

Dengan demikian aktiva tersebut dapat dibiayakan lebih cepat dibandingkan melalui

penyusutan jika pembelian dilakukan secara langsung.

Sewa guna usaha (leasing) adalah suatu kontrak antara pemilik barang modal

dengan pemakai barang modal. Pemilik barang modal memberikan hak kepada

Page 30: Tax Planning

- 24 -

pemakai barang modal untuk menggunakan barang modal selama jangka waktu

tertentu dengan imbalan berkala yang besarnya tergantung dari perjanjian yang

dibuat.

Sewa guna usaha dibedakan menjadi sewa guna usaha dengan hak opsi

(finance lease) dan sewa guna usaha tanpa hak opsi (operating lease). Sewa guna

usaha dengan hak opsi adalah sewa guna usaha dimana penyewa pada akhir masa

kontrak mempunyai hak opsi untuk membeli barang modal berdasarkan nilai sisa

yang disepakati. Sedangkan sewa guna usaha tanpa hak opsi adalah sewa guna usaha

dimana penyewa pada akhir masa kontrak tidak mempunyai hak opsi untuk membeli

barang modal.

Ada beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam perencahaan pajak dalam hal

pengadaan aktiva tetap, antara lain:

1. Apabila membeli secara langsung maka jumlah yang dapat dibiayakan untuk

menghitung penghasilan kena pajak adalah biaya penyusutan.

2. Besarnya biaya penyusutan antara lain ditentukan oleh metide penyusutan dan

umur ekonomis yang telah ditetapkan oleh peraturan pemerintah.

3. Apabila membeli secara leasing maka semua biaya yang dikeluarkan untuk

membayar leasing tersebut dapat dibiayakan pada tahun yang bersangkutan.

4. Masa sewa guna usaha bisa lebih pendek dari umur ekonomisnya, sehingga

perusahaan dapat membiayakan perolehan aktiva tetap lebih cepat dibandingkan

bila menggunakan penyusutan. Masa sewa guna usaha ditentukan sekurang-

kurangnya dua tahun untuk barang modal golongan satu, tiga tahun untuk barang

modal golongan dua dan tiga serta tujuh tahun untuk golongan bangunan.

Page 31: Tax Planning

- 25 -

Pendanaan aktiva baru sebaiknya membeli langsung atau melalui finance

lease? Langkah pertama adalah menentukan suku bunga yang akan digunakan yaitu

bunga deposito, bunga pinjaman dan bunga leasing. Bunga leasing dihitung

berdasarkan data yang diperoleh dari perusahaan-perusahaan leasing. Tingkat bunga

leasing rata-rata adalah sepuluh persen diatas bunga pinjaman, karena sebagian besar

perusahaan leasing sumber dananya berasal dari pinjaman. Langkah berikutnya

adalah menghitung besarnya angsuran biaya leasing yang harus dibayar tiap

bulannya.

9. Melalui pemilihan metode penyusutan.

Penyusutan adalah alokasi jumlah suatu aktiva yang tidak disusutkan

sepanjang masa manfaat diestimasi (PSAK: 17). Penyusutan perlu dilakukan karena

manfaat yang diberikan dan nilai dari aktiva tersebut semakin berkurang. Penilaian

aktiva dibebankan secara bertahap.

Sebagaimana telah diatur dalam pasal 9 ayat 2 undang-undang pajak

penghasilan bahwa pengeluaran untuk mendapatkan manfaat, menagih dan

memelihara penghasilan yang mempunyai masa manfaat lebih dari satu tahun tidak

boleh dibebankan sekaligus, melaikan dibebankan melalui penyusutan. Dalam

ketentuan ini pengeluaran yang mempunyai masa manfaat lebih dari satu tahun tidak

boleh dikurangkan sebagai biaya sekaligus pada tahun pengeluarannya.

Penyusutan fiskal dimulai pada bulan perolehan. Penyusutan fiskal harus

dilakukan sebulan penuh. Pengecualian dari ketentuan ini hanya terjadi karena:

1. Harta atau aktiva yang masih dalam proses pengerjaan

Page 32: Tax Planning

- 26 -

Penyusutan dimulai pada tahun selesainya pekerjaan tersebut. Jadi walaupun pada

umumnya penyusutan atas harta atau aktiva dimulai pada tahun perolehan tetapi

untuk harta atau aktiva yang pekerjaannya memerlukan waktu lebih dari satu

tahun, perhitungan penyusutan dimuali saat selesainya harta atau aktiva yang

bersangkutan.

2. Harta atau aktiva dalam usaha leasing

Pernyusutan terhadap harta dalam usaha leasing khususnya operating lease-sewa

guna usaha tanpa hak opsi dimulai pada bulan harta tersebut disewa guna

usahakan.

3. Wajib pajak yang mengajukan permohonan kepada direktur jendral pajak.

Apabila tidak mengikuti prinsip umum penyusutan. Misalnya penyusutan baru

dilakukan ptahun harta atau aktiva tersebut menghasilkan.

Penyusutan aktiva tetap yang diakui oleh fiskus sejak tahun 1995 terdiri dari

dua metode yaitu garis lurus dan metode saldo menurun. Besarnya tarif penyusutan

adalah:

Table 2.3: Besarnya Tarif Penyusutan

TARIF DEPRESIASI KELOMPOK HARTA BERWUJUD

MASA MANFAAT GARIS

LURUS SALDO

MENURUN I. BUKAN BANGUNAN

KEL 1 4 TAHUN 25 % 50 % KEL 2 8 TAHUN 12,5 % 25 % KEL 3 16 TAHUN 6,25 % 12,5 % KEL 4 20 TAHUN 5 % 10 %

II. BANGUNAN PERMANEN 20 TAHUN 20 % -

TIDAK PERMANEN 10 TAHUN 10 % - Sumber: Perpajakan (Mardiasmo, 2003) halaman 128

Page 33: Tax Planning

- 27 -

Penyusutan dengan metode garis lurus akan menghasilkan biaya penyusutan

yang sama tiap periodenya. Sedangkan saldo menurun akan menghasilkan biaya

penyusutan yang lebih besar pada awal periode dan makin menurun pada periode-

periode berikutnya. Pada saat umur ekonomis aktiva tersebut habis, maka jumlah

akumulasi penyusutan dari kedua metode ini sama.

Untuk mengefisiensi beban pajak sebelum menentukan metode penyusutan

mana yang akan digunakan, terlebih dahulu haruslah melihat kondisi dari perusahaan

yang bersangkutan. Jika kondisi perusahaan laba dan besarnya penghasilan kena

pajak telah mencapai tarif pajak tertinggi maka metode saldo menurun lebih

menguntungkan. Tetapi sebaliknya jika kondisi perusahaan rugi maka lebih baik

menggunakan metode garis lurus.

10. Menghindari dari pengenaan pajak dengan cara mengarahkan kepada transaksi yang

bukan objek pajak.

