tugas kep.anak

Upload: diah-hastuti

Post on 19-Jul-2015

430 views

Category:

Documents


5 download

TRANSCRIPT

BAB II PEMBAHASAN

A. Pengertian Pengukuran Antropometri dan Status Gizi Antropometri dapat berarti ukuran tubuh manusia. Ditinjau dari sudut pandang gizi, maka antropometri gizi berhubungan dengan berbagai macam pengukuran dimensi tubuh dan komposisi tubuh dari berbagai tingkat umur dan tingkat gizi. Status gizi adalah ekspresi dari keadaan keseimbangan dalam bentuk variabel tertentu, atau perwujudan dari nutriture dalam bentuk variabel tertentu, contoh gondok endemik merupakan keadaaan tidak seimbangnya pemasukan dan pengeluaran yodium dalam tubuh. B. Nilai Normal Pengukuran Antropometri dan Status Gizi 1. Pengukuran Antropometri a. IMT (Indeks Masa Tubuh) Untuk memantau indeks masa tubuh orang dewasa digunakan timbangan berat badan dan pengukur tinggi badan. Penggunaan IMT hanya untuk orang dewasa berumur > 18 tahun dan tidak dapat diterapkan pada bayi, anak, remaja, ibu hamil, dan olahragawan. Untuk mengetahui nilai IMT ini, dipergunakan rumus sebagai berikut :

IMT=

Berat

Badan

(kg)/Tinggi

Badan2 (m)

1

Berdasarkan perhitungan diatas maka akan dapat ditentukan standard IMT seseorang dengan berpedoman sebagai berikut :

Kategori Kurus Kurus sekali Normal Gemuk Obes Kekurangan berat badan tingkat berat Kehilangan berat badan tingkatringan Normal Kelebihan berat badan tingkat ringan Kelebihan berat badan tingkat berat

IMT 27,0

b. Pengukuran Tinggi Badan / Panjang Badan Istilah tinngi badan digunakan ketika mengukur tinggi badan anak diatas 2 tahun, sedangkan istilah panjang badan ketika mengukur tinggi badan anak dibawah usia 2 tahun. Adapun alat yang digunakan untuk mengukur tiggi badan adalah microtoise, sedangkan untuk mengukur panjang badan adalah infantometer. c. Pengukuran Berat Badan Berat badan dapat digunakan untuk mengetahui kecepatan

pertumbuhan. Dalam keadaan normal, berat badan akan berkembang mengikuti pertambahan umur, sedangkan dalam keadaan abnormal, terdapat dua kemungkinan dalam perkembangan berat badan, yaitu dapat berkembang lebih cepat atau berkembang lebih lambat. Berat badan dapat

2

diukur menggunakan timbangan, seperti: dacin, salter, timbangan injak, timbangan detecto,dll. C. Pengukuran Lingkar Lengan Atas (LLA atau LILA) LLA dan LILA dapat digunakan untuk mengetahui status gizi bayi, balita dan bumil, anak sekolah serta dewasa. Bersama dengan nilaiu triseps skinfold dapat digunakan untuk menentukan otot lengan. Lingkaran otot lengan merupakan gambaran dari massa otot tubuh. d. Pengukuran Lingkar Dada Pengukuran lingkar dada bias digunakan pada anak umur 2-3 tahun, karena oertumbuhan lingkar dada pesat sampai anak berumur 3 tahun. Rasio lingkar dadadan kepala dapat digunakan sebagai indicator KEP pada balita. Pada umur 6 bulan lingkar dada dan kepala sama. e. Pengukuran Lingkar Kepala (LIKA) Lingkar kepala adalah standar prosedur dalam ilmu kedokteran anak secara praktis, biasanya untuk memeriksa keadaan patologi dari besarnya kepala atau peningkatan ukuran kepala, seperti hidrosefalus dan mikrosefalus. LIKA dihubungkan dengan ukuran otak dan tulang tengkorak. f. Rasio Pinggang-Panggul Perubahan metabolism memberikan gambaran tentang pemeriksaan penyakit yang berhubungan dengan perbedaan distribusi lemak tubuh. Ukuran yang umum digunakan adalah rasio pinggang-panggul. Pengukuran

3

lingar pinggang dan panggul harus dilakukan oleh tenaga terlatih dan posisi penguuran yang tepat. g. Tinggi Lutut Tinggi lutut erat kaitannya dengan tinggi badan, sehinnga adat tinggi badan didapatkan dari tinggi lutut bagi orang tidak dapat berdiri atau lansia. h. Tebal Lemak Bawah Kulit (TLBK) Penilaian komposisi tubuh untuk mendapatkan informasi mengenai jumlah dan distribusi lemak dapat dilakukan dengan beberapa metode antara lain: 1. Ultrasonic 2. Densitometry 3. Teknik isotop Dilution 4. Metode Radiological 5. TOBEC (Total Electrical Body Conduction) 6. Antropometri

