thypoid fever

29
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Definisi Demam Tifoid Demam tifoid adalah infeksi sistemik yang disebabkan oleh bakteri fakultatif intraselular gram negatif Salmonella enterica,subspecies enterica, serotype thypi. Organisme yang juga menyebabkan penyakit mirip dengan demam tifoid namun dalam derajat yang lebih ringan adalah bakteri Salmonella serotype paratype A. 1,2,3 Beberapa ejala klasik akibat infeksi ini meliputi demam dengan onset gradual dan berlangsung terus menerus dengan sifat naik turun mengikuti pola step ladder, menggigil-kedinginan, hepato-splenomegali, dan nyeri perut. Beberapa kasus, penderita ini mengalami ruam (rash), mual, anoreksia, diare atau konstipasi, nyeri kepala, bradikardi relatif, dan penurunan level kesadaran. 2,4,12-14 Demam tifoid disebut juga sebagai enteric fever atau typus abdominalis. 1,2,4 Istilah enteric fever digunakan untuk mendekripsikan demam tifoid dan demam paratifoid dengan aspek klinis kedua penyakit ini menunjukkan manifestasi serupa, perbedaannya terletak pada keparahan gejala dan serotype bakteri penyebabnya. 2,4,7,12 Demam paratifoid gejala yang timbul lebih ringan dan penyebabnya adalah bakteri Salmonella enterica serotype paratyphi . 7,12-14 2

Upload: dwialf

Post on 19-Feb-2016

17 views

Category:

Documents


0 download

DESCRIPTION

Thypoid fever is

TRANSCRIPT

Page 1: Thypoid fever

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi Demam Tifoid

Demam tifoid adalah infeksi sistemik yang disebabkan oleh bakteri

fakultatif intraselular gram negatif Salmonella enterica,subspecies enterica,

serotype thypi. Organisme yang juga menyebabkan penyakit mirip dengan demam

tifoid namun dalam derajat yang lebih ringan adalah bakteri Salmonella serotype

paratype A.1,2,3 Beberapa ejala klasik akibat infeksi ini meliputi demam dengan

onset gradual dan berlangsung terus menerus dengan sifat naik turun mengikuti

pola step ladder, menggigil-kedinginan, hepato-splenomegali, dan nyeri perut.

Beberapa kasus, penderita ini mengalami ruam (rash), mual, anoreksia, diare atau

konstipasi, nyeri kepala, bradikardi relatif, dan penurunan level kesadaran.2,4,12-14

Demam tifoid disebut juga sebagai enteric fever atau typus abdominalis.1,2,4 Istilah

enteric fever digunakan untuk mendekripsikan demam tifoid dan demam

paratifoid dengan aspek klinis kedua penyakit ini menunjukkan manifestasi

serupa, perbedaannya terletak pada keparahan gejala dan serotype bakteri

penyebabnya.2,4,7,12 Demam paratifoid gejala yang timbul lebih ringan dan

penyebabnya adalah bakteri Salmonella enterica serotype paratyphi.7,12-14

2.2 Epidemiologi

Demam tifoid menjadi masalah kesehatan global saat ini. Penyakit ini

masih sering tidak terdiagnosa karena kurangnya fasilitas laboratorium pada

beberapa tempat, terutama pada negara berkembang.1,4 Menurut data WHO tahun

2009, terdapat sekitar 17 juta kasus demam tifoid di seluruh dunia dengan

insidensi 600.000 kasus kematian tiap tahun.15 Menurut Riset Kesehatan Dasar

Nasional (Riskesdas) tahun 2007, angka kejadian tifoid nasional yaitu sebesar

1,5% (1.500 per 100.000 penduduk Indonesia).11 Angka kesakitan demam tifoid di

Indonesia yang tercatat di buletin WHO tahun 2008 sebesar 81,7 per 100.000.1

Selain itu, berdasarkan Profil Kesehatan Indonesia tahun 2010 demam tifoid juga

menempati urutan ke-3 dari 10 penyakit terbanyak pada pasien rawat inap di

2

Page 2: Thypoid fever

rumah sakit, yaitu sebanyak 41.081 kasus, dengan angka kematian sebesar 274

orang dan case fatality rate (CFR) sebesar 0,67 %.16

2.3 Etiologi dan Faktor Risiko Demam Tifoid

2.3.1. Etiologi

Demam tifoid merupakan salah satu penyakit menular per-oral, yaitu

melalui air atau makanan atau lainnya yang terkontaminasi oleh bakteri yang

kemudian masuk ke saluran pencernaan dan menimbulkan penyakit.2,4,7,12 Bakteri

penyebab yaitu Salmonella enterica serotype typhi (S.typhi), sementara terdapat

pula Salmonella enterica serotype paratyphi (S.paratyphi)yang menyebabkan

paratifoid.2,7,13 Sebagian besar penyebaran S.typhi diketahui melalui makanan dan

atau minuman yang terkontaminasi oleh bakteri S.typhi pada kotoran atau feses

orang dengan demam tifoid (fekal-oral).