Menghindari penggenaan pajak dengan cara mengarahkan pada transaksi

bukan pajak seperti menanamkan modal pada persekutuan, menjual barang-barang

yang termasuk barang tidak kena pajak dan sebagainya maupun melakukan kegiatan-

kegiatan internal yang tidak dikenai pajak misalnya pemberian natura dalam bentuk

tunjangan.

11. Mengoptimalkan kredit pajak yang diperkenankan.

Mengoptimalkan kredit pajak yang dikenakan, untuk ini wajib pajak harus jeli

untuk memperoleh informasi mengenai pembayaran pajak apa saja yang dapat

dikreditkan. Seperti melakukan kegiatan ekspor. Pada para eksporir dikenakan pajak

Page 34: Tax Planning

- 28 -

0 % di Indonesia, tetapi jika dinegara tujuan dikenakan pajak maka pajak yang

dipungut di negara tujuan dapat dikreditkan.

12. Penundaan pembayaran kewajiban pajak dapat dilakukan dengan cara melakukan

pembayaran pada saat mendekati tanggal jatuh tempo.

Penundaan pembayaran kewajiban pajak dapat dilakukan dengan cara

melakukan pembayaran pada saat mendekati tanggal jatuh tempo. Khusus untuk

menunda pembayaran pajak pertambahan nilai dapat dilakukan dengan menunda

penerbitan faktur pajak sampai batas waktu yang diperkenankan terutama untuk

penjualan kredit.

13. Menghindari pemeriksaan pajak.

Pemeriksaan pajak oleh direktorat jendral pajak dilakukan terhadap wajib

pajak yang:

1. SPT lebih bayar yang direstitusi

2. SPT rugi selama dua tahun berturut-turut

3. tidak memasukkan SPT atau terlambat memasukkan SPT

4. terdapat informasi pelanggaran

5. memenuhi kriteria tertentu yang telah ditetapkan oleh direktorat jendral pajak

Ada beberapa cara yang dapat dilakukan untuk menghindari kelebihan

pembayaran pajak, yaitu:

1. Mengajukan pengurangan pembayaran lump sum (angsuran masa) PPh pasal 25

ke kantor pelayanan pajak yang bersangkutan, apabila diperkenankan dalam tahun

pajak berjalan akan terjadi kelebihan pembayaran pajak.

Page 35: Tax Planning

- 29 -

2. Mengajukan permohonan pembebasan PPh pasal 22 impor apabila perusahaan

melakukan impor.

14. Menghindari pelanggaran terhadap peraturan perpajakan yang berlaku.

Menghindari pelanggaran terhadap peraturan perpajakan dapat dilakukan

dengan cara menguasai peraturan perpajakan yang berlaku. Selain itu, karena

seringnya peraturan perpajakan diperbarui atau adanya peraturan baru baik dengan

pergantiaan undang-undang perpajakan, keluarnya surat keputusan menteri keuangan

(SK) maupun surat edaran direktorat jendral pajak (SE) maka wajib pajak harus

mengikuti perkembangan peraturan perpajakan.

Page 36: Tax Planning

- 30 -

BAB III

GAMBARAN UMUM

III.1 Sejarah Umum Perusahaan

Perusahaan yang menjadi objek penelitian penulis berada di kota Salatiga.

Perusahaan yang dimiliki oleh Tn. L bergerak dalam pembuatan makanan kecil.

Perusahaan ini berdiri sekitar tahun 1990an, dimana sebelumnya Tn. L beserta istrinya

(Ny. N) mengelola pabrik makanan peninggalan ayah dari Ny. N. karena keinginan untuk

mandiri itulah Tn. L dan Ny. N memutuskan untuk berwiraswasta dengan memproduksi

salah satu jenis makanan yang juga dibuat oleh pabrik tersebut.

Pada awal berdirinya perusahaan perorangan ini, dalam proses produksinya hanya

dilakukan oleh Tn. L dan Ny. N saja dan dengan peralatan yang masih sederhana. Kini

setelah enam belas tahun pendirian perusahaan perorangan ini, mempekerjakan lima

karyawan dan peralatan yang cukup modern. Karyawan-karyawan tersebut dibagi pada

beberapa bagian yaitu dua karyawan pada bagian produksi, dua karyawan pada bagian

pembungkusan dan yang satunya pada bagian penjualan. Tn. L tetap ambil bagian pada

proses produksi sedangkan Ny. N pada bagian penjualan.

Perusahaan perorangan ini mendaftarkan dirinya sebagai Wajib Pajak pada tahun

2005. Ketidaktauan dari pemilik perusahaan mengenai pajak maka pemilik

mempercayakan pemenuhan kewajiban perpajakannya pada pensiunan pegawai pajak.

Pada tahun 2006 Tn. L belajar untuk mandiri dengan menghitung, membayar dan

melaporkan sendiri kewajiban pajaknya.

Page 37: Tax Planning

- 31 -

Penghasilan dari usahanya kurang dari Rp. 600.000.000,- dalam satu tahun maka

perusahaan milik Tn. L memilih menggunakan norma pencatatan. Hal ini diperbolehkan

oleh peraturan perpajakan yakni omset dalam satu tahun kurang dari Rp. 600.000.000,-

bagi wajib pajak orang pribadi dapat menggunakan pembukuan maupun norma

pencatatan. Aturan ini diperbarui pada tahun 2007 dengan dikeluarkannya peraturan

menteri keuangan nomer 1/PMK.03/2007 dan berlaku mulai tanggal 1 Januari yaitu

omset satu tahun dibawah Rp. 1.800.000.000,- masih dapat menggunakan norma

pencatatan. Dalam norma pencatatan ini ternyata tidak mengakui adanya kerugian serta

tidak dapat dilakukan suatu tindakan untuk mengghemat pajak. Oleh karena itu pada

tahun 2007 Tn. L ingin mengganti sistem penghitungan pajak dari norma pencatatan

menjadi pembukuan. Tanpa mengurangi esensi dari penulisan ini, penulis tidak dapat

memberikan gambaran lebih terperinci guna merahasiakan identitas objek penelitiannya.

III.2 Metode Penelitian

1. Jenis Data

Data yang akan digunakan dalam penelitian ini adalah data primer. Data primer

adalah sumber data penelitian yang diperoleh secara langsung umumnya berupa bukti

atau catatan yang tidak dipublikasikan. Data yang digunakan dalam pembuatan suatu

perencanaan pajak berasal dari laporan keuangan yang berupa laporan laba rugi

secara terperinci. Karena perusahaan perorangan yang menjadi objek penelitian

penulis hanya menggunakan pencatatan sebagai dasar perhitungan pajaknya maka

data yang diperlukan antara lain catatan penjualan, pembelian, penerimaan dan

pengeluaran kas, pemakaian bahan baku, serta catatan hutang dan piutang. Dari data

Page 38: Tax Planning

- 32 -

tersebut penulis terlebih dahulu harus mengolah data menjadi laporan keuangan

perusahaan berupa laporan laba-rugi dan neraca.