Pengukuran Tebal Lemak yang dengan menggunakan Kaliper: 1. Pengukuran Triceps 2. Pengukuran Biseps 3. Pengukuran Suprailiak 4. Pengukuran subskapular

Lemak bawah kulit pria 3,1 kg, wanita 5,1 kg. jumlah lemak tubuh ditentukan oleh jenis kelamin dan umur.4

2. Pengukuran Status Gizi Anak Berat badan dan tinggi badan adalah salah satu parameter penting untuk menentukan status kesehatan manusia, khususnya yang berhubungan dengan status gizi. Penggunaan Indeks BB/U, TB/U dan BB/TB merupakan indikator status gizi untuk melihat adanya gangguan fungsi pertumbuhan dan komposisi tubuh (M.Khumaidi, 1994). Penggunaan berat badan dan tinggi badan akan lebih jelas dan sensitive/peka dalam menunjukkan keadaan gizi kurang bila dibandingkan dengan penggunaan BB/U. Dinyatakan dalam BB/TB, menurut standar WHO bila prevalensi kurus/wasting < -2SD diatas 10 % menunjukan suatu daerah tersebut mempunyai masalah gizi yang sangat serius langsung dengan angka kesakitan. dan berhubungan

Tabel 1. Penilaian Status Gizi Berdasarkan Indeks BB/U, TB/U, BB/TB, (Standar Baku Antropometri WHO-NCHS) No Indeks yang dipakai Batas Pengelompokan Sebutan Status Gizi 1 BB/U < -3 SD Gizi buruk - 3 s/d +2 SD Gizi lebih 2 TB/U < -3 SD Sangat Pendek - 3 s/d +2 SD Tinggi 3 BB/TB < -3 SD Sangat Kurus - 3 s/d +2 SD Gemuk Sumber : Depkes RI 2004.

5

Data baku WHO-NCHS indeks BB/U, TB/U dan BB/TB disajikan dalan dua versi yakni persentil (persentile) dan skor simpang baku (standar deviation score = z). Menurut Waterlow,et,al, gizi anak-anak di negara-negara yang populasinya relative baik (well-nourished), sebaiknya digunakan presentil, sedangkan dinegara untuk anak-anak yang populasinya relative kurang (under nourished) lebih baik menggunakan skor simpang baku (SSB) sebagai persen terhadap median baku rujukan ( Djumadias Abunaim,1990).

Tabel 2. Interpretasi Status Gizi Berdasarkan Tiga Indeks Antropometri (BB/U,TB/U, BB/TB Standart Baku Antropometeri WHO-NCHS) Indeks yang digunakan No Interpretasi BB/U TB/U BB/TB 1 Rendah Rendah Normal Normal, dulu kurang gizi Rendah Tinggi Rendah Sekarang kurang ++ Rendah Normal Rendah Sekarang kurang + 2 Normal Normal Normal Normal Normal Tinggi Rendah Sekarang kurang Normal Rendah Tinggi Sekarang lebih, dulu kurang 3 Tinggi Tinggi Normal Tinggi, normal Tinggi Rendah Tinggi Obese Tinggi Normal Tinggi Sekarang lebih, belum obese Keterangan : untuk ketiga indeks ( BB/U,TB/U, BB/TB) : Rendah : < -2 SD Standar Baku Antropometri WHO-NCHS Normal : -2 s/d +2 SD Standar Baku Antropometri WHO-NCHS Tinggi : > + 2 SD Standar Baku Antropometri WHO-NCHS Sumber : Depkes RI 2004. Pengukuran Skor Simpang Baku (Z-score) dapat diperoleh dengan mengurangi Nilai Induvidual Subjek (NIS) dengan Nilai Median Baku Rujukan (NMBR) pada umur yang bersangkutan, hasilnya dibagi dengan Nilai Simpang Baku Rujukan (NSBR). Atau dengan menggunakan rumus :

6

Z-score = (NIS-NMBR) / NSBR

Status gizi berdasarkan rujukan WHO-NCHS dan kesepakatan Cipanas 2000 oleh para pakar Gizi dikategorikan seperti diperlihatkan pada tabel 1 diatas serta di interpretasikan berdasarkan antropometri seperti yang terlihat pada tabel 2. Untuk memperjelas penggunaan rumur Zskor dapat dicontohkan sebagai berikut: a. Diketahui: BB= 60 kg TB=145 cm gabungan tiga indeks

b. Umur : karena umur dengan indeks BB/U, TB/U dan BB/TB berdasarkan WHO-NCHS hanya dibatasi < 18 tahun maka disini dicontohkan anak laki-laki usia 15 tahun. Tabel 3. Berat (kg) anak umur bibawah 15 tahun menurut WHO-NCHS Age Yr 15 mth 0 Standard Deviations -3sd 31.6 -2sd 39.9 -1sd 48.3 Median 56.7 +1sd 69.2 +2sd 81.6 +3sd 94.1

