typhoid
DESCRIPTION
typhoidTRANSCRIPT
DEMAM TYPHOID
Pendahuluan
Demam tifoid (severe enteric fever) merupakan infeksi demam sistemik akut yang disebabkan oleh
bakteri patogen enterik Salmonellae typhi dan harus dibedakan dengan enteric fever oleh Salmonelosis lain
(demam paratifoid, mild enteric fever), infeksi lokal Salmonella typhii, occult bakteremiam infeksi salmonela
asimtomatik, dan infeksi kronik.. Demam tifoid banyak ditemukan di negara-negara berkembang. Sumber
infeksi S. typhi umumnya manusia, baik orang sakit maupun orang sehat yang dapat menjadi pembawa kuman.
Infeksi umumnya disebarkan melalui jalur fekal-oral dan berhubungan dengan higienis dan sanitasi yang buruk
yaitu melalui makanan yang terkontaminasi kuman yang berasal dari tinja, kemih atau pus yang positif.
Penyebaran umumnya terjadi melalui air atau kontak langsung. Penyebab yang terdekat kemungkinan adalah
air (jalur yang paling sering) atau makanan yang terkontaminasi oleh karier manusia.
Epidemiologi
Demam tifoid masih merupakan penyakit yang terdapat , baik secara endemik maupun epidemik di
berbagai negara. Besarnya angka pasti kasus demam tifoid di dunia ini sangat sukar ditentukan, sebab penyakit
ini dikenal mempunyai gejala dengan spektrum klinisnya sangat luas.
Demam tifoid merupakan penyakit infeksi yang dijumpai secara meluas di daerah tropis dan subtropis
terutama di daerah dengan kualitas sumber air yang tidak memadai dengan standard hygiene dan sanitasi
yang rendah. Beberapa hal yang mempercepat terjadinya penyebaran demam tifoid di negara sedang
berkembang adalah urbanisasi, kepadatan penduduk, sumber air minum dan standar hygiene industri
pengolahan makanan yang masih rendah.
Diperkirakan angka kejadian dari 150/100,000/tahun di Amerika Selatan dan 900/100,000/tahun di
Asia. Umur penderita yang terkena di Indonesia (daerah endemis) dilaporkan antara 3-19 tahun mencapai 91%
kasus. Angka yang kurang lebih sama juga dilaporkan dari Amerika Selatan.
World Health Organization (WHO) telah menganggarkan sebanyak 12.5 juta kasus demeam tifoid terjadi
setiap tahunnya di seluruh dunia.
Etiologi
Demam tifoid adalah disebabkan oleh kuman Salmonella typhii yang merupakan bagian dari genus
Enterobacteriaceae. Salmonella merupakan organisme berbentuk batang, gram negatif, yang motil, tidak
berkapsul, dan tidak menghasilkan spora. Sebagian besar strain memfermentasi glukosa, mannosa, dan
manitol untuk menghasilkan asam dan gas, namun mereka tidak memfermentasi laktosa dan sukrosa.
Salmonella tumbuh secara aerobik namun dapat pula tumbuh secara fakultatif anaerob. Salmonella dapat
tahan terhadap berbagai kondisi fisik, namun dapat mati dengan cara memanaskan pada suhu 54 C selama 1
jam atau pada suhu 60 selama 15 menit. Mereka dapat tetap hidup pada lingkungan dengan suhu yang tidak
terlalu tinggi untuk beberapa hari dan dapat bertahan untuk beberapa minggu pada sistem pembuangan air,
makanan yang dikeringkan, dan feses manusia. Salmonella memiliki antigen somatik O dan antigen H pada
flagel. Antigen O merupakan komponen lipopolisakarida tahan panas yang terdapat pada membran bagian luar
sedangkan antigen H merupakan lipopolisakarida yang tidak tahan panas yang bisa ditemukan pada fase 1
maupun 2.
Transmisi
Salmonella typhi hanya dapat hidup di dalam tubuh manusia (manusia sebagai natural resevoir).
Manusia yang terinfeksi Salmonella typhi dapat mengeksresikannya melalui sekret saluran nafas, urin dan tinja
dalam jangka waktu yang sangat bervariasi. Salmonella typhi yang berada diluar tubuh manusia dapat hidup
untuk beberapa minggu apabila berada di dalam air, es, debu atau kotoran yang kering maupun pada pakaian.
