upaya peningkatan prestasi belajar ipa siswa kelas …core.ac.uk/download/pdf/12345221.pdf · nip....
TRANSCRIPT
i
UPAYA PENINGKATAN PRESTASI BELAJAR IPA SISWA KELAS III
MELALUI PENERAPAN METODE GUIDED INQUIRY - DISCOVERY
SKRIPSI
Diajukan untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan
Guna Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan
Oleh :
RIKA NANDA PUSPITASARI NIM : X 7107517
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS SEBELAS MARET SURAKARTA
2009
ii
HALAMAN PERSETUJUAN
Skripsi dengan judul “Upaya Peningkatan Prestasi Belajar IPA Siswa
Kelas III Melalui Penerapan Metode Guided Inquiry–Discovery”
Oleh :
Nama : Rikananda Puspitasari
NIM : X7107517
Telah disetujui untuk dipertahankan di hadapan Tim Penguji Skripsi Fakultas
Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Sebelas Maret Surakarta.
Pada hari :
Tanggal :
Persetujuan Pembimbing
Pembimbing I Pembimbing II
Dra. Hj. Siti Wahyuningsih, M.Pd Dra. Peduk Rintayati, M.Pd NIP. 131 570 063 NIP. 131 127 171
Ketua Program PGSD
Drs. Kartono, M.Pd. NIP. 130 605 454
iii
PENGESAHAN
Skripsi dengan judul “Upaya Peningkatan Prestasi Belajar IPA Siswa
Kelas III Melalui Penerapan Metode Guided Inquiry–Discovery”
Oleh :
Nama : Rikananda Puspitasari
NIM : X7107517
Telah dipertahankan di hadapan Tim Penguji Skripsi Fakultas Keguruan dan Ilmu
Pendidikan Universitas Sebelas Maret Surakarta dan diterima untuk memenuhi
persyaratan mendapatkan gelar Sarjana Pendidikan.
Pada Hari :
Tanggal :
Tim Penguji Skripsi :
Nama Terang Tanda Tangan
Ketua : Drs. Kartono, M.Pd ……………
Sekretaris : Drs. Hasan Mahfud, M.Pd ……………
Anggota I : Dra. Hj. Siti Wahyuningsih, M.Pd ……………
Anggota II : Dra. Peduk Rintayati, M.Pd ……………
Disahkan oleh
Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan
Universitas Sebelas Maret
Dekan,
Prof. Dr. H. M. Furqon Hidayatulah, M.Pd NIP. 19600727 198702 1 001
iv
ABSTRAK
Rikananda Puspitasari, NIM X7107517. UPAYA PENINGKATAN PRESTASI BELAJAR IPA SISWA KELAS III MELALUI PENERAPAN METODE GUIDED INQUIRY – DISCOVERY (Penelitian Tindakan Kelas). Skripsi, Surakarta : Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan. Universitas Sebelas Maret, Juni 2009.
Tujuan penelitian ini adalah untuk meningkatkan prestasi belajar IPA siswa kelas III SD Negeri Karangbangun, Jumapolo, Karanganyar melalui penerapan metode guided inquiry – discovery.
Penelitian ini menggunakan metode Penelitian Tindakan Kelas yang berisi alur penelitian meliputi empat tahapan, dimulai dari perencanaan tindakan, pelaksanaan tindakan, observasi dan refleksi. Empat tahapan tersebut membentuk siklus. Penelitian ini berlangsung dalam tiga siklus. Teknik pengumpulan data dalam penelitian ini adalah dokumentasi, tes hasil belajar, lembar observasi, wawancara. Teknis analisis data yang digunakan adalah model analisis interaktif, yaitu ketertkaitan antara tiga komponen antara lain : pengumpulan data / reduksi data, sajian data dan penarikan kesimpulan/verifikasi.
Hasil penelitian tindakan kelas ini dapat disimpulkan : Penerapan metode guided inquiry - discovery dapat meningkatkan prestasi belajar IPA siswa kelas III SD Negeri Karangbangun. Hal ini dilihat dari prosentase kenaikan nilai IPA siswa kelas II dari siklus I sampai Siklus III. Pada siklus I siswa yang mendapat nilai minimal 60 ada 9 anak atau 47,37%, pada siklus II siswa yang mendapat nilai minimal 60 ada 10 anak atau 52,63% dari 19 siswa, dan siklus III siswa yang mendapat nilai minimal 60 ada 17 anak atau 89,47% dari 19 anak. Dari siklus I kemudian dilaksanakan siklus II prestasi siswa mengalami prosentase kenaikan 5,26%; dari siklus II kemudian dilaksanakan siklus III mengalami prosentase kenaikan 36,84%.
v
ABSTRACT
Rikananda Puspitasari, NIM X7107517. The Effort Increase Science Achievement of Third Grade Through Guided Inquiry Discovery Method. Faculty of Teacher Training and Education Sebelas Maret University of Surakarta. June, 2009.
The purpose of this reseacrh is to increase science achievement of third grade of Karangbangun Elementary School, Jumapolo Karanganyar trough guided inquiry – discovery.
This research uses class action research that consists of planning of action four steps : action, plan, observation and reflection. The four steps makes cycles. This research is done in 3 cycle’s. The technique of gathering data is documentation, test, observation and interview. Technique of analysis data is interaction analysis model, that is relation between 3 components : data collection, data presentation and drawing conclusion.
The conclusion of class action research is using guided inquiry discovery method can increase science achievement at third grade of Karangbangun Elementary School. It can be seen from the increasing science achievement percentage from cycles 1 to cycles 3. In the first cycles, students who have 60 are 9 students/47,37%; in the second cycles student who has 60 are 10 students/52,63% and the third cycles students who has 60 are 17 students/89,47%. From 1st cycles the 2nd cycles is done, the increasing of percentage is 5,26%. From 2nd cycles then 3rd cycles is done, the increasing of percentage is 36,84%.
vi
MOTTO
Bacalah dengan nama Tuhanmu yang maha pencipta.
(Q.S. Al Alaq : 1)
vii
PERSEMBAHAN
Kupersembahkan karya ini sebagai wujud syukur,
cinta dan terima kasihku kepada :
1. Ayah dan Bunda yang senantiasa memberi
dukungan dan kepercayaan
2. Ayah Laras dan si kecil yang senantiasa
memberi keceriaan.
3. Sahabat-sahabat senasib dan seperjuangan
Program S1 PGSD angkatan 2007
viii
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena
dengan berkat dan rahmat-Nya penulis dapat menyelesaikan skripsi untuk
memenuhi persyaratan mendapatkan gelar Sarjana Pendidikan Bahasa, Sastra
Indonesia dan Daerah. Banyak hambatan yang menimbulkan kesulitan dalam
penulisan skripsi ini, namun berkat bantuan dari berbagai pihak akhirnya
kesulitan-kesulitan yang timbul dapat diatasi. Untuk itu, atas segala bentuk
bantuannya penulis mengucapkan terima kasih kepada yang terhormat :
1. Prof. Dr. H. M. Furqon Hidayatullah, M.Pd., selaku Dekan Fakultas
Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Sebelas Maret Surakarta yang
telah memberikan izin penelitian
2. Drs. Kartono, MPd., selaku Ketua Program Pendidikan Sekolah Dasar yang
telah memberikan izin penulisan skripsi.
3. Dra. Hj. Siti Wahyuningsih, M.Pd., selaku Pembimbing I yang dengan sabar
memberikan bimbingan, dukungan dan motivasi.
4. Drs. Peduk Rintayati, M.Pd., selaku Dosen Pembimbing II yang senantiasa
memberikan bimbingan.
5. Bapak dan Ibu Dosen Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Program S1
PGSD yang telah tulus ikhlas menularkan ilmu kepada penulis.
6. Sugiyanto, S.Pd., selaku Kepala Sekolah Negeri Karangbangun.
7. Berbagai pihak yang telah membantu, terutama teman-teman penulis yang
selalu memberi dukungan.
ix
Semoga amal kebaikan semua pihak tersebut mendapatkan imbalan dari
Allah SWT.
Surakarta, Juni 2009
Penulis
x
DAFTAR ISI
Halaman
JUDUL......................................................................................................... i
PERSETUJUAN .......................................................................................... ii
PENGESAHAN........................................................................................... iii
ABSTRAK................................................................................................... iv
ABSTRACT................................................................................................. v
MOTTO ....................................................................................................... vi
PERSEMBAHAN........................................................................................ vii
KATA PENGANTAR ................................................................................. viii
DAFTAR ISI................................................................................................ x
DAFTAR TABEL........................................................................................ xix
DAFTAR GAMBAR .................................................................................. xv
DAFTAR LAMPIRAN................................................................................ xvi
BAB I PENDAHULUAN.................................................................... 1
A. Latar Belakang Masalah...................................................... 1
B. Rumusan Masalah ............................................................... 7
C. Tujuan Penelitian ............................................................... 8
D. Manfaat Penelitian ............................................................. 8
BAB II LANDASAN TEORI................................................................ 9
A. Tinjauan Pustaka ................................................................ 9
1. Tinjauan Tentang Prestasi Belajar ................................. 9
a. Pengertian Prestasi ................................................... 9
xi
b. Pengertian Belajar .................................................... 9
c. Pengertian Prestasi Belajar....................................... 17
2. Tinjauan Tentang IPA.................................................... 21
a. Pengertian IPA ......................................................... 21
b. Tujuan Pembelajaran IPA ........................................ 22
c. Fungsi Pembelajaran IPA......................................... 24
3. Tinjauan tentang Metode Pembelajaran Inquiry ........... 28
a. Pengertian Pembelajaran.......................................... 28
b. Pengertian Metode Inquiry ...................................... 31
c. Tujuan Pembelajaran dengan Metode Inquiry ......... 36
4. Tinjauan tentang Metode Discovery ............................. 37
a. Pengertian Metode Discovery ................................. 37
b. Tujuan Penggunaan Metode Discovery ................... 38
c. Peran Guru dalam Proses Pembelajaran yang
Menggunakan Metode Discovery ........................... 40
d. Metode Guidde Inquiry-Discovery ......................... 43
5. Hakikat Pembelajaran IPA dengan Penerapan Metode
Guided Inquiry-Discovery pada Siswa Kelas III SD ... 47
B. Kerangka Pemikiran ........................................................... 48
C. Hipotesis.............................................................................. 49
BAB III METODE PENELITIAN ......................................................... 50
A. Tempat Dan Waktu Penelitian ........................................... 50
B. Populasi .............................................................................. 50
xii
C. Sumber Data........................................................................ 51
D. Teknik Pengumpulan Data.................................................. 52
E. Validitas Data...................................................................... 54
F. Teknik Analisis Data........................................................... 54
G. Prosedur Penelitian ............................................................. 55
H. Indikator Ketercapaian Tujuan............................................ 58
I. Kendala yang Dihadapi ....................................................... 58
BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN........................ 60
A. Deskripsi Hasil Penelitian .................................................. 60
1. Kondisi Awal (Pra Tindakan) ....................................... 60
B. Pelaksanaan Tindakan ........................................................ 62
1. Siklus I .......................................................................... 62
a. Perencanaan Tindakan ........................................... 62
b. Pelaksanaan............................................................. 63
c. Observasi................................................................. 64
d. Analisis Siklus......................................................... 66
2. Siklus II ........................................................................ 69
a. Perencanaan ........................................................... 69
b. Pelaksanaan............................................................. 70
c. Observasi................................................................. 72
d. Analisis Siklus......................................................... 73
3. Siklus III........................................................................ 77
a. Perencanaan ........................................................... 77
xiii
b. Pelaksanaan............................................................. 78
c. Observasi................................................................. 79
d. Analisis Siklus......................................................... 81
C. Pembahasan Hasil Penelitian .............................................. 84
BAB V SIMPULAN, IMPLIKASI DAN SARAN............................... 88
A. Simpulan ............................................................................ 88
B. Implikasi.............................................................................. 88
C. Saran ................................................................................... 90
DAFTAR PUSTAKA .................................................................................. 92
LAMPIRAN-LAMPIRAN
xiv
DAFTAR TABEL
Halaman
Tabel 1. Distribusi Kecerdasan IQ menurut Standfor Revision.............. 20
Tabel 2. Frekuensi Nilai Mid Semester IPA Siswa Kelas III SD
Megeri Karangbangu ................................................................ 60
Tabel 3. Prosentase Hasil Observasi Siklus I ........................................ 66
Tabel 4. Frekuensi Nilai IPA Siswa Kelas III Siklus I ........................... 67
Tabel 5. Prosentase Hasil Observasi Siklus II ....................................... 74
Tabel 6. Frekuensi Nilai IPA Siswa Kelas III Siklus II ......................... 75
Tabel 7. Prosentase Hasil Observasi Siklus III .................................... 81
Tabel 8. Frekuensi Nilai IPA Siswa Kelas III Siklus III ........................ 82
xv
DAFTAR GAMBAR
Halaman
Gambar 1. Proses Inkuiri ......................................................................... 35
Gambar 2. Kerangka Pemikiran .............................................................. 49
Gambar 3. Model Analisis Interaktif ........................................................ 54
Gambar 4. Rencana Siklus ....................................................................... 56
Gambar 5. Grafik Histogram Frekuensi Nilai Mid Semeter IPA ............ 61
Gambar 6. Grafik Histogram Prosentase Hasil Observasi Siklus I ......... 67
Gambar 7. Grafik Histogram Frekuensi Nilai IPA Siklus I .................... 68
Gambar 8. Grafik Histogram Prosentase Hasil Observasi Siklus II ........ 74
Gambar 9. Grafik Histogram Frekuensi Nilai IPA Siklus II ................... 75
Gambar 10. Grafik Histogram Prosentase Hasil Observasi Siklus III ...... 82
Gambar 11. Grafik Histogram Frekuensi Nilai IPA Siklus III .................. 82
xvi
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1. Rencana Pembelajaran Siklus I
Lampiran 2. Rencana Pembelajaran Siklus II
Lampiran 3. Rencana Pembelajaran Siklus III
Lampiran 4. Modul IPA Gerak Benda
Lampiran 5. Lembar Kegiatan Siswa Siklus I
Lampiran 6. Lembar Kegiatan Siswa Siklus II
Lampiran 7. Lembar Kegiatan Siswa Siklus III
Lampiran 8. Lembar Kerja Siswa Siklus I
Lampiran 9. Lembar Kerja Siswa Siklus II
Lampiran 10. Lembar Kerja Siswa Siklus III
Lampiran 11. Kisi-kisi Soal Siklus I
Lampiran 12. Kisi-kisi Soal Siklus II
Lampiran 13. Kisi-kisi Soal Siklus III
Lampiran 14. Soal Evaluasi Siklus I
Lampiran 15. Soal Evaluasi Siklus II
Lampiran 16. Soal Evaluasi Siklus III
Lampiran 17. Daftar Nilai IPA Mid Semester
Lampiran 18. Daftar Nilai IPA Siklus I
Lampiran 19. Daftar Nilai IPA Siklus II
Lampiran 20. Daftar Nilai IPA Siklus III
Lampiran 21. Daftar Nilai Perbandingan Per Siklus
xvii
Lampiran 22. Perhitungan Nilai Mid Semester
Lampiran 23. Perhitungan Nilai Siklus I
Lampiran 24. Perhitungan Nilai Siklus II
Lampiran 25. Perhitungan Nilai Siklus III
Lampiran 26. Lembar Observasi
Lampiran 27. Panduan Wawancara Murid
Lampiran 28. Jadwal Penelitian Tindakan Kelas
Lampiran 29. Perizinan
xviii
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Pendidikan yang merupakan masalah dari suatu negara menjadi tanggung
jawab pemerintah, masyarakat dan orang tua yang selalu mendapat perhatian.
