terjemahan jurnal an analysis of research on metacognitive teaching strategies

22

Click here to load reader

Upload: ahmad-maulana-ardi

Post on 14-Jul-2016

12 views

Category:

Documents


4 download

DESCRIPTION

Terjemahan Jurnal tentang Strategi Pengajaran Metakognitif

TRANSCRIPT

Page 1: Terjemahan Jurnal an Analysis of Research on Metacognitive Teaching Strategies

Analisis Penelitian tentang Strategi Pengajaran Metakognitif

Arthur K. Ellis, David W. Denton, John B. Bond

Seattle Pacific University, 3307 Third Avenue West, Suite 202, Seattle, WA, 98119-1950, USA

Abstrak

Metakognisi telah menjadi suatu bidang yang menarik bagi para peneliti pendidikan sejak lebih dari 40 tahun yang lalu. Telah banyak literatur yang mengkaji topik ini, baik yang berupa teoritis maupun empiris. Meskipun demikian, hanya beberapa studi yang menyimpulkan tentang langkah-langkah instruksional yang spesifik untuk meningkatkan kemampuan berpikir metakognitif siswa. Demikian pula, sedikit sekali bukti yang menunjukkan seberapa spesifik langkah-langkah tersebut dapat diimplementasikan untuk meningkatkan prestasi siswa. Tulisan ini ditujukan pada kesenjangan dalam bidang tersebut dengan cara mengidentifikasi pendekatan instruksional dari literatur empiris yang mempromosikan strategi berpikir metakognitif pada siswa tingkat dasar dan menengah menggunakan metode tinjauan pustaka.

1. Pendahuluan

Pada publikasi sebelumnya (Ellis, Bond, & Denton, 2012), kami telah mereview penelitian empiris yang berhubungan dengan pengaruh penerapan berpikir metakognitif terhadap prestasi akademik dalam populasi K-12. Terlepas dari fakta bahwa sangat sedikit penelitian eksperimental dan/atau semi-eksperimenl yang ada, kami menemukan didalamnya memang terdapat anjuran mengenai sifat yang efektif yaitu dengan instruksi dan paktek. …,… para pembaharu pendidikan telah bekerja keras untuk mengin mengintegrasikan langkah akuntabilitas baru untuk guru dan siswa di seluruh spektrum K-12. Satu perubahan yang dibawa oleh upaya ini adalah dengan pemakaian model-model evaluasi baru oleh guru, seperti The Framework For Teaching (Danielson, 2011) dan The Marzano Teacher Evaluation Scales (Marzano Research Laboratory, 2011). Model ini memiliki sejumlah kesamaan, salah satunya menjadi penekan pada refleksi guru. Menurut The Marzano Teacher Evaluation Scales, guru yang efektif merefleksi dan mengevalusi akan mengefektifkan kinerja pembelajaran mereka dan bidang kelebihan dan kekurangan pedagogisnya. Demikian pula, The Framework For Teaching menjelaskan refleksi bahwa guru merefleksikan secara analitik pada pembelajaran siswa untuk melakukan penyesuaian terhadap strategi yang mereka susun. Trend ini masuk akal mengingat bahwa jika siswa diharapkan dapat merefleksi berdasarkan pada apa yang mereka telah pelajari, maka berdasarkan model tersebut, guru akan terlibat dalam praktek refleksi.

Page 2: Terjemahan Jurnal an Analysis of Research on Metacognitive Teaching Strategies

Model-model baru yang digunakan untuk mengevaluasi guru juga mencakup deskripsi dari refleksi siswa sebagai sarana menunjukkan pemahaman tujuan pembelajaran harian (Marzano Research Laboratory,2011) dan sebagai metode pembelajaran ringkasan (Danielson, 2011). Representasi dari fenomena ini ditemukan di Common State Standards for English Language Art (2010). Dalam dokumen ini, tujuan dari refleksi yang disajikan terbatas,penggunaan subjek yang spesifik, seperti mengidentifikasi bukti dari teks informasi (ms. 18), menulis revisi dalam waktu lama (ms. 21), dan mengembangkan narasi secara rinci (hal. 43).

Bagi guru dan siswa, karakteristik bentuk refleksi ini bersifat instrumental dan objektif. Refleksi, sebagaimana didefinisikan melalui model-model evaluatif tertentu, menitikberatkan pada penilaian diri (self-assessment) untuk mendefinisikan lagi kriteria performa yang baru. Para siswa merefleksikan performa mereka dengan cara perbandingan untuk menghasilkan objek pembelajaran yang dapat diukur dan distandarisasi. Salah satu model instruksi telah secara halus menamakan jenis refleksi ini sebagai student voice (Teacher Performance Assessment, 2012), walaupun penamaan ini tidak akurat sejak bentuk refleksi ini menekankan pada otonomi, ketertarikan, dan kesadaran siswa (Brooker & MacDonald, 1999). Kebanyakan apa yang disebut dengan “student voice” ini saling mengarahkan satu sama lain, fokus pada prestasi belajar yang telah distandarisasi dan seringkali diarahkan pada kemungkinan adanya analisis kritis dan kemampuan berpikir kreatif pada sebagian siswa. Tentunya, kebanyakan model ini pada faktanya didedikasikan pada apa yang disebut oleh Jurgen Habermas (1971) sebagai ketertarikan teknis, yang didukung oleh mereka yang meyakini bahwa skor tes yang telah distandarisasi merupakan ukuran yang paling baik dan bermakna dalam pembelajaran di sekolah.