S.typhi merupakan bakteri gram negatif bersifat anaerobik fakultatif, tidak

berspora, berkemampuan untuk invasi, hidup dan berkembang biak di dalam sel

kariotik.7 Bakteri S.typhi membentuk asam dan kadang-kadang gas dari glukosa

dan manosa, dan biasanya membentuk H2S.2,7 Bakteri ini berbentuk batang, motil,

berkapsul dan mempunyai flagella (bergerak dengan rambut getar). Bakteri dapat

hidup sampai beberapa minggu di alam bebas, seperti di dalam air, es, sampah dan

debu. Bakteri ini dapat mati dengan pemanasan (suhu 60oC) selama 15 – 20 menit,

pasteurisasi, pendidihan dan klorinisasi.4,7,12,13

Salmonella typhi mempunyai struktur yang dapat diketahui secara

serologis berdasarkan adanya 3 macam antigen, yaitu : 6,7,17

a. Antigen O (Antigen somatik), yaitu terletak pada lapisan luar dari tubuh

bakteri. Bagian ini mempunyai struktur kimia lipopolisakarida atau disebut

juga endotoksin. Antigen ini tahan terhadap panas dan alkohol tetapi tidak

tahan terhadap formaldehid. Titer antibodi O selalu lebih rendah dari titer

antibodi H karena aglutinasi O berlangsung lebih lambat dan bersifat

kurang imunogenik. 6,7,17

b. Antigen H (Antigen Flagella), yang terletak pada flagella, fimbriae atau

vili dari bakteri. Antigen ini mempunyai struktur kimia suatu protein dan

tahan terhadap formaldehid tetapi tidak tahan terhadap panas dan alkohol.

3

Page 3: Thypoid fever

Antigen ini merupakan protein termolabil dan bersifat sangat imunogenik. 6,7,17

c. Antigen Vi (Antigen pada kapsul [envelope]) bakteri yang dapat

melindungi bakteri terhadap fagositosis. Antigen ini merupakan antigen

permukaan dan bersifat termolabil. Antibodi yang terbentuk dan menetap

lama dalam darah dapat memberi petunjuk bahwa individu tersebut

sebagai karier bakteri. 6,7,17

2.3.2. Faktor Risiko

Faktor risiko penularan demam tifoid secara umum meliputi faktor

individu dan komunitas. Faktor individu diantaranya adalah persediaan air yang

terkontaminasi, makanan yang dibeli dari penyedia yang tidak bersih (misalnya

dari pinggiran jalan), konsumsi buah dan sayuran mentah, dan adanya riwayat

kontak dengan penderita demam tifoid atau penderita dengan status karier kronik

(chronic carrier). Faktor risiko di tingkat komunitas diantaranya adalah kepadatan

populasi, temperatur (suhu), hujan, dan jarak dengan sumber air.17,18

2.4. Sumber Penularan (Reservoir)

Syarat awal untuk timbulnya infeksi adanya kontak langsung atau tidak

langsung dengan orang yang terinfeksi. Penularan dapat berlangsung lebih mudah

apabila terdapat kondisi predisposisi pada individu yang memiliki risiko tinggi.2,4

Penularan penyakit demam tifoid oleh basil S. typhi ke manusia umunya terjadi

melalui makanan dan minuman yang telah tercemar oleh feses atau urin dari

penderita tifoid.7,8,12 Terdapat dua sumber penularan utama S. typhi, yaitu: 2,4,12,13

2.4.1. Penderita Demam Tifoid

Sumber utama infeksi demam tifoid yaitu manusia yang selalu

mengeluarkan mikroorganisme penyebab penyakit, baik ketika sedang menderita

sakit maupun yang sedang dalam fase penyembuhan. Pada fase penyembuhan

penderita pada umumnya masih mengandung bibit penyakit di dalam kandung

empedu dan ginjalnya.2,4,12,13

2.4.2. Karier Demam Tifoid.

Penderita dalam fase karier tifoid adalah seseorang yang kotorannya (feses

atau urin) mengandung S. typhi pasca demam tifoid, tanpa disertai gejala klinis.

Pada convalescent carrier (karier pasca penyembuhan), penderita demam tifoid 4

Page 4: Thypoid fever

dinyatakan telah sembuh secara klinis setelah 2 – 3 bulan namun pada masa

tersebut masih dapat ditemukan bakteri S. typhi di feces atau urin.11 Selain itu,

karier demam tifoid dapat juga merupakan jenis chronic carrier (karier kronis-

menahun) dimana pihak tersebut dapat menjadi sumber penularan dalam waktu

yang lebih lama, yaitu 1 tahun pasca sembuh dari gejala akut.18 Pada demam

tifoid, sumber infeksi dari karier kronis adalah kandung empedu dan ginjal

(infeksi kronis, batu atau kelainan anatomis). Oleh sebab itu, apabila terapi

medika-mentosa dengan obat untuk mengeradikasi tifoid gagal, harus dilakukan

operasi untuk menghilangkan batu atau memperbaiki kelainan anatominya. 2,4,12,13

Ibu yang hamil dan memiliki status sebagai penderita juga mampu

menularkan penyakit ini pada janin. Penyebaran demam tifoid secara kongenital

dapat terjadi melalui infeksi transplasenta dari ibu pada kondisi bakteremia

kepada janinnya. Penyebaran intrapartum juga dapat terjadi, yaitu dengan jalan

fekal-oral dari ibu pengidap.2,4 Di sisi lain, penularan demam tifoid juga dapat

diperantarai vektor berupa lalat, kecoa maupun tikus dengan cara membawa

bakteri yang terdapat dalam urin ataupun feses yang kemudian masuk bersama

makanan. Oleh sebab itu, sangat penting untuk menjaga kebersihan lingkungan

sekitar sehingga bebas dari vektor-vektor tersebut.12,13

2.5 Patogenesis

Bakteri S. typhi dan S. paratyphi masuk kedalam tubuh manusia melalui

makanan yang terkontaminasi.7,8 Masuknya S.typhi melalui makanan dan

minuman yang sudah terkontaminasi, setelah mencapai lambung, sebagian akan

dimusnahkan di dalam lambung dan sebagian lagi berkembang biak. 2,12,13 Bakteri

melewati “barrier” asam lambung dapat disebabkan oleh menurunnya derajat

keasaman asam lambung, makanan bersifat basa, atau mengkonsumsi antasida.4,14

Apabila respon imunitas humoral mukosa (IgA) usus kurang baik, maka

bakteri akan menembus sel epitel dan selanjutnya ke lamina propia. Di lamina

propia bakteri kembali berkembang biak dan difagosit oleh sel-sel fagosit

terutama oleh sel makrofag. Bakteri dapat hidup dan menggandakan diri dalam

makrofag dan selanjutnya dibawa ke payer’s patches ileum distal dan kemudian

ke kelenjar getah bening mesentrika.2,7,14

5

Page 5: Thypoid fever

Melalui duktus torasikus, bakteri yang terdapat dalam makrofag ini masuk

ke dalam sirkulasi darah (mengakibatkan bakterimia pertama yang asimptomatik)

