tugas kti filsafat
TRANSCRIPT
KTI FILSAFAT
“SEJARAH DAN PERKEMBANGAN FILSAFAT
DARI MASA KE MASA”
D
I
S
U
S
U
N
OLEH
NAMA : GRICE AYAL
NIM : 210901
KELAS : A.2
SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN
GEMA INSAN AKADEMIK
MAKASSAR
2010
Kata Pengantar
Puji syukur penulis telah panjatkan atas kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, sang Pencipta
alam semesta, manusia, dan kehidupan beserta seperangkat aturan-Nya, karena berkat limpahan
rahmat, taufiq, hidayah serta inayah-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan makalah dengan
tema “Sejarah dan Perkembangan Filsafat Dari Masa ke Masa” yang sederhana ini dapat
terselesaikan tidak kurang daripada waktunya.
Maksud dan tujuan dari penulisan makalah ini tidaklah lain untuk memenuhi salah satu dari
sekian kewajiban mata kuliah Filsafat Ilmu serta merupakan bentuk langsung tanggung jawab
penulis pada tugas yang diberikan.
Pada kesempatan ini, penulis juga ingin menyampaikan ucapan terima kasih kepada
Bpk.ERMAN SYARIEF selaku dosen mata kuliah Filsafat Ilmu serta semua pihak yang telah
membantu penyelesaian makalah ini baik secara langsung maupun tidak langsung.
Demikian pengantar yang dapat penulis sampaikan dimana penulis pun sadar bawasannya
penulis hanyalah seorang manusia yang tidak luput dari kesalahan dan kekurangan, sedangkan
kesempurnaan hanya milik Tuhan Azza Wa’jala hingga dalam penulisan dan penyusununnya
masih jauh dari kata sempurna. Oleh karena itu, kritik dan saran yang konstruktif akan senantiasa
penulis nanti dalam upaya evaluasi diri.
Akhirnya penulis hanya bisa berharap, bahwa dibalik ketidak sempurnaan penulisan dan
penyusunan makalah ini adalah ditemukan sesuatu yang dapat memberikan manfaat atau bahkan
hikmah bagi penulis, pembaca, dan bagi seluruh mahasiswa-mahasiswi STIK GIA MAKASSAR.
Makssar, 13 Juli 2010
Penulis
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL……………………………………………………………………………. i
KATA PENGANTAR…………………………………………………………………………. ii
DAFTAR ISI………………………………………………………………………………………
iii
BAB I : Pendahuluan………………………………………………………………………… 1
A. Latar Belakang………………………………………………………………. 1……..
B. Klasifikasi Filsafat…………………………………………………………… 2
1. Klasifikasi Filsafat Menurut Wilayah……………………………… 3
2. Klasifikasi Filsafat Menurut Latar Belakang Agama…………. 5
BAB II : Pembahasan………………………………………………………………………… 9
A. Kajian Filsafat………………………………………………………………… 9……..
B. Munculnya Filsafat………………………………………………………… 11
C. Sejarah Perkembangan Awal Filsafat Dunia……………………….. 12
BAB III : Penutup……………………………………………………………………………. 21
DAFTAR PUSTAKA………………………………………………………………………… 23
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar BelakangDalam menghadapi seluruh kenyataan dalam hidupnya, manusia senatiasa terkagum atas
apa yang dilihatnya. Manusia ragu-ragu apakah ia tidak ditipu oleh panca-inderanya, dan mulai
menyadari keterbatasannya. Dalam situasi itu banyak yang berpaling kepada agama atau
kepercayaan Ilahiah.
Tetapi sudah sejak awal sejarah, ternyata sikap iman penuh taqwa itu tidak menahan
manusia menggunakan akal budi dan fikirannya untuk mencari tahu apa sebenarnya yang ada
dibalik segala kenyataan (realitas) itu. Proses itu mencari tahu itu menghasilkan kesadaran, yang
disebut pencerahan. Jika proses itu memiliki ciri-ciri metodis, sistematis dan koheren, dan cara
mendapatkannya dapat dipertanggung-jawabkan, maka lahirlah ilmu pengetahuan.
Ilmu pengetahuan adalah pengetahuan yang;
(1) disusun metodis, sistematis dan koheren (“bertalian”) tentang suatu bidang tertentu
dari kenyataan (realitas), dan yang
(2) dapat digunakan untuk menerangkan gejala-gejala tertentu di bidang (pengetahuan)
tersebut.
Makin ilmu pengetahuan menggali dan menekuni hal-hal yang khusus dari kenyataan
(realitas), makin nyatalah tuntutan untuk mencari tahu tentang seluruh kenyataan (realitas).
Jauh sebelum manusia menemukan dan menetapkan apa yang sekarang kita sebut sesuatu
sebagai suatu disiplin ilmu sebagaimana kita mengenal ilmu kedokteran, fisika, matematika, dan
lain sebagainya, umat manusia lebih dulu memfikirkan dengan bertanya tentang berbagai hakikat
apa yang mereka lihat. Dan jawaban mereka itulah yang nanti akan kita sebut sebagai sebuah
jawaban filsafati.
Kegiatan manusia yang memiliki tingkat tertinggi adalah filsafat yang merupakan
pengetahuan benar mengenai hakikat segala yang ada sejauh mungkin bagi manusia . Bagian
filsafat yang paling mulia adalah filsafat pertama, yaitu pengetahuan kebenaran pertama yang
merupakan sebab dari segala kebenaran (Al-Kindi, 801 – 873 M).
Metode filsafat adalah metode bertanya. Objek formal filsafat adalah ratio yang bertanya.
Obyek materinya semua yang ada. Maka menjadi tugas filsafat mempersoalkan segala sesuatu
yang ada sampai akhirnya menemukan kebijaksanaan universal.
Sonny Keraf dan Mikhael Dua mengartikan ilmu filsafat sebagai ilmu tentag bertanya
atau berpikir tentang segala sesuatu (apa saja dan bahkan tentang pemikiran itu sendiri) dari
segala sudut pandang. Thinking about thinking.
Meski bagaimanapun banyaknya gambaran yang kita dapatkan tentang filsafat,
sebenarnya masih sulit untuk mendefinisikan secara konkret apa itu filsafat dan apa kriteria suatu
pemikiran hingga kita bisa memvonisnya, karena filsafat bukanlah sebuah disiplin ilmu.