Akan tetapi S. typhi hanya dapat hidup kurang dari 1 minggu pada raw sewage, dan mudah dimatikan dengan
klorinasi dan pasteurisasi (suhu 63C).
Terjadi penularan S. typhi sebagian besar melalui minuman/makanan yang tercemar oleh kuman yang
berasal dari penderita/pembawa kuman, biasanya keluar bersama-sama dengan tinja (melalui rute oral fekal =
jalur oro-fekal). Karena manusia merupakan satu-satunya natural resevoir S. typhi, diperlukan kontak secar
direk maupun indirek dengan penderita (sakit atau pembawa kronis) untuk terinfeksi.
Dapat juga terjadi transmisi secara transplasental dari seorang ibu hamil yang berada dalam bakteremia
kepada bayinya. Pernah dilaporkan juga terjadinya transmisi oro-fekal dari seorang ibu pembawa kuman pada
saat proses kelahirannya kepada bayinya dan sumbernya berasal dari laborotarium penelitian.
Patogenesis & Patofisiologi
Perkembangan penyakit setelah terinfeksi oleh Salmonella bergantung pada jumlah organisme yang
menginfeksi, tingkat virulensi, dan pertahanan tubuh dari penjamu. Salmonella yang masuk ke dalam tubuh
manusia melalui makanan dan air yang tercemar (105 – 109) dari mulut kemudian masuk ke dalam lambung. Di
dalam lambung, asam lambung merupakan perlindungan yang pertama. Tingkat keasaman dalam lambung
mencegah multiplikasi dari salmonella, dimana hampir sebagian besar bakteri dapat mati pada pH <2.0. Pada
kondisi achlorhydria, obat-obatan yang menetralkan asam lambng, pengosongan lambung yang terlalu cepat
seperti pada gastrectomy atau gastroenterostomy, juga jumlah bakteri yang terlalu besar memungkinkan
mereka untuk mencapai usus halus. Pada neonatus dan anak yang usianya lebih kecil biasanya masih pada
kondisi hypochlorhydria dan pengosongan lambung yang cepat,sehingga meningkatkan risiko munculnya
penyakit. Karena waktu transit minuman lebih singkat dibanding makanan, pada penyebaran penyakit lewat
air dengan jumlah bakteri yang lebih sedikit sudah dapat menimbulkan penyakit. Setelah dari lambung
kemudian bakteri akan masuk ke dalam usus halus dan usus besar. Setelah bermultiplikasi di dalam lumen,
bakteri akan masuk melalui Peyer Patches yang terletak di bagian distal dari ileum dan proximal dari colon
(ileocecal junction). Proses masuknya bakteri tersebut meliputi penempelan pada M cell kemudian dilanjutkan
dengan proses endositosis, translokasi sitoplasmik dari endosome yang terinfeksi ke membran basalis, dan
pelepasan ke lamina propria. Kemudian bakteri akan bermultiplikasi di dalam intestinal lymph nodes dan
selanjutnya dibawa ke mesenteric lymph node. Setelah itu bakteri akan menyebar ke aliran darah melalui
thoracic duct dan menyebabkan bakteremia yang pertama. Organisme yang bersirkulasi dalam darah akhirnya
mencapai sistem retikuloendothelial di hati, spleen, sumsum tulang, dan ke organ lainnya. Kandung empedu
merupakan salah satu organ yang dapat terinfeksi, multiplikasi pada dinding kandung empedu memproduksi
banyak bakteri yang masuk kembali ke dalam usus melalui empedu. Setelah proliferasi di sistem
retikuloendothelial kemudian akan masuk kembali ke aliran adarah dan menimbulkan bakteremia ke dua.
Penyebab utama demam dan gejala-gejala toksemia pada demam tifoid adalah disebabkan oleh
endotoksin Salmonella typhi yang berperan pada patogenesis demam tifoid karena Salmonella typhi
membantu terjadinya proses inflamasi lokal pada jaringan tempat Salmonella typhi berkembang biak dan
endotoksin Salmonella typhi merangsang sintesis dan pelepasan zat pirogen oleh leukosit pada jaringan yang
meradang.
