tax planning
DESCRIPTION
pajakTRANSCRIPT
PERENCANAAN PAJAK SEBAGAI UPAYA
MEMINIMALISASI BEBAN PAJAK
KERTAS KARYA
Diajukan sebagai salah satu syarat untuk menyelesaikan program studi D3 Perpajakan
pada Fakultas Ekonomi Universitas Katolik Soegijapranata Semarang
Disusun Oleh:
Nama : Santi Dewi Wijaya
NIM : 04.31.0004
PROGRAM STUDI D3 PERPAJAKAN
FAKULTAS EKONOMI UNIVERSITAS KATOLIK SOEGIJAPRANATA
SEMARANG 2007
- vii -
DAFTAR ISI
Halaman Judul i
Halaman Persetujuan Kertas Karya ii
Halaman Pengesahan Kertas Karya iii
Pernyataan Keaslian Kertas Karya iv
Kata Pengantar v
Daftar Isi vii
Daftar Tabel x
Abstraksi xi
Bab I Pendahuluan 1
I.1 Latar Belakang Masalah 1
I.2 Perumusan Masalah 3
I.3 Batasan Masalah 4
I.4 Tujuan Penelitian 4
I.5 Manfaat Penelitian 4
I.6 Sistematika Penulisan 4
Bab II Landasam Teori 6
II.1 Pengertian Pajak 6
II.2 Dasar-Dasar Perencanaan Pajak 7
1.Manajemen Pajak 7
2.Motivasi Dilakukannya Perencanaan Pajak 9
- viii -
3.Tahapan Dalam Pembuatan Perencanaan Pajak 11
II.3 Laporan Keuangan Fiskal 16
II.4 Perencanaan Pajak Berdasarkan Undang-Undang Domestik 17
Bab III Gambaran Umum 30
III.1 Sejarah Umum Perusahaan 30
III.2 Metode Penelitian 31
1. Jenis Data 31
2. Metode Pengumpulan Data 32
3. Teknik Analisis Data 32
Bab IV Hasil dan Pembahasan 34
IV.1 Mengambil Keuntungan Dari Pemilihan Bentuk Badan Hukum 36
IV.2 Memilih Lokasi Perusahaan 37
IV.3 Mengambil Keuntungan Dari Pengecualian, Potongan Dan
Pengurangan Penghasilan Kena Pajak 37
IV.4 Mendirikan Perusahaan Dalam Satu Jalur Usaha 38
IV.5 Mendirikan Perusahaan Yang Berfungsi Sebagai Profit Center
Dan Cost Center 38
IV.6 Memberikan Tunjangan Kepada Karyawan 38
IV.7 Pemilihan Metode Penilaian Persediaan 39
IV.8 Pendanaan Aktiva Tetap 43
IV.9 Pemilihan Metode Penyusutan 46
IV.10 Menghindari Pengenaan Pajak Dengan Mengarahkan Pada
Transaksi Bukan Objek Pajak 49
- ix -
IV.11 Mengoptimalkan Kredit Pajak 49
IV.12 Penundaan Pembayaran Kewajiban Perpajakan 49
IV.13 Menghindari Pemeriksaan Pajak 50
IV.14 Menghindari Pelanggaran Terhadap Peraturan Perpajakan 50
IV.15 Besarnya Beban Pajak yang Masih Harus Ditanggung
Apabila Menggunakan Perencanaan Pajak 50
Bab V Penutup 53
V.1 Kesimpulan 53
V.2 Saran 54
Daftar Pustaka 55
Lampiran 56
- x -
DAFTAR TABEL
Tabel 2.1 Perubahan Besarnya Penghasilan Tidak Kena Pajak
Tabel 2.2 Besarnya Tarif Pajak
Tabel 2.3 Besarnya Tarif Penyusutan
Tabel 4.1 Perhitungan Persediaan Bahan Baku dengan Metode FIFO
Tabel 4.2 Perhitungan Persediaan Bahan Baku dengan Metode Rata-Rata
Tabel 4.3 Besarnya Angsuran Leasing
Tabel 4.4 Perhitungan Penyusutan Sampai dengan Tahun 2006
Tabel 4.5 Perbandingan Penyusutan Untuk Peralatan Baru
- xi -
ABSTRAKSI
Perencanaan pajak merupakan suatu strategi yang bertujuan untuk meminimalkan beban pajak yang harus ditanggung oleh wajib pajak. Wajib pajak yang menjadi objek penelitian penulis adalah perusahaan milik Tn. L yang bergerak dalam bidang industri makanan kecil. Data yang didapat merupakan data mentah pada tahun 2006 yang kemudian diolah menjadi laporan keuangan dan menjadi dasar untuk suatu perencanaan pajak. Langkah-langkah dalam perencanaan pajak yang telah dilakukan oleh Tn. L adalah dengan memilih badan hukum perseorangan. Sedangkan langkah-langkah yang harus dilakukan agar beban pajak Tn. L menjadi lebih rendah dengan memberikan kesejahteraan pada karyawannya berupa tunjangan kesehatan, menggunakan metode rata-rata sebagai metode penilaian persediaan, menggunakan metode saldo menurun untuk peralatan yang baru dan untuk pendanaan aktiva tetapnya menggunakan leasing. Dengan melakukan langkah-langkah tersebut Tn. L dapat menghemat pajak sebesar Rp. 298.350. Minimalisasi beban pajak ini belum maksimal mengingat Tn. L tidak memiliki perusahaan lain, selain itu juga karena transaksi yang dilakukan merupakan transaksi yang sederhana.
- 1 -
BAB I
PENDAHULUAN
I.1 Latar Belakang Masalah
Untuk menjalankan pemerintahannya, suatu negara membutuhkan pendapatan
atau penghasilan. Negara Indonesia menetapkan dua kelompok utama sumber
pendapatannya yaitu dari sektor migas dan dari sektor non migas. Sektor migas terdiri
dari minyak bumi dan gas alam. Sedangkan sektor non migas terdiri dari pajak,
penghasilan dari BUMN, serta pinjaman-pijaman luar negeri. Pajak adalah iuran rakyat
kepada negara berdasarkan undang-undang (yang dapat dipaksakan) dengan tiada
mendapat jasa timbal (kotraprestasi) yang langsung dapat ditunjukkan dan yang
digunakan untuk membayar pengeluaran umum (Soemitro, 1990 dalam Mardismo, 2003).
Peranan pajak semakin lama semakin dominan, hal ini terlihat dari kontribusinya
dalam Rencana Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (RAPBN) yang diajukan
pemerintah dari tahun ke tahun semakin meningkat. Pajak merupakan sumber
penerimaan atau penghasilan utama bagi negara yang akan digunakan untuk membiayai
pengeluaran-pengeluarannya. Sedangkan bagi perusahaan, pajak merupakan suatu beban
atau biaya yang akan mengurangi laba bersih atau penghasilan seseorang atau
perusahaan. Dari sini timbul dua kepentingan yang bertolak belakang antara Wajib Pajak
(WP) dan fiskus. Wajib Pajak adalah orang pribadi atau badan yang menurut ketentuan
peraturan perundang-undangan perpajakan ditentukan untuk melakukan kewajiban
perpajakan, termasuk pemungut pajak atau pemotong pajak tertentu. Sedangkan fiskus
- 2 -
adalah bendaharawan pemerintah yang bertugas untuk memungut pajak dari Wajib Pajak
maupun pemotong dan pemungut pajak lainnya.
Dengan adanya perbedaan tersebut, berbagai cara dapat dilakukan untuk
meminimalisasi beban pajak yaitu dengan cara legal (tidak merugikan penerimaan
Negara) maupun dengan cara yang illegal (merugikan penerimaan negara). Minimalisasi
beban pajak yang tidak merugikan penerimaan negara antara lain dengan penggeseran
dan kapitalisasi. Penggeseran (penggeseran ke depan atau ke belakang) yaitu adanya
kesepakatan antar rumpun produsen mengenai siapa yang menanggung beban pajaknya
apakah produsen atau konsumen. Sedangkan kapitalisasi yaitu dengan jalan memasukkan
beban pajak kedalam harga. Sedangkan minimalisasi beban pajak yang merugikan
penerimaan negara antara lain tax avoidance atau pengelakan pajak yaitu cara yang
diperkenankan oleh undang-undang. Cara kedua tax evasion atau penyelundupan pajak
yaitu cara yang tidak diperkenankan undang-undang. Dan cara ketiga pengecualian pajak
yaitu melalui undang-undang perjanjian pajak, konvensi internasional.
Upaya dalam melakukan penghematan pajak secara legal dapat dilakukan melalui
manajemen pajak. Namun perlu diingat bahwa legalitas manajemen pajak tergantung dari
instrumen yang dipakai. Legalitas baru dapat diketahui secara pasti setelah ada putusan
dari pengadilan. Secara umum manajemen pajak merupakan salah satu cara yang
digunakan untuk meminimalisasi beban pajak. Manajemen pajak sebagai sarana untuk
memenuhi kewajiban perpajakan dengan benar tetapi jumlah pajak yang dibayar dapat
ditekan serendah mungkin untuk memperoleh laba dan likuiditas yang diharapkan
(Lumbantoruan, 1996). Tujuan dari manajemen pajak dapat dibagi menjadi dua yaitu,
menerapkan peraturan perpajakan secara benar, dan usaha efisiensi untuk mencapai laba
- 3 -
dan likuiditas yang seharusnya. Tujuan manajemen pajak dapat dicapai melalui fungsi-
fungsi manajemen pajak yang terdiri dari: tax planning atau perencanaan pajak, tax
implementation atau pelaksanaan pajak dan tax control atau pengendalian pajak.
Perencanaan pajak merupakan langkah awal dalam manajemen pajak. Pada tahap
ini dilakukan pengumpulan dan penelitian terhadap peraturan perpajakan agar dapat
diseleksi jenis tindakan penghematan pajak yang akan dilakukan. Pada umumnya
penekanan perencanaan pajak adalah untuk meminimumkan kewajiban pajak. Jika tujuan
perencanaan pajak adalah untuk meminimalisasi beban pajak dengan memanfaatkan
peraturan yang ada tetapi berbeda dengan tujuan pembuatan undang-undang, maka tax
planning di sini sama dengan tax avoidance karena secara ekonomis keduanya berusaha
untuk memaksimalkan penghasilan setelah pajak (after tax return).
Berdasarkan uraian diatas maka penulis ingin menganalis perencanaan pajak yang
dapat dilakukan oleh perusahaan beserta pengambilan keputusan manajemen ataupun
metode-metode mana yang lebih menguntungkan dibidang perpajakan bagi perusahaan
sehingga ini mengambil judul Perencanaan Pajak Sebagai Upaya Meminimalisasi
Beban Pajak.
I.2 Perumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas maka masalah yang dirumuskan adalah
metode-metode dan pertimbangan apakah yang lebih menguntungkan bagi perusahaan
untuk dapat meminimalkan beban pajaknya serta seberapa besar laba yang dapat
diperoleh dengan adanya perencanaan pajak tersebut?
- 4 -
I.3 Pembatasan Masalah
Agar dalam penulisan laporan ini benar-benar terarah maka penulis membatasi
ruang lingkup penelitian yaitu, pembuatan perencanaan pajak untuk tahun 2007
berdasarkan data pada tahun 2006 pada perusahaan perorangan.
I.4 Tujuan Penelitian
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui berbagai metode dan
pertimbangan yang lebih menguntungkan perusahaan dalam bidang perpajakan serta
berapa besar laba yang diperoleh dari perencanaan pajaknya.
I.5 Manfaat Penelitian
Adapun manfaat dari penelitian ini adalah:
a. Bagi Penulis
Dapat menambah wawasan dan pengetahuan mengenai upaya-upaya yang dapat
dilakukan untuk meringankan beban pajak melalui perencanaan pajak.
b. Bagi Perusahaan
Memberikan gambaran bagi pihak manajemen mengenai keputusan-keputusan
ataupun metode-metode mana saja yang lebih menguntungkan sehingga beban pajak
yang harus dibayarkan oleh perusahaan menjadi lebih ringan.
c. Bagi Peneliti
Sebagai bahan referensi dan perbandingan untuk penelitian sejenis dimasa yang akan
datang.
