translate chest pain - radiology compile

14
Nyeri dada: Sebuah Penilaian Klinis Nyeri dada adalah salah satu keluhan utama yang paling sering dijumpai kegawat daruratan. Saat pasien mengalami serangan akut dari nyeri dada, penci gambar dada sangat berharga, terutama pada saat stabilisasi inisial jantung atau paru-paru yang mengancam nyawa. Pendekatanawal untuk mengevaluasi nyeri dada dengan mengeksklusi penyebab yang mengancam nyawa seperti diseksi aorta, emboli paru, pneumothorax, pneumomediastinum, pericard dan perforasi esophagus. valuasi dari seorang pasien dengan nyeri dada atau sesak nafas yang be dalam keadaan tidakstabil berawal dengan survey kesehatan primer untuk mengevaluasi jalan nafas, pernafasan, dan sirkulasi. !ersamaan dengan yang cepat ini, dokter bagian kegawatdaruratan meminta gambar radiografi dari yang memberikan gambaran dari anatomi tentang dada. "ambaran pertama diperoleh adalahgambaran dada secaraanteroposterior, dengan menggunakan radiografi portable atau peralatan yang biasa digunakan, tergantung pada kead klinis pasien. Pembelajaran awal sangat berharga dalam memberikan informasi y dapat mengarahkan pada perawatan pasien. #alaupun pada tahun-tahun belakangan ini kemajuan teknologi dapat meningkatkan keakuratan daridiagnostik, anamnesa riwayat dengan teliti dan pemeriksaan fisik tetap menjadi komponen yang paling penting dalam mengevalu proses. Sangat penting untuk mendapatkan rincian tentang nyeri yang banyaknya, termasuk onset, lokasi, durasi, penjalaran, kualitas, eksaserbasi yang dapat memperingan. Penggalian riwayat yang rinci penting untuk pemeriksa diagnostik dan mengatur keputusan yang lebih lanjut. Sindrom Koroner Akut Sindrom $oroner %kut &S$%' adalah sebuah gambaran dari (skemik )iokardial %ku yang menjangkau (nfark )iokardial %kut &()%' dan %ngina *idak Stabil $urang dari /01 dari pasien yang masuk rumah sakit dengan kecurigaan Sindrom $oroner %kut masih memiliki diagnosis ini saat mereka keluar dari rumah sakit

Upload: merisa-noviliany-rachmad

Post on 04-Oct-2015

11 views

Category:

Documents


0 download

DESCRIPTION

Translate Chest Pain - Radiology CompileTranslate Chest Pain - Radiology Compile

TRANSCRIPT

Nyeri dada: Sebuah Penilaian Klinis

Nyeri dada adalah salah satu keluhan utama yang paling sering dijumpai pada kegawat daruratan. Saat pasien mengalami serangan akut dari nyeri dada, pencitraan gambar dada sangat berharga, terutama pada saat stabilisasi inisial dari penyakit jantung atau paru-paru yang mengancam nyawa. Pendekatan awal untuk mengevaluasi nyeri dada dengan mengeksklusi penyebab yang mengancam nyawa seperti diseksi aorta, emboli paru, pneumothorax, pneumomediastinum, pericarditis, dan perforasi esophagus. Evaluasi dari seorang pasien dengan nyeri dada atau sesak nafas yang berada dalam keadaan tidak stabil berawal dengan survey kesehatan primer untuk mengevaluasi jalan nafas, pernafasan, dan sirkulasi. Bersamaan dengan penilaian yang cepat ini, dokter bagian kegawatdaruratan meminta gambar radiografi dari dada, yang memberikan gambaran dari anatomi tentang dada. Gambaran pertama yang diperoleh adalah gambaran dada secara anteroposterior, dengan menggunakan radiografi portable atau peralatan yang biasa digunakan, tergantung pada keadaan klinis pasien. Pembelajaran awal sangat berharga dalam memberikan informasi yang dapat mengarahkan pada perawatan pasien.Walaupun pada tahun-tahun belakangan ini kemajuan teknologi dapat meningkatkan keakuratan dari diagnostik, anamnesa riwayat dengan teliti dan pemeriksaan fisik tetap menjadi komponen yang paling penting dalam mengevaluasi proses. Sangat penting untuk mendapatkan rincian tentang nyeri yang sebanyak-banyaknya, termasuk onset, lokasi, durasi, penjalaran, kualitas, eksaserbasi, dan faktor yang dapat memperingan. Penggalian riwayat yang rinci penting untuk pemeriksaan diagnostik dan mengatur keputusan yang lebih lanjut.