2. Metode Pengumpulan Data

Metode pengumpulan data yang digunakan penulis dalam menyusun kertas karya ini

antara lain sebagai berikut:

a. Wawancara

Wawancara merupakan metode pengumpulan data dengan cara mengadakan

Tanya jawab langsung dengan orang-orang yang berhubungan langsung dengan

objek penelitian.

b. Dokumentasi

Dokumentasi adalah metode pengumpulan data dengan mengadakan

pengumpulan data dan dokumen secara langsung di dalam penelitian.

3. Teknik Analisis

Untuk menjawab permasalahan yang ditampilkan, penulis menggunakan:

a. Teknik Deskriptif Kualitatif

Yaitu teknik analisis dengan cara menggambarkan serta menganalisis data

berdasarkan teori yang ada serta kenyataan yang terjadi di lapangan. Teknik ini

digunakan oleh penulis untuk menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi

besarnya pajak terutang untuk wajib pajak badan.

b. Teknik Deskriptif Kuantitatif

Yaitu teknik analisis data dengan cara menggambarkan dan menganalisis data

dengan menggunakan perhitungan angka-angka. Teknik ini digunakan oleh

penulis untuk membandingkan antara metode yang satu dengan metode lainnya

Page 39: Tax Planning

- 33 -

mana yang lebih memberi keuntungan bagi perusahaan di bidang perpajakan.

Teknik ini juga digunakan oleh penulis untuk menentukan besarnya laba yang

diperoleh dari suatu perencanaan pajak.

Page 40: Tax Planning

- 34 -

BAB IV

PEMBAHASAN

Wajib pajak dapat menggunakan norma perhitungan maupun pembukuan untuk

dapat melakukan kewajiban perpajakannya. Khusus untuk wajib pajak badan tidak

diperkenankan menggunakan norma perhitungan. Sedangkan untuk wajib pajak orang

pribadi, norma perhitungan dapat digunakan dengan syarat peredaran usahanya kurang

dari enam ratus juta rupiah setahun sebagaimana telah diperbarui menjadi satu koma

delapan milyar rupiah setahun dengan Peraturan Menteri Keuangan nomer

1/PMK.03/2007 tanggal 16 Januari 2007.

Norma perhitungan dan pembukuan menghasilkan beban pajak yang berbeda. Hal

ini disebabkan karena dasar penentuan laba/rugi netonya berbeda. Jika dengan

pembukuan, laba neto berasal dari penjualan yang dikurangi dengan harga pokok dan

biaya-biaya, sedangkan norma perhitungan laba neto ditentukan dari penjualan yang

dikalikan dengan persentase perkiraan laba yang telah ditetapkan. Hasil dari norma

perhitungan akan selalu positif atau laba karena norma perhitungan tidak menunjukan

keadaan yang sebenarnya. Sedangkan pada pembukuan hasilnya bisa laba dan bisa juga

rugi. Dengan menggunakan pembukuan wajib pajak dapat melakukan suatu efisiensi

pajak dengan jalan tax planning atau perencanaan pajak.

Tn. L merupakan wajib pajak orang pribadi yang memiliki usaha dalam bidang

industri makanan kecil. Bentuk badan hukum ini dipilih karena dalam proses

pendiriannya sederhana. Dalam melaksanakan kewajiban perpajakannya Tn. L

Page 41: Tax Planning

- 35 -

menggunakan pembukuan, karena dengan adanya pembukuan maka dapat diketahui

keadaan usahanya dengan sebenar-benarnya. Metode penilaian persediaan yang dipilih

oleh Tn. L adalah metode FIFO (First In First Out) karena kos atau harga pokok

persediaan lebih mencerminkan nilai yang sesungguhnya. Metode garis lurus yang

merupakan metode penyusutan dipilih karena dalam perhitungannya mudah sebab

besarnya penyusutan tiap tahunnya sama. Sedangkan untuk pendanaan aktiva tetap

dilakukan secara tunai karena Tn. L tidak mau terbebani tiap bulannya dengan angsuran.

Berikut adalah laporan laba-rugi perusahaan Tn. L yang diolah dari data mentah

yang tersedia. Laporan laba-rugi ini akan dibahas lebih lanjut dalam sub bab berikutnya

untuk mengetahui tax planning yang dapat dilakukan dan berapa besarnya keuntungan

yang diperoleh dari suatu perencanaan pajak.

Laporan Laba-Rugi Perusahaan Tn. L

Per 31 Desember 2006 Penjualan Bersih 227.500.000 HPP: Persediaan Awal Barang Jadi 0 Harga Pokok Produksi:

Persediaan Barang Dalam Proses Awal 0 Biaya Produksi: Persediaan Awal Bahan Baku 1.700.000

Pembelian 79.050.000 Biaya Angkut Pembelian 1.780.000 Retur dan Potongan Pembelian ( 0) 82.530.000 Persediaan Akhir Bahan Baku ( 1.300.000) Harga Pokok Bahan Baku 81.230.000 Biaya Tenaga Kerja Langsung 36.000.000 BOP: Bi. T.K.Tak Langsung 30.000.000 Bi. Listrik dan Air 1.460.000 Bi. Rep. Peralatan 600.000 Bi. Bahan Bakar 6.200.000 Bi. Pengepakan 3.500.000 PBB 25.000

Page 42: Tax Planning

- 36 -

Bi. Dep. Peralatan 1.750.000 Bi. Dep. Gedung 9.000.000 Total BOP 52.535.000 Total Biaya Produksi 169.765.000

Persediaan Barang Dalam Proses Akhir ( 0) Harga Pokok Produksi 169.765.000 Persediaan Barang Jadi Akhir ( 0)

HPP (169.765.000) LABA KOTOR 57.735.000

Biaya-Biaya: Biaya Administrasi Dan Umum: Biaya Keamanan dan Kebersihan 720.000 Pembelian Alat Tulis 500.000 Biaya Makan Karyawan 10.800.000 Tunjangan Hari Raya 5.500.000

Total Biaya Administrasi Dan Umum 17.520.000 Biaya Penjulan: Biaya Telepon 2.350.000 Biaya Bahan Bakar Kendaraan 1.800.000 Biaya Rep. Kendaraan 400.000 Biaya Dep. Kendaraan 2.500.000 Total Biaya Penjualan 7.050.000 Total Biaya ( 24.570.000) LABA BERSIH 33.165.000

Penghasilan Tidak Kena Pajak: WP Pribadi 13.200.000 WP Kawin 1.200.000 Tanggungan (2 orang) 2.400.000 Total Penghasilan Tidak Kena Pajak ( 16.800.000) PENGHASILAN KENA PAJAK 16.365.000

Pajak Penghasilan Terutang: 5 % x 16.365.000 = Rp. 818.250,- Sumber: Data Diolah (2007)

IV.1. Mengambil Keuntungan Dari Pemilihan Bentuk Badan Hukum

Tn. L memilih bentuk badan hukum perseorangan karena bentuk bahan hukum ini

sangat sederhana dalam proses pendiriannya. Dalam segi pajak sasngat menguntungkan

yaitu dengan adanya pengurangan penghasilan sebesar Rp. 16.800.000,-. Selain itu

dengan memilih bentuk badan hukum perseorangan mendapat perlakuan tarif yang

berbeda. Dibawah ini menunjukan perbedaan besarnya pajak terutang antara bentuk

perorangan dan badan.