Intestinal epithel
Lamina propria
Plaque Peyeri
Thoracic Duct
Target organ RES (liver, spleen,bone
marrow)
Other organs (metastatic)
Phagocytosis
Inflammation response
Cytokin (lokal,sistemik)
multiplication
Primary Bacteremia
Secondary Bacteremia
Manifestasi Klinis
Pada anak, periode inkubasi demam tifoid antara 3-30 dengan rata-rata antara 7-14 hari. Gejala klinis
demam tifoid sangat bervariasi, dari gejala klinis ringan dan tidak memerlukan perawatan khusus sampai
dengan berat sehingga harus dirawat. Variasi gejala ini disebabkan faktor galur Salmonella, status nutrisi dan
imunologik pejamu, jumlah inokulum, serta lama sakit. Gejala klinis juga bervariasi mengikut usia.
Semua pasien demam tifoid selalu menderita demam pada awal penyakit. Pada era pemakaian
antibiotik belum seperti pada saat ini, penampilan demam pada kasus demam tifoid mempunyai istilah khusus
yaitu step ladder temperature chart yang ditandai dengan demam timbul insidius, kemudian naik secara
bertahap setiap harinya dan mencapai titik tertinggi pada akhir minggu pertama, setelah itu demam akan
bertahan tinggi pada minggu ke-4 demam turun perlahan secara lisis, kecuali apabila terjadi fokus infeksi
seperti kolesistitis, abses jaringan lunak maka demam akan menetap. Banyak orang tua pasien demam tifoid
melaporkan bahwa demam lebih tinggi saat sore dan malam hari dibanding dengan pagi harinya. Pada saat
demam sudah tinggi, pada kasus demam tifoid dapat disertai gejala sistem saraf pusat; seperti kesadaran
berkabut atau delitium atau obtundasi, atau penurunan kesadaran mulai apati sampai koma.
Gejala sistemik lain yang menyertai timbulnya demam adalah nyeri kepala, malaise, anoreksia, mialgia,
nyeri perut dan radang tenggorokan. Pada kasus yang berpenampilan klinis berat, pada saat demam tinggi
akan tampak toksik/sakit berat. Bahkan dapat juga dijumpai penderita demem tifoid yang datang dengan syok
hipovolemik sebagai akibat jurang masukan cairan dan makanan.
Gejala gastrointestinal pada kasus demam tifoid sangat bervariasi. Pasien dapat mengeluh obstipasi,
obstipasi kemudian disusul dengan episide diare, pada sebagian pasien lidah tampak kotor dengan putih di
tengah sedang tepi dan ujungnya kemerahan. Banyak dijumpai gejala meteorismus, berbeda dengan buku
bacaan barat pada anak Indonesia lebih banyak dijumpai hepatomegali dibandingkan splenomegali.
Rose spot suatu ruam makulopapular yang berwarna merah dengan ukuran 2-4 m sering kali
dijumpai pada daerah abdomen, toraks extremitas dan punggung pada orang kulit putih, tidak pernah
dilaporkan ditemukan pada anak Indonesia.
Bronkitis banyak dijumpai pada demam tifoid sehingga buku ajar lama bahkan menganggap sebagai
bagian dari penyakit demem tifoid. Bradikardi relatif jarang dijumpai pada anak.
Sindroma Klinis Demam Enterik Berdasarkan Usia
- Neonatal
Penyakit typhoid pada ibu bisa menyebebkan aborsi, berat badan lahir rendah dan prematuritas. Jika
demam tifoid terjadi pada usia gestasi lanjut, maka dapat ditularkan ke janin. Gejala akan tampak dalam 3
hari setelah persalinan. Keluhan yang sering ditemukan adalah muntah, diare dan distensi abdomen. Suhu
tubuh bervariasi tetapi bisa mencapai 40.5C. Kejang bisa ditemukan. Pembesaran hepar, lien, anoreksia,
ikterik dan penurunan berat badan dapat ditemukan
- Bayi dan Balita
Kejadian demam enterik jarang didapatkan pada bayi dan anak < 5 tahun. Gejala yang timbul biasanya
ringan,sehingga mempersulit penegakkan diagnosis. Demam ringan dan rasa lesu/lemah seringkali disalah
artikan sebagai viral syndrome pada bayi dengan kultur S.typhii yang positif. Gejala umum yang sering
tampak adalah diare dan gejala infeksi saluran nafas bagian bawah.
- Anak Usia Sekolah dan Remaja
Gejala klinis terjadi secara perlahan. Gejala-gejala awal biasanya ditemukan demam, malaise, anoreksia,
mialgia, nyeri abdomen dan sakit kepala yang muncul pada 2-3 hari pertama. Meskipun pada awal
perjalanan penyakit biasanya ditemukan diare yang menyerupai pea-soup namun pada perjalanan
selanjutnya konstipasi merupakan gejala yang sering ditemukan. Batuk dan epistaksis juga dapat terjadi.
