tinjauan hukum islam terhadap praktik jual beli ikan …etheses.uinmataram.ac.id/1382/1/hafidayati...
TRANSCRIPT
i
TINJAUAN HUKUM ISLAM TERHADAP PRAKTIK JUAL BELI IKAN DI KOLAM PEMANCINGAN DENGAN SISTEM JATAHAN
(Studi Kasus di DesaBunkate Kec.Jonggat Kab. LombokTengah)
OLEH
HAFIDAYATI 152.141.029
JURUSAN MUAMALAH FAKULTAS SYARIAH
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI (UIN)MATARAM 2018
ii
TINJAUAN HUKUM ISLAM TERHADAP PRAKTIK JUAL BELI IKAN DI KOLAM PEMANCINGAN DENGAN SISTEM JATAHAN
(Studi Kasus di Desa Bunkate Kec. Jonggat Kab. Lombok Tengah)
Skripsi
Diajukan Kepada Universitas Islam Negeri Mataram Untuk Melengkapi Persyaratan Mencapai Gelar Sarjana Hukum
OLEH
HAFIDAYATI 152.141.029
JURUSAN MUAMALAH FAKULTAS SYARIAH
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI (UIN)MATARAM 2018
iii
iv
vi
vii
Motto
ث ف في البيع فإنه ين وكثرة الح إياك ي ح
“Jauhilah oleh kalian banyak bersumpah dalam berdagang, karena dia (memang biasanya) dapat melariskan dagangan tapi kemudian menghapuskan (keberkahannya).”(HR. Muslim no. 1607)
viii
PERSEMBAHAN
Karya ilmiah ini kupersembahkan untuk :
1. Kedua orang tuaku Ayahanda Arifin dan Ibunda Mislah atas segala
pengorbanan, doa, dukungan moril dan meteril serta curahan kasih
sayang yang tak terhingga dan ucapan terimakasih saja takkan
pernah cukup untuk membalas kebaikan kalian, karena itu terimalah
persembahan bakti dan cinta ku untuk kalian bapak ibuku.
2. Saudara saya kakakku tercinta Suhaedayati,SPd. dan adik saya
Akhmad Yusuf walaupun kita tetap bertengkar setiap hari tapi
kalian selalu memberikan dukungan, semangat, senyum dan do’anya
untuk keberhasilan ini, cinta kalian adalah memberikan kobaran
semangat yang menggebu, terimakasih dan sayang ku untuk kalian.
3. Sahabat – sahabat saya Yuli Rosita, Azmiatin Sya’bani, Niswatin
Asparini yang telah memberikan semangat dan setia menunggu di
kampus dan teman seperjuangan yang telah memberikan semangat,
dan membantu dalam menyelesaikan skripsi ini dan memberikan
semangat, terutama keluarga besar Muamalah A angkatan tahun
2014.
4. Terima kasih juga buat keluarga besarku yang selalu mendukungku
5. Almamaterku tercinta UIN Mataram.
ix
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis panjatkan atas kehadirat Allah SWT, atas berkat rahmat dan
karunia-Nya yang senantiasa dilimpahkan sehingga penulis bisa menyelesaikan
skripsi yang berjudul “Tinjauan Hukum Islam Terhadap Praktik Jual Beli Ikan
Di Kolam Pemancingan Dengan Sistem Jatahan (Studi Kasus di Desa Bunkate
Kec. Jonggat Kab. Lombok Tengah)”.
Shalawat dan salam semoga tetap tercurahkan kepada baginda Nabi
Muhammad SAW, yang senantiasa menjadi figur dan contoh bagi seluruh umat Islam
dan semoga kelak kami semua bisa mendapat syafa’atnya. Amin.
Penulis menyadari sepenuhnya, bahwa dalam penulisan skripsi ini tidak
terlepas dari bantuan dan dorongan motivasi dari semua pihak. Untuk itu penulis
ingin menyampaikan ucapan rasa terima kasih kepada beberapa pihak yang telah
banyak membantu atas bimbingan sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini
yaitu kepada :
1. Dosen Pembimbing Bapak Dr.KhairulHamim selaku pembimbing I dan Bapak Dr.
Gazali. M.H selaku pembimbing II yang telah menyediakan waktu, memberikan
pelajaran berharga, serta mendukung selama proses pembuatan skripsi dari awal
hingga selesai.
2. Dekan Fakultas Syariah Dr. H. Musawar, M.Ag
3. Ketua Jurusan Muamalah Sapruddin, M.Si
4. Rektor Universitas Islam Negeri Mataram Dr. H. Mutawali, M.Ag
x
5. Bapak Ibu Dosen dan seluruh civitas akademik FS UIN Mataram yang telah
memberikan bimbingan, dan bantuan selama peneliti melaksanakan studi di UIN
Mataram.
6. Semua pihak yang tidak mungkin penulis sebutkan satu persatu yang telah terlibat
banyak membantu sehingga skripsi ini dapat diselesaikan.
Semoga Allah memberikan rahmat dan karunia kepada semua pihak yang
telah banyak memberikan bantuan dan bimbingan dalam skripsi ini sehingga
penulis dapat menyelesaikan dengan baik, karena kemampuan penulis yang
terbatas. Oleh karenannya, saran dan kritikan yang sifatnya membangun, sangat
penulis harapkan demi kesempurnaan skripsi ini.
Mataram, 2018
Peneliti
HAFIDAYATI
xi
DAFTAR ISI
HALAMAN SAMPUL ................................................................................ i
HALAMAN JUDUL ................................................................................... ii
PERSETUJUAN PEMBIMBING ............................................................. iii
NOTA DINAS PEMBIMBING .................................................................. iv
PERNYATAAN KEASLIAN SKRIPSI .................................................... v
HALAMAN PENGESAHAN ..................................................................... vi
HALAMAN MOTTO ................................................................................. vii
HALAMAN PERSEMBAHAN ................................................................. viii
KATA PENGANTAR ................................................................................. ix
DAFTAR ISI ................................................................................................ xi
ABSTRAK ................................................................................................... xiv
BAB I PENDAHULUAN ............................................................................ 1
A. Latar Belakang .................................................................................. 1
B. Fokus Penelitian ................................................................................ 5
C. Tujuan dan Manfaat Penelitian ......................................................... 5
1. Tujuan Penelitian ........................................................................ 5
2. Manfaat Penelitian ...................................................................... 5
D. Ruang Lingkup dan Setting Penelitian .............................................. 6
E. Telaah Pustaka ................................................................................... 7
F. Kerangka Teoretik ............................................................................. 11
xii
1. Pengertian Jual Beli .................................................................... 11
2. Dasar Hukum Jual Beli .............................................................. 13
3. Rukun dan Syarat Jual Beli ........................................................ 15
4. Bentuk-bentuk dalam jual beli ................................................... 19
5. Bentuk-bentuk dalamjual beli yang dilarang ............................. 20
6. Manfaat dan Hikmah Jual Beli ................................................... 23
7. PengertianKolam ........................................................................ 24
G. Metode Penelitian ............................................................................. 25
1. Pendekatan Penelitian ................................................................ 25
2. Kehadiran Peneliti ..................................................................... 25
3. Sumber dan Jenis Data .............................................................. 26
4. Pengumpulan Data ..................................................................... 27
5. Analisis Data.............................................................................. 29
6. Validitas Data ............................................................................ 30
7. Sistematika penulisan ................................................................ 32
BAB II PAPARAN DAN TEMUAN .......................................................... 34
A. GambaranUmumDesaBunkate ...................................................... 34
1. Sejarah Desa Bunkate ................................................................. 34
2. Latak Geografis ........................................................................... 35
3. Kependudukan............................................................................. 36
xiii
B. Praktik Jual Beli Ikan di Kolam Pemancingan
Dengan Sistem Jatahan di Desa Bunkate Kec.
Jonggat Kab. Lombok Tengah ....................................................... 37
BAB III PEMBAHASAN ........................................................................... 42
A. Analisis praktik jual beli ikan di kolam
pemancingan dengan sistem jatahan di desa bunkate ................. 42
B. Tinjauan Hukum Islam Terhadap praktik jual beli
ikan dikolam pemancingan dengan sistem jatahan di
desa bunkate ................................................................................ 47
BAB IV PENUTUP ..................................................................................... 52
A. Kesimpulan ....................................................................................... 52
B. Saran-saran ........................................................................................ 53
DAFTAR PUSTAKA .................................................................................. 55
LAMPIRAN
xiv
TINJAUAN HUKUM ISLAM TERHADAP PRAKTIK JUAL BELI IKAN DI KOLAM PEMANCINGAN DENGAN SISTEM JATAHAN (STUDI KASUS DI
DESA BUNKATE KEC. JONGGAT KAB. LOMBOK TENGAH)
Oleh:
HAFIDAYATI NIM: 152.141.029
ABSTRAK
Praktik jual beli kadang tidak mengindahkan hukum syara’ yang berlaku,
sehingga dapat merugikan satu dengan yang lainnya. kerugian tersebut ada kalanya berhubungan dengan obyek maupun harga yang ditentukan, hal itu terjadi karena ketidaktahuan masyarakat dalam hukum jual beli. Kegiatan jual beli ikan di Desa Bunkate Kec. Jonggat juga mengandung unsur kesamaran atau ketidakketahuan antara penjual dan pembeli mengenai objek yang akan diperoleh antara keduanya sesuai dengan akad yang sudah ditentukan keduanya, yaitu Jual Beli Ikan Di Kolam Pemancingan di Desa Bunkate Kec. Jonggat. Kegiatan jual beli ikan di kolam pemancingan dengan sistem jatahan di Desa Bunkate ini sudah menjadi kebiasaan masyarakat setempat sehingga sudah menjadi hal yang wajar dan bisa diterima oleh masyarakat umum juga penjual dan pembeli.
Berdasarkanpermasalahan diatas, telah di lakukan penelitian di pemancingan Desa Bunkate dengan rumusan masalah bagaimana praktek jual beli ikan di kolam pemancingan dengan sistem jatahan di Desa Bunkate Kec. Jonggat Kab. Lombok Tengah dan bagaimana tinjauan hukum Islam terhadap praktik jual beli ikan di kolam pemancingan dengan sistem jatahan di Desa Bunkate Kec. Jonggat Kab. Lombok Tengah.
Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif. Pendekatan kualitatif adalah pendekatan penelitian yang menggambarkan, menjelaskan, dan mengungkapkan masalah penelitian dengan kata-kata bukan dengan angka-angka.Adapun alasan penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif adalah karena pokok masalah yang akan diteliti merupakan suatu proses dan interaksi antara manusia yang satu dengan yang lain secara alami. Sedangkan pengumpulan data yang dilakukan menggunakan teknik wawancara, observasi dan dokumentasi.
Berdasarkan hasil penelitian dapat ditarik kesimpulan Jual beli ikan di kolam pemancingan yang dipraktekkan di Desa Bunkate ini tidak sah karena jual beli ini termasuk jual beli bathil dan didalamnya ada unsur gharar. Termasuk jual beli bathil karena ikan yang diperoleh pada saat memancing tidak pasti, dan itu merugikan salah satu pihak dan menguntungkan pihak lainnya.
Kata Kunci: TinjauanHukum Islam, JualBeliIkan di KolamPemancingan
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Allah SWT telah menjadikan manusia masing-masing saling membutuhkan
satu sama lain supaya mereka saling tolong menolong dalam segala urusan
kepentingan hidup baik dengan jalan jual beli, sewa-menyewa, bercocok tanam,
atau yang lain nya, baik dalam urusan kepentingan sendiri maupun untuk
kemaslahatan umum.1 Tolong menolong antar sesama manusia dalam berbuat
kebaikan ini sangat dianjurkan dalam Islam sebagaimana firman Allah SWT
dalam surat Al-Maidah ayat 2 yang berbunyi:
Artinya: Dan tolong menolonglah kamu dalam berbuat kebaikan dan jangan
tolong menolong dalam berbuat kejahatan (dosa) dan aniaya.2
Banyak hal yang dapat dilakukan oleh seorang muslim untuk mewujudkan
tolong menolong tersebut seperti, memberikan pinjaman, dan memberikan
sedekah. Tidak hanya itu, dalam berbagai transaksi juga terdapat peluang untuk
memberi pertolongan kepada orang lain seperti dalam transaksi jual beli.