Pemaknaan arti refleksi dari kacamata metakognisi memberikan pengertian suatu cara untuk membedakan dari pembaruan model yang telah mengintegrasikan praktik reflektif dan memberi perhatian pada evaluasi, performa, dan respons objektif. Deskripsi Bruner (1996, hal. 88) akan refleksi sebagai proses dalam memberi kesadaran pada apa yang telah dipelajari secara nyata, bahkan berpikir terhadap apa yang dipikirkan” sudah selayaknya dimulai. Flavell mendeskripsikan metakognisi sebagai kesadaran tinggi terhadap suatu proses berpikir, yaitu “pengetahuan memberi perhatian pada proses metakognitif seseorang atau apapun yang berhubungan dengan hal itu” (1976, hal. 232). Peneliti yang lain seperti Brown (1987), Barell (1991), Metcalfe dan Shimamura (1994), dan Zhang (2010) yang pada dasarnya setuju terhadap deskripsi dari Flavell, mengembangkan istilah mencakup seperti aktivitas kognitif sebagai refleksi, kesanggupan, regulasi diri, penilaian diri, dan berbagai fungsi eksekutif lainnya.

Metakognisi menyarankan adanya strategi atau teknik yang bernilai dalam membuat siswa harus melakukan sesuatu yang lebih dari sekedar memecahkan masalah dan terlibat dalam suatu kegiatan pembelajaran, melainkan juga harus merefleksikan tidak hanya apa namun juga bagaimana dan mengapa mereka belajar sebagai hasil dari pengalaman mereka (Ellis, 2011; Ellis, Bond & Denton, 2012; Krathwohl, 2002; Nuckles, Hubner, Dumer, & Renkl, 2010; Wilson & Smetana, 2011). Hal ini pada sendirinya merupakan ide yang mulia. Ulasan oleh Socrates dan Confucius, dua orang tokoh pada masa lalui menggarisbawahi pentingnya kehidupan yang

Page 3: Terjemahan Jurnal an Analysis of Research on Metacognitive Teaching Strategies

reflektif. Ketertarikan terhadap metakognisi telah terjadi selama beberapa masa. Salah satu hasil ketertarikan tersebut adalah penambahan substansial literatur tentang teori metakognisi dan latihan metakognisi, seperti penelitian meta-analisis yang dilakukan oleh Dignath dan Buttner (2008), dan Hattie, Biggs, dan Purdie (1996). Juga, Pintrich (2002) menyatakan bahwa “karena pengetahuan metakognitif berhubungan positif pada pembelajaran siswa [lihat Black & William, 1998; Gulikers, Bastiaens, Kirschner & Kester, 2006; Michalsky, Mevarech, & Haibi, 2009] terutama pengetahuan metakognitif tentang pengajaran untuk memfasilitasi pengembangan yang dibutuhkan”. Namun, berbagai literatur cenderung mendeskripsikan metode untuk pemikiran pengajaran metakognitif secara teoritis dan dalam beberapa situasi, melalui diskusi kecil atau praktik yang spesifik, seperti yang disebutkan oleh Pintrich.

1.1.Definisi

Metakognisi adalah suatu konsep psikologi kognitif yang “fokus pada partisipasi aktif individu akan proses berpikir mereka” (Stewart & Landine, 1995, hal. 17). Pengertian dan interpretasi yang lebih luas tentang metakognisi telah diakumulasikan (Manning & Payne, 1996) sejak pertama kali digunakan oleh Flavell. Deskripsi Flavell yang lebih luas (1979, hal. 906), termasuk pengetahuan tentang strategi, tugas, dan kognisi seseorang. Ketiga hal ini menghubungkan macam-macam pengetahuan kognitif untuk terus dipandang sebagai komponen esensial dalam proses pembelajaran (Krahtwohl, 2002; Pintrich, 2002).

1.1.1. Pengetahuan terhadap strategi

Pengetahuan tentang strategi memiliki arti pengetahuan tentang strategi pembelajaran dan berpikir (Pintrich, 2002). Menurut Pressley dan Harris (1990), strategi didefinisikan sebagai prosedur dalam menyelesaikan sebuah tugas akademik. Selain itu, Dignath & Buttner (2008) mendefinisikan strategi metakognitif sebagai pengetahuan pelajar akan proses kognitif mereka. Contoh dari pengetahuan terhadap strategi ini adalah ketika siswa menggunakan sebuah strategi belajar, seperti think aloud atau i learned statement sebagai alat dalam penilaian diri yang reflektif.

1.1.2. Pengetahuan Tentang Tugas

Pengetahuan tentang tugas dan kandungannya termasuk perbedaan tipe dari tugas kognitif sebaik di kelas dan budaya pengetahuan normatif dibawah kondisi dimana srategi ini dapat digunakan. Sebagai tambahan untuk keahlian dari beberapa tipe strategi. Siswa harus memahami pengetahuan tentang bagaimana, kapan, mengapa dan kapan digunakan strategi-stategi ini.

Page 4: Terjemahan Jurnal an Analysis of Research on Metacognitive Teaching Strategies

1.1.3. Pengetahuan tentang diri sendiri

Pengetahuan sebagai salah satu kognitif pribadi adalah kmponen pengetahuan metakognitif yang sangat penting. Metakognitif ini termasuk pengetahuan tentang kognitif secara umum serta kesadaran serta pengetahuan tentang kognitif seseorang (Pintrich, 2002, hal. 219). Idealnya, ketika siswa sadar tentang kekuatan dan kelemahan mereka sebagai pelajar, mereka akan mampu memilih strategi yang bersesuaian dengan dirinya untuk mengerjakan tugas di tangannya.

2. Ringkasan

2.1 Bagian lingkungan pembelajaran untuk strategi mengajar dengan metakognitif.

Beberapa pembelajaran empiris menganjurkan bahwa strategi metakognitif jarang digunakan biola dibandingkan dengan cara pembelajaran tradisional. Contohnya, Kistner menemukan bahwa guru matematika di Jerman menghabiskan sedikit waktu dalam memberika instruksi kepada siswanya tentang belajar secara efektif, begitu juga dengan saran yang diberika oleh Leuwyer. Lagipula elemen sepeti fokus pada proses pelajaran atau pemahaman pelajaran sangat berperan.