dan menyebar ke seluruh organ retikuloendotelial tubuh terutama hati dan limpa.14

Bakteremia pertama ini terjadi 24 – 72 jam setelah infeksi.2 Di organ-organ ini

kuman meninggalkan sel-sel fagosit dan kemudian berkembang biak di luar sel

atau ruang sinusoid dan selanjutnya masuk ke dalam sirkulasi darah lagi yang

mengakibatkan bakteremia yang kedua kalinya dengan disertai tanda-tanda dan

gejala penyakit infeksi sistemik, seperti demam, malaise, mialgia, sakit kepala dan

sakit perut. Fase mulai masuknya bakteri hingga timbul gejala dianggap sebagai

masa inkubasi (7-14 hari). 2,7,12-14

Bakteri melalui ductus torasikus dan mencapai organ – organ tubuh seperti

limpa, usus halus dan kantong empedu. Bakteri yang masuk kedalam kantong

empedu, berkembang biak dan bersama cairan empedu disekresikan secara

intermiten ke dalam lumen usus.14 Sebagian bakteri dikeluarkan melalui feses dan

sebagian masuk lagi kedalam sirkulasi setelah menembus usus.12-14 Proses ini terus

berlangsung berulang kali, hal ini terutama terjadi akibat makrofag yang telah

teraktivasi dan menjadi hiperaktif. Saat fagositosis bakteri salmonella terjadi

pelepasan mediator inflamasi, terutama endotoksin yang merupakan kompleks

polisakarida dan dianggap berperan penting pada perkembangan patogenesis

demam tifoid.2,4,7 Endotoksin bersifat pirogenik serta memperbesar reaksi

peradangan bakteri dimana bakteri salmonella berkembang biak. Di samping itu,

toksin ini merupakan stimulator yang kuat untuk memproduksi sitokin oleh sel-sel

makrofag dan sel lekosit di jaringan yang meradang. Sitokin ini merupakan

mediator timbulnya demam dan gejala pro-inflamasi. Oleh karena basil

Salmonella bersifat intraselular maka hampir semua bagian tubuh dapat terserang

dan terkadang pada jaringan yang terinvasi dapat timbul infeksi lokal. 2,4,12-14

Di dalam plak payer (payer’s patches), makrofag yang hiperaktif ini

menimbulkan reaksi hiperplasia jaringan. Pada proses ini makrofag akan

menginduksi reaksi hipersensitivitas tipe lambat, yang kemudian akan terjadi

hiperplasia jaringan pada minggu pertama dan nekrosis organ yang terjadi pada

minggu kedua.12-14 Hal yang lebih berat terjadi pada minggu ketiga yaitu ulkus.

Ulkus ini mudah mengalami pendarahan dan perforasi yang merupakan

6

Page 6: Thypoid fever

komplikasi yang berbahaya. Endotoksin dapat menempel di reseptor sel endotel

kapiler dengan akibat timbulnya komplikasi, seperti gangguan neuropsiatrik,

kardiovaskuler, pernapasan, dan gangguan organ lainnya.2,4,14

Walaupun demam tifoid melibatkan respon sistem imun lokal dan

sistemik, baik humoral serta respon imun seluler, namun mekanisme ini tidak

dapat mencegah dari kekambuhan atau infeksi berulang. Hal ini dapat terjadi

sebab pada pasien yang tidak mendapatkan penanganan hingga sembuh sempurna,

bakteri dapat tinggal di kantong empedu dan ginjal, sehingga pasien dapat

menjadi karier (carrier). 4,12-14

2.6 Gejala Klinis

Gejala klinis pada pasien yang telah terinfeksi S.typhi, akan mengalami

proses asimptomatik yang biasanya dimulai dari hari ke 7-14 (rentang 3-60 hari),

dengan onset dari bakteremia ditandai dengan demam dan kelemahan.2-4 Gejala

demam tifoid biasanya terjadi selama 2-3 minggu.7 Pada awal sakit biasanya

didapatkan demam yang samar-samar dan naik turun. Pada kasus tifoid demam

mengalami peningkatan terutama sore hingga malam hari (stepladder pattern).2,4

Dari hari ke hari demam dirasakan semakin tinggi disertai dengan berbagai gejala

seperti sakit kepala, mual, muntah, nyeri ulu hati, pegal-pegal, serta insomnia,

gangguan kesadaran, dan hepatosplenomegali.2,14 Pasien biasanya datang ke

rumah sakit setelah akhir dari minggu pertama dari gejala, dengan keluhan

demam, influenza-like symptoms dengan menggigil, sakit kepala, kelemahan,

anorexia, mual, tidak nyaman pada perut, batuk kering, myalgia, konstipasi/diare,

namun dengan sedikit tanda klinis dari tifoid.2,5,12-14

Gejala klinis yang timbul bervariasi dari gejala ringan sampai berat, dari

asimptomatik hingga simptomatik dengan komplikasi multiorgan.12,14,17 Pada tabel

1 diuraikan kriteria tanda dan gejala demam tifoid berdasarkan durasi waktu

perjalan penyakitnya. Banyak faktor yang mempengaruhi keparahan dan gejala

yang tampak, antara lain durasi penyakit sebelum mendapat terapi yang sesuai,

pemilihan antibiotik, umur, riwayat paparan dan vaksinasi, strain bakteri,

kuantitas bakteri yang masuk, serta status host yang immunocompromised.2,12-14

7

Page 7: Thypoid fever

Tabel 1. Tanda dan Gejala Demam Tifoid 2,4,7,12

Periode Gejala TandaMinggu 1 Demam, influenza-like illness, sakit

kepala, tidak enak badan, anorexia, mual, muntah, diare/konstipasi, tidak enak di perut, batuk, epitaksis