1Sulaiman Rasjid, Fiqh Islam, (Bandung :Sinar Baru Algensindo, 2010), h. 278. 2 QS. al Maidah (5): 2
2
Jual beli merupakan salah satu kegiatan yang dibutuhkan dalam kehidupan
dan telah ada hukumnya yang jelas dalam Islam. Dengan jual beli seseorang atau
sekelompok orang bahkan negara dapat memenuhi kebutuhannya, namun di
dalam jual beli sendiri ada aturan yang sudah ditetapkan baik oleh Undang-
Undang maupun ketentuan agama (Islam). Hukumnya adalah boleh (jaiz) atau
(ibahah).3
Sebagaimana diketahui bahwa manusia tidak akan mencukupi kebutuhan
dirinya tanpa bantuan orang lain. Permasalahanya adalah jika jual beli tersebut
sudah sesuai dengan dasar suka sama suka, tetapi setelah jual beli tersebut
dilakukan ternyata mengandung perbuatan yang mengakibatkan kepada
kerusakan, maka hal ini tentu tidak baik.
Jual beli dianggap sah jika dilakukan dengan ijab dan qabul, kecuali untuk
barang-barang kecil seperti membeli kebutuhan sehari-hari maka tidak wajib
dengan ijab dan qabul, tetapi cukup dengan mu’athah (saling memberi) saja. Dan
hal itu merujuk pada kebiasaan yang berlaku di masyarakat tersebut. Ijab dan
qabul tidak mewajibkan kata-kata tertentu sebab yang menjadi ukuran dalam jual
beli adalah akad dan tujuannya bukan kata-kata dan bentuknya.4
Bentuk dan jenis jual beli sangat banyak dilakukan masyarakat muslim
termasuk praktik jual beli ikan di kolam pemancingan di desa Bunkate
Kecamatan Jonggat lokasi ini sangat dekat dengan sumber mata air, sehingga
3Ibid., h. 193. 4Sulaiman al-Faifi, Ringkasan Fiqih Sunnah, (Jakarta: Beirut Publishing, 2014), h. 763.
3
tidak heran dengan masyarakat Bunkate banyak berprofesi membudidayakan
ikan sekaligus sebagai penjual ikan. Di samping itu juga, ada sebagian masyarakat
Bunkate sebagai petani, PNS, akan tetapi masyarakat Bunkate lebih condong
melakukan profesi sebagai penjual ikan. 5
Praktik jual beli ikan di kolam pemancingan seperti ini sudah berjalan cukup
lama. Masyarakat Bunkate tidak hanya memperjualbelikan ikan di kolam saja
akan tetapi menjualnya dengan banyak cara seperti, menjual ikan dengan cara
eceran, dan menjual ikan dengan cara borongan.
Kegiatan jual beli ini termasuk bagian kegiatan muamalah yang dilakukan
oleh masyarakat Bunkate. Dalam prakteknya jual beli ini objeknya adalah kiper,
nila dan gurami, yang di mana harganya bervariasi mulai dari Rp. 25.000 –
40.000,- per kilo.
Praktik jual beli ikan di kolam pemancingan ini yang dilakukan oleh
masyarakat desa Bunkate di mana pembeli di sini melakukan akad dengan penjual
ikan di awal atau pembeli membeli ikan terlebih dahulu, kemudian ikan yang di
beli atau ikan yang sudah terjadi akad di awal itu dimasukkan ke dalam kolam
pemancingan oleh pengelola ikan sehingga pembeli tersebut mengambilnya
dengan cara memancing. Misalnya apabila ada 3 orang yang berniat membeli ikan
sebanyak 3 kg/sekali jatah dengan dana yang dikumpulkan senilai Rp. 75.000,-
dimungkinkan di antara 3 orang pembeli tersebut akan menanggung kerugian
karena pendapatan ikannnya tidak sesuai dengan apa yang di beli di awal atau
5 Observasi, desa Bunkate, 10 maret 2018, pukul 16:00 WITA
4
tidak sesuai dengan dengan akad yang sebelumnya yang sudah disepakati antara
penjual dan pembeli.6
Dalam Islam praktik jual beli ikan sudah diatur dalam hadist sebagaimana
dijelaskan dalam sebuah sabda Nabi yang berbunyi:
ااال اا ا
Artinya: “Janganlah Kalian membeli ikan yang masih ada di air (dengan
borongan, tanpa ditimbang dan dihitung, karena unsur spekulasi), karena ia
ghoror”. (HR . Al-Baihaqi).7
Dalam hadist tersebut dipahami bahwa pelarangan menjual ikan yang masih
di air, atau anak hewan yang masih dalam perut induknya, atau memborong buah
mangga atau sayuran atau lainnya yang masih di pohon atau di kebun tanpa
diukur/ditimbang/dihitung dapat merugikan salah satu pihak, sehingga
persyaratannya, “sama-sama rela” sebagai syarat utama dalam jual beli tidak
terpenuhi karena salah satu pihak dapat dirugikan. Dalam penjelasan di atas
mengandung unsur ketidakpastian atau kesamaran sehingga termasuk ke dalam
jual beli gharar.8
Dalam dunia perdagangan atau jual beli dianjurkan bersikap jujur. Namun,
sesuai dengan realitas dari praktik jual beli ikan di kolam pemancingan di Desa
Bunkate Kecamatan Jonggat Kabupaten Lombok Tengah ini terjadi unsur ketidak
6Amaq Lukman, penjual, wawancara, desa Bunkate, 10 maret 2018, pukul 16:10 WITA 7 Ismail Nawawi, Fiqih Muamalah Klasik dan Kontemporer, (Bogor: Penerbit Ghalia
Indonesia, 2012), h. 79. 8 http://yudhap43.blogspot.co.id/2017/10/hadis-tentang-larangan-jual-beli, diakses tanggal 20
april 2018, pada pukul 08:30 WITA
5
jelasan dalam melakukan jual beli ikan dalam kolam, sehingga bisa merugikan
salah satu pihak dan menguntungkan pihak lainnya.
Adanya praktik gharar yang ada dalam jual beli ikan dalam kolam
pemancingan di Desa Bunkate menyebabkan peneliti tertarik untuk mengkaji
lebih lanjut dalam penelitian skripsi ini “Tinjauan Hukum Islam Terhadap
Praktik Jual Beli Ikan di Kolam Pemancingan Dengan Sistem Jatahan (di
Desa Bunkate, Kecamatan Jonggat, Kabupaten Lombok Tengah).
B. Fokus Penelitian
Berdasarkan latar belakang diatas, maka dalam penelitian ini penulis
merumuskan masalah sebagai berikut :
1. Bagaimana praktik jual beli ikan di kolam pemancingan dengan sistem
jatahan di Desa Bunkate Kecamatan Jonggat Kabupaten Lombok Tengah?
2. Bagaimana tinjauan hukum Islam terhadap praktik jual beli ikan di kolam
pemancingan dengan sistem jatahan di Desa Bunkate Keamatan Jonggat
Kabupaten Lombok Tengah?
C. Tujuan dan Manfaat Penelitian
1. Tujuan Penelitian
a. Untuk mengetahui praktik jual beli ikan di kolam pemancingan dengan
sistem jatahan di Desa Bunkate Kecamatan Jonggat Kabupaten Lombok
Tengah?
6
b. Untuk mengetahui tinjauan hukum Islam terhadap praktik jual beli ikan
di pemancingan dengan sistem jatahan di Desa Bunkate Kecamatan
Jonggat Kabupaten Lombok Tengah?
2. Manfaat Penelitian
a. Manfaat Teoritis
Adapun manfaat teoretis yang diharapkan dalam penelitian ini adalah
untuk memperluas kazanah ilmu pengetahuan yakni fiqih muamalah dan
lebih khusus lagi pada pembahasan yang terkait dengan bab jual beli.
b. Manfaat Praktis
1) Dari hasil penelitian ini dapat bermanfaat bagi masyarakat luas dalam
rangka mendalami dan memahami hukum islam, khususnya yang
berkaitan dalam bidang mu’amalah maupun dalam praktik jual beli
ikan di kolam pemancingan dengan sistem jatahan Desa Bunkate
Kecamatan Jonggat.
2) Dari hasil penelitian ini dapat menjadi masukan dan bahan informasi
bagi masyarakat Desa Bunkate dan pelaku perdagangan dalam upaya
perbaikan praktik jual beli yang sesuai dengan syari’at islam.
D. Ruang Lingkup dan Seting Penelitian
1. Ruang lingkup
Ruang lingkup penelitian sangat erat kaitannya dengan batasan-batasan
penelitian agar penelitian tidak menjadi bias. Adapun pelaksanaan penelitian
itu terdapat keterbatasan waktu, refrensi, pengetahuan, dan pendanaan. Oleh
7
karna itu, peneliti terfokus pada beberapa hal yaitu Bagaimana praktik jual
beli ikan di kolam pemancing di Desa Bunkete dan Bagaimana tinjauan
hukum Islam terhadap praktik jual beli ikan di kolam pemancing di Desa
Bunkate.
2. Setting Penelitian
Lokasi penelitian ini adalah di Desa Bunkate Kecamatan Jonggat
Kabupaten Lombok Tengah. Alasan penulis memilih Desa Bunkate sebagai
lokasi penelitian adalah karena lokasi ini belum ada yang meneliti secara
khusus, peneliti ingin mengetahui lebih mendalam tentang tata cara atau
praktik jual beli ikan di kolam pemancingan di Desa Bunkate Kecamatan
Jonggat Kabupaten Lombok Tengah.
Adapun terkait dengan waktu penelitian, peneliti akan melakukan
penelitian selama kurang lebih satu bulan setelah peneliti melaksanakan ujian
proposal.
E. Telaah Pustaka
1. Zaki bin Bachrudin menulis skripsi dengan judul: Jual Beli Ikan dalam Kolam
Dengan Cara Memancing dalam Persefektif Hukum Islam (Studi Kasus di
Kelurahan Purwanegara Purwokerto).Dalam skripsi ini peneliti
berkonsentrasi dalam pembelian volume ikan yang ada di kolam. Di mana
pembeli hanya dengan melihat objek dengan dasar perkiraan atau dugaan
8
beberapa banyak ikan yang ada di kolam tersebut dan kemudian dibayar dari
hasil perkiraan sebelumnya. 9
Adapun persamaan peneliti yang dilakukan oleh Zaki bin Bachrudin
dengan peneliti yang akan dilakukan adalah dari sisi metode penelitian adalah
sama-sama menggunakan pendekatan kualitatif dan sama-sama masalah jual
beli ikan. Dan teknik pengumpulan data dalam penelitian Zaki bin Bachrudin
dengan penelitian yang akan dilakukan adalah sama-sama menggunakan
teknik wawancara, observasi, dan dokumentasi.
Jadi, meskipun ada persamaan dari sisi teknik pengumpulan data
yang dilakukan oleh Zaki bin Bachrudin dengan penelitian yang akan
dilakukan. Akan tetapi pokok masalah yang diangkat berbeda sehingga hasil
penelitian yang akan diperoleh tentu akan berbeda.
2. Hanis Widyasari menulis skripsi dengan judul: Tinjauan Hukum Islam
Terhadap Jual Beli Ikan dengan Sistem Borongan di Desa Banyubiru
Kec.Dukuh Kab. Magelang”. Dalam skripsi tersebut dijelaskan dalam jual
beli ini pembeli langsung menawar ikan yang masih ada dikolam sesaat
setelah melihatnya. Ironisnya sipenjual langsung langsung menyetujuinya,
9 Zaki bin Bachrudin, Jual Beli Ikan dalam Kolam Dengan Cara Memancing dalam
Persefektif Hukum Islam (Studi Kasus di Kelurahan Purwanegara Purwokerto), dalam http://repository.iainpurwokerto.ac.id./123567, diakses pada tanggal 20 Juli 2018, pada pukul 10:00 WITA
9
jelas pembeli tidak dapat mengetahui secara pasti obyek ikan yang akan
dibelinya. 10
Yang membedakan penelitian ini dengan penelitian sebelumnya
adalah mengenai praktik jual beli ikan, karena penelitian sebelumnya lebih
spesifik dengan cara tebasan, sedangkan praktik yang di lakukan dalam jual
beli ikan di kolam pemancingan dengan sistem jatahan di Desa Bunkate ini
sangatlah berbeda dengan jual beli ikan di kolam pemancingan dengan sistem
jatahan ini dengan cara memancing oleh pembeli setelah melakukan
pembelian ikan di awal.