Sebagaimana definisinya, sejarah dan perkembangan filsafat pun takkan pernah habis untuk
dikupas. Tapi justru karena itulah mengapa fisafat begitu layak untuk dikaji demi mencari serta
memaknai segala esensi kehidupan.
B. Klasifikasi Filsafat
Dalam membangun tradisi filsafat banyak orang mengajukan pertanyaan yang sama,
menanggapi, dan meneruskan karya-karya pendahulunya sesuai dengan latar belakang budaya,
bahasa, bahkan agama tempat tradisi filsafat itu dibangun. Oleh karena itu, filsafat biasa
diklasifikasikan menurut daerah geografis dan latar belakang budayanya. Dewasa ini filsafat
biasa dibagi menjadi dua kategori besar menurut wilayah dan menurut latar belakang agama.
Menurut wilayah bisa dibagi menjadi: “Filsafat Barat”, “Filsafat Timur”, dan “Filsafat Timur
Tengah”. Sementara latar belakang agama dibagi menjadi: “Filsafat Islam”, “Filsafat Budha”,
“Filsafat Hindu”, dan “Filsafat Kristen”.
1.) Klasifikasi Filsafat Menurut Wilayah
a. Filsafat Barat
‘‘‘Filsafat Barat’’’ adalah ilmu yang biasa dipelajari secara akademis di universitas-
universitas di Eropa dan daerah-daerah jajahan mereka. Filsafat ini berkembang dari tradisi
falsafi orang Yunani kuno. Namun pada hakikatnya, tradisi falsafi Yunani sebenarnya sempat
mengalami pemutusan rantai ketika salinan buku filsafat Aristoteles seperti Isagoge, Categories
dan Porphyry telah dimusnahkan oleh pemerintah Romawi bersamaan dengan eksekusi mati
terhadap Boethius, yang dianggap telah menyebarkan ajaran yang dilarang oleh negara.
Selanjutnya dikatakan bahwa seandainya kitab-kitab terjemahan Boethius menjadi sumber
perkembangan filsafat dan ilmu pengetahuan di Eropah, maka John Salisbury, seorang guru
besar filsafat di Universitas Paris, tidak akan menyalin kembali buku Organon karangan
Aristoteles dari terjemahan-terjemahan berbahasa Arab, yang telah dikerjakan oleh filosof Islam
pada dinasti Abbasyah.
Tokoh utama filsafat Barat antara lain Plato, Thomas Aquinas, Réne Descartes,
Immanuel Kant, George Hegel, Arthur Schopenhauer, Karl Heinrich Marx, Friedrich Nietzsche,
dan Jean-Paul Sartre.
Dalam tradisi filsafat Barat di Indonesia sendiri yang notabene-nya adalah bekas jajahan
bangsa Eropa-Belanda, dikenal adanya pembidangan dalam filsafat yang menyangkut tema
tertentu. Tema-tema tersebut adalah: ontologi, epistemologi, dan aksiologi.
Tema pertama adalah ontologi. Ontologi membahas tentang masalah “keberadaan”
sesuatu yang dapat dilihat dan dibedakan secara empiris (kasat mata), misalnya tentang
keberadaan alam semesta, makhluk hidup, atau tata surya.
Tema kedua adalah epistemologi. Epistemologi adalah tema yang mengkaji tentang
pengetahuan (episteme secara harafiah berarti “pengetahuan”). Epistemologi membahas berbagai
hal tentang pengetahuan seperti batas, sumber, serta kebenaran suatu pengetahuan.
Tema ketiga adalah aksiolgi. Aksiologi yaitu tema yang membahas tentang masalah nilai
atau norma sosial yang berlaku pada kehidupan manusia. Nilai sosial .
b. Filsafat Timur
‘‘‘Filsafat Timur’’’ adalah tradisi falsafi yang terutama berkembang di Asia, khususnya
di India, Tiongkok dan daerah-daerah lain yang pernah dipengaruhi budayanya. Sebuah ciri khas
Filsafat Timur ialah dekatnya hubungan filsafat dengan agama. Meskipun hal ini kurang lebih
juga bisa dikatakan untuk Filsafat Barat, terutama di Abad Pertengahan, tetapi di Dunia Barat
filsafat ’an sich’ masih lebih menonjol daripada agama. Nama-nama beberapa filsuf Timur,
antara lain Siddharta Gautama/Buddha, Bodhidharma, Lao Tse, Kong Hu Cu, Zhuang Zi dan
juga Mao Zedong.
‘‘‘Filsafat Timur Tengah’’’ ini sebenarnya mengambil tempat yang istimewa. Sebab
dilihat dari sejarah, para filsuf dari tradisi ini sebenarnya bisa dikatakan juga merupakan ahli
waris tradisi Filsafat Yunani. Sebab para filsuf Timur Tengah yang pertama-tama adalah orang-
orang Arab atau orang-orang Islam dan juga beberapa orang Yahudi, yang menaklukkan daerah-
daerah di sekitar Laut Tengah dan menjumpai kebudayaan Yunani dengan tradisi falsafi mereka.
Lalu mereka menterjemahkan dan memberikan komentar terhadap karya-karya Yunani.
Bahkan ketika Eropa setalah runtuhnya Kekaisaran Romawi masuk ke Abad
Pertengahan dan melupakan karya-karya klasik Yunani, para filsuf Timur Tengah ini
mempelajari karya-karya yang sama dan bahkan terjemahan mereka dipelajari lagi oleh orang-
orang Eropa. Nama-nama beberapa filsuf Timur Tengah: Avicenna(Ibnu Sina), Ibnu Tufail,
Kahlil Gibran (aliran romantisme; kalau boleh disebut bergitu)dan Averroes.
2.) Klasifikasi Filsafat Menurut Latar Belakang Agama
a. Filsafat Islam
‘‘‘Filsafat Islam’’’ bukanlah filsafat Timur Tengah. Bila memang disebut ada beberapa
nama Yahudi dan Nasrani dalam filsafat Timur Tengah, dalam filsafat Islam tentu seluruhnya
adalah muslim. Ada sejumlah perbedaan besar antara filsafat Islam dengan filsafat lain.
Pertama, meski semula filsuf-filsuf muslim klasik menggali kembali karya filsafat Yunani
terutama Aristoteles dan Plotinus, namun kemudian menyesuaikannya dengan ajaran Islam.