Lidah kotor, nyeri tekan pada abdomen, hepato-splenomegali, bradikardi relatif

Minggu 2 Demam – derajat tinggi (39o-40o C) Rose spot, lidah kotor, bradikardi relatif, hepatosplenomegali, meteorismus, gangguan mental

Minggu 3 Perbaikan gejala atau infeksi berat Penurunan demam, lidah penderita tampak bersih, kebingungan, apatis, pasien stupor

Berdasarkan tingkat keparahan penyakitnya, penderita dengan demam

tifoid digolongkan menjadi 2 kelompok berdasarkan gejala klinis yang timbul,

yaitu:4,12-14,17

a. Acute non-complicated disease dikarakteristik oleh demam yang lama,

gangguan saluran cerna (dapat berupa konstipasi, normal, atau diare), nyeri

kepala, malaise, anoreksia, dan batuk. Selama periode demam, 25% pasien

menunjukkan tanda rose spots pada dada, perut, atau punggung. 4,12-14,17

b. Complicated disease dialami oleh sekitar 10% dari pasien.20 Komplikasi dapat

berupa gejala intestinal maupun ekstraintestinal. 4,12-14,17

1. Komplikasi Intestinal

a) Perdarahan Usus

Sekitar 25% penderita mengalami perdarahan minor yang tidak

membutuhkan tranfusi.4,12 Perdarahan hebat dapat terjadi hingga

penderita mengalami syok.12-14 Secara klinis perdarahan akut darurat

ditegakkan bila terdapat perdarahan sebanyak 5 ml/kgBB/jam.14,17

b) Perforasi Usus

Terjadi pada sekitar 3% dari penderita yang dirawat. Biasanya timbul

pada minggu ketiga namun dapat pula terjadi pada minggu pertama.

Keluhan yang muncul berupa nyeri perut yang hebat terutama di

daerah kuadran kanan bawah yang kemudian meyebar ke seluruh

perut. 4,12-14,17

8

Page 8: Thypoid fever

2. Komplikasi Ekstraintestinal

a) Kardiovaskuler: syok, sepsis, miokarditis, trombosis, tromboflebitis.

b) Hematologi: anemia hemolitik, trombositopenia, DIC, sindrom uremia

hemolitik.

c) Paru: pneumonia, empiema, pleuritis.

d) Hepar dan kandung empedu: hepatitis, kolelitiasis.

e) Ginjal: glomerulonefritis, pielonefritis, perinefritis.

f) Tulang: osteomielitis, periostitis, spondilitis, artritis.

g) Neuropsikiatrik: delirium, meningismus, meningitis, polineuritis

perifer, psikosis, sindrom katatonia.

2.7 Diagnosis

Menurut WHO, definisi kasus demam tifoid dapat dibedakan menjadi tiga

golongan, yaitu:2

1. Confirmed Case: pasien dengan demam ≥38°C yang berlangsung minimal 3

hari, dengan konfirmasi hasil kultur yang positif (darah, sumsum tulang,

cairan usus) S.typhi.

2. Probable Case: pasien dengan demam ≥38°C yang berlangsung minimal 3

hari, dengan serodiagnosis atau deteksi antigen yang positif tanpa isolasi S.

typhi.

3. Chronic Carrier: adanya bukti S.typhi pada feses atau urin atau kultur

empedu yang positif selama lebih dari 1 tahun setelah onset demam tifoid

akut.

Untuk menegakkan diagnosis demam tifoid diperlukan anamnesis,

pemeriksaan fisik serta pemeriksaan penunjang (laboratorium, mikrobiologi, atau

serologi).2,4,17 Selain itu, penentuan terhadap adanya komplikasi atau kondisi

penyerta pada penetapan diagnosis akan membantu menggolongkan pasien dalam

kategori penatalaksanaan yang sesuai dan mencegah perburukan kondisi pasien.

Anamnesis dan pemeriksaan fisik pada kasus demam tifoid dilakukan berdasarkan

gejala dan tanda yang muncul berdasarkan proses perjalanan penyakitnya. Pada

daerah yang endemik tifoid, demam selama seminggu tanpa penyebab yang pasti,

harus dicurigai tifoid, hingga penyebab pasti dari demam dapat diketahui.

