translate kelejar apokrin
TRANSCRIPT
PENYAKIT KELENJAR KERINGAT APOKRIN
Kelenjar apokrin adalah kelenjar adneksa yang terdistribusi di ketiak, regio anogenital,
kelenjar Moll pada kelopak mata, kelenjar seruminosa pada meatus auditorius eksterna dan
kelenjar mammae. Kelenjar apokrin dapat juga ditemukan dalam jumlah terbatas di wajah
dan abdomen. Kelenjar apokrin tidak aktif hingga pubertas. Secara embriologi, kelenjar
apokrin berkembang dari tonjolan atas dari folikel rambut pada empat bulan masa gestasi,
dengan kelanjutan perkembangan sepanjang perkembangan folikel rambut. Kelenjar
apokrin terdiri atas tiga komponen: duktus intraepitelial, duktus intradermal dan porsio
sekretorik. Keempat penyakit akan dibahas pada bab ini: apokrin bromhidrosis, apokrin
kromhidrosis, penyakit Fox-Fordyce dan hidradenitis supurativa. Penyakit Fox-Fordyce
dan hidradenitis supurativa tidak termasuk penyakit primer dari kelenjar apokrin. Namun,
kelenjar apokrin pada kondisi tersebut terpengaruh secara sekunder.
APOKRIN BROMHIDROSIS
Bromhidrosis berarti bau badan, yang adalah fenomena pada populasi postpubertal. Jarang
dijumpai bau badan menjadi berlebihan/eksesif atau tidak mengenakkan. Apokrin
bromhidrosis berarti munculnya bau yang menyengat yang muncul dari kelenjar apokrin.
Hal ini sering muncul pada aksila. Kondisi ini dapat menyebabkan gangguan dalam fungsi
psikososial seseorang. Kondisi ini terkadang disebut sebagai bromhidrosis atau osmidrosis.
Beberapa terminologi dalam literatur terkadang membingungkan, menggunakan osmidrosis
untuk menggambarkan bau yang menyengat dan bromhidrosis untuk menggambarkan
osmidrosis yang bersamaan dengan hiperhidrosis.
Epidemiologi
Onset penyakit setelah pubertas umumnya terjadi dan lebih sering pada populasi Afrika
Amerika. Tidak ada predileksi geografik terkait walaupun bulan musim panas atau iklim
hangat dapat memicu kelainan ini. Higiene personal yang kurang baik juga menjadi faktor
yang berkontribusi. Riwayat keluarga bisa muncul pada beberapa pasien, terutama pada
mereka yang berasal dari Timur Jauh.
SEKILAS APOKRIN BROMHIDROSIS
Apokrin kromhidrosis berarti bau badan yang tidak
mengenakkan dan menyengat yang muncul dari sekresi kelenjar
apokrin
Termasuk penyakit kronik, paling sering muncul di ketiak,
namun juga melibatkan daerah genital dan bagian plantar kaki.
Asam lemak rantai pendek yang paling dikenal menyebabkan
bau badan adalah asam ε-methy-2-hexenoic
Harus dibedakan dengan ekrin bromhidrosis
Pengambilan kelenjar yang terkena melalui pembedahan cukup
efektif
Etiologi dan Patogenesis
Kelenjar apokrin ditemukan dalam jumlah banyak pada aksila dan daerah kelamin, namun
juga pada payudara, telinga (kelenjar seruminosa) dan area periorbital (kelenjar Moll).
Sekresi apokrin bertanggung jawab pada produksi bau badan, terutama melalui kerja
bakteri pada komponen sekret. Pada aksila terdapat banyak bakteri yang berbeda-beda,
sebagian besar adalah bakteri gram positif. Bau dari sekresi apokrin terutama disebabkan
karena kerja dari bakteri aerobik Corynebacterium sp. Dipercaya bahwa steroid yang
berbau, 16-androstenes, 5 α-androstenol dan 5 α-androstenon berkontribusi terhadap mun-
culnya bromhidrosis. Biotransformasi dari steroid-steroid ini sangatlah rumit dan
memerlukan penelitian lebih lanjut untuk menggambarkan jalurnya.
