tokoh senior kendalikan parpol? s - gelora45.comgelora45.com/news/sp_20170221_02.pdf · akibat...

1
[JAKARTA] Jakarta diyakini tidak akan terbebas dari banjir hanya dalam satu periode kepemimpinan seorang guber- nur. Meskipun banyak dikritik karena merelokasi warga di bantaran sungai, langkah penanganan banjir oleh Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama atau Ahok, dinilai sudah on the right track. Sebab, penanganan banjir tidak bisa lagi secara parsial, misalnya, dengan mengeruk lumpur dan membersihkan sampah. Seluruh sungai dan saluran air harus direhabilitasi, dengan menormalisasi sungai-sungai di Jakarta, sehingga menambah volume air yang bisa ditampung. Konsekuensinya, warga yang tinggal di bantaran sungai secara ilegal harus direlokasi. Terbukti, dengan norma- lisasi Kali Ciliwung yang baru selesai 40%, jumlah titik rawan banjir bisa ditekan hingga 80 titik, dari sebelumnya yang mencapai sekitar 400 titik. Demikian pula, saat ini genang- an air lebih cepat surut, seba- gai dampak normalisasi sungai dan pembenahan drainase Demikian pandangan dua pakar tata kota, Nirwono Joga dan Firdaus Ali, secara terpisah, Senin (20/2) dan Selasa (21/2). Menurut Nirwono, masa- lah banjir akan dapat diatasi dengan membuat rencana induk saluran air. Jika saluran air tertata dalam satu rencana maka akan mudah melakukan pengontrolan. “Saluran air di seluruh Jakarta ini harus direhabilitasi. Penanganannya tidak bisa lagi secara parsial misalnya dengan mengeruk lumpur, member- sihkan sampah, ini kurang efektif tapi harus secara kese- luruhan,” ujarnya. Dia menjelaskan, selama ini juga terjadi salah pema- haman dimana ketika banjir maka air dibuang ke laut. Padahal, lanjut Nirwono, hal ini tidak efektif. Seharusnya, air hujan yang tak tertampung dan mengakibatkan banjir dapat ditampung di waduk, situ, dan danau. Air hujan juga seharus- nya dapat diserap lagi ke dalam tanah sebagai persediaan cadangan air tanah di Jakarta yang kini semakin mengkha- watirkan. Nirwono juga meminta agar para calon gubernur tidak mempolitisasi banjir sebagai bahan kampanye. Pasalnya, lanjut Nirwono, banjir yang terjadi di Jakarta saat ini ada- lah banjir dengan empat tipe gabungan di dalamnya, yakni karena kenaikan permukaan air laut, banjir lokal di daerah tertentu, banjir yang disebab- kan aliran air tersumbat kare- na buruknya saluran air, dan banjir kiriman dari wilayah di selatan Jakarta yang dilanda hujan deras. “Penanganan banjir tidak cukup lima tahun. Jakarta tidak bisa klaim bebas 100 persen banjir. Kalau berkurang 20-30 persen itu saja sudah sangat baik. Pastinya siapapun guber- nur dan wakil gubernur nanti yang terpilih masalah banjir ini tidak akan selesai hanga dalam waktu lima tahun,” jelasnya. Reklamasi Senada dengan itu, Firdaus Ali menuturkan, reklamasi di Teluk Jakarta, merupakan salah satu solusi yang akan mem- bantu dalam mengatasi per- masalahan Jakarta. Tak hanya untuk melakukan restorasi Teluk Jakarta, penambahan luas kota juga bisa mening- katkan daya tampung dan daya dukung lingkungan ke depan. “Dengan reklamasi 17 pulau, paling tidak akan menambah 5.200 hektare lahan ibukota,” jelas Firdaus Ali. Reklamasi juga akan merevitalisasi wilayah utara Jakarta yang secara kualitas relatif lebih rendah dibanding- kan wilayah lainnya di Jakarta. Menurut Firdaus Ali, mening- katnya kualitas wilayah di bagian utara