Maka sudah sepantasnyalah pemerintah menyelenggarakan pendidikan demi
terwujudnya tujuan pendidikan nasional seperti yang dirumuskan dalam GBHN
bahwa :
Pendidikan nasional bertujuan meningkatkan kualitas manusia Indonesia yaitu manusia yang beriman terhadap Tuhan Yang Maha Esa, berbudi pekerti luhur, bertanggung jawab dan berproduksi serta sehat jasmani dan rohani. (Tap MPR No. II/MPR/1993) Upaya peningkatan kualitas manusia seperti yang terdapat dalam garis
terdepan dalam Garis-Garis Besar Haluan Negara (GBHN) tersebut dapat
ditempuh melalui berbagai bidang pembangunan yang salah satu diantaranya
adalah pembangunan di bidang pendidikan. Dalam upaya mencerdaskan
kehidupan bangsa, pendidikan memegang peranan penting. Oleh karena itu di
Indonesia pendidikan mendapat perhatian yang utama. Mengenai pelaksanaan
pendidikan dalam praktek kesehariannya berbagai usaha Pemerintah telah banyak
dilakukan dengan meningkatkan sarana dan parsarana yang menunjang proses
belajar mengajar termasuk pembangunan gedung dan fasilitas yang lain. Hal ini
dapat dilihat dari sistem pendidikan dan pengajaran yang sudah banyak berbeda
dari tahun-tahun sebelumnya. Ini semua bertujuan untuk meningkatkan kualitas
pendidikan dan pengajaran di Indonesia. Dari kualitas pendidikan dan pengajaran
xix
yang bermutu, maka akan menghasilkan sumber daya manusia yang bermutu
tinggi. Apabila suatu negara dihuni oleh penduduk yang memiliki SDM yang
tinggi, maka negara tersebut akan maju. Oleh karena itu maka kualitas pendidikan
dan pengajaran haruslah ditingkatkan.
Pengembangan bidang pendidikan mendapat perhatian yang sangat besar
dari pemerintah terutama pembangunan ilmu pengetahuan dan teknologi, seperti
tertuang dalam GBHN sebagai berikut :
Pembangunan ilmu pengetahuan dan teknologi memegang peranan penting serta akan sangat mempengaruhi perkembangan dalam masa Pembangunan Jangka Panjang Kedua. Penguasaan ilmu pengetahuan dan teknologi akan mempengaruhi keberhasilan membangun masyarakat maju dan mandiri. Pembangunan ilmu pengetahuan dan teknologi, diarahkan agar pemanfaatan, pengembangan dan penguasaannya dapat mempercepat peningkatan kecerdasan dan kemampuan bangsa, mempercepat proses pembaharuan, meningkatkan produktivitas dan efisiensi, memperluan lapangan kerja, meningkatkan kualitas, harkat dan martabat bangsa serta meningkatkan kesejahteraan rakyat. Pengembangan dan penerapan ilmu penegtahuan dan teknologi harus didukung oleh sumber daya manusia yang berkualitas melalui pendidikan dan latihan, penataan sistem kelembagaan, serta penyediaan sarana dan prasarana penelitian penerapan dan pengembangan yang memadai. Dalam penyelenggaraannya harus senantiasa berpedoman pada nilai agama, nilai budaya bangsa serta memperhatikan keterbatasan sumber daya dan kelestarian fungsi lingkungan hidup. (1993 : 75) Uraian di atas jelas bahwa pengembangan bidang ilmu pengetahuan dan
teknologi, diharapkan mampu menghasilkan masyarakat yang cerdas, maju,
mandiri, terampil, siap pakai dan berkualitas.
Penerapan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi sekarang ini telah mulai
diterapkan di lingkungan pendidikan Sekolah Dasar. Karena pendidikan Sekolah
Dasar merupakan awal dari tertanamnya pendidikan formal.
xx
Kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi menuntut pengembangan
kamampuan siswa SD dalam bidang akademis, terutama pada 5 bidang studi
yaitu PKn, Bahasa Indonesia, Matematika, IPA, IPS. Selain itu kemajuan ilmu
pengetahuan dan teknologi juga sangat diperlukan untuk melanjutkan belajar ke
sekolah yang lebih tinggi maupun untuk mengembangkan bakat, minat dan
menyesuaikan diri dengan lingkungannya. Misalnya dengan mata pelajaran IPA
dapat melatih keterampilan anak untuk berfikir secara kreatif dan inovatif. Melalui
Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) merupakan latihan awal bagi siswa untuk berfikir
dalam mengembangkan daya cipta dan minat siswa secara dini kepada alam
sekitarnya.
Sehubungan dengan hal tersebut diatas jelas bahwa pengajaran IPA
menunjang kemajuan perkembangan teknologi. Keberhasilan pengajaran IPA
ditentukan oleh berbagai hal antara lain, kemampuan siswa dan kemampuan guru
itu sendiri di dalam melaksanakan proses belajar-mengajar yang bermakna sesuai
dengan tujuan pengajaran IPA yang terdapat dalam kurikulum. Siswa sebagai
objek pengajaran, memiliki kemampuan yang berbeda-beda, ada yang cerdas
karena IQ nya tinggi, ada pula yang kurang karena IQ nya rendah. Untuk itu guru
harus pandai-pandai dalam menyampaikan materi kepada mereka, karena
keberagaman kemampuan yang mereka miliki.
Profesi guru pun dalam dunia pendidikan memiliki peran yang sangat
penting dalam mensukseskan proses belajar mengajar yang dilaksanakan, maka
dari itu dalam melaksanakan tugasnya guru harus menentukan dan membuat
perencanaan pembelajaran secara seksama dalam meningkatkan kesempatan
xxi
belajar bagi siswa dan memperbaiki strategi mengajar IPA. Guru juga harus
mengoptimalkan sarana prasarana yang ada di lingkungan.
UU No. 20 tentang KTSP tiap tingkat satuan pendidikan berhak
menyusun kurikulum sendiri sesuai eksistensi satuan pendidikan yang
bersangkutan. Guru berhak menambah indikator yang sesuai dengan lingkungan
anak, dengan begitu guru lebih leluasa untuk menerapkan metode yang tidak
membosankan bagi anak.
Kebanyakan di lapangan guru lebih aktif daripada siswa. Guru banyak
mengambil inisiatif dalam menetapkan dan menentukan cara memecahkan
masalah. Segala sesuatu diinformasikan secara cermat kepada anak didiknya,
sehingga anak didik tinggal menerimanya. Kegiatan seperti itu memang
mengasyikkan bagi guru, tetapi membosankan bagi siswa karena siswa hanya
sebagai pendengar. Murid dianggap sebagai suatu benda yang kosong tepat diisi
dengan segala macam informasi. Cara belajar mengajar seperti ini, akan
menghasilkan manusia yang konsumtif, kurang kreatif dan kurang berkemampuan
untuk menghadapi tantangan hidup dimasa yang akan datang.
Di dalam proses pembelajaran, guru harus memiliki strategi, agar siswa
dapat belajar secara efektif dan efisien, sesuai dengan tujuan yang diharapkan.
Salah satu langkah untuk memiliki strategi itu adalah guru harus menguasai
berbagai macam metode mengajar.
Metode adalah cara yang digunakan untuk memberi kesempatan pada
siswa untuk mendapatkan informasi yang dibutuhkan dalam rangka mencapai
tujuan yang telah ditetapkan. Dalam memilih metode guru juga harus berorientasi
xxii
pada keaktifan siswa. Strategi pembelajaran lebih ditekankan pada kegiatan siswa.
Guru hanya sebagai pembimbing dan fasilitator bagi siswa (Oemar Hamalik,
2003 : 26-27).
Guru telah banyak mengenal metode pembelajaran antara lain metode
ceramah, tanya jawab, demonstrasi, diskusi, eksperimen, proyek, widyawisata,
penugasan, pameran, inquiry, discovery, dan metode ekspositori. Namun Arends
dan pakar model pembelajaran yang lain berpendapat bahwa tidak ada satu model
pembelajaran yang paling baik diantara yang lainnya, karena masing-masing
model pembelajaran dapat dirasakan baik, apabila telah diuji cobakan untuk
mengajarkan materi pelajaran tertentu (Arends, 1997). Berbagai metode dapat
diterapkan dalam dunia pendidikan, misalnya metode yang digunakan untuk
memotivasi siswa agar mampu menggunakan pengetahuanya untuk memecahkan
suatu masalah yang dihadapi ataupun untuk menjawab suatu pertanyaan akan
berbeda dengan metode yang digunakan untuk tujuan agar siswa mampu berfikir
dan mengemukakan pendapatnya sendiri di dalam menghadapi segala persoalan.
Untuk itulah seorang guru harus mengenal, mempelajari dan menguasai banyak
teknik pengajaran, agar dapat menggunakan dengan variasinya, sehingga guru
mampu menimbulkan proses belajar mengajar yang berhasil guna dan berdaya
guna. Dengan menerapkan metode-metode baru dalam proses pembelajaran, akan
menghilangkan kejenuhan dan kebosanan siswa dalam belajar.
Hasil komunikasi dengan guru-guru di Kecamatan Jumapolo banyak
dijumpai guru-guru yang melaksanakan proses pembelajaran IPA dengan
menggunakan metode ceramah. Karena memang metode cemarah lebih mudah
xxiii
digunakan untuk menguasai kelas, mudah mempersiapkan dan melaksanakannya.
Perlu disadari bahwa mengajarkan IPA dengan menggunakan metode ceramah
mudah menimbulkan verbalisme, kebosanan dan menjadikan siswa pasif.
Pembelajaran IPA semacam ini dapat diperbaiki dengan metode yang lebih baik,
yakni metode guided inquiry - discovery. Dengan menggunakan metode guided
inquiry – discovery guru dituntut mengajak anak didiknya memanfaatkan alam
sekitar sebagai sumber belajar. Alam sekitar merupakan sumber belajar yang
paling nyata dan tidak akan pernah habis digunakan sehingga dalam belajar siswa
dapat menemukan masalah sendiri dan menyesuaikannya dengan cara melihat,
meraba, mengecap, berbuat, mencoba, berfikir dan sebagainya. Pelajaran tidak
hanya bersifat intelektual melainkan juga bersifat emosional.