Kerja dari bakteria pada sekresi apokrin adalah memproduksi amonia dan asam lemak
rantai pendek. Asam lemak rantai pendek yang paling dikenal adalah asam ε-3-methy-2-
hexenoic. Asam ini disalurkan ke permukaan kulit pada dua protein pengikat, apocrine-
secretion binding protein (ASOB1 dan ASOB2). ASOB2 dikenal sebagai apolipoprotein D.
5α-reduktase tipe I diekspresikan dalam kelenjar apokrin. Individu dengan bromhidrosis
memiliki level 5α-reduktase yang meningkat pada kelenjar apokrin mereka. Karena enzim
ini mengkatalisis koversi dari testostreon menjadi dihidrotestosteron, level dihidrotestos-
teron dapat lebih besar dari testosteron pada kulit individu yang terkena.
Efek dari hiperhidrosis (sekresi ekrin eksesif) pada bromhidrosis masih belum jelas.
Beberapa menduga bahwa keringat ekrin yang eksesif meningkatkan apokrin bromhidrosis
dengan menghalau sekresi apokrin yang berlebih. Yang lain berpendapat bahwa keringat
kelenjar memperbanyak apokrin bromhidrosis dengan merangasang penyebaran lokal dari
komponen keringat apokrin meningkatkan kelembaban lingkungan dimana bakteria dapat
berkembang dengan subur.
Temuan Klinis
Sejarah
Pasien mengeluhkan bau badan yang tidak sedap. Aksila adalah bagian yang paling sering
terkena, walaupun bagian genital atau telapak kaki juga bisa terkena. Diagnosis biasanya
diketahui secara klinis. Yang berpengaruh terhadap kuantitas bau badan yang “normal”
bergantung dari masing-masing individu dan kelompok etnisnya. Pada orang Asia, hanya
didapatkan bau yang ringan.
Lesi Kulit
Pemeriksaan fisik pada individu yang terserang penyakit ini biasanya tidak jelas.
Tes Laborat
Tidak ada hasil laborat abnormal yang berhubungan dengan penyakit ini.
Patologi
Walaupun beberapa laporan tidak mengungkapkan adanya abnormalitas pada kelenjar
apokrin pada individu yang terkena, peningkatan jumlah dan ukuran kelenjar apokrin juga
telah dilaporkan.
Diagnosis Banding
Apokrin bromhidrosis harus dibedakan dengan ekrin bromhidrosis, yang cukup jarang
ditemui. Sekresi ekrin terdistribusi secara umum, biasanya tidak berbau dan memiliki
fungsi termoregulatorik. Ekrin bromhidrosis dapat terjadi karena kerja dari bakteri pada
keratin yang dilunakkan oleh sekresi ekrin. Lokasi yang terletak di plantar adalah
karakteristik brom-hidrosis. Makanan tertentu (bawang, kari, alkohol), obat-obatan
(bromida), toksin atau penyebab metabolik (gangguan metabolisme asam amino) dapat
menimbulkan ekrin bromhidrosis.
Pengobatan
Tindakan Umum
Mencuci ketiak dengan sering, penggunaan deodorant atau anitperspirant (aluminium
klorida), parfum dan mengganti pakaian yang kotor dapat menolong. Mengangkat rambut
ketiak dapat menimalisir bau dengan mencegah bakteri dan akumulasi keringat pada
tangkai rambut. Sabun antibakterial atau agen antibakteial topikal juga memberikan
keuntungan.
Terapi Non-bedah
Injeksi toksin botulinum A telah dilaporkan dapat mengobati bromhidrosis genital dan
aksiler dengan baik. Laser frequcy-doubled Q-switched juga dilaporkan dapat menjadi
terapi non-invasif yang efektif untuk bromhidrosis aksiler.
