titrasi iodometri

19
LAPORAN PRAKTIKUM KIMIA ANALITIK PENENTUAN KADAR KAFEINA (TITRASI IODOMETRI) NAMA : Yulistya Randi Putri NIM : P07134012015 KELOMPOK : 1 KEMENTERIAN KESEHATAN RI POLITEKNIK KESEHATAN DENPASAR DIII JURUSAN ANALIS KESEHATAN 2013

Upload: yulistya-randi-putri

Post on 30-Nov-2015

1.426 views

Category:

Documents


30 download

DESCRIPTION

kimtik

TRANSCRIPT

Page 1: titrasi iodometri

LAPORAN PRAKTIKUM KIMIA ANALITIK

PENENTUAN KADAR KAFEINA

(TITRASI IODOMETRI)

NAMA : Yulistya Randi Putri

NIM : P07134012015

KELOMPOK : 1

KEMENTERIAN KESEHATAN RI

POLITEKNIK KESEHATAN DENPASAR

DIII JURUSAN ANALIS KESEHATAN

2013

Page 2: titrasi iodometri

PENENTUAN KADAR KAFEINA

Hari/Tanggal Praktikum : Rabu,12 Juni 2013

Tempat Praktikum : Laboratorium Kimia Jurusan Analis Kesehatan

Politeknik Kesehatan Denpasar

I. LATAR BELAKANG

Kafeina merupakan alkaloida yang diturunkan dari aspirin. Nama lain kafeina adalah 1,3,7-

trimetil xanthina, yang mempunyai rumus :

Rumus molekul kafeina adalah C8H10N4O2, dengan berat molekul 194,19 gram/mol. Kafeina

berupa serbuk atau hablur berbentuk jarum mengkilat yang biasanya menggumpal, berwarna putih,

tidak berbau, berasa pahit, sukar larut dalam air, etanol 95%, eter P, tetapi mudah larut dalam

kloroform. Kafein mempunyai daya kerja sebagai stimulant system syaraf pusat, stimulant otot jantung,

meningkatkan aliran darah melalui arteri koroner, relaksasi otot polos bronki, dan aktif sebagai

diuretika, dengan tingkatan yang berbeda. Umumnya kafein digunakan sebagai stimulant sentral karena

daya kerja kafein sebagai stimulant system syaraf pussat sangat menonjol. Hal inilah yang

membedakan kafein dengan senyawa stimulant yang lain. Dosis maksimum kafeina adalah 500 mg

dengan konsumsi maksimum 1,5 mg perhari.

Kafein dijumpai secara alami pada bahan pangan seperti biji kopi dan daun teh. Pada tumbuhan, ia

berperan sebagai pestisida alami yang melumpuhkan dan mematikan serangga-serangga tertentu yang

memakan tanaman tersebut. Ia umumnya dikonsumsi oleh manusia dengan mengekstraksinya dari biji

kopi dan daun teh. 

 Dalam proses analtis, iod digunakan sebagai zat pengoksid (iodimetri) dan iod digunakan sebagai

zat pereduksi (iodometri). Relatif beberapa zat merupakan pereaksi reduksi yang cukup kuat untuk

titrasi secara langsung dengan iodium. Maka jumlah penentuan iodometrik adalah sedikit. Akan tetapi

banyak pereaksi oksidasi cukup kuat untuk bereaksi sempurna dengan ion iodide, dan ada banyak

penggunaan proses iodometrik. Suatu kelebihan ioniodida ditambahkan kepada pereaksi oksidasi yang

ditentukan dengan larutan natrium thiosulfat. Iodometri adalah suatu proses annalitis tak langsung

yang melibbatkan iod. Ion iodide berlebih ditambahkan pada suatu zat pengoksid sehingga

membebaskan iod, yang kemudian dititrasi dengan natrium thiosulfat. (Underwood,1989)

Page 3: titrasi iodometri

Larutan standar yang digunakan dalam kebanyakan proses iodometrik adalah natrium thiosulfat.