Page 43: Tax Planning

- 37 -

Wajib Pajak Badan

Laba bersih : Rp. 33.165.000,- PPh terutang : Rp. 33.165.000 x 10 % = Rp. 3.316.500,- Wajib Pajak Perorangan

Laba bersih : Rp. 33.165.000,- PTKP : Rp. 16.800.000,- Penghasilan Kena Pajak : Rp. 16.365.000,- PPh terutang : Rp. 16.365.000 x 5 % = Rp. 818.250,- Dengan memilih bentuk perusahaan perorangan, Tn. L telah menghemat beban pajaknya

sebesar Rp. 2.498.250,-. Jumlah ini didapat dari selisih Rp. 3.316.500 dan Rp. 818.250,-.

IV.2. Memilih Lokasi Perusahaan

Karena letaknya yang berada di tengah kota Salatiga, maka perusahaan milik Tn.

L tidak memperoleh insentif pajak maupun fasilitas perpajakan lainnya, karena insentif

pajak umumnya diberikan pada perusahaan yang didirikan di daerah terpencil. Tn. L

memilih tempat di tengah kota Salatiga atas pertimbangan tempatnya strategis, karena

dekat dengan pemasok bahan baku. Selain itu, transportasi bagi pembeli juga mudah.

IV.3. Mengambil Keuntungan Dari Pengecualian, Potongan Dan Pengurangan

Penghasilan Kena Pajak

Langkah ini telah dilakukan oleh Tn. L dengan membeli peralatan pada bulan Juli

2006. Hal ini dilakukan mengingat peralatan yang ada sudah tidak mampu memproduksi

secara optimal. Selain untuk pembelian aktiva, sebenarnya sebagian laba dapat digunakan

untuk melakukan riset atau percobaan, seperti untuk mencoba membuat produk makanan

baru. Dengan adanya biaya-biaya tersebut penghasilan yang dikenai pajak akan menjadi

lebih rendah.

Page 44: Tax Planning

- 38 -

IV.4. Mendirikan Perusahaan Dalam Satu Jalur Usaha

Karena perusahaan milik Tn. L merupakan usaha rumahan yang masih dapat

dikatakan sebagai usaha kecil, Tn. L tidak memiliki perusahaan lain. Oleh sebab itu Tn. L

tidak dapat menggunakan alternatif ini sebagai salah satu bagian dalam perencanaan

pajak.

IV.5. Mendirikan Perusahaan Yang Berfungsi Sebagai Profit Center Dan Cost Center

Perusahaan milik Tn. L tidak memiliki perusahaan lain maupun perusahaan

cabang maka langkah ini tidak dapat digunakan sebagai salah satu unsur perencanaan

pajak.

IV.6. Memberikan Tunjangan Kepada Karyawan

Perusahaan milik Tn. L memberikan kesejahteraan pada karyawannya berupa

pemberian uang penggantian pengobatan serta menyediakan makanan untuk seluruh

karyawan. Dari keduanya, hanya penyediaan makanan yang dapat dibiayakan. Sedangkan

uang penggantian pengobatan tidak dapat dibiayakan karena tidak diberikan kepada

semua karyawan dan tidak diterima oleh karyawan secara terus-menerus. Sebenarnya

biaya ini dapat dibiayakan dengan cara memerikannya dalam bentuk tunjangan

kesehatan. Besarnya biaya penggantian pengobatan selama tahun 2007 sebesar Rp.

1.800.000,- yang diberikan kepada kelima karyawannya.

Berikut perhitungan laba kena pajak bila biaya pengobatan diberikan sebagai

tunjangan (asumsi Rp. 1.800.000,- untuk lima karyawan dalam satu tahun maka untuk

tiap karyawan sebesar Rp. 30.000,-/bulan) atau hanya penggantian pengobatan saja:

1. Tunjangan Kesehatan

Laba Kotor : 57.735.000 Biaya-biaya : (24.570.000)

Page 45: Tax Planning

- 39 -

Tunjangan Karyawan : (1.800.000) Laba Bersih : 31.365.000 PTKP : (16.800.000) Penghasilan Kena Pajak : 14.565.000 Pajak Terutang : 14.565.000 X 5 % = Rp. 728.250,-

2. Penggantian Pengobatan

Laba Kotor : 57.735.000 Biaya-biaya : (24.570.000) Penggantian Pengobatan : 0 Laba Bersih : 33.165.000 PTKP : (16.800.000) Penghasilan Kena Pajak : 16.365.000 Pajak Terutang : 16.365.000 X 5 % = Rp. 818.250,-

Dengan memilih memberikan tunjangan kesehatan untuk mensejahterakan karyawannya,

perusahaan menghemat pajak sebesar Rp. 90.000,-. Jumlah ini didapat dari selisih antara

Rp. 818.250,- dan Rp. 728.250,-.

IV.7. Pemilihan Metode Penilaian Persediaan

Berikut perbandingan perhitungan besarnya pajak terutang bila Tn. L

menggunakan metode FIFO dan metode rata-rata:

1. Metode FIFO

Table 4.1: Perhitungan Persediaan Bahan Baku dengan Metode FIFO

BLN KET JML HARGA SATUAN D K SALDO

SALDO 20 85.000 1.700.000 1 BELI 60 90.000 5.400.000 7.100.000 PAKAI 55 20 85.000 1.700.000 35 90.000 3.150.000 4.850.000 2.250.000 2 BELI 65 100.000 6.500.000 8.750.000 PAKAI 50 25 90.000 2.250.000 25 100.000 2.500.000 4.750.000 4.000.000 3 BELI 60 110.000 6.600.000 10.600.000 PAKAI 45 40 100.000 4.000.000 5 110.000 550.000 6.050000 4.550.000 6.050.000

Page 46: Tax Planning

- 40 -

Table 4.1 Lanjutan

4 BELI 70 115.000 8.050.000 14.100.000 PAKAI 60 55 110.000 6.050.000 5 115.000 575.000 6.625.000 7.475.000 5 BELI 60 110.000 6.600.000 14.075.000 PAKAI 60 115.000 6.900.000 7.175.000 6 BELI 50 115.000 5.750.000 12.925.000 PAKAI 50 5 115.000 575.000 45 110.000 4.950.000 5.525.000 7.400.000 7 BELI 40 120.000 4.800.000 12.200.000 PAKAI 50 15 110.000 1.650.000 35 115.000 4.025.000 5.675.000 6.525.000 8 BELI 50 125.000 6.250.000 12.775.000 PAKAI 65 15 115.000 1.725.000 40 120.000 4.800.000 10 125.000 1.250.000 7.775.000 5.000.000 9 BELI 50 120.000 6.000.000 11.000.000 PAKAI 55 40 125.000 5.000.000 15 120.000 1.800.000 6.800.000 4.200.000