2.1.2 Pengikutsertaan Kurikulum.

Salah satu bagian lingkungan pembelajaran dalam penggunaan strategi metakognitif adalah dengan diikutsertakan ke dalam kurikulum. Sebuah kurikuum yang terintegrasi ketertarikan siswa pembelajaran yang aktif, dan gabungan usaha aka bermanfaat bagi siswa untuk menggunakan teknik berfikir dari strategi metakognitif.

2.1.2 Integrasi Penilaian.

Siswa pindah tiap tingkatnya, merea akan mengerti tentang peningktan sistem sekolah. Satu cara dimana siswa dapat belajar apa yang diinginkan gurunya berdasarkan penilaiannya, seperti test dan kuis. Seringkali penilaian dikelas menyuruh dalam berbagai kemampuan dan pengetahuan yang dapat ditebak oleh siswa utnuk dipelajari. Sebuah penilaian dapat menunjukan pertanyaan yang konvergen atau divergent. Pertanyaan konvergen memberikan jawaban yang spesifik seperti perhitungan dalam masalah matematika. Petnayaan divergen memberikan banyak jawaban yang mana pertanyaan tersebut berkaitan dengan permasalahan moral.

2.1.3 Praktek Yang Konsisten

Page 5: Terjemahan Jurnal an Analysis of Research on Metacognitive Teaching Strategies

Meskipun Kistner menemukan bahwa instruksi strategi tersebut termasuk mengambil .. tapi juga melaporkan dapat diaplikasikan dengan variasi yang luas, meski 10 dari 40 instruksi strategi per pelajaran. Persamaannya ketika strategi tersebut diajarkan, merekan akan sering merespon terhadap alam ,bukan metakognitif. Scharlach menganjurkan strategi metakognitif multipel atau bersama-sama seperti membuat prediksi, visualisasi dan pengajaran denga rangkuman.. Scharlach mengatakan juga dapat digunakan berulang diluar pelajarab dalam hal mempresiksi keuntungan dalam peryataan argumen siswa.

2.1.4 Instruksi strategi eksplisit

Faktor yang berkaitan dalam mebuktikan keuntungan dari praktek yang konsisten adalah metode yang digunakan untuk mengintruksi strategi metakognitif. Secara umum, guru menggunakan metode implisit daripada eksplisit. Kristner menemukan rata-rata guru mengajar denga instruksi impliit daripada instruksi ekplisit dengan rasio 5:1 mengintruksi siswa secara implisit dengan menggunakan strategi berarti memberikan contoh tanpa menjelaskan bagaimana keefektifan strategi itu. Alternatifnya memberi contoh pada siswa sambil menstimulasi verbal seseorangtermasuk proses memberi pertanyaan sepanjang demonstrasi adalah bentuk instruksi strategi secara eksplisit. Instruksi strategi secara eksplisit sangat berhubungan positif terhadap peningkatan prestasi, walaupun penggunaan metode implisit juga berhubungan (Kistner dkk). Namun, siswa dapat dilatih untuk terlibat dalam strategi metakognitif yang digunakan, seperti melihat bukti walaupun mereka mungkin tidak sepenuhnya sadar akan manfaatnya (Haidar & Al Naqabi, 2008).

Peningkatan yang signifikan dalam prestasi belajar siswa terjadi ketika siswa diajarkan menggunakan strategi metakognitif secara eksplisit (Haidar & Al Naqabi, 2008; Kistner dkk, 2010). Ciri-ciri dari pengajaran eksplisit termasuk direct instruction, pemodelan, menjelaskan manfaat dari penggunaan strategi tersebut, dan memberikan kesempatan untuk menggunakan strategi tersebut dalam bentuk praktik yang terarah maupun independen (Scharlach, 2008).

2.1.5. Verbalisasi

Faktor kelima adalah tentang mengarahkan pemodelan strategi dan praktik strategi dengan verbalisasi. Memberi penjelasan sebagai bagian dari pemodelan strategi memunculkan instruksi strategi secara eksplisit (Scharlach, 2008). Demikian juga siswa yang mengadakan pembicaraan dengan dirinya sendiri, berpikir dengan lantang, atau berbicara dengan temannya saat mereka melakukan suatu langkah dalam suatu strategi, menunjukkan adanya kemampuan yang meningkat dalam memanage tugas akademik (Haidar & Al Naqabi, 2008; Leon-Guerrero, 2008). Bertanya dengan hati-hati juga merupakan dampak signifikan dari seberapa efektifnya siswa menggunakan strategi metakognitif (Leon-Guerrero). Memiliki pertanyaan yang benar-benar dipikirkan mendorong siswa untuk memilih den menggunakan strategi, dan juga meningkatkan

Page 6: Terjemahan Jurnal an Analysis of Research on Metacognitive Teaching Strategies

kesadaran mereka akan bagaimana dan mengapa mereka menggunakannya. Adanya siswa yang bercerita dengan temannya tentang langkah yang mereka ambil dalam memecahkan suatu masalah, alasan mereka memilih suatu metode, atau pengaruh strategi tersebut terhadap performa mereka merupakan contoh dari verbalisasi.