Garam ini biasanya tersedia sebagai pentahidrat Na2S2O3,5 H2O. larutan tidak boleh distandarisasi

dengan penimbangan secara langsung , tetapi harus distandarisasi terhadap standar primer. Larutan

natrium thiosulfat tidak stabil untuk waktu yang lama. Sejumlah zat padat digunakan sebagai standar

primer untuk larutan natrium thiosulfat. Iodium murni merupakan standar yang paling nyata, tetapi

jarang dipergunakan karena kesukaran dalam penanganan dan penimbangan. Lebih sering digunakan

pereaksi yang kuat yang mebebaskan iodium dari iodideA, suatu proses iodometrik. (Underwood,1986)

Ion iodida adalah agen pereduksi lemah dan akan mereduksi agen oksidasi yang kuat. Ini tidak

dipergunakan sebagai titran terutama karena kurangnya system indicator visual yang tepat, serta factor-

faktor lain seperti kecepatan reaksi. Ketika kelebihan iodide ditambahkan ke dalam larutan agen

pengoksidasi,iodium diproduksi dalam jumlah setara dengan saat ini agen pengoksidasi yang dititrasi

secara langsung. Agen titrasi yang digunakan adalah natrium thiosulfat.

Dalam kebanyakan titrasi langsung dengan iod (iodometri), digunakan suatu larutan iod dalam

kalium iodide, dank arena itu spesi reaktifnya adalah ion tri-iodida, I3-. Untuk tepatnya, semua

persamaan yang melibatkan reaksi-reaksi iod seharusnya ditulis dengan I3- dan bukan dengan I2

-,

misalnya :

I3- + 2S2O3

2- 3I- + S4O62-

Akan lebih akurat daripada :

I2 + 2S2O32- 2I- + S4O6

2-

( Basset, J.dkk.1994)

Namun demi kesederhanaan, persamaan dalam buku ini biasanya lebih banyak ditulis rumus-

rumus iod molekuler daripada ion triiodida. Zat-zat pereduksi yang kuat (zat-zat dengan potensial yang

jauh lebih rendah), seperti timah (II) klorida,asam sulfat, hydrogen sulfide,dan natrium thiosulfat

bereaksi lengkap dan cepat dengan iod.

Warna larutan 0,1 iodium adalah cukup kuat sehingga iodium dapat bekerja sebagai indikatornya

sendiri. Iodium juga memberi warna ungu atau merah lembayung yang kuat kepada pelarut-pelarut

sebagai karbon tetraklorida atau kloroform dan kadang-kadang hal ini digunakan untuk mengetahui

titik akhir titrasi. Akan tetapi lebih umum digunakan suatu larutan (dispersi kloridal) kanji,karena

warna biru tua dari kompleks kanji-iodium dipakai untuk suatu uji sangat peka terhadap iodium.

Kepekaan lebih besar dalam larutan yang sedikit asam daripada larutan netral dan lebih besar dengan

adanya ion iodide (Underwood,1986)

II. TUJUAN

1. Mahasiswa dapat membuat larutan baku Na2SO3 0,01 N yang diperlukan dalam titrasi

2. Mahasiswa dapat melakukan pembakuan Na2SO3 dengan larutan K2CrO7

Page 4: titrasi iodometri

3. Mahasiswa dapat melakukan perhitungan kadar kafein berdasarkan metode Iodometri

III. PRINSIP

Kafeina dapat bereaksi dengan iodium secara adisi, sehingga kadar kafeina dapat diukur dengan

larutan iodium. Untuk mengetahui kadar atau konsentrasi kafeina,terlebih dahulu sampel diekstraksi

dengan alkohol,. Kemudian larutan yang mengandung kafeina ini ditambahkan larutan iodium yang

telah diketahui volume dan konsentrasinya. Kelebihan iodium stelah terjadi reaksi adisi di titrasi

dengan larutan natrium thiosulfat (Na2S2O3) , sehingga iodium yang teradisi oleh kafein dapat dihitung.