Diagnosis definitif dari demam tifoid tergantung dari isolasi terhadap S.typhi dari

9

Page 9: Thypoid fever

darah, sumsum tulang belakang, atau lesi anatomi yang spesifik.17 Sedangkan

adanya gejala klinis atau deteksi antibodi spesifik hanya merupakan diagnosis

sugestif, bukan definitif. Kultur darah merupakan mainstay untuk diagnosis

sampai saat ini, namun kultur sumsum tulang merupakan gold standard-nya.2,4,7,12-

14

Kegagalan dalam mengisolasi organisme biasanya terjadi karena beberapa

faktor antara lain terbatasnya sarana laboratoium, penggunaan antibotik, volume

spesimen untuk kultur, dan waktu pengambilan sampel.14,17 Pengambilan darah

pada remaja hingga dewasa sekitar 10-15 mL sedangkan untuk anak-anak

diperlukan 2-4 mL. Hal ini terkait dengan jumlah atau level bakteremia pada

anak-anak lebih tinggi dibandingkan dengan dewasa.2,4,14,17

Beberapa pemeriksaan penunjang yang dapat dilakukan untuk

menegakkan diagnosis demam tifoid antara lain pemeriksaan laboratorium,

mikrobiologis, dan serologis, sedangkan pemeriksaan lain yang dilakukan

tergantung indikasi untuk mengetahui komplikasi dan menyingkirkan diagnosis

banding. Selain itu pemeriksaan penunjang juga dapat dilakukan untuk

mendukung penatalaksaanaan penyakit, terutama dalam hal penentuan terapi

antibiotik. 2,4,14

a. Pemeriksaan Laboratorium

Pada pemeriksaan darah lengkap sering ditemukan leukopenia

namun dapat pula kadar leukosit normal ataupun leukositosis, eosinofilia,

trombositopenia ringan dan anemia ringan.2,4,14 Terjadinya leukopenia

terjadi akibat depresi dari sumsum tulang oleh endotoksin dan mediator

endogen yang ada. Sedangkan leukositosis dapat ditemui walaupun tanpa

adanya tanda infeksi sekunder. Trombositopenia terjadi berhubungan

dengan produksi sel darah yang menurun dan destruksi yang meningkat

oleh sel-sel RES, berbeda halnya dengan anemia yang disebabkan oleh

produksi hemoglobin serta pendarahan intestinal yang tidak nyata. Pada

demam tifoid juga terjadi peningkatan laju endap darah. Di sisi lain, hasil

pemeriksaan kimia klinik umumnya ditemukan peningkatan SGOT dan

SGPT. 2,4,14,17

10

Page 10: Thypoid fever

b. Pemeriksaan Mikrobiologi

1. Kultur Darah

Hasil biakan darah yang positif memastikan demam tifoid, namun

hasil negatif tidak menyingkirkan demam tifoid.2,4 Faktor yang

mempengaruhi yaitu telah mendapat terapi antibiotik, volume darah

yang kurang, riwayat vaksinasi, atau pengambilan darah saat minggu

pertama.14 Lebih dari 90% penderita yang tidak diobati, hasil kultur

darah positif dalam minggu pertama. Hasil ini menurun secara

signifikan setelah pemakaian obat antibiotik menjadi 40%.12-14 Kultur

dilakukan pada hari 1, 2, 3, dan 7 pada agar non-selektif.14,19

2. Kultur Feses atau Rectal Swab

Organisme dalam tinja masih dapat ditemukan selama 3 bulan dari

90% penderita dan kira-kira 3% penderita tetap mengeluarkan

Salmonella typhi dalam feses untuk jangka waktu yang lama.12-14

3. Kultur Sumsum Tulang

Kultur sumsum tulang memiliki sensitivitas tinggi (95%). Selain

itu, pemeriksaan ini tidak dipengaruhi oleh pemberian antibiotika dan

fase penyakit.2,4,14

c. Pemeriksaan Serologis

1. Tes Widal

Tes ini mengukur kadar aglutinin yang spesifik terhadap S. typhi,

bisa ditemukan dalam serum penderita demam tifoid, pada orang yang

pernah tertular S. typhi, dan pada orang yang pernah mendapatkan

vaksin demam tifoid.2,4,7,14 Pembentukan aglutinin mulai terjadi pada

akhir minggu pertama demam, kemudian meningkat secara cepat dan

mencapai puncak pada minggu ke-4, tetap tinggi selama beberapa

minggu. Biasanya antibodi O terukur pada hari ke-6 sampai 8,

sedangkan antibodi H pada hari ke-10 sampai 12 setelah onset. Pada

orang yang telah sembuh, aglutinin O masih dapat dijumpai setelah 4-

6 bulan dan aglutinin H 9-12 bulan.14,17,19

Semakin tinggi titer aglutininnya, semakin besar pula kemungkinan

didiagnosis sebagai demam tifoid.2 Pada infeksi yang aktif, titer

11

Page 11: Thypoid fever

aglutinin akan meningkat pada pemeriksaan ulang yang dilakukan

pada selang waktu paling sedikit 5 hari.14,17 Peningkatan titer aglutinin

4 kali lipat selama 2-3 minggu memastikan diagnosis demam

tifoid.2,4,14 Interpretasi hasil uji Widal adalah sebagai berikut:2,14,17

Titer O >160 menunjukkan adanya infeksi akut.

Titer H >160 berarti telah mendapat imunisasi atau pernah

menderita infeksi.

Titer Vi yang tinggi terjadi pada karier.