3. Diskusi

Penelitian-penelitian empiris sebelumnya mengulas bahwa pemodelan dipahami sebagai pendekatan terhadap latihan metakognitif yang digunakan secara luas. Pemodelan melibatkan kegiatan memperlihatkan kepada siswa prosedur spesifik yang harus diikuti untuk menggunakan sebuah strategi. Pemodelan juga melibatkan penjelasan kepada siswa tentang manfaat dari sebuah strategi. Seringkali, studi mendeskripsikan pemodelan oleh guru sebagai strategi secara visual dan melalui verbalisasi. Sebagai contoh, ketika guru berperan sebagai contoh, mereka juga mengungkapkan dengan kata-kata (memverbalkan) apa yang mereka lakukan, mengapa mereka melakukannya, dan bagaimana cara menghadapi berbagai rintangan. Mereka juga memberi sinyal bahwa apa yang mereka pikirkan sangatlah penting dilihat apa yang mereka tinggalkan agar pembelajaran/pengajaran yang diberikan dapat berlangsung. Penggunaan pemodelan yang konsisten mendukung klaim dari Kistner dkk (2010) bahwa instruksi strategi yang efektif harus diperlihatkan kepada siswa melalui metode-metode eksplisit.

Strategi umum kedua adalah dengan menampilkan diagram (diagramming). Sama halnya dengan pemodelan, diagram digunakan berdasarkan tiga kategori metakognitif: planning, monitoring, dan evaluasi. Beberapa peneliti mengungkapkan bahwa metode pembelajaran visual lebih dapat diingat (memorable) (Medina, 2008) dan memicu keterlibatan siwa (Pressley & McCormick, 2007). Penggunaan diagram yang sering akan menghasilkan peningkatan prestasi yang positif.

Strategi umum ketiga adalah dengan praktik terarah maupun independen. Sama halnya dengan pemodelan, peneliti telah mengemukakan bahwa praktik yang konsisten merupakan salah satu ciri-ciri instruksi strategi metakognitif yang efekti (Leon-Guerrero, 2008; Kistner dkk, 2010).

Empat strategi tambahan yang lainnya antara lain mnemonik, pengecekan jawaban, checklist, dan pencapaian tujuan. Namun, mnemonik digunakan lebih spesifik dalam merencakan sebuah tulisan. Sedangkan pengecekan jawaban, checklist, dan pencapaian tujuan digunakan untuk dua kategori matekognitif lainnya

3.1. Penelitian untuk dipraktikkan

Page 7: Terjemahan Jurnal an Analysis of Research on Metacognitive Teaching Strategies

Metode yang sering digunakan dalam strategi metakognitif pemodelan adalah Think Aloud. Think Aloud berarti mengungkapkan langkah atau prosedur dari suatu strategi, sebagaimana strategi tersebut disebarkan. Hal ini juga melibatkan mengajukan pertanyaan, mengidentifikasi sumber, dan mencari literatur penguat. Sebagai contoh, guru dapat mengatakan hal di bawah ini ketika memperagakan sebuah strategi untuk memecahkan persamaan aljabar, “Langkah pertama adalah mengididentifikasi variabel yang belum diketahui..... Ini dia, x. Sekarang saya harus melihat apakah ada koefisien yang lebih besar dari 1. Ya, ada, koefisien dalam persamaan ini adalah 2. Kemudian tahap selanjutnya....”.

Guru dapat menggunakan I Learned Statement untuk menyimpulkan pemodelan Think Aloud. I Learned Statement dibicarakan atau dilakukan dengan membuat ringkasan tentang apa yang telah dipelajari setelah menyelesaikan sebuah tugas akademik. Dalam contoh materi aljabar ini, seorang guru dapat menyimpulkan pembelajarannya dengan mengatakan hal ini kepada siswa, “Saya belajar bagaimana membagi semua elemen dalam sebuah persamaan dengan sebuah koefisien”. Think Aloud dan I Learned Statement menunjukkan pengaruh positif pada prestasi ketika kedua strategi ini digunakan oleh guru dan siswa (Bond & Ellis; Lan, 2005). Ketika guru memperagakan penggunaan strategi Think Aloud dan I Learned Statement sebagai alat pengajaran yang didesain untuk membuat siswa mengerti bagaimana mereka bekerja dan tentunya siswa dapat didorong atau perlu untuk menggunakan strategi tersebut dengan cara mereka sendiri (Ellis & Denton, 2010; Ellis & Evans, 2010).

Metode lain untuk mengimplementasikan strategi metakognitif adalah dengan menampilkan diagram. Ada sejumlah pendekatan dalam membuat diagram akademik, seperti peta konsep, peta pemikiran, peta geografi, jaringan semantik, diagram, dan grafik. Format yang fleksibel dalam mengintegrasikan diagram sebagai pendekatan instruksional adlaah Learning Illustreted (Ellis, 2010), ketika siswa menciptakan gambar untuk menunjukkan kepahaman mereka terhadap konsep, informasi, atau prosedur. Sebagai contoh, siswa dapat menggunakan diagram t untuk mengidentifikasi sumber energi yang dapat diperbarui maupun tidak dapat diperbarui dalam kelas sains. Sejauh ini terdapat sejumlah literatur yang menunjukkan bahwa model pembelajaran visual mempunyai dampak yang signifikan terhadap prestasi belajar (McBride & Dosher, 2002; Read & Barnsley, 1977; Stenberg, 2006).

Apakah siswa berbicara, menulis, ataupun mengilustrasikan pemikirannya, praktik ketiganya merupakan elemen yang harus dilakukan. Praktik yang efektif adalah praktik yang terarah dan independen. Praktik terarah memiliki artian guru memimpin siswa dalam penggunaan strategi melalui contoh, demonstrasi dan umpan balik. Adanya siswa yang meniru penggunaan strategi oleh guru juga sesuai ketika siswa mulai diperkenalkan terhadap strategi tersebut. Praktik independen dilakukan ketika siswa mendemonstrasikan dengan cukup ahli. Apapun hasil yang dibuat siswa sebagai hasil praktik independennya juga memberikan guru umpan balik dan umpan balik tersebut dapat digunakan untuk memeriksa pemahaman siswa.