Sumber: WHO, Measuring Change an Nutritional Status, Genewa 1985

7

Table 4. weight (kg) by stature of boys 145 cm in Height from WHO-NCHS Stature cm 145 0 Standard Deviations -3sd 24.8 -2sd 28.8 -1sd 32.8 Median 36.9 +1sd 43.0 +2sd 49.2 +3sd 55.4

Sumber: WHO, Measuring Change an Nutritional Status, Genewa 1985

Table 5. stature (cm) by age of boys aged 15 year from WHO-NCHS Stature Yr mth 15 0 Standard Deviations -3sd 144.8 -2sd 152.9 -1sd 160.9 Median 169.0 +1sd 177.1 +2sd 185.1 +3sd 193.2

Sumber: WHO, Measuring Change an Nutritional Status, Genewa 1985

Jadi untuk indeks BB/U adalah = Z Score = ( 60 kg 56,7 ) / 8.3 = + 0,4 SD = status gizi baik Untuk IndeksTB/U adalah = Z Score = ( 145 kg 169 ) / 8.1 = - 3.0 SD = status gizi pendek Untuk Indeks BB/TB adalah = Z Score = ( 60 36.9 ) / 4 = + 5.8 SD = status gizi gemuk

8

C. Tujuan Pengukuran Antropometri Antropometri secara umum digunakan untuk melihat ketidakseimbangan asupan protein dan energi. Ketidakseimbangan ini terlihat pada pola pertumbuhan fisik dan proporsi jaringan tubuh seperti lemak, otot dan jumlah air dalam tubuh (I Dewa Nyoman Supariasa dkk, 2001) D. Syarat yang Mendasari Penggunaan Antropometri Beberapa syarat yang mendasari penggunaan antropometri adalah: 1. Alatnya mudah didapat dan digunakan, seperti dacin, pita lingkar lengan atas, mikrotoa, dan alat pengukur panjang bayi yang dapat dibuat sendiri di rumah. 2. Pengukuran dapat dilakukan berulang-ulang dengan mudah dan objektif. Contohnya, apabila terjadi kesalahan pada pengukuran lingkar lengan atas pada anak balita, maka dapat dilakukan pengukuran kembali tanpa harus persiapan alat yang rumit. Berbeda dengan pengukuran status gizi dengan metode biokimia, apabila terjadi kesalahan maka harus mempersiapkan alat dan bahan terlebih dahulu yang relatif mahal dan rumit. 3. Pengukuran bukan hanya dilakukan dengan tenaga khusus profesional, juga oleh tenaga lain setelah dilatih untuk itu. 4. Biaya relatif murah, karena alat mudah didapat dan tidak memerlukan bahan-bahan lainnya. 5. Hasilnya mudah disimpulkan, karena mempunyai ambang batas (cut off points) dan baku rujukan yang sudah pasti.

9

6. Secara ilmiah diakui kebenarannya. Hampir semua negara menggunakan antropometri sebagai metode untuk mengukur status gizi masyarakat, khususnya untuk penapisan status gizi. Hal ini dikarenakan antropometri diakui kebenarannya secara ilmiah. E. Keunggulan dan Kelemahan Metode Antropometri Keunggulan dari metode ini menurut Supariasa (2001) adalah : 1. Prosedurnya sederhana, aman, dan dapat dilakukan dalam jumlah sampel yang besar. 2. Relatif tidak membutuhkan tenaga ahli, tetapi cukup dilakukan oleh tenaga yang sudah dilatih dalam waktu singkat dapat melakukan pengukuran antropometri. 3. Alatnya murah, mudah dibawa, tahan lama, dapat dipesan dan dibuat di daerah setempat. 4. Metode ini tepat dan akurat karena dapat dibakukan. 5. Mendeteksi atau menggambarkan riwayat gizi di masa lampau. 6. Umumnya dapat mengidentifikasi kasus gizi sedang, kurang dan gizi buruk karena sudah ada ambang batas yang jelas. 7. Metode antropometri dapat mengevaluasi perubahan status gizi pada periode tertentu, aatau dari satu generasi ke generasi berikutnya. 8. Metode antropometri gizi dapat digunakan untuk penapisan kelompok yang rawan terhadap gizi.

10

Disamping keunggulan metode penentuan status gizi secara antropometri, menurut Supariasa (2001) terdapat pula beberapa kelemahannya antara lain: 1. Tidak sensitif 2. Metode ini tidak dapat mendeteksi status gizi dalam waktu singkat. Disamping itu tidak dapat membedakan kekurangan zat gizi tertentu seperti Zink dan Fe. 3. Faktor di luar gizi (penyakit, genetik, dan penurunan penggunaan energi) dapat menurunkan spesifikasi dan sensitifitas pengukuran antropometri. 4. Kesalahan yang terjadi pada saat pengukuran dapat mempengaruhi presisi, akurasi, dan validitas pengukuran antropometri gizi. Kesalahan ini terjadi karena : a. b. c. Pengukuran Perubahan hasil pengukuran baik fisik maupun komposisi jaringan Analisis dan asumsi yang keliru