10 BELI 60 125.000 7.500.000 11.700.000 PAKAI 65 35 120.000 4.200.000 30 125.000 3.750.000 7.950.000 3.750.000

11 BELI 65 120.000 7.800.000 11.550.000 PAKAI 70 30 125.000 3.750.000 40 120.000 4.800.000 8.550.000 3.000.000

12 BELI 60 130.000 7.800.000 10.800.000 PAKAI 75 25 120.000 3.000.000 50 130.000 6.500.000 9.500.000 1.300.000

Sumber: Data Diolah (2007)

Berikut adalah laporan laba-rugi perusahaan Tn. L yang diolah dari data mentah

yang tersedia dan menggunakan metode FIFO sebagai metode penilaian persediaan.

Page 47: Tax Planning

- 41 -

Laporan Laba-Rugi Perusahaan Tn. L

Per 31 Desember 2006 Penjualan Bersih 227.500.000 HPP: Persediaan Awal Barang Jadi 0 Harga Pokok Produksi:

Persediaan Barang Dalam Proses Awal 0 Biaya Produksi: Persediaan Awal Bahan Baku 1.700.000

Pembelian 79.050.000 Biaya Angkut Pembelian 1.780.000 Retur dan Potongan Pembelian ( 0) 82.530.000 Persediaan Akhir Bahan Baku ( 1.300.000) Harga Pokok Bahan Baku 81.230.000 Biaya Tenaga Kerja Langsung 36.000.000 BOP 52.535000 Total Biaya Produksi 169.765.000

Persediaan Barang Dalam Proses Akhir ( 0) Harga Pokok Produksi 169.765.000 Persediaan Barang Jadi Akhir ( 0)

HPP (169.765.000) LABA KOTOR 57.735.000

Biaya-Biaya Operasional (24.570.000) LABA BERSIH 33.165.000

PTKP (16.800.000) Penghasilan Kena Pajak 16.365.000 PPH terutang : 16.365.000 X 5 % = Rp. 818.250,- Sumber: Data Diolah (2007) 2. Metode rata-rata

Table 4.2: Perhitungan Persediaan Bahan Baku dengan Metode Rata-Rata

BLN KET JML HARGA SATUAN D K SALDO

SALDO 20 85.000 1.700.000 1 BELI 60 90.000 5.400.000 7.100.000 PAKAI 55 88.750 4.881.250 2.218.750 2 BELI 65 100.000 6.500.000 8.718.750 PAKAI 50 96.875 4.843.750 3.875.000 3 BELI 60 110.000 6.600.000 10.475.000 PAKAI 45 104.750 4.713.750 5.761.250 4 BELI 70 115.000 8.050.000 13.811.250 PAKAI 60 110.490 6.629.400 7.181.850 5 BELI 60 110.000 6.600.000 13.781.850

Page 48: Tax Planning

- 42 -

Table 4.2 Lanjutan

PAKAI 60 110.255 6.615.300 7.166.550 6 BELI 50 115.000 5.750.000 12.916.550 PAKAI 50 112.318 5.615.900 7.300.650 7 BELI 40 120.000 4.800.000 12.100.650 PAKAI 50 115.244 5.762.200 6.338.450 8 BELI 50 125.000 6.250.000 12.588.450 PAKAI 65 119.890 7.792.850 4.795.600 9 BELI 50 120.000 6.000.000 10.795.600 PAKAI 55 119.951 6.597.305 4.198.295

10 BELI 60 125.000 7.500.000 11.698.295 PAKAI 65 123.140 8.004.100 3.694.195

11 BELI 65 120.000 7.800.000 11.494.195 PAKAI 70 120.992 8.469.440 3.024.755

12 BELI 60 130.000 7.800.000 10.824.755 PAKAI 75 127.350 9.551.250 1.273.505

Sumber: Data Diolah (2007)

Berikut adalah laporan laba-rugi perusahaan Tn. L yang diolah dari data mentah

yang tersedia dan menggunakan metode Rata-rata sebagai metode penilaian persediaan.

Laporan Laba-Rugi Perusahaan Tn. L

Per 31 Desember 2006 Penjualan Bersih 227.500.000 HPP: Persediaan Awal Barang Jadi 0 Harga Pokok Produksi:

Persediaan Barang Dalam Proses Awal 0 Biaya Produksi: Persediaan Awal Bahan Baku 1.700.000

Pembelian 79.050.000 Biaya Angkut Pembelian 1.780.000 Retur dan Potongan Pembelian ( 0) 82.530.000 Persediaan Akhir Bahan Baku ( 1.273.505) Harga Pokok Bahan Baku 81.256.495 Biaya Tenaga Kerja Langsung 36.000.000 BOP 52.535.000 Total Biaya Produksi 169.791.495

Persediaan Barang Dalam Proses Akhir ( 0) Harga Pokok Produksi 169.791.495 Persediaan Barang Jadi Akhir ( 0)

HPP (169.791.495) LABA KOTOR 57.708.505

Page 49: Tax Planning

- 43 -

Biaya-Biaya Operasional (24.570.000) LABA BERSIH 33.138.505 PTKP (16.800.000) Penghasilan Kena Pajak 16.338.505 PPH terutang : 16.338.000 X 5 % = Rp. 816.900,- Sumber: Data Diolah (2007) Besarnya penghematan yang didapat dengan memilih metode rata-rata sebagai metode

penilaian persediaan sebesar 1.350 rupiah.

IV.8. Pendanaan Aktiva Tetap

Pada saat pembeli aktiva kelompok satu lainnya, Tn. L bisa saja menggunakan

leasing. Dibawah ini adalah tabel angsuran untuk leasing dari aktiva yang dibeli oleh Tn.

L pada bulan Juli 2006 dengan bunga leasing 15%:

Table 4.3: Besarnya Angsuran Leasing BLN KE ANGSURAN POKOK BUNGA TOTAL ANGSURAN AKUMULASI

1 500.000 75.000 575.000 575.000 2 500.000 75.000 575.000 1.150.000 3 500.000 75.000 575.000 1.725.000 4 500.000 75.000 575.000 2.300.000 5 500.000 75.000 575.000 2.875.000 6 500.000 75.000 575.000 3.450.000 7 500.000 75.000 575.000 4.025.000 8 500.000 75.000 575.000 4.600.000 9 500.000 75.000 575.000 5.175.000 10 500.000 75.000 575.000 5.750.000 11 500.000 75.000 575.000 6.325.000 12 500.000 75.000 575.000 6.900.000

Sumber: perusahaan leasing X

Berdasarkan perhitungan tabel leasing dari bulan Juli sampai dengan bulan

Desember 2006, total lease fee secara nominal adalah Rp. 3.450.000,- (Rp. 575.000,- X

6). Walaupun leasing lebih mahal dari pembelian langsung, tetapi penghematan pajaknya

juga lebih besar karena semua leasing fee dapat dibiayakan untuk menghitung

penghasilan kena pajak dan jangka waktu leasing lebih pendek dari umur ekonomisnya.