I.6 Sistematika Penulisan
Untuk mempermudah pembahasan, penulisan ini dilakukan secara sistematis
dengan pembagian sebagai berikut:
- 5 -
BAB I : PENDAHULUAN
Dalam bab ini diuraikan secara singkat mengenai latar belakang masalah,
perumusan masalah, batasan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian,
dan sistematika penulisan.
BAB II : LANDASAN TEORI
Bab ini terdiri dari tinjauan pustaka.
BAB III : GAMBARAN UMUM
Dalam bab ini diuraikan mengenai gambaran umum perusahaan yang
menjadi obyek penelitian, jenis data dan metode analisis data.
BAB IV : PEMBAHASAN
Bab ini terdiri dari pembahasan berserta perhitungan mengenai keputusan-
keputusan manajemen atau metode-metode mana saja yang lebih
menguntungkan bagi perusahaan dalam bidang perpajakan dan analisis
besarnya laba yang dapat diperoleh perusahaan dengan mengunakan
perencanaan pajak.
BAB V : PENUTUP
Bab ini memberikan kesimpulan dan saran.
- 6 -
BAB II
LANDASAN TEORI
II.1 Pengertian Pajak
Pajak adalah iuran rakyat kepada negara berdasarkan undang-undang (yang dapat
dipaksakan) dengan tiada mendapat jasa timbal (kotraprestasi) yang langsung dapat
ditunjukkan dan yang digunakan untuk membayar pengeluaran umum (Soemitro, 1990,
dalam Mariasmo, 2003).
Timbul Dan Hapusnya Hutang Pajak
Menurut Mardiasmo (2003), ada dua ajaran yang mengatur mengenai timbulnya
hutang pajak yaitu ajaran formil dan ajaran materiil. Menurut ajaran formil, hutang pajak
timbul karena dikeluarkannya Surat Ketetapan Pajak (SKP) oleh fiskus. Ajaran ini
diterapkan pada official assessment system (yaitu sistem pemungutan pajak yang
memberi wewenang kepada pemerintah atau fiskus untuk menentukan besarnya pajak
yang terutang oleh WP). Sedangkan menurut ajaran materiil, hutang pajak timbul karena
berlakunya undang-undang. Seseorang dikenai pajak karena suatu keadaan dan
perbuatan. Ajaran ini diterapkan pada self assessment system (yaitu sistem pemungutan
pajak yang memberi wewenang kepada WP untuk menentukan sendiri besarnya pajak
yang terutang).
- 7 -
Seperti dikutip dari Waluyo dan Ilyas (2003), hapusnya hutang pajak dapat
disebabkan karena beberapa hal antara lain pembayaran, kompensasi, daluwarsa,
pembebasan, dan penghapusan.
II.2 Dasar-Dasar Perencanaan Pajak
1. Manajemen Pajak
Manajemen pajak adalah sarana untuk memenuhi kewajiban perpajakan
dengan benar tetapi jumlah pajak yang dibayar dapat ditekan serendah mungkin untuk
memperoleh laba dan likuiditas yang diharapkan (Lumbantoruan dalam Suandy,
2003). Tujuan manajemen pajak bukan untuk menghindari pajak tetapi untuk
mengatur sehingga pajak yang dibayar tidak lebih dari seharusnya. Tujuan
manajemen pajak dicapai dengan fungsi manajemen pajak yang terdiri dari Tax
Planning, Tax Implementation dan Tax Control (Suandy, 2003).
A. Tax planning (perencanaan pajak)
Perencanaan pajak adalah langkah awal dalam manajemen pajak. Pada
tahap ini dilakukan pengumpulan dan penelitian terhadap peraturan perpajakan
agar dapat diseleksi jenis tindakan penghematan pajak yang dapat dilakukan. Pada
umumnya perencanaan pajak dilakukan untuk meminimumkan beban pajak.
Perencanaan pajak umumnya selalu dimulai dengan meyakinkan apakah
suatu transaksi terkena pajak. Jika transaksi tersebut terkena pajak, apakah dapat
dikecualikan atau jumlah pajaknya lebih rendah. Selanjutnya apakah pembayaran
pajaknya dapat ditunda, dan lain sebagainya. Oleh karena itu, setiap WP akan
membuat rencana pengenaan pajak atas setiap tindakan secara seksama. Dengan
demikian bisa dikatakan bahwa tax planning adalah proses pengambilan tax
- 8 -
factor dan non-tax factor untuk menentukan: Apakah, Kapan, Bagaimana dan
Dengan pihak mana dilakukan transaksi yang beban pajaknya rendah.
B. Tax implementation (pelaksanaan kewajiban perpajakan)
Apabila telah diketahui faktor-faktor yang akan dimanfaatkan untuk
melakukan penghematan pajak, maka langkah selanjutnya adalah
mengimplementasikannya baik secara formal maupun material. Harus dipastikan
bahwa pelaksanaan kewajiban perpajakan telah memenuhi peraturan perpajakan
yang berlaku. Manajemen pajak tidak untuk melanggar peraturan dan jika dalam
pelaksanaan menyimpang dari peraturan yang berlaku, maka telah menyimpang
dari tujuan manajemen pajak. Untuk mengetahui tujuan manajemen pajak ada dua
hal yang perlu dikuasi dan dilaksanakan, yaitu:
a. Memahami ketentuan peraturan perpajakan, yaitu dengan mempelajari
peraturan perpajakan seperti undang-undang, Keputusan Presiden, Keputusan
Menteri Keuangan, Keputusan Dirjen Pajak dan Surat Edaran Dirjen Pajak.
Dengan memahami peraturan maka dapat diketahui peluang-peluang yang
dapat dimanfaatkan untuk menghemat beban pajak.
b. Menyelenggarakan pembukuan yang memenuhi syarat. Syarat pembukuan
antara lain (Gunadi, 1997):
i. Pembukuan harus diselengarakan dengan itikad baik dan mencerminkan
keadaan atau kegiatan usaha yang sebenarnya.
ii. Pembukuan sekurang-kurangnya terdiri dari catatan mengenai harta,
hutang, modal, penghasilan dan biaya, serta penjualan dan pembelian.
- 9 -
iii. Pembukuan harus ditutup setiap akhir tahun dengan membuat neraca dan
laporan laba-rugi.
iv. Pembukuan harus diselenggarakan di Indonesia dengan huruf latin, angka
arab, dengan bahasa Indonesia dan satuan mata uang rupiah (atau dengan
bahasa inggris dan mata uang US$ dengan izin Menteri Keuangan).
v. Pembukuan serta dokumen yang berhubungan dengan kegiatan usaha
harus disimpan selama sepuluh tahun.
C. Tax control (pengendalian pajak)
Pengendalian pajak bertujuan untuk memastikan bahwa kewajiban pajak
telah dilaksanakan sesuai dengan yang direncanakan. Dalam pengendalian pajak
yang penting adalah pemeriksaan pembayaran pajak. Oleh sebab itu,
pengendalian dan pengaturan arus kas sangat penting dalam strategi penghematan
pajak.
2. Motifasi Dilakukannya Perencanaan Pajak (Tax Planning Motivation)
Motivasi yang mendasari dilakukannya suatu perencanaan pajak umumnya
bersumber dari tiga unsur perpajakan yaitu (Suandy, 2003):
A. Kebijakan perpajakan (tax policy)
Kebijakan perpajakan merupakan alternatif dari berbagai sasaran yang
hendak dituju dalam sistem perpajakan. Dari berbagai aspek kebijakan pajak,
terdapat faktor-faktor yang harus diperhatikan dalam suatu perencanaan pajak,
yaitu pajak apa yang akan dipungut, siapa subjek pajaknya, objek pajaknya apa
saja, berapa tarif pajaknya, dan bagaimana prosedurnya.
B. Undang-undang perpajakan (tax law)
- 10 -
Kenyataan menunjukkan bahwa dimanapun tidak ada undang-undang
yang mengatur setiap permasalahan secara sempurna. Oleh karena itu, dalam
pelaksanaannya selalu diikuti oleh ketentuan-ketentuan lain. Tidak jarang
ketentuan pelaksanaan tersebut bertentangan dengan undang-undang itu sendiri.
Akibatnya terbuka celah bagi WP untuk dapat melakukan penghematan pajak
melalui perencanaan pajak.
C. Administrasi perpajakan (tax administration)
Secara umum motivasi dilakukannya perencanaan pajak adalah untuk
memaksimalkan laba setelah pajak. Karena pajak ikut mempengaruhi
pengambilan keputusan atas suatu tindakan dalam perusahaan.
Ada empat faktor yang memotivasi WP untuk melakukan pelanggaran dalam
bidang perpajakan, yaitu (Suandy, 2003):
a. Tax required to pay, besarnya pajak yang harus dibayar oleh WP. Semakin besar
pajak yang harus dibayar semakin besar pula kecenderungan WP untuk
melakukan pelanggaran.
b. Cost of bribe, biaya untuk menyuap fiskus. Semakin kecil biaya untuk menyuap
fiskus semakin besar pula kecenderungan WP untuk melakukan pelanggaran.
c. Probability of detection, semakin kecil kemungkinan suatu pelanggaran
terdeteksi, semakin besar kecenderungan WP untuk melakukan pelanggaran.
d. Size of penalty, semakin ringan sanksi yang dikenakan terhadap pelanggaran,
semakin besar kecenderungan WP untuk melakukan pelanggaran.
- 11 -
3. Tahapan Dalam Pembuatan Perencanaan Pajak
Suandy (2003), mengatakan bahwa seorang manajer dalam membuat suatu
perencanaan pajak harus memperhitungkan adanya kegiatan yang bersifat lokal
maupun internasional. Agar perencanaan pajak dapat berhasil sesuai dengan yang
diharapkan, maka rencana itu seharusnya dilakukan melalui berbagai tahap sebagai
berikut:
A. Menganalisis informasi yang ada
Tahap pertama dari proses pembuatan perencanaan pajak adalah
menganalisis komponen yang berbeda atas pajak. Hal ini hanya bisa dilakukan
dengan mempertimbangkan masing-masing elemen dari pajak. Penting untuk
memperhitungkan kemungkinan besarnya penghasilan dari suatu proyek dan
pengeluaran-pengeluaran lain di luar pajak yang mungkin terjadi.
B. Membuat satu model atau lebih rencana kemungkinan besarnya pajak
Mengacu pada model perjanjian internasional dapat melibatkan satu atau
lebih atas tindakan-tindakan berikut:
1. Pemilihan bentuk transaksi atau hubungan internasional. Hampir pada semua
sistem perpajakan internasional, paling tidak ada dua negara yang ditentukan
lebih dulu. Dari sudut pandang perpajakan, proses perencanaan tidak bisa
berada di luar tahapan pemilihan transaksi atau hubungan yang paling
menguntungkan.
Deviden, bunga, royalti dan capital gains sering memperoleh perlakuan
perpajakan yang berbeda baik di tingkat lokal maupun perjanjian antar negara.
- 12 -
Jadi harus dipertimbangkan investasi dalam bentuk apa yang lebih
menguntungkan.
2. Pemilihan negara asing sebagai tempat melakukan investasi atau menjadi
residen dari negara tersebut. Dalam rencana perpajakan internasional mungkin
dapat diperoleh perlakuan khusus dengan memilih antara dua atau lebih
kemungkinan investasi di negara-negara yang berbeda. Dalam menguji
keunggulannya, yang harus diperhatikan tidak hanya pertimbangan bisnis,
tetapi juga keunggulan pengenaan pajaknya. Yang harus diperhatikan dalam
pemilihan negara sebagai tempat investasi adalah:
a. Tarif yang dikenakan atas laba perusahaan di negara investasi.
b. Apakah deviden yang dibagikan terutang withholding taxes. Jika ya,
berapa tarifnya.
c. Apakah ada kredit pajak atau pengurang pajak lainnya di negara domisili
dari pemegang saham sehubungan dengan pajak yang dibayar di negara
investasi.