Pada anak-anak tertentu, letargi ditemukan. Pada awal perjalanan penyakit akan muncul demam remiten
yang semakin lama semakin tinggi (gambaran seperti anak tangga) namun akan menetap menjadi
unremitting fever pada minggu kedua dan menurun setelah minggu ketiga.
Pada minggu kedua, akan terjadi demam tinggi yang menetap, lemas, anoreksi dan rasa tidak nyaman pada
perut menjadi semakin parah. Pasien akan tampak sakit berat dan dapat timbul gangguan status mental
berupa disorientasi, letargi, delirium, dan stupor.
Pada pemeriksaan fisik ditemukan bradikatdi relative, hepatomegali, pembesaran lien dan distensi
abdominal dengan rasa nyeri yang sulit ditentukan. Rose spot ditemukan pada 50% pasien dan mungkin
sukar di observasi pada pasien berkulit gelap, muncul pada hari ke-7 hingga 10. Lesinya berbentuk diskret,
erythematous, dengan diameter 1-5 mm dan menjadi pucat apabila ditekan. Ruam ini menghilang setelah
2-3 hari dan meninggalkan warna kecoklatan pada kulit. Sering ditemukan didaerah antara toraks dan
abdomen.
- Bila terjadi komplikasi maka manifestasi klinis yang terjadi tergantung dari bentuk komplikasinya. Bila tidak
terjadi komplikasi, gejala tersebut akan membaik dalam 2-4 minggu, tetapi rasa lemah/lesu dan letargi
menetap selama 1-2 bulan.
Diagnosa Banding
Pada stadium dini demam tifoid, beberapa penyakit kadang-kadang secara klinis dapat
dipertimbangkan sebagai diagnosis banding yaitu influenza, gastroenteritis, bronkitis dan bronkopneumonia.
Beberapa penyakit yang disebabkan oleh mikroorganisme intraselular seperti tuberkulosis, infeksi jamur
sistemik, bruselosis, tularemia, shigelosis dan malaria juga perlu difikirkan.
Pada demam tifoid yang berat, sepsis, leukemia, limfoma, penyakit Hodgkin, Sysemic Lupus
Erythematosus dan Juvenile Rheumatid Arthritis dapat difikirkan sebagai diagnosis banding.
Diagnosa
Untuk menegakkan diagnosis demam tifoid harus terdapat 2 komponen yang terpenuhi, yaitu
ditemukannya sindrom klinis demam enterik dan ditemukan bukti kuat adanya S.typhii baik dari pemeriksaan
kultur (baku emas standar) maupun pemeriksaan serologis. Namun, WHO mendefinisikan demam tifoid klinis
(clinical typhoid fever) pada penderita dengan sindrom klinis enteric fever namun laboratorium menunjukkan
hasil negatif.
Pemeriksaan Penunjang
1. Darah Rutin
Sering ditemukan anemia normokrom-normositer akibat supresi sumsum tulang, leukopenia tapi
jarang < 2500/mm3 disertai limfositosis relatif. Dapat disertai trombositopenia yang cukup berat pada
akhir minggu pertama.
2. Kimia Darah
Pada penderita dengan penyulit hepatitis tifosa dapat ditemukan peningkatan transaminase hepar
dan bilirubin serum. Pada penderita gizi buruk dapat ditemukan hiponaterima dan hipokalemia.
3. Biakan Salmonella
Pada darah umumnya biakan positif pada minggu pertama dan awal minggu kedua (60-80%), dari rose
spot (60%), sumsum tulang (80-90%). Pada urin dan feses dapat ditemukan sesudah bakteremia
sekunder yaitu pada minggu ke-2-3.
4. Serologi
Pemeriksaan serologis baik widal maupun pemeriksaan kadar IgM anti S-typhii memberi hasil yang
tepat bila dilakukan pada hari ke-5 atau lebih, sehingga bila pemeriksaan dilakukan pada hari pertama
sampai dengan hari ke-4 maka hasil negatif sangat mungkin adalah negatif palsu.