Page 50: Tax Planning

- 44 -

Berikut perbandingan besarnya pajak penghasilan bila pendanaan aktiva secara langsung

dan secara leasing:

Leasing:

Laporan Laba-Rugi Perusahaan Tn. L

Per 31 Desember 2006 Penjualan Bersih 227.500.000 HPP: Persediaan Awal Barang Jadi 0 Harga Pokok Produksi:

Persediaan Barang Dalam Proses Awal 0 Biaya Produksi: Harga Pokok Bahan Baku 81.230.000 Biaya Tenaga Kerja Langsung 36.000.000 BOP: Bi. T.K.Tak Langsung 30.000.000 Bi. Listrik dan Air 1.460.000 Bi. Rep. Peralatan 600.000 Bi. Bahan Bakar 6.200.000 Bi. Pengepakan 3.500.000 PBB 25.000 Bi. Dep. Peralatan lana 1.000.000 Bi. Dep. Gedung 9.000.000 Total BOP 51.785.000 Total Biaya Produksi 169.015.000

Persediaan Barang Dalam Proses Akhir ( 0) Harga Pokok Produksi 169.015.000 Persediaan Barang Jadi Akhir ( 0)

HPP (169.015.000) LABA KOTOR 58.485.000

Biaya-Biaya: Biaya Administrasi Dan Umum: Biaya Keamanan dan Kebersihan 720.000 Pembelian Alat Tulis 500.000 Biaya Makan Karyawan 10.800.000 Tunjangan Hari Raya 5.500.000 Biaya Leasing 3.450.000

Total Biaya Administrasi Dan Umum 20.970.000 Biaya Penjulan: Biaya Telepon 2.350.000 Biaya Bahan Bakar Kendaraan 1.800.000 Biaya Rep. Kendaraan 400.000 Biaya Dep. Kendaraan 2.500.000

Page 51: Tax Planning

- 45 -

Total Biaya Penjualan 7.050.000 Total Biaya ( 28.020.000) LABA BERSIH 30.465.000

PTKP (16.800.000) Penghasilan Kena Pajak 13.665.000 PPH Terutang : 13.665.000 x 5 % = Rp. 683.250,- Pembelian Langsung:

Laporan Laba-Rugi Perusahaan Tn. L

Per 31 Desember 2006 Penjualan Bersih 227.500.000 HPP: Persediaan Awal Barang Jadi 0 Harga Pokok Produksi:

Persediaan Barang Dalam Proses Awal 0 Biaya Produksi: Harga Pokok Bahan Baku 81.230.000 Biaya Tenaga Kerja Langsung 36.000.000 BOP: Bi. T.K.Tak Langsung 30.000.000 Bi. Listrik dan Air 1.460.000 Bi. Rep. Peralatan 600.000 Bi. Bahan Bakar 6.200.000 Bi. Pengepakan 3.500.000 PBB 25.000 Bi. Dep. Peralatan 1.750.000 Bi. Dep. Gedung 9.000.000 Total BOP 52.535.000 Total Biaya Produksi 169.765.000

Persediaan Barang Dalam Proses Akhir ( 0) Harga Pokok Produksi 169.765.000 Persediaan Barang Jadi Akhir ( 0)

HPP (169.765.000) LABA KOTOR 57.735.000

Biaya-Biaya Operasional (24.570.000) LABA BERSIH 33.165.000

PTKP (16.800.000) Penghasilan Kena Pajak 16.365.000 PPH terutang : 16.365.000 X 5 % = Rp. 818.250,- Besarnya penghematan pajak yang diperoleh apabila pendanaan aktiva tetapnya dengan

leasing sebesar Rp. 135.000,-. Jumlah ini didapat dari Rp. 818.250,- dikurangkan dengan

Rp. 683.250,-.

Page 52: Tax Planning

- 46 -

IV.9. Pemilihan Metode Penyusutan

Penentuan metode penyusutan adalah pada saat aktiva tersebut mulai dipakai. Hal

ini sangat menentukan masa-masa berikutnya, mengingat bahwa metode penyusutan

tidak dapat diubah samapi dengan masa manfaatnya habis. Tn. L telah menetapkan

metode garis lurus untuk seluruh aktiva tetapnya, termasuk peralatan yang dibelinya pada

bulan Juli 2006. Pada dasarnya perencanaan pajak untuk penyusutan pada perusahaan

milik Tn. L terletak pada peralatan yang baru saja. Peralatan yang baru dapat

menggunakan metode saldo menurun walaupun jenis dari peralatan ini sama dengan

peralatan yang lama.

Berikut adalah perhitungan penyusutan samapai dengan tahun 2006 dan

perbandingan besarnya pajak yang harus ditanggung oleh Tn. L apabila peralatan yang

baru menggunakan metode garis lurus dan saldo menurun:

Table 4.4: Perhitungan Penyusutan Sampai dengan Tahun 2006

AKTIVA NILAI BUKU TARIF DEPRESIASI AK. DEP NILAI SISA

TANAH (2002) 30.150.000 - - - -

BANGUNAN (2006) 180.000.000 5% 9.000.000 9.000.000 171.000.000

KENDARAAN (2005) 10.000.000 25% 2.500.000 2.500.000 7.500.000

25% 2.500.000 5.000.000 5.000.000

PERALATAN LAMA (2004) 4.000.000 25% 1.000.000 1.000.000 3.000.000

25% 1.000.000 2.000.000 2.000.000

25% 1.000.000 3.000.000 1.000.000 Sumber: Data Diolah (2007)

Tabel 4.5: Perbandingan Penyusutan untuk Peralatan Baru

METODE NILAI BUKU TARIF DEPRESIASI AK. DEP NILAI SISA

GARIS LURUS 6.000.000 25 % 750.000 750.000 5.250.000

SALDO MENURUN 6.000.000 50 % 1.500.000 1.500.000 4.500.000 Sumber: Data Diolah (2007)

Page 53: Tax Planning

- 47 -

1. Metode Garis Lurus

Laporan Laba-Rugi Perusahaan Tn. L

Per 31 Desember 2006 Penjualan Bersih 227.500.000 HPP: Persediaan Awal Barang Jadi 0 Harga Pokok Produksi:

Persediaan Barang Dalam Proses Awal 0 Biaya Produksi: Harga Pokok Bahan Baku 81.230.000 Biaya Tenaga Kerja Langsung 36.000.000 BOP: Bi. T.K.Tak Langsung 30.000.000 Bi. Listrik dan Air 1.460.000 Bi. Rep. Peralatan 600.000 Bi. Bahan Bakar 6.200.000 Bi. Pengepakan 3.500.000 PBB 25.000 Bi. Dep. Peralatan lama 1.000.000 Bi. Dep. Peralatan baru 750.000 Bi. Dep. Gedung 9.000.000 Total BOP 52.535.000 Total Biaya Produksi 169.765.000

Persediaan Barang Dalam Proses Akhir ( 0) Harga Pokok Produksi 169.765.000 Persediaan Barang Jadi Akhir ( 0)

HPP (169.765.000) LABA KOTOR 57.735.000

Biaya-Biaya: Biaya Administrasi Dan Umum: Biaya Keamanan dan Kebersihan 720.000 Pembelian Alat Tulis 500.000 Biaya Makan Karyawan 10.800.000 Tunjangan Hari Raya 5.500.000

Total Biaya Administrasi Dan Umum 17.520.000 Biaya Penjulan: Biaya Telepon 2.350.000 Biaya Bahan Bakar Kendaraan 1.800.000 Biaya Rep. Kendaraan 400.000 Biaya Dep. Kendaraan 2.500.000 Total Biaya Penjualan 7.050.000 Total Biaya ( 24.570.000) LABA BERSIH 33.165.000

PTKP (16.800.000)

Page 54: Tax Planning

- 48 -

Penghasilan Kena Pajak 16.365.000 PPH terutang : 16.365.000 X 5 % = Rp. 818.250,- Sumber: Data Diolah (2007) 2. Metode Saldo Menurun

Laporan Laba-Rugi Perusahaan Tn. L

Per 31 Desember 2006 Penjualan Bersih 227.500.000 HPP: Persediaan Awal Barang Jadi 0 Harga Pokok Produksi:

Persediaan Barang Dalam Proses Awal 0 Biaya Produksi: Harga Pokok Bahan Baku 81.230.000 Biaya Tenaga Kerja Langsung 36.000.000 BOP: Bi. T.K.Tak Langsung 30.000.000 Bi. Listrik dan Air 1.460.000 Bi. Rep. Peralatan 600.000 Bi. Bahan Bakar 6.200.000 Bi. Pengepakan 3.500.000 PBB 25.000 Bi. Dep. Peralatan lama 1.000.000 Bi. Dep. Peralatan baru 1.500.000 Bi. Dep. Gedung 9.000.000 Total BOP 53.285.000 Total Biaya Produksi 170.515.000

Persediaan Barang Dalam Proses Akhir ( 0) Harga Pokok Produksi 170.515.000 Persediaan Barang Jadi Akhir ( 0)

HPP (170.515.000) LABA KOTOR 56.985.000

Biaya-Biaya: Biaya Administrasi Dan Umum: Biaya Keamanan dan Kebersihan 720.000 Pembelian Alat Tulis 500.000 Biaya Makan Karyawan 10.800.000 Tunjangan Hari Raya 5.500.000

Total Biaya Administrasi Dan Umum 17.520.000 Biaya Penjulan: Biaya Telepon 2.350.000 Biaya Bahan Bakar Kendaraan 1.800.000 Biaya Rep. Kendaraan 400.000 Biaya Dep. Kendaraan 2.500.000

Page 55: Tax Planning

- 49 -

Total Biaya Penjualan 7.050.000 Total Biaya ( 24.570.000) LABA BERSIH 32.415.000

PTKP (16.800.000) Penghasilan Kena Pajak 15.615.000 PPH terutang : 15.615.000 X 5 % = Rp. 780.750,- Sumber: Data Diolah (2007) Dengan memilih metode penyusutan saldo menurun, Tn. L dapat menghemat beban pajak

sebesar Rp. 37.500,-. Jumlah ini didapat dari pengurangan antara Rp. 818.250 dengan Rp.

780.750,-.

IV.10. Menghindari Penggenaan Pajak Dengan Mengarahkan Pada Transaksi Bukan

Objek Pajak

Perusahaan milik Tn. L tidak melakukan kegiatan usaha lainnya sehingga tidak

dapat melakukan penghindaran pajak dengan mengarahkan pada transaksi bukan pajak.

IV.11. Mengoptimalkan Kredit Pajak

Karena tidak adanya transaksi yang merupakan objek pajak sehingga kredit pajak

yang dapat diperhitungkan oleh Tn. L hanyalah PPh pasal 25 (angsuran pajak yang

dibayarkan tiap bulannya) saja.

IV.12. Penundaan Pembayaran Kewajiban Pajak

Penundaan pembayaran dilakukan dengan membayar pada saat mendekati atau

pada hari jatuh tempo. Karena apabila pembayaran dilakukan setelah tanggal jatuh tempo

maka wajib pajak dapat dikenai sanski administrasi. Dengan melakukan penundaan

pemenuhan kewajiban perpajakan, dana yang seharusnya digunakan untuk mebayar pajak

dapat digunakan oleh Tn. L untuk membeli bahan baku, membayar hutang maupun

pengadaan peralatan.

Page 56: Tax Planning

- 50 -

IV.13. Menghindari Pemeriksaan Pajak

Untuk pemeriksaan berdasarkan informasi dari pihak lain dan wajib pajak telah

memenuhi kriteria-kriteria tertentu yang telah ditetapkan oleh direktorat jendral pajak,

wajib pajak tidak dapat menghindarinya karena hal-hal tersebut tidak dapat

diprediksikan. Sedangkan untuk tiga kriteria yang lain (SPT lebih bayar yang direstitusi,

SPT rugi selama dua tahun berturut-turut serta tidak memasukkan atau terlambat

memasukkan SPT) dapat dihindari dengan cara tidak melalukan restitusi melainkan

melakukan kompensasi untuk SPT lebih bayar, menghindari terjadinya kerugian dalam

dua tahun berturut-turut, serta melakukan pelaporan SPT tepat waktu.

IV.14. Menghindari Pelanggaran Terhadap Peraturan Perpajakan

Karena ketidaktahuan mengenai peraturan perpajakan yang berlaku, wajib pajak

dalam melakukan suatu transaksi sangat berhati-hati dan seringkali berkonsultasi dengan

orang-orang yang mengerti mengenai perpajakan.