Page 8: Terjemahan Jurnal an Analysis of Research on Metacognitive Teaching Strategies

Sebagai contoh, praktik terarah dan independen untuk mengajar siswa dalam menulis bagian pendahuluan pada suatu essay melibatkan kegiatan guru dan siswa antara lain: 1) guru mendemonstrasikan langkah-langkah dalam menulis melalui mnemonik sedangkan siswa mengamati gurunya; 2) siswa meniru langkah-langkah tersebut di kelas dengan subjek yang berbeda dengan yang digunakan saat demonstasi; 3) guru mengamati tulisan siswa dan memberikan umpan balik ketika siswa menulis; 4) siswa menulis pendahuluan kedua pada topik yang baru secara mandiri; 5) guru memberikan umpan balik dan proses ini diulang terus-menerus.

Latihan sangatlah penting dalam mengefektifkan penggunaan sebuah strategi, namun terdapat kondisi yang tidak cukup untuk mengintegrasikan pemikiran metakognitif. Siswa membutuhkan kesempatan untuk mengekspresikan apa yang mereka pelajari. Metode yang ampuh dalam hal ini adalah menyimpulkan. Membuat sebuah kesimpulan berarti menyaring informasi menjadi bentuk yang disintesis dengan cara menggunakan poin-point penting dengan detail yang mendukung melalui menghapus informasi yang tidak diperlukan, mengganti, dan menyusun kembali. Menyimpulkan seperti menggunakan catatan/tulisan merupakan salah satu bentuk dari kesimpulan, telah menunjukkan pengaruh positif terhadap prestasi belajar siswa (Marzano, Pickering, & Pollock, 2001). Bentuk praktis dari menyimpulkan ini adalah The Week in Review (Ellis, 2010). Untuk aktivitas ini, siswa menyimpulkan apa yang mereka pelajari selama 1 minggu. Kesimpulan dapat dibangun secara mandiri maupun kolaboratif kemudian dibagikan di kelas. Isi dari The Week in Review juga menyajikan informasi informal tentang pembelajaran siswa sebagai jembatan yang menghubungkan materi yang dipelajari sekarang dengan materi yang dipelajari selanjutnya.

Guru dapat menyuruh siswa menyimpulkan melalui cara yang berbeda seperti mengisi list I Learned Statement setelah strategi tersebut diperkenalkan selama 1 minggu. Namun kesimpulan dapat juga dibuat secara konvergen seperti pembuatan catatan yang terstruktur. Terdapat dua praktik instruksional tambahan yang diturunkan dari literatur yang dianalisis pada tulisan ini yang cenderung memberikan hasil konvergen, yaitu mengecek jawaban dan chekclist.

Mengecek jawaban terjadi ketika siswa memberi respons dan membandingkan respons tersebut dalam bentuk yang belum dikonstruksi/dikembangkan seperti yang ditemukan pada kunci jawaban. Sama halnya dengan aktivitas praktik, mengecek jawaban membantu perkembangan pemikiran metakognitif secara lebih efektif saat diformulasikan dengan pertanyaan yang spesifik, seperti “Mengapa jawaban saya berbeda dengan kunci jawaban?” atau “Apa langkah yang saya ambil untuk mendapatkan jawabn ini?”

Checklist sama halnya dengan mengecek jawaban saat keduanya dilibatkan dalam membuat perbandingan. Namun, tujuan dari checklist adalah membangkitkan perilaku spesifik dengan membuat siswa mengidentifikasi aktivitas yang selesai dan yang tidak. Contohnya ketika siswa membuat pendahuluan dalam essay, guru dapat menggunakan mnemonik seperti dengan cara memilih pendekatan, tertarik kepada bacaan, menarik ide pokok, mencari informasi pendukung,

Page 9: Terjemahan Jurnal an Analysis of Research on Metacognitive Teaching Strategies

dan mulai menulis. Pada contoh ini, mnemonikbekerja sebagai pengingat dan checklist dalam elemen-elemen spesifik.

Hal yang dibutuhkan saat siswa mengisi sebuah checklist seperti mengisi kotak, melingkari ya atau tidak, atau memberi tanda centang, meningkatkan kemungkinan untuk patuh untuk melakukan sebuah pekerjaan.

Metode yang terakhir adalah pencapaian tujuan, yang juga memberi pengaruh positif terhadap prestasi siswa (Marzano, 2009). Ciri penting dari pencapaian tujuan, adalah analisis terhadap performa sebelumnya seperti dengan menggunakan skor dari tugas menulis sebelumnya untuk menetapkan tujuan performa berikutnya (Brunstein & Glaser, 2011). Sebagai contoh, skor siswa dalam grafik performa mereka mengindikasikan bahwa mereka telah meraih tujuan menulis yang spesifik (Tracy, Reid, & Graham, 2009). Metode yang lain untuk mengkombinasikan pencapaian tujuan dengan analisis terhadap performa sebelumnya adalah Record Keeping (Ellis, 2010). Prosedur untuk Record Keeping meliputi membuat siswa mengevaluasi performa mereka masing-masing sepanjang waktu seperti membuat grafik tentang jumlah push-up yang dapat mereka lakukan (dalam pelajaran olahraga), membuat grafik skor yang diperoleh dari kuis (dalam kelas sejarah), atau belajar dan mengerjakan pekerjaan rumah dalam waktu yang konsisten.