Kedua, Islam adalah agama tauhid. Maka, bila dalam filsafat lain masih ‘mencari Tuhan’,
dalam filsafat Islam justru Tuhan ‘sudah ditemukan.’
Pada mulanya filsafat berkembang di pesisir samudera Mediterania bagian Timur pada
abad ke-6 M yang ditandai dengan pertanyaan-pertanyaan untuk menjawab persoalan seputar
alam, manusia, dan Tuhan. Dari sinilah lahirlah sains-sains besar, seperti fisika, etika,
matematika, dan metafisika yang menjadi batubara kebudayaan dunia.
Dari Asia Minor (Mediterania) bergerak menuju Athena yang menjadi tanah air filsafat.
Ketika Iskandariah didirikan oleh Iskandar Agung pada 332 SM, filsafat mulai merambah
dunia timur, dan berpuncak pada 529 M.
b. Filsafat Kristen
‘‘‘Filsafat Kristen’’’ mulanya disusun oleh para bapa gereja untuk menghadapi tantangan
zaman di abad pertengahan. Saat itu dunia barat yang Kristen tengah berada dalam zaman
kegelapan (dark age). Masyarakat mulai mempertanyakan kembali kepercayaan agamanya.
Tak heran, filsafat Kristen banyak berkutat pada masalah ontologis dan filsafat ketuhanan.
Hampir semua filsuf Kristen adalah teologian atau ahli masalah agama. Sebagai contoh:
Santo Thomas Aquinas, Santo Bonaventura, dan lain sebagainya.
Selain dua agama terbesar diatas, masih ada beberapa agama lainya yang melahirkan
pemahaman falsafi yang sampai sekarang masih eksis. Misalnya Budha, Taoisme, dan lain
sebagainya.
Buddha dalam bahasa Sansekerta berarti mereka yang sadar, atau yang mencapai
pencerahan sejati (Dari perkataan Sansekerta: untuk mengetahui). Budha merupakan gelar
kepada individu yang menyadari potensi penuh mereka untuk memajukan diri dan yang
berkembang kesadarannya. Dalam penggunaan kontemporer, ia sering digunakan untuk merujuk
Siddharta Gautama yang dilahirkan pada tahun 623 SM di Taman Lumbini.
Sidharta adalah guru agama dan pendiri Agama Buddha (dianggap “Buddha bagi waktu
ini”). Dalam pandangan lainnya, ia merupakan tarikan dan contoh bagi manusia yang telah sadar.
Penganut Buddha tidak menganggap Siddharta Gautama sebagai sang hyang Buddha
pertama atau terakhir. Secara teknis, Buddha, seseorang yang menemukan Dharma atau Dhamma
(yang bermaksud: Kebenaran; perkara yang sebenarnya, akal budi, kesulitan keadaan manusia,
dan jalan benar kepada kebebasan melalui Kesadaran, datang selepas karma yang bagus (tujuan)
dikekalkan seimbang dan semua tindakan buruk tidak mahir ditinggalkan. Pencapaian nirwana
(nibbana) di antara ketiga jenis Buddha adalah serupa, tetapi Samma-Sambuddha menekankan
lebih kepada kualitas dan usaha dibandingkan dengan dua lainnya.
Taoisme merupakan filsafat Laozi dan Zhuangzi (570 SM ~470 SM) tetapi bukan agama.
Taoisme berasalkan dari kata “Dao” yang berarti tidak berbentuk, tidak terlihat tetapi merupakan
asas atau jalan atau cara kejadian kesemua benda hidup dan benda-benda alam semesta dunia.
Dao yang wujud dalam kesemua benda hidup dan kebendaan adalah “De”. Gabungan Dao
dengan De diperkenalkan sebagai Taoisme merupakan asasi alamiah. Taoisme bersifat tenang,
tidak berbalah, bersifat lembut seperti air, dan berabadi. Keabadian manusia adalah apabila
seseorang mencapai “Kesedaran Dao”. Penganut-penganut Taoisme mempraktekan Dao untuk
mencapai “Kesedaran Dao” dan juga mendewakan.
Taoisme juga memperkenalkan teori Yinyang. Yin dan Yang dengan saintifiknya
diterjemahkan sebagai negatif dan positif. Setiap benda adalah dualisme, terdapat positif mesti
adanya negatif; tidak bernegatif dan tidak berpositif jadinya kosong, tidak ada apa-apa. Bahkan
magnet, magnet memiliki kutub positif dan negatif, kedua-dua sifat tidak bisa diasingkan; tanpa
positif, tidak akan wujud negatif, magnet tidak akan terjadi.
BAB II
PEMBAHASAN
A. Kajian Filsafat
Definisi kata filsafat bisa dikatakan sebagai sebuah problem falsafi pula. Tetapi, paling
tidak bisa dikatakan bahwa “filsafat” adalah studi yang mempelajari seluruh fenomena
kehidupan dan pemikiran manusia secara kritis dan mendasar (radikal).
Kerapkali ilmu filsafat dipandang sebagai ilmu yang abstrak dan berada di awang-awang
(tidak mendarat) saja, padahal ilmu filsafat itu dekat dan berada dalam kehidupan kita sehari-
hari. Benar, filsafat bersifat tidak konkrit (atau lebih bisa dikatakan tidak tunggal), karena
menggunakan metode berpikir sebagai cara pergulatannya dengan realitas hidup kita.
Ini didalami tidak dengan melakukan eksperimen-eksperimen dan percobaan-percobaan,
tetapi dengan mengutarakan problem secara persis, mencari solusi untuk itu, memberikan
argumentasi dan alasan yang tepat untuk solusi tertentu, serta akhir dari proses-proses itu
dimasukkan ke dalam sebuah proses dialektik. Dialektik ini secara singkat bisa dikatakan
merupakan sebuah bentuk dialog. Untuk studi falsafi, mutlak diperlukan logika berpikir dan
logika bahasa.
Banyak pengertian-pengertian atau definisi-definisi tentang filsafat yang telah
dikemukakan oleh para filsuf. Menurut Merriam-Webster (dalam Soeparmo, 1984), filsafat
merupakan pengetahuan tentang kenyataan-kenyataan yang paling umum dan kaidah-kaidah
realitas serta hakekat manusia dalam segala aspek perilakunya seperti: logika, etika, estetika dan
teori pengetahuan.