3. Penggunaan satu atau lebih negara tambahan. Dalam banyak kasus,
pertimbangan penghematan pajak tidak hanya dapat dipengaruhi oleh
pemilihan bentuk transaksi maupun hubungan internasional. Tetapi juga oleh
penggunaan satu atau lebih negara sebagai tambahan.
Dalam membuat model pengaturan yang paling tepat, penting sekali untuk
mempertimbangkan:
- 13 -
a. Apakah kepemilikan dari berbagai hak, surat berharga, dan lain-lain harus
dikuasakan kepada satu atau lebih perusahaan, individu, trust, atau
kombinasi dari semua itu.
b. Hubungan antara berbagai individu dan entitas.
c. Dimana entitas tersebut harus ditempatkan.
C. Mengevaluasi pelaksanaan pajak
Perencanaan pajak perlu dilakukan evaluasi untuk melihat sejauh mana
hasil pelaksanaan dari perencanaan pajak. Variabel-variabel tersebut akan
dihitung seakurat mungkin dengan hipotesis sebagai berikut:
a. Bagaimana jika rencana tersebut tidak dilaksanakan.
b. Bagaimana jika rencana tersebut dilaksanakan dan berhasil dengan baik.
c. Bagaimana jika rencana tersebut dilaksanakan tetapi gagal.
Dari ketiga hipotesis tersebut akan memberikan hasil yang berbeda. Dari
hasil tersebut barulah dapat ditentukan apakah perencanaan pajak tersebut layak
untuk dilaksanakan atau tidak.
Namun perlu diperhatikan bahwa ada tambahan biaya hukum dan lain-
lainnya yang mungkin terjadi apabila pihak otoritas tidak setuju dengan
deductible items sehingga menjadi suatu kasus ke pengadilan.
Begitu juga mengenai waktu nilai uang. Bila perencanaan pajak
dilaksanakan semata-mata hanya untuk menunda pembayaran bukan untuk
mengurangi beban pajak, maka seharusnya ditarik kembali terhadap nilai
sekarang dan dibandingkan dengan biaya-biaya yang dikeluarkan sekarang.
- 14 -
Berikut adalah formulasi untuk menghitung laba dan ruginya suatu
perencanaan pajak yakni:
A = Estimasi laba kotor suatu proyek jika tidak dilaksanakan perencanaan pajak
B = Estimasi laba kotor suatu proyek jika dilaksanakan perencanaan pajak
C = Estimasi beban pajak jika perencanaan pajak tidak dilaksanakan
D = Estimasi beban pajak jika perencanaan pajak dilaksanakan dengan baik
E = Estimasi beban pajak jika perencanaan pajak dilaksanakan tetapi gagal
F = Estimasi biaya (selain pajak) dari suatu proyek jika perencanaan pajak tidak
dilaksanakan
G = Estimasi biaya (selain pajak) dari suatu proyek jika perencanaan pajak
dilaksanakan
Formulasi ini dapat dipakai dengan kombinasi berikut:
a. Jika (A - F) lebih besar dari (B - G) rencana tersebut jangan dilaksanakan,
kecuali jika perbedaan lebih kecil dari (C - D).
b. Jika E dianggap lebih material dari C, maka keputusan untuk melakukan atau
tidak melaksanakan suatu perencanaan pajak tergantung pada kemungkinan
keberhasilan dari perencanaan tersebut. Jika tidak ada perbedaan material (A -
F) dan (B - G) maka bandingkan antara (C - D) dan (E - C) untuk memutuskan
dilaksanakan atau tidak perencanaan pajak tersebut.
c. Jika terdapat perbedaan material antara (A - F) dan (B - G) maka keputusan
untuk dilaksanakan atau tidaknya perencanaan pajak adalah dengan
membandingkan antara:
{B - (D + G)} - {A - (C + F)} dengan {A - (C + F)} - {B - (E +G)}
- 15 -
Dengan menghitung dan membandingkan laba kotor, pajak maupun
pengeluaran bukan pajak yang ditetapkan pada berbagai hipotesis, dapat
diputuskan implikasi yang terbaik bagi si pembayar pajak jika rencana tersebut
berhasil dilaksanakan atau posisi terburuk jika gagal.
Rumus diatas bukan merupakan rumus baku dalam memutuskan suatu
perencanaan pajak apabila terdapat faktor lain yang dapat mempengaruhi.
D. Mencari kelemahan dan kemudian memperbaiki kembali rencana pajak.
Kadang suatu rencana harus diubah karena adanya perubahan peraturan
atau perundang-undangan. Perubahan harus tetap dijalankan meski perlu
tambahan biaya atau kemungkinan berhasilannya sangat kecil. Sepanjang
penghematan pajak masih besar, rencana tersebut harus tetap dijalankan, karena
bagaimanapun juga kerugian yang ditanggung merupakan kerugian minimal.
Jadi akan sangat membantu jika pembuatan suatu rencana disertai dengan
gambaran atau perkiraan berapa peluang kesuksesan dan berapa laba potensial
yang akan diperoleh jika berhasil maupun kerugian potensial jika teerjadi
kegagalan.
E. Memutahirkan rencana pajak (update the tax plan)
Meskipun suatu rencana pajak telah dilaksanakan dan proyek juga telah
berjalan, tetap perlu diperhitungkan setiap perubahan yang terjadi baik dari
undang-undang maupun pelaksanaannya yang dapat berdampak terhadap suatu
komponen perjanjian. Pemutahiran dari suatu rencana adalah konsekuensi yang
perlu dilakukan sebagaimana dilakukan oleh masyarakat yang dinamis.
- 16 -
II.3 Laporan Keuangan Fiskal
Laporan keuangan fiskal adalah laporan keuangan yang disusun sesuai peraturan
perpajakan dan digunakan untuk keperluan perhitungan perpajakan. Undang-undang
pajak tidak mengatur secara khusus bentuk dari laporan keuangan, hanya memberikan
pembatasan untuk hal-hal tertentu baik dalam pengakuan penghasilan maupun biaya.
Akibat dari perbedaan pengakuan biaya ini menyebabkan laba akuntansi dan laba fiskal
berbeda.
Perusahaan dapat menyusun laporan keuangan akuntansi (komersial) dan laporan
keuangan fiskal secara terpisah, atau melakukan koreksi fiskal terhadap laporan keuangan
komersial. Laporan keuangan komersial yang direkonsiliasi dengan koreksi fiskal akan
menghasilkan laporan keuangan fiskal (Suandy: 2003).
Rekonsiliasi Laporan Keuangan Komersial Dan Laporan Keuangan Fiskal
Adanya perbedaan pengakuan penghasilan dan biaya anatara akuntansi komersial
dan fiskal menimbulkan perbedaan dalam menghitung besarnya penghasilan kena pajak.
Perbedaan ini disebabkan adanya perbedaan kepentingan antara akuntansi komersial yang
mendasarkan laba pada konsep dasar akuntansi sedangkan dari segi fiskal tujuan
utamanya adalah penerimaan negara.
Perbedaan antara laporan akuntansi komersial dengan laporan akuntansi fiskal
dapat dikelompokkan menjadi dua yaitu beda waktu dan beda tetap. Beda waktu adalah
perbedaan yang bersifat sementara karena adanya ketidaksamaan waktu pengakuan
penghasilan dan beban antara peraturan perpajakan dengan standar akuntansi keuangan.
Contohnya antara lain perbedaan waktu penyusutan, pengakuan leasing. Sedangkan beda
tetap adalah perbedaan yang terjadi karena peraturan perpajakan menghitung laba fiskal
- 17 -
berbeda dengan perhitungan laba menurut standar akuntansi keuangan tanpa ada koreksi
dikemudian hari. Contohnya adalah biaya-biaya yang tidak dapat dibebankan (Suandy:
2003).
II.4 Perencanaan Pajak Berdasarkan Undang-Undang Domestik
Suandy (2003) mengatakan bahwa strategi mengefisienkan beban pajak yang
dilakukan perusahaan haruslah bersifat legal, supaya tidak terkena sanksi-sanki
dikemudian hari. Secara umum penghemataan pajak menganut prinsip the least and
latest, yaitu membayar dalam jumlah seminimal mungkin dan pada waktu terakhir yang
masih diizinkan oleh undang-undang dan peraturan perpajakan. Strategi mengefisienkan
beban pajak tersebut dari berbagai literatur dapat dijabarkan sebagai berikut:
1. Mengambil keuntungan dari berbagai pilihan bentuk badan hukum yang tepat sesuai
dengan kebutuhan dan jenis usaha.
Mengambil keuntungan dari berbagai pilihan badan hukum yang tepat sesuai
dengan kebutuhan dan jenis usaha. Bila dilihat dari perspektif perpajakan, terkadang
pemilihan bentuk badan hukum perseorangan, firma dan kongsi adalah bentuk yang
lebih menguntungkan dibandingkan dengan perseroan terbatas. Pada perseroan
terbatas yang kepemilikan sahamnya kurang dari dua puluh lima persen akan
mengakibatkan pajak atas penghasilan perseroan dikenakan dua kali, yakni pada saat
penghasilan diperoleh dan saat pembagian deviden. Sedangkan pada firma atau
persekutuan penghasilan yang dibagikan kepada anggotanya tidak akan dikenakan
pajak lagi walaupun keikutsertaannya kurang dari dua puluh lima persen.
Bentuk usaha perseorangan mendapatkan keuntungan ganda dibandingkan
dengan bentuk badan hukum lainnya. Keuntungan yang diperoleh antara lain adanya
- 18 -
Penghasilan Tidak Kena Pajak (PTKP) dan perbedaan tarif. PTKP hanya diberikan
kepada wajib pajak perseorangan. Keistimewaan inilah yang menjafi salah satu
pertimbangan bagi perusahaan untuk berbadan hukum perseoranagn. Ini juga
dimanfaatkan oleh pemerintah untuk meningkatkan pendapatan dari sektor pajak.
Dengan perubahan besarnya penghasilan tidak kena pajak yang semakin lama
semakin tinggi mendorong masyarakat untuk menjadi wajib pajak. Berikut tabel
perubahan penghasilan tidak kena pajak.
Table 2.1: Perubahan Besarnya Penghasilan Tidak Kena Pajak
KETERANGAN SEBELUM TAHUN 2005
TAHUN 2005 SESUDAH TAHUN 2006
WAJIB PAJAK Rp. 2.880.000,- Rp. 12.000.000,- Rp. 13.200.000,- STATUS MENIKAH
Rp. 1.440.000,- Rp. 1.200.000,- Rp. 1.200.000,-
ISTRI BEKERJA Rp. 2.880.000,- Rp. 12.000.000,- Rp. 13.200.000,- TANGGUNGAN (MAKS 3 ORG)
Rp. 1.440.000,- Rp. 1.200.000,- Rp. 1.200.000,-
Sumber: pasal 7 undang-undang nomer 17 Pajak Penghasilan tahun 2000, keputusan menteri keuangan nomer 564/kmk.03/2004 dan peraturan menteri keuangan nomer 137/pmk.03/2005.
Perbedaan tarif antara wajib pajak perseorangan dan wajib pajak badan cukup
besar. Besarnya perbedaan tarif pajak tersebut dapat dilihat pada tabel dibawah ini.
Table 2.2: Besarnya Tarif Pajak
TARIF PERSEORANGAN TARIF BADAN < 25.000.000 5 % < 50.000.000 10 %
25.000.000 – 50.00.000 10 % 50.000.000 – 100.000.000 15% 50.000.000 – 100.000.000 15% > 100.000.000 30 % 100.000.000 – 200.000.000 25 %
> 200.000.000 35 % Sumber: pasal 17 ayat 1 undang-undang Pajak Penghasilan
- 19 -
2. Memilih lokasi perusahaan yang akan didirikan.
Memilih lokasi perusahaan sangat berkaitan dengan insentif pajak atau
fasilitas perpajakan yang akan diperoleh. Umumnya pemerintah memberikan insentif
pajak khususnya untuk daerah tertentu (misalnya Indonesia bagian timur). Bentuk
insentif pajak antara lain pengecualian dari pengenaan pajak (tax holiday),
pengurangan dasar pengenaan pajak berupa penyusutan dan amortisasi yang
dipercepat, pengurangan tarif pajak berupa kompensasi kerugian yang lebih lama,
serta penangguhan pajak seperti pada proyek perintis
3. Mengambil keuntungan sebesar-besarnya atau semaksimal mungkin dari berbagai
pengecualian, potongan atau pengurangan atas penghasilan kena pajak yang
diperbolehkan undang-undang.