IV.15. Besarnya Beban Pajak yang Masih Harus Ditanggung Apabila Menggunakan

Perencanaan Pajak

Setelah melihat dan membandingkan antara satu metode dengan metode lain dan

perhitungannya satu persatu, maka kita perlu mengetahui seberapa besar pajak

penghasilan yang dapat dihemat apabila menggunakan perencanaan pajak secara

keseluruhan. Berikut adalah perhitungan besarnya kewajiban perpajakan Tn. L apabila

menggunakan tax planning:

Page 57: Tax Planning

- 51 -

Laporan Laba-Rugi Perusahaan Tn. L

Per 31 Desember 2006 Penjualan Bersih 227.500.000 HPP: Persediaan Awal Barang Jadi 0 Harga Pokok Produksi:

Persediaan Barang Dalam Proses Awal 0 Biaya Produksi: Persediaan Awal Bahan Baku 1.700.000

Pembelian 79.050.000 Biaya Angkut Pembelian 1.780.000 Retur dan Potongan Pembelian ( 0) 82.530.000 Persediaan Akhir Bahan Baku ( 1.273.505) Harga Pokok Bahan Baku 81.256.495 Biaya Tenaga Kerja Langsung 36.000.000 BOP: Bi. T.K.Tak Langsung 30.000.000 Bi. Listrik dan Air 1.460.000 Bi. Rep. Peralatan 600.000 Bi. Bahan Bakar 6.200.000 Bi. Pengepakan 3.500.000 PBB 25.000 Bi. Dep. Peralatan 1.000.000 Bi. Dep. Gedung 9.000.000 Total BOP 51.785.000 Total Biaya Produksi 169.041.495

Persediaan Barang Dalam Proses Akhir ( 0) Harga Pokok Produksi 169.041.495 Persediaan Barang Jadi Akhir ( 0)

HPP (169.041.495) LABA KOTOR 58.458.505

Biaya-Biaya: Biaya Administrasi Dan Umum: Biaya Keamanan dan Kebersihan 720.000 Pembelian Alat Tulis 500.000 Biaya Makan Karyawan 10.800.000 Tunjangan Hari Raya 5.500.000 Biaya Leasing 3.450.000 Tunjangan Kesehatan 1.800.000

Total Biaya Administrasi Dan Umum 22.770.000 Biaya Penjulan: Biaya Telepon 2.350.000 Biaya Bahan Bakar Kendaraan 1.800.000 Biaya Rep. Kendaraan 400.000

Page 58: Tax Planning

- 52 -

Biaya Dep. Kendaraan 2.500.000 Total Biaya Penjualan 7.050.000 Total Biaya ( 29.820.000) LABA BERSIH 28.638.505

Penghasilan Tidak Kena Pajak: WP Pribadi 13.200.000 WP Kawin 1.200.000 Tanggungan (2 orang) 2.400.000 Total Penghasilan Tidak Kena Pajak ( 16.800.000) PENGHASILAN KENA PAJAK 11.838.505

Pajak Penghasilan Terutang: 5 % x 11.838.000 = Rp. 519.900,- Dengan mengetahui besarnya pajak yang harus ditanggung dengan menggunakan

perencanaan pajak, didapat suatu penghematan pajak yaitu sebesar Rp. 298.350,-. Jumlah

ini didapat dari pengurangan antara Rp. 818.250,- dengan Rp. 519.900,-

Page 59: Tax Planning

- 53 -

BAB V

PENUTUP

5.1. Kesimpulan

Dengan melihat hasil yang didapat dari penelitian penulis diketahui jika Tn. L

tidak menggunakan perencanaan pajak, ia harus menanggung beban pajak sebesar Rp.

818.250,-. Sedangkan apabila Tn. L menggunakan perencanaan pajak, beliau mempunyai

beban pajak sebesar Rp. 519.900,-. Sehingga Tn. L dapat mengefisiensi beban pajak

sebesar Rp. 289.350,-.

Metode atau alternatef yang harus dipilih oleh Tn. L untuk dapat mengurangi

beban pajaknya yaitu memilih bentuk badan hukum perseorangan untuk usahanya,

memberikan tunjangan kesehatan kepada karyawan, memilih metode rata-rata untuk

penilaian persediaan bahan bakunya, menggunakan leasing untuk pendanaan aktiva tetap,

dan memakai metode saldo menurun untuk penyusutan aktiva tetapnya.

Hasil dari perencanaan pajak ini belum optimal mengingat bahwa transaksi-

transaksi yang dilakukan oleh Tn. L hanyalah transaksi pembelian bahan baku dan

penjualan barang jadi dimana kedua transaksi ini tidak dikenakan Pajak Pertambahan

Nilai (PPN). Selain itu juga tidak ada perusahaan lain yang dapat meringankan beban

pajak dari Tn. L baik dalam satu jalur usaha maupun tidak, sebab jika tidak satu jalur

usaha sekalipun perusahan-perusahaan tersebut dapat dijadika profit center dan juga cost

center sehingga dapat mengakibatkan beban pajaknya menjadi lebih ringan.

Page 60: Tax Planning

- 54 -

5.2. Saran

Untuk dapat melakukan penghematan pajak, Tn. L harus memilih metode rata-

rata untuk penilaian persediaan bahan bakunya dan metode saldo menurun untuk

penyusutan aktiva tetapnya. Leasing merupakan pendanaan aktiva tetap yang

menguntungkan dalam segi pajak. Dan memberikan kesejahteraan kepada karyawannya

dalam bentuk tunjangan kesehatan.

Selain itu, Tn. L harus mengikuti perkembangan peraturan perpajakan mrngingat

seringnya peraturan perpajakan diperbarui. Baik dengan penggantian undang-undang

perpajakan maupun keluarnya surat edaran direktorat jendral pajak (SE) dan juga surat

keputusan menteri keuangan (SK).

Dalam menentukan pilihan atau mengambil suatu alternatif jangan hanya melihat

keuntungan dari segi pajak saja, tetapi harus memperhatikan aspek-aspek lain di luar

pajak. Banyak sekali pertimbangan seperti dalam menentukan bentuk badan hukum,

memilih lokasi perusahaan dan pendanaan aktiva tetap.

Page 61: Tax Planning

- 55 -

DAFTAR PUSTAKA

Suandy, Erly. 2003. Perencanaan Pajak, edisi revisi, Salemba Empat Jakarta.

Mardiasmo. 2004. Perpajakan, edisi revisi, Penerbit ANDI, Yogyakarta.

Waluyo dan Wirawan B. Ilyas. 2004. Perpajakan Indonesia, edisi revisi, Salemba Empat, Jakarta.

Kasno, Iwan. 2006. Manajemen Pajak, Modul manajemen pajak Prodram Studi DIII Perpajakan Universitas Katolik Soegijapranata Semarang.

Syukur, Abdul. Tax Planning, Modul kuliah umum tanggal 23 November 2006 Prodram Studi DIII Perpajakan Universitas Katolik Soegijapranata Semarang.

_____, Peraturan Menteri Keuangan Republik Indonesia Nomer 564/KMK.03/2004 dan Nomer 137/PMK.03/2005 tentang perubahan Penghasilan Tidak Kena Pajak

_____, Peraturan Menteri Keuangan Republik Indonesia Nomer 1/PMK.03/2007 tentang penyesuaian besarnya peredaran bruto bagi wajib pajak orang pribadi yang boleh menghitung penghasilan neto dengan norma perhitungan neto.