Keberhasilan belajar yang dicapai oleh siswa merupakan suatu yang
didambakan, diharapkan baik oleh siswa itu sendiri maupun oleh orang tua, guru
dan masyarakat. Karena pada hakikatnya, kegiatan mengajar adalah proses yang
dilakukan oleh guru dalam mengembangkan kegiatan belajar siswa (Witherington,
1952). Hal ini mengandung pengertian bahwa kegiatan mengajar yang dilakukan
guru menghadirkan proses belajar pada siswa yang berwujud perubahan tingkah
laku, perubahan keterampilan, kebiasaan, sikap, pengetahuan, pemahaman dan
apresiasi.
Pembelajaran IPA yang diselenggarakan di SD perlu mendapat perhatian,
mengingat pentingnya pembelajaran IPA itu bagi kemajuan ilmu pengetahuan dan
teknologi. Dirasakan saat ini hasil prestasi siswa yang diperoleh dari proses
pembelajaran IPA dengan metode ceramah di SD Negeri Karangbangun masih di
xxiv
bawah rata-rata (belum menampakkan hasil yang optimal). Berdasarkan data yang
diperoleh dari hasil ulangan tengah semester II hanya 8 siswa atau 42% siswa
yang berhasil memperoleh nilai minimal 60. Untuk itulah guru perlu mempelajari
dan mempertimbangkan masalah metode mengajar yang tepat yang sesuai dengan
tingkat perkembangan anak dan juga memperhatikan tujuan pengajaran IPA itu
sendiri.
Dengan mempertimbangkan hal tersebut di atas maka penulis menyusun
skripsi yang berjudul : “Upaya Peningkatan Prestasi Belajar IPA Siswa Kelas III
SD Melalui Penerapan Metode Guided Inquiry - Discovery“.
Gulo W. (92 : 2002) menjelaskan bahwa kemampuan intelektual akan
menjadi optimal pada taksonomi evaluasi, jika inquiry mencapai tingkat optimal.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan identifikasi masalah diatas, maka dirumuskan permasalahan :
apakah metode guided inquiry – discovery dapat meningkatkan prestasi belajar
IPA siswa kelas III SDN Karangbangun”?
C. Tujuan Penelitian
Berdasarkan rumusan masalah tujuan tujuan penelitian ini adalah untuk
mengetahui apakah dengan metode guided inquiry-discovery dapat meningkatkan
prestasi belajar IPA.
xxv
D. Manfaat Penelitian
1. Manfaat Teoritis
Memberikan wawasan dan masukan dalam pengembangan ilmu pengetahuan
dibidang pendidikan dan ilmu pengetahuan lain yang terkait.
2. Manfaat Secara Praktis
a. Bagi Siswa
1) Dapat meningkatkan keaktifan belajar dan prestasi belajar siswa dalam
bidang studi IPA.
2) Dapat meningkatkan motivasi belajar siswa dalam belajar IPA.
b. Bagi Guru
1) Memberi wawasan bagi guru pentingnya penerapan metode guided
inquiry – discovery dalam proses pembelajaran IPA.
2) Dapat menemukan solusi untuk meningkatkan prestasi belajar siswa
dalam bidang studi IPA.
c. Bagi Lembaga
Menemukan solusi untuk meningkatkan prestasi belajar IPA dengan
menerapkan metode pembelajaran guided inquiry – discovery.
xxvi
BAB II
LANDASAN TEORI
Tinjauan Pustaka
1. Tinjauan Tentang Prestasi Belajar
a. Pengertian Prestasi
Dalam Bahasa Indonesia Prestasi berarti hasil atau usaha.
Menurut Buchori (1997: 85) prestasi adalah hasil yang berupa angka,
huruf serta tindakan hasil belajar yang berupa angka atau hasil karya yang
dicapai juga dapat untuk memotivasi agar prestasinya lebih meningkat.
Prestasi juga dapat diartikan hasil yang diperoleh karena adanya aktifitas
belajar yang dilakukan. Seorang siswa yang mempunyai nilai akademik
maupun non akademik dibanding teman-temannya biasa kita sebut siswa
berprestasi.
Dari uraian di atas dapat diketahui bahwa prestasi adalah hasil
yang dicapai karena adanya aktifitas dan usaha yang sungguh-sungguh
dalam belajar yang dinyatakan dalam angka atau huruf.
b. Pengertian Belajar
Menurut Nana Sudjana (1989:28) belajar adalah proses yang
diarahkan kepada tujuan, proses berbuat melalui berbagai pengalaman,
melihat, mengamati dan memahami sesuatu.
Oemar Hamalik (1999:37) berpendapat belajar adalah suatu proses
perubahan tingkah laku individu melalui interaksi dengan lingkungan.
xxvii
Sedangkan menurut Gulo W (2004:8) belajar adalah suatu proses
yang berlangsung di dalam diri seseorang yang mengubah tingkah laku
dalam berfikir, bersikap dan berbuat.
Dari beberapa uraian diatas dapat kita ketahui bahwa belajar
adalah suatu proses perubahan tingkah laku yang diarahkan pada tujuan
mengubah tingkah laku dalam berfikir, bersikap dan berbuat pada individu
yang belajar.
Jika demikian, apakah ciri-ciri perubahan tingkah laku dalam
pengertian belajar? Perubahan tingkah laku yang dimaksud adalah :
1) Perubahan terjadi secara sadar
Seseorang yang belajar akan menyadari terjadinya perubahan
itu atau sekurang-kurangnya ia merasakan telah tejadi adanya suatu
perubahan dalam dirinya. Misalnya ia menyadari bahwa
pengetahuannya bertambah. Jadi perubahan tingkah laku yang terjadi
karena mabuk atau keadaan tidak sadar, tidak termasuk perubahan
dalam pengertian belajar, karena tidak termasuk perubahan dalam
pengertian belajar, karena orang yang bersangkutan tidak menyadari
akan perubahan itu.
2) Perubahan dalam belajar bersifat kontinu dan fungsional
Sebagai hasil belajar, perubahan yang terjadi dalam diri
seseorang berlangsung secara berkesinambungan, tidak statis. Satu
perubahan yang terjadi akan menyebabkan perubahan berikutnya dan
akan berguna bagi kehidupan ataupun proses belajar berikutnya.
xxviii
Misalnya jika seorang anak belajar menulis, maka ia akan mengalami
perubahan dari tidak dapat menulis menjadi dapat menulis. Perubahan
ini berlangsung terus hingga kecakapan menulisnya menjadi lebih baik
dan sempurna. Ia dapat menulis indah, dapat menulis dengan pulpen,
dapat menulis dengan kapur, dan sebagainya. Di samping itu dengan
kecakapan menulis yang telah dimilikinya ia dapat memperoleh
kecakapan-kecakapan lain misalnya, dapat menulis surat, menyalin
catatan, mengerjakan soal-soal dan sebagainya.
3) Perubahan dalam belajar bersifat positif dan aktif
Dalam perbuatan belajar, perubahan-perubahan itu senantiasa
bertambah dan tertuju untuk memperoleh sesuatu yang lebih baik dari
sebelumnya. Dengan demikian makin banyak usaha belajar itu
dilakukan, makin banyak dan makin baik perubahan yang diperoleh.
perubahan yang bersifat aktif artinya bahwa perubahan itu tidak
terjadi dengan sendirinya melainkan karena usaha individu scndiri.
Misalnya perubahan tingkah laku karena usaha orang yang
bersangkutan. Misalnya perubahan tingkah laku karena proses
kematangan yang terjadi dengan sendirinya karena dorongan diri
dalam, tidak termasuk perubahan dalam belajar.
4) Perubahan dalam belajar bukan bersifat sementara
Perubahan yang bersifat sementara atau temporer terjadi
hanya untuk beberapa saat saja, seperti berkeringat, keluar air mata,
bersin, menangis, dan sebagainya, tidak dapat digolongkan sebagai
xxix
perubahan dalam arti belajar. Perubahan yang terjadi karena proses
belajar bersifat menetap dan permanen. Ini berarti bahwa tingkah laku
yang terjadi setelah belajar akan bersifat menetap. Misalnya kecakapan
seorang anak dalam memainkan piano setelah belajar, tidak akan
hilang begitu saja melainkan akan terus dimiliki bahkan akan makin
berkembang kalau terus dipergunakan atau dilatih.
5) Perubahan dalam belajar bertujuan atau terarah
Ini berarti bahwa perubahan tingkah laku itu terjadi karena
ada tujuan yang akan dicapai. Perbuatan belajar terarah kepada
perubahan tingkah laku yang benar-benar disadari. Misalnya seseorang
yang belajar mengetik, sebelumnya, sudah menetapkan apa yang
mungkin dapat dicapai dengan belajar mengetik, atau tingkat
kecakapan mana yang dicapainya. Dengan demikian perbuatan belajar
yang dilakukan senantiasa terarah kepada tingkah laku yang telah
ditetapkannya.
6) Perubahan mencakup seluruh aspek tingkah laku
Perubahan yang diperoleh seseorang setelah melalui suatu
proses belajar meliputi perubahan keseluruhan tingkah laku. Jika
seorang belajar sesuatu, sebagai hasilnya ia akan mengalami
perubahan tingkah laku secara menyeluruh dalam sikap, keterampilan,
pengetahuan, dan sebagainya.
Sebagai contoh jika seorang anak tealah belajar naik sepeda,
maka perubahan yang paling tampak adalah keterampilan dalam naik
xxx
sepeda itu. Akan tetapi ia telah mengalami perubahan-perubahan
lainnya seperti pemahaman tentang cara kerja sepeda, pengetahuan
tentang jenis-jenis sepeda, pengetahuan tentang alat-alat sepeda, cita-
cita untuk memiliki sepeda yang lebih bagus, kebiasaan membersihkan
sepeda, dan sebagainya. Jadi aspek perubahan yang satu berhubungan
erat dengan aspek lainnya.
Jenis-jenis belajar pun bermacam-macam, antara lain :
1) Belajar bagian (part learning, fractionet)
Umumnya belajar bagian dilakukan oleh seseorang bila ia
dihadapkan pada materi belajar yang bersifat luas atau ekstensif,
misalnya mempelajari gerakan-gerakan motoris seperti bermain silat.
Dalam hal ini individu memecah seluruh materi pelajaran menjadi
bagian-bagian yang satu sama lain berdiri sendiri. Sebagai lawan dari
cara, belajar bagian adalah cara belajar keseluruhan atau belajar global.
2) Belajar dengan wawasan (learning by insight)
Konsep ini diperkenalkan oleh W. Kohler, salah seorang
tokoh psikologi Gestat pada permulaan tahun 1971. Sebagai suatu
konsep, wawasan (insight) ini merupakan pokok utama dalam
pembicaraan psikologi belajar dan proses berfikir. Meskipun W.
Kohler sendiri dalam menerangkan wawasan berorientasi pada data
yang bersifat tingkah laku (perkembangan yang lembut dalam
menyelesaikan suatu persoalan dan kemudian secara tiba-tiba terjadi
reorganisasi tingkah laku) namun tidak urung wawasan ini merupakan
xxxi
konsep yang secara prinsipil ditentang oleh penganut aliran, neo-
behaviorisme. Menurut Gestalt teori wawasan merupakan proses
mereorganisasikan pola-pola tingkah laku yang telah terbentuk
menjadi satu tingkah laku yang ada hubungannya dengan penyelesaian
suatu persoalan. Sedangkan bagi kaum neobehaviorisme (antara lain C.E
Osgood) menganggap wawasan sebagai salah satu bentuk atau wujud
dari asosiasi stimulus-respon (S-R).
3) Belajar diskriminatif (discrimicatif learning)
Belajar diskriminatif diartikan sebagai suatu usaha untuk
memilih beberapa sifat situasi/stimulus dan kemudian menjadikannya
sebagai pedoman dalam bertingkah laku. Dengan pengertian ini maka
dalam eksperimen, subjek diminta untuk berespon secara berbeda-beda
terhadap stimulus yang berlainan.
4) Belajar global/keseluruhan (global whole learning)
Disini bahan pelajaran dipelajari secara keseluruhan berulang
sampai pelajar menguasai: lawan dari belajar bagian. Metode belajar
ini sering juga disebut metode Gestalt.
5) Belajar insidental (insidental learning)
Konsep ini bertentangan dengan anggapan bahwa belajar itu
selalu berarah-tujuan (intensional). Sebab dalam belajar insidental
pada individu tidak ada sama sekali kehendak untuk balajar. Atas dasar
ini maka untuk kepentingan penelitian, disusun perumusan operasional
sebagai berikut: belajar disebut insidental bila tidak ada intruksi atau
xxxii
petunjuk yang diberikan pada individu mengenai materi belajar yang
akan diujikan kelak. Dalam kehidupan sehari-hari, belajar insidental
ini merupakan hal yang sangat penting. Oleh karena itu di antara para
ahli, belajar insidental ini merupakan bahan pembicaraan yang sangat
menarik, khususnya sebagai bentuk belajar yang bertentangan dengan
belajar intensional. Dari salah salu penelitian ditemukan bahwa dalam
belajar insidental (dibandingkan dengan belajar intensional), jumlah
frekuensi materi belajar yang diperlihatkan tidak memegang peranan
penting, prestasi individu menurun dengan meningkatnya motivasi
6) Belajar Instrumental (instrumental learning)
Pada belajar instrumental, reaksi-reaksi seseorang siswa yang
diperlihatkan diikuti oleh tanda-tanda yang mengarah pada apakah
siswa tersebut akan mendapat hadiah, hukuman, berhasil atau gagal.