4. Kesimpulan

4.1. Latihan yang membantu perkembangan penggunaan strategi metakognitif

Lima ciri lingkungan yang dapat meningkatkan efektivitas strategi metakognitif telah diidentifikasi. Kebanyakan peneliti tidak mendeskripsikan praktik secara spesifik, namun mereka hanya mengemukakan kondisi yang dibutuhkan agar latihan metakognitif dapat berjalan secara efektif. Faktor-faktor ini antara lain pengikutsertaan kurikulum, integrasi penilaian, praktik yang konsisten, instruksi strategi yang spesifik, dan verbalisasi. Telah ditemukan juga bahwa penggunaan strategi metakognitif ini tidaklah umum bila dibandingkan dengan pendekatan mengajar yang tradisional, setidaknya dari studi yang telah dianalisis pada tulisan ini (Kistner dkk, 2010; Leutwyler, 2009).

4.1.1 Planning, monitoring, dan mengevaluasi hasil pemikiran

Delapan studi yang sesuai dengan kriteria yang kami bangun dianalisis untuk menentukan tingkatan metode instruksional yang memunculkan bahwa berpikir metakognitif sangatlah berhasil. Tiga kategori strategi instruksional telah diidentifikasi, yaitu planning, monitoring, dan mengevaluasi hasil pemikiran. Strategi perencanaan/planning meliputi pemodelan, pencapaian

Page 10: Terjemahan Jurnal an Analysis of Research on Metacognitive Teaching Strategies

tujuan, checklist, diagram, mnemonik, grafik, dan praktik terarah. Pengaruh rata-rata dari 3 studi yang telah direview (Brunstein & Glaser, 2011; Fidalgo, Torrance, & Garcia, 2008; Tracy dkk, 2009) untuk planning mendapat nilai 0,62. Strategi monitoring juga diidentifikasi yaitu pemodelan, membuat diagram, mengecek jawaban, dan mempraktikkan. Ukuran dari pengaruh monitoring tersebut adalah 0,91 (Boulaware-Gooden, Carreker, Thornhill, & Joshi, 2007; Huff & Nietfeld, 2009; Reynolds & Perin, 2009). Strategi untuk mengevaluasi meliputi pemodelan, praktik independen, self-testing, dan mengecek jawaban. Ukuran dari pengaruh evaluasi ini adalah 0,71 (Ramdass & Zimmerman, 2008; Zirkle & Ellis, 2010). Pengaruh efek tersebut sangatlah impresif, namun yang menjadi pertanyaan adalah apakah angka-angka tersebut dapat bertahan dalam setiap situasi pembelajaran, hal tersebut perlu dipikirkan sebelum dapat disimpulkan bahwa ketiga kategori tersebut dapat dipraktikkan. Namun tentu saja hasil ini sangatlah menggembirakan. Tentu saja beralasan bila kita menyimpulkan pengaruh yang besar ini muncul dari jumlah studi yang terbatas memberi kesan bahwa perlunya hal tersebut ditiru dan dipelajari lebih jauh lagi dalam rangka menguji pengaruh dari hal tersebut. Dan juga kita harus tetap berpikir bahwa strategi tersebut membutuhkan pengalaman dalam mengajar dan belajar. Strategi tersebut walaupun kelihatan bermanfaatan, namun tetap saja bergantung pada kualitas pengalaman guru dan siswa.

4.1.2. Contoh praktik yang efektif

Menurut penelitian sebelumnya yang telah dianalisis pada tulisan ini, strategi metakognitif dapat diaplikasikan di berbagai disiplin ilmu dan tingkat pendidikan dan strategi ini sangat efektif untuk diajarkan, baik pengajaran isi pengetahuan maupun keterampilan akademis. Praktik instruksional juga seringkali dibutuhkan seperti pemeragaan guru dengan Think Aloud, membuat diagram, praktik, mengecek jawaban, checklist, dan verbalisasi

4.2. Ucapan penutup

Sekolah dan kelas adalah tempat yang sulit diatasi dan kelihatan kompleks dimana berbagai variabel berhubungan, sehingga seringkali menghasilkan hasil penelitian yang membingungkan. Untuk meminta siswa merefleksikan pembelajaran mereka sama halnya dengan membuka kotak pandora. Siapa yang tahu apa di dalamnya? Tentang pada tingkatan apa sebuah kelas dimana siswa hanya boleh memikirkan sebaik apa mereka telah mempelajari sebuah tugas namun juga mengekspresikan ide pokok dari nilai tugas tersebut? Metakognisi adalah berpikir reflektif tentang cara belajar, dan berpikir bahwa belajar mengakibatkan bertambahnya pertanyaan akan sebuah kebenaran, kepercayaan, keterbukaan, unsur instrinsik, dan bahkan tentang bagaimana seseorang menghabiskan waktunya hanya untuk belajar. Tentang tingkatan metakognisi dipaksa pada level mempertimbangkan bagaimana seseorang memecahkan masalah atau berapa banyak waktu yang dihabiskan lebih baik daripada tidak sama sekali. Namun untuk membatasi

Page 11: Terjemahan Jurnal an Analysis of Research on Metacognitive Teaching Strategies

metakognisi yang begitu dalam dapat mengurangi ide pokok dari metakognisi tersebut. Tentunya guru yang berusaha mencari siswa yang merefleksikan pemikirannya harus memeragakannya dan mengungkapkan nilai/pentingnya refleksi tersebut, dan melangsungkan penilaian terhadap semua perkembangan partisipan, termasuk guru itu sendiri.

Hal yang paling penting dari merefleksikan pemikiran adalah membatasi cakupan persiapan tes yang harus dikurangi sehingga yang tersisa hanyalah pertanyaan yang fundamental. Kami menyimpulkan bahwa sayangnya perlu banyak usaha untuk memberikan waktu kepada siswa untuk merefleksikan apa yang mereka pelajari dengan cara yang Bruner sebut dengan “bare exposure, mata telanjang”, sehingga menyebabkan keterampilan harus lebih diekspos dan memori otak harus bekerja lebih ekstra. Perhatian yang sangat kecil saja sebenarnya dapat menimbulkan metakognisi dan pemikiran reflektif yang dapat mengarahkan persepsi siswa kepada apa yang benar, cantik, terhormat, dan bermanfaat.