Bila penghasilan yang diperoleh perusahaan besar maka pajak yang harus
dibayar juga besar. Untuk meringankan beban pajak tersebut, pengusaha dapat
membelanjakan sebagian laba perusahan untuk hal-hal yang bermanfaat secara
langsung untuk perusahaan. Dengan catatan biaya yang dikeluarkan adalah biaya
yang dapat dikurangkan dalam penghitungan penghasilan kena pajak.
4. Mendirikan perusahaan dalam satu jalur usaha.
Mendirikan perusahaan dalam satu jalur usaha (corporate company) sehingga
diatur mengenai penggunaan tarif pajak yang paling menguntungkan antara masing-
masing badan usaha. Hal ini bisa dilakukan mengingat bahwa banyak Negara
termasuk Indonesia mengatur bahwa pembagian deviden anatar corporate tidak
dikenakan pajak. Adapun cara kerjanya sebagai salah satu contoh PT. X pabrik CPO,
PT. Y pabrik minyak goreng dan PT. Z adalah distributornya. Maka antara mereka
- 20 -
dapat diatur sejumlah keuntungan yang sekiranya dapat meringankan pajak mereka.
Setelah itu baru dibagikan dalam bentuk deviden.
5. Mendirikan perusahaan ada yang sebagai profit center dan ada yang hanya berfungsi
sebagai cost center.
Mendirikan perusahaan ada yang sebagai profit center dan ada yang hanya
berfungsi sebagai cost center. Dari hal tersebut dapat diperoleh keuntungan atas
pergeseran pajak (tax shifting) yakni menghindari tarif paling tinggi. Tentunya proses
ini dapat dijalankan apabila sistem pajak yang berlaku progresif dan penghasilan kena
pajak sudah melewati lapisan tarif terendah. Contohnya mendirikan usaha dengan
berbagai nama tetapi dalam manajemen yang sama.
6. Memberikan tunjangan kepada karyawan dalam bentuk uang atau natura dan
kenikmatan dapat sebagai salah satu pilihan untuk menghindari lapisan tarif
maksimum.
Pemberian tunjangan kepada karyawan dapat berupa uang dan natura atau
kenikmatan. Untuk dapat menghindari tarif pajak maksimal, salah satu bentuk
tunjangan kepada karyawan tersebut dapat dipilih. Karena pada dasarnya pemberian
natura atau kenikmatan dapat dikurangkan sebagai biaya oleh pemberi kerja
sepanjang pemberian tersebut diperhitungkan sebagai penghasilan yang dikenakan
pajak bagi pegawai yang menerimanya.
Pemilihan bentuk tunjangan karyawan sangat tergantung pada kondisi
perusahaan itu sendiri, berikut penjelasannya:
1. Pada perusahaan yang memperoleh penghasilan kena pajak yang telah dikenakan
tarif pajak tertinggi dan pengenaan pajak penghasilannya tidak final, diupayakan
- 21 -
seminimal mungkin memberikan kesejahteraan karyawan dalam bentuk natura
atau kenikmatan karena pengeluaran ini tidak dapat dibiayakan.
2. Untuk perusahaan yang pajak penghasilannya dikenakan final, sebaiknya
memberikan kesejahteraan karyawan dalam bentuk natura dan kenikmatan.
Karena pemberian natura dan kenikmatan kepada karyawan tidak termasuk objek
pajak penghasilan bagi karyawan (PPh pasal 21). Sedangkan pengeluaran untuk
pemberian natura dan kenikmatan tidak mempengaruhi besarnya pajak
penghasilan bagi perusahaan. Sebab pajak penghasilan final dihitung berdasarkan
persentase atas penghasilan bruto sebelum dikurangi biaya-biaya.
3. Bagi perusahaan yang masih rugi, pemberian natura dan kenikmatan akan
menurunkan pajak penghasilan bagi karyawan sementara pajak penghasilan
perusahaan tetap nihil.
Menurut Suandy (2003) menyebutkan bahwa kesejahteraan karyawan yang
dapat direkayasa terdiri dari:
A. PPh 21 Karyawan
1. PPh ditanggung karyawan yang bersangkutan
2. tunjangan PPh
3. PPh yang ditanggung oleh perusahaan
B. Pengobatan atau kesehatan karyawan
1. perusahaan mendirikan klinik sendiri atau bekerjasama dengan pihak rumah
sakit
2. karyawan diberi tunjangan kesehatan secara rutin baik sakit maupun tidak
- 22 -
3. karyawan diikut sertakan asuransi kesehatan, sehingga klaim jika sakit
dilakukan ke perusahaan asuransi
C. Pembayaran premi asuransi
1. premi yang ditanggung perusahaan
2. premi yang ditanggung oleh karyawan yang bersangkutan
3. premi yang sebagian ditanggung perusahaan dan sebagian ditanggung oleh
karyawan
D. Iuran pensiun dan iuran jaminan hari tua
1. iuran yang ditanggung perusahaan
2. iuran yang ditanggung oleh karyawan yang bersangkutan
3. iuran yang sebagian ditanggung karyawan dan sebagian ditanggung
perusahaan
E. Rumah dinas karyawan
1. perusahaan menyediakan rumah dinas
2. perusahaan memberikan tunjangan perumahan
F. Transportasi untuk karyawan
1. perusahaan menyediakan mobil dinas
2. perusahaan memberikan tunjangan transportasi
G. Pakaian kerja Karyawan
1. pakaian kerja sehubungan dengan lingkungan kerja, misalnya satpam,
seragam pegawai hotel, seragam pilot
2. seragam karyawan pada umumnya
- 23 -
H. Makanan dan natura lainnya
1. Perusahaan memberikan beras atau menyediakan catering untuk karyawan
2. tunjangan beras atau uang makan
I. Bonus dan jasa pruduksi
1. dibebankan dalam tahun berjalan
2. dibebankan pada laba ditahan
7. Pemilihan metode penilaian persediaan.
Penentuan metode penilaian persediaan cukup penting dalam perencanaan
pajak terutama untuk perusahaan yang bergerak dibidang manufaktur dan
perdagangan. Ada dua metode penilaian persediaan yang diizinkan oleh peraturan
perpajakan yaitu metode rata-rata (average) dan metode masuk pertama keluar
pertama ( first in fist out atau FIFO). Dalam kondisi perekonomian yang cenderung
mengalami inflasi, metode rata-rata akan menghasilkan harga pokok yang lebih tinggi
dibandingkan dengan metode FIFO. Harga pokok yang tinggi akan mengakibatkan
laba kotor menjadi kecil sehingga laba kena pajak juga menjadi lebih kecil.
8. Untuk pengadaan aktiva tetap dapat mempertimbangkan sewa guna usaha (leasing).
Untuk pendanaan aktiva tetap dapat dipertimbangkan sewa guna usaha
(leasing) disamping pembelian langsung. Karena jangka waktu leasing umumnya
lebih pendek dari umur aktiva dan pembeyaran leasing dapat dibiayakan seluruhnya.
Dengan demikian aktiva tersebut dapat dibiayakan lebih cepat dibandingkan melalui
penyusutan jika pembelian dilakukan secara langsung.
Sewa guna usaha (leasing) adalah suatu kontrak antara pemilik barang modal
dengan pemakai barang modal. Pemilik barang modal memberikan hak kepada
- 24 -
pemakai barang modal untuk menggunakan barang modal selama jangka waktu
tertentu dengan imbalan berkala yang besarnya tergantung dari perjanjian yang
dibuat.
Sewa guna usaha dibedakan menjadi sewa guna usaha dengan hak opsi
(finance lease) dan sewa guna usaha tanpa hak opsi (operating lease). Sewa guna
usaha dengan hak opsi adalah sewa guna usaha dimana penyewa pada akhir masa
kontrak mempunyai hak opsi untuk membeli barang modal berdasarkan nilai sisa
yang disepakati. Sedangkan sewa guna usaha tanpa hak opsi adalah sewa guna usaha
dimana penyewa pada akhir masa kontrak tidak mempunyai hak opsi untuk membeli
barang modal.
Ada beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam perencahaan pajak dalam hal
pengadaan aktiva tetap, antara lain:
1. Apabila membeli secara langsung maka jumlah yang dapat dibiayakan untuk
menghitung penghasilan kena pajak adalah biaya penyusutan.
2. Besarnya biaya penyusutan antara lain ditentukan oleh metide penyusutan dan
umur ekonomis yang telah ditetapkan oleh peraturan pemerintah.
3. Apabila membeli secara leasing maka semua biaya yang dikeluarkan untuk
membayar leasing tersebut dapat dibiayakan pada tahun yang bersangkutan.
4. Masa sewa guna usaha bisa lebih pendek dari umur ekonomisnya, sehingga
perusahaan dapat membiayakan perolehan aktiva tetap lebih cepat dibandingkan
bila menggunakan penyusutan. Masa sewa guna usaha ditentukan sekurang-
kurangnya dua tahun untuk barang modal golongan satu, tiga tahun untuk barang
modal golongan dua dan tiga serta tujuh tahun untuk golongan bangunan.
- 25 -
Pendanaan aktiva baru sebaiknya membeli langsung atau melalui finance
lease? Langkah pertama adalah menentukan suku bunga yang akan digunakan yaitu
bunga deposito, bunga pinjaman dan bunga leasing. Bunga leasing dihitung
berdasarkan data yang diperoleh dari perusahaan-perusahaan leasing. Tingkat bunga
leasing rata-rata adalah sepuluh persen diatas bunga pinjaman, karena sebagian besar
perusahaan leasing sumber dananya berasal dari pinjaman. Langkah berikutnya
adalah menghitung besarnya angsuran biaya leasing yang harus dibayar tiap
bulannya.
9. Melalui pemilihan metode penyusutan.
Penyusutan adalah alokasi jumlah suatu aktiva yang tidak disusutkan
sepanjang masa manfaat diestimasi (PSAK: 17). Penyusutan perlu dilakukan karena
manfaat yang diberikan dan nilai dari aktiva tersebut semakin berkurang. Penilaian
aktiva dibebankan secara bertahap.
Sebagaimana telah diatur dalam pasal 9 ayat 2 undang-undang pajak
penghasilan bahwa pengeluaran untuk mendapatkan manfaat, menagih dan
memelihara penghasilan yang mempunyai masa manfaat lebih dari satu tahun tidak
boleh dibebankan sekaligus, melaikan dibebankan melalui penyusutan. Dalam
ketentuan ini pengeluaran yang mempunyai masa manfaat lebih dari satu tahun tidak
boleh dikurangkan sebagai biaya sekaligus pada tahun pengeluarannya.
Penyusutan fiskal dimulai pada bulan perolehan. Penyusutan fiskal harus
dilakukan sebulan penuh. Pengecualian dari ketentuan ini hanya terjadi karena:
1. Harta atau aktiva yang masih dalam proses pengerjaan
- 26 -
Penyusutan dimulai pada tahun selesainya pekerjaan tersebut. Jadi walaupun pada
umumnya penyusutan atas harta atau aktiva dimulai pada tahun perolehan tetapi
untuk harta atau aktiva yang pekerjaannya memerlukan waktu lebih dari satu
tahun, perhitungan penyusutan dimuali saat selesainya harta atau aktiva yang
bersangkutan.
2. Harta atau aktiva dalam usaha leasing
Pernyusutan terhadap harta dalam usaha leasing khususnya operating lease-sewa
guna usaha tanpa hak opsi dimulai pada bulan harta tersebut disewa guna
usahakan.
3. Wajib pajak yang mengajukan permohonan kepada direktur jendral pajak.
Apabila tidak mengikuti prinsip umum penyusutan. Misalnya penyusutan baru
dilakukan ptahun harta atau aktiva tersebut menghasilkan.