Adapun persamaan peneliti yang dilakukan oleh Hanis Widyasari
dengan peneliti yang akan dilakukan adalah dari sisi metode penelitian adalah
sama-sama menggunakan pendekatan kualitatif dan sama-sama masalah jual
beli ikan. Dan teknik pengumpulan data dalam penelitian Hanis Widyasari
dengan penelitian yang akan dilakukan adalah sama-sama menggunakan
teknik wawancara, observasi, dan dokumentasi. Meskipun penelitian yang
dilakukan oleh Hanis Widyasari dengan penelitian yang akan dilakukan
sama-sama mengkaji tentang jual beli ikan dan sama-sama mengkaji tentang
tinjauan hukum akan tetapi jelas pokok masalah yang akan dikaji berbeda
sehingga hasil penelitiannya akan berbeda.
10 Hanis Widyasari, Tinjauan Hukum Islam Terhadap Jual Beli Ikan dengan Sistem Borongan
di Desa Banyubiru Kec.Dukuh Kab. Magelang, dalam://digilib.uinsby,ac.id/eprint/12865, diakses pada tanggal 20 Juli 2018, pada pukul 10:00 WITA
10
Dari beberapa penelitian di atas, Zaki bin Bachrudin berfokus pada
pembelian volume ikan yang ada di kolam yang terjadi di Kelurahan
Purwanegara Purwokerto, Hanis Widyasari berfokus pada tinjauan hukum
Islam terhadap praktik jual beli ikan dengan sistem borongan yang terjadi di
Desa Banyubiru Kec.Dukuh Kab. Magelang.
F. Kerangka Teori
1. Jual Beli
a. Pengertian Jual Beli
Jual beli atau perdagangan dalam istilah fiqih disebut al-bai’ yang
menurut etimologi berarti menjual atau mengganti. Wahbah al Zuhaily
mengartikannya secara bahasa dengan “menukar sesuatu dengan sesuatu
yang lain”. Kata al-bai’ dalam bahasa Arab terkadang digunakan untuk
pengertian lawannya yaitu al-syira’ (beli), dengan demikian al-bai’ berarti
jual sekaligus juga berarti pembeli.
Secara terminologi, terdapat beberapa definisi jual beli yang
dikemukakan para ulama fiqih, sekalipun substansi dan tujuan masing-
masing definisi sama. Sayyid Sabiq, mendefinisikannya dengan :
“jual beli ialah pertukaran harta dengan harta atas dasar saling merelakan”.
Atau, “memindahkan milik dengan ganti yang dapat dibenarkan”.11
11 Abdul Rahman Ghazali, Ghufron Ihsan, dan Sapiudin Shidiq, Fiqih Muamalat, (Jakarta:
Kencana Prenada Media Group, 2012), h 67
11
Dari pemaparan definisi di atas bahwa pada dasarnya jual beli
tersebut diperbolehkan selama mereka saling merelakan, harta atau barang
tersebut milik sendiri dan bukan miliki orang lain, kemudian barang
tersebut dapat dimanfaatkan sesuai dengan aturan syari’at Islam agar
terhindar dari jual beli yang dilarang, sehingga jual beli tersebut dapat
dibenarkan dalam hukum Islam.
Definisi lain dikemukakan oleh ulama Hanafiyah yang dikutip
oleh Wahbah al-Zuhaily, jual beli dibedakan:
“saling tukar harta dengan hart melalui cara tertetu”. Atau, “tukar-
menukar suatu yang diinginkan dengan yang sepadan melaui cara
tertentu yang bermanfaat.12
Dalam definisi ini terkandung pengertian “cara yang khusus”, yang
dimaksud ulama Hanafiyah dengan kata-kata tersebut adalah melalui ijab
dan qabul, atau juga melalui saling memberikan barang dan harga dari
penjual dan pembeli. Di samping itu, harta yang diperjualbelikan harus
bermanfaat bagi manusia, sehingga bangkai, minuman keras, dan darah
tidak termasuk sesuatu yang boleh diperjualbelikan, benda-benda itu tidak
bermanfaat bagi muslim. Apabila jenis-jenis barang seperti itu tetap
diperjualbelikan, menurut ulama Hanafiyah, jual beli tidak sah.
Definisi lain dikemukakan Ibn Qudamah (salah seorang ulama
Malikiyah), yang juga dikutip oleh Wahbah al-Zuhaily, jual beli adalah:
12 Ibid, h 68.
12
“saling menukar harta dengan harta dalam bentuk pemindahan milik dan
kepemilikan”..13.
Dari pemaparan definisi diatas bahwa jual beli itu diperbolehkan dengan
cara menukar harta dengan harta yang sepadan dengan yang dimililkinya,
namun pada dasarnya ada tukar menukar yang sifatnya tidak harus
dimiliki seperti sewa menyewa, akan tetapi yang diambil itu ialah nilai
atau manfaat yang didapatkan dalam barang tersebut.
b. Dasar Hukum Jual Beli
Orang yang terjun ke dunia usaha berhak berkewajiban
mengetahui hal-hal yang dapat mengakibatkan jual beli itu tidak sah
(fasid). Hal ini di maksudkan gar dalam kehidupan bermu’amalah segala
sikap dan tindakan dapat memberikan manfaat bagi diri sendiri maupun
bagi orang lain serta terhindar dari kerusakan yang tidak di benarkan oleh
hukum syara’ dalam segala macam hal transaksi atau jual beli. Jadi, jual
beli sebagai sarana tolong menolong antara sesame umat manusia
mempunyai landasan yang kuat dalam al-qur’an dan Sunnah Rasulullah
SAW. Maupun ijma’.14
a. Al-qur’an di antaranya:
Surat al-Baqarah ayat 275:
13Ibid, h 69.. 14 Abdul Rahman Ghazali, dkk, Fiqih Muamalat , h.68.
13
Artinya: Padahal Allah telah menghalalkan jual beli dan
mengharamkan riba
Surat An-Nisa’ ayat 29:
ا تقتل كم اض م ع ت أ تك تج طل إ كم بٱل لكم بي ا أم ا تأكل ي ءام ا ٱل يأي
ساء ال ا حي فسكم إ ٱ كا بكم ۲٩:أ
“Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu saling memakan harta sesamamu dengan jalan yang batil, kecuali dengan jalan perniagaan yang berlaku dengan suka sama-suka di antara kamu. Dan janganlah kamu membunuh dirimu; sesungguhnya Allah adalah Maha Penyayang kepadamu”15
Dan jelas bahwa telah diharamkannya kepada kita mengambil
harta sesama dengan jalan bathil, baik itu dengan cara mencuri,
menipu, merampok, dan maupun dengan cara yang lain yang tiak
dibenarkan oleh Allah SWT., kecuali dengan jalan perniagaan (jual
beli) yang dilandaskan pada asas suka sama suka dan mendatangkan
keuntungan bagi para pihak.
b. As- Sunnah diantaranya :
ي : ا الكس أ ي قاا : ملسو هيلع هللا ىلصسعل ال كل بي م ل ال ل بي زا . ع ا ال ا صحح الحاكم ع ا ع اب ال
“Nabi SAW., ditanya tentang mata pencaharian yang paling baik.
Beliau menjawab, “seseorang bekerja dengan tangannya dan
setiap jual-beli yang mabrur”.16
15 Ibid., h. 83. 16 Rahmat syafe’I, Fiqih Muamalah, (Bandung: CV Pustaka Setia,2001), h. 75.
14
Pekerjaan dengan tangan sendiri maksudnya adalah pekerjaan
yang dilakukan oleh seseorang tanpa meminta-minta. Pekerjaan itu
bisa berupa profesi sebagai tukang batu, tukang besi, dan lainnya.
Sedangkan pekerjaan yang mabrur maksudnya adalah perniagaan
atau perdagangan yang bersih dari penipuan dan kecurangan. Baik
kecurangan timbangan maupun kecurangan dengan
menyembunyikan cacatnya barang yang dijual.
c. Ijma’ diantaranya:
Ulama telah sepakat bahwa jual beli diperbolehkan dengan
alasan bahwa manusia tidak akan mampu mencukupi kebutuhan
dirinya, tanpa bantuan orang lain. Namun demikian, bantuan atau
barang milik orang lain yang dibutuhkannya itu, harus diganti dengan
barang lainnya yang sesuai.17
Dapat dipahami bahwa jual beli adalah salah satu transaksi yang
bertujuan untuk memenuhi kebutuhan hidup. Dan jual beli merupakan
suatu bentuk tolong menolong dengan cara memberi sesuatu dengan
digantikan dengan sesuatu yang nilainya yang sama atau sesuai.
c. Rukun dan Syarat Jual Beli
1. Rukun Jual Beli
Jual beli mempunyai rukun dan syarat yang harus dipenuhi,
sehingga jual beli itu dapat dikatakan sah oleh syara’. Dalam
17Ibid, h. 74.
15
menentukan rukun jual beli terdapat perbedaan pendapat ulama
hanafiyah dengan jumhur ulama.
Rukun jual beli menurut ulama Hanafiyah hanya satu, yaitu ijab
(ungkapan membeli dari pembeli) dan Kabul (ungkapan menjual dari
penjual). Menurut mereka, yang menjadi rukun jual beli itu hanyalah
kerelaan (rida/taradhi) kedua belah pihak untuk melakukan transaksi
jual beli. Akan tetapi, karena unsur kerelaan itu merupakan unsure hati
yang sulit untuk diindra sehingga tidak kelihatan, maka diperlukan
indikasi yang menunjukkan kerelaan itu dari kedua belah pihak.
Indikasi yang menunjukkan kerelaan kedua beleh pihak yang
melakukan transaksi jual beli menurut mereka boleh tergambar dalam
ijab dan Kabul, atau melalui cara saling memberikan barang dan harga
barang (ta’athi). 18
Akan tetapi, jumhur ulama menyatakan bahwa rukun jual beli itu ada
empat, yaitu:
a. Ada orang yang berakad atau al-muta’aqidain (penjual dan
pembeli)
Penjual haruslah memiliki barang yang dijualnya atau orang yang
diberi kuasa untuk menjualnya, orang dewasa dan tidak bodoh.
Sedangkan pembeli haruslah orang yang dibolehkan
18Abdul Rahman Ghazaly,dkk, Fiqh Muamalat, h. 70-71.
16
membelanjakan hartanya, tidak boleh orang bodoh atau anak kecil
yang belum diizinkan untuk itu.
b. Ada shighat (lafal ijab dan Kabul)
Dimana transaksi jual beli sah dengannya adalah ijab yang keluar
dari seorang penjual seperti ungkapan aku menjual barang ini
dengan harga sekian. Sementara qabul adalah ungkapan yang
keluar dari pembeli seperti ungkapan aku terima (saya beli )
dengan harga sekian, dan sejenisnya.
c. Ada barang yang dibeli
Barang yang dijual harus mubah dan bersih serta dapat diterima
dan diketahui walaupun hanya sifatnya oleh pembeli.
d. Ada nilai tukar penggati barang
Barang yang menjadi objek transaksi itu harus ada nilai
penukarannya seperti uang. Dari beberapa rukun yang disampaikan
oleh para ulama dapat difahami bahwa dalam transaksi harus
disertai dengan rukunnya.19
2. Syarat Jual Beli
Syarat jual beli tidak sah bila tidak terpenuhi dalam suatu akad
tujuh syarat yaitu:
1) Saling rela antara kedua belah pihak. Kerelaan antara kedua belah
pihak untuk melakukan transaksi syarat mutlaq keabsahannya,
19 Rahmat Syafe’I, Fiqih Muamalah, h. 71.
17
berdasarkan firman Allah dalam QS. An-Nisa’/4: 29, dan hadis
Nabi Riwayat Ibnu Majah: “ jual beli harus atas dasar kerelaan
(suka sama suka).”