Oleh karena itu cepat atau lambatnya seseorang belajar dapat diatur
dengan jalan memberikan penguat (reinforcement) atas dasar tingkat-
tingkat kebutuhan. Dalam hal ini maka salah satu bentuk belajar
instrumental yang khusus adalah “pembentukan tingkah laku”. Di sini
individu diberi hadiah bila ia bertingkah laku sesuai dengan tingkah
laku yang dikehendaki, dan sebaliknya ia dihukum bila
memperlihatkan tingkah laku yang tidak sesuai dengan yang
dikehendaki. Sehingga akhirnya akan terbentuk tingkah laku tertentu.
7) Belajar Intensional (intentional learning)
xxxiii
Belajar dalam arah tujuan, merupakan lawan dari belajar
insidental.
8) Belajar Laten (latent learning)
Dalam belajar laten, perubahan-perubahan tingkah laku yang
terlihat tidak terjadi secara segera, dan oleh karena itu disebut laten.
Selanjutnya eksperimen yang dilakukan terhadap binatang mengenai
belajar laten, menimbulkan pembicaraan yang hangat di kalangan
penganut behaviorisme, khususnya mengenai peranan faktor penguat
(reinforcement) dalam belajar. Rupanya penguat dianggap oleh
penganut behaviorisme ini bukan faktor atau kondisi yang harus ada
dalam belajar. Dalam penelitian mengenai ingatan, belajar laten ini
diakui memang ada yaitu dalam bentuk belajar insidental.
9) Belajar mental (mental learning)
Perubahan kemungkinan tingkah laku yang terjadi di sini
tidak nyata terlihat, melainkan hanya perubahan proses kognitif karena
ada bahan yang dipelajari. Ada tidaknya belajar mental ini sangat jelas
terlihat pada tugas-tugas yang sifatnya motoris. Sehingga perumusan
operasional juga menjadi sangat berbeda. Ada yang mengartikan
belajar mental sebagai belajar dengan cara melakukan observasi dari
tingkah laku orang lain, membayangkan gerakan-gerakan orang lain
dan lain-lain.
10) Belajar produktif (productive learning)
xxxiv
R. Bergius (1964) memberikan arti belajar produktif sebagai
belajar dengan transfer yang maksimum. Belajar adalah mengatur
kemungkinan uatuk melakukan transfer tingkah laku dari satu situasi
lain. Belajar disebut produktif bila individu mampu mentrasfer prinsip
menyelesaikan satu persoalan dalam satu situasi ke situasi lain.
11) Belajar Verbal (verbal learning)
Belajar verbal adalah belajar mengenai materi verbal dengan
melalui latihan dan ingatan. Dasar dari belajar verbal diperlihatkan
dalam eksperimen klasik dari Ebbighaus. Sifat eksperimen ini meluas
dari belajar asosiatif mengenai hubungan dua kata yang tidak
bermakna sampai pada belajar dengan wawasan mengenai
penyelesaian persoalan yang harus diungkapkan secara verbal.
c. Pengertian Prestasi Belajar
Dalam setiap kegiatan manusia untuk mencapai tujuan, selalu
diikuti dengan pengukuran dan penilaian. Demikian halnya di dalam
proses belajar. Sutratinah Tirtonegoro (1988: 43) mengemukakan bahwa
“Hasil dari pengukuran serta penilaian usaha belajar disebut hasil belajar
atau prestasi belajar”.
Menurut Winkel (1996: 17) mengemukakan, prestasi belajar
adalah suatu bukti keberhasilan belajar atau kemampuan seorang siswa
dalam melakukan kegiatan belajarnya sesuai bobot yang dicapainya.
S. Nasution (1996: 17) mengemukakan, prestasi belajar adalah
kesempurnaan yang dicapai seseorang dalam berfikir, merasa dan berbuat.
xxxv
Prestasi belajar adalah hasil yang dicapai seseorang dalam usaha belajar
sebagaimana yang dinyatakan dalam rapor.
Dalam kamus besar Bahasa Indonesia (2002: 895) menjelaskan
prestasi adalah penguasaan pengetahuan dan ketrampilan yang
dikembangkan di mata pelajaran, lazimnya ditunjukkan dengan nilai tes
atau angkat yang diberikan oleh guru. Dari beberapa uraian di atas dapat kita ketahui bahwa prestasi
adalah suatu bukti keberhasilan yang dicapai seseorang dalam berfikir,
merasa dan berbuat yang lazimnya ditunjukkan dengan nilai atau angka
yang diberikan guru.
Faktor-faktor yang mempengaruhi prestasi belajar antara lain :
1) Faktor eksternal.
Syah (2003) menjelaskan bahwa faktor-faktor eksternal yang mempengaruhi hasil belajar
digolongkan menjadi dua, yaitu :
a) Faktor-faktor non sosial
Kelompok faktor ini tak terbilang jumlahnya, misalnya :
keadaan udara, suhu udara, cuaca, waktu (pagi, atau siang, ataupun
malam), tempat (letaknya, pergudangannya), alat-alat yang dipakai
untuk belajar (seperti alat tulis menulis, buku-buku, alat-alat
peraga, dan sebagainya yang biasa kita sebut alat-alat pelajaran),
metode pengajaran.
b) Faktor-faktor Lingkungan Sosial
(1) Lingkungan sosial sekolah, seperti guru, administrasi dan
teman-teman sekelas dapat mempengaruhi proses belajar
xxxvi
seorang siswa. Hubungan yang harmonis antara ketiganya
dapat menjadi motivasi bagi siswa untuk belajar lebih baik di
sekolah. Perilaku yang simpatik dan dapat menjadi teladan
seorang guru atau administrasi dapat menjadi pendorong bagi
siswa untuk belajar.
(2) Lingkungan sosial masyarakat. Kondisi lingkungan
masyarakat tempat tinggal siswa akan mempengaruhi belajar
siswa. Lingkungan siswa yang kumuh, banyak pengangguran
dan anak terlantar juga dapat mempengaruhi aktivitas belajar
siswa, paling tidak siswa kesulitan ketika memerlukan teman
belajar, diskusi atau meminjam alat-alat belajar yang kebetulan
belum dimilikinya.
(3) Lingkungan sosial keluarga. Lingkungan ini sangat
mempengaruhi kegiatan belajar. Ketegangan keluarga, sifat-
sifat orangtua, demografi keluarga (letak rumah), pengelolaan
keluarga, semuanya dapat memberi dampak terhadap aktivitas
belajar siswa. Hubungan antara anggota keluarga, orangtua,
anak, kakak, atau adik yang harmonis akan membantu siswa
melakukan aktivitas belajar dengan baik.
2) Faktor intern yaitu faktor yang berasal dari diri si pelajar
Digolongkan menjadi dua golongan yaitu :
a) Faktor-faktor Fisiologis
Faktor-faktor fisiologis ini masih dapat lagi dibedakan
menjadi dua macam, yaitu :
xxxvii
(1) Keadaan tonus jasmani pada umumnya ini dapat dikatakan
melatar belakangi aktivitas belajar; keadaan jasmani yang
segar akan lain pengaruhnya dengan keadaan jasmani yang
kurang segar; keadaan jasmani yang lelah lain pengaruhnya
daripada yang tidak lelah. (2) Keadaan Fungsi-fungsi jasmani tertentu terutama fungsi-
fungsi panca indera.
Bahwa panca indera dapat dimisalkan sebagai pintu gerbang
masuknya pengaruh ke dalam individu. Orang mengenal dunia
sekitarnya dan belajar dengan mempergunakan panca
inderanya. Baiknya fungsi panca indera merupakan syarat
dapatnya belajar itu berlangsung dengan baik.
b) Faktor-faktor Psikologi
(1) Kecerdasan siswa / intelegensi siswa
Semakin tinggi tingkat intelegensi seorang individu, semakin
besar peluag individu tersebut meraih sukses dalam belajar.
Penggolongan tingkat IQ berdasarkan tes Stanford-Binet yang
telah direvisi oleh Terman dan Nerill sebagai berikut :
(Fudyartanto, 2002).
Tabel 1
Distribusi kecerdasan IQ menurut Standfor Revision
Tingkat Kecerdasan (IQ) Klasifikasi
140 – 169
120 – 139
Amat superior
Superior
xxxviii
110 – 119
90 – 109
80 – 89
70 – 79
20 – 69
Rata-rata tinggi
Rata-rata
Rata-rata rendah
Batas lemah mental
Lemah mental
(2) Motivasi
Para ahli psikologi mendefinisikan motivasi sebagai proses
dalam diri individu yang aktif, mendorong, memberikan arah,
dan menjaga perilaku setiap saat (Slavin, 1994). Menurut
Arden N. Frandsen (Hayinah, 1992) yang termasuk dalam
motivasi intrinsik untuk belajar antara lain :
(a) Dorongan ingin tahu dan ingin menyelidiki dunia yang
lebih luas.
(b) Adanya sifat positif dan kreatif yang ada pada manusia dan
keinginan untuk maju.
(c) Adanya keinginan untuk mencapai prestasi sehingga
mendapat dukungan dari orang-orang penting, misalnya
orang tua, saudara, guru, teman dan lain sebagainya.
(d) Adanya kebutuhan untuk menguasai ilmu pengetahuan
yang berguna bagi dirinya dan lain-lain.
2. Tinjauan tentang IPA
a. Pengertian IPA
xxxix
Menurut Suyoso ( 1998 : 23) IPA merupakan pengetahuan hasil
kegiatan manusia yang bersifat aktif secara dinamis tiada henti-hentinya
serta diperoleh melalui metode tertentu yang teratur sistematis, berobjek,
bermetode dan berlaku secara, universal.
Sri Sulistyorini (2007: 39) menuliskan bahwa IPA berhubungan
dengan cara mencari tahu tentang alam secara sistematis, sehingga IPA
bukan hanya penguasaan kumpulan pengertian yang berupa fakta-fakta,
konsep-konsep, atau prinsip-prinsip saja tetapi juga merupakan suatu
proses penemuan. Pendidikan IPA diharapkan dapat menjadi wahana bagi
siswa untuk mempelajari dari sendiri dan alam sekitar serta prospek
pengembangan lebih lanjut dalam menerapkannya di dalam kehidupan
sehari-hari.
IPA merupakan ilmu pengetahuan tentang kejadian bersifat
kebendaan dan pada umumnya didasarkan atas hasil observasi, eksperimen
dan induksi Srini M. Iskandar (2001 :17 ).
Dalam melaksanakan proses pembelajaran IPA yang benar
mencakup 4 komponen : (1) IPA sebagai produk, (2) IPA sebagai proses,
(3) IPA sebagai sikap dan, (4) IPA sebagai teknologi (Cain dan Evans,
1993 :4 ).
Dari beberapa pengertian diatas dapat dipahami bahwa IPA
merupakan kegiatan manusia yang bersifat aktif untuk mencari tahu
tentang alam secara sistematis untuk menguasai pengetahuan, fakta-fakta,
konsep-konsep, prinsip-prinsip, proses penemuan dan memiliki sikap
xl
ilmiah. Pada umumnya IPA didasarkan atas dasar observasi, eksperimen
dan induksi.
b. Tujuan Pembelajaran IPA
Salah satu pengajaran IPA adalah agar siswa memahami konsep-
konsep IPA dan keterkaitannya dengan kehidupan sehari-hari.
(Depdikbud, 1994:61).
Sri Sulistyorini (2007 : 40) mengemukakan tujuan pembelajaran
IPA yaitu :
1) Memperoleh keyakinan terhadap kebesaran Tuhan YME berdasarkan
keberadaaan, keindahan, dan keteraturan dan ciptaannya.
2) Mengembangkan pengetahuan dan pemahaman konsep-konsep IPA
yang bermanfaat dan dapat diterapkan dalam kehidupan sehari-hari.
3) Mengembangkan rasa ingin tahu, sikap positif dan kesadaran tentang
adanya hubungan saling mempengaruhi antara IPA, lingkungan,
teknologi dan masyarakat.
4) Mengembangkan proses untuk menyelidiki alam sekitar, memecahkan
masalah dan membuat keputusan.
5) Meningkatkan kesadaran dalam berperan serta dalam memelihara,
menjaga, melestarikan lingkungan alam.
6) Meningkatkan kesadaran untuk menghargai alam dengan segala
keteraturannya sebagai salah satu ciptaan Tuhan.