Beberapa filsuf mengajukan beberapa definitif pokok filsafat seperti: Upaya spekulatif
untuk menyajikan suatu pandangan sistematik serta lengkap tentang seluruh realitas. Upaya
untuk melukiskan hakekat realitas akhir dan dasar serta nyata, Upaya untuk menentukan batas-
batas jangkauan pengetahuan: sumbernya, hakekatnya, keabsahannya, dan nilainya. Penyelidikan
kritis dan radikal atas pengandaian-pengandaian dan pernyataan-pernyataan yang diajukan oleh
berbagai bidang pengetahuan. Sesuatu yang berupaya untuk membantu kita melihat apa yang
kita katakan dan untuk mengatakan apa yang kita lihat.
Kalau menurut tradisi filsafati yang diambil dari zaman Yunani Kuno, orang yang
pertama memakai istilah philosophia dan philosophos ialah Pytagoras (592-497 S.M.), setelah
dia membaca tulisan Herakleides Pontikos (penganut ajaran Aristoteles) yang memakai kata
sophia. Pytagoras menganggap dirinya “philosophos” (pencinta kearifan). Baginya kearifan yang
sesungguhnya hanyalah dimiliki semata-mata oleh Tuhan.
Kata falsafah atau filsafat dalam bahasa Indonesia merupakan kata serapan dari bahasa
Arab فلسة, yang juga diambil dari bahasa Yunani; philosophia (Φιλοσοφία) Dalam bahasa ini,
kata tersebut merupakan kata majemuk dan berasal dari kata-kata (philia = persahabatan, cinta
dsb.) dan (sophia = “kebijaksanaan”). Sehingga arti harafiahnya adalah seorang “pencinta
kebijaksanaan” atau “ilmu”. Kata filosofi yang dipungut dari bahasa Belanda juga dikenal di
Indonesia. Bentuk terakhir ini lebih mirip dengan aslinya. Dalam bahasa Indonesia seseorang
yang mendalami bidang falsafah disebut “filsuf”.
Dalam istilah Inggris, philosophy, yang berarti filsafat, juga berasal dari kata Yunani
“philosophia” yang lazim diterjemahkan ke dalam bahasa tersebut sebagai cinta kearifan.
Menurut pengertiannya yang semula dari zaman Yunani Kuno itu, filsafat berarti cinta kearifan.
Namun, cakupan pengertian sophia yang semula itu ternyata luas sekali. Dahulu sophia tidak
hanya berarti kearifan saja, melainkan meliputi pula kebenaran pertama, pengetahuan luas,
kebajikan intelektual, pertimbangan sehat sampai kepandaian pengrajin dan bahkan kecerdikkan
dalam memutuskan soal-soal praktis (The Liang Gie, 1999).
Filsafat adalah usaha untuk memahami atau mengerti semesta dalam hal makna (hakikat)
dan nilai-nilainya (esensi) yang tidak cukup dijangkau hanya dengan panca indera manusia
sekalipun.Bidang filsafat sangatlah luas dan mencakup secara keseluruhan sejauh dapat
dijangkau oleh pikiran. Filsafat berusaha untuk menjawab pertanyaan-pertanyaan tentang asal
mula dan sifat dasar alam semesta tempat manusia hidup serta apa yang merupakan tujuan
hidupnya. Filsafat menggunakan bahan-bahan dasar deskriptif yang disajikan bidang-bidang
studi khusus dan melampaui deskripsi tersebut dengan menyelidiki atau menanyakan sifat
dasarnya, nila-nilainya dan kemungkinannya.Tujuannya adalah pemahaman dan kebijaksanaan.
Karena itulah filsafat merupakan pendekatan yang menyeluruh terhadap kehidupan dan dunia.
Suatu bidang yang berhubungan erat dengan bidang-bidang pokok pengalaman manusia.
B. Munculnya Filsafat
Akibat dari berkembangnya kesusasteraan Yunani dan masuknya ilmu pengetahuan serta
semakin hilangnya kepercayaan akan kebenaran yang diberikan oleh pemikiran keagamaan,
peran mitologi yang sebelumnya mengikat segala aspek pemikiran kemudian secara perlahan-
lahan digantikan oleh logos (rasio/ ilmu).
Pada saat inilah, para filsofof kemudian mencoba memandang dunia dengan cara yang
lain yang belum pernah dipraktekkan sebelumnya, yaitu berpikir secara ilmiah. Dalam mencari
keterangan tentang alam semesta, mereka melepaskan diri dari hal-hal mistis yang secara turun-
temurun diwariskan oleh tradisi. Dan selanjutnya mereka mulai berpikir sendiri. Di balik aneka
kejadian yang diamati secara umum, mereka mulai mencari suatu keterangan yang
memungkinkan mereka mampu mengerti kejadian-kejadian itu. Dalam artian inilah, mulai ada
kesadaran untuk mendekati problem dan kejadian alam semesta secara logis dan rasional.
Sebab hanya dengan cara semacam ini, terbukalah kemungkinan bagi pertanyaan-
pertanyaan lain dan penilaian serta kritik dalam memahami alam semesta. Semangat inilah yang
memunculkan filosof-filosof pada jaman Yunani. Filsafat dan ilmu menjadi satu.
Filsafat, terutama Filsafat Barat, muncul di Yunani semenjak kira-kira abad ke 7 S.M..
Filsafat muncul ketika orang-orang mulai berfikir-fikir dan berdiskusi akan keadaan alam, dunia,
dan lingkungan di sekitar mereka dan tidak menggantungkan diri kepada agama pada saat itu
yang dianggap sebagai “tirai besi keilmuan” lagi untuk mencari jawaban atas pertanyaan-
pertanyaan ini.
Banyak yang bertanya-tanya mengapa filsafat muncul di Yunani dan tidak di daerah yang
berberadaban lain kala itu seperti Babilonia, Yudea (Israel) atau Mesir. Jawabannya sederhana:
di Yunani, tidak seperti di daerah lain-lainnya tidak ada kasta pendeta sehingga secara intelektual
orang lebih bebas.
C. Sejarah Perkembangan Awal Filsafat Dunia
Meski istilah philosophia (Φιλοσοφία) pertama kali dimunculkan oleh Pythagoras, namun
orang Yunani pertama yang bisa diberi gelar filsuf ialah Thales (640-546 S.M.) dari Mileta
(sekarang di pesisir barat Turki). Ia merupakan seorang Filsuf yang mendirikan aliran filsafat
alam semesta atau kosmos dalam perkataan Yunani. Menurut aliran filsafat kosmos, filsafat
adalah suatu penelaahan terhadap alam semesta untuk mengetahui asal mulanya, unsur-unsurnya
dan kaidah-kaidahnya (The Liang Gie, 1999).