Penyusutan aktiva tetap yang diakui oleh fiskus sejak tahun 1995 terdiri dari
dua metode yaitu garis lurus dan metode saldo menurun. Besarnya tarif penyusutan
adalah:
Table 2.3: Besarnya Tarif Penyusutan
TARIF DEPRESIASI KELOMPOK HARTA BERWUJUD
MASA MANFAAT GARIS
LURUS SALDO
MENURUN I. BUKAN BANGUNAN
KEL 1 4 TAHUN 25 % 50 % KEL 2 8 TAHUN 12,5 % 25 % KEL 3 16 TAHUN 6,25 % 12,5 % KEL 4 20 TAHUN 5 % 10 %
II. BANGUNAN PERMANEN 20 TAHUN 20 % -
TIDAK PERMANEN 10 TAHUN 10 % - Sumber: Perpajakan (Mardiasmo, 2003) halaman 128
- 27 -
Penyusutan dengan metode garis lurus akan menghasilkan biaya penyusutan
yang sama tiap periodenya. Sedangkan saldo menurun akan menghasilkan biaya
penyusutan yang lebih besar pada awal periode dan makin menurun pada periode-
periode berikutnya. Pada saat umur ekonomis aktiva tersebut habis, maka jumlah
akumulasi penyusutan dari kedua metode ini sama.
Untuk mengefisiensi beban pajak sebelum menentukan metode penyusutan
mana yang akan digunakan, terlebih dahulu haruslah melihat kondisi dari perusahaan
yang bersangkutan. Jika kondisi perusahaan laba dan besarnya penghasilan kena
pajak telah mencapai tarif pajak tertinggi maka metode saldo menurun lebih
menguntungkan. Tetapi sebaliknya jika kondisi perusahaan rugi maka lebih baik
menggunakan metode garis lurus.
10. Menghindari dari pengenaan pajak dengan cara mengarahkan kepada transaksi yang
bukan objek pajak.
Menghindari penggenaan pajak dengan cara mengarahkan pada transaksi
bukan pajak seperti menanamkan modal pada persekutuan, menjual barang-barang
yang termasuk barang tidak kena pajak dan sebagainya maupun melakukan kegiatan-
kegiatan internal yang tidak dikenai pajak misalnya pemberian natura dalam bentuk
tunjangan.
11. Mengoptimalkan kredit pajak yang diperkenankan.
Mengoptimalkan kredit pajak yang dikenakan, untuk ini wajib pajak harus jeli
untuk memperoleh informasi mengenai pembayaran pajak apa saja yang dapat
dikreditkan. Seperti melakukan kegiatan ekspor. Pada para eksporir dikenakan pajak
- 28 -
0 % di Indonesia, tetapi jika dinegara tujuan dikenakan pajak maka pajak yang
dipungut di negara tujuan dapat dikreditkan.
12. Penundaan pembayaran kewajiban pajak dapat dilakukan dengan cara melakukan
pembayaran pada saat mendekati tanggal jatuh tempo.
Penundaan pembayaran kewajiban pajak dapat dilakukan dengan cara
melakukan pembayaran pada saat mendekati tanggal jatuh tempo. Khusus untuk
menunda pembayaran pajak pertambahan nilai dapat dilakukan dengan menunda
penerbitan faktur pajak sampai batas waktu yang diperkenankan terutama untuk
penjualan kredit.
13. Menghindari pemeriksaan pajak.
Pemeriksaan pajak oleh direktorat jendral pajak dilakukan terhadap wajib
pajak yang:
1. SPT lebih bayar yang direstitusi
2. SPT rugi selama dua tahun berturut-turut
3. tidak memasukkan SPT atau terlambat memasukkan SPT
4. terdapat informasi pelanggaran
5. memenuhi kriteria tertentu yang telah ditetapkan oleh direktorat jendral pajak
Ada beberapa cara yang dapat dilakukan untuk menghindari kelebihan
pembayaran pajak, yaitu:
1. Mengajukan pengurangan pembayaran lump sum (angsuran masa) PPh pasal 25
ke kantor pelayanan pajak yang bersangkutan, apabila diperkenankan dalam tahun
pajak berjalan akan terjadi kelebihan pembayaran pajak.
- 29 -
2. Mengajukan permohonan pembebasan PPh pasal 22 impor apabila perusahaan
melakukan impor.
14. Menghindari pelanggaran terhadap peraturan perpajakan yang berlaku.
Menghindari pelanggaran terhadap peraturan perpajakan dapat dilakukan
dengan cara menguasai peraturan perpajakan yang berlaku. Selain itu, karena
seringnya peraturan perpajakan diperbarui atau adanya peraturan baru baik dengan
pergantiaan undang-undang perpajakan, keluarnya surat keputusan menteri keuangan
(SK) maupun surat edaran direktorat jendral pajak (SE) maka wajib pajak harus
mengikuti perkembangan peraturan perpajakan.
- 30 -
BAB III
GAMBARAN UMUM
III.1 Sejarah Umum Perusahaan
Perusahaan yang menjadi objek penelitian penulis berada di kota Salatiga.
Perusahaan yang dimiliki oleh Tn. L bergerak dalam pembuatan makanan kecil.
Perusahaan ini berdiri sekitar tahun 1990an, dimana sebelumnya Tn. L beserta istrinya
(Ny. N) mengelola pabrik makanan peninggalan ayah dari Ny. N. karena keinginan untuk
mandiri itulah Tn. L dan Ny. N memutuskan untuk berwiraswasta dengan memproduksi
salah satu jenis makanan yang juga dibuat oleh pabrik tersebut.
Pada awal berdirinya perusahaan perorangan ini, dalam proses produksinya hanya
dilakukan oleh Tn. L dan Ny. N saja dan dengan peralatan yang masih sederhana. Kini
setelah enam belas tahun pendirian perusahaan perorangan ini, mempekerjakan lima
karyawan dan peralatan yang cukup modern. Karyawan-karyawan tersebut dibagi pada
beberapa bagian yaitu dua karyawan pada bagian produksi, dua karyawan pada bagian
pembungkusan dan yang satunya pada bagian penjualan. Tn. L tetap ambil bagian pada
proses produksi sedangkan Ny. N pada bagian penjualan.
Perusahaan perorangan ini mendaftarkan dirinya sebagai Wajib Pajak pada tahun
2005. Ketidaktauan dari pemilik perusahaan mengenai pajak maka pemilik
mempercayakan pemenuhan kewajiban perpajakannya pada pensiunan pegawai pajak.
Pada tahun 2006 Tn. L belajar untuk mandiri dengan menghitung, membayar dan
melaporkan sendiri kewajiban pajaknya.
- 31 -
Penghasilan dari usahanya kurang dari Rp. 600.000.000,- dalam satu tahun maka
perusahaan milik Tn. L memilih menggunakan norma pencatatan. Hal ini diperbolehkan
oleh peraturan perpajakan yakni omset dalam satu tahun kurang dari Rp. 600.000.000,-
bagi wajib pajak orang pribadi dapat menggunakan pembukuan maupun norma
pencatatan. Aturan ini diperbarui pada tahun 2007 dengan dikeluarkannya peraturan
menteri keuangan nomer 1/PMK.03/2007 dan berlaku mulai tanggal 1 Januari yaitu
omset satu tahun dibawah Rp. 1.800.000.000,- masih dapat menggunakan norma
pencatatan. Dalam norma pencatatan ini ternyata tidak mengakui adanya kerugian serta
tidak dapat dilakukan suatu tindakan untuk mengghemat pajak. Oleh karena itu pada
tahun 2007 Tn. L ingin mengganti sistem penghitungan pajak dari norma pencatatan
menjadi pembukuan. Tanpa mengurangi esensi dari penulisan ini, penulis tidak dapat
memberikan gambaran lebih terperinci guna merahasiakan identitas objek penelitiannya.
III.2 Metode Penelitian
1. Jenis Data
Data yang akan digunakan dalam penelitian ini adalah data primer. Data primer
adalah sumber data penelitian yang diperoleh secara langsung umumnya berupa bukti
atau catatan yang tidak dipublikasikan. Data yang digunakan dalam pembuatan suatu
perencanaan pajak berasal dari laporan keuangan yang berupa laporan laba rugi
secara terperinci. Karena perusahaan perorangan yang menjadi objek penelitian
penulis hanya menggunakan pencatatan sebagai dasar perhitungan pajaknya maka
data yang diperlukan antara lain catatan penjualan, pembelian, penerimaan dan
pengeluaran kas, pemakaian bahan baku, serta catatan hutang dan piutang. Dari data
- 32 -
tersebut penulis terlebih dahulu harus mengolah data menjadi laporan keuangan
perusahaan berupa laporan laba-rugi dan neraca.
2. Metode Pengumpulan Data
Metode pengumpulan data yang digunakan penulis dalam menyusun kertas karya ini
antara lain sebagai berikut:
a. Wawancara
Wawancara merupakan metode pengumpulan data dengan cara mengadakan
Tanya jawab langsung dengan orang-orang yang berhubungan langsung dengan
objek penelitian.
b. Dokumentasi
Dokumentasi adalah metode pengumpulan data dengan mengadakan
pengumpulan data dan dokumen secara langsung di dalam penelitian.
3. Teknik Analisis
Untuk menjawab permasalahan yang ditampilkan, penulis menggunakan:
a. Teknik Deskriptif Kualitatif
Yaitu teknik analisis dengan cara menggambarkan serta menganalisis data
berdasarkan teori yang ada serta kenyataan yang terjadi di lapangan. Teknik ini
digunakan oleh penulis untuk menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi
besarnya pajak terutang untuk wajib pajak badan.
b. Teknik Deskriptif Kuantitatif
Yaitu teknik analisis data dengan cara menggambarkan dan menganalisis data
dengan menggunakan perhitungan angka-angka. Teknik ini digunakan oleh
penulis untuk membandingkan antara metode yang satu dengan metode lainnya
- 33 -
mana yang lebih memberi keuntungan bagi perusahaan di bidang perpajakan.
Teknik ini juga digunakan oleh penulis untuk menentukan besarnya laba yang
diperoleh dari suatu perencanaan pajak.
- 34 -
BAB IV
PEMBAHASAN
Wajib pajak dapat menggunakan norma perhitungan maupun pembukuan untuk
dapat melakukan kewajiban perpajakannya. Khusus untuk wajib pajak badan tidak
diperkenankan menggunakan norma perhitungan. Sedangkan untuk wajib pajak orang
pribadi, norma perhitungan dapat digunakan dengan syarat peredaran usahanya kurang
dari enam ratus juta rupiah setahun sebagaimana telah diperbarui menjadi satu koma
delapan milyar rupiah setahun dengan Peraturan Menteri Keuangan nomer
1/PMK.03/2007 tanggal 16 Januari 2007.
Norma perhitungan dan pembukuan menghasilkan beban pajak yang berbeda. Hal
ini disebabkan karena dasar penentuan laba/rugi netonya berbeda. Jika dengan
pembukuan, laba neto berasal dari penjualan yang dikurangi dengan harga pokok dan
biaya-biaya, sedangkan norma perhitungan laba neto ditentukan dari penjualan yang
dikalikan dengan persentase perkiraan laba yang telah ditetapkan. Hasil dari norma
perhitungan akan selalu positif atau laba karena norma perhitungan tidak menunjukan
keadaan yang sebenarnya. Sedangkan pada pembukuan hasilnya bisa laba dan bisa juga
rugi. Dengan menggunakan pembukuan wajib pajak dapat melakukan suatu efisiensi
pajak dengan jalan tax planning atau perencanaan pajak.
Tn. L merupakan wajib pajak orang pribadi yang memiliki usaha dalam bidang
industri makanan kecil. Bentuk badan hukum ini dipilih karena dalam proses
pendiriannya sederhana. Dalam melaksanakan kewajiban perpajakannya Tn. L
- 35 -
menggunakan pembukuan, karena dengan adanya pembukuan maka dapat diketahui
keadaan usahanya dengan sebenar-benarnya. Metode penilaian persediaan yang dipilih
oleh Tn. L adalah metode FIFO (First In First Out) karena kos atau harga pokok
persediaan lebih mencerminkan nilai yang sesungguhnya. Metode garis lurus yang
merupakan metode penyusutan dipilih karena dalam perhitungannya mudah sebab
besarnya penyusutan tiap tahunnya sama. Sedangkan untuk pendanaan aktiva tetap
dilakukan secara tunai karena Tn. L tidak mau terbebani tiap bulannya dengan angsuran.