Sindrom Koroner AkutSindrom Koroner Akut (SKA) adalah sebuah gambaran dari Iskemik Miokardial Akut yang menjangkau Infark Miokardial Akut (IMA) dan Angina Tidak Stabil [36]. Kurang dari 25% dari pasien yang masuk rumah sakit dengan kecurigaan Sindrom Koroner Akut masih memiliki diagnosis ini saat mereka keluar dari rumah sakit.

Riwayat dan Pemeriksaan fisikNyeri dada atau perasaan tidak nyaman adalah keluhan utama yang sering dijumpai pada pasien yang memiliki Sindrom Koroner Akut [37]. Karakter dan penjalaran dari nyeri sangat penting untuk diagnosis [38]. Nyeri biasanya digambarkan seperti nyeri visceral dalam dan mungkin agak sulit untuk dilokalisasi dengan regio dada yang lain [38]. Karakter dari nyeri sering dideskripsikan seperti tertekan, dada merasa berat, sesak, tenggorokan yang merasa sempit, atau perasaan sakit. Nyeri tidak di dipengaruhi oleh pernafasan ataupun pergerakkan. Dimulai secara bertahap dan mencapai keparahan yang maksimal setelah 2 atau 3 menit, lalu nyeri dapat bertahan selama beberapa menit atau lebih [38]. Pengerahan tenaga fisik atau stress emosional dapat berhubungan dengan onset dari nyeri dan nyeri dapat hilang dengan istirahat [36]. Penjalaran nyeri kea rah lengan atau leher meningkatkan kemungkinan terjadinya Miokardial Infark Akut [38]. Pasien kemungkinan dapat memiliki gejala seperti sesak nafas, mual, muntah, kelelahan yang hebat, kepeningan, palpitasi, dan keringat yang berlebih [36].Nyeri dada tidak muncul pada hampir 6.2 % dari pasien yang memiliki Sindrom Koroner Akut dan 9.8% dari pasien yang memiliki Miokardial Infark Akut [39]. Presentasi Atipikal sangat memungkinkan pada pasien dengan usia lanjut dan yang memiliki diabetes, dimana terdapat perubahan pada kemampuan untuk melokalisasi gejala [38], dan pada perempuan dan juga orang usia muda [36]. Gejala atipikal termasuk nyeri epigastrium, gangguan pencernaan, nyeri dada seperti tertusuk-tusuk, nyeri dada pleuritik, nyeri dada yang ditimbulkan saat palpasi, dan kesulitan bernafas [36].Faktor resiko penyakit jantung muncul saat penggalian riwayat. Faktor resiko tradisional untuk Penyakit Arteri Koroner mencakup hipertensi, hiperkolestrol, merokok, diabetes, penyakit pembuluh darah perifer, riwayat keluarga yang memiliki Penyakit Arteri Koroner, riwayat personal dari Penyakit Arteri Koroner, jenis kelamin laki-laki, dan peningkatan usia [36-38]. Ini semua adalah resiko jangka panjang untuk Penyakit Arteri Koroner; Tidak adanya faktor resiko untuk Penyakit Arteri Koroner tidak boleh digunakan untuk mengeksklusi diagnosis dari Sindrom Koroner Akut [37,38].Pada pemeriksaan fisik pasien yang memiliki kecurigaan Sindrom Koroner Akut tidak terlalu bermakna kecuali untuk mengungkapkan diagnosis alternative [37]. Jadi, pemeriksaan fisik harus focus pada mengeksklusi diagnosis lainnya; identifikasi penyebab dari iskemik miokardial, seperti hipertensi tidak terkontrol atau penyakit tiroid; dan mencari tanda-tanda dari ketidakstabilan hemodinamik [36]. Kewaspadaan perlu diperhatikan saat mengkaitkan nyeri dada yang timbul saat pemeriksaan fisik atau nyeri yang berasal dari penyebab musculoskeletal, karena 11% dari kasus nyeri dada yang muncul sebagian dan penuh bisa dikaitkan dengan Sindrom Koroner Akut [37]. Derajat dari bunyi paru rales yang didapatkan dari pemeriksaan berhubungan dengan Sindrom Koroner Akut; Bagaimanapun bunyi jantung S3 gallop pada auskultasi jantung adalah tidak spesifik [37].Pope dan Colleagus [37] mendapati bahwa pasien yang memiliki diagnosis akhir berupa Sindrom Koroner Akut lebih mungkin memiliki tekanan nadi yang rendah dan tekanan darah tinggi daripada pasien yang memiliki diagnosis lain; Ini kemungkinan berhubungan dengan kelebihan adrenergic atau kepatuhan yang lebih rendah pada iskemik ventrikel kiri. Dokter butuh untuk mengetahui baseline dari tanda-tanda vital pasien; biasanya, informasi ini tidak terdapat pada unit gawat darurat, yang membatasi kegunaan dari penelitian ini [38]. Probabilitas dari Miokardial Infark Akut meningkat jika pasien mengalami keringat yang berlebih dan menurun jika laju pernafasan normal [37].