Ibukota berpo- tensi untuk meredistribusi sebaran penduduk Jakarta dari daerah-daerah resapan air, seperti di selatan Jakarta, ke wilayah yang kepadatan pen- duduknya relatif lebih rendah, dalam hal ini di wilayah utara Jakarta. Menurut Firdaus, hal-hal yang berpotensi memberikan dampak buruk terhadap ling- kungan akibat reklamasi seharusnya dapat ditangani dan diantisipasi. Kemampuan manusia memahami alam semakin meningkat. “Perkembangan teknologi semakin mampu mewujudkan reklamasi yang ramah ling- kungan,” ujarnya. Hal tersebut, lanjutnya, tidak lepas dari berbagai masalah serius terkait daya tampung dan daya dukung (carrying capacity) lingkung- an yang terus menurun tajam akibat beban populasi yang semakin tinggi. Dia menambahkan, dalam beberapa dekade terakhir ini, kawasan pantai utara ibukota juga terus dihadapkan pada ancaman bencana terkait dengan pengelolaan air, baik yang berupa genangan, banjir, rob dan penurunan muka tanah yang semakin ekstrem. Jakarta juga memiliki tingkat water security (ketahanan air) yang buruk. Water security perkotaan, yang merupakan gerbang utama dan sekaligus etalase Indonesia, hanya sebesar 2,5%. Sementara, cakupan layanan sanitasi air limbah hanya mampu melayani 2,9%,” paparnya. Titik Banjir Berkurang Sebelumnya, Gubernur DKI Jakarta, Basuki Tjahaja Purnama menegaskan, titik banjir dalam empat tahun terakhir sudah berkurang secara signifikan. Saat baru terpilih menjadi Wakil Gubernur, Basuki menyebut titik banjir berjumlah sekitar 2.200. Saat ini, kata dia, titik banjir tinggal 80 titik. “Saat kami baru masuk DKI ada 2.200-an lokasi ban- jir. Terus tahun lalu tinggal 400-an. Sebetulnya, bulan ini tinggal 80 titik saja. Jadi kalau masih ada satu (sekitar Cipinang Melayu), ya mau dibilang apa,” jelas Basuki di Balai Kota, Senin (20/2). Menurutnya, masih ada- nya titik banjir tersebut karena normalisasi Kali Ciliwung baru 40%. Meskipun baru 40%, Basuki menilai, dampaknya normalisasi sudah cukup bagus. Hal itu bisa dilihat dari titik banjir di sekitar Ciliwung Melayu yang sudah berkurang. Sebelum proyek normali- sasi dikerjakan, lanjut Basuki, banjir bisa setinggi atap rumah, tetapi kini banjir jauh berku- rang. Sementara itu, hujan dengan intensitas tinggi yang mengguyur Jakarta sejak Selasa (21/2) dini hari, menyebabkan tiga pintu air mengalami kenaikan debit air. Akibatnya, ketiga pintu air tersebut bera- da dalam status siaga 1 dan 2. Berdasarkan data dari Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB), Pintu Air Karet mengalami kenaikan tinggi muka air 630 sentimeter (cm). Sehingga statusnya menjadi Siaga 1. Dampaknya, banjir melanda disekitar ban- taran kali dan kawasan Karet, Jakarta Pusat. Kemudian, tinggi muka air Pintu Air Pasar Ikan sudah mencapai 215 cm dan Pintu Air Pulogadung mencapai 720 cm. Kedua pintu air ini sudah berada dalam status siaga 2. Artinya, wilayah disekitar kedua pintu air tersebut bersiap-siap terhadap banjir yang akan melanda bila status keduanya naik menjadi siaga 1. Kemudian, ada dua pintu air yang sudah mencapai status siaga 3. Yaitu Pintu Air Manggarai dengan ketinggian air mencapai 820 cm dan Pintu Air Angke Hulu dengan ketinggian air mencapai 175 cm. Selanjutnya, enam pintu airnya masih berada dalam siaga 4. Yaitu, Pintu Air Katulampa (50 cm), Pintu Air Depok (130 cm), Pintu Air Krukut Hulu (120 cm), Pintu Air Pesanggrahan (80 