Diagnosis Banding dari Apokrin Bromhidrosis
Ekrin bromhidrosis
- Sindrom bau ikan/fish odor (trimetilaminuria)
- Fenilketonuria
- Sindrom kaki berkeringat/sweaty feet
- Sindrom bau kucing/odor of cat
- Acidemia isovalerik
- Hipermetioninemia
- Konsumsi makanan, obat-obatan, toksin
Gagal hati (foetor hepaticus)
Gagal ginjal
Benda asing di hidung pada anak-anak
Higiene yang buruk
Halusinasi olfaktorik
Kelainan dismorfik tubuh
Pembedahan
Beberapa tindakan bedah telah diteliti untuk penanganan apokrin bromhidrosis. Pemilihan
pasien sangat penting karena pembedahan sangat dihubungkan dengan pembentukan
jaringan parut/scar pasca operasi, waktu penyembuhan luka yang memanjang, infeksi dan
komplikasi lainnya. Simpatektomi thoracic atas dilaporkan sukses mengobati apokrin
bromhidrosis baik secara terpisah maupun bersamaan dengan hiperhidrosis palmar.
Pembedahan untuk mengangkat akar dari kelenjar apokrin dapat dicapai baik dengan
mengangkat jaringan subkutan saja atau bersama dengan kulit ketiak. Pembedahan peng-
angkatan jaringan subkutan dilakukan dengan menggunakan ablasi laser CO2. Walaupun
eksisi bedah sangat memuaskan, bergantung dari kedalaman pengangkatan jaringan dan
teknik bedah yang digunakan, regenerasi dan kembali berfungsinya apokrin/bromhidrosis
dapat terjadi. Baik liposuction superficial dan liposuction dengan ultrasound menunjukkan
hasil memuaskan dalam pengelolaan apokrin bromhidrosis. Dari 375 pasien, lebih dari 90
persen dilaporkan puas dengan berkurangnya bau badan. Teknik lain yang dilaporkan
memuaskan adalah aspirasi pembedahan ultrasonik dari kelenjar apokrin dengan konfirmasi
endoskopi. Teknik ini menggunakan ultrasound untuk mencairkan lemak dan kelenjar
keringat.
Prognosis dan Program Klinis
Apokrin bromhidrosis adalah suatu kondisi yang kronik dan nonremisif. Pasien dengan
apokrin bromhidrosis sering merasa canggung dan malu dengan keadaan mereka dan akan
menyebabkan gangguan dalam fungsi psikososial
APOKRIN KROMHIDROSIS
Apokrin kromhidrosis adalah kondisi yang jarang yang ditandai dengan sekresi keringat
yang berwarna. Dua varian dari apokrin kromhidrosis yang diketahui: aksiler dan fasial.
Keterlibatan dari areola mammae juga ditemukan. Yonge pertama kali menemukan krom-
hidrosis fasial yang berat pada tahun 1709. Shelley dan Hurley menjelaskan ini pada tahun
1954 dan menghubungkannya dengan peningkatan jumlah granula lipofusin pada kelenjar
apokrin.
Epidemiologi
Apokrin kromhidrosis adalah penyakit yang jarang. Prevalensinya di seluruh dunia tidak
diketahui. Onset dari apokrin kromhidrosis biasanya saat pubertas, pada saat peningkatan
aktivitas kelenjar apokrin. Penyakit ini akan menetap seumur hidup, semakin bertambah
seiring bertambahnya usia. Penyakit ini dialporkan paling banyak terjadi pada orang Afrika
Amerika. Predileksi geografis tidak pernah ditemukan. Sebagian besar kasus yang
dilaporkan pada literatur mengenai wanita, namun tidak ada bukti ilmiah yang mendukung
bahwa wanita lebih mendominasi.