Reaksi Standarisasi :KIO3 + 5 KI + 3 H2SO4 → 3 I2 (warna coklat) + 3 H2O + 3 K2SO4

Reaksi standarisasi Natrium Thiosulfat dengan Kalium Iodidat :

Red : I2 + 2e 2I-

Oks : 2S2O32- S 4O6

2- + 2e

I2 + 2S2O32- 2I- + S4O6

2-

Reaksi iodium dengan Na2S2O3 : I2 + 2 Na2S2O3 → 2 NaI (tidak berwarna) + Na2S4O6

Reaksi lengkap : I2-amilum (warna biru) + 2 Na2S2O3 → 2 NaI (tidak berwarna) +

Na2S4O6 + amilum

IV. PROSEDUR PERCOBAAN

IV.1Alat-Alat

- Buret - Statif dan klem

- Erlenmeyer - Pipet volume

- Push ball - Beaker glass

- Pipet tetes - Corong

- Labu ukur - Botol reagen

- Pipet ukur

IV.2Bahan

- Indikator amylum 5% - Aquadest

- Larutan Na2S2O3 0,01 N - Larutan H2SO4 4N

- Larutan KIO3 0,01 N - Alkohol

- Kristal KI - Tisue

- Aluminium foil - Sampel obat (paramex)

Page 5: titrasi iodometri

IV.3Cara Kerja

a. Cara Kerja

1. Pembuatan Amilum 0,5%

2. Pembuatan larutan Na2S2O3 0,01 N

3. Pembuatan larutan KIO3 0,01 N

4. Pembuatan larutan I2 0,01 N

5. Pembuatan H2SO4 4 N

Dilarutkan 0,5 g amilum ke dalam labu ukur 100 ml

Disimpan dalam botol gelap

Dididihkan sampai larutan jernih kemudian didinginkan

Tepatkan dengan aquades hingga tepat tanda

Dilarutkan 1,24105 g Na2S2O3.5H2O dalam labu ukur 500 mL

Dikocok hingga homogen

Larutan diawetkan dengan menambahkan 0,125 g NaOH

Tepatkan dengan aquades hingga tepat tanda

Dilarutkan 0,1784 g KIO3 dalam labu ukur 500 mL

Dikocok hingga homogen

Tepatkan dengan aquades hingga tepat tanda

Dilarutkan 0,6345 g I2 dalam labu ukur 500 mL

Disimpan dalam botol gelap

Ditambahkan 1,9035 g KI lalu dihogenkan

Tepatkan dengan aquades hingga tepat tanda

Labu ukur 500 mL diisi dengan aquadest ¼ bagiannya

Tambahkan 55,5 mL H2SO4 pekat (36 N) lewat dinding labu ukur

Page 6: titrasi iodometri

6. Standarisasi Na2S2O3

7. Penentapan Kadar Kafein

Tablet sampel ditimbang pada neraca analitik

Tablet digerus sampai halus, kemudian dimasukkan ke Erlenmeyer 250 mL

Erlenmeyer ditutup dengan aluminium foil, homogenkan selama 5 menit

Stamper dibilas dengan alkohol, kemudian dituangkan ke dalam Erlenmeyer sampai volume alkohol yang dimasukkan ke dalam Erlenmeyer adalah 25 mL

Dipipet 10 mL larutan KIO3 0,01 N, dimasukkan ke Erlenmeyer 250 mL

Dilakukan pengulangan kemudian dihitung normalitas Na2S2O3

Diencerkan sampai volume 100 mL dengan aquadest

Ditambahkan 5 mL H2SO4 4 N

Ditambahkan 2 gram KI, dihomogenkan

Disimpan dalam botol gelap

Tepatkan dengan aquades hingga tepat tanda lalu homogenkan

Erlenmeyer ditutup dengan aluminium foil, larutan disimpan dalam tempat gelap selama ± 5 menit

Ditambahkan 1 mL indikator amilum, dihomogenkan

Dititrasi dengan Na2S2O3 hingga warna kuning hampir hilang

Dilanjutkan titrasi dengan Na2S2O3 hingga larutan berubah warna dari biru menjadi bening.