2) Pelaku akad adalah orang yang dibolehkan melakukan akad, yaitu
orang yang sudah baliq, berakal, dan mengerti. Maka, akad yang
dilakukan anak di bawah umur, orang gila, atau idiot tidak sah
kecuali dengan seizin walinya, kecuali akad yang bernilai terendah
seperti membeli kembang gula, korek api dan lain-lain.
3) Harta yang menjadi objek transaksi telah dimilki sebelumnya oleh
kedua belah pihak. Maka, tidak sah jual beli barang yang belum
dimilki tanpa seizin pemiliknya.
4) Objek transaksi adalah barang yang diperbolehkan agama. Maka
tidak boleh menjual barang haram seperti khamar(minuman
keras).
5) Objek transaksi adalah barang yang biasa diserahterimakan. Maka,
tidak sah jual beli mobil hilang, burung di angkasa karena tidak
dapat diserahterimakan.
6) Objek jual beli diketahui oleh kedua belah pihak saat akad maka
tidak sah menjual barang yang tidak jelas. Misalnya pembeli harus
melihat terlebih dahulu barang tersebut dan/atau spesifikasi barang
tersebut.
18
7) Harga harus jelas saat transaksi. Maka tidak sah jual beli dimana
penjual mengatakan: “Aku jual mobil ini kepadamu dengan harga
yang akan disepakati nantinya.20
d. Bentuk-bentuk Jual Beli
Mazhab Hanafi membagi jual beli dari segi sah atau tidaknya
menjadi dua bentuk:
a. Jual beli yang sahih
Apabila jual beli itu disyari’atkan, memenuhi rukun atau syarat yang
ditentukan, barang itu bukan milik orang lain, dan tidak terikat
dengan khiyar lagi, maka jual beli itu sahih dan mengikat kedua belah
pihak.
b. Jual beli yang batil
Apabila pada jual beli itu salah satu atau seluruh rukunnya tidak
terpenuhi, atau jual beli itu pada dasarnya dan sifatnya tidak
disyari’atkan, maka jual beli itu batil. Umpanya, jual beli yang
dilakukan oleh anak-anak, orang gila, atau barang-barang yang dijual
itu barang-barang yang diharamkan syara’ (bangkai, darah, babi dan
khamar).21
20 Mardani, Fiqih Ekonomi Syari’ah,(Jakarta: Kencana PrenadaGroup, 2012), h. 104-105. 21 M. Ali Hasan, Berbagai Macam Transaksi dalam Islam (Fiqh Muamalat), (Jakarta: PT
Raja Grafindo Persada, 2004), h. 128.
19
c. Jual beli yang fasid
Ulama madzhab Hanafi membedakan jual beli fasid dengan jual beli
batil. Sedangkan jumhur ulama tidak membedakan jual beli beli fasid
dengan jual beli batil. Menurut mereka jual beli ini jual beli itu ada
dua yakni jual beli yang sahih dan jual beli yang batil. Menurut
Ulama mazhab Hanafi, jual beli yang fasid antara lain sebagai berikut:
1) Jual beli al-majhl yaitu benda atau barangnya secara global tidak
diketahui, dengan syarat ketidakjelasannya itu bersifat
menyeluruh.
2) Jual beli yang dikaitkan dengan suatu syarat.
3) Menjual barang yang ghaib yang tidak diketahui pada saat jual
beli berlangsung.
4) Jual beli yang dilakukan oleh orang buta, jual beli ini dibolehkan
oleh Jumhur ulama selama orang buta tersebut memiliki hak
khiyar. Sedangkan mazhab Syafi’i tidak membolehkan, kecuali
barang tersebut telah dilihat sebelum matanya buta.22
e. Bentuk-bentuk Jual Beli Yang di Larang
Jual beli yang dilarang terbagi dua pertama, jual beli yang dilarang
dan hukumnya tidak sah (batal), yaitu jual beli yang tidak
memenuhisyarat dan rukunnya. Kedua, jual beli yang hukumnya sah
22Ibid, h. 134.
20
tetapi dilarang, yaitu jual beli yang telah memenuhi syarat dan rukunnya,
tetapi ada beberapa faktor yang menghalangi kebolehan proses jual beli.
a. Jual beli yang terlarang karena tidak memenuhi syarat dan rukun.
Bentuk jual beli yang termasuk dalam kategori ini sebagai berikut:
1) Jual beli barang yang zatnya haram, najiz, atau tidak boleh
diperjualbelikan. Barang yang najis untuk dimakan maka haram
juga untuk diperjualbelikan, seperti babi, berhala, bangkai, dan
khamar (minuman yang memabukkan).
2) Jual beli yang belum jelas, sesuatu yang bersifat spekulasi atau
samar-samar haram untuk diperjualbelikan, karena dapat
merugikan salah satu pihak, baik penjual, maupun pembeli. Yang
dimaksud samar-samar adalah tidak jelas, baik barangnya,
maupun ketidak jelasan yang lainnya.
3) Jual beli bersyarat, jual beli yang ijab qabulnya dikaitkan dengan
syarat-syarat tertentu yang tidak ada kaitannya dengan jual beli
atau ada unsur-unsur yang merugikan dilarang oleh agama.
Contoh jual beli bersyarat yang dilarang, misalnya ketika terjadi
ijab Kabul si pembeli berkata: “Baik mobilmu akanku beli sekian
dengan syarat anak gadismu harus menjadi istriku”, atau
sebaliknya sipenjual berkata: “Ya, saya jual mobil ini kepadamu
sekian asal anak gadismu menjadi istrimu.
21
4) Jual beli yang menimbulkan kemudaratan. Segala sesuatu yang
menimbulkan kemudaratan, kemaksiatan, bahkan kemusyrikan
dilarang untuk diperjualbelikan, seperti jual beli patung, salib,
dan buku-buku bacaan porno. Memperjualbelikan barang-barang
ini dapat menimbulkan perbuatan-perbuatan maksiat. Sebaliknya,
dengan dilarangnya jual beli barang ini, maka hikmahnya
minimal dapat mencegah dan menjauhkan manusia dari
perbuatan dosa dan maksiat, sebagaimana firman Allah SWT:
ٱلع ا عل ٱٱ م تعا
“...dan jangan tolong menolong dalam berbuat dosa dan
pelanggaran.23
5) Jual beli yang dilarang karena dianiaya. Segala bentuk jual beli
yang mengakibatkan penganiayaan hukumnya haram, seperti
menjual anak binatang yang masih membutuhkan (bergantung)
kepada induknya.
6) Jual beli muhaqalah, yaitu jual beli buah-buahan yang masih
disawah atau di ladang. Hal ini dilarang karena masih samar-
samar (tidak jelas) mengandung tipuan.
7) Jual beli mukhadharah, yaitu menjual buah-buahan yang masih
hijau (belum pantas dipanen).
8) Jual beli mulamasah yaitu jual beli secara sentuh-menyentuh.
23 QS. al-Maidah, ayat 2.
22
9) Jual beli munabadzah, yaitu jual beli secara lempar-melempar.
10) Jual beli muzabanah, yaitu jual beli buah yang basah dengan buah
yang kering.24
b. Jual beli yang terlarang karena ada faktor lain yang merugikan pihak-
pihak terkait.
1) Jual beli yang masih dalam tawar-menawar.
2) Jual beli dengan menghadang dagang di luar kota/pasar.
3) Membeli barang dengan memborong untuk ditimbun, dan
kemudian akan dijual ketika harga naik karena kelangkaan barang
tersebut.
4) Jual beli barang rampasan atau curian.25
f. Manfaat dan Hikmah Jual Beli
a. Manfaat jual beli
Manfaat jual beli banyak sekali, antara lain:
1) Jual beli dapat menata struktur kehidupan ekonomi masyarakat
yang menghargai hak milik orang lain.
2) Penjual dan pembeli dapat memenuhi kebutuhannya atas dasar
kerelaan atau suka sama suka.
3) Masing-masing pihak merasa puas. Penjual melepas barang
dagangannya dengan ikhlas dan menerima uang, sedangkan
24 Abdul Rahman Ghazaly,dkk, Fiqh Muamalat, h. 80. 25Ibid., h. 85.
23
pembeli memberikan uang dan menerima barang dagangan dengan
puas pula. Dengan demikian, jual beli juga mampu mendorong
untuk saling bantu antara keduanya dalam kebutuhan sehari-hari.
4) Dapat menjauhkan diri dari memakan atau memiliki barang yang
haram (batil).
5) Penjual dan pembeli mendapat rahmat dari Allah SWT.
6) Menumbuhkan ketentraman dan kebahagiaan.26
b. Hikmah jual beli
Hikmah jual beli dalam garis besar adalah bahwa Allah SWT.,
menyariatkan jual beli sebagai pemberian keluangan dan keleluasaan
kepada hamba-hamba Nya, karena semua manusia secara pribadi
mempunyai kebutuhan berupa sandang, pangan dan papan. Tak
seorangpun dapat memenuhi hajat hidupnya sendiri, karena itu
manusia dituntut berhubungan satu sama lainnya.27
g. Sistem Jatahan
Sistem berasal dari bahasa latin (systema) dan bahasa Yunani
(sustema) adalah suatu kesatuan, sedangkan jatahan berasal dari kata
dasar jatah yaitu jumlah atau banyaknya barang tersebut yang telah
ditentukan. Jadi sistem jatahan adalah suatu jumlah atau banyaknya
barang yang telah ditentukan atau disepakati.
26 Ibid., h. 87. 27 Abdul Rahman Ghazaly, dkk, Fiqih Muamalah, h. 88.
24
Sistem jatahan ini merupakan sistem yang diterapkan dalam
jual beli beli ikan yang dimana penjual dan pembeli melakukan akad
di awal, setelah melakukan akad proses jual beli ikan dimana ikan
yang di beli tersebut di timbang atau di tentukan harga kemudian di
masukkan ke dalam kolam pemancingan sesuai dengan akad atau
permintaan pembeli setelah itu pembeli mengambil ikannya dengan
cara memancing.
G. Metode Penelitian
1. Pendekatan Penelitian
Dalam melaksanakan penelitian ini, penulis menggunakan
pendekatan kualitatif. Data kualitatif merupakan sumber dari deskripsi
yang luas dan berlandasan kokoh, serta memuat penjelasan tentang
proses-proses yang terjadi dalam lingkungan setempat. Dengan data
kualitatif kita dapat mengikuti dan memahami alur peristiwa secara
kronologis, menilai sebab-akibat dalam lingkup pikiran orang-orang
setempat, dan memperoleh penjelasan yang banyak dan bermanfaat.28
2. Kehadiran Penelitian
Dalam penelitian kualitatif, penelitian merupakan instrumen dalam
mengumpulkan data sehingga peneliti harus terjun langsung ke lapangan
penelitian agar dapat menganalisis, dan mengkonstruksi obyek yang diteliti
menjadi lebih jelas dan bermakna.
28 Sugiyono. Metode Penelitian Bisnis (Bandung: Alfabeta, 2008), h. 12-13
25
Kehadiran peneliti ke lapangan bertujuan agar peneliti memperoleh
data yang akurat. Untuk mendapatkan data yang akurat tentang hal-hal yang
dapat diteliti, maka peneliti ikut serta dalam proses transaksi yang dilakukan
oleh informan, dalam artian peneliti hadir sebagai partisipan penuh. Seperti
peneliti ikut terlibat sebagai pembeli atau mengamati proses pelaksanaan jual
beli ikan secara langsung. Hal ini bertujuan untuk mengetahui lebih dalam
permasalahan yang diteliti sehingga mendapatkan data yang valid.
3. Sumber dan Jenis Data
Sumber data adalah subyek dari mana data diperoleh. Dengan
demikian sumber data yang dimaksud dalam penelitian ini adalah subjek
(informant) dari mana peneliti mengambil data, di mana tujuan pokok dari
penelitian ini adalah untuk mengetahui bagaimana praktik jual beli ikan di
kolam pemancingan. Sumber data dari penelitian ini adalah subyek penelitian
(informant) atau subyek dari mana data itu diperoleh dan dalam penelitian ini
tentu yang menjadi sumber datanya adalah penjual dan pemancing ikan yang
ada di Desa Bunkate.