Tes widal
o Terdapat tiga jenis antibodi yang dapat diperiksa :
- Antibodi O muncul lebih awal namun hanya untuk waktu yang singkat (4-6 bulan)
- Antibodi H muncul lebih belakangan dan bertahan lebih lama (9 bulan – 2 tahun)
- Antibodi Vi muncul pada karier
o Hasil pemeriksaan uji widal positif tidak boleh ditentukan hanya dengan satu kali
pemeriksaan apalagi dengan nilai serologis 1/80-1/160. Hasil positif yang digunakan adalah
bila dalam dua kali pemeriksaan berturut-turut yang dilakukan berselang minimal 5-7 hari
menunjukkan peningkatan nilai seologis sebesar 4 kali.
o Interpretasi dari widal bergantung pada
- Stadium penyakit
- Metode laboratorium
- Endemisitas penyakit
- Riwayat imunisasi
- Riwayat pengobatan
Tubex-TF
Typhidot
Komplikasi
Komplikasi Intestinal
1. Perdarahan Intestinal
Pada nodus Peyer, usus yang terinfeksi dapat terbentuk tukak atau luka berbentuk lonjong dan
memanjang terhadap sumbu usus. Bila luka mengenai pembuluh darah maka terjadi perdarahan.
Selanjutnya, bila tukak menembus dinding usus, maka perforasi dapat terjadi. Perdarahan juga dapat
terjadi karena gangguan koagulasi darah atau gabungan kedua faktor. Perdarahan hebat dapat terjadi
sehingga penderita mengalami syok.
2. Perforasi Usus
Terjadi pada 3% penderita yang dirawat. Biasanya timbul pada minggu ketiga. Selain gejala umum demam
tifoid, penderita mengeluh nyeri perut hebat terutama di daerah kuadran kanan bawah yang kemudian
menyebar ke seluruh perut dan disertai tanda-tanda ileus, mual, dan muntah. Bising usus melemah pada
50% penderita dan pekak hati terkadang tidak ditemukan karena adanya udara bebas di abdomen. Selain
itu terdapat peningkatan tahanan muskular. Pada pemeriksaan radiologis abdomen ditemukan gas bebas
di abdomen atau gas pada daerah diafragma bawah.
Komplikasi Ekstraintestinal
1. Komplikasi Hematologis: Anemia Hemolitik, Trombositopenia, KID
Trombositopenia sering dijumpai. Hal ini mungkin terjadi karena menurunnya produksi trombosit di
sumsum tulang selama proses infeksi dan meningkatnya destruksi trombosit di sistem retikuloendotelial.
2. Komplikasi Hepatobilier: Hepatitis, Kolesistitis
Pada hepatitis yang disebabkan demam tifoid, kenaikan enzim transaminase tidak relevan dengan
kenaikan serum bilirubin. Hepatitis tifosa dapat terjadi pada penderita malnutrisi dan sistem imun yang
kurang. Demam pada hepatitis tifosa dapat terjadi bersamaan dengan ikterus yang ringan.
3. Komplikasi Kardiovaskular: Miokarditis, Tromboflebitis, Cardiomyopathy dilatasi
Penderita dengan miokarditis biasanya tanpa gejala kardiovaskular atau dapat berupa keluhan sakit dada,
gagal jantung kongestif, aritmia, atau syok kardiogenik. Perubahan elektrokardiografi yang menetap
disertai aritmia mempunyai prognosis yang buruk.
4. Komplikasi Neuropsikiatrik/Tifoid Toksik
Manifestasi neuropsikiatrik dapat berupa delirium dengan/atau tanpa kejang, semikoma atau koma,
parkinson rigidity/transient parkinsonism, meningismus, skizofrenia sitotoksik, mania akut, hipomania,
ensefalomielitis, meningitis, polineuritis perifer, sindrom Guillain-Barre, dan psikosis. Terkadang gejala
demam tifoid diikuti suatu sindrom klinis berupa gangguan atau penurunan kesadaran akut (kesadaran
berkabut, apatis, delirium, somnolen, sopor, atau koma) dengan/atau tanpa disertai kelainan neurologis
lainnya dan dalam pemeriksaan cairan serebrospinal masih dalam batas normal. Sindrom ini disebut tifoid
toksik, demam tifoid ensefalopati, demam tifoid dengan toksemia, atau demam tifoid berat.