Etiologi dan Patogenesis
Pigmen yang bertanggung jawab sebagai penyabab apokrin bromhidrosis adalah lipofusin,
yang diproduksi di sel apokrin sekretorik dan dikeluarkan pada permukaan kulit. Lipofusin
adalah pigmen berwarna emas yang tidak spesifik pada kelenjar apokrin. Pada apokrin
kronhidrosis, granula lipofusin berada pada tingkat oksidasi yang lebih tinggi, sehingga
menghasilkan berbagai variasi warna pada pigmen, seperti kuning, hijau, biru atau hitam.
Tingkat oksidasi yang lebih tinggi memberikan warna yang lebih gelap. Belum dikerahui
hingga saat ini mengapa hal ini hanya terjadi pada individu tertentu dan yang lainnya tidak.
Satu kasus kromhidrosis fasial dapat diterapi dengan sukses menggunakan capcaisin.
Ujung saraf dengan reseptor substansi P ditemukan di sekeliling kelenjar keringat ekrin,
menunjukkan bahwa substansi P, suatu vasodilator yang poten, memainkan peran penting
pada produksi keringat dan apokrin kromhidrosis. Pengobatan yang berhasil dari
kromhidrosis fasialis dengan capcaisin juga mengimplikasikan peranan substansi P.
SEKILAS APOKRIN KROMHIDROSIS
Suatu kondisi yang jarang, kronik, ditandai dengan sekresi
keringat yang berwarna
Keterlibatan aksiler dan fasial paling umum ditemui.
Keterlibatan areola pernah dilaporkan
Disebabkan karena peningkatan granula lipofusin pada
lumen sel sekretorik dari kelenjar apokrin
Sekresi mungkin berwarna kuning, biru, hijau, coklat atau
hitam
Pemeriksaan dengan Wood’s light menunjukkan fluor-
esensi dari sekret dan pakaian yang terwarnai
Tidak ada terapi yang adekuat. Laporan memuaskan pada
ekspresi manual, capcaisin dan toksin botulinum
Temuan Klinis
Sejarah
Individu dengan apokrin kromhidrosis sering menimbulkan sensasi hangat, sensasi
tertusuk-tusuk atau perasaan kesemutan sebelum sekresi kelenjar apokrin. Pemicu dari
keringat berwarna biasanya dari stimulus emosi atau fisik. Morbiditas dihubungkan dengan
sumber apokrin kromhidrosis dari distres emosi yang dialami oleh invidu yang terkena.
Pewarnaan dari pakaian dalam dan sapu tangan adalah keluhan yang umum dijumpai.
Lesi Kutaneus
Individu dengan apokrin kromhidrosis memiliki keringat berwarna pada ketiak atau wajah.
Keterlibatan areola mammae juga ditemukan. Kisaran produksi pigmen adalah warna
kuning, biru, hijau, coklat bahkan hitam. Kuantitas dari keringat berpigmen yang
diproduksi biasanya sedikit (sekitar 0.001 mL untuk setiap orificium folikel). Dropletnya
tidak berbau dan mengering dengan cepat. Sekresi yang mengering tampak sebagai flek
hitam pada area yang terkena. Keterlibatan aksiler menyebabkan pewarnaan pada kaos atau
pakaian dalam. Kromhidrosis fasial biasanya dekat dengan bagian bawah kelopak mata,
termasuk pipi malar dan terkadang pada dahi. Keringat yang berwarna juga secara manual
dikeluarkan melalui pencetan/remasan pada area yang terkena.
Tes Khusus
Pemeriksaan untuk sekret kuning, biru, hijau menggunakan Wood’s light (360 nm)
menghasilkan warna fluoresensi kuning. Pigmen berwarna hitam atau coklat jarang
berfluorensensi. Sekresi bisa dikeluarkan secara manual bila tidak dilakukan pada saat
pemeriksaan. Pakaian yang terwarnai juga berfluorensi dengan pemeriksaan Wood’s light.
Kelenjar apokrin dapat distimulasi untuk memproduksi sekret berwarna dengan injeksi
epinefrin atau oksitosin.