Ditambahkan aquadest sampai batas 100 mL, kemudian tutup dan kocok larutan sampai homogen, lalu didiamkan selama ± 10 menit

Page 7: titrasi iodometri

V. HASIL PENGAMATAN

Penimbangan tablet paramex

- Tablet 1 = 0,7458 g

- Tablet 2 = 0,7345 g

a. Standarisasi Na2SO3 dengan KIO3 0,01 N

Va Vb Vtotal

Titrasi 1 8,8 ml 1,2 ml 10 ml

Titrasi 2 8,8 ml 1,4 ml 10,2 ml

Vrata-rata 10,1 ml

Gambar Standarisasi

Warna larutan KIO3 + aquades + H2SO4 + KI adalah berwarna oranye. Larutan ini didiamkan d tempat gelap ± 5 menit.

Pada bagian jernih dipipet 10 mL larutan, dimasukkan dalam Erlenmeyer

Dititrasi dengan Na2S2O3 0,01 N hingga warna cokelat hampir hilang (hingga warna hijau agak biru)

Hasil titrasi ditambahkan 1 mL indikator amilum

Dilanjutkan titrasi dengan Na2S2O3 0,01 N hingga warna putih keruh

Dilakukan pengulangan dan hitung kadar kafein dalam tablet

Page 8: titrasi iodometri

b. Penetapan Kadar Kafein

Va Vb Vtotal

Titrasi 1 0,7 ml 0,5 ml 1,2 ml

Titrasi 2 0,7 ml 0,5 ml 1,2 ml

Vrata-rata 1,2 ml

Gambar Kadar Zat Organik Sampel

Titrasi dengan Na2SO3 0,01 N, Warna titik akhir pertama yaitu warna kuning hampir hilang.

Larutan sampel + aquades + H2SO4 + amilum, yang telah didiamkan selama ± 10 menit, menghasilkan 2 lapisan , yaitu bagian atas bening dan bagian bawah berupa endapan.

Setelah titrasi pertama , larutan ditambahkan dengan indikator amilum. Larutan menjadi berwarna ungu kehitaman.

Titrasi kedua menggunakan Na2SO3 0,01 N , menghasilkan warna titik akhir titrasi dari warna ungu kehitaman menjadi bening.

Page 9: titrasi iodometri

Bagian sampel yang bening yang akan diguanakan untuk dititrasi dalam penentuan kadar kafein.

.

Dititrasi menggunakan Na2SO3 sampai warna coklat hampir hilang (sedikit biru).

Dititrasi lagi menggunakan Na2SO3 hingga terjadi perubahan warna dari ungu kehitaman menjadi putih keruh.

Larutan yang telah dititrasi pertama, ditambahkan indikator amilum menjadi berwarna ungu kehitaman.

Page 10: titrasi iodometri

VI. PERHITUNGAN

a. Standarisasi Na2SO3dengan KIO3 0,01 N

Diketahui : Volume Titrasi I : 8,8 + 1,2 = 10,0 ml

Volume Titrasi II : 8,8 + 1,4 = 10,2 ml

Volume rata-rata : 10,1 ml

Kadar Na2SO3 : V1 x N1 = V2 x N2

10 x 0,01 = Vrata-rata x N2

0,1 = 10,1 x N2

N2 = 0,0099 N

b. Massa Kafein

Diketahui : Volume Titrasi I : 0,7 + 0,5 = 1,2 ml

Volume Titrasi II : 0,7 + 0,5 = 1,2 ml

Volume rata-rata : 1,2 ml

MrKafein : 194,19

RUMUS :

1. FaktorPengenceran :

2. Massa Kafein :

Massa Kafein :

c. Persen (%) Kadar kafein

Diketahui : Massa tablet I : 0,7458 gram = 745,8 mg

Massa tablet II : 0,7345 gram = 734,5 mg

Massa rata-rata : 0,7402 gram = 740,2 mg

Massa kafein : 85,560 mg

Ditanya : % Kadar kafein= ?