Pembelajaran LaboratoriumKarena miosit kehilangan integritas membran yang dapat merespon kepada keadaan iskemik, ia melepaskan molekul-molekul ke dalam sirkulasi perifer [36]. Molekul-molekul ini, diketahui sebagai biomarker jantung, yang berguna dalam diagnosis Miokardial infark Akut. Biomarker yang terdeteksi ini tidak membantu dalam diagnosis angina tidak stabil, dimana menyumbang sekitar setengah dari total kasus Sindrom Koroner Akut [38,40,41]. Biomarker jantung yang digunakan secara meluas adalah Kreatinin Kinase (CK), Kreatinin Kinase Fraksi MB (CK-MB), Mioglobin, Troponin Jantung I (cTnI), dan Troponin Jantung T (cTnT).

Creatinin Kinase dan Creatinin Kinase Fraksi MBCK dan CK-MB adalah biomarker tidak spesifik yang dapat ditemukan pada semua kasus kerusakan otot [36]. Sampai saat ini, CK-MB menjadi prinsip utama penanda serum untuk kerusakan miosit jantung [36]. Sensitivitas dari konsentrasi serum CK dan CK-MB untuk mendeteksi Iskemik meningkat seiring durasi gejala dari pasien [38]. Pengukuran serial atau bersambung dari kedua biomarker meningkatkan sensitivitas dan spesifitas apabila dilakukan sekitar 4 atau 9 jam [38]. Serial CK-MB memiliki sensitivitas sekitar 87% dan spesifitas sekitar 96% untuk Miokardial Infark Akut [38]. Test serial ini harus dilakukan dalam waktu 4-9 jam.

MioglobinSerum mioglobin adalah biomarker tidak spesifik lainnya yang muncul di sirkulasi perifer sekitar 1 sampai 2 jams setelah kerusakan otot [36]. Lagi-lagi, sensitivitas dari pengukuran mioglobin dalam penegakkan diagnosis Miokardial infark Akut meningkat seiring pengukuran serial [38,41]. Level serum mioglobin tidak seharusnya digunakan untuk mengisolasi dalam penegakkan diagnosis dari Sindrom Koroner Akut [36]; Bagaimanapun, ada beberapa bukti jika konsentrasi normal myoglobin 2 jam setelah serangan dapat mengeksklusi Miokardial Infark Akut [38,42].

Troponin cTnI dan cTnT adalah biomarker spesifik untuk kerusakan miokardial dan telah digantikan oleh CK-MB sebagai biomarker yang dipilih untuk Iskemik Miokardial [36]. Biomarker ini tidak ditemukan pada darah orang yang sehat [36]. Seperti biomarker jantung lainnya, sensitivitas cTnI dan cTnT meningkat dengan pengukuran serial dan dengan durasi dari gejalanya [38]. Peningkatan kadar cTnI dan cTnT berhubungan dengan peningkatan mortalitas, bahkan ketika pemeriksaan EKG tidak meyakinkan untuk Sindrom Koroner Akut dan konsentasi CK-MB normal [36,42].

ElektrokardiografiElektrokardiografi adalah pemeriksaan yang aman, tidak mahal, dan mudah dijumpai disamping tempat tidur, yang dapat menunjukkan standar dari perawatan pasien yang memiliki Sindrom Koroner Akut. Ketika memungkinkan, EKG seharusnya diperoleh saat pasien sedang bergejala [36]. Walaupun EKG sangat sensitive untuk Miokardial Infark Akut, tetapi tidak sensitive dan spesifik untuk Sindrom Koroner Akut pada umumnya[38]. Pope and Colleagues [37] mendapati bahwa hampir 20% pasien dengan Miokardial Infark Akut dan 37% pasien dengan diagnosis angina tidak stabil memiliki gambaran EKG normal. EKG seharusnya diinterpretasikan dengan pertimbangan keadaan pasien. Jadi, pada pasien dengan gambaran klinis yang konsisten dengan Sindrom Koroner Akut dan gambaran EKG normal, probabilitas iskemik tidak berkurang secara substansial [38].Ketidaknormalan pada ST-Segment dan T-Wave merupakan kelainan klasik dari elektrokardiografi pada diagnosis dari Sindrom Koroner Akut [37,38]. Elevasi dari Segmen ST mengindikasikan Iskemik Transmural [36], sedangkan depresi dari segmen ST mengindikasikan Iskemik Subendokardial [38]. Gelombang Q adalah diagnostic dari infark, tetapi dapat menunjukkan infark yang telah dialami sebelumnya [38]. Dengan memperoleh hasil EKG terdahulu dapat membantu dalam penentuan jika terdapat abnormalitas yang muncul secara akut.