Tes Laboratorik
Adalah hal yang wajar untuk memeriksa hitung darah lengkap untuk menyingkirkan
kemungkinan diatesis berdarah, level homogentisik pada urin untuk menyingkirkan
alkaptonuria, dan kultur bakteri atau fungi dari area yang terkena untuk menyingkirkan
kemungkinan pseudo-ekrin kromhidrosis.
Patologi
Dalam keadaan normal kelenjar apokrin terletak di lemak subkutis atau dermis bagian
dalam dan dilapisi oleh satu lapisan sel luminal dan satu lapisan sel myoepitelial. Sel
luminal memiliki sitoplasma eosinofilik, nukleus yang besar dan mengandung lipofusin,
besi, lipid atau granula periodik acid-Schiff-positive dan resisten diastase. Di bawah
mikroskop cahaya menggunakan pewarnaan hematoksilin-eosin, peningkatan jumlah
granula lipofusin (kuning-coklat) dapat terlihat pada bagian apikal dari sel sekretorik
luminal dari kelenjar apokrin. Jumlah granula bervariasi. Selain itu, autofluoresensi dari
bagian yang tak terwarna yang tertanam dalam parafin dapat diamati dengan menggunakan
panjang gelombang 360 nm. Granula postif pada pewarnaan periodik acid-Schiff.
Pewarnaan Schmorl juga menunjukkan positif lemah.
Diagnosis Banding Apokrin Kromhidrosis
Ekrin kromhidrosis
- Konsumsi kuinina
Pseudo-ekrin kromhidrosis
- Keringat biru dengan paparan tembaga
- Pewarna ekstrinsik, cat
Alkaptonuria (ochronosis)
Hiperbilirubinemia
Hematohidrosis (diatesis berdarah)
Bakteria kromogenik (contoh Corynebacterium sp), Pseudomonas
Diagnosis Banding
Apokrin kromhidrosis harus dibedakan dari ekrin kormhidrosis. Ekrin kromhidrosis ayng
sebenarnya sangatlah jarang dan terjadi saat pigmen yang larut air diekskresikan dari
kelenjar ekrin setelah mengkonsumsi obat-obatan tertentu, seperti kuinina. Pseudo-ekrin
kromhidrosis berarti munculnya keringat berwarna saat molekul atau senyawa pada
permukaan kulit bercampur dengan keringat kemudian menghasilkan pigmen. Contoh
klasik dari tipe ini adalah pembentukan keringat biru pada pekerja tambang tembaga.
Pewarna ekstrinsik, cat, jamur dan bakteia kromogenik (contoh Corynebacterium sp) dapat
menjadi penyebab lain dari pseudokromhidrosis.
Pengobatan
Tidak ada terapi yang adekuat untuk kromhidrosis. Pengeluaran manual dari sekret
berwarna dapat timbul pada peningkatan sementara gejala-gejala selama 48-72 jam. Toksin
botulinum tipe A dilaporkan sukses dalam menerapi satu pasien dengan kromhidrosis
fasial. Pasien ini mengalami pengurangan yang signifikan dari keringat yang berwarna dan
hasil tersebut bertahan selama 4 bulan. Capsaicin adalah krim topikal yang mengurangi dan
mencegah reakumulasi dari level substansi P pada serabut sensorik tipe C yang tidak
bermyelin konduksi lambat. Laporan kasus menunjukkan hasil yang memuaskan dari
penggunaan capsaicin dalam terapi kromhidrosis fasial.
Prognosis dan Perjalanan Klinis
Apokrin kromhidrosis adalah penyakit kronik yang semakin meningkat pada usia tua
dimana seharusnya aktivitas kelenjar apokrin menurun. Morbiditas yang berhubungan
dengan penyakit adalah hasil dari disfungsi psikososial yang dialami oleh individu yang
terkena.