Sensitivitas dan spesifitasnya tidak begitu tinggi; hasilnya bisa

negatif pada 30% kasus dengan kultur positif.14,19-21 Oleh karena itu,

tes ini bukan untuk menentukan kesembuhan.14 Beberapa faktor yang

mempengaruhi uji widal antara lain gizi buruk yang menghambat

pembentukan antibodi, waktu pemeriksaan, pengobatan dini dengan

antibiotik, penyakit tertentu seperti leukemia, pengobatan

imunosupresif atau kortikosteroid, riwayat vaksinasi, dan infeksi

klinis/subklinis oleh salmonella sebelumnya.2,4,14,

2. Uji Enzym-Linked Immunosorbent Assay (ELISA)

Ada 2 macam uji ELISA yang bisa dilakukan. Pertama tes yang

menggunakan antigen O, H, dan Vi. Yang kedua tes menggunakan

protein Ag khusus (Dot-EIA). Deteksi ELISA secara teoritis dapat

menegakkan diagnosis demam tifoid secara dini dan cepat (3-4 jam).14

3. Tes IDL Tubex

Tes ini bersifat sederhana (hanya diperlukan 1 langkah) dan cepat

(hasil kira-kira 2 menit).2,12-14 Uji ini mendeteksi antibodi anti-S. typhi

O9, dengan cara menghambat ikatan antara IgM anti-O9 yang

terkonjugasi pada partikel lateks yang berwarna dengan

lipopolisakarida S .typhi yang terkonjugasi pada partikel magnetik

lateks. Hasil positif uji ini menunjukkan infeksi serogrup D walau

secara tidak spesifik menunjuk pada S. typhi. Infeksi oleh S. paratyphi

akan memberikan hasil negatif. Uji ini memiliki sensitivitas dan

spesifisitas tinggi, yaitu 80% dan 90% berturut-turut.12-14,21 Interpretasi

hasil uji Tubex dijelaskan pada tabel 2.

12

Page 12: Thypoid fever

Tabel 2. Interpretasi Hasil Uji Tubex 14

Skor Interpretasi Keterangan< 2 Negatif Tidak menunjuk infeksi tifoid aktif3 Borderline Pengukuran tidak dapat disimpulkan. Ulangi

pengujian, apabila masih meragukan lakukan pengulangan beberapa hari kemudian

4-5 Positif Menunjukkan infeksi tifoid aktif>6 Positif Indikasi kuat infeksi tifoid

4. Uji Typhidot

Tes Typhidot dapat mendeteksi antibodi IgM dan IgG yang

terdapat pada protein membran luar S. typhi. Hasil positif didapatkan

2-3 hari setelah infeksi. Uji ini memiliki sensitivitas 78% dan

spesifisitas 89%.14

5. Uji IgM Dipstik

Tes ini secara khusus mendeteksi antibodi IgM spesifik terhadap S.

typhi. Tidak diperlukan peralatan khusus apapun serta prosesnya

cepat, namun akurasi pemeriksaan lebih baik jika dilakukan 1 minggu

setelah timbul gejala. Uji ini memiliki sensitivitas 77% dan spesifisitas

100%.14,17

d. Uji Sensitivitas

Dari beberapa penelitian di berbagai tempat di dunia, S. typhi

dengan strain yang dikategorikan multi-drug resistance sering muncul;

maka dari itu tes ini direkomendasikan dalam penentuan pengobatan.

Organisme ditemukan resisten terhadap ampisilin, kloramfenikol,

sulfonamid, trimetoprim, streptomisin, dan tetrasiklin.2,4,14

2.8 Diagnosis Banding (Differential Diagnosis)

Beberapa diagnosis banding demam tifoid adalah demam berdarah dengue

(dengue hemorrhagic fever), malaria, dan influenza. Pada demam berdarah

dengue, pasien biasanya datang dengan keluhan demam yang berlangsung terus

menerus 2-7 hari, terdapat nyeri tulang belakang dan perasaan lelah, disertai tanda

perdarahan seperti: uji bending positif, petekie (bintik merah pada kulit),

13

Page 13: Thypoid fever

epistaksis (mimisan), atau berak darah berwarna hitam (melena). Tipe demam

pada infeksi virus dengue sedikit berbeda dengan tifoid antara lain adanya demam

tinggi selama 1-3 hari dan kemudian demam turun dan disertai dengan penurunan

trombosit pada hari berikutnya. Hasil pemeriksaan laboratorium menunjukkan

jumlah trombosit menurun (trombositopenia), kadar hematokrit meningkat

(hemokonsentrasi), SGOT/SGPT meningkat, dan hasil tes serologis positif antigen

virus dengue (NS 1 dan IgM dan IgG). Pada malaria, demam dirasakan dialami 2-

7 hari berturut-turut, disertai keluhan nyeri kepala, otot-otot, seluruh badan,

menggigil dan berkeringat dingin. Adanya riwayat mengenai onset demam yang

tiba-tiba (terutama pada fase awal) dan dapat turun sampai normal atau di bawah

normal, dapat disertai adanya anemia berat namun jarang terjadinya gangguan

pencernaan. Pada malaria juga ditemukan trias malaria, antara lain: periode

dingin, dimana pasien merasakan menggigil dan diikuti dengan peningkatan suhu

tubuh; periode panas dimana penderita muka merah, nadi cepat, panas badan tetap

tinggi beberapa jam dan diikuti keadaan berkeringat; dan periode berkeringat

dimana penderita akan berkeringat banyak dan suhu turun kemudian penderita

merasa sehat. Pemeriksaan darah lengkap khususnya tes darah tepi menunjukkan

hasil positif terhadap salah satu parasit plasmodium yang menginfeksi. Pada

influenza, biasanya keluhan awal adalah pilek, batuk, demam 1-2 hari (suhu tinggi

dengan onset cepat), sakit kepala, dan gangguan saluran pernafasan lainnya

seperti sesak nafas, hidung tersumbat, sakit tenggorokan. Dari hasil pemeriksaan

darah hanya ada sedikit peningkatan jumlah leukosit (sel darah putih), kriteria

darah lengkap lainnya umumnya dalam batas normal.2,4,7,14

2.9 Penatalaksanaan

Adapun penatalaksanaan yang dapat dilakukan untuk pasien demam tifoid

antara lain:

2.9.1. Terapi Antibiotik

Antibiotik dapat segera diberikan bila diagnosis telah dibuat. Lebih dari

90% pasien bisa menjalani rawat jalan dengan antibiotik oral; namun ini juga

harus disertai follow-up yang ketat terhadap komplikasi atau kegagalan terapi.2,4,12-