Radiologi

Radiografi dadaSebuah foto dada/thorax biasanya didapatkan saat pemeriksaan awal pada pasien dengan Sindrom Koroner Akut. Pembelajaran gambaran ini digunakan untuk mencari penyebab lain dari gejala pasien dan untuk menilai kontraindikasi pada terapi heparin (contoh, diseksi aorta). Adanya edem paru, yang dapat mengindikasikan Gagal Jantung Akut juga dievaluasi mengunakan foto thorax polos.

EchokardiografiUntuk pasien dengan faktor resiko rendah untuk Sindrom Koroner Akut, resting echokardiografi memiliki sensitivitas tinggi (93%), walaupun hanya memiliki spesifitas sedang (66%) dalam penegakkan diagnosis untuk Miokardial Infark Akut [43]. Echokardiografi tidak dapat membedakan antara kelainan akut dan kronik dan membutuhkan teknisi dan penerjemah yang terampil, dimana biasanya sering membatasi kegunaannya dalam keadaan akut [40]. Echokardiografi berguna dalam memberikan informasi tentang status hemodinamik pasien dan dapat membantu untuk mengidentifikasi penyebab lain dari penyakit seperti emboli paru dan pericarditis [40].

Pencitraan NuklirThallium-201 (201TI) dan Technetium-99m sestamibi (99mTc-sestamibi) adalah radionukleotida yang biasa digunakan dalam pencitraan nuklir jantung. Test noninvasive ini didasarkan pada isotope yang mendeteksi miokardium yang terkena iskemik atau infark. Kedua pencitraan ini dapat mendeteksi perfusi yang abnormal dalam waktu beberapa jam setelah episode simptomatik terakhir dari nyeri dada [36]. Hasil abnormal dari pembelajaran pencitraan perfusi miokardial yang dilakukan pada pasien dalam keadaan rehat mengindikasikan resiko Miokard Infark Akut dan kematian dan kebutuhan untuk revaskulerisasi, sedangkan gambaran normal pada saat rehat mengindikasikan bahwa pasien memiliki resiko rendah terkena komplikasi dari jantung [36]. Pencitraan 201TI harus dilakukan dalam waktu 15 sampai 20 menit saat injeksi, yang membatasi kegunaan dari modalitas saat latar waktu akut [40]. Pencitraan dengan menggunakan 99mTc Sestamibi sangat menguntungkan karena pencitraan serial ini dapat dilakukan dan gerakan abnormal dari dinding ventrikel kiri dapat dievaluasi dengan menggunakan pencitraan Gated Single Photon Emission CT (SPECT) [36]. Pencitraan Nuklir jantung sangat bemanfaat pada pasien yang memiliki resiko Sindrom Koroner Akut rendah sampai menengah dan pada pasien yang tidak memilki perubahan pada gambaran EKG [43].

Emboli ParuEmboli paru harus dipertimbangkan pada setiap pasien yang merasakan nyeri dada dan kesulitan dalam bernafas. Emboli paru adalah penyebab ketiga tersering dari kematian akibat penyakit jantung pada orang-orang Amerika, terhitung 50.000-100.000 kematian per tahun [44,45]. Hanya 30% dari Emboli paru yang dapat didiagnosa sebelum kematian [46]. Adapun kurang dari 35% pasien dengan suspek emboli paru biasanya terkena emboli paru [45,47-49]. Emboli paru adalah diagnosis menantang yang harus digapai, kadang-kadang terlewatkan, dan sering kali dicari tetapi tidak ditemukan.