Penyakit Fox-Fordyce
Penyakit Fox-Fordyce adalah erupsi yang tidak umum yang ditandai dengan papula
folikular pruritus yang terlokalisir pada daerah-daerah anatomis yang mengusung kelenjar-
kelenjar apokrin. George Henry Fox dan John Addison Fordyce pertama kali menemukan
ini di tahun 1902 pada dua pasien dengan keterlibatab aksiler. Pada tahun 1925, Fischer
mengeluarkan hipotesis bahwa Fox-Fordyce adalah penyakit pada kelenjar apokrin. Shelley
dan Levy memperkenalkan istilah apokrin miliaria sebagai sinonim dari penyakit ini.
Epidemiologi
Sekitar 90 persen dari pasien dengan penyakit Fox-Fordyce adalah perempuan. Usia onset
biasanya pada saat pubertas, sebagian besar pasien pada usia antara 13-35 tahun. Insidens
dari kelainan ini tidak diketahui. Tidak ada laporan mengenai predileksi etnis atau rasial.
Etiologi dan Patogenesis
Pemasukan Folikular
Pemicu dari berkembangnya penyakit secara garis besar tidak diketahui. Shelley dan Levy
mengeluarkan hipotesis bahwa manifestasi klinik dari penyakit ini merupakan akibat dari
masuknya keratin intraluminal dari infundibula folikular, yang menyebabkan obstruksi dari
duktus apokrin, ruptur dan inflamasi. Walaupun blokade terlihat penting bagi
perkembangan penyakit, dari eksperimen diketahui duktus yang kemasukan secara klinis
tidak menimbulkan manifestasi dari penyakit.
Genetik
Faktor genetik sepertinya memiliki peran dalam perkembangan penyakit. Penyakit ini
dilaporkan terjadi pada pasien dengan sindrom Turner dan satu pasien dengan delesi kecil
dari kromosom 21. Penyakit ini juga dilaporkan terjadi pada kembar identik dan sepasang
saudara kandung.
Hormon
Pengaruh hormon terhadap penyakit masih diperdebatkan. Onset penyakit setelah pubertas
dan peningkatan seiring dengan kehamilan dan kenaikan estrogen mendukung teori
pengaruh hormonal. Namun, penelitian hormonal pada satu pasien dengan Fox-Fordyce
tidak mengungkap adanya abnormalitas. Selain itu, perkembangan sebelum pubertas juga
pernah ditemukan
SEKILAS PENYAKIT FOX-FORDYCE
Suatu erupsi yang jarang ditemui dengan karakteristik kulit
pruritus berwarna papul pink berlokasi terutama di ketiak
dan daerah genitofemoral
Lebih dari 90 persen pasien adalah wanita dan onset
cenderung terjadi setelah pubertas
Sepertinya akibat dari pemasukan intraluminal dari infundila
folikular, menyebabkan obstruksi duktus apokrin, ruptur and
inflamasi
Temuan patologis yang konsisten dijumpai adalah
hiperkeratosis dan masuknya infundibula folikular
Klindamisin topikal, pembedahan atau pengobatan lain
dinilai menguntungkan
Temuan Klinis
Sejarah
Pasien menceritakan perkembangan dari papula pruritus pada waktu pubertas dengan
perkembangan bertahap yang memburuk. Pruritus dapat dipicu oleh kegembiraan
emosional atau proses berkeringat.
Lesi Kulit
Penyakit Fox-Fordyce bermanifestasi kulit berwarna kuning muda atau folikular merah,
papula berbentuk kubah yang jaraknya sama jauh satu dengan lainnya dan karakteristik
penuh dengan pruritus. Papula-papula ini mirip dengan liken planus, liken nitidus,
folikulitis atau syringomas. Ekskoriasi juga menonjol. Area kaya apokrin juga terkena,
sebagian besar pada aksila. Area lain yang terlibat termasuk area pubis dan perineum,
areola mammae, area presternal, area periumbilikal dan paha atas bagian dalam. Hanya
pertumbuhan rambut yang jarang akan muncul pada area yang terkena. Keringat apokrin
tidak diproduksi pada area yang terkena.