5. Sumber kesalahan biasanya berhubungan dengan : a. Latihan petugas yang tidak cukup b. Kesalahan alat atau alat tidak ditera c. Kesulitan pengukuran

11

BAB III PRAKTIKUM

3.1 Alat dan Bahan Alat yang digunakan dan cara kerja yang dipakai ditentukan berdasarkan pengukuran antropometri itu sendiri, diantaranya: A. Berat badan Ada 2 macam timbangan berat: 1. Tipe Salter spring balance: a. Timbangan gantung (Posyandu) b. Maksimum berat 25 kg dengan ketelitian 100 g 2. Tipe Bathroom scale: a. Untuk anak yang sudah bisa berdiri sendiri, atau b. Menimbang anak bersama ibunya c. Maksimum berat 100 kg dengan ketelitian 100 g B. Tinggi Badan Ada dua alat untuk pengukuran tinggi badan yaitu: 1. Vertical Measure (Microtoise) kapasitas 2 meter dan ketelitian 0,1 cm. a. Untuk anak yang sudah bisa berdiri sendiri (2 tahun atau >) b. Mengukur tinggi badan dengan ketelitian 0,1 cm 2. Baby length board a. Untuk bayi dan anak kurang 2 tahun b. Mengukur crown-heel length dengan ketelitian 0,1 cm

12

C. Lingkar Lengan Atas (LLA) a. skinfold caliper (panjang 33cm ketelitian0,1 cm) b. dan meteran ukur panjang D. Pengukuran Lingkar Perut Alat yang dibutuhkan: 1. Ruangan yang tertutup dari pandangan umum. Jika tidak ada gunakan tirai pembatas. 2. Pita pengukur 3. Spidol atau pulpen 3.2 Cara Kerja A. Berat Badan 1. Timbangan digital merk AND a. Aktifkan alat timbang dengan cara menekan TOMBOL sebelah kanan (warna BIRU). Mula-mula akan muncul angka 8,88, dan tunggu sampai muncul angka 0,00. Bila muncul bulatan (O) pada ujung kiri kaca display, berarti timbangan siap digunakan. b. Responden diminta naik ke alat timbang dengan posisi kaki tepat di tengah alat timbang tetapi tidak menutupi jendela baca . c. Perhatikan posisi kaki responden tepat di tengah alat timbang, sikap tenang (JANGAN BERGERAK-GERAK) dan kepala tidak menunduk (memandang lurus kedepan) d. Angka di kaca jendela alat timbang akan muncul, dan tunggu sampai angka tidak berubah (STATIS)13

e. Catat angka yang terakhir (ditandai dengan munculnya tanda bulatan O diujung kiri atas kaca display) dan isikan pada kolom: Berat Badan pada formulir RKD.IND. Bagian XI. No 1. Angka hasil penimbangan dibulatkan menjadi satu digit misal 0,51 - 0,54 dibulatkan menjadi 0,5 dan 0,55 - 0,59 dibulatkan menjadi 0,6 f. Minta Responden turun dari alat timbang g. Alat timbang akan OFF secara otomatis. 2. Mengukur bayi yang belum bisa berdiri a. Timbang ibu dan anak (digendong) bersama-sama. b. Catat angka yang terakhir. c. Berat badan anak adalah selisih antara (berat badan ibu dan anak) dengan berat badan ibu. Pembulatan berat badan anak dilakukan setelah pengurangan (berat badan ibu dan anak) dengan berat badan ibu. Isikan pada kolom: Berat badan pada formulir

14

B. Panjang atau tinggi badan 1. Pengukur tinggi badan : MICROTOISE dengan kapasitas ukur 2 meter dan ketelitian 0,1 cm. a. Gantungkan bandul benang untuk membantu memasang microtoise di dinding agar tegak lurus. b. Letakan alat pengukur di lantai yang DATAR tidak jauh dari bandul tersebut dan menempel pada dinding. Dinding jangan ada lekukan atau tonjolan (rata). c. Tarik papan penggeser tegak lurus keatas, sejajar dengan benang berbandul yang tergantung dan tarik sampai angka pada jendela baca menunjukkan angka 0 (NOL). Kemudian dipaku atau direkat dengan lakban pada bagian atas microtoise. d. Untuk menghindari terjadi perubahan posisi pita, beri lagi perekat pada posisi sekitar 10 cm dari bagian atas microtoise.