14,17 Adapun obat-obatan yang sering digunakan antara lain:2,14,17,22-26

14

Page 14: Thypoid fever

a. Kloramfenikol

Obat ini masih menjadi pilihan pertama di Indonesia sampai saat

ini, berdasarkan dari efikasi, keamanan, dan harganya.2,17,21 Dosis yang

diberikan adalah 4 x 500 mg sehari secara oral atau intravena sampai

dengan 7 hari bebas panas.14 Kekurangannya adalah jangka waktu

pemberiannya yang lama, serta cukup sering menimbulkan karier dan

relaps.17 Kloramfenikol tidak boleh diberikan pada wanita hamil,

terutama pada trimester III, karena dapat menyebabkan partus prematur

dan kematian fetus intrauterin.2,14,17,25

b. Tiamfenikol

Dosis dan efektivitas tiamfenikol hampir sama dengan

kloramfenikol, namun komplikasi anemia aplastiknya lebih rendah

dibanding kloramfenikol. Dosis yang diberikan adalah 4 x 500 mg.2,14,25

c. Kotrimoksazol

Efektivitas obat ini sama dengan kloramfenikol. Dosis yang

diberikan adalah 2 x 2 tablet (1 tablet mengandung sulfametoksazol 400

mg dan 80 mg trimetoprim) diberikan selama 2 minggu.2,14,17

d. Ampisilin dan Amoksisilin

Kemampuan obat ini untuk menurunkan demam lebih rendah

dibandingkan kloramfenikol. Dosis yang diberikan adalah 50 - 150

mg/kgBB selama 2 minggu.2,14,25

e. Sefalosporin Generasi III

Hingga saat ini, golongan ini terbukti efektif untuk demam tifoid

adalah ceftriakson, dengan dosis yang dianjurkan yaitu 3 - 4 gram dalam

dekstrosa 100cc diberikan selama 3 - 5 hari.2,14,25

f. Fluorokuinolon

Golongan ini terdiri dari beberapa jenis, antara lain:2,14,22-26

Norfloksasin 2 x 400 mg/hari selama 14 hari

Ciprofloksasin 2 x 500 mg/hari selama 6 hari

Ofloksasin 2 x 400 mg/hari selama 7 hari

Pefloksasin 400 mg/hari selama 7 hari

Fleroksasin 400 mg/hari selama 7 hari

15

Page 15: Thypoid fever

g. Azitromisin

Jika dibandingkan dengan fluorokuinolon, azitromisin secara

signifikan mengurangi kegagalan klinis dan durasi rawat inap, terutama

untuk bakteri yang multi-drug resistance. Obat ini juga dapat mengurangi

relaps jika dibandingkan dengan ceftriakson. Dosis yang diberikan adalah

2 x 500 mg.2,7,14,25

h. Kombinasi Obat Antibiotik

Kombinasi 2 antibiotik atau lebih hanya diindikasikan pada toksik

tifoid, peritonitis atau perforasi, atau syok septik yang terbukti ditemukan

2 macam organisme dalam kultur darah selain S. typhi.2,14,17

i. Kortikosteroid

Penggunanaan kortikosteroid hanya diindikasikan pada toksik

tifoid atau syok septik dengan dosis 3 x 5 mg.2,14,17

Secara ringkas, pemberian antibiotik dapat dilihat pada tabel 3 dan tabel 4 sesuai

dengan derajat keparahannya:

Tabel 3. Tatalaksana Antibiotik untuk uncomplicated typhoid fever 2

Optimal therapy Alternative effective drugsSusceptibili

tyAntibiotic Daily

dose mg/k

g

Days Antibiotic Daily dose

mg/kg

Days

Fully sensitive

Fluroquinolone e.g Ofloxacine or Ciprofloxacin

15 5-7 ChloramphenicolAmoxicillinTMP-SMX

50-7575-1008-40

14-211414

Multidrug resistance

Fluroquinolone orCefixime

1515-20

5-77-14

AzitromycinCefixime

8-1015-20

77-14

Quinolone resistance

Azytromycineor Ceftriaxone

8-1075

77-14

Cefixime 20 7-14

Tabel 4. Tatalaksana Antibiotik untuk severe typhoid fever2

Optimal parenteral drug Alternative effective parenteral drugSusceptibility Antibiotic Daily

dosemg/kg

Days Antibiotic Daily dose

mg/kg

Days

Fully sensitive Fluroquinolone e.g ofloxacine

15 10-14 ChloramphenicolAmoxicillinTMP-SMX

1001008-40

14-211414

16

Page 16: Thypoid fever

Multidrug resistant

Fluroquinolone 15 10-14 CeftriaxoneCefotaxime

6080

10-14

Quinolone resistant

Ceftriaxone or Cefotaxime

6080

10-14 Fluroquinolone 20 7-14

2.9.2. Terapi Suportif

Manajemen ini meliputi penggunaan antipiretik dan nutrisi yang adekuat.