Dalam buku History and Philosophy of Science karangan L.W.H. Hull (1950), menulis
setidaknya sejarah filsafat dan ilmu dapat dibagi dalam beberapa periode, termasuk di dalamnya
tokoh-tokoh yang terkenal pada periode itu.
a. Periode pertama, filsafat Yunani abad 6 SM
Pada masa ini ahli filsafatnya adalah Thales, Anaximandros, dan Anaximenes yang
dianggap sebagai bapak-bapak fisafat dari Mileta. Thales berpendapat bahwa sumber kehidupan
adalah air. Makhluk yang pertama kali hidup adalah ikan dan menusia yang pertama kali terlahir
dari perut ikan. Thales juga berpendapat bahwa bumi terletak di atas air. Tentang bumi,
Anaximandros mengatakan bahwa bumi persis berada di pusat jagat raya dengan jarak yang
sama terhadap semua badan yang lain. Sementara Anaximenes dapat dikatakan sebagai pemikir
pertama yang mengemukakan persamaan antara tubuh manusia dan jagat raya. Udara di alam
semesta ibarat jiwa yang dipupuk dengan pernapasan di dalam tubuh manusia.
Setelah mereka bertiga, Yunani kemudian memiliki pemikir-pemikir terkenal yang lebih
berpengaruh lagi terhadap perkembangan fisafat, seperti Socrates, Plato, Aristoteles,
Phythagoras, Hypocrates, dan lain sebagainya.
b. Periode Kedua, Periode setelah kelahiran Al Masih (Abad 0-6 M)
Pada masa ini pertentangan antara gereja yang diwakili oleh para pastur dan para raja
yang pro kepada gereja, dengan para ulama filsafat. Sehingga pada masa ini filsafat mengalami
kemunduran. Para raja membatasi kebebasan berfikir sehingga filsafat seolah-olah telah mati
suri. Ilmu menjadi beku, kebenaran hanya menjadi otoritas gereja, gereja dan para raja yang
berhak mengatakan dan menjadi sumber kebenaran.
c. Periode Ketiga, Periode kejayaan Islam (Abad 6-13 M)
Pada masa ini dunia Kristen Eropa mengalami abad kegelapan, ada juga yang
menyatakan periode ini sebagai periode pertengahan. Masa keemasan atau kebangkitan Islam
ditandai dengan banyaknya ilmuan-ilmuan Islam yang ahli dibidang masing-masing, berbagai
buku inilah diterbitkan dan ditulis. Di antara tokoh-tokoh tersebut adalah Hanafi, Maliki, Syafii,
dan Hanbali yang ahli dalam hokum Islam, Al-farabi ahli astronomi dan matematika, Ibnu Sina
ahli kedokteran dengan buku terkenalnya yaitu The Canon of Medicine. Al-kindi ahli filsafat,
Al-ghazali intelek yang meramu berbagai ilmu sehingga menjadi kesatuan dan kesinambungan
dan mensintesis antara agama, filsafat, mistik dan sufisme . Ibnu Khaldun ahali sosiologi, filsafat
sejarah, politik, ekonomi, social dan kenegaraan. Anzahel ahli dan penemu teori peredaran
planet. Tetapi setelah perang salib terjadi umat Islam mengalami kemundurran, umat Islam
dalam keadaan porak-poranda oleh berbagai peperangan.
Terdapat 2 pendapat mengenai sumbangan peradaban Islam terhadap filsafat dan ilmu
pengetahuan, yang terus berkembang hingga saat ini. Pendapat pertama mengatakan bahwa
orang Eropa belajar filsafat dari filosof Yunani seperti Aristoteles, melalui kitab-kitab yang
disalin oleh St. Agustine (354 – 430 M), yang kemudian diteruskan oleh Anicius Manlius
Boethius (480 – 524 M) dan John Scotus. Pendapat kedua menyatakan bahwa orang Eropah
belajar filsafat orang-orang Yunani dari buku-buku filasafat Yunani yang telah diterjemahkan ke
dalam bahasa Arab oleh filosof Islam seperti Al-Kindi dan Al-Farabi. Terhadap pendapat
pertama Hoesin (1961) dengan tegas menolaknya, karena menurutnya salinan buku filsafat
Aristoteles seperti Isagoge, Categories dan Porphyry telah dimusnahkan oleh pemerintah
Romawi bersamaan dengan eksekusi mati terhadap Boethius, yang dianggap telah menyebarkan
ajaran yang dilarang oleh negara. Selanjutnya dikatakan bahwa seandainya kitab-kitab
terjemahan Boethius menjadi sumber perkembangan filsafat dan ilmu pengetahuan di Eropa,
maka John Salisbury, seorang guru besar filsafat di Universitas Paris, tidak akan menyalin
kembali buku Organon karangan Aristoteles dari terjemahan-terjemahan berbahasa Arab, yang
telah dikerjakan oleh filosof Islam.
Sebagaimana telah diketahui, orang yang pertama kali belajar dan mengajarkan filsafat
dari orang-orang sophia atau sophists (500 – 400 SM) adalah Socrates (469 – 399 SM),
kemudian diteruskan oleh Plato (427 – 457 SM). Setelah itu diteruskan oleh muridnya yang
bernama Aristoteles (384 – 322 SM). Setelah zaman Aristoteles, sejarah tidak mencatat lagi
generasi penerus hingga munculnya Al-Kindi pada tahun 801 M. Al-Kindi banyak belajar dari
kitab-kitab filsafat karangan Plato dan Aristoteles. Oleh Raja Al-Makmun dan Raja Harun Al-
Rasyid pada Zaman Abbasiyah, Al-Kindi diperintahkan untuk menyalin karya Plato dan
Aristoteles tersebut ke dalam Bahasa Arab.
Sepeninggal Al-Kindi, muncul filosof-filosof Islam kenamaan yang terus mengembangkan
filsafat. Filosof-filosof itu diantaranya adalah : Al-Farabi, Ibnu Sina, Jamaluddin Al-Afghani,
Muhammad Abduh, Muhamad Iqbal, dan
Ibnu Rushd.