Page 11: titrasi iodometri

Jawab : % Kadar =

=

% Kadar = 11,56%

d. Persen (%) perolehanKembali

Diketahui : Massa kafein = 85,560 mg

Massa tablet (kemasan) = 50 mg

Ditanya : %Perolehan Kembali= ?

Jawab : %Perolehan Kembali =

=

%Perolehan Kembali = 171,12 %

VII. PEMBAHASAN

Pada praktikum kali ini kita melakukan penentuan kadar kafein dalam tablet paramex

menggunakan metode Iodometri. Sebelum melakukan percobaan , semua alat gelas yang akan

digunakan dalam percobaan harus dalam keadaan bersih dan kering agar kuantitatif , bebas dari zat-zat

pengotor yang dapat mengganggu percobaan sehingga hasilnya tidak akurat.

Pada percobaan ini akan menentukan konsentrasi natrium thiosulfat menggunakan indicator

amilum yang tentunya menggunakan metode titrasi iodometri. Dalam prosedurnya akan melakukan dua

titrasi yaitu standarisasi larutan natrium thiosulfat oleh larutan kalium iodat dan penentuan kadar kafein

oleh natrium thiosulfat. Titrasi pertama yaitu standarisasi disini menggunakan larutan kalium iodat

sebagai larutan standar atau larutan baku primer karena sudah diketahui konsentrasinya dan sifat –

sifatnya sesuai dengan syarat larutan baku primer yaitu tidak higroskopis.dan kemuarniannya yang

baik. Larutan KIO3 memiliki dua kegunaan penting , pertama adalah sebagai sumber dari sejumlah iod

yang diketahui dalam titrasi,harus ditambahkan larutan yang mengandung asam kuat, KIO3 tidak dapat

digunakan dalam medium yang netral atau memiliki keasaman rendah. Kedua, dalam penetapan

kandungan asam dari larutan secara iodometri , atau dalam standarisasi larutan asam keras. Larutan

baku KIO3 0,01 N dibuat dengan melarutkan beberapa gram massa Kristal KIO3 yang berwarna putih

dengan menggunakan aquadest dan mengencerkannya.

Larutan kalium iodat dipipet 10 ml dan diencerkan dengan aquadest sampai volume 100 ml dan

dimasukkan kedalam Erlenmeyer,setelah itu ditambahkan dengan H2SO4 penambahan asam sulfat

Page 12: titrasi iodometri

karena titrasi Iodometri dilakukan pada suasana asam.,kemudian ditambahkan padatan kalium iodida.

Padatan kalium iodide ini bersifat higroskopis oleh karena itu setelah penimbangan harus ditutup

aluminium foil agar iodium tidak berkurang karena penguapan dan oksidasi udara dapat menyebabkan

banyak kesalahan untuk analisis selanjutnya. Fungsi penambahan kalium iodide ini untuk memperbesar

kelarutan iodium yang sukar larut dalam air dan kalium iodide ini untuk mereduksi analit sehingga bisa

dijadikan standarisasi. Natrium thiosulfat dititrasi langsung dengan analit karena analit yang bersifat

sebagai oksidator dapat mengoksidasi senyawa yang bilangan oksidasinya lebih tinggi dari tetrationat

dan umumnya reaksi ini tidak stoikiometri. Dititrasi natrium thiosulfat dengan kalium iodide sampai

terjadi perubahan warna kuning hamper hilang dan kemudian ditambahkan 1 ml indicator