15

2. Prosedur Pengukuran Tinggi Badan a. Minta responden melepaskan alas kaki (sandal/sepatu), topi (penutup kepala). b. Pastikan alat geser berada diposisi atas. c. Reponden diminta berdiri tegak, persis di bawah alat geser. d. Posisi kepala dan bahu bagian belakang, lengan, pantat dan tumit menempel pada dinding tempat microtoise di pasang. e. Pandangan lurus ke depan, dan tangan dalam posisi tergantung bebas. f. Gerakan alat geser sampai menyentuh bagian atas kepala responden. Pastikan alat geser berada tepat di tengah kepala responden. Dalam keadaan ini bagian belakang alat geser harus tetap menempel pada dinding. g. Baca angka tinggi badan pada jendela baca ke arah angka yang lebih besar (kebawah ) Pembacaan dilakukan tepat di depan angka (skala) pada garis merah, sejajar dengan mata petugas. h. Apabila pengukur lebih rendah dari yang diukur, pengukur harus berdiri di atas bangku agar hasil pembacaannya benar. i. Pencatatan dilakukan dengan ketelitian sampai satu angka dibelakang koma (0,1 cm). Contoh 157,3 cm; 160,0 cm; 163,9 cm. Isikan ke dalam formulir.

16

3. Pengukuran Panjang Badan untuk Anak yang Belum Bisa Berdiri Pengukuran panjang badan dimaksudkan untuk mendapatkan data panjang badan anak yang belum bisa berdiri agar dapat diketahui status gizi anak. a. Letakan pengukur panjang badan pada meja atau tempat yang rata .Bila tidak ada meja, alat dapat diletakkan di atas tempat yang datar (misalnya, lantai). b. Letakkan alat ukur dengan posisi panel kepala di sebelah kiri dan panel penggeser di sebelah kanan pengukur. Panel kepala adalah bagian yang tidak bisa digeser. c. Tarik geser bagian panel yang dapat digeser sampai diperkirakan cukup panjang untuk menaruh bayi/anak.

17

d. Baringkan bayi/ anak dengan posisi terlentang, diantara kedua siku, dan kepala bayi/anak menempel pada bagian panel yang tidak dapat digeser. e. Rapatkan kedua kaki dan tekan lutut bayi/ anak sampai lurus dan menempel pada meja/tempat menaruh alat ukur. Tekan telapak kaki bayi/anak sampai membentuk siku, kemudian geser bagian panel yang dapat digeser sampai persis menempel pada telapak kaki bayi/ anak. f. Bacalah panjang badan bayi/anak pada skala kearah angka yang lebih besar. Misalkan: 67,5 cm. Isikan ke formulir g. Setelah pengukuran selesai, kemudian bayi/anak diangkat.

18

C. Lingkar Lengan Atas 1. Diukur dengan pita ukur non-elastis. Sebagai alternatif bila tidak memungkinkan mengukur BB dan TB (keadaan darurat atau untuk skrining) 2. Nilai ambang batas untuk balita 12,5 13 cm dapat menggantikan interpretasi BB-TB rendah atau wasting. 3. Persiapan: a. Pastikan pita LiLA tidak kusut, tidak terlipat-lipat atau tidak sobek b. Jika lengan responden > 33cm, gunakan meteran kain c. Responden diminta berdiri dengan tegak tetapi rileks, tidak memegang apapun serta otot lengan tidak tegang d. Baju pada lengan kiri disingsingkan keatas sampai pangkal bahu terlihat atau lengan bagian atas tidak tertutup. 4. Pengukuran: a. Sebelum pengukuran, dengan sopan minta izin kepada responden bahwa petugas akan menyingsingkan baju lengan kiri responden sampai pangkal bahu. Bila responden keberatan, minta izin pengukuran dilakukan di dalam ruangan yang tertutup. b. Tentukan posisi pangkal bahu. c. Tentukan posisi ujung siku dengan cara siku dilipat dengan telapak tangan ke arah perut. d. Tentukan titik tengah antara pangkal bahu dan ujung siku dengan menggunakan pita LiLA atau meteran (Lihat Gambar), dan beri tanda19

dengan pulpen/spidol (sebelumnya dengan sopan minta izin kepada responden). Bila menggunakan pita LiLA perhatikan titik nolnya. e. Lingkarkan pita LiLA sesuai tanda pulpen di sekeliling lengan responden sesuai tanda (di pertengahan antara pangkal bahu dan siku). f. Masukkan ujung pita di lubang yang ada pada pita LiLA. g. Pita ditarik dengan perlahan, jangan terlalu ketat atau longgar. h. Baca angka yang ditunjukkan oleh tanda panah pada pita LiLA (kearah angka yang lebih besar). i. Tuliskan angka pembacaan pada formulir. Keterangan: 1. Jika lengan kiri lumpuh, yang diukur adalah lengan kanan (beri keterangan pada kolom catatan pengumpul data). 2. Simpan pita LiLA dengan baik, jangan sampai berlipat-lipat atau sobek.

20

D. Pengukuran Lingkar Perut 1. Cara pengukuran lingkar perut

21

2. Hal yang perlu diperhatikan: a. Pengukuran lingkar perut yang benar dilakukan dengan menempelkan pita pengukur diatas kulit langsung. Pengukuran di atas pakaian sangat tidak dibenarkan. b. Apabila responden tidak bersedia membuka/menyingkap pakaian bagian atasnya, pengukuran dengan menggunakan pakaian yang sangat tipis (kain nilon, silk dll) diperbolehkan dan beri catatan pada kuesioner. c. Apabila responden tetap menolak untuk diukur, pengukuran lingkar perut tidak boleh dipaksakan dan beri cacatan pada kuesioner.