7) Memperoleh bekal pengetahuan, konsep dan keterampilan IPA
sebagai dasar melanjutkan pendidikan ke SMP.
xli
Dari uraian diatas dapat disimpulkan tujuan IPA adalah untuk
menguasai konsep, keterampilan, dan memanfaatkannya dalam kehidupan
sehari-hari.
Sesuai standar kompetensinya yaitu dan kompetensi dasar 4.1.
Menyimpulkan hasil pengamatan bahwa gerak benda dipengaruhi oleh
bentuk dan ukuran, peneliti mempunyai tujuan yang ingin dicapai dari
proses pembelajaran IPA kelas III tersebut, antara lain :
1. Melalui percobaan siswa dapat menemukan macam-macam gerak
benda, misalnya : menggelinding, berputar, jatuh, memantul,
mengalir.
2. Siswa dapat menyimpulkan hal-hal yang mempengaruhi cepat –
lambat gerak benda.
3. Siswa dapat mengaplikasikan dan menjelaskan manfaat gerak benda
dalam kehidupan sehari-hari.
Untuk mencapai tujuan IPA dalam proses pembelajaran guru
harus mengetahui ruang lingkup IPA. Ruang lingkup bahan kajian IPA
untuk SD meliputi aspek-aspek sebagai berikut :
1) Makhluk hidup dan proses kehidupan, yaitu manusia, hewan,
tumbuhan dan interaksinya dengan lingkungan, serta kesehatan.
2) Benda materi, sifat-sifat dan kegunaannya meliputi : cair, padat, gas.
3) Energi dan perubahannya meliputi : gaya, bunyi, panas, magnet, listrik,
cahaya dan pesawat sederhana.
xlii
4) Bumi dan alam semesta meliputi : tanah, bumi, tata surya, dan benda-
benda langit lainnya.
c. Fungsi Pembelajaran IPA
Dalam Garis-garis Besar Program Pengajaran (GBPP) Depdikbud 1994 dinyatakan bahwa mata pelajaran IPA berfungsi untuk :
1) Memberikan pengetahuan tentang berbagai jenis dan perangai
lingkungan alam dan lingkungan buatan dalam kaitannya dengan
pemanfaatannya bagi kehidupan sehari-hari.
Berbagai masalah yang dapat diperoleh dari lingkungan buatan
manusia misalnya pada lingkungan. Gejala-gejala Ilmu Pengetahuan
Alam yang dapat dipelajari dari lingkungan rumah misalnya : detergen
(seperti rinso dan soklin), pelarut lemak seperti sabun, gas, pemuaian
dan penyusutan, penyemprotan nyamuk, pupuk buatan, dan berbagai
makanan. Perangai (sifat-sifat) benda tersebut diatas perlu dipelajari
siswa dengan cara mengaitkan pelajaran IPA yang sedang dipelajari.
Hal ini sangat penting agar siswa terhindar dari hal-hal yang kita
inginkan.
Lingkungan alam merupakan lingkungan alamiah yang terjadi
secara alam. Yang paling penting dalam hal ini ialah mengenal
berbagai komponen yang membangun alam itu sehingga siswa
memiliki prinsip-prinsip, bertindak terhadap alam agar lingkungan
dapat tetap memberikan dukungan hidup manusia yang memadai
(Depdikbud, 1994: 93)
2) Mengembangkan ketrampilan proses
xliii
Keterampilan proses ialah keterampilan fisik maupun mental
yang diperlukan untuk memperoleh Pengetahuan di bidang Ilmu
Pengetahuan Alam maupun untuk pengembangannya. Dengan
ketrampilan ini diharapkan siswa akan dapat mengembangkan
pengetahuannya sesuai dengan karakter Ilmu Pengetahuan Alam.
Beberapa contoh ketrampilan yang diharapkan berkembang pada siswa
ialah ketrampilan-ketrampilan: (1) mengamati; (2) menggolong-
golongkan; (3) menerapkan konsep; (4) meramalkan; (5) menafsirkan;
(6) menggunakan alat; (7) berkomunikasi; (8) mengajukan pertanyaan;
(9) merencanakan penelitian atau percobaan.
Keterampilan tersebut hanya akan berkembang pada siswa jika
siswa mempunyai kesempatan untuk melaksanakannya di dalam
kegiatan, belajar-mengajar.
3) Mengembangkan wawasan, sikap dan nilai-nilai yang berguna bagi
siswa untuk meningkatkan kualitas kehidupan sehari-hari
Memperluas pandangan (wawasan) terhadap alam secara benar
sesuai dengan sifat alamnya, misalnya terjadinya bianglala merupakan
gejala alam yang dapat diterangkan secara rasional, pohon yang besar
mempunyai sifat yang sama dengan pohon- pohon lainnya yang sering
kita tebang. Dari segi Ilmu Pengetahuan Alam tidak ada pohon yang
berkeramat semuanya sama dan unsur-unsur yang membangunnya
dapat dianalisis secara ilmiah.
xliv
Sikap peduli terhadap lingkungan, tanggap terhadap perubahan
lingkungan, sikap objektif dan terbuka merupakan tugas pengajaran
Ilmu Pengetahuan Alam untuk dikembangkannya. Nilai-nilai yang
dapat dikembangkan melalui pengajaran Ilmu Pengetahuan Alam
misalnya rasa cinta lingkungan, rasa cinta terhadap sesama makhluk
hidup, menghormati hak azasi manusia dan sebagainya.
4) Mengembangkan kesadaran tentang adanya hubungan keterkaitan yang
saling mempengaruhi antara Ilmu Pengetahuan Alam dan teknologi
dengan keadaan lingkungan dan pemanfaatannya bagi kehidupan
sehari-hari
Kesadaran akan keterkaitan antara kemajuan Ilmu Pengetahuan
Alam dengan teknologi hanya akan dikenal jika pengajaran Ilmu
Pengetahuan Alam selalu disajikan dengan mengkaitkannya aplikasi
Ilmu Pengetahuan Alam dengan kehidupan sehari-hari. Oleh karena itu
sangat diharapkan bahwa setelah siswa memahami konsep ilmu
Pengetahuan Alam maka konsep itu dihubungkan dengan pembuatan
kue serabi, kue apem, masalah oksigen dihubungkan dengan bentuk
kompor di rumah atau dihubungkan dengan prinsip pemadaman
kebakaran.
5) Mengembangkan kemampuan untuk menerapkan Ilmu Pengetahuan
dan Teknologi (IPTEK), serta keterampilan yang berguna dalam
kehidupan sehari-hari maupun untuk melanjutkan pendidikannya ke
tingkat pendidikan yang lebih tinggi.
xlv
Pengajaran ilmu Pengetahuan Alam hendaknya dapat menjadi
bekal bagi kehidupan sehari-hari, misalnya bagaimana memilih jenis
tekstil yang sesuai dengan lingkungannya (tempat panas, dingin, atau
lembab) bagaimana menggunakan zat-zat pembunuh nyamuk agar
tidak menganggu kesehatan yang menggunakannya, bagaimana
menyajikan makanan yang memenuhi tuntutan kesehatan tubuh,
mengetahui konstruksi jamban yang baik.
3. Tinjauan tentang Metode Pembelajaran Inquiry
a. Pengertian pembelajaran
Menurut Moedjiono dan Moh. Damayati dalam bukunya yang
berjudul “Strategi Belajar Mengajar” mengatakan bahwa pembelajaran
adalah kegiatan yang melibatkan komponen-komponen antara lain sebagai
berikut :
1) Siswa
Seorang yang bertindak sebagai pencari, penerima dan penyimpan isi
pelajaran yang dibutuhkan untuk mencapai tujuan. Keterlibatan murid
dalam proses belajar mengajar antara lain :
a) Keberanian mewujudkan minat, keinginan dan gagasan.
b) Keberanian murid untuk ikut serta dalam persiapan proses belajar
mengajar.
c) Kemampuan dan kreativitas murid dalam menyesuaikan keinginan
belajar.
xlvi
d) Rasa aman dan bebas melakukan sesuatu dalam kegiatan belajar
merasa tidak ada ancaman atau tekanan.
e) Rasa ingin tahu, sifat ingin tahu ini sangat penting dalam
kehidupan manusia, karena itu perlu dikembangkan dalam proses
belajar mengajar.
2) Guru
Sebagai pengelola kegiatan belajar mengajar. Dalam proses
belajar mengajar keterlibatan guru sangat penting dan menentukan
arah tujuan
dari proses mengajar. Keterlibatan itu antara lain:
a) Memberikan kesempatan kepada murid untuk melakukan berbagai
macam kegiatan belajar.
b) Guru harus menciptakan berbagai situasi belajar.
c) Guru harus mendorong murid agar menjadi peserta yang aktif
dalam proses belajar.
d) Guru harus mendorong murid agar lebih banyak berinteraksi di
kelas.
e) Guru mendorong murid agar menjadi kreatif dalam menyampaikan
berbagai macam kemungkinan jawaban.
f) Guru hendaknya memberi pelayanan terhadap perbedaan individu.
g) Guru harus menggunakan berbagai sumber belajar.
h) Guru harus memberikan umpan balik yaitu memberi tanggapan
terhadap hasil belajar anak didik.
i) Guru harus menilai hasil belajar murid dengan berbagai cara.
xlvii
3) Tujuan
Pernyataan tentang perilaku yang diinginkan pada siswa setelah
mengikuti KBM.
4) Isi Pelajaran
Materi yang disampaikan dari guru ke siswa
5) Metode, cara penyampaian materi
Berbagai jenis metode mengajar antara lain :
a) Metode ceramah
b) Metode tanya jawab
c) Metode Demonstrasi
d) Metode diskusi
e) Metode Eksperimen
f) Metode proyek
g) Metode Widyawisata
h) Metode Penugasan
i) Metode Pameran
j) Metode Inquiry
k) Metode Discovery
l) Metode Ekspositori
6) Media, peralatan yang digunakan dalam KBM
7) Evaluasi
Cara tertentu yang digunakan untuk menilai suatu proses belajar
mengajar.
xlviii
Menurut Piaget, pembelajaran terdiri dari empat langkah berikut :
1) Menentukan topik yang dapat dipelajari oleh anak sendiri.
2) Memilih/mengembangkan aktifitas kelas dengan topik tertentu.
3) Mengetahui adanya kesempatan bagi guru untuk mengemukakan
pertanyaan yang menunjang proses pemecahan masalah.
4) Menilai pelaksanaan tiap kegiatan, memperhatikan keberhasilan dan
melakukan revisi.
b. Pengertian Metode Inquiry
Inquiry yang dalam bahasa Inggris inquiry, berarti pertanyaan
atau pemeriksaan, penyelidikan. As Novak (1964) Inquiry is the [set] of
behaviors involved in the struggle of human beings for reasonable
explanations of phenomena about which they are curious. Penelitian
adalah suatu tindakan yang memerlukan usaha atau upaya dari manusia
untuk menjelaskan suatu masalah yang ingin diketahui atau diselidiki.
Gulo (2002) menyatakan metode inquiry berarti suatu rangkaian
kegiatan belajar yang melibatkan secara maksimal seluruh kemampuan
siswa untuk mencari dan menyelidiki secara sistematis, kritis, logis,
analitis sehingga mereka dapat merumuskan sendiri penemuannya dengan
penuh percaya diri.
Metode inquiry menurut Roestiyah (2001 : 75) merupakan suatu
teknik atau cara yang dipergunakan guru untuk mengajar di depan kelas,
dimana guru membagi tugas meneliti suatu masalah ke kelas. Siswa di
bagi menjadi beberapa kelompok, dan masing-masing kelompok mendapat
xlix
tugas tertentu yang harus dikerjakan, kemudian mereka mempelajari,
meneliti atau membahas tugasnya di dalam kelompok. Hasil kerja mereka
kemudian dibuat laporan yang kemudian dilaporkan.
Pembelajaran inquiry memerlukan lingkungan kelas dimana
siswa merasa bebas untuk berkarya, berpendapat, membuat kesimpulan
dan membuat dugaan-dugaan.
Pembelajaran inquiry merupakan kegiatan pembelajaran yang
melibatkan secara maksimal seluruh kemampuan siswa untuk mencari dan
menyelidiki sesuatu (benda, manusia, peristiwa) secara sistematis, kritis,
logis, analitis sehingga mereka dapat merumuskan sendiri penemuannya
dengan penuh percaya diri.
Gulo. W. (2002 : 84-85) mengemukakan kondisi-kondisi umum
yang merupakan syarat timbulnya kegiatan inquiry bagi siswa yaitu :
1) Aspek sosial didalam kelas dan suasana terbuka yang mengundang
siswa berdiskusi. Hal ini menuntut adanya suasana kelas (permisif)
dalam kelas, dimana setiap siswa tidak merasakan adanya tekanan atau
hambatan untuk mengemukakan pendapatnya. Sehingga siswa merasa
takut, rendah diri, malu dan sebagainya, baik terhadap teman maupun
terhadap guru. Kebebasan berbicara dan penghargaan terhadap
pendapat yang berbeda, sekalipun pendapat itu tidak relevan perlu
dipelihara dalam batas-batas disiplin yang ada.