Berikut adalah laporan laba-rugi perusahaan Tn. L yang diolah dari data mentah
yang tersedia. Laporan laba-rugi ini akan dibahas lebih lanjut dalam sub bab berikutnya
untuk mengetahui tax planning yang dapat dilakukan dan berapa besarnya keuntungan
yang diperoleh dari suatu perencanaan pajak.
Laporan Laba-Rugi Perusahaan Tn. L
Per 31 Desember 2006 Penjualan Bersih 227.500.000 HPP: Persediaan Awal Barang Jadi 0 Harga Pokok Produksi:
Persediaan Barang Dalam Proses Awal 0 Biaya Produksi: Persediaan Awal Bahan Baku 1.700.000
Pembelian 79.050.000 Biaya Angkut Pembelian 1.780.000 Retur dan Potongan Pembelian ( 0) 82.530.000 Persediaan Akhir Bahan Baku ( 1.300.000) Harga Pokok Bahan Baku 81.230.000 Biaya Tenaga Kerja Langsung 36.000.000 BOP: Bi. T.K.Tak Langsung 30.000.000 Bi. Listrik dan Air 1.460.000 Bi. Rep. Peralatan 600.000 Bi. Bahan Bakar 6.200.000 Bi. Pengepakan 3.500.000 PBB 25.000
- 36 -
Bi. Dep. Peralatan 1.750.000 Bi. Dep. Gedung 9.000.000 Total BOP 52.535.000 Total Biaya Produksi 169.765.000
Persediaan Barang Dalam Proses Akhir ( 0) Harga Pokok Produksi 169.765.000 Persediaan Barang Jadi Akhir ( 0)
HPP (169.765.000) LABA KOTOR 57.735.000
Biaya-Biaya: Biaya Administrasi Dan Umum: Biaya Keamanan dan Kebersihan 720.000 Pembelian Alat Tulis 500.000 Biaya Makan Karyawan 10.800.000 Tunjangan Hari Raya 5.500.000
Total Biaya Administrasi Dan Umum 17.520.000 Biaya Penjulan: Biaya Telepon 2.350.000 Biaya Bahan Bakar Kendaraan 1.800.000 Biaya Rep. Kendaraan 400.000 Biaya Dep. Kendaraan 2.500.000 Total Biaya Penjualan 7.050.000 Total Biaya ( 24.570.000) LABA BERSIH 33.165.000
Penghasilan Tidak Kena Pajak: WP Pribadi 13.200.000 WP Kawin 1.200.000 Tanggungan (2 orang) 2.400.000 Total Penghasilan Tidak Kena Pajak ( 16.800.000) PENGHASILAN KENA PAJAK 16.365.000
Pajak Penghasilan Terutang: 5 % x 16.365.000 = Rp. 818.250,- Sumber: Data Diolah (2007)
IV.1. Mengambil Keuntungan Dari Pemilihan Bentuk Badan Hukum
Tn. L memilih bentuk badan hukum perseorangan karena bentuk bahan hukum ini
sangat sederhana dalam proses pendiriannya. Dalam segi pajak sasngat menguntungkan
yaitu dengan adanya pengurangan penghasilan sebesar Rp. 16.800.000,-. Selain itu
dengan memilih bentuk badan hukum perseorangan mendapat perlakuan tarif yang
berbeda. Dibawah ini menunjukan perbedaan besarnya pajak terutang antara bentuk
perorangan dan badan.
- 37 -
Wajib Pajak Badan
Laba bersih : Rp. 33.165.000,- PPh terutang : Rp. 33.165.000 x 10 % = Rp. 3.316.500,- Wajib Pajak Perorangan
Laba bersih : Rp. 33.165.000,- PTKP : Rp. 16.800.000,- Penghasilan Kena Pajak : Rp. 16.365.000,- PPh terutang : Rp. 16.365.000 x 5 % = Rp. 818.250,- Dengan memilih bentuk perusahaan perorangan, Tn. L telah menghemat beban pajaknya
sebesar Rp. 2.498.250,-. Jumlah ini didapat dari selisih Rp. 3.316.500 dan Rp. 818.250,-.
IV.2. Memilih Lokasi Perusahaan
Karena letaknya yang berada di tengah kota Salatiga, maka perusahaan milik Tn.
L tidak memperoleh insentif pajak maupun fasilitas perpajakan lainnya, karena insentif
pajak umumnya diberikan pada perusahaan yang didirikan di daerah terpencil. Tn. L
memilih tempat di tengah kota Salatiga atas pertimbangan tempatnya strategis, karena
dekat dengan pemasok bahan baku. Selain itu, transportasi bagi pembeli juga mudah.
IV.3. Mengambil Keuntungan Dari Pengecualian, Potongan Dan Pengurangan
Penghasilan Kena Pajak
Langkah ini telah dilakukan oleh Tn. L dengan membeli peralatan pada bulan Juli
2006. Hal ini dilakukan mengingat peralatan yang ada sudah tidak mampu memproduksi
secara optimal. Selain untuk pembelian aktiva, sebenarnya sebagian laba dapat digunakan
untuk melakukan riset atau percobaan, seperti untuk mencoba membuat produk makanan
baru. Dengan adanya biaya-biaya tersebut penghasilan yang dikenai pajak akan menjadi
lebih rendah.
- 38 -
IV.4. Mendirikan Perusahaan Dalam Satu Jalur Usaha
Karena perusahaan milik Tn. L merupakan usaha rumahan yang masih dapat
dikatakan sebagai usaha kecil, Tn. L tidak memiliki perusahaan lain. Oleh sebab itu Tn. L
tidak dapat menggunakan alternatif ini sebagai salah satu bagian dalam perencanaan
pajak.
IV.5. Mendirikan Perusahaan Yang Berfungsi Sebagai Profit Center Dan Cost Center
Perusahaan milik Tn. L tidak memiliki perusahaan lain maupun perusahaan
cabang maka langkah ini tidak dapat digunakan sebagai salah satu unsur perencanaan
pajak.
IV.6. Memberikan Tunjangan Kepada Karyawan
Perusahaan milik Tn. L memberikan kesejahteraan pada karyawannya berupa
pemberian uang penggantian pengobatan serta menyediakan makanan untuk seluruh
karyawan. Dari keduanya, hanya penyediaan makanan yang dapat dibiayakan. Sedangkan
uang penggantian pengobatan tidak dapat dibiayakan karena tidak diberikan kepada
semua karyawan dan tidak diterima oleh karyawan secara terus-menerus. Sebenarnya
biaya ini dapat dibiayakan dengan cara memerikannya dalam bentuk tunjangan
kesehatan. Besarnya biaya penggantian pengobatan selama tahun 2007 sebesar Rp.
1.800.000,- yang diberikan kepada kelima karyawannya.
Berikut perhitungan laba kena pajak bila biaya pengobatan diberikan sebagai
tunjangan (asumsi Rp. 1.800.000,- untuk lima karyawan dalam satu tahun maka untuk
tiap karyawan sebesar Rp. 30.000,-/bulan) atau hanya penggantian pengobatan saja:
1. Tunjangan Kesehatan
Laba Kotor : 57.735.000 Biaya-biaya : (24.570.000)
- 39 -
Tunjangan Karyawan : (1.800.000) Laba Bersih : 31.365.000 PTKP : (16.800.000) Penghasilan Kena Pajak : 14.565.000 Pajak Terutang : 14.565.000 X 5 % = Rp. 728.250,-
2. Penggantian Pengobatan
Laba Kotor : 57.735.000 Biaya-biaya : (24.570.000) Penggantian Pengobatan : 0 Laba Bersih : 33.165.000 PTKP : (16.800.000) Penghasilan Kena Pajak : 16.365.000 Pajak Terutang : 16.365.000 X 5 % = Rp. 818.250,-
Dengan memilih memberikan tunjangan kesehatan untuk mensejahterakan karyawannya,
perusahaan menghemat pajak sebesar Rp. 90.000,-. Jumlah ini didapat dari selisih antara
Rp. 818.250,- dan Rp. 728.250,-.
IV.7. Pemilihan Metode Penilaian Persediaan
Berikut perbandingan perhitungan besarnya pajak terutang bila Tn. L
menggunakan metode FIFO dan metode rata-rata:
1. Metode FIFO
Table 4.1: Perhitungan Persediaan Bahan Baku dengan Metode FIFO
BLN KET JML HARGA SATUAN D K SALDO
SALDO 20 85.000 1.700.000 1 BELI 60 90.000 5.400.000 7.100.000 PAKAI 55 20 85.000 1.700.000 35 90.000 3.150.000 4.850.000 2.250.000 2 BELI 65 100.000 6.500.000 8.750.000 PAKAI 50 25 90.000 2.250.000 25 100.000 2.500.000 4.750.000 4.000.000 3 BELI 60 110.000 6.600.000 10.600.000 PAKAI 45 40 100.000 4.000.000 5 110.000 550.000 6.050000 4.550.000 6.050.000
- 40 -
Table 4.1 Lanjutan
4 BELI 70 115.000 8.050.000 14.100.000 PAKAI 60 55 110.000 6.050.000 5 115.000 575.000 6.625.000 7.475.000 5 BELI 60 110.000 6.600.000 14.075.000 PAKAI 60 115.000 6.900.000 7.175.000 6 BELI 50 115.000 5.750.000 12.925.000 PAKAI 50 5 115.000 575.000 45 110.000 4.950.000 5.525.000 7.400.000 7 BELI 40 120.000 4.800.000 12.200.000 PAKAI 50 15 110.000 1.650.000 35 115.000 4.025.000 5.675.000 6.525.000 8 BELI 50 125.000 6.250.000 12.775.000 PAKAI 65 15 115.000 1.725.000 40 120.000 4.800.000 10 125.000 1.250.000 7.775.000 5.000.000 9 BELI 50 120.000 6.000.000 11.000.000 PAKAI 55 40 125.000 5.000.000 15 120.000 1.800.000 6.800.000 4.200.000
10 BELI 60 125.000 7.500.000 11.700.000 PAKAI 65 35 120.000 4.200.000 30 125.000 3.750.000 7.950.000 3.750.000
11 BELI 65 120.000 7.800.000 11.550.000 PAKAI 70 30 125.000 3.750.000 40 120.000 4.800.000 8.550.000 3.000.000
12 BELI 60 130.000 7.800.000 10.800.000 PAKAI 75 25 120.000 3.000.000 50 130.000 6.500.000 9.500.000 1.300.000
Sumber: Data Diolah (2007)
Berikut adalah laporan laba-rugi perusahaan Tn. L yang diolah dari data mentah
yang tersedia dan menggunakan metode FIFO sebagai metode penilaian persediaan.