3.3 Kelainan Hasil Pengukuran Antropometri A. Penyakit Bawaan Berdasarkan kesalahan susunan genetik yang dapat menyebabkan kelainan sintesa enzim, yang dimulai dari kesalahan genetik, metabolisme (dengan perantara enzim), sehingga menyebabkan terjadinya penyakit. Penyakit ini disebut juga dengan inbornerrors of metabolism. Penyakit gizi akibat masalah genetik dapat menyebabkan :1.

Enzim tertentu menurun sehingga mengakibatkan penderita akan mengalami glukosa, intoleransi fruktosa dll.

2.

Penyakit gangguan metabolisme.

22

3.

Penyakit degeneratif (penurunan) Contoh penyakit akibat kesalahan genetic dapat menyebabkan

produksi insulin menurun sehingga dapat mengakibatkan metabolisme glukosa rusak (diabetes mellitus).

gangguan

B. Penyakit Akibat Ketidakseimbangan Antara Intake dan Requirement dari Zatzat Gizi. Dilihat dari intake dan requirement ada dua kemungkinan yaitu penyakit gizi lebih dan dan penyakit kurang gizi. 1. Penyakit gizi lebih, contohnya : obesitas yang berkembang menjadi diabetes mellitus, jantung koroner, dll. 2. Penyakit kurang gizi, penyakit defisiensi komplek, contohnya :a.

Kwarshiorkhor (yang disebabkan karena kekurangan kalori dan protein.

b.

Marasmus (yang disebabkan karena kekurangan kalori) Busung lapar (yang disebabkan karena kekurangan protein)

c.

Berdasarkan sebab gizi salah dibedakan menjadi dua :a.

Gizi salah primer, kelainan terletak pada intake dan pada makanan, baik merupakan kelebihan maupun kekurangan.

23

b.

Gizi salah sekunder, intake mencukupi tetapi terdapat rintangan pada rangkaian prosos pencernaan, penyerapan, transportasi dan utilization pada zat-zat makanan. Gangguannya yaitu : Terjadi suatu keadaan defisiensi dalam efektifitas zat-zat makanan. Mempertinggi desrtuksi atau ekskresi zat-zat makanan sehingga persediaan untuk penggunaan dalam tubuh menjadi berkurang.

c.

Penyakit keracunan makanan Penyakit- penyakit yang terjadi setelah memakan makanan yang tercemar bakteri dan bahan-bahan kimia.

C. Faktor-Faktor yang Menyebabkan Penyakit Gizi Salah1.

Pola makan Protein (dan asam amino) adalah zat yang sangat dibutuhkan anak untuk tumbuh dan berkembang. Meskipun intake makanan mengandung kalori yang cukup, tidak semua makanan mengandung protein/ asam amino yang memadai. Gaya hidup modern dengan perkembangan IPTEK dimana terjadinya arus moderenisasi yang membawa banyak perubahan pada pola hidup masyarakat

24

2.

Faktor social Hidup di negara dengan tingkat kepadatan penduduk yang tinggi, keadaan sosial dan politik tidak stabil, ataupun adanya pantangan untuk menggunakan makanan tertentu dan sudah berlansung turun-turun dapat menjadi hal yang menyebabkan terjadinya kwashiorkor.

3.

Factor pendidikan Kurang adanya pengetahuan tentang pentingnya gizi dikalangan masyarakat yang pendidikannya relative rendah.

4.

Faktor ekonomi Kemiskinan keluarga penghasilan yang rendah yang tidak dapat memenuhi kebutuhan berakibat pada keseimbangan nutrisi anak tidak terpenuhi, saat dimana ibunya pun tidak dapat mencukupi kebutuhan proteinnya.

5.

Faktor infeksi dan penyakit lain Telah lama diketahui bahwa adanya interaksi sinergis antara MEP (Malnutrisi energi protein) dan infeksi. Infeksi derajat apapun dapat memperburuk keadaan gizi. Dan sebaliknya MEP, walaupun dalam derajat ringan akan menurunkan imunitas tubuh terhadap infeksi.

D. Beberapa Jenis Penyakit Penyakit-penyakit atau gangguan-gangguan kesehatan akibat dari kelebihan atau kekurangan zat gizi dan yang telah merupakan masalah kesehatan masyarakat, khususnya di Indonesia, antara lain sebagai berikut :25