Dan adapun jenis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah
sebagai berikut:
1. Data primer adalah data yang diperoleh peneliti dari sumber asli. Dalam
hal ini maka proses pengumpulan datanya perlu dilakukan dengan
memperhatikan siapa sumber utama yang akan dijadikan objek
26
penelitian.29 Adapun yang termasuk data primer dalam penelitian ini
adalah hasil wawancara dengan para penjual dan pembeli ikan yang ada di
Desa Bunkate.
2. Data sekunder adalah data yang mengutip dari data-data yang lain, seperti
buku-buku, hasil-hasil penelitian yang berwujud laporan, dan sebagainya
yang berkaitan dengan tema penelitian.30
4. Pengumpulan Data
Teknik pengumpulan data merupakan cara mengumpulkan data yang
dibutuhkan untuk menjawab rumusan masalah penelitian.31 Dan adapun
prosedur pengumpulan data yang peneliti gunakan dalam penelitian ini adalah
sebagai berikut:
a. Wawancara
Wawancara adalah memperoleh keterangan untuk tujuan
penelitian dengan cara tanya jawab, sambil bertatap muka antara penanya
atau pewawancara dengan si penjawab atau responden dengan
menggunakan alat yang dinamakan interview guide (panduan wawancara).
Walaupun wawancara adalah proses percakapan yang berbentuk tanya
jawab dengan tatap muka.32 Dalam penelitian ini peneliti menggunakan
teknik wawancara tidak terstruktur. Teknik wawancara tidak terstruktur
29Muhammad, Metodologi Penelitian Ekonomi Islam: Pendekatan Kuantitatif (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2008), h. 103.
30Saefuddin Azwar, Metode Penelitian (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2010), h. 155. 31Juliansyah Noor, Metodologi Penelitian Skripsi, Tesis, Disertasi, dan Karya Ilmiah,
(Jakarta: Kencana Prenada Media Group, 2013) , h. 138 32Moh. Nazir, Metode Penelitian, (Bogor:Ghalia Indonesia, 2010).h. 193.
27
adalah wawancara yang bebas di mana peneliti tidak menggunakan
pedoman wawancara yang telah tersusun secara sistematis dan lengkap
untuk pengumpulan datanya.33 Peneliti telah menentukan pihak-pihak
yang akan menjadi informan dalam penelitian ini, diantaranya adalah
penjual ikan dan pembeli (pemancing).
b. Observasi
Observasi atau pengamatan adalah kegiatan keseharian manusia
dengan menggunakan pancaindra mata sebagai alat bantu utamanya selain
pancaindera lainnya seperti telinga, penciuman, mulut, dan kulit. Oleh
karena itu, observasi adalah kemampuan seseorang untuk menggunakan
pengamatannya melalui hasil kerja pancaindra mata serta dibantu dengan
pancaindra lainnya.
Dalam pembahasan ini kata observasi dan pengamatan digunakan
secara bergantian, seseorang yang sedang melakukan pengamatan tidak
selamanya menggunakan pancaindra mata saja, tetapi selalu mengaitkan
apa yang dilihatnya dengan apa yang dihasilkan oleh pancaindra lainnya,
seperti apa yang didengar, apa yang dicicipi, apa yang ia rasakan dari
penciumannya bahkan apa yang ia rasakan dari sentuhan-sentuhan. 34
33 Sugiyono, Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif dan R&D (Bandung: ALFABETA,
2016, h. 140. 34 M. Burhan Bungin, Metodelogi Penelitian Kualitatif komuniksi Ekonomi dan kebijakan
publik serta Ilmu-ilmu Sosial lainnya, (Jakarta: Kencana Prenada Media Group, 2011), h 143.
28
c. Dokumentasi
Dokumentasi adalah salah satu metode pengumpulan data yang
digunakan dalam metodologi penelitian sosial, pada intinya metode
dokumentasi adalah metode yang digunakan untuk menelusuri data
historis. Sebagian besar data yang tersedia adalah seperti bentuk surat-
surat, gambar, foto, dan sebagainya.35
Teknik dokumentasi akan peneliti gunakan untuk mengumpulkan data-
data yang terkait dengan desa Gelangsar meliputi biografi desa, sejarah desa,
jumlah penduduk, kondisi sosial, ekonomi, dan agama masyarakat serta
segala sesuatu hal yang terkait dengan data yang diperlukan dalam penelitian
ini.
5. Analisis Data
Analisis data adalah pencarian atau pelacakan pola-pola. Analisis
data kualitatif adalah pengujian sistematik dari sesuatu untuk menetapkan
bagian-bagiannya, hubungan antar kajian, dan hubungannya terhadap
keseluruhannya. Artinya, semua analisis data kualitatif akan mencakup
penelusuran data, melalui catatan-catatan (pengamatan lapangan) untuk
menemukan pola-pola budaya yang dikaji oleh peneliti.36
Data mentah yang telah dikumpulkan oleh peneliti tidak akan ada
gunanya jika tidak dianalisis. Analisis data merupakan bagian yang amat
35 Ibid, h. 154. 36Ibid., h. 210.
29
penting dalam metode ilmiah, karena dengan analisislah, data tersebut dapat
diberi arti dan makna yang berguna dalam memecahkan masalah penelitian.37
Dan oleh sebab itu dalam penelitian ini peneliti menggunakan teknik analisis
data induktif. Analisis data induktif merupakan metode yang digunakan untuk
mengemukakan fakta-fakta atau kenyataan dari hasil penelitian yaitu pada
desa Bunkate, Kecamatan Jonggat, Kabupaten Lombok Tengah, kemudian
diteliti sehingga ditemukan pemahaman terhadap tinjauan hukum islam
terhadap praktik jual beli ikan di kolam pemancingan di desa Bunkate.
6. Validitas Data
Validitas merupakan derajat ketetapan antara data yang terjadi pada
obyek penelitaian dengan daya yang dapat dilaporkan oleh peneliti.. Dengan
demikian data yang valid adalah data yang tidak berbeda antar data yang
dilaporkan oleh peneliti dengan data yang sesungguhnya terjadi pada obyek
penelitian.38
Upaya untuk uji kredibilitas data atau kesahihan terhadap data hasil
penelitian kualitatif peneliti memerlukan langkah-langkah sebagai berikut:
1. Perpanjangan waktu penelitian
Sebagai instrumen kunci dalam penelitian kualitatif, peneliti
berusaha melakukan perpanjangan waktu penelitian. Semakin lama
proses penelitian yang dilakukan dilapangan maka semakin banyak pula
37Moh. Nazir, Metode Penelitian, (Bogor: Ghalia Indonesia, 2010), h. 346. 38 Sugiyono, Metode Penelitian Pendidikan Kuantitatif, Kualitatif, dan R dan D, h 363.
30
data yang diperoleh. Hal ini dilakukan guna membuktikan keabsahan data
dan temuan di lapangan dan kesesuaiannya dengan teori.
2. Menambah referensi
Kecukupan referensi merupakan adanya pendukung dan dipandang
perlu guna untuk membuktikan kevalidan dan kesempurnaan penelitian.
Oleh karena itu, peneliti selalu berupaya untuk memperbanyak referensi
baik dari buku-buku maupun hasil penelitian terdahulu sehingga hasil dari
penelitian ini dapat dipertanggungjawabkan secara ilmiah.
3. Triangulasi
Triangulasi dalam pengujian kreadibilitas ini diartikan sebagai
pengecekan data dari berbagai sumber dengan berbagai cara dan berbagai
waktu. Dengan demikian terdapat triangulasi sumber, triangulasi tekni
pengumpulan data, dan waktu.
Dan adapun triangulasi yang digunakan dalam pemeriksaan data
ini adalah triangulasi pemeriksaan melalui sumber yaitu untuk menguji
kreadibilitas data dilakukan dengan cara mengecek data dilakukan dengan
cara mengecek data yang telah diperoleh melalui beberapa sumber.39
Dimana peneliti tidak hanya mengambil sumber dari penjual dan pembeli
(informan) yang melakukan praktik jual beli ikan, tetapi juga bisa dari
masyarakat setempat yang menyaksikannya atau yang lebih mengetahui
tentang permasalahan jual beli ikan di kolam pemancingan tersebut.
39Ibid., h. 273.
31
4. Pemeriksaan teman sejawat
Yang dimaksud dengan teman sejawat di sini adalah teman-teman
yang mempunyai kompetensi dibidang hal yang diteliti, dengan maksud
untuk memperoleh masukan-masukan yang menambah kevalidan data
dan kesempurnaan hasil penelitian. Teknik ini dilakukan dengan cara
mengekspos hasil sementara dalam bentuk diskusi dengan teman-teman
sejawat.
7. Sistematika Penulisan
Penulisan laporan hasil penelitian yang digunakan oleh peneliti ini
mengacu pada pedoman Penulisan Skripsi Fakultas Syari’ah UIN Mataram
Dalam skirpsi ini terdiri dari IV (empat) bab, yaitu:
Bab I adalah pendahuluan yang meliputi konteks penelitian, fokus
penelitian, tujuan dan manfaat penelitian, lokasi dan setting penelitian, telaah
pustaka, kerangka teoretik. metode penelitian dan sistematika pembahasan.
Adapun pada Bab II Paparan data dan temuan penelitian, pada Bab ini
peneliti mengkaji tentang gambaran umum lokasi penelitian, sejarah desa
Bunkate, profil Desa Bunkate, praktik Jual Beli Ikan di Kolam Pemancingan
Dengan Sistem Jatahan di Desa Bunkate dan bagaimana Tinjauan Hukum
Islam Terhadap Praktik Jual Beli Ikan di Kolam Pemancingan Dengan Sistem
Jatahan di Desa Bunkate.
32
Selanjutnya Bab III Pembahasan, dalam bab ini peneliti membahas
tentang Tinjauan Hukum Islam terhadap praktik jual beli ikan di kolam
pemancingan dengan sistem jatahan di Desa Bunkate.
sedangkan Bab IV Penutup, pada bagian ini peneliti menguraikan
kesimpulan dan saran dari hasil penelitian yang telah dilakukan oleh peneliti
tentang jual beli ikan kolam pemancingan dengan sistem jatahan di Desa
Bunkate.
33
BAB II
PAPARAN DAN TEMUAN
A. Gambaran Umum Desa Bunkate Kec. Jonggat Kab. Lombok Tengah 1. Sejarah Desa Bunkate
Nama bunkate berasal dari 2 (dua) buah kata yaitu kata “Buwun Dan
Kate” yang masing-masing mempunyai makna sebagai berikut:
Buwun artinya “Sumur (yang merupakan tempat berkumpulnya air tanah
yang sengaja dibuat orang) sumber kehidupan di dunia ini adalah air. Salah
satu dari jasad manusia juga berasal dari air. Semua makhluk di atas bumi,
tanpa kecuali baik itu benda mati maupun benda hidup, apalagi manusia,
sebangsa binatang, dan sebangsa burungpun (atau yang mempunyai nyawa)
benda matipun seperti pepohonan, tanah dan atau batu sekalipun, memerlukan
air. Bila tidak ada air, maka semua makhluk yang mempunyai nyawa akan
mati dan semua yang tidak punya nyawa akan menjadi gersang.”
Kate adalah nama orang seseorang yang telah berjasa membantu Baloq Tui
menggali dan membuat 3 (tiga) buah sumur yang terletak di Mertak Basong.
Bunkate pada beberapa puluh tahun silam merupakam sebuah hutan
yang sangat lebat dan tak seorangpun yang berani menjamahnya karena
keangkerannya. Dikala itu seorang penggembala kerbau yang biasa dipanggil
BALOQ TUI berasal dari BAGDAD. Ia datang ke pulau Lombok ini berlayar
mengarungi samudra luas dengan mempergunakan perahu layar, namun
34
perahunya itu sebuah batu besar. Ia terdampar dan berlabuh dipantai Batu
Layar Lombok Barat.
Dari Batu Layar ia menggembara keseluruh pelosok di Pulau Lombok
hingga akhirnya sampailah di hutan belantara di bagian tengah yang sekarang
disebut dengan nama Desa Bunkate. Sayyid Achmad alias Baloq Tui adalah
seorang wali Allah yang pertama kali datang di Bumi Sasak ini (Pulau
Lombok) untuk mengajarkan agama Islam.