- 41 -
Laporan Laba-Rugi Perusahaan Tn. L
Per 31 Desember 2006 Penjualan Bersih 227.500.000 HPP: Persediaan Awal Barang Jadi 0 Harga Pokok Produksi:
Persediaan Barang Dalam Proses Awal 0 Biaya Produksi: Persediaan Awal Bahan Baku 1.700.000
Pembelian 79.050.000 Biaya Angkut Pembelian 1.780.000 Retur dan Potongan Pembelian ( 0) 82.530.000 Persediaan Akhir Bahan Baku ( 1.300.000) Harga Pokok Bahan Baku 81.230.000 Biaya Tenaga Kerja Langsung 36.000.000 BOP 52.535000 Total Biaya Produksi 169.765.000
Persediaan Barang Dalam Proses Akhir ( 0) Harga Pokok Produksi 169.765.000 Persediaan Barang Jadi Akhir ( 0)
HPP (169.765.000) LABA KOTOR 57.735.000
Biaya-Biaya Operasional (24.570.000) LABA BERSIH 33.165.000
PTKP (16.800.000) Penghasilan Kena Pajak 16.365.000 PPH terutang : 16.365.000 X 5 % = Rp. 818.250,- Sumber: Data Diolah (2007) 2. Metode rata-rata
Table 4.2: Perhitungan Persediaan Bahan Baku dengan Metode Rata-Rata
BLN KET JML HARGA SATUAN D K SALDO
SALDO 20 85.000 1.700.000 1 BELI 60 90.000 5.400.000 7.100.000 PAKAI 55 88.750 4.881.250 2.218.750 2 BELI 65 100.000 6.500.000 8.718.750 PAKAI 50 96.875 4.843.750 3.875.000 3 BELI 60 110.000 6.600.000 10.475.000 PAKAI 45 104.750 4.713.750 5.761.250 4 BELI 70 115.000 8.050.000 13.811.250 PAKAI 60 110.490 6.629.400 7.181.850 5 BELI 60 110.000 6.600.000 13.781.850
- 42 -
Table 4.2 Lanjutan
PAKAI 60 110.255 6.615.300 7.166.550 6 BELI 50 115.000 5.750.000 12.916.550 PAKAI 50 112.318 5.615.900 7.300.650 7 BELI 40 120.000 4.800.000 12.100.650 PAKAI 50 115.244 5.762.200 6.338.450 8 BELI 50 125.000 6.250.000 12.588.450 PAKAI 65 119.890 7.792.850 4.795.600 9 BELI 50 120.000 6.000.000 10.795.600 PAKAI 55 119.951 6.597.305 4.198.295
10 BELI 60 125.000 7.500.000 11.698.295 PAKAI 65 123.140 8.004.100 3.694.195
11 BELI 65 120.000 7.800.000 11.494.195 PAKAI 70 120.992 8.469.440 3.024.755
12 BELI 60 130.000 7.800.000 10.824.755 PAKAI 75 127.350 9.551.250 1.273.505
Sumber: Data Diolah (2007)
Berikut adalah laporan laba-rugi perusahaan Tn. L yang diolah dari data mentah
yang tersedia dan menggunakan metode Rata-rata sebagai metode penilaian persediaan.
Laporan Laba-Rugi Perusahaan Tn. L
Per 31 Desember 2006 Penjualan Bersih 227.500.000 HPP: Persediaan Awal Barang Jadi 0 Harga Pokok Produksi:
Persediaan Barang Dalam Proses Awal 0 Biaya Produksi: Persediaan Awal Bahan Baku 1.700.000
Pembelian 79.050.000 Biaya Angkut Pembelian 1.780.000 Retur dan Potongan Pembelian ( 0) 82.530.000 Persediaan Akhir Bahan Baku ( 1.273.505) Harga Pokok Bahan Baku 81.256.495 Biaya Tenaga Kerja Langsung 36.000.000 BOP 52.535.000 Total Biaya Produksi 169.791.495
Persediaan Barang Dalam Proses Akhir ( 0) Harga Pokok Produksi 169.791.495 Persediaan Barang Jadi Akhir ( 0)
HPP (169.791.495) LABA KOTOR 57.708.505
- 43 -
Biaya-Biaya Operasional (24.570.000) LABA BERSIH 33.138.505 PTKP (16.800.000) Penghasilan Kena Pajak 16.338.505 PPH terutang : 16.338.000 X 5 % = Rp. 816.900,- Sumber: Data Diolah (2007) Besarnya penghematan yang didapat dengan memilih metode rata-rata sebagai metode
penilaian persediaan sebesar 1.350 rupiah.
IV.8. Pendanaan Aktiva Tetap
Pada saat pembeli aktiva kelompok satu lainnya, Tn. L bisa saja menggunakan
leasing. Dibawah ini adalah tabel angsuran untuk leasing dari aktiva yang dibeli oleh Tn.
L pada bulan Juli 2006 dengan bunga leasing 15%:
Table 4.3: Besarnya Angsuran Leasing BLN KE ANGSURAN POKOK BUNGA TOTAL ANGSURAN AKUMULASI
1 500.000 75.000 575.000 575.000 2 500.000 75.000 575.000 1.150.000 3 500.000 75.000 575.000 1.725.000 4 500.000 75.000 575.000 2.300.000 5 500.000 75.000 575.000 2.875.000 6 500.000 75.000 575.000 3.450.000 7 500.000 75.000 575.000 4.025.000 8 500.000 75.000 575.000 4.600.000 9 500.000 75.000 575.000 5.175.000 10 500.000 75.000 575.000 5.750.000 11 500.000 75.000 575.000 6.325.000 12 500.000 75.000 575.000 6.900.000
Sumber: perusahaan leasing X
Berdasarkan perhitungan tabel leasing dari bulan Juli sampai dengan bulan
Desember 2006, total lease fee secara nominal adalah Rp. 3.450.000,- (Rp. 575.000,- X
6). Walaupun leasing lebih mahal dari pembelian langsung, tetapi penghematan pajaknya
juga lebih besar karena semua leasing fee dapat dibiayakan untuk menghitung
penghasilan kena pajak dan jangka waktu leasing lebih pendek dari umur ekonomisnya.
- 44 -
Berikut perbandingan besarnya pajak penghasilan bila pendanaan aktiva secara langsung
dan secara leasing:
Leasing:
Laporan Laba-Rugi Perusahaan Tn. L
Per 31 Desember 2006 Penjualan Bersih 227.500.000 HPP: Persediaan Awal Barang Jadi 0 Harga Pokok Produksi:
Persediaan Barang Dalam Proses Awal 0 Biaya Produksi: Harga Pokok Bahan Baku 81.230.000 Biaya Tenaga Kerja Langsung 36.000.000 BOP: Bi. T.K.Tak Langsung 30.000.000 Bi. Listrik dan Air 1.460.000 Bi. Rep. Peralatan 600.000 Bi. Bahan Bakar 6.200.000 Bi. Pengepakan 3.500.000 PBB 25.000 Bi. Dep. Peralatan lana 1.000.000 Bi. Dep. Gedung 9.000.000 Total BOP 51.785.000 Total Biaya Produksi 169.015.000
Persediaan Barang Dalam Proses Akhir ( 0) Harga Pokok Produksi 169.015.000 Persediaan Barang Jadi Akhir ( 0)
HPP (169.015.000) LABA KOTOR 58.485.000
Biaya-Biaya: Biaya Administrasi Dan Umum: Biaya Keamanan dan Kebersihan 720.000 Pembelian Alat Tulis 500.000 Biaya Makan Karyawan 10.800.000 Tunjangan Hari Raya 5.500.000 Biaya Leasing 3.450.000
Total Biaya Administrasi Dan Umum 20.970.000 Biaya Penjulan: Biaya Telepon 2.350.000 Biaya Bahan Bakar Kendaraan 1.800.000 Biaya Rep. Kendaraan 400.000 Biaya Dep. Kendaraan 2.500.000
- 45 -
Total Biaya Penjualan 7.050.000 Total Biaya ( 28.020.000) LABA BERSIH 30.465.000
PTKP (16.800.000) Penghasilan Kena Pajak 13.665.000 PPH Terutang : 13.665.000 x 5 % = Rp. 683.250,- Pembelian Langsung:
Laporan Laba-Rugi Perusahaan Tn. L
Per 31 Desember 2006 Penjualan Bersih 227.500.000 HPP: Persediaan Awal Barang Jadi 0 Harga Pokok Produksi:
Persediaan Barang Dalam Proses Awal 0 Biaya Produksi: Harga Pokok Bahan Baku 81.230.000 Biaya Tenaga Kerja Langsung 36.000.000 BOP: Bi. T.K.Tak Langsung 30.000.000 Bi. Listrik dan Air 1.460.000 Bi. Rep. Peralatan 600.000 Bi. Bahan Bakar 6.200.000 Bi. Pengepakan 3.500.000 PBB 25.000 Bi. Dep. Peralatan 1.750.000 Bi. Dep. Gedung 9.000.000 Total BOP 52.535.000 Total Biaya Produksi 169.765.000
Persediaan Barang Dalam Proses Akhir ( 0) Harga Pokok Produksi 169.765.000 Persediaan Barang Jadi Akhir ( 0)
HPP (169.765.000) LABA KOTOR 57.735.000
Biaya-Biaya Operasional (24.570.000) LABA BERSIH 33.165.000
PTKP (16.800.000) Penghasilan Kena Pajak 16.365.000 PPH terutang : 16.365.000 X 5 % = Rp. 818.250,- Besarnya penghematan pajak yang diperoleh apabila pendanaan aktiva tetapnya dengan
leasing sebesar Rp. 135.000,-. Jumlah ini didapat dari Rp. 818.250,- dikurangkan dengan
Rp. 683.250,-.
- 46 -
IV.9. Pemilihan Metode Penyusutan
Penentuan metode penyusutan adalah pada saat aktiva tersebut mulai dipakai. Hal
ini sangat menentukan masa-masa berikutnya, mengingat bahwa metode penyusutan
tidak dapat diubah samapi dengan masa manfaatnya habis. Tn. L telah menetapkan
metode garis lurus untuk seluruh aktiva tetapnya, termasuk peralatan yang dibelinya pada
bulan Juli 2006. Pada dasarnya perencanaan pajak untuk penyusutan pada perusahaan
milik Tn. L terletak pada peralatan yang baru saja. Peralatan yang baru dapat
menggunakan metode saldo menurun walaupun jenis dari peralatan ini sama dengan
peralatan yang lama.
Berikut adalah perhitungan penyusutan samapai dengan tahun 2006 dan
perbandingan besarnya pajak yang harus ditanggung oleh Tn. L apabila peralatan yang
baru menggunakan metode garis lurus dan saldo menurun:
Table 4.4: Perhitungan Penyusutan Sampai dengan Tahun 2006
AKTIVA NILAI BUKU TARIF DEPRESIASI AK. DEP NILAI SISA
TANAH (2002) 30.150.000 - - - -
BANGUNAN (2006) 180.000.000 5% 9.000.000 9.000.000 171.000.000
KENDARAAN (2005) 10.000.000 25% 2.500.000 2.500.000 7.500.000
25% 2.500.000 5.000.000 5.000.000
PERALATAN LAMA (2004) 4.000.000 25% 1.000.000 1.000.000 3.000.000
25% 1.000.000 2.000.000 2.000.000
25% 1.000.000 3.000.000 1.000.000 Sumber: Data Diolah (2007)
Tabel 4.5: Perbandingan Penyusutan untuk Peralatan Baru
METODE NILAI BUKU TARIF DEPRESIASI AK. DEP NILAI SISA
GARIS LURUS 6.000.000 25 % 750.000 750.000 5.250.000
SALDO MENURUN 6.000.000 50 % 1.500.000 1.500.000 4.500.000 Sumber: Data Diolah (2007)
- 47 -
1. Metode Garis Lurus
Laporan Laba-Rugi Perusahaan Tn. L
Per 31 Desember 2006 Penjualan Bersih 227.500.000 HPP: Persediaan Awal Barang Jadi 0 Harga Pokok Produksi:
Persediaan Barang Dalam Proses Awal 0 Biaya Produksi: Harga Pokok Bahan Baku 81.230.000 Biaya Tenaga Kerja Langsung 36.000.000 BOP: Bi. T.K.Tak Langsung 30.000.000 Bi. Listrik dan Air 1.460.000 Bi. Rep. Peralatan 600.000 Bi. Bahan Bakar 6.200.000 Bi. Pengepakan 3.500.000 PBB 25.000 Bi. Dep. Peralatan lama 1.000.000 Bi. Dep. Peralatan baru 750.000 Bi. Dep. Gedung 9.000.000 Total BOP 52.535.000 Total Biaya Produksi 169.765.000
Persediaan Barang Dalam Proses Akhir ( 0) Harga Pokok Produksi 169.765.000 Persediaan Barang Jadi Akhir ( 0)
HPP (169.765.000) LABA KOTOR 57.735.000
Biaya-Biaya: Biaya Administrasi Dan Umum: Biaya Keamanan dan Kebersihan 720.000 Pembelian Alat Tulis 500.000 Biaya Makan Karyawan 10.800.000 Tunjangan Hari Raya 5.500.000
Total Biaya Administrasi Dan Umum 17.520.000 Biaya Penjulan: Biaya Telepon 2.350.000 Biaya Bahan Bakar Kendaraan 1.800.000 Biaya Rep. Kendaraan 400.000 Biaya Dep. Kendaraan 2.500.000 Total Biaya Penjualan 7.050.000 Total Biaya ( 24.570.000) LABA BERSIH 33.165.000
PTKP (16.800.000)
- 48 -
Penghasilan Kena Pajak 16.365.000 PPH terutang : 16.365.000 X 5 % = Rp. 818.250,- Sumber: Data Diolah (2007) 2. Metode Saldo Menurun
Laporan Laba-Rugi Perusahaan Tn. L
Per 31 Desember 2006 Penjualan Bersih 227.500.000 HPP: Persediaan Awal Barang Jadi 0 Harga Pokok Produksi:
Persediaan Barang Dalam Proses Awal 0 Biaya Produksi: Harga Pokok Bahan Baku 81.230.000 Biaya Tenaga Kerja Langsung 36.000.000 BOP: Bi. T.K.Tak Langsung 30.000.000 Bi. Listrik dan Air 1.460.000 Bi. Rep. Peralatan 600.000 Bi. Bahan Bakar 6.200.000 Bi. Pengepakan 3.500.000 PBB 25.000 Bi. Dep. Peralatan lama 1.000.000 Bi. Dep. Peralatan baru 1.500.000 Bi. Dep. Gedung 9.000.000 Total BOP 53.285.000 Total Biaya Produksi 170.515.000
Persediaan Barang Dalam Proses Akhir ( 0) Harga Pokok Produksi 170.515.000 Persediaan Barang Jadi Akhir ( 0)
HPP (170.515.000) LABA KOTOR 56.985.000
Biaya-Biaya: Biaya Administrasi Dan Umum: Biaya Keamanan dan Kebersihan 720.000 Pembelian Alat Tulis 500.000 Biaya Makan Karyawan 10.800.000 Tunjangan Hari Raya 5.500.000
Total Biaya Administrasi Dan Umum 17.520.000 Biaya Penjulan: Biaya Telepon 2.350.000 Biaya Bahan Bakar Kendaraan 1.800.000 Biaya Rep. Kendaraan 400.000 Biaya Dep. Kendaraan 2.500.000
- 49 -
Total Biaya Penjualan 7.050.000 Total Biaya ( 24.570.000) LABA BERSIH 32.415.000
PTKP (16.800.000) Penghasilan Kena Pajak 15.615.000 PPH terutang : 15.615.000 X 5 % = Rp. 780.750,- Sumber: Data Diolah (2007) Dengan memilih metode penyusutan saldo menurun, Tn. L dapat menghemat beban pajak
sebesar Rp. 37.500,-. Jumlah ini didapat dari pengurangan antara Rp. 818.250 dengan Rp.