Namun yang ironis dan tanpa disadari sebagai “student voice, suara siswa” sebagai hasil refleksi, hampir tidak mungkin terjadi bila siswa, resipien dari sebuah tes merupakan pembuat tes. Sepanjang tes yang telah distandarisasi lebih baik daripada apa yang mereka perkirakan, pertanyaannya tetap sama, apakah mereka dapat mengerjakan tes tersebut. Seorang tokoh berpikir reflektif, John Dewey (1916) telah menulis lebih dari 1 abad yang lalu bahwa “kualitas sekolah akan meningkat ketika guru menjadi pelajar dan pelajar menjadi guru”. Ucapan tersebut merupakan nasihat yang amat baik, dari dulu hingga sekarang.

Daftar Rujukan

Barell, J. (1991). Teaching for thoughtfulness: Classroom strategies to enhance intellectual development. White Plains, NY: Longman.

Black, P., & Wiliam, D. (1998). Inside the black box: Raising standards through classroom assessment. Phi Delta Kappan, 80(2), 139-148. Retrieved from: http://www.pdkintl.org/utilities/archives.htm

Bond, J. B. & Ellis, A. K. (in press). The effects of metacognitive reflective assessment on fifth and sixth graders’ mathematics achievement. School Science and Mathematics Journal

Boulware-Gooden, R., Carreker, S., Thornhill, A., & Joshi, R. (2007). Instruction of Metacognitive Strategies Enhances Reading Comprehension and Vocabulary Achievement of Third-Grade Students. Reading Teacher, 61(1), 70-77.

Brooker, R., & Macdonald, D. (1999). Did 'we' hear 'you'?: Issues of student voice in a curriculum innovation. Journal of Curriculum Studies, 31(1), 83-97.

Brookhart, S. (2001). Successful students’ formative and summative uses of assessment information. Assessment in Education: Principles, Policy & Practice, 8, 153-169. doi:10.1080/09695940120062638

Brown, A. B., & Clift, J. W. (2010). The unequal effect of adequate yearly progress: Evidence from school visits. American Educational Research Journal, 47, 774-798.

Page 12: Terjemahan Jurnal an Analysis of Research on Metacognitive Teaching Strategies

Brown, A. L. (1987). Control, self-regulation, and other more mysterious mechanisms. In F. E. Weinert and R. H. Kluwe (Eds.), Metacognition, motivation, and understanding (pp. 65-116). Hillsdale, NJ: Lawrence Erlbaum Associates, Publishers.

Bruner, J. (1996). The culture of education. Cambridge, MA: Harvard University Press.Brunstein, J. C., & Glaser, C. (2011). Testing a path-analytic mediation model of how self-

regulated writing strategies improve fourth graders' composition skills: A randomized controlled trial. Journal of Educational Psychology, 103(4), 922-938.

Common Core State Standards for English Language Arts (2010). Common Core State Standards Initiative. Retrieved from http://www.corestandards.org/assets/CCSSI_ELA%20Standards.pdf

Danielson, C. (2011). The framework for teaching evaluation instrument. Retrieved from http://www.danielsongroup.org/

Dewey, J. (1916). Democracy and education. New York: the Free Press (printed 1997).Dignath, C., & Büttner, G. (2008). Components of fostering self-regulated learning among

students. A meta-analysis on intervention studies at primary and secondary school level. Metacognition and Learning, 3, 231-264. doi:10.1007/s11409-008-9029-x

Ellis, A. (2011, November). Theory and research in reflective self-assessment. Paper presented at the National Academy for Educational Research, Taipei, Taiwan.

Ellis, A. K. (2010). Teaching, learning & assessment together: Reflective assessments for elementary classrooms. Larchmont, NY: Eye on Education.

Ellis, A., Bond, J., & Denton, D. (2012). An Analytical Literature Review of the Effects of Metacognitive Teaching Strategies in Primary and Secondary Student Populations. Asia Pacific Journal of Educational Development, 1(1), 9-23.

Ellis, A. K., & Denton, D. (2010). Teaching, learning & assessment together: Reflective assessments for middle and high school mathematics & science. Larchmont, NY: Eye on Education.

Ellis, A. K., & Evans, L. (2010). Teaching, learning & assessment together: Reflective assessments for middle and high school English & social studies. Larchmont, NY: Eye on Education.

Fidalgo, R., Torrance, M., & Garcia, J. (2008). The long-term effects of strategy-focused writing instruction for grade six students. Contemporary Educational Psychology, 33(4), 672-693.

Flavell, J. H. (1976). Metacognitive aspects of problem solving. In L. B. Resnick (Ed.), The nature of intelligence (pp. 231-236). Hillsdale, NJ: Lawrence Erlbaum.

Flavell, J. H. (1979). Metacognition and cognitive monitoring: A new area of cognitive–developmental inquiry. American Psychologist, 34(10), 906-911. doi:10.1037/0003-066X.34.10.906

Guilford, J. P. (2007). Creativity: A quarter century of progress. In I. A. Taylor & J. W. Getzels (Eds.), Perspectives in creativity (pp. 37-59). New Brunswick, NJ: Aldine Transaction Publishers.