Berbeda dengan filosof-filosof Islam pendahulunya yang lahir dan besar di Timur, Ibnu Rushd
dilahirkan di Barat (Spanyol). Filosof Islam lainnya yang lahir di barat adalah Ibnu Baja
(Avempace) dan Ibnu Tufail (Abubacer).
Ibnu baja dan Ibnu Tufail merupakan pendukung rasionalisme Aris-toteles. Akhirnya kedua
orang ini bisa menjadi sahabat.
Sedangkan Ibnu Rushd yang lahir dan dibesarkan di Cordova, Spanyol meskipun seorang dokter
dan telah mengarang Buku Ilmu Kedokteran berjudul Colliget, yang dianggap setara dengan
kitab Canon karangan Ibnu Sina, lebih dikenal sebagai seorang filosof.
Pandangan Ibnu Rushd yang menyatakan bahwa jalan filsafat merupakan jalan terbaik
untuk mencapai kebenaran sejati dibanding jalan yang ditempuh oleh ahli agama, telah
memancing kemarahan pemuka-pemuka agama, sehingga mereka meminta kepada khalifah yang
memerintah di Spanyol untuk menyatakan Ibnu Rushd sebagai atheis. Sebenarnya apa yang
dikemukakan oleh Ibnu Rushd sudah dikemukakan pula oleh Al-Kindi dalam bukunya Falsafah
El-Ula (First Philosophy). Al-Kindi menyatakan bahwa kaum fakih tidak dapat menjelaskan
kebenaran dengan sempurna, oleh karena pengetahuan mereka yang tipis dan kurang bernilai.
Pertentangan antara filosof yang diwakili oleh Ibnu Rushd dan kaum ulama yang diwakili
oleh Al-Ghazali semakin memanas dengan terbitnya karangan Al-Ghazali yang berjudul
Tahafut-El-Falasifah, yang kemudian digunakan pula oleh pihak gereja untuk menghambat
berkembangnya pikiran bebas di Eropah pada Zaman Renaisance. Al-Ghazali berpendapat
bahwa mempelajari filsafat dapat menyebabkan seseorang menjadi atheis. Untuk mencapai
kebenaran sejati menurut Al-Ghazali hanya ada satu cara yaitu melalui tasawuf (mistisisme).
Buku karangan Al-Ghazali ini kemudian ditanggapi oleh Ibnu Rushd dalam karyanya Tahafut-et-
Tahafut (The Incohenrence of the Incoherence).
Kemenangan pandangan Al-Ghazali atas pandangan Ibnu Rushd telah menyebabkan
dilarangnya pengajaran ilmu filsafat di berbagai perguruan-perguruan Islam. Hoesin (1961)
menyatakan bahwa pelarangan penyebaran filsafat Ibnu Rushd merupakan titik awal keruntuhan
peradaban Islam yang didukung oleh maraknya perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi.
Hal ini sejalan dengan pendapat Suriasumantri (2002) yang menyatakan bahwa perkembangan
ilmu dalam peradaban Islam bermula dengan berkembangnya filsafat dan mengalami
kemunduran dengan kematian filsafat.
Pada pertengahan abad 12 kalangan gereja melakukan sensor terhadap karangan Ibnu
Rushd, sehingga saat itu berkembang 2 paham yaitu paham pembela Ibnu Rushd (Averroisme)
dan paham yang menentangnya. Kalangan yang menentang ajaran filsafat Ibnu Rushd ini antara
lain pendeta Thomas Aquinas, Ernest Renan dan Roger Bacon. Mereka yang menentang
Averroisme umumnya banyak menggunakan argumentasi yang dikemukakan oleh Al-Ghazali
dalam kitabnya Tahafut-el-Falasifah. Dari hal ini dapat dikatakan bahwa apa yang diperdebatkan
oleh kalangan filosof di Eropah Barat pada abad 12 dan 13, tidak lain adalah masalah yang
diperdebatkan oleh filosof Islam.
d. Periode Keempat, Periode kebangkitan Eropa (Abad 12-17)
Bersamaannya dengan mundurnya kebudayaan Islam, Eropah mengalami kebangkitan.
Pada masa ini, buku-buku filsafat dan ilmu pengetahuan karangan dan terjemahan filosof Islam
seperti Al-Kindi, Al-Farabi, Ibnu Sina dan Ibnu Rushd diterjemahkan ke dalam Bahasa Latin.
Pada zaman itu Bahasa Latin menjadi bahasa kebudayaan bangsa-bangsa Eropah. Penterjemahan
karya-karya kaum muslimin antara lain dilakukan di Toledo, ketika Raymund menjadi uskup
Besar Kristen di Toledo pada Tahun 1130 – 1150 M. Hasil terjemahan dari Toledo ini menyebar
sampai ke Italia. Dante menulis Divina Comedia setelah terinspirasi oleh hikayat Isra dan Mikraj
Nabi Muhammad SAW. Universitas Paris menggunakan buku teks Organon karya Aristoteles
yang disalin dari Bahasa Arab ke dalam Bahasa Latin oleh John Salisbury pada tahun 1182.
Seperti halnya yang dilakukan oleh pemuka agama Islam, berkembangnya filsafat ajaran
Ibnu Rushd dianggap dapat membahayakan iman kristiani oleh para pemuka agama Kristen,
sehingga sinode gereja mengeluarkan dekrit pada Tahun 1209, lalu disusul dengan putusan
Papal Legate pada tahun 1215 yang melarang pengajaran dan penyebaran filsafat ajaran Ibnu
Rushd.
Pada Tahun 1215 saat Frederick II menjadi Kaisar Sicilia, ajaran filsafat Islam mulai
berkembang lagi. Pada Tahun 1214, Frederick mendirikan Universitas Naples, yang kemudian
memiliki akademi yang bertugas menterjemahkan kitab-kitab berbahasa Arab ke dalam Bahasa
latin. Pada tahun 1217 Frederick II mengutus Michael Scot ke Toledo untuk mengumpulkan
terjemahan-terjemahan filsafat berbahasa latin karangan kaum muslimin. Berkembangnya ajaran
filsafat Ibnu Rushd di Eropah Barat tidak lepas dari hasil terjemahan Michael Scot. Banyak
orientalis menyatakan bahwa Michael Scot telah berhasil menterjemahkan Komentar Ibnu Rushd
dengan judul de coelo et de mundo dan bagian pertama dari Kitab Anima.