Riwayat dan pemeriksaan fisikRiwayat dan pemeriksaan fisik dikenal sensitif untuk emboli paru. Presentasi klasik pada emboli paru ialah nyeri dada, kesulitan bernafas, dan hemoptysis; bagaimanapun, triase ini muncul pada kurang dari 20% pasien [48]. Pasien yang memiliki emboli paru yang signifikan mungkin tetap tidak bergejala apabila penyumbatan dari sirkulasi paru kurang dari 50% [50].Pembelajaran dari The Prospective Investigation of Pulmonary Embolism Diagnosis (PIOPED) mendapati bahwa pada pasien yang didiagnosa dengan emboli paru, biasa muncul dengan satu atau lebih dari faktor resiko [47]. Faktor resiko untuk tromboembolisme vena terdapat pada kotak 2.Gejala yang paling sering muncul pada emboli paru adalah kesulita bernafas yang tidak dijelaskan yang muncul pada onset akut [48,51]. Kesulitan bernafas muncul pada lebih dari 70% pasien yang didiagnosa dengan emboli paru [44]. Palpitasi, batuk, cemas, pusing, nyeri perut, nyeri punggung, fibrilasi atrial, dan cegukan adalah gejala tidak spesifik [48,51]. Sinkop muncul pada 8% sampai 13% dari pasien yang mengalami emboli paru [52].Presentasi pasien dengan emboli paru tergantung pada derajat dari penyumbatan pada sirkulasi paru, kecepatan dari akumulasi beban bekuan, dan kesehatan dari pasien sendiri [50]. Tiga sindrom klinis telah dijabarkan pada pasien dengan emboli paru: infark paru, dyspnea terisolasi, dan kolapsnya sirkulasi [48,53]. Tanda dan gejala dari emboli paru beragam tergantung menurut sindrom klinis yang muncul. Untuk pasien yang memiliki infark paru, nyeri dada pleuritik, dan hemoptysis gejala kemungkinan lebih menonjol [53]. Pasien dengan riwayat penyakit jantung, seperti pasien lanjut usia, lebih memiliki kemungkinan untuk terkena infark paru [48].

Kotak 2: Faktor resiko untuk Emboli Paru

Faktor resiko hematologi yang diturunkan

Antithrombin III Deficiency

Factor V Leiden Mutation

Protein C and S Deficiency

Lupus Anticoagulant

Abnormalities in Fibrinolysis

Faktor resiko yang didapat

Usia tua

Merokok

Imobilisasi

Operasi

Malignansi

Trauma

Kontrasepsi oral/hormone replacement

Kehamilan

Kateter Vena Sentral

Obesitas

Miokardial Infark

Gagal jantung kongestif

Data dari Referensi [44,48,53]

Untuk pasien yang memiliki dispnea yang terisolasi, tingkat dispnea bervariasi dengan tingkat infark paru[48]. Untuk pasien yang tidak memiliki riwayat penyakit jantung koroner, tingkat keparahan emboli berkaitan dengan derajat hipoksemia dari arteri [50]. Pasien yang memiliki kolaps pembuluh darah mungkin akan timbul penurunan kesadaran, ketidakstabilan hemodinamik, atau timbulnya henti jantung [53]. Tidak pemeriksaan fisik yang spesifik atau sensitif untuk emboli paru [53]. Tanda yang paling bermakna pada emboli paru adalah takipnea dan takikardia [51]; bagaimanapun juga, tanda-tanda vital yang normal seharusnya tidak mencegah seorang dokter untuk mencari tanda-tanda emboli paru [53]. Demam, mengi, rales, pleural rub, suara paru yang nyaring pada bunyi S2 jantung, kuat angkat pada bilik kanan, bunyi S4 pada jantung kanan, sianosis, dan adanya tanda-tanda phlebitis[45, 51, 53].Sistem Penilaian KlinisSistem penilaian klinis dibuat untuk membantu dokter memperkirakan kemungkinan emboli paru. Sistem penilaian klinis yang paling baik adalah Wells criteria untuk memprediksikan emboli paru [Tabel 1]. Penilaian klinis ini menggabungkan penilaian dari factor resiko, adanya tanda dan gejala, serta adanya kecurigaan alternatif diagnosis dari para dokter [53].