780.750,-.
IV.10. Menghindari Penggenaan Pajak Dengan Mengarahkan Pada Transaksi Bukan
Objek Pajak
Perusahaan milik Tn. L tidak melakukan kegiatan usaha lainnya sehingga tidak
dapat melakukan penghindaran pajak dengan mengarahkan pada transaksi bukan pajak.
IV.11. Mengoptimalkan Kredit Pajak
Karena tidak adanya transaksi yang merupakan objek pajak sehingga kredit pajak
yang dapat diperhitungkan oleh Tn. L hanyalah PPh pasal 25 (angsuran pajak yang
dibayarkan tiap bulannya) saja.
IV.12. Penundaan Pembayaran Kewajiban Pajak
Penundaan pembayaran dilakukan dengan membayar pada saat mendekati atau
pada hari jatuh tempo. Karena apabila pembayaran dilakukan setelah tanggal jatuh tempo
maka wajib pajak dapat dikenai sanski administrasi. Dengan melakukan penundaan
pemenuhan kewajiban perpajakan, dana yang seharusnya digunakan untuk mebayar pajak
dapat digunakan oleh Tn. L untuk membeli bahan baku, membayar hutang maupun
pengadaan peralatan.
- 50 -
IV.13. Menghindari Pemeriksaan Pajak
Untuk pemeriksaan berdasarkan informasi dari pihak lain dan wajib pajak telah
memenuhi kriteria-kriteria tertentu yang telah ditetapkan oleh direktorat jendral pajak,
wajib pajak tidak dapat menghindarinya karena hal-hal tersebut tidak dapat
diprediksikan. Sedangkan untuk tiga kriteria yang lain (SPT lebih bayar yang direstitusi,
SPT rugi selama dua tahun berturut-turut serta tidak memasukkan atau terlambat
memasukkan SPT) dapat dihindari dengan cara tidak melalukan restitusi melainkan
melakukan kompensasi untuk SPT lebih bayar, menghindari terjadinya kerugian dalam
dua tahun berturut-turut, serta melakukan pelaporan SPT tepat waktu.
IV.14. Menghindari Pelanggaran Terhadap Peraturan Perpajakan
Karena ketidaktahuan mengenai peraturan perpajakan yang berlaku, wajib pajak
dalam melakukan suatu transaksi sangat berhati-hati dan seringkali berkonsultasi dengan
orang-orang yang mengerti mengenai perpajakan.
IV.15. Besarnya Beban Pajak yang Masih Harus Ditanggung Apabila Menggunakan
Perencanaan Pajak
Setelah melihat dan membandingkan antara satu metode dengan metode lain dan
perhitungannya satu persatu, maka kita perlu mengetahui seberapa besar pajak
penghasilan yang dapat dihemat apabila menggunakan perencanaan pajak secara
keseluruhan. Berikut adalah perhitungan besarnya kewajiban perpajakan Tn. L apabila
menggunakan tax planning:
- 51 -
Laporan Laba-Rugi Perusahaan Tn. L
Per 31 Desember 2006 Penjualan Bersih 227.500.000 HPP: Persediaan Awal Barang Jadi 0 Harga Pokok Produksi:
Persediaan Barang Dalam Proses Awal 0 Biaya Produksi: Persediaan Awal Bahan Baku 1.700.000
Pembelian 79.050.000 Biaya Angkut Pembelian 1.780.000 Retur dan Potongan Pembelian ( 0) 82.530.000 Persediaan Akhir Bahan Baku ( 1.273.505) Harga Pokok Bahan Baku 81.256.495 Biaya Tenaga Kerja Langsung 36.000.000 BOP: Bi. T.K.Tak Langsung 30.000.000 Bi. Listrik dan Air 1.460.000 Bi. Rep. Peralatan 600.000 Bi. Bahan Bakar 6.200.000 Bi. Pengepakan 3.500.000 PBB 25.000 Bi. Dep. Peralatan 1.000.000 Bi. Dep. Gedung 9.000.000 Total BOP 51.785.000 Total Biaya Produksi 169.041.495
Persediaan Barang Dalam Proses Akhir ( 0) Harga Pokok Produksi 169.041.495 Persediaan Barang Jadi Akhir ( 0)
HPP (169.041.495) LABA KOTOR 58.458.505
Biaya-Biaya: Biaya Administrasi Dan Umum: Biaya Keamanan dan Kebersihan 720.000 Pembelian Alat Tulis 500.000 Biaya Makan Karyawan 10.800.000 Tunjangan Hari Raya 5.500.000 Biaya Leasing 3.450.000 Tunjangan Kesehatan 1.800.000
Total Biaya Administrasi Dan Umum 22.770.000 Biaya Penjulan: Biaya Telepon 2.350.000 Biaya Bahan Bakar Kendaraan 1.800.000 Biaya Rep. Kendaraan 400.000
- 52 -
Biaya Dep. Kendaraan 2.500.000 Total Biaya Penjualan 7.050.000 Total Biaya ( 29.820.000) LABA BERSIH 28.638.505
Penghasilan Tidak Kena Pajak: WP Pribadi 13.200.000 WP Kawin 1.200.000 Tanggungan (2 orang) 2.400.000 Total Penghasilan Tidak Kena Pajak ( 16.800.000) PENGHASILAN KENA PAJAK 11.838.505
Pajak Penghasilan Terutang: 5 % x 11.838.000 = Rp. 519.900,- Dengan mengetahui besarnya pajak yang harus ditanggung dengan menggunakan
perencanaan pajak, didapat suatu penghematan pajak yaitu sebesar Rp. 298.350,-. Jumlah
ini didapat dari pengurangan antara Rp. 818.250,- dengan Rp. 519.900,-
- 53 -
BAB V
PENUTUP
5.1. Kesimpulan
Dengan melihat hasil yang didapat dari penelitian penulis diketahui jika Tn. L
tidak menggunakan perencanaan pajak, ia harus menanggung beban pajak sebesar Rp.
818.250,-. Sedangkan apabila Tn. L menggunakan perencanaan pajak, beliau mempunyai
beban pajak sebesar Rp. 519.900,-. Sehingga Tn. L dapat mengefisiensi beban pajak
sebesar Rp. 289.350,-.
Metode atau alternatef yang harus dipilih oleh Tn. L untuk dapat mengurangi
beban pajaknya yaitu memilih bentuk badan hukum perseorangan untuk usahanya,
memberikan tunjangan kesehatan kepada karyawan, memilih metode rata-rata untuk
penilaian persediaan bahan bakunya, menggunakan leasing untuk pendanaan aktiva tetap,
dan memakai metode saldo menurun untuk penyusutan aktiva tetapnya.
Hasil dari perencanaan pajak ini belum optimal mengingat bahwa transaksi-
transaksi yang dilakukan oleh Tn. L hanyalah transaksi pembelian bahan baku dan
penjualan barang jadi dimana kedua transaksi ini tidak dikenakan Pajak Pertambahan
Nilai (PPN). Selain itu juga tidak ada perusahaan lain yang dapat meringankan beban
pajak dari Tn. L baik dalam satu jalur usaha maupun tidak, sebab jika tidak satu jalur
usaha sekalipun perusahan-perusahaan tersebut dapat dijadika profit center dan juga cost
center sehingga dapat mengakibatkan beban pajaknya menjadi lebih ringan.
- 54 -
5.2. Saran
Untuk dapat melakukan penghematan pajak, Tn. L harus memilih metode rata-
rata untuk penilaian persediaan bahan bakunya dan metode saldo menurun untuk
penyusutan aktiva tetapnya. Leasing merupakan pendanaan aktiva tetap yang
menguntungkan dalam segi pajak. Dan memberikan kesejahteraan kepada karyawannya
dalam bentuk tunjangan kesehatan.
Selain itu, Tn. L harus mengikuti perkembangan peraturan perpajakan mrngingat
seringnya peraturan perpajakan diperbarui. Baik dengan penggantian undang-undang
perpajakan maupun keluarnya surat edaran direktorat jendral pajak (SE) dan juga surat
keputusan menteri keuangan (SK).
Dalam menentukan pilihan atau mengambil suatu alternatif jangan hanya melihat
keuntungan dari segi pajak saja, tetapi harus memperhatikan aspek-aspek lain di luar
pajak. Banyak sekali pertimbangan seperti dalam menentukan bentuk badan hukum,
memilih lokasi perusahaan dan pendanaan aktiva tetap.
- 55 -
DAFTAR PUSTAKA
Suandy, Erly. 2003. Perencanaan Pajak, edisi revisi, Salemba Empat Jakarta.
Mardiasmo. 2004. Perpajakan, edisi revisi, Penerbit ANDI, Yogyakarta.
Waluyo dan Wirawan B. Ilyas. 2004. Perpajakan Indonesia, edisi revisi, Salemba Empat, Jakarta.
Kasno, Iwan. 2006. Manajemen Pajak, Modul manajemen pajak Prodram Studi DIII Perpajakan Universitas Katolik Soegijapranata Semarang.
Syukur, Abdul. Tax Planning, Modul kuliah umum tanggal 23 November 2006 Prodram Studi DIII Perpajakan Universitas Katolik Soegijapranata Semarang.
_____, Peraturan Menteri Keuangan Republik Indonesia Nomer 564/KMK.03/2004 dan Nomer 137/PMK.03/2005 tentang perubahan Penghasilan Tidak Kena Pajak
_____, Peraturan Menteri Keuangan Republik Indonesia Nomer 1/PMK.03/2007 tentang penyesuaian besarnya peredaran bruto bagi wajib pajak orang pribadi yang boleh menghitung penghasilan neto dengan norma perhitungan neto.