cm), Pintu Air Cipinang Hulu (130 cm) dan Pintu Air Sunter Hulu (95 cm). Kepala Pusat Data Informasi dan Humas BNBP, Sutopo Purwo Nugroho menga- takan debit sungai-sungai yang melintasi wilayah DKI Jakarta mengalami peningkatan. “Debit Kali Karet mening- kat menjadi siaga 1 sehingga menimbulkan banjir di sekitar bantaran sungai,” kata Sutopo, Selasa (21/2). Berdasarkan pantauan, akibat Pintu Air Karet siaga 1, beberapa wilayah di daerah Karet Tengsin dan Bendungan Hilir, Kecamatan Tanah Abang, Jakarta Pusat. Ketinggian air banjir mulai sekitar 40 cm hingga satu meter. Seperti yang terjadi Jalan Bendungan Hilir Raya, tepat- nya didepan Rumah Sakit Angkatan Laut (RSAL) Mintohardjo. Terlihat genang- an air setinggi lutut orang dewasa atau sekitar 45 cm. Akibatnya, kendaraan roda empat tidak bisa melewati jalan tersebut dan memilih alterna- tif jalan lainnya. Hujan yang mengguyur Jakarta tersebut, menyebabkan terjadi banjir di 54 titik di tiga wilayah DKI Jakarta. Yaitu di Jakarta Selatan, Jakarta Timur dan Jakarta Utara. Sutopo mengungkapkan, pihaknya menerima 401 lapor- an. Mereka melaporkan ribu- an rumah dan jalan terendam banjir dengan ketinggian bervariasi 10 -150 cm. Platform petabencana.id dan laporan banjir dari aparat di lapangan digunakan untuk menyusun daerah banjir. Terdapat 54 titik banjir dan genangan yaitu di Jakarta Selatan 11 titik, Jakarta Timur 29 titik, dan Jakarta Utara 14 titik,” ungkapnya. “Banjir lebih disebabkan karena drainase perkotaan yang tidak mampu menampung aliran permukaan. Selain itu juga disebabkan luapan dari sungai yang naik Siaga 1 dan 2 sehingga aliran permukaan dari drainase tidak dapat dia- lirkan ke sungai,” ungkapnya. [RIA/LEN/A-17] S eorang tokoh politik yang cukup senior, diyakini masih mem- pengaruhi kebijakan dan keputusan strategis salah satu parpol. Meskipun sudah lama lengser dari kepengu- rusan, sang tokoh masih mendominasi keputusan dan manuver partai, mengalah- kan kewenangan pengurus aktif. Salah satunya dalam kasus hak angket terkait sta- tus Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama alias Ahok, yang menjadi terdakwa kasus dugaan penodaan agama. Sejumlah fraksi di DPR mendo- rong hak angket mempertanyakan sikap pemerintah yang tidak menonaktifkan Ahok. Hal yang mengherankan, salah satu parpol yang sudah menyatakan mendukung pemerintah, anggotanya turut menandatangani hak angket. Sumber SP menu- turkan, manuver sejumlah anggota fraksi sejatinya sudah ditentang sang ketua umum parpol. “Namun, ketua umum definitif kalah pengaruh dengan sang tokoh senior. Bahkan, dia kabarnya tak memiliki otoritas penuh dalam menentukan arah kebijakan partai. Justru tokoh senior dimaksud yang mendominasi keputusan strategis partai,” ujarnya. Ia mengungkapkan, kader yang menandatangani usulan hak angket disinyalir tak lepas dari pengaruh kuat sang tokoh di internal par- tai. “Situasi ini menunjuk- kan dialah (tokoh senior) yang sejatinya the real ketua umum,” ucapnya.[H-14] Utama 2 Suara Pembaruan Selasa, 21 Februari 2017 Penanganan Banjir Sudah On the Right Track Tokoh Senior Kendalikan Parpol? ANTARA/APRILLIO AKBAR Sejumlah warga beraktivitas saat banjir menggenangi di kawasan Sawah Besar, Jakarta, Selasa (21/2). Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) menyebutkan bahwa ada 54 titik banjir yang tersebar di wilayah Jakarta dengan ketinggian bervariasi.