Tabel 1: Wells criteria untuk menilai kemungkinan emboli paru

KriteriaPoin

Gejala / tanda klinis dari Deep Vein Thrombosis3

Emboli Paru lebih dominan disbanding diagnosis lain3

Laju nadi >100 kali per menit1,5

Imobilisasi atau riwayat pembedahan dalam min 4 minggu1,5

Riwayat emboli paru atau Deep Vein Thrombosis1,5

Hemoptisis1

Keganasan1

Kemungkinan klinis dari emboli paruPoin

Rendah6

Studi LaboratoriumMeskipun analisa gas darah arteri tersedia secara luas dan dapat diperoleh hasilnya dengan cepat, pemeriksaan ini memiliki sensitivitas yang rendah untuk menegakkan diagnosis atau meniadakan emboli paru [53, 55]. Pasien yang tidak memiliki penyakit jantung paru mungkin memiliki PaO2 normal, PaCO2 normal, dan P(Aa)O2 normal walaupun secara angiografi terbukti emboli paru [55]. D-dimer, prosuk pemecahan fibrin, di temukan pada darah ketika plasmin beraksi pada fibrin clot. Sebagai marker bekuan (clot) yang lisis, D-dimer ditemukan pada beberapa kondisi dimana terjadi pembentukan atau pemecahan dari bekuan. D-dimer meningkat pada kasus yang berhubungan dengan emboli paru, trauma, kanker, disseminated intravascukar coagulation (DIC), infark miokard, sepsis, dan preeclampsia dan beberapa tindakan pembedahan. Oleh karena itu, D-dimer lebih berguna untuk menyingkirkan emboli paru dibandingkan mendiagnosiskannya [53, 55, 56, 58]. Wells dan rekan sejawatnya [56] menyimpulkan bahwa pada pasien dengan keadaan klinis rendah kemungkinan emboli paru yang menggunakan Wells criteria penilaian klinis dan D-dimer uji negatif, emboli paru dapat disingkirkan tanpa memerlukan studi pencitraan [55].

EKGPada kebanyakan pasien dengan emboli paru menunjukkan EKG yang abnormal, tetapi kelainan pada EKG ini tidak spesifik pada emboli paru [51]. EKG berguna untuk menyingkirkan penyebab lain dari gejala-gejala pasien, seperti iskemik miokard atau pericarditis. Karakteristik abnormal emboli paru pada EKG adalah bentuk S1Q3T3; bagaimanapun juga, ini ditemukan pada kurang dari 20% dari EKG pasien yang terbukti menderita emboli paru [53]. Inversi gelombang-T pada precordial leads adalah yang paling sering ditemukan pada elektrocardiografik dan ada pada 68% pasien dengan emboli paru [48]. Takikardia dan incomplete right bundle branch block juga sering ditemukan pada pasien penderita emboli paru dibandingkan dengan diagnosis lainnya [45].

PencitraanRadiografi Thorax Sama dengan elektrocardiografi, radiografi thorax sering ditemukan kelainan, tetapi tidak spesifik, dan mungkin mengindikasikan diagnosis yang lain. PIOPED study menemukan radiografi yang paling sensitif untuk menemukan atelectasis atau kelainan pada parenkim, dengan kesensitifan sebesar 68% [47%]. Kelainan lain yang mungkin ditemukan pada radiografi thorax termasuk efusi pleura, infiltrate paru, mild elevation pada hemidiafragma, pembesaran pada arteri pulmonalis, dan kardiomegali [51,53]. Penting untuk tidak menyingkirkan diagnosis emboli paru berdasarkan bukti radiografi adanya pneumonia atau gagal jantung kongesti, karena entitas ini mungkin bersamaan dengan adanya emboli paru [48]. Tanda klasik dari relative oligemia (Westernmarks sign) dan wedge-shaped opasitas pulmonary (Hampstons sign) jarang ditemukan [53].

Ventilation-perfusion scintigraphy sejarahnya, ventilation-perfusion(V/P) membaca paru dengan cepat sebagai modalitas pencitraan yang dipilih pada saat awal pada pasien yang dicurigai memiliki emboli paru. Hasil dari pembacaan secara cepat dari V/Q diinterpretasikan bersama dengan pretest probabilitas dari pasien [48, 53]. Kemungkinan tinggi V/Q scan pada pasien yang memiliki pretest probability yang tinggi sekitar 85% - 90%, memiliki nilai prediktif positif emboli paru; nilai normal dari V/Q scan pada pasien yang memiliki pretest probability rendah dapat menyingkirkan diagnosis emboli paru [47, 59]. Pada umumnya, V/Q scan jatuh pada kategori bukan untuk diagnostik, namun demikian, sangat terbatas kegunaanya dalam modalitas pencitraan [45]. Pasien yang memiliki riwayat penyakit paru juga memiliki ketidaknormalan pada baseline studies [48].

Multidetector CT angiography (MDCT-A) menjadi pilihan pembelajaran pertama pada fase awal untuk diagnosis emboli paru, merupakan yang pertama karena mudah didapat, cepat, dan tidak invasif. Sebagai perbandingan dengan V/Q scan, CT lebih akurat [45] dan lebih menunjukkan penyebab lain dari gejala pasien jika emboli paru tidak didapatkan. Terdapat beberapa pertanyaan mengenai kesensitifan CT untuk emboli paru. Data yang telah dikumpulkan menunjukkan kesensitifan secara luas (53-100%) dan kespesifikan (81-100%) [60]; tetapi, untuk emboli paru sentral, kesensitifan CT meningkat sampai mencapai 94% [45]. Emboli subsegmental dan pembuluh darah yang berjalan secara horizontal tidak tervisualisasi dengan baik pada CT [48]. Kelemahan lain pada pencitraan CT termasuk penggunaan kontras yang nephrotoxic dan paparan raadiasi; tambahan, studi memerlukan pasien yang kooperatif, karena pergerakan dari artifak dapat mengurangi kualitas dari gambar [45].