2) Inquiry berfokus pada hipotesis yang perlu diuji kebenarannya.
l
Siswa perlu menyadari bahwa pada dasarnya semua pengetahuan bersifat tentatis.
Tidak ada kebenaran yang bersifat mutlak. Kebenaran selalu bersifat sementara.
Sikap terhadap pengetahuan yang demikian perlu dikembangkan. Dengan
demikian, maka penyelesaian hipotesis merupakan fokus strategi inquiry. Namun
karena sudut pandang siswa tidak sama maka dimungkinkan adanya variasi
penyelesaian masalah, sehingga inquiry bersifat open ended (terbuka). Maksudnya
ada berbagai kesimpulan yang berbeda dari masing-masing siswa dengan
argumen yang benar. Disamping inquiry terbuka dikenal pula inquiry tertutup,
yaitu jika hanya ada satu kesimpulan yang sama dari banyak siswa.
3) Penggunaan Fakta sebagai Bukti
Teachers vary considerably in how they attempt to engage students in the
active search for knowledge; some advocate structured methods of guided inquiry
(Igelsrud & Leonard, 1988) while others advocate providing students with few
instructions (Tinnesand & Chan, 1987). Para guru saling bertukar pikiran dalam
hal bagaimana mereka berusaha untuk melibatkan para siswa di dalam pencarian
ilmu pengetahuan secara aktif;beberapa orang menganjurkan metode yang
terstruktur dari penyelidikan yang dibimbing (Igelsrud & Leonard, 1988).
Sementara yang lain menganjurkan untuk memberikan para siswa sedikit perintah
(Tinnesand & Chan, 1987).
Untuk menciptakan kondisi seperti itu, maka peranan guru sangat
menentukan. Guru tidak lagi berperan sebagai pemberi informasi dan siswa
sebagai penerima informasi, sekalipun hal itu sangat diperlukan. Peranan guru
dalam menciptakan model pembelajaran inquiry adalah sebagai berikut :
li
a) Motivator
Guru memberi rangsangan agar siswa aktif dan gairah untuk berfikir.
b) Fasilitator
Guru menunjukkan jalan keluar jika ada hambatan dalam proses
berpikir siswa
c) Penanya
Guru menyadarkan siswa dari kekeliruan yang mereka perbuat dan
memberi keyakinan pada diri siswa.
d) Administrator
Guru bertanggung jawab terhadap seluruh kegiatan di dalam kelas.
e) Pengarah
Guru memimpin alur kegiatan berpikir siswa pada tujuan yang
diharapkan
f) Manager
Guru mengelola sumber belajar, waktu dan organisasi kelas
g) Rewarder
Guru memberi penghargaan bagi prestasi siswa, yang dicapai
dalam rangka peningkatan semangat siswa.
Inquiry tidak hanya mengembangkan kemampuan intelektual tetapi seluruh
potensi yang ada, termasuk pengembangan emosional dan pengembangan
keterampilan. Pada hakikatnya, inquiry ini merupakan suatu proses. Proses ini
bermula dari perumusan masalah, mengembangkan hipotesis, mengumpulkan
bukti, menguji hipotesis, dan menarik kesimpulan sementara, menguji kesimpulan
lii
sementara supaya sampai pada kesimpulan yang pada taraf tertentu diyakini oleh
peserta didik yang bersangkutan.
PROSES INQUIRY
MERUMUSKAN MASALAH
MENARIK KESIMPULAN MERUMUSKAN SEMENTARA HIPOTESIS
SISWA
MENGUJI HIPOTESIS MENGUMPULKAN
BUKTI
(Gambar 1. Proses Inquiry)
Adapun strategi pelaksanaan inquiry adalah :
a) Guru memberikan penjelasan, instruksi atau pertanyaan terhadap
materi yang akan diajarkan.
b) Memberikan tugas kepada peserta didik untuk menjawab
pertanyaan yang jawabannya bisa didapatkan pada proses
pembelajaran yang dialami siswa.
c) Guru memberikan penjelasan terhadap persoalan-persoalan yang
mungkin membingungkan peserta didik.
d) Resitasi untuk menanamkan fakta-fakta yang telah dipelajari
sebelumnya.
e) Siswa merangkum dalam bentuk rumusan sebagai kesimpulan
yang dapat dipertanggung jawabkan.
liii
( Mulyasa, 2005 : 236 ).
c. Tujuan Pembelajaran dengan Metode Inquiry
Menurut Arends, “The overal goal of inquiry teaching has been
and continues to be, that helping student learn how ask question, seek
answers or solution to satisfy their cuirosity, and building their own
theories and ideas about thw word” (Arends, 1994 : 386)
Pada prinsipnya tujuan pengajaran dengan metode inquiry adalah
membantu siswa bagaimana merumuskan pertanyaan, mencari jawaban
atau pemecahan untuk memuaskan keingintahuannya dan untuk membantu
teori dan gagasan tentang dunia.
Menurut Joice-Well dalam W. Gulo (96 : 2002), inquiry
bertujuan “to help the student develope the intellectual discipline and skills
necessary to raise question and search out answer stemming from their
curiosity”
Lebih jauh lagi dikatakan bahwa pembelajaran inquiry bertujuan
untuk mengembangkan tingkat berpikir dan juga ketrampilan berpikir
kritis.
Dapat disimpulkan tujuan penggunaan inquiry adalah menolong
anak didik mengembangkan disiplin intelektual dan ketrampilan yang
dibutuhkan dengan memberikan pertanyaan dan mendapatkan jawaban
atas dasar keingintahuan mereka.
Inquiry menyediakan beranekaragam pengalaman konkrit dan
pembelajaran aktif yang mendorong dan memberikan ruang serta peluang
liv
bagi siswa untuk mengambil inisiatif dalam mengembangkan ketrampilan
pemecahan masalah, pengambilan putusan dan penelitian sehingga
memungkinkan mereka menjadi pelajar sepanjang hayat.
Keunggulan-keunggulan metode inquiry :
1) Meningkatkan pemahaman sains
2) Produktif dalam berpikir kreatif
3) Siswa menjadi terampil dalam memperoleh dan menganalisis
informasi.
4) Menekankan aspek kognitif, afektif dan psikomotor.
5) Memberi ruang kepada siswa untuk belajar sesuai gaya belajar.
6) Mampu melayani siswa di atas rata-rata.
Setiap metode mengajar tidak selalu unggul, namun juga
mempunyai kekurangan. Adapun kekurangan metode inquiry antara lain :
Guru dituntut untuk lebih kreatif.
1) Belajar mengajar dengan metode inquiry perlu kecerdasan.
2) Sulit mengontrol kegiatan dan keberhasilan siswa.
4. Tinjauan Tentang Metode Discovery
a. Pengertian Metode Discovery
Discovery dalam bahasa Indonesia berarti penemuan. Menurut
pendapat Sund (1975), yang dikutip Suryobroto. B (2002: 193) dinyatakan
bahwa metode discovery adalah proses mental dimana siswa
mengasimilasikan sesuatu konsep atau sesuatu prinsip. Proses mental
lv
tersebut misalnya. : mengamati, menggolong-golongkan, membuat
dugaan, menjelaskan, mengukur, membuat kesimpulan, dan sebagainya.
Yang dimaksud konsep misalnya : segi tiga, demokrasi, panas, energi, dan
sebagainya. Sedangkan prinsip misalnya : logam apabila dipanasi
mengembang, lingkungan berpengaruh terhadap kehidupan organisme,
dan sebagainya.
Sedangkan pendapat Gagne dan Berliner ( 1984 ) yang dikutip
Moedjiono dan Moh. Dimyati ( 1991 : 490 ) dinyatakan bahwa metode
discovery adalah :
Metode dimana para siswa memerlukan penemuan konsep,
prinsip dan pemecahan masalah untuk menjadi miliknya lebih dari pada
sekedar menerimanya atau mendapatkannya dari seorang guru atau sebuah
buku.
Dari dua pendapat diatas dapat disimpulkan bahwa metode
discovery sengaja dirancang untuk meningkatkan keaktifan siswa yang
lebih besar, berorientasi pada proses, untuk menemukan sendiri informasi
yang diperlukan untuk mencapai tujuan instruksional. Dengan demikian
metode discovery berorientasi pada proses dan hasil secara bersama-sama.
b. Tujuan Penggunaan Metode Discovery
Metode discovery sebagai metode belajar-mengajar yang
memberikan peluang diperhatikannya proses dan hasil kegiatan belajar
siswa digunakan dalam kegiatan belajar-mengajar dengan tujuan :
lvi
1) Meningkatkan keterlibatan siswa secara aktif dalam memperoleh dan
memproses perolehan belajar.
2) Mengarahkan para siswa sebagai pelajar seumur hidup.
3) Mengurangi ketergantungan kepada guru sebagai satu-satunya sumber
informasi yang diperlukan oleh siswa.
4) Melatih para siswa mengekplorasi atau memanfaatkan lingkungannya
sebagai sumber informasi yang tidak akan pernah tuntas digali.
5) Mendorong siswa berfikir dan bekerja atas inisiatif sendiri
6) Untuk menimbulkan keinginan siswa sehingga termotivasi dalam
bekerja sampai mereka menemukan sendiri.
7) Melatih ketrampilan memecahkan masalah secara mandiri dan
menganalisis serta memanipulasi informasi.
8) Untuk memberikan kepuasan intrinsik bagi siswa.
9) Untuk mengembangkan kemampuan siswa secara utuh dan optimal.
Adapun Langkah-langkah penggunaan metode discovery menurut
Richard Scuhman yang dikutip oleh Suryobroto (2002 : 199) sebagai
berikut :
1) Mengidentifikasi kebutuhan siswa
2) Pemilihan pendahuluan terhadap prinsip-prinsip, pengertian konsep
dan generalisasi yang akan dipelajari.
3) Pemilihan bahan dari masalah atau tugas-tugas yang akan dipelajari.
4) Membantu memperjelas mengenai tugas atau masalah yang akan
dipelajari dan peranan masing-masing siswa.
lvii
5) Mempersiapkan tempat dan alat-alat untuk penemuan.
6) Mengecek pemahaman siswa tentang masalah yang akan dipecahkan
dan tugas-tugasnya dalam pelaksanaan penemuan.
7) Memberikan kesempatan kepada siswa untuk melaksanakan penemuan
dengan melakukan kegiatan pengumpulan data dan pengolahan data.
8) Membantu siswa dengan informasi/data yang diperlukan oleh siswa
untuk kelangsungan kerja mereka, bila siswa menghendaki.
9) Membimbing para siswa menganalisis sendiri dengan pertanyaan,
pengarahan dan mengidentifikasi proses yang digunakan.
10) Membesarkan hati dan memuji siswa yang ikut serta dalam proses
yang digunakan.
11) Membantu siswa merumuskan kaidah, prinsip, ide generalisasi atau
konsep berdasarkan hasil penemuannya.
c. Peran Guru dalam Proses Pembelajaran yang Menggunakan Metode
Discovery
Dalam kegiatan belajar-mengajar yang menggunakan metode
discovery, guru mempunyai peran sebagai berikut :
1) Merencanakan pelajaran sedemikian rupa.
2) Menyajikan materi pelajaran yang diperlukan sebagai dasar bagi para
siswa untuk memecahkan masalah. Guru hendaknya mulai dengan
sesuatu yang sudah dikenal oleh siswa, dengan demikian terjadi
konflik dengan pengalaman siswa, akibatnya timbulah suatu
kesangsian yang merangsang para siswa untuk menyelidiki masalah
lviii
itu, menyusun hipotesis-hipotesis, dan mencoba memukan konsep-
konsep atau prinsip-prinsip yang mendasari masalah itu.
3) Selain hal-hal yang tersebut di atas, guru juga harus memperhatikan
tiga cara penyajian yaitu :
a) Cara Enaktif
Cara penyajian enaktif melalui tindakan, jadi bersifat manipulatif.
Dengan cara ini seorang mengetahui suatu aspek dari kenyataan
tanpa menggunakan pikiran atau kata-kata. Cara ini terdiri atas
penyajian kejadian-kejadian yang lampau melalui respons-respons
motorik. Dengan cara ini dilakukan satu set kegiatan-kegiatan
untuk mencapai hasil tertentu.
b) Cara Ikonik
Cara penyajian ikonik didasarkan atas pikiran internal.
Pengetahuan disajikan oleh sekumpulan gambar-gambar yang
mewakili suatu konsep, tetapi tidak mendevinisikan sepenuhnya
konsep itu. Penyajian ikonik terutama dikendalikan oleh prinsip-
prinsip organisasi perseptual dan oleh transformasi-transformasi
secara ekonomis dalam organisasi-organisasi perseptual.
c) Cara Simbolik
Penyajian secara simbolik menggunakan kata-kata atau bahasa.