Upload: vanthien

Post on 25-Apr-2019

216 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

[JAKARTA] Jakarta diyakini tidak akan terbebas dari banjir hanya dalam satu periode kepemimpinan seorang guber-nur. Meskipun banyak dikritik karena merelokasi warga di bantaran sungai, langkah penanganan banjir oleh Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama atau Ahok, dinilai sudah on the right track.

Sebab, penanganan banjir tidak bisa lagi secara parsial, misalnya, dengan mengeruk lumpur dan membersihkan sampah. Seluruh sungai dan saluran air harus direhabilitasi, dengan menormalisasi sungai-sungai di Jakarta, sehingga menambah volume air yang bisa ditampung. Konsekuensinya, warga yang tinggal di bantaran sungai secara ilegal harus direlokasi.

Terbukti, dengan norma-lisasi Kali Ciliwung yang baru selesai 40%, jumlah titik rawan banjir bisa ditekan hingga 80 titik, dari sebelumnya yang mencapai sekitar 400 titik. Demikian pula, saat ini genang-an air lebih cepat surut, seba-gai dampak normalisasi sungai dan pembenahan drainase

Demikian pandangan dua pakar tata kota, Nirwono Joga dan Firdaus Ali, secara terpisah, Senin (20/2) dan Selasa (21/2).

Menurut Nirwono, masa-lah banjir akan dapat diatasi dengan membuat rencana induk saluran air. Jika saluran air tertata dalam satu rencana maka akan mudah melakukan pengontrolan.

“Saluran air di seluruh Jakarta ini harus direhabilitasi. Penanganannya tidak bisa lagi secara parsial misalnya dengan mengeruk lumpur, member-sihkan sampah, ini kurang efektif tapi harus secara kese-luruhan,” ujarnya.

Dia menjelaskan, selama ini juga terjadi salah pema-haman dimana ketika banjir maka air dibuang ke laut. Padahal, lanjut Nirwono, hal ini tidak efektif. Seharusnya, air hujan yang tak tertampung dan mengakibatkan banjir dapat ditampung di waduk, situ, dan danau. Air hujan juga seharus-nya dapat diserap lagi ke dalam tanah sebagai persediaan cadangan air tanah di Jakarta

yang kini semakin mengkha-watirkan.

Nirwono juga meminta agar para calon gubernur tidak mempolitisasi banjir sebagai bahan kampanye. Pasalnya, lanjut Nirwono, banjir yang terjadi di Jakarta saat ini ada-lah banjir dengan empat tipe gabungan di dalamnya, yakni karena kenaikan permukaan air laut, banjir lokal di daerah tertentu, banjir yang disebab-kan aliran air tersumbat kare-na buruknya saluran air, dan banjir kiriman dari wilayah di selatan Jakarta yang dilanda hujan deras.

“Penanganan banjir tidak cukup lima tahun. Jakarta tidak bisa klaim bebas 100 persen banjir. Kalau berkurang 20-30 persen itu saja sudah sangat baik. Pastinya siapapun guber-nur dan wakil gubernur nanti yang terpilih masalah banjir ini tidak akan selesai hanga dalam waktu lima tahun,” jelasnya.

ReklamasiSenada dengan itu, Firdaus

Ali menuturkan, reklamasi di Teluk Jakarta, merupakan salah satu solusi yang akan mem-bantu dalam mengatasi per-masalahan Jakarta. Tak hanya untuk melakukan restorasi Teluk Jakarta, penambahan luas kota juga bisa mening-katkan daya tampung dan daya dukung lingkungan ke depan. “Dengan reklamasi 17 pulau, paling tidak akan menambah 5.200 hektare lahan ibukota,” jelas Firdaus Ali.

Reklamasi juga akan merevitalisasi wilayah utara Jakarta yang secara kualitas relatif lebih rendah dibanding-kan wilayah lainnya di Jakarta. Menurut Firdaus Ali, mening-katnya kualitas wilayah di bagian utara Ibukota berpo-tensi untuk meredistribusi sebaran penduduk Jakarta dari daerah-daerah resapan air, seperti di selatan Jakarta, ke wilayah yang kepadatan pen-duduknya relatif lebih rendah, dalam hal ini di wilayah utara Jakarta.