Ia mempunyai seorang sahabat yang bernama Kate. Mereka datang di
hutan ( sekarang disebut Bunkate) dengan membawa sejumlah ternaknya
(kerbau) dengan maksud untuk menggembala kerbaunya di hutan itu.
Di zaman itu kali Jurang Sate Hilir yang melintasi Desa Bunkate yang
sekarang ini masih belum ada, yang ada hanyalah selokan-selokan alam tanpa
air yang merupakan kali mati yang sekarang menjadi irigasi yang mengalir
kewilayah Desa Jelantik, Desa Labulia bahkan ke Lombok Barat.
2. Letak Geografis
Secara geografis wilayah Desa Bunkate Kecamatan Jonggat adalah salah satu
Desa dari empat belas Desa yang ada di Kecamatan Jonggat, Desa Bunkate
terletak dibagian timur selatan wilayah Kecamatan Jonggat dengan batas-
batas wilayah :
a. Sebelah Utara : kali Manggong/Dusun Manggong.
b. Sebelah Timur : Desa Perina dan Desa Barejulat
c. Sebelah Selatan : Desa Puyung dan Desa Nyerot
35
d. Sebelah Barat : Desa Jelantik
3. Kependudukan
Penduduk Desa Bunkate umumnya bermata pencaharian sangat bervariasi
mulai dari petani, pedagang ikan, namun ada juga yang sebagai pegawai
negeri, pegawai swasta, buruh tukang dan lain-lain. Desa Bunkate
berpenduduk 2.729 jiwa yang terdiri dari 786 kepala keluarga, yang mana
1.298 penduduk laki-laki dan 1.430 penduduk perempuan.
Dilihat dari segi Agama dan kepercayaan kepada Tuhan Yang Maha Esa,
penduduk Desa Bunkate dapat dikatakan hampir 100 persen beragama Islam.
Adapun jumlah tempat ibadah terdiri dari 2 masjid dan 11 musholla.
Kemudian dilihat dari pendidikan penduduk Desa Bunkate dapat
dikategorikan cukup rendah berdasarkan data yang diperoleh masih banyak
warga yang tidak bersekolah, tidak tamat sekolah di tingkat SD, SMP, dan
SMA tingkat buta huruf begitu besar karna sebagian masyarakat memandang
pendidikan tidak begitu penting, sehingga warga Desa Bunkate ketika sudah
remaja lebih memilih untuk bekerja selain itu biaya yang tidak mendukung
untuk melanjutkan pendidikannya.40
B. Praktik Jual Beli Ikan Di Kolam Pemancingan Dengan Sistem Jatahan di
Desa Bunkate
Seperti telah dijelaskan sebelumnya bahwa masyarakat Desa Bunkate
sangat dekat dengan mata air yang sangat mendukung untuk memelihara ikan
40 Kantor Desa, Data Desa Bunkate, tanggal 20 mei 2018, pukul 08:30 WITA
36
atau membuat kolam ikan. Sebagian besar masyarakat Desa Bunkate
memanfaatkan lahan persawahannya untuk membuat kolam tempat mereka
memelihara ikan. Yang menjadi objeknya seperti ikan gurami, kiper, nila dan
lain sebagainya yang semula hanya berorientasi untuk dipasarkan kepasar-pasar
atau kedusun-dusun yang dilakukan oleh masyarakat bunkate. Tetapi akhir-akhir
ini banyak digunakan sebagai tempat mengadakan pemancingan ikan dalam
kolam dengan sistem pembeli dan penjual melakukan akad terlebih dahulu. Oleh
sebab itu pemilik kolam melihat semakin banyaknya orang yang hobi atau
senang memancing untuk itu dia mempunyai ide untuk mengadakan jual beli
ikan di kolam pemancingan.41
H. Muhammad Mustajab merupakan salah satu penjual ikan yang memang
kesehariannya adalah sebagai penjual ikan. Sebagaimana hasil wawancara yang
peneliti lakukan dengan H. Muhammad Mustajab berikut:
Sebelum melakukan pemancingan ikan pembeli dan penjual melakukan
akad terlebih dahulu, H. Muhammad Mustajab (pemilik kolam) mengungkapkan
bahwa sebelum saya menjual ikan dalam kolam saya menjualnya dengan banyak
cara seperti dengan sistem borongan dan dengan sistem eceran. Ikan tersebut
dijual secara borongan oleh salah satu masyarakat yang kesehariannya memang
sebagai penjual ikan yang akan dijual lagi ke orang lain. Sedangkan ikan diperjual
belikan secara ecer bila mana pembeli datang langsung kepenjual untuk dapat
memilih jumlah ikan yang akan dibeli. Biasanya jual beli sistem ecer ini yang
41 Observasi, desa Bunkate, 23 mei 2018, pukul 10:00 WITA
37
dibeli tidak terlalu banyak hanya sekedar keperluan sehari-hari, misalnya satu
atau dua kilogram, bahkan ada yang membeli hanya seperempat kilogram.42
Adapun hasil wawancara yang peneliti lakukan dengan pemilik kolam
lainnya yaitu dengan Amaq Tekun (pemilik kolam) juga mengungkapkan
“sebelum adanya sistem jual beli ikan di kolam pemancingan ini saya menjualnya dengan cara sistem borongan dan eceran. Akan tetapi ikan yang dijual perharinya itu tidak semua nya habis dijual oleh karena itu saya punya ide untuk menjualnya dengan cara memancing.”43
Pemilik kolam lain juga menjelaskan (Amaq Lukman)
“bahwa sebelumnya dia tidak pernah menjual ikan baik secara borongan maupun secara eceran. Tetapi melihat temannya yang menjual ikan di dalam kolam pemancingan dengan sistem jatahan, dan melihat keuntungan yang didapatkannya cukup memadai, maka dia tertarik untuk mem buat kolam ikan tempat pemancingan. yang menjadi jatahan disini yaitu objeknya saja atau ikan yang dipancing. Misalnya apabila ada 3 orang yang berniat membeli ikan sebanyak 3 kg/sekali jatah dengan dana yang dikumpulkan senilai Rp. 75.000,- semua ikan tersebut dimasukkan ke dalam kolam kemudian dipancing oleh para pemancing tersebut, sedangkan hasil yang diperoleh belum pasti perkiraan uang yang dikeluarkan maka dimungkinkan ada yang menanggung kerugian. Penanggung kerugian terjadi pada salah satu pihak pembeli karena tidak sesuai dengan apa yang di beli atau tidak sesuai dengan akad yang sebelumya dan waktunya tidak terbatas.”44
Amak sempage (pemilik kolam) senada mengungkapkan
“bahwa sistem jatahan ini sebenarnya mengandung unsur rugi baik itu bagi pemancing maupun bagi pemilik kolam, karena terkadang pemancing bisa mendapatkan ikan yang banyak bahkan ada yang tidak mendapatkan ikan satu pun.”45
Pemancingan milik Amaq Jihan juga mengatakan
“aku buka lk jam 8 kelemak sampe jam 6 sore, mukn arak acare lek bale jak nutup. Penghasilann sejelo ndkn tentu, mun jelo senin sampai jum’at ndkn sak
42 Haji Mustajab, penjual, wawancara, desa Bunkate, 28 mei 2018, pukul 09:00 WITA 43 Amak Tekun, penjual, wawancara, desa Bunkate, 28 mei 2018, pukul 09:00 WITA 44 Amaq Lukman, penjual, wawancara, desa Bunkate, 10 maret 2018, pukul 16:10 WITA 45 Amaq Sempage, penjual, wawancara, desa Bunkate, 31 mei 2018, pukul 10:00 WITA
38
rame sengak dengan sibuk begawean lguk mun jelo ahad jak ramen soal hari libur. Kepenok dengan sak lete mancing ne ye begawean muk endah mancing jari hiburan, hobi kance mengisi penat waktu liburan.”
“beliau buka dari jam 8 pagi sampai jam 6 sore, kalau ada acara di rumah
maka pemancingan ditutup. Penghasilannya per hari tidak menentu, pada hari senin sampai jum’at tidak terlalu rame karena orang-orang pada sibuk bekerja, tetapi kalau hari minggu rame soalnya hari libur. Kata beliau pemancing kebanyakan adalah orang pekerja dan memancing sebagai hiburan, hobi, mengisi penat dan waktu liburan.”46
Berdasarkan dari hasil wawancara dan observasi peneliti terkait dengan
praktik jual beli ikan di kolam pemancingan di Desa Bunkate, peneliti
menemukan data atau informan tentang proses praktik jual beli ikan di kolam
pemancing yaitu dengan melakukan akad diawal.
Pada awalnya sebelum mulai memancing pembeli dan penjual melakukan
akad diawal yang sudah disepakati harga perkilonya kemudian ikan (objek akad)
yang sudah disepakati dimasukkan kedalam kolam pemancingan oleh penjual
sehingga pembeli tersebut mengambilnya dengan cara memancing. Untuk
pengambilan ikan tersebut tidak terbatas waktu sehingga pembeli dapat berlama-
lama di tempat pemancingan.
Akan tetapi pembeli merasa susah untuk mendapatkan ikan dan tidak
sesuai dengan akad yang diawal. Dengan harga ikan berbeda-beda mulai dari Rp.
25.000/kg – Rp. 40.000/kg.
Peneliti juga melakukan wawancara dengan para pemancing yang pertama
adalah wawancara dengan bapak sihabudin. Beliau lebih memilih membeli ikan
46 Amaq Jihan, penjual, wawancara, desa Bunkate, 31 mei 2018, pukul 10:00 WITA
39
dengan sistem pancingan dari pada membeli langsung ikan karena beliau hobi
memancing. Bapak sihabudin ini awalnya membeli ikan sebanyak 1 kilo gram
ikan nila yang dimasukkan kedalam kolam. Beliau memancing dari jam 10 pagi
sampai jam 2 siang hanya memperoleh 2 ikan saja, dan itu berarti kurang dari satu
kilogram karena dalam satu kilogram mendapatkan ikan sebanyak 3-5 ekor.
Bapak Sihabudin merasa dirugikan karena ikan yang diperoleh kurang dari satu
kilogram.47
Akhmad habibi (pembeli) mengatakan:
“aku beriuk lalo kance bapak sihabudin muk pade belik empak padek sekilo, laguk mauk mancing empak enam biji lek jam 10 kelemak sampe jam 2 siang. Itu berarti aku mauk empak lebih lek sekilo. Muk nani ye keuntungank aku dari pade beli empak secare langsung. Laguk maukt mancing now endekn pasti, kadang wahn lebih mauk kadang wahn kurang. Kegiatan mancing ne ye hobik, kance endh mengisi waktu luang.”
“Beliau berangkat barang dengan bapak Sihabudin terus ikan yang dibeli
sama-sama satu kilo gram, tetapi beliau mendapatkan ikan enam ekor mulai mancing dari jam 10 pagi sampai jam 2 siang. Itu berarti beliau mendapatkan ikan lebih dari satu kilogram. Menurut beliau ini adalah keuntungannya dari pada membeli ikan secara langsung. Namun pendapatannya tidak pasti, kadang-kadang mendapatkan ikan yang lebih juga kadang-kadang kurang dari yang dibeli. Kegiatan memancing ini adalah hobi dari beliau, juga untuk mengisi waktu luang.” 48
Kemudian peneliti juga melakukan wawancara dengan bapak Muzammil,
beliau memancing karena libur kerja, dari pada dirumah suntuk dan tidak ada
kerjaan maka beliau memilih menyalurkan hobinya, beda dengan Akhmad habibi,
bapak Muzammil ini sudah mendapatkan 8 ekor ikan, itu berarti ikan yang
47 Bapak Sihabudin, pembeli, wawancara, desa Bunkate, 5 juni 2018, pukul 16:00 WITA 48 Akhmad Habibi, pembeli, wawancara, desa Bunkate, 5 juni 2018, pukul 16:00 WITA
40
diperolehnya lebih banyak dengan yang dibelinya, pada saat beli ikan secara
langsung 1 kilo gram mendapatkan 3 ekor ikan, sedangkan dalam memancing
beliau mendapatkan 8 ekor ikan. Dan jika beliau mendapatkan kurang dari awal
pembelian, beliau tidak merasa dirugikan karena ikan yang dikolam bercampur
dengan ikan-ikan yang dibeli oleh pemancing-pemancing lainnya, maka jika
mendapatkan lebih itu keuntungan buat beliau, tapi jika kurang mendapatkan
kurang itu tidak menjadi masalah bagi beliau.49
Kebanyakan para pemancing adalah para bapak-bapak, para pekerja
kantoran, buruh dan wiraswasta. Mereka memancing untuk mengisi waktu liburan
kerja, ada juga para pelajar namun itu hanya sebagian. Kegiatan memancing
menjadi hobi banyak orang, sehingga usaha pemancingan menjadi ramai atau
banyak peminatnya. Namun yang menjadi permasalahanya ada yang rugi dan ada
yang untung, tetapi dalam permasalahan ini kebanyakan pemancing tidak
mempermasalahkan karena kegiatan memancing merupakan hobi, namun ada
pula pemancing yang merasa dirugikan karena hasil yang diperoleh kurang dari
pembelian awalnya.