Penyajian simbolik dibuktikan oleh kemampuan seseorang dengan
lebih memperhatikan proposisi atau pernyataan dari obyek-obyek:
memberi struktur hirarkhis pada konsep-konsep, dan
lix
memperhatikan kemungkinan-kemungkinan alternatif dalam suatu
suatu kombinatorial.
Untuk menjamin keberhasilan belajar, guru hendaknya jangan
menggunakan cara penyajian yang tidak sesuai dengan tingkat kognitif
siswa, karena perkembangan intelektual diasumsikan mengikuti urutan
enaktif, ikonik dan simbolik.
4) Bila siswa memecahkan masalah di laboratorium atau secara teoritis,
guru hendaknya berperan sebagai seorang pembimbing. Guru
hendaknya jangan mengungkapkan terlebih dahulu prinsip atau aturan
yang akan dipelajari, tetapi ia hendaknya memberikan saran-saran
bilamana diperlukan. Guru sebaiknya memberikan umpan balik pada
waktu yang tepat, umpan balik tersebut sebagai perbaikan diberikan
sedemikian rupa sehingga siswa akhirnya harus mampu melakukan
sendiri.
5) Menilai hasil belajar merupakan suatu masalah dalam belajar
penemuan. Tujuan belajar penemuan adalah mempelajari generalisasi-
generalisasi itu. Penilaian hasil belajar penemuan meliputi pemahaman
tentang prinsip-prinsip dasar mengenai suatu mata pelajaran, dan
kemampuan siswa untuk menerapkan prinsip-prinsip itu pada situasi
baru. Di samping yang telah diuraiakan di atas bahwa guru mempunyai
peranan dalam pelaksanaan proses pembelajaran yang menggunakan
metode discovery antara lain :
lx
a) Guru harus selalu memberikan bimbingan dan pengarahan melalui
pertanyaan-pertanyaan yang dapat membantu siswa untuk dapat
berpikir dan menemukan cara-cara penemuan yang tepat.
b) Guru harus mendorong siswa untuk selalu mandiri dan percaya
diri.
c) Guru sebaiknya mendorong siswa untuk memecahkan masalah-
masalah mereka sendiri daripada mengajar mereka dengan
jawaban-jawaban guru.
d) Guru dapat membantu siswa mengerti kosep-konsep yang sulit
dengan menggunakan peragaan atau gambar-gambar
Adapun peranan siswa dalam pelaksanaan pembelajaran dengan
menerapkan metode discovery adalah sebagai berikut :
1) Siswa berperan memecahkan masalah untuk menjadi miliknya.
2) Siswa berperan aktif dalam kegiatan pembelajaran untuk menemukan
konsep-konsep dan prinsip-prinsip.
3) Siswa mencari hasil penemuan.
4) Siswa meningkatkan prestasinya sesuai dengan kemampuan dan
kesempatan yang dimilikinya
5) Meyakinkan perasaan dirinya yang ragu terhadap suatu hal.
6) Memanfaatkan lingkungannya sebagai sumber informasi.
d. Metode Guided Inquiry – Discovery
Sund dan Trowbridge (http://agungprudent_wordpress.com
/2009/05/27/model_pembelajaran_inkuiri-2/) mengemukakan pembelajaran
lxi
inquiry terbimbing adalah suatu model pembelajaran inquiry yang dalam
pelaksanaannya guru menyediakan bimbingan / petunjuk yang cukup luas
untuk siswa. Sebagai perencanaannya dibuat oleh guru, siswa tidak
merumuskan problem / masalah. Dalam pembelajaran guided inquiry, guru
melepas siswa begitu saja kegiatan-kegiatan yang dilakukan siswa. Guru
harus memberikan pengarahan dan bimbingan kepada siswa dalam melakukan
kegiatan-kegiatan sehingga siswa yang berpikir lambat atau siswa yang
mempunyai intelegent rendah tetap mampu mengikuti kegiatan-kegiatan yang
sedang dilaksanakan. Dalam pelaksanaan metode ini guru harus mempunyai
kemampuan mengelola kelas yang bagus dan pandai mengendalikan siswa.
Metode guided inquiry biasanya digunakan terutama bagi siswa-siswa
yang belum berpengalaman belajar. Pada tahap-tahap awal pengajaran
diberikan bimbingan lebih banyak yaitu belajar pertanyaan-pertanyaan
pengarah agar siswa mampu menemukan sendiri arah dan tindakan-tindakan
yang harus dilakukan untuk memecahkan masalah yang disodorkan guru.
Pertanyaan bisa lisan maupun tertulis.
Menurut Sund (dalam Suryosubroto, 1996: 193), discovery merupakan
bagian dari inquiry atau inquiry merupakan perluasan proses discovery yang
digunakan lebih mendalam.
Dalam pembelajaran penemuan siswa juga belajar pemecahan masalah
secara mandiri dan keterampilan berfikir, karena mereka harus menganalisis
dan memanipulasi informasi (Slawin, 1994). Namun dalam proses penemuan
ini siswa mendapat bantuan atau bimbingan dari guru agar mereka lebih
lxii
terarah sehingga baik proses pelaksanaan pembelajaran maupun tujuan yang
dicapai terlaksana dengan baik. Bimbingan guru yang dimaksud adalah
memberikan bantuan agar siswa dapat memahami tujuan kegiatan yang
dilakukan dan berupa arahan tentang prosedur kerja yang perlu dilakukan
dalam kegiatan pembelajaran (Ratumanari, 2002).
Tahap-tahap pembelajaran guided inquiry menurut Ibrahim dan Nur
(2000 : 13) antara lain :
1. Orientasi siswa pada masalah
Guru menjelaskan tujuan pembelajaran, menjelaskan logistik yang
dibutuhkan, memotivasi siswa terlibat pada aktivitas pemecahan masalah
yang diberikan guru.
2. Mengorganisasikan siswa dalam belajar
Guru membantu siswa mendefenisikan dan mengorganisasikan tugas-tugas
yang berkaitan dengan masalah serta menyediakan alat.
3. Membimbing penyelidikan individual maupun kelompok
Guru mendorong siswa untuk mengumpulkan informasi yang sesuai,
melaksanakan eksperimen untuk mendapatkan penjelasan dan pemecahan
masalah.
4. Menyajikan / mempresentasikan hasil kegiatan
Guru membantu siswa dalam merencanakan dan menyiapkan karya yang
sesuai seperti laporan, video, dan model yang membantu mereka untuk
berbagi tugas dengan temannya.
lxiii
5. Mengevaluasi kegiatan
Guru membantu siswa untuk merefleksikan pada penyelidikan dan proses
penemuan yang digunakan.
Pembelajaran guided discovery merupakan pembelajaran penemuan
dengan bimbingan guru.
Carin (1993a) memberikan petunjuk dalam merencanakan dan
menyiapkan pembelajaran guided discovery sebagai berikut :
1. Menentukan tujuan yang akan dipelajari oleh siswa.
2. Memilih metode yang sesuai dengan kegiatan penemuan.
3. Menentukan lembar pengamatan untuk siswa.
4. Menyiapkan alat dan bahan secara lengkap.
5. Menentukan dengan cermat apakah siswa akan bekerja secara individu
atau secara kelompok yang terdiri dari 2, 3 atau 4 siswa.
6. Mencoba terlebih dahulu kegiatan yang akan dikerjakan oleh siswa untuk
mengetahui kesulitan yang mungkin timbul atau kemungkinan untuk
modifikasi.
Selanjutnya, untuk mencapai tujuan di atas, Carin (1993a)
menyarankan hal-hal sebagai berikut :
1. Memberikan bantuan agar siswa dapat memahami tujuan kegiatan yang
dilakukan.
2. Memeriksa bahwa semua siswa memahami tujuan kegiatan prosedur yang
harus dilakukan.
lxiv
3. Sebelum kegiatan dilakukan menjelaskan pada siswa tentang cara kerja
yang aman.
4. Mengamati setiap siswa selama mereka melakukan kegiatan.
5. Memberikan waktu yang cukup kepada siswa untuk mengembalikan alat
dan bahan yang digunakan.
6. Melakukan diskusi tentang kesimpulan untuk setiap jenis kegiatan.
5. Hakikat Pembelajaran IPA dengan Penerapan Metode Guided Inquiry -
Discovery pada Siswa kelas III SD
Dalam Sukamti-Sukamti (http://journal.um.ac.industri/index.php/
sekolah_dasar/artide/view/339) menjelaskan bahwa metode guided inquiry –
discovery adalah salah satu metode pengajaran yang memungkinkan siswa
terlibat secara aktif menggunakan proses mentalnya untuk menemukan
beberapa konsep dan prinsip materi yang sedang dipelajari. Metode ini
merupakan alternatif metode yang dapat dipilih dalam pengajaran IPA di SD
kelas III.
Mengingat dalam pelajaran IPA diperlukan suatu bentuk kegiatan
yang dapat mengarahkan siswa untuk dapat menemukan suatu konsep melalui
pengujian atau penemuan secara langsung.
Metode ini dapat diterapkan mulai kelas III SD, khususnya pengajaran
IPA. Tujuannya agar siswa mampu memecahkan masalah dan menarik
kesimpulan dari permasalahan yang dipelajari.
lxv
Dengan menerapkan metode guided inquiry - discovery peneliti akan
melaksanakan proses pembelajaran IPA siswa kelas III Kompetensi Dasar
Menyimpulkan hasil gerak benda dipengaruhi oleh bentuk dan ukuran.
Dalam pelaksanaanya, peneliti menerapkan metode guided inquiry -
discovery, dengan alasan siswa kelas III masih membutuhkan bimbingan dari
guru dalam pelaksanaan kegiatan.
Kerangka Pemikiran
Berdasarkan kajian teoritik yang telah diuraikan sebelumnya diperoleh alur
kerangka berpikir bahwa kondisi awal di SDN Karangbangun pembelajaran IPA
di kelas III lebih banyak berpusat pada guru, guru lebih banyak berceramah.
Siswa hanya sebagai pendengar, kondisi seperti ini mengakibatkan siswa merasa
bosan dan enggan belajar IPA. Akibatnya prestasi belajar IPA siswa rendah.
Dengan kondisi awal seperti ini kemudian peneliti akan melaksanakan
suatu tindakan untuk mengatasinya. Peneliti akan menerapkan metode
pembelajaran guided inquiry - discovery dalam proses pembelajaran IPA. Peneliti
akan memberi motivasi pada siswa dengan memberi penguatan agar siswa merasa
senang.
Dari tindakan yang dilaksanakan peneliti, diharapkan mencapai kondisi
akhir, yaitu prestasi hasil belajar IPA siswa kelas III SD Negeri Karangbangun
dapat meningkat, dan diswa lebih senang dan tertarik untuk belajar IPA.
Berdasarkan uraian di atas dapat digambarkan kerangka pemikiran
(gambar 2) sebagai berikut :
lxvi
(Gb.2. Kerangka Berfikir)
Hipotesis
Berdasarkan landasan teori dan kerangka pemikiran di atas, maka dapat
dirumuskan hipotesis penelitian tindakan kelas sebagai berikut : jika pembelajaran
dengan metode guided inquiry – discovery diterapkan dalam pembelajaran IPA,
maka dapat meningkatkan prestasi belajar IPA siswa kelas III SD Negeri
Karangbangun.
Kondisi Awal - Pembelajaran lebih banyak perpusat pada guru
- Siswa bosan dan enggan belajar IPA
- Prestasi belajar IPA cenderung rendah
Tindakan - Menerapkan model pembelajaran guide inquiry -
discovery dalam pembelajaran IPA
- Guru memberi motivasi belajar
Kondisi Akhir - Prestasi belajar IPA siswa meningkat
- Siswa lebih senang dan tertarik untuk belajar IPA
lxvii
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
A. Tempat dan Waktu Penelitian
Lokasi yang digunakan tempat penelitian adalah Sekolah Dasar Negeri
Karangbangun Kecamatan Jumapolo Kabupaten Karanganyar. Peneliti
melaksanakan di tempat tersebut dengan alasan peneliti adalah salah satu guru
kelas di sekolah tersebut sehingga memudahkan peneliti dalam melaksanakan
penelitian, dapat menghemat waktu dan biaya.
Penelitian dilaksanakan pada semester II tahun pelajaran 2008/2009
mulai bulan Pebruari sampai Juni tahun 2009 (lihat lampiran 28).
B. Subjek
Dalam penelitian ini subjek yang digunakan adalah seluruh siswa kelas
III Sekolah Dasar Negeri Karangbangun Kecamatan Jumapolo Kabupaten
Karanganyar tahun pelajaran 2008/2009, yang berjumlah 19 siswa terdiri dari 11
siswa putra dan 8 siswa putri.