Menurut Firdaus, hal-hal yang berpotensi memberikan dampak buruk terhadap ling-kungan akibat reklamasi

seharusnya dapat ditangani dan diantisipasi. Kemampuan manusia memahami alam s e m a k i n m e n i n g k a t . “Perkembangan teknologi semakin mampu mewujudkan reklamasi yang ramah ling-kungan,” ujarnya.

Hal tersebut, lanjutnya, tidak lepas dari berbagai masalah serius terkait daya tampung dan daya dukung (carrying capacity) lingkung-an yang terus menurun tajam akibat beban populasi yang semakin tinggi.

Dia menambahkan, dalam beberapa dekade terakhir ini, kawasan pantai utara ibukota juga terus dihadapkan pada ancaman bencana terkait dengan pengelolaan air, baik yang berupa genangan, banjir, rob dan penurunan muka tanah yang semakin ekstrem. Jakarta juga memiliki tingkat water security (ketahanan air) yang buruk.

“Water security perkotaan, yang merupakan gerbang utama dan sekaligus etalase Indonesia, hanya sebesar 2,5%. Sementara, cakupan layanan sanitasi air limbah hanya mampu melayani 2,9%,” paparnya.

Titik Banjir BerkurangSebelumnya, Gubernur

DKI Jakarta, Basuki Tjahaja

Purnama menegaskan, titik banjir dalam empat tahun terakhir sudah berkurang secara signifikan. Saat baru terpilih menjadi Wakil Gubernur, Basuki menyebut titik banjir berjumlah sekitar 2.200. Saat ini, kata dia, titik banjir tinggal 80 titik.

“Saat kami baru masuk DKI ada 2.200-an lokasi ban-jir. Terus tahun lalu tinggal 400-an. Sebetulnya, bulan ini tinggal 80 titik saja. Jadi kalau masih ada satu (sekitar Cipinang Melayu), ya mau dibilang apa,” jelas Basuki di Balai Kota, Senin (20/2).

Menurutnya, masih ada-nya titik banjir tersebut karena normalisasi Kali Ciliwung baru 40%. Meskipun baru 40%, Basuki menilai, dampaknya normalisasi sudah cukup bagus. Hal itu bisa dilihat dari titik banjir di sekitar Ciliwung Melayu yang sudah berkurang.

Sebelum proyek normali-sasi dikerjakan, lanjut Basuki, banjir bisa setinggi atap rumah, tetapi kini banjir jauh berku-rang.

Sementara itu, hujan dengan intensitas tinggi yang mengguyur Jakarta sejak Selasa (21/2) dini hari, menyebabkan tiga pintu air mengalami

kenaikan debit air. Akibatnya, ketiga pintu air tersebut bera-da dalam status siaga 1 dan 2. Berdasarkan data dari Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB), Pintu Air Karet mengalami kenaikan tinggi muka air 630 sentimeter (cm). Sehingga statusnya menjadi Siaga 1. Dampaknya, banjir melanda disekitar ban-taran kali dan kawasan Karet, Jakarta Pusat.

Kemudian, tinggi muka air Pintu Air Pasar Ikan sudah mencapai 215 cm dan Pintu Air Pulogadung mencapai 720 cm. Kedua pintu air ini sudah berada dalam status siaga 2. Artinya, wilayah disekitar kedua pintu air tersebut bersiap-siap terhadap banjir yang akan melanda bila status keduanya naik menjadi siaga 1.

Kemudian, ada dua pintu air yang sudah mencapai status siaga 3. Yaitu Pintu Air Manggarai dengan ketinggian air mencapai 820 cm dan Pintu Air Angke Hulu dengan ketinggian air mencapai 175 cm.

Selanjutnya, enam pintu airnya masih berada dalam siaga 4. Yaitu, Pintu Air Katulampa (50 cm), Pintu Air Depok (130 cm), Pintu Air

Krukut Hulu (120 cm), Pintu Air Pesanggrahan (80 cm), Pintu Air Cipinang Hulu (130 cm) dan Pintu Air Sunter Hulu (95 cm).