1. Penyakit Kurang Kalori dan Protein (KKP) Penyakit ini terjadi karena ketidakseimbangan antara konsumsi kalori atau karbohidrat dan protein dengan kebutuhan energi atau terjadinya defisiensi atau defisit energi dan protein. Pada umumnya Anak Balita merupakan kelompok umur yang paling sering menderita akibat kekurangan gizi. Hal ini juga di karenakan pada umur tersebut anak mengalami pertumbuhan yang pesat. Apabila konsumsi makanan tidak seimbang dengan kebutuhan kalori maka akan terjadi defisiensi tersebut (kurang kalori dan protein). Penyakit ini dibagi dalam tingkat-tingkat, yakni : a. KPP ringan, kalau berat badan anak mencapai 84-95 % dari berat badan menurut standar Harvard. b. KKP sedang, kalau berat badan anak hanya mencapai 44-60 % dari berat badan menurut standar Harvard. c. KKP berat (gizi buruk), kalau berat badan anak kurang dari 60% dari berat adan menurut standar Harvard. Jenis KKPdi kenal dalam 3 bentuk yaitu : 1) Kwarshiorkor Kwashiorkor adalah salah satu bentuk malnutrisi protein berat yang disebabkan oleh intake protein yang inadekuat dengan intake karbohidrat

26

yang normal atau tinggi. Penyebab terjadinya kwashiorkor adalah inadekuatnya intake protein yang berlansung kronis. Tanda-tanda Tanda-tanda yang sering dijumpai pada pada penderita Kwashiorkor yaitu : Gagal untuk menambah berat badan wajah membulat dan sembap Rambut pirang, kusam, dan mudah dicabut Pertumbuhan linear terhenti Endema general (muka sembab, punggung kaki, dan perut yang membuncit). Diare yang tidak membaik Dermatitis perubahan pigmen kulit Perubahan warna rambut yang menjadi kemerahan dan mudah dicabut Penurunan masa otot Perubahan mentak seperti lathergia, iritabilitas dan apatis yang terjadi Perlemakan hati, gangguan fungsi ginjal, dan anemia Pada keadaan akhir (final stage) dapat menyebabkan shok berat, coma dan berakhir dengan kematian.

1. 2. 3. 4. 5.

6. 7. 8. 9. 10. 11. 12.

Cara mengatasi kwarshiorkor: Dalam mengatasi kwashiorkor ini secara klinis adalah dengan memberikan makanan bergizi secara bertahap. Contohnya : Bila bayi menderita kwashiorkor, maka bayi tersebut diberi susu yang diencerkan. Secara bertahap keenceran susu dikurangi, sehingga suatu saat mencapai konsistensi yang normal seperti susu biasa kembali.

27

2) Marasmus Marasmus disebabkan karena kurang kalori yang berlebihan, sehingga membuat cadangan makanan yang tersimpan dalam tubuh terpaksa dipergunakan untuk memenuhi kebutuhan yang sangat diperlukan untuk kelangsungan hidup. Penderita marasmus yaitu Penderita kwashiorkor yang mengalami kekurangan protein, namun dalam batas tertentu ia masih menerima zat gizi sumber energi (sumber kalori) seperti nasi, jagung, singkong, dan lain-lain. Apabila baik zat pembentuk tubuh (protein) maupun zat gizi sumber energi kedua-duanya kurang, maka gejala yang terjadi adalah timbulnya penyakit KEP lain yang disebut marasmus. Tanda-tanda yang sering dijumpai pada pada penderita marasmus yaitu :1. 2. 3. 4. 5.

Sangat kurus, tinggal tulang terbungkus kulit Wajahnya seperti orang tua Kulit keriput, pantat kosong, paha kosong, tangan kurus dan iga nampak jelas. Gejala marasmus adalah seperti gejala kurang gizi pada umumnya

(seperti lemah lesu, apatis, cengeng, dan lain-lain), tetapi karena semua zat gizi dalam keadaan kekurangan, maka anak tersebut menjadi kurus-kering.

28

3) Marasmus-Kwashiorkor Gambaran dua jenis gambaran penyakit gizi yang sangat penting. Dimana ada sejumlah anak yang menunjukkan keadaan mirip dengan marasmus yang di tandai dengan adanya odema, menurunnya kadar protein (Albumin dalam darah), kulit mongering dan kusam serta otot menjadi lemah. 2. Busung Lapar Busung lapar atau bengkak lapar dikenal jiga dengan istilah Honger Oedeem (HO). Adalah kwarshiorkor pada orang dewasa. Busung lapar disebabkan karena kekurangan makanan, terutama protein dalam waktu yang lama secara berturut-turut. Pada busung lapar terjadi penimbunan cairan dirongga perut yang menyebabkan perut menjadi busung (oleh karenanya disebut busung lapar). Tanda-tanda yang terjadi yaitu :a. b. c. d. e.

Kulit menjadi kusam dan mudah terkelupas Badan kurus Rambut menjadi merah kusam dan mudah dicabut Sekitar mata bengkak dan apatis anak menjadi lebih sering menderita bermacam penyakit dan lain-lain.