Pekerjaan yang dilakukan oleh Kaisar Frederick II untuk menterje-mahkan karya-karya
filsafat Islam ke dalam Bahasa Latin, guna mendorong pengembangan ilmu pengetahuan di
Eropah Barat, serupa dengan pekerjaan yang pernah dilakukan oleh Raja Al-Makmun dan Harun
Al-Rashid dari Dinasti Abbasiyah, untuk mendorong pengembangan ilmu pengetahuan di Jazirah
Arab.
Setelah Kaisar Frederick II wafat, usahanya untuk mengembangkan pengetahuan
diteruskan oleh putranya. Untuk tujuan ini putranya mengutus orang Jerman bernama Hermann
untuk kembali ke Toledo pada tahun 1256. Hermann kemudian menterjemahkan Ichtisar
Manthiq karangan Al-Farabi dan Ichtisar Syair karangan Ibnu Rushd. Pada pertengahan abad 13
hampir seluruh karya Ibnu Rushd telah diterjemahkan ke dalam Bahasa Latin, termasuk kitab
tahafut-et-tahafut, yang diterjemahkan oleh Colonymus pada Tahun 1328.
e. Periode Filsafat Modern (Abad 17-20 M)
Dikenal Juga sebagai abad Äufklarung. Pada masa ini Kristen yang berkuasa dan menjadi
sumber otoritas kebenaran mengalami kehancuran, dan juga awal abad kemunduran bagi umat
Islam. Berbagai pemikiran Yunani muncul, alur pemikiran yang mereka anut adalah
rasionalitas, empirisrme, dan Kritisme. Peradaban Eropa bangkit melampaui dunia islam.
Masa ini juga memunculkan intelektual Gerard Van Cromona yang menyalin buku Ibnu Sina,
”The canon of medicine”, Fransiscan Roger Bacon, yang menganut aliran pemikiran empirisme
dan realisme berusaha menentang berbagai kebijakan gereja dan penguasa pada waktu itu.
Dalam hal ini Galileo dan Copernicus juga mengalami penindasan dari penguasa. Masa ini juga
menyebabkan perpecahan dalam agama Kristen, yaitu Kristen Katolik dan Protestan. Perlawanan
terhadap gereja dan raja yang menindas terus berlangsung Revolusi ilmu pengetahuan makin
gencar dan meningkat. Pada masa ini banyak muncul para ilmuwan seperti Newton dengan teori
gravitasinya, John Locke yang menghembuskan perlawanan kepada pihak gereja dengan
mengemukakan bahwa manusia bebas untuk berbicara, bebas mengeluarkan pendapat, hak untuk
hidup, hak untuk merdeka, serta hak berfikir. Hal serupa juga dilakuklan ole J.J .Rousseau
mengecam penguasa dalam bukunya yang berjudul Social Contak.
Hal berbeda terjadi didunai Islam, pada masa ini umat Islam tertatih untuk bangkit dari
keterpurukan spiritual. Intelektual Islam yang gigih menyeru umat Islam untuk kembali pada
ajaran al-Quran dan Hadis. Pada masa krisis moral dan peradaban muncul ilmuwan lainnya yaitu
Muhammad Abduh. Muhammad Abduh berusaha membangkitkan umat Islam untuk
menggunakan akalnya. Ia berusaha mengikis habis taklid. Hal tersebut dilakukan oleh
Muhammad Abduh agara umat Islam menemukan ilmu yang berasal dari al-Quran dan hadis.
Para filsuf zaman modern menegaskan bahwa pengetahuan tidak berasal dari kitab suci
atau ajaran agama, tidak juga dari para penguasa, tetapi dari diri manusia sendiri. Namun tentang
aspek mana yang berperan ada beda pendapat. Aliran rasionalisme beranggapan bahwa sumber
pengetahuan adalah rasio: kebenaran pasti berasal dari rasio (akal). Aliran empirisme,
sebaliknya, meyakini pengalamanlah sumber pengetahuan itu, baik yang batin, maupun yang
inderawi. Lalu muncul aliran kritisisme, yang mencoba memadukan kedua pendapat berbeda itu.
Aliran rasionalisme dipelopori oleh Rene Descartes (1596-1650 M). Dalam buku
Discourse de la Methode tahun 1637 ia menegaskan perlunya ada metode yang jitu sebagai dasar
kokoh bagi semua pengetahuan, yaitu dengan menyangsikan segalanya, secara metodis. Kalau
suatu kebenaran tahan terhadap ujian kesangsian yang radikal ini, maka kebenaran itu 100%
pasti dan menjadi landasan bagi seluruh pengetahuan.
Tetapi dalam rangka kesangsian yang metodis ini ternyata hanya ada satu hal yang tidak
dapat diragukan, yaitu “saya ragu-ragu”. Ini bukan khayalan, tetapi kenyataan, bahwa “aku ragu-
ragu”. Jika aku menyangsikan sesuatu, aku menyadari bahwa aku menyangsikan adanya. Dengan
lain kata kesangsian itu langsung menyatakan adanya aku. Itulah “cogito ergo sum”, aku berpikir
( menyadari) maka aku ada. Itulah kebenaran yang tidak dapat disangkal lagi. — Mengapa
kebenaran itu pasti? Sebab aku mengerti itu dengan “jelas, dan terpilah-pilah” — “clearly and
distinctly”, “clara et distincta”. Artinya, yang jelas dan terpilah-pilah itulah yang harus diterima
sebagai benar. Dan itu menjadi norma Descartes dalam menentukan kebenaran.
Descartes adalah pelopor kaum rasionalis, yaitu mereka yang percaya bahwa dasar semua
pengetahuan ada dalam pikiran.
Aliran empririsme nyata dalam pemikiran David Hume (1711-1776), yang memilih
pengalaman sebagai sumber utama pengetahuan. Pengalaman itu dapat yang bersifat lahirilah
(yang menyangkut dunia), maupun yang batiniah (yang menyangkut pribadi manusia). Oleh
karena itu pengenalan inderawi merupakan bentuk pengenalan yang paling jelas dan sempurna.
Hume merupakan pelopor para empirisis, yang percaya bahwa seluruh pengetahuan
tentang dunia berasal dari indera. Menurut Hume ada batasan-batasan yang tegas tentang
bagaimana kesimpulan dapat diambil melalui persepsi indera kita.