Pasien dengan gambaran klinis yang jelas, apalagi disertai komplikasi, sebaiknya

memerlukan rawat inap.2,4,14,17 Penderita yang dirawat harus tirah baring dengan

sempurna untuk mempercepat masa penyembuhan. Tirah baring disertai

perawatan penuh (makan, minum, BAB, dan lain-lain) dan juga perlu menjaga

kebersihan diri dan lingkungan pasien. Bila klinis berat, penderita harus istirahat

total. Bila penyakit membaik, maka dilakukan mobilisasi secara bertahap sesuai

dengan pulihnya kekuatan pasien.2,14,17

Nutrisi untuk pasien demam tifoid meliputi pemberian cairan oral atau

parenteral dan diet. Cairan parenteral diindikasikan pada derajat berat, ada

komplikasi penurunan kesadaran, serta apabila sulit makan. Cairan harus

mengandung elektrolit dan kalori yang optimal. Diet harus mengandung kalori

dan protein yang cukup. Rendah serat direkomendasikan untuk mencegah

perdarahan dan perforasi. Diet biasanya diklasifikasikan atas diet cair, bubur

lunak, tim, dan nasi biasa, tergantung pada kebutuhan pasien.2,4,14,17

2.9.3. Terapi Komplikasi

Sekitar 25% pasien demam tifoid dapat mengalami perdarahan minor

akibat perdarahan intestinal. Namun, dapat juga terjadi perdarahan akut darurat (5

ml/kgBB/jam) sampai pasien mengalami syok. Apabila tranfusi tidak efektif,

maka diperlukan tindakan bedah. Perforasi usus terjadi sekitar 3% dari pasien,

yang biasanya timbul pada minggu ketiga. Antibiotik yang diberikan pada kasus

ini biasanya dikombinasikan dengan antibiotik spektrum luas untuk mengatasi

bakteri yang bersifat fakultatif dan anaerobik pada flora usus. Terapi yang lain

tergantung pada gejala komplikasi lainnya yang timbul, seperti hepatitis,

pakreatitis, dan tifoid toksik. Penanganan tifoid toksik meliputi pemberian

kombinasi kloramfenikol 4 x 400 mg ditambah ampisilin 4 x 1 gram dan

deksametason 3 x 5 mg.14

17

Page 17: Thypoid fever

2.9.4. Manajemen untuk Karier

Individu dikatakan karier kronis untuk demam tifoid apabila asimtomatik

namun terus-menerus positif S. typhi pada kultur tinja 1 tahun setelah sembuh dari

gejala akut. Kurang lebih 1-5% pasien demam tifoid menjadi karier kronis.

Pengobatan yang dapat dipakai yaitu administrasi selama 6 minggu amoksisilin

atau ampisilin 100 mg/kgBB/hari dengan probenesid 30 mg/kgBB/hari, atau

trimetoprim-sulfametoksazol (TMP-SMZ) 160-800 mg 2 kali sehari; regimen ini

memberi efektivitas sekitar 60%. Administrasi ciprofloksasin 750 mg 2 kali sehari

selama 28 hari memberi efektivitas sebesar 80%.14

Pada demam tifoid, sumber infeksi berasal dari kandung empedu dan

ginjal. Maka dari itu, jika dengan terapi anti-tifoid gagal, harus dilakukan operasi

untuk kelainan anatominya.2,4,14 Apabila disertai kolelitiasis, dapat dilakukan

kolesistektomi disertai pemberian regimen di atas selama 28 hari. Apabila disertai

infeksi Schistosoma, diberikan prazikuantel 40 mg/kgBB dosis tunggal.14 Selain

itu, karier harus menghindari kegiatan memasak ataupun menyajikan makanan

sampai saat kultur feses negatif 3 kali berturut-turut dengan selang waktu terpaut

1 bulan untuk masing-masing kultur. Antibodi Vi dapat menentukan status karier;

antibodi ini akan meningkat pada karier kronis demam tifoid.2,14

2.10 Komplikasi

Komplikasi pada demam tifoid terjadi 10-15% kasus dan umumnya terjadi

pada pasien yang telah menderita sakit lebih dari 2 minggu. Komplikasi yang

paling sering terjadi yaitu pendarahan pada gastrointestinal, dengan kasus sekitar

10%.14,17 Hal ini disebabkan oleh erosi dari necrotic peyer’s patch melewati

dinding dari enteric vessel.4,12-14,21 Komplikasi ini juga menentukan

penatalaksanaan yang diberikan pada pasien sesuai dengan manifestasi, derajat,

dan keterlibatan organ.2,14 Beberapa komplikasi yang perlu diperhatikan dalam

perjalanan demam tifoid ditunjukkan melalui tabel 5.

Tabel 5. Komplikasi Demam Tifoid 1,3

Abdominal 1. Perforasi gastrointestinal2. Perdarahan gastrointestinal3. Hepatitis4. Kolesistitis (umumnya subklinis)

18

Page 18: Thypoid fever

Kardiovaskular 1. Perubahan elektrokardiografi asimtomatik2. Miokarditis3. Shock

Neuropsikiatri1. Ensefalopati2. Delirium3. Status psikotik4. Meningitis5. Gangguan koordinasi

Respirasi1. Bronkitis2. Pneumonia (Salmonella enteric serotype typhi, Streptococcus

pneumoniae)Hematologi

1. Anemia2. Disseminated intravascular coagulation (umumnya subklinis)

Komplikasi lain1. Abses fokal (Focal abscess)2. Faringitis3. Miscarriage4. Relapse5. Chronic carriage

2.11 Prognosis

Umumnya penderita dengan gejala minimal memiliki prognosis yang baik

dibandingkan penderita dengan gejala berat maupun dengan komplikasi.

Prognosis demam tifoid cenderung berakhir pada 3-4 minggu tanpa pengobatan

dengan angka kematian sekitar 12-30%, namun penatalaksanaan yang tepat dapat

mempersingkat waktu perawatan dan menurunkan 1-4% indikator tersebut.1

Diantara demam tifoid yang sembuh klinis pada 20% diantaranya masih

ditemukan bakteri S.thyphi setelah 2 bulan dan 10% masih ditemukan pada bulan

ke-3 serta 3% masih ditemukan setelah 1 tahun.2,4 Kasus karier meningkat seiring

peningkatan umur dan adanya penyakit kandung empedu serta gangguan traktus

urinarius.9

19