Gulikers, J., Bastiaens, T. J., Kirschner, P. A., & Kester, L. (2006). Relations between student perceptions of assessment authenticity, study approaches and learning outcome. Studies in Educational Evaluation, 32(4), 381-400. doi: 10.1016/j.stueduc.2006.10.003

Habermas, J. (1971). Knowledge and human interests. London: Heinemann. trans. J. Shapiro.Haidar, A. H., & Al Naqabi, A. K. (2008). Emiratii high school students' understandings of

stoichiometry and the influence of metacognition on their understanding. Research In Science & Technological Education, 26(2), 215-237.

Page 13: Terjemahan Jurnal an Analysis of Research on Metacognitive Teaching Strategies

Hattie, J. A., Biggs, J., & Purdie, N. (1996). Effects of learning skills interventions on student learning: A meta-analysis. Review of Educational Research, 66, 99–136.

Huff, J. D., & Nietfeld, J. L. (2009). Using strategy instruction and confidence judgments to improve metacognitive monitoring. Metacognition and Learning, 4(2), 161-176.

Kistner, S., Rakoczy, K., Otto, B., Dignath-van Ewijk, C., Buttner, G., & Klieme, E. (2010). Promotion of self-regulated learning in classrooms: Investigating frequency, quality, and consequences for student performance. Metacognition and Learning, 5(2), 157-171.

Krathwohl, D. R. (2002). A revision of Bloom's Taxonomy: An overview. Theory into Practice, 41(4), 212-218.

Lan, W. (2005). Self-monitoring and its relationship with educational level and task importance. Educational Psychology, 25(1), 109-127.

Leon-Guerrero, A. (2008). Self-regulation strategies used by student musicians during music practice. Music Education Research, 10(1), 91-106.

Leutwyler, B. (2009). Metacognitive learning strategies: Differential development patterns in high school. Metacognition and Learning, 4(2), 111-123.

Manning, B. H., & Payne, B. D. (1996). Self-talk for teachers and students: Metacognitive strategies for personal and classroom use. Boston, MA: Allyn and Bacon.

Marzano Research Laboratory (2011). The Marzano teacher evaluation scales. Retrieved from http://www.marzanoresearch.com/site/

Marzano, R. J., Pickering, D. J., & Pollock, J. E. (2001). Classroom instruction that works. Alexandria, VA: Association for Supervision and Curriculum Development.

Marzano, R. L. (2009). When students track their progress. Educational Leadership, 67(4), 86-87. Retrieved from: http://www.ascd.org/publications/educational-leadership.aspx

McBride, D. M., & Dosher, A. B. (2002) A comparison of conscious and automatic memory processes for picture and word stimuli: A process dissociation analysis. Consciousness and Cognitions, 11(3), 423-460.

Medina, J. (2008). Brain rules: 12 principles for surviving and thriving at work, home, and school. Seattle, WA: Pear Press.

Metcalfe, J., & Shimamura, A. (1994). Metacognition: Knowing about knowing. Cambridge: The MIT Press.

Michalsky, T., Mevarech, Z., & Haibi, L. (2009). Elementary school children reading scientific texts: Effects of metacognitive instruction. The Journal of Educational Research, 102(5), 363 374. doi: 10.3200/JOER.102.5.363-376

Nuckles, M., Hubner, S., Dumer, S., & Renkl, A. (2010). Expertise reversal effects in writing-to-learn. Instructional Science: An International Journal of the Learning Sciences, 38(3), 237-258.

Pintrich, P. R. (2002). The role of metacognitive knowledge in learning, teaching, and assessment. Theory into Practice, 41(4), 219-25.

Pressley, M., & Harris, K. (1990). What we really know about strategy instruction. Educational Leadership, 48(1), 31-34.

Pressley, M. & McCormick, C. B. (2007). Child and adolescent development for educators. New York, NY: Guilford Press.

Ramdass, D., & Zimmerman, B. J. (2008). Effects of self-correction strategy training on middle school students' self-efficacy, self-evaluation, and mathematics division learning. Journal of Advanced Academics, 20(1), 18-41.

Page 14: Terjemahan Jurnal an Analysis of Research on Metacognitive Teaching Strategies

Read, J. D., & Barnsley, R. H. (1977). Remember Dick and Jane? Memory for elementary school readers. Canadian Journal of Behavioral Science 9(4), 361-370.

Reynolds, G. A., & Perin, D. (2009). A comparison of text structure and self-regulated writing strategies for composing from sources by middle school students. Reading Psychology, 30(3), 265-300.

Scharlach, T. (2008). START Comprehending: Students and Teachers Actively Reading Text. Reading Teacher, 62(1), 20-31.

Stenberg, G. (2006). Conceptual and perceptual factors in the picture superiority effect. European Journal of Cognitive Psychology, 18(6), 813- 847.

Stewart, J., & Landine, J. (1995). Study skills from a metacognitive perspective. Guidance & Counseling, 11(1), 16-20. Teacher Performance Assessment (2012). About the TPA. Retrieved from http://tpafieldtest.nesinc.com/PageView.aspx?f=GEN_AbouttheTests.html

Tracy, B., Reid, R., & Graham, S. (2009). Teaching young students strategies for planning and drafting stories: The impact of self-regulated strategy development. Journal of Educational Research, 102(5), 323-331.

Veenman, M. V. J., Van Hout-Wolters, B. H. A. M., & Afflerbach, P. (2006). Metacognition and learning: Conceptual and methodological considerations. Metacognition and Learning, 1, 3–14.

Wilson, N., & Smetana, L. (2011). Questioning as thinking: A metacognitive framework to improve comprehension of expository text. Literacy, 45(2), 84-90.

Zhang, L. (2010). Do thinking styles contribute to metacognition beyond self-rated abilities? Educational Psychology, 30(4), 481-494.

Zirkle, D. M., & Ellis, A. K. (2010). Effects of spaced repetition on long-term map knowledge recall. Journal of Geography, 109(5), 201-206.