49 Bapak Muzammil, pembeli, wawancara, desa Bunkate, 5 juni 2018, pukul 16:00 WITA
41
BAB III
PEMBAHASAN
A. Analisis Praktik Jual Beli Ikan di Kolam Pemancingan Dengan Sistem
Jatahan di Desa Bunkate Kec. Jonggat Kab. Lombok Tengah
Manusia merupakan makhluk sosial yang tidak bisa hidup sendiri tanpa
membutuhkan orang lain. Sebagai makhluk sosial tidak bisa memenuhi kebutuhan
hidupnya sehari-hari, tanpa berinteraksi dengan sesama. Interaksi yang demikian
dalam Islam di sebut dengan mu’amalah yang lazim dipraktikkan dalam jual beli.
Terkait dengan hal ini, banyak masyarakat Desa Bunkate yang melakukan profesi
sebagai penjual ikan. Dimana praktiknya itu dilakukan dengan jual beli ikan di
kolam pemancingan.
Praktik jual beli ikan dengan cara memancing ini yang dilakukan oleh
masyarakat Desa Bunkate Kecamatan Jonggat Kabupaten Lombok tengah
dilakukan dengan cara melakukan akad terlebih dahulu pembeli dengan penjual
ikan sebanyak satu kilo gram dengan membayar uang sebanyak Rp. 25.000,-
kemudian ikannya dimasukkan kedalam kolam ikan pemancingan dan dipancing
sebanyak orang yang memancing pada saat itu.50
Dalam praktik jual beli ikan dengan cara memancing dalam kolam di Desa
Bunkate merupakan salah satu cara melakukan transaksi untuk memenuhi
kebutuhan hidup masyarakat baik antar sesama muslim maupun non muslim
asalkan tidak merugikan salah satu pihak dan setiap jual beli didasari dengan suka
50 Observasi, desa Bunkate, 10 mei 2018, pukul 16:10 WITA
42
sama suka. Adapun sistem pembayarannya dalam melakukan transaksi antara
pembeli dan penjual dalam praktik jual beli ikan dengan cara memancing ini
terlebih dahulu melakukan akad atau pembeli membeli ikan terlebih dahulu
dengan jumlah harga yang sudah ditentukan oleh penjual dengan adanya
kesepakatan kedua belah pihak.51
Sebagaimana yang dijelaskan dalam surah An-Nisa ayat 29 yang
berbunyi :
Artinya : “kecuali dengan jalan perniagaan yang berlaku suka sama suka
di antara kamu.”52
Jual beli merupakan salah satu bentuk usaha yang di benarkan dalam
syari’at Islam, apabila atas dasar suka sama suka atau tidak menimbulkan unsur-
unsur penipuan dalam jual beli, baik berupa barang yang dapat dilihat maupun
tidak dapat dilihat, selama kedua belah pihak konsisten dan berpegang teguh
terhadap ketentuan yang telah disepakati bersama. Dalam praktik jual beli ikan
dalam kolam menghendaki adanya ketentuan yang berlaku dalam hukum Islam,
baik sebagai penjual maupun sebagai pembeli, bahkan barang yang diperjual
belikan pun mempunyai ketentuan tersendiri.
Namun dalam praktik jual beli ikan dikolam dengan cara memancing di
Desa Bunkate merupakan jual beli yang mengandung unsur kesamaran atau
51 Observasi, desa Bunkate, 10 mei 2018, pukul 16:10 WITA 52 QS. an-Nisa’ (4): 29
43
ketidaktahuan antara penjual dan pembeli. Pembeli yang satu dengan pembeli
yang lainnya mengenai objek yang akan diperoleh antara keduanya, dan ini
berarti sangat merugikan bagi pihak pemancing. Karena jika ikan yang diperoleh
saat memancing tidak sesuai dengan akad diawal atau pembelian diawal maka
pemancing pulang dengan hasil yang diperolehnya atau bahkan bisa tidak
mendapatkan ikan sama sekali. Sehingga dalam praktik jual beli ikan di kolam
pemancingan dengan sistem jatahan ini manyangkut sighat (ijab dan kabul)
sebagaimana Imam Hanafi berpendapat bahwa rukun jual beli ada dua yaitu ijab
dan kabul, ijab yaitu suatu pernyataan yang menunjukkan pertukaran barang
secara ridho, baik dengan ucapan maupun perbuatan yang dilafadzkan oleh
penjual. Sedangkan kabul adalah suatu pernyataan yang menunjukkan pertukaran
barang secara ridho.
Praktik jual beli ikan di kolam pemancingan ini merupakan jual beli
dengan cara untung-untungan dan termasuk jual beli yang terdapat penipuan dan
perjudian. Sedangkan di dalam Islam perjudian adalah perbuatan yang dilarang,
sebagaimana firman Allah dalam surat Al-Maidah ayat 90 yang berbunyi :
Artinya : Hai orang-orang yang beriman, sesungguhnya minuman (minuman) khamar arak, berjudi (berkorban untuk) berhala, mengundi nasib dengan anak panah, adalah perbuatan keji termasuk perbuatan syetan maka jauhilah perbutan-perbuatan itu agar kamu mendapat keberuntungan.53
53 QS. al-Maa-idah (5): 90
44
Dari ayat di atas diperoleh gambaran bahwa dalam praktik jual beli yang
dilakukan oleh masyarakat Desa Bunkate tidak sesuai dengan hukum Islam,
karena mengacu kepada unsur-unsur perjudian yang dipraktikkan khususnya
masyarakat Desa Bunkate yang melakukan jual beli ikan di kolam dengan cara
memancing antara penjual dan pembeli. Jelas bahwa dalam praktik jual beli
seperti ini tidak dibenarkan dalam hukum Islam karena sebelum melakukan
pemancingan pembeli terlebih dahulu melakukan akad atau membeli ikan diawal
yang memang sudah disediakan oleh pemilik kolam dan masalah untung rugi
ditanggung oleh salah satu pihak, sehingga pada akhir-akhirnya mengacu pada
perjudian dan mengadu nasib.
Dalam hukum syara’ transaksi dalam jual beli itu harus dijelaskan bentuk-
bentuk maupun jenis barang yang diperjual belikan dan memenuhi rukun dan
syarat jual beli, maka hukum transaksi seperti ini sah. Akan tetapi transaksi jual
beli yang terjadi di Desa Bunkate sudah memenuhi rukun maupun syarat tetapi
terdapat unsur gharar dan perjudian dalam melakukan transaksi dalam jual beli,
sehingga bisa merugikan salah satu pihak dan menguntungkan pihak lainnya.
Konsekuensinya, bahwa jual beli yang mengandung tipu daya yang merugikan
salah satu pihak karena barang yang di perjual belikan belum jelas, maka pada
prinsipnya para fuqaha sepakat bahwasanya seluruh akad jual beli gharar,
penipuan, perjudian adalah tidak sah.54
54 Ghufron A. Masa’adi, Fiqh Muamalah Kontekstual (Jakarta: RajaGrafindo Persada, 2002),
h. 133.
45
Dari uraian di atas, maka dapat dikatakan bahwa jual beli ikan dengan cara
memancing di kolam pemancingan ini merupakan jual beli yang yang belum jelas
(gharar), dan perjudian di mana para pembeli terlebih dahulu melakukan akad
diawal atau membeli ikan di awal dengan harga yang sudah di tentukan oleh
penjual. Akan tetapi jual beli seperti ini tidak sah, karena tidak sesuai dengan
hukum syara’.
B. Tinjauan Hukum Islam Terhadap Praktik Jual Beli Ikan di Kolam
Pemancingan Dengan Sistem Jatahan di Desa Bunkate Kec. Jonggat Kab.
Lombok Tengah
Sebagaimana yang telah di jelaskan sebelumnya bahwa praktik jual beli
ikan di kolam pemancingan dengan sistem jatahan merupakan salah satu bentuk
bermuamalah dalam hukum Islam, kegiatan tersebut merupakan bentuk
kerjasama yang melibatkan banyak orang serta adanya barang yang telah
ditetapkan oleh Islam itu sendiri. Islam menganjurkan umatnya untuk bekerja
keras agar bisa mempertahankan kelangsungan hidupnya, dari itu Tuhan
memberikan beragam usaha yang dilakukan dari teknis yang haram sampai
mubah.
Dalam transaksi bermuamalah ada ketentuan rukun dan syarat yang harus
dipenuhi yang berpengaruh dengan sah atau tidaknya suatu transaksi. Secara garis
besar jual beli yang dibahas dalam hal ini, ditemukannya adanya suatu
kejanggalan. Akan tetapi, pada dasarnya dalam jual beli Islam, terkait jual jual
beli dengan cara memancing di Desa Bunkate ini sudah tepenuhi rukunnya di
46
mana dalam proses jual beli ini adanya orang yang berakad yaitu pemilik kolam
pemancingan yang bertindak sebagai penjual dan pemancing sebagai pembeli.
Kemudian adanya sighat (ijab dan kabul) yaitu persetujuan antara pihak
penjual dan pembeli. Yang dimana pihak pembeli melakukan akad di awal
dengan penjual atau pihak pembeli menyerahkan uangnya kepada pihak penjual
sebaliknya pihak penjual menyerahkan barangnya kepada pihak pembeli.
Selanjutnya barang yang di beli berupa ikan yang nilai tukarnya berupa uang Rp.
25.000,- per kilo gram di awal perjanjian antara pemilik kolam dengan pembeli.
Berdasarkan data peneliti himpun dari lokasi penelitian tentang praktik
jual beli ikan di kolam pemancingan dengan sistem jatahan di Desa Bunkate ini
pembeli dan penjual melakukan akad di awal yang sudah di sepakati harga
perkilonya kemudian ikan yang sudah di sepakati tersebut di masukkan ke dalam
kolam pemancingan oleh penjual sehingga pembeli mengambilnya dengan cara
memancing akan tetapi pembeli di sini merasa susah untuk mendapatkan ikan
tersebut dan ikan yang di dapatkanya tidak sesuai dengan akad yang di awal dan
merugikan salah satu pihak dan merugikan pihak lainnya. Dalam praktik jual beli
ikan di kolam pemancingan dengan sistem jatahan di Desa Bunkate ini
merupakan jual beli yang mengandung unsur kesamaran atau ketidak jelasan atau
yang di sebut dengan jual beli gharar dan tetap tidak boleh dilakukan.