29

3. Penyakit Kegemukan (Obesitas) Penyakit ini terjadi ketidakseimbangan antara konsumsi kalori dan kebutuhan energi, yakni konsumsi kalori terlalu berlebih dibandingkan dengan kebutuhan atau pemakaian energi. Kelebihan energi di dalam tubuh ini disimpan dalam bentuk lemak. Pada keadaan normal, jaringan lemak ini ditimbun di tempat-tempat tertentu diantaranya dalam jaringan subkutan dan didalam jaringan tirai usus. Seseorang dikatakan menderita obesitas bila berat badannya pada laki-laki melebihi 15% dan pada wanita melebihi 20% dari berat badan ideal menurut umurnya. Bila masukan energi (suapan makanan) sama dengan pengeluaran energi untuk metabolisme basal dan kegiatan fisik berat badan akan tetap konstan. Bila masukan energi lebih besar daripada pengeluaran, kelibahan makanan akan diubah menjadi lemak dan mengakibatkan kegemukan. Patokan umum, orang dikatakan kegemukan bila bila berat badannya 10% lebih tinggi dari berat standart/ideal. Pada orang yang menderita obesitas ini organ-organ tubuhnya dipaksa untuk bekerja lebih berat karena harus membawa kelebihan berat badan. Oleh sebab itu pada umumnya lebih cepat gerah, capai dan mempunyai kecenderungan untuk membuat kekeliruan dalam bekerja. Akibat dari penyakit obesitas ini, para penderitanya cenderung menderita penyakitpenyakit kardiovaskuler, hipertensi, dan diabetes melitus (Anonymous,2008).

30

E. Gangguan Status Gizi Status gizi seseorang erat kaitannya dengan permasalahan kesehatan individu, karena disamping merupakan faktor predisposisi yang dapat memperparah penyakit infeksi, juga dapat menyebabkan terjadinya gangguan kesehatan. Bahkan status gizi janin yang masih dalam kandungan dan bayi yang masih menyusui sangat dipengaruhi oleh status gizi ibu hamil dan ibu menyusui. Status gizi baik atau optimal terjadi bila tubuh memperoleh cukup zatzat gizi yang digunakan secara efisien, sehingga memungkinkan pertumbuhan fisik, perkembangan otak, kemampuan kerja dan kesehatan secara umum pada tingkat setinggi mungkin. Status gizi kurang terjadi bila tubuh mengalami kekurangan satu atau lebih zat-zat gizi esensial. Status gizi lebih terjadi bila tubuh memperoleh zat-zat gizi dalam jumlah berlebihan, sehingga menimbulkan efek toksis atau membahayakan. Baik pada status gizi kurang maupun status gizi lebih terjadi gangguan gizi. Gangguan gizi disebabkan oleh factor primer atau sekunder. Factor primer bila susunan makanan seseorang salah dalam kuantitas dan atau kualitas yang disebabkan oleh kurangnya penyediaan pangan, kurang baiknya distribusi pangan, kemiskinan, ketidaktahuan, kebiasaan yang salah. Factor sekunder: meliputi semua factor yang menyebabkan zat-zat gizi tidak mampu sampai di sel-sel tubuh setelah makanan dikonsumsi. Misalnya factor-faktor yg mengganggu pencernaan, seperti gigi-geligi yang tidak baik, kelainan struktur saluran cerna dan kekurangan enzim.31

BAB IV PENUTUP 4.1 Kesimpulan Status gizi adalah suatu keadaan tubuh yang diakibatkan oleh keseimbangan antara asupan zat gizi dengan kebutuhan. Keseimbangan tersebut dapat dilihat dari variabel pertumbuhan, yaitu berat badan, tinggi badan/panjang badan, lingkar kepala, lingkar lengan, dan panjang tungkai. Jika keseimbangan tadi terganggu, misalnya pengeluaran energi dan protein lebih banyak dibandingkan pemasukan maka akan terjadi kekurangan energi protein, dan jika berlangsung lama akan timbul masalah yang dikenal dengan KEP berat atau gizi buruk. Status gizi dipengaruhi oleh konsumsi makanan dan penggunaan zat-zat gizi di dalam tubuh. Bila tubuh memperoleh cukup zat-zat gizi dan digunakan secara efisien akan tercapai status gizi optimal yang memungkinkan pertumbuhan fisik, perkembangan otak, kemampuan kerja dan kesehatan secara umum pada tingkat setinggi mungkin Dalam antropometri dapat dilakukan beberapa macam pengukuran yaitu pengukuran berat badan (BB), tinggi badan (TB) dan lingkar lengan atas (LILA). Dari beberapa pengukuran tersebut BB, TB dan LILA sesuai dengan umur adalah yang paling sering digunakan untuk survey sedangkan untuk perorangan, keluarga, pengukuran BB dan TB atau panjang badan (PB) adalah yang paling dikenal

32

4.2 Saran Gizi kurang secara langsung disebabkan oleh kurangya konsumsi makanan dan adanya penyakit infeksi. Makin bertambah usia anak maka makin bertambah pula kebutuhannya. Untuk itu perlu diperhatikan asupan gizi anak serta perlu disesuaikan dengan tahapan tumbang anak. Namun terdapat anak yang mengalami gangguan gizi harus segera diperbaiki guna mengejar ketinggalan perkembangan dan pertumbuhannya.

33