amilum,kemudian natrium thiosulfat kembali dititrasi sampai terjadi perubahan warna dari biru menjadi

hilang.Penambahan amilum yang dilakukan saat mendekati titik akhir titrasi dimaksudkan agar amilum

tidak membungkus iod karena akan menyebabkan amilum sukar dititrasi untuk kembali lke senyawa

semula. Pada titik akhir titrasi iod yang terikat juga hilang bereaksi dengan titran sehingga warna biru

mendadak hilang dan perubahannya sangat jelas. Penggunaan indicator ini untuk memperjelas

perubahan warna larutan yang terjadi pada saat titik akhir titrasi. Sensitivitas warnanya tergantung pada

pelarut yang digunakan. Amilum dan iodium dapat membentuk kompelks biru , hal ini disebabkan

karena dalam larutan pati, terdapat unit-unit glukosa membentuk rantai heliks karena adanya ikatan

dengan konfigurasi pada tiap unit glukosanya. Bentuk ini menyebabkan pati dapat membentuk

kompleks dengan molekul iodium yang dapat masuk kedalam bentuk spiralnya,sehingga menyebabkan

warna biru tua pada kompleks tersebut. Kompleks iodium-iodium amilum memiliki kelarutan yang

kecil dalam air,sehingga umumya ditambahkan pada titik akhir titrasi. Jika larutan iodium dalam KI

pada suasana netral dititrasi dengan natrium thiosulfat :

I3- + 2S2O3

2- 3I + S4O62-

S2O32- + I3- S2O3I- + 2I-

2S2O3I + I- S4O62- + I3-

S2O3- + S2O32- S4O62- + I-

Dari hasil praktikum dilakukan 2 kali standarisasi dan didapatkan volume rata-rata dari titrasi tersebut

yaitu sebesar 10,1 ml.

Kemudian di lakukan standarisasi untuk penentuan kadar kafein dalam tablet

sampel (paramex). Didapatkan massa tablet I 0,7458 g dan massa tablet II 0,7345 g. selanjutnya

dilakukan titrasi menggunakan larutan Na2S2O3 yang telah distandarisasi. Titrasi dilakukan

sebanyak duplo. Penetapan kadar kafein adalah dengan menggerus dan melarutkan tablet

menggunakan alkohol karena kepolaran alkohol yang sama dengan tablet sehingga tablet

mudah larut, dan yang akan digunakan untuk titrasi adalah bagian larutan yang telah

ditambahkan H2SO4 4N dan iodium lalu disimpan selama 10 menit,warns larutan yang

Page 13: titrasi iodometri

didapatkan yaitu merah kecokelatan dan tidak jernih . Hal yang mungkin dapat menyebabkan

larutan tidak jernih adalah karena kotoran pada mortar dan stempler, alkohol yang digunakan

mengandung banyak pengotor, atau karena tablet mengandung banyak pengotor yang berikatan

dengan I3-. Hal yang harus diperhatikan adalah penyimpanan iodium harus baik,iodium

disimpan dalam botol kaca berwarna gelap dan hanya dibuka saat akan digunakan. Hal ini

dikarenakan iodium akan teroksidasi jika dibiarkan pada ruang terbuka dan terkena cahaya

Hasil rata-rata yang didapat dari dua kali titrasi penetapan kadar kafein adalah 1,2 mL.

Pada praktikum kali ini, dilakukan pula perhitungan faktor pengenceran dan didapat angka 10,

perhitungan massa kafein yaitu 85,560 mg, dan perhitungan kadar kafein yang didapat adalah

11, 56%, dan perolehan kembali yang didapat sebesar 171,12%.