Adapun Kritisisme oleh Imanuel Kant (1724-1804) mencoba mengembangkan suatu
sintesis atas dua pendekatan yang bertentangan ini. Kant berpendapat bahwa masing-masing
pendekatan benar separuh, dan salah separuh. Benarlah bahwa pengetahuan kita tentang dunia
berasal dari indera kita, namun dalam akal kita ada faktor-faktor yang menentukan bagaimana
kita memandang dunia sekitar kita. Ada kondisi-kondisi tertentu dalam manusia yang ikut
menentukan konsepsi manusia tentang dunia. Kant setuju dengan Hume bahwa kita tidak
mengetahui secara pasti seperti apa dunia “itu sendiri” (”das Ding an sich”), namun hanya dunia
itu seperti tampak “bagiku”, atau “bagi semua orang”. Namun, menurut Kant, ada dua unsur
yang memberi sumbangan kepada pengetahuan manusia tentang dunia. Yang pertama adalah
kondisi-kondisi lahirilah ruang dan waktu yang tidak dapat kita ketahui sebelum kita
menangkapnya dengan indera kita. Ruang dan waktu adalah cara pandang dan bukan atribut dari
dunia fisik. Itu materi pengetahuan. Yang kedua adalah kondisi-kondisi batiniah dalam manusia
mengenai proses-proses yang tunduk kepada hukum kausalitas yang tak terpatahkan. Ini bentuk
pengetahuan. Demikian Kant membuat kritik atas seluruh pemikiran filsafat, membuat suatu
sintesis, dan meletakkan dasar bagi aneka aliran filsafat masa kini.
Begitulah pergulatan antar aliran filsafat Modern. Rasionalist diwakili Descartes,
Empirist diwakili Hume, dan Kritisme oleh Kant saling menkritik satu sama lain.
BAB III
PENUTUP
Jauh sebelum manusia menemukan dan menetapkan apa yang sekarang kita sebut sesuatu
sebagai suatu disiplin ilmu sebagaimana kita mengenal ilmu kedokteran, fisika, matematika, dan
lain sebagainya, umat manusia lebih dulu memfikirkan dengan bertanya tentang berbagai hakikat
apa yang mereka lihat. Dan jawaban mereka itulah yang nanti akan kita sebut sebagai sebuah
jawaban filsafati. Kalau ilmu diibiratkan sebagai sebuah pohon yang memiliki berbagai cabang
pemikiran, ranting pemahaman, serta buah solusi, maka filsafat adalah tanah dasar tempat pohon
tersebut berpijak dan tumbuh.
Metode filsafat adalah metode bertanya. Objek formal filsafat adalah ratio yang bertanya.
Sedang objek materinya ialah semua yang ada yang bagi manusia perlu dipertanyakan
hakikatnya. Maka menjadi tugas filsafat mempersoalkan segala sesuatu yang ada sampai
akhirnya menemukan kebijaksanaan universal.
Banyak yang bertanya-tanya mengapa filsafat muncul di Yunani dan tidak di daerah yang
berberadaban lain kala itu seperti Babilonia, Yudea (Israel) atau Mesir. Jawabannya sederhana:
di Yunani, tidak seperti di daerah lain-lainnya tidak ada kasta pendeta sehingga secara intelektual
orang lebih bebas.
Dalam perkembanganya, filsafat Yunani sempat mengalami masa pasang surut. Ketika
peradaban Eropa harus berhadapan dengan otoritas Gereja dan imperium Romawi yang
bertindak tegas terhadap keberadaan filsafat di mana dianggap mengancam kedudukannya
sebagai penguasa ketika itu.
Filsafat Yunani kembali muncul pada masa kejayaan Islam dinasti Abbasiyah sekitar
awal abad 9 M. Tetapi di puncak kejayaannya, dunia filsafat Islam mulai mengalami
kemunduran ketika antara para kaum filsuf yang diwakili oleh Ibnu Rusd dengan para kaum
ulama oleh Al-Ghazali yang menganggap filsafat dapat menjerumuskan manusia ke dalam
Atheisme bergolak. Hal ini setelah Ibnu Rusd sendiri menyatakan bahwa jalan filsafat
merupakan jalan terbaik untuk mencapai kebenaran sejati dibanding jalan yang ditempuh oleh
ahli atau mistikus agama.
Setelah abad ke-13, peradaban filsafat islam benar-benar mengalami kejumudan setelah
kaum ulama berhasil memenangkan perdebatan panjang dengan kaum filosof. Kajian filsafat
dilarang masuk kurikulum pendidikan. Pemerintahan mempercayakan semua konsep berfikir
kepada para ulama dan ahli tafsir agama. Beriringan dengan itu, di Eropa, demam filsafat sedang
menjamur. Banyak buku-buku karangan filosof muslim yang diterjemahkan kedalam bahasa
latin. Ini sekaligus menunjukkan bahwa setelah pihak gereja berkuasa pada masanya dan
sebelum peradaban Islam mulai menerjemahkan teks-teks aristoteles dan lain sebagainya oleh Al
Kindhi, di Eropa benar-benar tidak ditemukan lagi buku-buku filsafat hasil peradaban Yunani.
Entah kebetulan atau tidak, ketika filsafat di dunia islam bisa dikatakan telah usai dan
berpindah ke eropa, peradaban islam pun mengalami kemunduran sementara di eropa sendiri
mengalami masa yang disebut sebagai abad Renaissance atau abad pencerahan, pada sekitar abad
ke-15 M.
Tapi tidak demikian halnya dalam komunitas gereja. Periode ini juga menghantarkan
dunia kristen menjadi terbelah. Doktrin para pendeta katolik terus mendapatkan protes dari kaum
Protestan.
Adapun para filsuf zaman modern setelah masa aufklarung, abad ke-17 M, menegaskan
bahwa pengetahuan tidak berasal dari kitab suci atau ajaran agama, tidak juga dari para
penguasa, tetapi dari diri manusia sendiri. Para filsuf modern yang tercatat dalam sejarah ialah
Descartes, Karl Marx, Nietsche, JJ Rosseau, Dan lain sebagainya.
DAFTAR PUSTAKA
www.muslimphilosophy.com
id.wikipedia.org
www.cidcm.umd.edu
blog.wordpress.com
philosopi Mingguan Indonesia
Harian KOMPAS Rabu, 02 Mar 2005 Halaman: 46
kognItar.wordpres.org