Magnetic Resonance Angiography (MRA) dapat digunakan untuk menvisualisasikan emboli paru dan deep vein thrombosis (DVT) pada tungkai bawah dan memberikan keuntungan memakai bahan kontras yang lebih aman, tidak invasif, dan tidak ada radiasi secara ionizing[48, 53]. MRA terbatas penggunaannya karena biaya yang mahal dan jarang ada. Sebagai tambahan, pencitraan MR memakan waktu dan hanya mengizinkan akses yang terbatas pada pasien yang menjadi tidak stabil [48].

Pulmonary Angiography dipertimbangkan sebagai baku emas untuk diagnosis emboli paru [47]. Seringnya, prosedur ini tidak langsung tersedia; memakai kontras nephrotoxic; dan invasif, memakan waktu, dan mahal. Sebagai tambahan, pasien harus di bawa dari emergency department, dan gambar jarang dapat menjelaskan diagnosis lainnya [53].

Echocardiography Transthoracic echocardiography (TTE) merupakan tindakan yang tidak invasif dan dapat dilakukan pada kamar pasien. Penemuan pada echocardiography yang curiga emboli paru adalah right-sided trombus, dilatasi bilik kanan, arteri pulmonalis, atau inferior vena cava; penurunan fungsi dari bilik kanan; hilangnya kontraktilitas dari bilik kanan, regurgitasi tricuspid; dan pergerakan abnormal dari dinding septum [53]. Transesophageal echocardiography (TEE) lebih invasif biasanya memerlukan sedasi tetapi lebih sensitif dibandingkan dengan TTE untuk menditeksi adanya gangguan hemodinamik [51, 53].

Ultrasound pencitraan ultrasound pada tungkai bawah untuk menditeksi DVT memiliki kegunaan yang paling baik untuk pasien yang memiliki tanda dan gejala dari DVT dan emboli paru [45]. Tes ini sebaiknya tidak digunakan sebagai modalitaas pencitraan awal untuk pasien suspek akut emboli paru [45], tetapi lebih berguna untuk tes tambahan untuk menditeksi sumber dari emboli parunya.

PerikarditisPerikarditis adalah radang pada perikardium, kantung jaringan ikat yang mengelilingi jantung dan pembuluh darah besar [61, 62]. Banyak penyebab dari perikarditis termasuk collagen vascular disease, renal insufficiency, keganasan, infeksi virus, tuberkulosis, dan infeksi bakteri [63]. Pada banyak kasus, penyebab pastinya masih tidak diketahui [63, 64]. Diagnosis dari pericarditis dicurigai pada pasien yang nyeri dada, adanya pericardial rub pada pemeriksaan fisik, dan perubahan pada karakteristik EKG [65].

Riwayat dan Pemeriksaan FisikHanya dengan riwayat saja, perikarditis sulit untuk dibedakan dengan iskemik miokard, karena pasien mengeluhkan nyeri dada retrosternal dengan pola radiasi yang hamper sama dengan iskemik miokard [65, 66]. Klasiknya, perikarditis timbul dengan lokasi nyeri yang retrosternal, tapi pasien mengeluhkan nyeri diberbagai tempat pada dada [66]. Nyeri yang dirasakan terkadang dideskripsikan seperti tajam atau ditusuk-tusuk [61]. Komponen pleuritik dari nyeri yang timbul, termasuk nyeri pada saat inspirasi, bertambah parah dengan posisi supine, dan mereda dengan posisi tegak atau duduk mengarah ke depan, merupakan karakteristik yang sering ditemukan [61, 65]. Onset dari nyeri mendadak dan progresif dari jam ke hari [61, 65].Demam atau gejala prodomal lain yang tidak spesifik dapat dipikirkan etiologi perikarditis akibat infeksi [65, 67]. Riwayat medis gagal ginjal, keganasan yang telah diketahui, collagen vascular disease, atau penyakit tiroid dapat membantu diagnosis, karena penyakit-penyakit ini merupakan penyebab yang sering menjadi penyebab perikarditis [61]. Pericardial friction rub merupakan patognomonik untuk perikarditis, dan 100% spesifik untuk penyakit ini [65, 66]. Pericardial friction rub dapat muncul dan hilang dengan waktu; oleh sebab itu, pasien sebaiknya diperiksa berulang [61, 66]. Rub paling baik didengar pada kiri bawah batas sternal dengan pasien yang leaning forward pada akhir ekspirasi [5.6, 61]. Umumnya, rub di deskripsikan seperti serak, retak, kasar, dan dengan nada tinggi. Klasiknya, ini adalah trifasik, tapi dapat bifasik atau monofasik [62, 65]. Stereotip trifasik rub sesuai dengan pergerakan jantung saat bilik sistol, pengisian bilik diastol, dan kontraksi serambi yang muncul pada sebagian pasien [69].