Sebagaimana Ahmad meriwayatkan dari Ibnu Mas’ud ra, sebagai berikut :
ااال اا ا
47
Artinya : “Janganlah Kalian membeli ikan yang masih ada di air (dengan
borongan, tanpa ditimbang dan dihitung, karena unsur spekulasi), karena ia
gharar”.55
Dalam Al-Qur’an juga Allah menjelaskan tentang larangan jual beli
tentang sesuatu yang belum jelas yang mengandung unsur-unsur kesamaran atau
penipuan (gharar). Sebagaimana dalam al-Qur’an surat an-Nisa’ ayat 29 yang
berbunyi:
أ تك طل إ كم بٱل لكم بي ا أم ا تأكل ي ءام ا ٱل يأي
ا حي فسكم إ ٱ كا بكم ا أ تقتل كم اض م ع ت تج
ساء ۲٩:ال
Artinya :“Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu saling memakan harta sesamamu dengan jalan yang batil, kecuali dengan jalan perniagaan yang berlaku dengan suka sama-suka di antara kamu. Dan janganlah kamu membunuh dirimu; sesungguhnya Allah adalah Maha Penyayang kepadamu”.56 Dalam hadist dan al-quran tersebut di pahami bahwa pelarangan menjual ikan
yang masih di air, atau anak hewan yang masih dalam perut induknya, atau
memborong buah mangga atau sayuran atau lainnya yang dapat merugikan salah
satu pihak, sehingga persyaratannya “sama-sama rela atau saling meridhai”
sebagai syarat utama dalam jual beli tidak terpenuhi karena salah satu pihak dapat
55 Muhammad Bin Abdullah Bin Sani, Musnad Al-Imam Bin Hambal, (Libanun: Darul Al-
Kotob Al-Ijmiyah,1212), h. 86 56 QS. an-Nisa’ (4): 29
48
dirugikan. Sebagaimana dalam hadis diterangkan dari Baihaqi dan Ibnu Majjah,
Rasulullag SAW menyatakan:
اض ت ي ع ا ا ل ا
Artinya : Jual beli harus dipastikan dan harus saling meridhai.57
Dalam bermua’malah sangat dianjurkan untuk melakukan transaksi jual
beli dengan saling meridhai dan saling merelakan antara kedua belah pihak,
sebagaimana yang dijelaskan Rasulullah saw dalam bermuamalah. Begitu juga
dengan akad jual beli yang dilakukan oleh masyarakat Bunkate khususnya dalam
jual beli ikan dengan cara memancing di dalam kolam, mesti dilakukan dengan
saling merelakan antara kedua belah pihak tersebut. Walaupun nantinya hasil
yang didapatkan dari transaksi jual beli yang dilakukan itu tidak sesuai dengan
akad di awal. Kadang-kadang menguntungkan dan kadang-kadang merugikan
mereka.
Jual beli merupakan bagian dari ta’awun (saling menolong), yaitu pembeli
menolong penjual yang membutuhkan uang (keuntungan), sebaliknya penjual
juga menolong pembeli yang sedang membutuhkan barang. Jadi, jual beli itu
merupakan perbuatan yang mulia dan pelakunya mendapat keridaan Allah swt.
Bahkan Rasulullah saw, menegaskan bahwa penjual yang jujur dan benar kelak di
akhirat akan ditempatkan bersama para nabi, syuhada, dan orang-orang saleh.58
Sedangkan jual beli yang terjadi di Desa Bunkate ini jual beli yang terdapat
57 Abdullah Shonhaji, dkk, Sunan Ibnu Majah, Jilid 2, h. 39. 58Abdul Rahman Ghazaly, dkk, Fiqih Muamalah, h. 89.
49
unsur-unsur yang belum jelas atau kesamaran (gharar), karena di sebabkan barang
(ikan) masih di dalam kolam. Sementara itu dalam Islam jual beli yang
mengandung unsur-unsur kesamaran atau belum jelas (gharar), penipuan, dan
perjudian tetap tidak boleh dilakukan karena bisa merugikan salah satu pihak dan
menguntungkan pihak lainnya.
Dalam Islam, jual beli ikan di Desa Bunkate yang telah di paparkan di atas
termasuk jual beli gharar atau kesamaran dan termasuk jual beli bathil. Termasuk
jual beli bathil karena ikan yang diperoleh pada saat memancing tidak pasti, dan
menguntungkan salah satu pihak dan merugikan pihak lainnya dan juga jual beli
ini mengandung unsur-unsur kesamaran, penipuan dan perjudian.
Jadi, bila kita perhatikan praktik jual beli (mua’malah) yang dilakukan
oleh masyarakat Desa Bunkate ini, maka transaksi jual beli ikan yang masih di
dalam kolam tidak di perbolehkan dalam hukum syara’ karena dalam praktiknya
masih terdapat unsur-unsur yang belum jelas penipuan, perjudian, dan mengadu
nasib, karena bisa merugikan salah satu pihak dan Menguntungkan pihak
lainnya.
50
BAB IV
PENUTUP
A. Kesimpulan
Dari seluruh pembahasan yang telah peneliti uraikan pada bab sebelumya,
dapt ditarik suatu kesimpulan dari praktik jual beli ikan di kolam pemancingan
tersebut sebagai berikut:
1. Praktik jual beli ikan di kolam pemancingan dengan sistem jatahan ini yang
dilakukan di Desa Bunkate Kec. Jonggat Kab. Lombok Tengah adalah
dengan cara pembeli (pemancing) dan penjual (pengelola) ikan melakukan
akad terlebih dahulu atau pembeli membeli ikan di awal sebesar Rp. 25.000,-
per kilo gram kemudian ikan yang telah dibeli dimasukkan ke dalam kolam
pemancingan sehingga pemancing mengambilnya dengan cara memancing
dan waktunya tidak terbatas akan tetapi pemancing merasa susah untuk
mendapatkan ikan dan tidak sesuai dengan akad di awal. Misalnya apabila ada
3 orang yang berniat membeli ikan dengan dana yang masing-masing
kumpulkan senilai Rp. 75.000,- di mungkinkan di antara 3 orang pembeli
tersebut akan menanggung kerugian karena pendapatan ikannya tidak sesuai
dengan apa yang di beli di awal sehingga dalam jual beli ikan di kolam
pemancingan dengan sistem jatahan yang dilakukan di Desa Bunkate di
dalamnya terdapat unsur gharar atau kesamaran, penipuan, perjudian di mana
51
ikan yang di perolehnya tidak sesuai dengan akad di awal dan juga dapat
merugikan salah satu pihak dan menguntungkan pihak lainnya.
2. Tinjauan hukum Islam tentang praktik jual beli ikan di kolam pemancingan
dengan sistem jatahan di Desa Bunkate Kec. Jonggat Kab. Lombok Tengah
melakukan akad terlebih dahulu antara penjual dan pembeli. Jual beli ikan di
kolam pemancingan dengan sistem jatahan di Desa Bunkate ini tidak
diperbolehkan karena menjual ikan yang masih di air itu termasuk jual beli
bathil dan di dalamnya ada unsur gharar. Termasuk jual beli bathil karena
ikan yang diperoleh pada saat memancing tidak pasti, dan menguntungkan
salah satu pihak dan merugikan pihak lain, sehingga jual beli ini dilarang
dalam Islam.
B. Saran
Dalam skripsi ini peneliti akan memberikan saran serta masukan untuk
beberapa pihak yang bersangkutan dalam jual beli ikan di kolam pemancingan
dengan sistem jatahan di Desa Bunkate Kec. Jonggat Kab. Lombok Tengah,
dengan tujuan kedepannya agar lebih baik dan menjadi bahan timbangan,
yaitu sebagai berikut:
1. Pembeli harus lebih pintar dalam memilih transaksi jual beli, karena
membeli ikan di kolam pemancingan ini hasilnya tidak sesuai dengan akad
di awal atau pembelian di awal, yaitu jika mendapatkan kurang maka akan
menjadi resiko bagi pembeli, namun jika mendapatkan lebih maka itu
keuntungannya. Jual beli di kolam pemancingan ini sebaiknya menjadi
52
pertimbangan bagi masyarakat Desa Bunkate Kec. Jonggat Kab. Lombok
Tengah.
2. Kepada penjual/ pengelola pemancingan sebaiknya mengubah sistem
transaksi yang dilakukan sampai sekarang ini. Sebaiknya transaksi
dilakukan diakhir perolehan ikan yang dipancing oleh pembeli, dengan
cara semua ikan dimasukkan ke dalam kolam ikan, kemudian pembeli
memancing ikan yang ada di kolam tersebut. Dan akhirnya hasil yang
diperoleh oleh pemancing ditimbang, baru kemudian dilakukan transaksi
pembayaran. Jika sistem memancing di kolam pemancingan ini diubah
maka tidak ada pihak yang dirugikan. Maka jual beli seperti ini menjadi
sah.
3. Kepada para penjual dan pembeli sebaiknya lebih teliti lagi dalam
melakukan akad dan jual beli apakah sudah sesuai dengan hukam syari’at
dan muamalah atau belum, karena itu sangat mempengaruhi sah tidaknya
jual beli tersebut.
53
DAFTAR PUSTAKA
Abdul Rahman Ghazaly,dkk, Fiqh Muamalat, (Jakarta: Prenadamedia Group, 2015)
Abdullah Shonhaji, dkk, Sunan Ibnu Majah, Jilid 2,
Catherine Dawson, Metode Penelitian Praktis sebuah panduan, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2010)
Daud Ali Muhammad, Hukum Islam, (Jakarta : PT Raja Grafindo Persada, 2012)
Ghufron A. Masa’adi, Fiqh Muamalah Kontekstual (Jakarta: RajaGrafindo Persada, 2002)
Hasil Wawancara dengan aq Lukman selaku penjual ikan, pada tanggal 10 maret
2018.
Http:// id.m. Wikipedia.org> wiki> kolam, di akses tanggal 29 april 2018, pukul
08:40 WITA
Https://id.wikipedia.org/wiki/Memancing, di akses tanggal 07 april 2018, pukul 10:30 WITA
Http://yudhap43.blogspot.co.id/2017/10/hadis-tentang-larangan-jual-beli, di akses
tanggal 20 april 2018, pukul 08:30 WITA Hanis Widyasari, Tinjauan Hukum Islam Terhadap Jual Beli Ikan dengan Sistem
Borongan di Desa Banyubiru Kec.Dukuh Kab. Magelang, dalam://digilib.uinsby,ac.id/eprint/12865, diakses pada tanggal 20 Juli 2018, pada pukul 10:00 WITA
Ismail Nawawi, Fiqih Muamalah klasik dan kontemporer, (Bogor: Penerbit Ghalia
Indonesia, 2012) Juliansyah Noor.Metodologi Penelitian Skripsi, Tesis, Disertasi, dan Karya Ilmiah.
Jakarta: Kencana Prenada Media Group, 2013. Lexy J. Moleong, Metodologi Penelitian Kualitatif, (Bandung: PT Remaja
Rosdakarya, 2011)
54
Mardani, Fiqih Ekonomi Syari’ah, (Jakarta: Kencana Prenada Group, 2012 )
M. Ali Hasan, Berbagai Macam Transaksi dalam Islam (Fiqh Muamalat), (Jakarta: PT RajaGrafindo Persada, 2004)
Moleong. Metode Penelitian Kualitatif. (Bandung: Remaja Rosdakarya, 1994)
Muhammad, Metodologi Penelitian Ekonomi Islam: Pendekatan Kuantitatif (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2008)
Muhammad Bin Abdullah Bin Sani, Musnad Al-Imam Bin Hambal, (Libanun: Darul
Al-Kotob Al-Ijmiyah,1212), QS. Al-Baqarah [2]: 275. Mushaf Aisyah, Al-Qur’an dan Terjemah untuk Wanita,
(Bandung: Hilal, 2010) Rachmat Syafe’i. Fiqih Muamalah. (Bandung: CV Pustaka Setia, 2001)
Saefuddin Azwar, Metode Penelitian (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2010)
Siah Khosyi’ah, Fiqh Muamalah Perbandingan, (Bandung : Pustaka Setia, 2014)
Sugiyono, Metode Penelitian Pendidikan pendekatan Kuantitatif, kualitatif, dan R dan D, (Bandung: Alfabet, 2010)
Sugiyono. Metode Penelitian Bisnis (Bandung: Alfabeta, 2008)
Sulaiman al-Faifi, Ringkasan Fiqih Sunnah, (Jakarta: Beirut Publishing, 2014)
Sulaiman Rasjid, Fiqh Islam, (Bandung :Sinar Baru Algensindo, 2010)
Ulber Silalahi, Metode Penelitian Sosial. (Bandung: PT Refika Aditama, 2010)
Zaki bin Bachrudin, Jual Beli Ikan dalam Kolam Dengan Cara Memancing dalam Persefektif Hukum Islam (Studi Kasus di Kelurahan Purwanegara Purwokerto), dalam http://repository.iainpurwokerto.ac.id./123567, diakses pada tanggal 20 Juli 2018, pada pukul 10:00 WITA
58
FOTO DOKUMENTASI
59
60