Patologi
Walaupun tampilan klinis pada pasien dengan Fox-Fordyce cukup seragam, temuan
patologis dapat sangat bervariasi. Temuan patologis yang paling konsisten adalah dilatasi
dan hiperkeratosis infundibula folikular. Temuan lain antara lain spongiosis dan sel
diskeratosis soliter melalui infundibular epidermis, perubahan vakuolar pada junction
dermal-epidermal pada hubungan junction dengan beberapa limfosit, cornoid lamella pada
infundibula folikular dengan keratinosit eosinofilik yang secara langsung menurunkan
kolumna parakeratotik, infiltrat xanthomatosa (sel busa makrofag), dan beberapa limfosit
pada dermis yang mengelilingi infundibula.
Pengobatan
Terapi non-bedah
Pengobatan penyakit Fox-Fordyce cukup sulit. Pencegahan dari keringat yang berlebih atau
panas dapat mengurangi gejala dan kemerahan. Klindamisin dengan propylene glycol
menunjukkan hasil yang memuaskan pada beberapa kasus kecil baik mengeliminasi gejala
maupun meredakan papula. Tretinoin topikal 0.1 persen, walaupun berpotensi mengiritasi,
juga menunjukkan hasil yang memuaskan. Isotretinoid sistemik menampilkan penyem-
buhan yang hampir sempurna terhadap lesi, namun lesi akan muncul lagi 3 bulan setelah
penghentian isotretinoin. Yang lain melaporkan terapi medis termasuk kontrasepsi oral,
testosteron, kortikosteroid topikal atau intralesional, sinar ultraviolet dan sinar X.
Pembedahan
Elektrokoagulasi, eksisi bedah dan kuretase dengan liposuction menampilkan hasil yang
memuaskan.
Prognosis dan Perjalanan Klinis
Penyakit Fox-Fordyce adalah penyakit kronik yang ditandai dengan kemerahan menyala
yng intermiten. Sangat jarang menular. Infeksi dan folikulitis dapat berkembang secara
sekunder menjadi trauma karena penderita menggaruknya.
Diagnosis Banding Penyakit Fox-Fordyce
Liken planus
Liken nitidus
Folikulitis
Syringoma multipel
HIDRADENITIS SUPPURATIVA
Epidemiologi
Hidradenitis (HS) memiliki prevalensi hingga mencapai 4.1 persen berdasarkan temuan
objektif, dan prevalensi setahun dari 1 persen didasari dari ingatan pasien. Prevalensi ini
disangkal oleh kelompok peneliti yang lain, yang menemukan prevalensi hanya 1/3000.
Penyakit ini lebih sering pada wanita dengan rasio wanita-pria berkisar dari 2:1 hingga 5:1.
Alasan terjadi wanita lebih banyak belum diketahui. HS jarang berkembang sebelum
pubertas atau setelah menopause, walaupun bertahannya penyakit sampai menopause
jarang dijumpai. Rata-rata usia onset adalah usia 23 tahun. Walaupun penyakit ini dapat
muncul pada kulit yang terdapat kelenjar apokrin lainnya, lesi genitofemoral lebih sering
muncul pada wanita, namun keterlibatan ketiak tidak menggambarkan predileksi jenis
kelamin.
Etiologi dan Patogenesis
Dasar patogenik HS hanya sedikit diketahui. Sayangnya, hanya sedikit studi yang terbatas
yang mencoba untuk mengklarifikasi etiologi tersebut.
Struktur adneksal
Secara klasik, HS dianggap merepresentasikan penyakit primer pada kelenjar apokrin dan
juga disebut apokrinitis. Lokasi anatomis dari penyakit pada kulit yang terdapat kelenjar
apokrin mendukung konsep ini. Shelley dan Cahn memberikan dukungan tambahan pada
konsep ini dengan mengeluarkan hipotesis bahwa oklusi pori-pori pada duktus apokrin
menimbulkan lesi secara klinis dan patologis saat menggunakan model eksperimen mereka.