Studi LaboratoriumStudi laboratorium didapatkan untuk menyngkirkan penyebab lain dari nyeri dada dan unutk menegakkan kemungkinan penyebab dari perikarditis. Marker radang, seperti leukositosis, peningkatan C-reaktive protein, dan peningkatan laju endap darah, biasanya ditemukan pada pasien yang memiliki akut perikarditis [61]. Elektolit plasma sebaiknya dihitung, dan evaluasi fungsi ginjal [65].Pasien dengan tanda-tanda klinis sebaiknya diarahkan untuk pemeriksaan tambahan, yang mungkin termasuk kultur darah, tes tuberkulin, antinuclear antibodies, rheumatoid factor, tes fungsi tiroid, swab viral tenggorok, dan spesifik serologi virus dan bacteri [=63, 65, 68].Pericardiocentesis dapat dipertimbangkan pada pasien yang memiliki tamponade atau suspek keganasan atau perikarditis purulent [63, 65]. Rutin pericardiocentesis untuk diagnostik murni tidak direkomendasikan [70]. Level biomarker jantung mungkin dapat tidak normal pada pasien yang menderita perikarditis. Secara spesifik, level cTnI meningkat pada lebih dari 30% pasien yang menderita akut perikarditis [71, 73]. Laki-laki dan pasien yang lebih muda lebih mungkin memiliki cTnI level yang meningkat [71]. Peningkatan cTnI hanya dapat dilihat pada pasien yang memiliki elevasi ST segment pada EKG dan mengindikasikan adanya kerusakan pada sel miokard [72]; akan tetapi, level cTnI tidak mengindikasikan prognosis yang buruk [71, 72]. Serum CK dan CK-MB level juga mungkin meningkat [61].

ElectrocardiographyPeningkatan menyeluruh dari ST segment pada precordial dan lead-lead kaki berasosiasi dengan depresi PR segment merupakan klasik Electrocardiographic yang mengindiaksikan ackut perikarditis [74]. Secara historis, kelainan electrocardiography pada akut perikarditis telah dikatakan berkembang dari waktu ke waktu, dengan empat tahapan yang berbeda [75, 78]. Pada tahapan pertama, ST elevasi menyeluruh, dengan depresi PR segment. Tahapan ke dua didapatkan ST dan PR segment yang normal, dimana pada tahapan ke tiga dikarakteristikan dengan gelombang-T inversi yang menyebar luas. EKG akan kembali normal pada tahapan ke empat. Dengan pengecualian perikarditis purulent, jika pasien di berikan perawatan segera, hanya terlihat kelainan pada tahap pertama [66]. Elevasi ST segment yang menyeluruh dari perikarditis dapat dibedakan dari iskemik miokard dengan tidak adanya depresi ST yang resiprokal [7] dan bentuk concave dari elevasi ST segment [61]. Adanya cardiac tamponade dikarakteristikan dengan EKG voltase rendah dengan electrical alternans [77].

RadiographyStudi radiologi mungkin dapat menyingkirkan penyebab lain dari nyeri dada. Radiografi thorax untuk perikarditis ditujukan terutama pada evaluasi dari mediastinum dan paru untuk kemungkinan penyebab dari radang [61]. Kardiomegali mungkin dapat terlihat saat akumulasi efusi lebih dari 250 mL [61, 65, 67, 69].

Pencitraan CT dan MRPencitraan CT dan MR dapat digunakan untuk gambar perikardium dan jarak pericardial tapi umumnya digunakan untuk menyingkirkan penyebab lain dari nyeri dada atau sesak napas. Pencitraan CT dan MR membuktikan adanya penebalan perikardium yang mengindikasikan adanya peradangan, dan memvisualisasikan efusi pericardial untuk mendukung diagnosis perikarditis. [79, 80].

EchocardiographyTerkadang, TTE digunakan untuk pasien yang suspek perikarditis. Adanya efusi dapat membantu mengkonfirmasi diagnosis [61]. Tanda-tanda dari tamponade pada echocardiogram mengindikasikan perlunya dilakukan pericardiocentesis.