5. Komplikasi Paru: Bronkhitis,Pneumonia, Empiema, Pleuritis
6. Komplikasi Ginjal: Glomerulonefritis, Pielonefritis, Perinefritis
7. Komplikasi Tulang: Osteomielitis, Periostitis, Spondilitis, Artritis
Komplikasi Demam TyphoidKomplikasi intraintestinal
Perforasi usus Perdarahan intra abdomen
Paralisis segmental Peritonitis
Komplikasi ekstraintestinal Pneumonia Bronchitis Miokarditis Endokarditis Meningitis TTIK Trombosis serebral
Khorea Afasia Ketulian Neuritis optik dan perifer Hepatitis Pankreatitis Kolesistitis Pielonefritis
Sindrom nefrotik Nekrosis sumsum tulang Osteomyelitis Artritis septik Parotitis Orkhitis Limfadenitis supuratif
Terapi
1. Suportif
Tirah baring
Cairan dan kalori
Penuhi kebutuhan volume cairan intravaskular dan jaringan dengan pemberian oral/parenteral,
perhatikan keseimbangan cairan dan elektrolit
Antipiretik
Diet
Makanan tidak berserat dan mudah dicerna, setelah demam reda dapat segera diberikan makanan
yang lebih padat dengan kalori cukup.
2. Medikamentosa
Obat antibiotik untuk eradikasi kuman S. typhiiKloramfenikol
AmpisilinAmoksisilinTMP-SMX
Ceftriaxone
CefotaximeCefixime
50-75mg/kgbb/hari PO atau 75 mg/kgbb/hari IV, setiap 6 jam, selama 2 minggu;dosis maks 3gr/hari200mg/kgbb/hari IV, setiap 6 jam, selama 2 minggu; dosis maks 8gr/hari100mg/kgbb/hari PO, setiap 4-6 jam, selama 2 mingguTMP 10mg/kgbb/hari + SMX 50mg/kgbb/hari PO, setiap 12 jam, selama 2 minggu; dosis maks TMP 160 mg/12 jam + SMX 800mg/12 jam50 mg/kgbb/hari IV selama 5 hariUntuk keadaan resisten 100 mg/kgbb/hari IV atau IM, dosis tunggal atau setiap 12 jam, selama 2 minggu;dosis maks 4 gr/hari150mg/kgbb/hari IV, setiap 12 jam, selama 2 minggu; dosis maks 12 gr/hari20mg/kgbb/hari PO, setiap 12 jam, selama 8 hari
Oral ParenteralTanpa penyulit Kloramfenikol 50-75 mg/kgBB/hr selama 14-21 hr
Amoxicillin 75-100 mg/kgBB/hr selama 14 hrTNP-SMX 8/40 mg/kgBB/hr selama 14 hr
Kloramfenikol 75 mg/kgBB/hr selama 14-2 hrAmpisillin 75-100mg/kgBB/hr selama 14 hr
Terapi alternatif tanpa penyulit
Cefixime 15-20 mg/kgBB/hr selama 7-14 hr (multi-drug resistance0Azithromycine (quinolone resistance) 8-10mg/kgBB/hr selama 7 hr
Dengan penyulit Kloramfenikol 100 mg/kgBB/hr selama 14-21 hrAmpisilin 100 mg/kgbb/hr selama 14 hrCeftriaxone 75 mg/kgBB/hr
Cefotaxime 80 mg/kgBB/hr selama 10-14 hr
Selain antibiotik, kortikosteroid juga diberikan pada kasus berat dengan gangguan kesadaran,
delirium, koma, gangguan sirkulasi, syok dan gejala yang berpanjangan. Kortikosteroid disamping antibiotik
dapat menurukan angka kematian. Di antara kortokosteroid yang diberikan adalah:
a. Deksametason 3mg/kgBB/hari inisial, 1 mg/kgBB/6 jam untuk selama 48 jam.
b. Prednison 1-2 mg/kgBB/hari peroral dibahagi 3 dosis.
Demam tifoid dengan penyulit pendarahan usus kadang-kadang memerlukan transfusi darah.
Sedangkan apabila diduga terjadi perforasi, adanya cairan pada peritoneum dan udara bebas pada foto
abdomen dapat membantu menegakkan diagnosis. Laparatomi segera harus dilakukan pada perfusi usus
disertai penambahan antibiotik metronidazole dapat memperbaiki prognosis.
INDIKASI PULANG
Pasien demam tifoid ringan-sedang yang dirawat dapat dipulangkan setelah 2-3 hari bebas panas,
sedangkan pasien demam tifoid berat sebaiknya dirawat hingga komplikasi dapat diatasi atau setidaknya
sampai 5 hari bebas demam