Dari hasil yang sudah diperoleh Massa kafein yang didapatkan adalah 88,5 mg dimana

angka ini melebihi kadar kafein yang tercantum pada kemasan yaitu 50 mg. Kelebihan hasil ini

dapat terjadi karena adanya profifenazon yang mempengaruhi titrasi sehingga hasil menjadi

lebih tinggi. Massa kafein yang tinggi ini juga mempengaruhi % perolehan kembali menjadi

tinggi yaitu 171,12%, dimana perolehan kembali ini tidak sesuai karena perolehan kembali yang

diterima adalah 90%-110%.

Adapun Hal-hal yang perlu diperhatikan:

1. Penambahan amilum sebaiknya dilakukan saat menjelang akhir titrasi. Dimana hal ini ditandai

dengan warna larutan menjadi kuning muda (dari oranye sampai coklat akibat terdapatnya I2

dalam jumlah banyak), alasannya kompleks amilum I2 terdisosiasi sangat lambat akibatnya

maka banyak I2 yang akan terabsorbsi oleh amilum jika amilum ditambahkan pada awal titrasi,

alasan kedua adalah biasanya iodometri dilakukan pada media asam kuat sehingga akan

menghindari terjadinya hidrolisis amilum.

2. Titrasi harus dilakukan dengan cepat untuk meminimalisasi terjadinya oksidasi iodide oleh

udara bebas. Pengocokan pada saat melakukan titrasi iodometri sangat diwajibkan untuk

menghindari penumpukan tiosulfat pada area tertentu, penumpukan konsentrasi tiosulfat dapat

menyebabkan terjadinya dekomposisi tiosulfat untuk menghasilkan belerang. Terbentuknya

reaksi ini dapat diamati dengan adanya belerang dan larutan menjadi bersifat koloid (tampak

keruh oleh kehadiran S).

3. Pastikan jumlah iod yang ditambahkan adalah berlebih sehingga semua analit tereduksi dengan

demikian titrasi akan menjadi akurat. Kelebihan iodide tidak akan mengganggu jalannya titrasi

redoks akan tetapi jika titrasi tidak dilakukan dengan segera maka I- dapat teroksidasi oleh

udara menjadi I2.

VIII. KESIMPULAN

Page 14: titrasi iodometri

Dari hasil praktikum yang didapatn, dapat disimpulkan :

1. Kafeina berupa serbuk atau hablur berbentuk jarum mengkilat yang biasanya menggumpal,

berwarna putih, tidak berbau, berasa pahit, sukar larut dalam air, etanol 95%, eter P, tetapi

mudah larut dalam kloroform.

2. Didapatkan Normalitas Na2S2O3 yang diperoleh adalah 0,0099 N, volume rata-rata

penetapan kadar kafein sebesar 1,2 ml dan factor pengenceran 10

3. Massa kafein yang diperoleh adalah 85,560 mg dan angka ini melewati massa kafein yang

tercantum dalam kemasan yaitu 50 mg kemungkinan karena ada pengotor yang

mempengaruhi titrasi.

4. Kadar kafein yang diperoleh adalah 11,56% dan % Perolehan kembali yang diperoleh

adalah 171,12 %, angka ini berlebih karena massa kafein yang didapatkan jauh melampaui

angka standar yaitu 90-110 %

IX. DAFTAR PUSTAKA

Khopkar, S.M., (2003), Konsep Dasar Kimia Analitik, Terjemahan A.Saptorahardjo, Edisi

pertama, UI Press, Jakarta.

Marwati, Ni Made, dkk, Pedoman Praktikum Kimia Analitik Semester II, 2013

Day, R.A. & Underwood, A.L. (1986), Quantitative Analysis,5th edition, Prentice Hall

Day, Jr, R. A., Underwood, A. L. 1989. Analisis Kimia Kuantitatif. Jakarta: Erlangga.

X. LEMBAR PENGESAHAN

Mengetahui, Denpasar, 22 Juni 2013

PEMBIMBING PRAKTIKAN

( A.A.Ngr.Putra Riana Prasetya,S.Farm.Apt ) ( Yulistya Randi Putri )