Kepala Pusat Data Informasi dan Humas BNBP, Sutopo Purwo Nugroho menga-takan debit sungai-sungai yang melintasi wilayah DKI Jakarta mengalami peningkatan.

“Debit Kali Karet mening-kat menjadi siaga 1 sehingga menimbulkan banjir di sekitar bantaran sungai,” kata Sutopo, Selasa (21/2).

Berdasarkan pantauan, akibat Pintu Air Karet siaga 1, beberapa wilayah di daerah Karet Tengsin dan Bendungan Hilir, Kecamatan Tanah Abang, Jakarta Pusat. Ketinggian air banjir mulai sekitar 40 cm hingga satu meter.

Seperti yang terjadi Jalan Bendungan Hilir Raya, tepat-nya didepan Rumah Sakit Angkatan Laut (RSAL) Mintohardjo. Terlihat genang-an air setinggi lutut orang dewasa atau sekitar 45 cm. Akibatnya, kendaraan roda empat tidak bisa melewati jalan tersebut dan memilih alterna-tif jalan lainnya.

Hujan yang mengguyur Jakarta tersebut, menyebabkan terjadi banjir di 54 titik di tiga wilayah DKI Jakarta. Yaitu di Jakarta Selatan, Jakarta Timur dan Jakarta Utara.

Sutopo mengungkapkan, pihaknya menerima 401 lapor-an. Mereka melaporkan ribu-an rumah dan jalan terendam banjir dengan ketinggian bervariasi 10 -150 cm.

“Platform petabencana.id dan laporan banjir dari aparat di lapangan digunakan untuk menyusun daerah banjir. Terdapat 54 titik banjir dan genangan yaitu di Jakarta Selatan 11 titik, Jakarta Timur 29 titik, dan Jakarta Utara 14 titik,” ungkapnya.

“Banjir lebih disebabkan karena drainase perkotaan yang tidak mampu menampung aliran permukaan. Selain itu juga disebabkan luapan dari sungai yang naik Siaga 1 dan 2 sehingga aliran permukaan dari drainase tidak dapat dia-lirkan ke sungai,” ungkapnya. [RIA/LEN/A-17]

Seorang tokoh politik yang cukup senior, diyakini masih mem-

pengaruhi kebijakan dan keputusan strategis salah satu parpol. Meskipun sudah lama lengser dari kepengu-rusan, sang tokoh masih mendominasi keputusan dan manuver partai, mengalah-kan kewenangan pengurus aktif.

Salah satunya dalam kasus hak angket terkait sta-

tus Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama alias Ahok, yang menjadi terdakwa kasus dugaan penodaan agama. Sejumlah fraksi di DPR mendo-rong hak angket mempertanyakan sikap pemerintah yang tidak menonaktifkan Ahok.

Hal yang mengherankan, salah satu parpol yang sudah menyatakan mendukung

pemerintah, anggotanya turut menandatangani hak angket. Sumber SP menu-

turkan, manuver sejumlah anggota fraksi sejatinya sudah ditentang sang ketua umum

parpol.“Namun, ketua umum

definitif kalah pengaruh dengan sang tokoh senior. Bahkan, dia kabarnya tak memiliki otoritas penuh

dalam menentukan arah kebijakan partai. Justru tokoh senior dimaksud yang mendominasi keputusan strategis partai,” ujarnya.

Ia mengungkapkan, kader yang menandatangani usulan hak angket disinyalir tak lepas dari pengaruh kuat sang tokoh di internal par-tai. “Situasi ini menunjuk-kan dialah (tokoh senior) yang sejatinya the real ketua umum,” ucapnya.[H-14]

Utama2 Sua ra Pem ba ru an Selasa, 21 Februari 2017

Penanganan Banjir Sudah On the Right Track

Tokoh Senior Kendalikan Parpol?

ANTARA/ApRillio AkbAR

Sejumlah warga beraktivitas saat banjir menggenangi di kawasan Sawah besar, Jakarta, Selasa (21/2). badan Nasional penanggulangan bencana (bNpb) menyebutkan bahwa ada 54 titik banjir yang tersebar di wilayah Jakarta dengan ketinggian bervariasi.