Mengingat populasi yang jumlahnya tidak terlalu banyak, maka dalam
penelitian ini tidak mengambil sampel sebagai wakil dari populasi, namun peneliti
menjadikan seluruh siswa kelas III Sekolah Dasar Negeri Karangbangun sebagai
subjek penelitian. Terdiri dari 8 siswa putri dan 11 siswa putra.
lxviii
C. Sumber Data
Data atau informasi yang dikumpulkan dan dikaji dalam penelitian ini
adalah dara kualitatif. Informasi tersebut akan digali dari berbagai sumber data,
yang meliputi :
a. Sumber data pokok (primer), yaitu :
1. Siswa, sebagai obyek penelitian
2. Guru, sebagai sumber informasi, terutama guru kelas yang lebih mengenal
tentang seluk beluk siswanya dan mengetahui bagaimana perkembangan
prestasi siswanya.
3. Pihak lain yang berhubungan
Orang-orang di sekitar siswa yang bisa kita mintai informasi tentang
siswa.
b. Sumber data sekunder, antara lain :
1. Arsip/dokumentasi
Pengumpulan data-data tertulis, misalnya daftar nilai formatif IPA siswa.
2. Tes hasil belajar
Siswa akan dites/diuji kemampuannya oleh guru. Tes dilaksanakan setelah
pelaksanaan tindakan. Tes digunakan sebagai alat pembanding prestasi siswa.
3. Lembar observasi
Lembar observasi digunakan dalam mengamati proses pembelajaran
4. Teks wawancara
Teks wawancara digunakan peneliti untuk menggali informasi dari siswa
tentang kegiatan pembelajaran di sekolah.
lxix
Lebih lanjutnya, sumber data sekunder yang meliputi arsip/dokumen, tes
hasil belajar, lembar observasi dan teks wawancara akan diuraikan penulis dalam
uraian teknik pengumpulan data.
D. Teknik Pengumpulan Data
Sesuai dengan bentuk penelitian, maka teknik pengumpulan data yang
digunakan dalam penelitian ini adalah :
1. Dokumentasi
Peneliti menggunakan teknik dokumentasi untuk memperoleh data
daftar nilai IPA Mid semester II tahun pelajaran 2008/2009.
2. Teknik Tes
Dalam penelitian ini peneliti akan mengadakan tes tertulis yang akan
dilaksanakan sesudah pelaksanaan tindakan. Hasil tes akan digunakan sebagai
alat ukur ketercapaian tujuan penelitian dengan dibandingkan dengan nilai
mid semester II siswa.
3. Observasi
Observasi yang dilakukan peneliti adalah mengamati partisipasi siswa
dan keaktifan siswa dalam proses pembelajaran IPA siswa kelas III Sekolah
Dasar Negeri Karangbangun pembelajaran dilaksanakan sesuai kompetensi
dasarnya, yaitu menyimpulkan hasil pengamatan bahwa gerak benda
dipengaruhi oleh bentuk dan ukurannya. Proses pembelajaran dilaksanakan
dengan menerapkan metode guide inquiry - discovery.
lxx
4. Wawancara
Wawancara digunakan peneliti untuk menggali informasi dan
informan tentang kegiatan belajar IPA. Wawancara yang digunakan bersifat
lentur, tidak terlalu ketat, tidak dalam suasana formal dan dilakukan berulang
pada informan yang lain. Sumber informasi adalah siswa kelas III SD Negeri
Karangbangun.
Dalam pelaksanaan teknik wawancara, peneliti membuat teks
wawancara yang dibagikan kepada informan, sehingga pelaksanaan
wawancara tidak memakan waktu lama. Pertanyaan-pertanyaan yang diajukan
peneliti kepada siswa ketika melaksanakan wawancara antara lain :
a. Pelajaran apa yang paling kamu sukai di sekolah?
b. Pelajaran apa yang paling tidak kamu sukai?
c. Mengapa kamu menyukai pelajaran tersebut?
d. Bagaimana perasaanmu saat gurumu memberikan pelajaran IPA?
e. Bagaimana perasaanmu kalau gurumu mengajarmu sambil melakukan
percobaan atau penemuan?
f. Kalau kamu merasa senang, apakah kamu memperhatikan dengan
sungguh-sungguh?
g. Dengan demikian, apakah semua tugas dan pertanyaan yang diberikan
gurumu dapat kamu selesaikan dengan baik?
lxxi
E. Validitas Data
Trianggulasi yang digunakan adalah trianggulasi dengan sumber yaitu
membandingkan data hasil observasi, hasil pekerjaan siswa dan hasil wawancara
terhadap subjek yang ditekankan pada penerapan metode guide inquiry -
discovery.
F. Teknik Analisis Data
Teknik analisis yang digunakan dalam penelitian ini adalah model
analisis interaktif. Model analisis interaktif mempunyai tiga buah komponen yaitu
reduksi data, sajian data dan penarikan kesimpulan atau verivikasi.
Aktivitasnya dilakukan dalam bentuk interaktif dengan proses
pengumpulan data sebagai suatu proses siklus.
Gambar model analisis interaktif adalah :
Sumber HB Sutopo (1996: 87)
(Gb. 3. Model Analisis Interaktif)
Berikut merupakan penjelasan lebih lanjut tentang ketiga komponen
tersebut :
Pengumpulan Data Sajian Data
Reduksi Data Penarikan Kesimpulan/Verifikasi
lxxii
1. Reduksi data merupakan proses menyeleksi, menentukan fokus,
menyederhanakan, meringkas, dan mengubah bentuk data “mentah” yang ada
dalam catatan lapangan. Dalam tahap ini peneliti memilahkan data dan
menbuang data yang tidak perlu, kemudian mengorganisasikan data dengan
catatan sedemikian rupa sehingga kesimpulan-kesimpulan akhirnya dapat
ditarik.
2. Penyajian data sebagai komponen kedua dalam kegiatan analisis data,
merupakan suatu rakitan organisasi informasi, deskripsi dalam bentuk narasi
yang memungkinkan kesimpulan peneliti dapat dilakukan. Sajian ini
merupakan rakitan kalimat yang disusun secara logis dan sistematis. Sajian
data ini harus mengacu pada rumusan masalah yang telah dirumuskan
sebagai pertanyaan penelitian, sehingga narasi yang tersaji merupakan
deskripsi mengenai kondisi yang rinci untuk menceritakan dan menjawab
setiap permasalahan yang ada.
3. Verifikasi (penarikan kesimpulan) merupakan kegiatan yang dilakukan untuk
memantapkan simpulan dari tampilan data agar benar-benar dapat
dipertanggungjawabkan.
G. Prosedur Penelitian
Berdasarkan variable yang diteliti dan tujuan yang hendak dicapai, mata
metode penelitian yang digunakan adalah dengan teknik korelasi. Dengan
berbagai metode yang digunakan peneliti, peneliti berupaya untuk meningkatkan
lxxiii
prestasi belajar IPA siswa kelas III SD Negeri Karangbangun dengan
menggunakan metode guide inquiry - discovery.
Adapun gambar siklus yang direncanakan sebagai berikut :
Kemmis dan Taggart dalam Slamet dan Suwarto (2006: 56)
(Gb. 4. Rencana Siklus)
Keterangan :
R1, R2, R3 = Rencana tindakan pada siklus 1,2 dan 3
T1, T2, T3 = Tindakan tindakan pada siklus 1,2 dan 3
O1, O2, O3 = Observasi tindakan pada siklus 1,2 dan 3
R1, R21, R3
2 = Refleksi tindakan pada siklus 1,2 dan 3
1. Rencana Tindakan
Berdasarkan hasil pengidentifikasian dan penetapan masalah, peneliti
kemudian mengajukan suatu solusi yang berupa penerapan metode guide
inquiry - discovery yang dapat dimanfaatkan guru untuk digunakan sebagai
metode pengajaran dalam pembelajaran IPA kelas III SD Negeri
Karangbangun Kecamatan Jumapolo, Kabupaten Karanganyar.
R1 R1
T1
O1
Siklus I Siklus II Siklus III
R21
R2 T2
O2
R31
R3 T3
O3
lxxiv
Dalam tahap ini, peneliti menyajikan data yang telah dikumpulkan kemudian
menentukan solusi yang dapat diambil. Peneliti membuat rencana
pembelajaran untuk dilaksanakan dalam tahap pelaksanaan tindakan (lihat
lampiran 1, 2, dan 3)
2. Pelaksanaan Tindakan
Keseluruhan tindakan yang dilaksanakan dalam penelitian ini
bertujuan untuk mengadakan perbaikan terhadap proses pembelajaran IPA
yang selama ini prestasi siswa dianggap rendah karena berada di bawah KKM.
Tindakan dalam penelitian ini berupa penerapan metode guide inquiry -
discovery dalam proses pembelajaran. Setiap tindakan yang dilakukan tersebut
selalu diikuti dengan kegiatan pemantauan dan evaluasi serta analisis dan
refleksi.
Dalam tahap ini, peneliti melakukan observasi untuk mengetahui
apakah tindakan yang dilakukan telah dapat mengatasi permasalahan yang
ada. Selain itu peneliti juga melakukan observasi untuk mengumpulkan data
yang akan diolah untuk menentukan tindakan berikutnya.
3. Observasi
Kegiatan observasi dilakukan untuk memonitor tindakan yang terjadi
di kelas. Dalam tahap ini peneliti mengadakan observasi sebagai partisipasi
pasif dimana peneliti berada di dalam lokasi penelitian namun tidak berperan
aktif dalam kegiatan yang sedang berlangsung. Peneliti hanya mengamati
jalannya proses pembelajaran yang terjadi di dalam kelas. Peneliti mencatat
bagaimana keaktifan siswa, mencatat kelemahan dan kelebihan proses
pembelajaran yang telah berlangsung dan mengobservasi hasil belajar. Setelah
lxxv
data terkumpul, peneliti mengolah data tersebut hingga dapat digunakan untuk
mencari solusi dari permasalahan yang muncul.
4. Analisis dan Refleksi Tindakan
Hasil observasi kemudian dianalisis untuk menentukan langkah-langkah
perbaikan apa yang dapat ditempuh, sehingga didapatkan suatu solusi untuk
semua permasalahan yang dialami oleh guru dan siswa dalam proses
pembelajaran IPA.
Pada tahap ini peneliti, guru, dan Kepala Sekolah berdiskusi dan bertukar
pikiran untuk mengambil suatu kesimpulan yang berupa hasil dari pelaksanaan
penelitian. Dari hasil penarikan kesimpulan ini, dapat diketahui apakah penelitian
ini berhasil atau tidak, sehingga dapat digunakan untuk menentukan langkah
selanjutnya.
H. Indikator Ketercapaian Tujuan
Untuk mengukur keberhasilan tindakan, peneliti perlu merumuskan
indikator-indikator ketercapaiannya. Perumusan persentase target ketercapaian
pada indikator yang ditetapkan dalam penelitian ini berdasarkan pada hasil
observasi awal, dikatakan indikator tercapai bila 80% dari siswa kelas III
mendapat nilai IPA minimal 60. Sebelum diadakan penelitian ini nilai IPA siswa
yang diperoleh dari ulangan mid semester II 70% siswa di bawah 60.
lxxvi
I. Kendala yang Dihadapi
Dalam sebuah penerapan suatu metode pasti akan ada kendala, karena
tidak ada satupun metode yang sempurna. Dalam pelaksanaan penelitian ini,
peneliti menghadapi kendala-kendala misalnya, dalam kegiatan percobaan,
suasana kelas akan tampak sedikit ramai dan gaduh. Antisipasi yang dilaksanakan
peneliti adalah dengan mengkondisikan kelas sebaik mungkin, menempatkan
siswa yang tidak mampu dan sering gaduh di dekat guru sehingga guru mudah
memberi bimbingan.
lxxvii
BAB IV
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
J. Deskripsi Hasil Penelitian
1. Kondisi Awal (Pra-tindakan)
Sebelum melaksanakan proses penelitian, peneliti mengumpulkan data
dan informasi tentang subjek penelitian. Data-data yang dikumpulkan antara
lain daftar nama siswa kelas III, daftar nilai IPA mid semester II tahun ajaran
2008/2009, hasil wawancara dengan informan (siswa kelas III).
Dari pengumpulan data daftar nilai mid semester siswa kelas III (lihat
lampiran 17), diperoleh dari 19 siswa, baru 7 siswa atau 36,8% mencapai
ketuntasan belajar (mendapat nilai 60 ke atas). Nilai yang diperoleh siswa
berkisar antara 20 – 80 dengan nilai rata-rata 50. Perolehan nilai rata-rata
siswa tersebut jauh dari ketuntasan minimal hasil belajar yang telah ditentukan
oleh guru kelas III SDN Karangbangun
Tabel no. 2 adalah daftar frekuensi nilai mid semester IPA siswa kelas
III SD Negeri Karangbangun :
Tabel 2. Frekuensi Nilai Mid Semester IPA Siswa Kelas III
SD Negeri Karangbangun
Nilai Frekuensi Prosentase 0 – 20
21 – 40
41 – 60
61 – 80
81 - 100
1
6
9
3
0
5,26
31,58
47,37
15,79
0,00
Jumlah 19 100,00
lxxviii
Gambar 5. Grafik Histogram Frekuensi Nilai Mid Semester IPA Siswa
Kelas III SD Negeri Karangbangun
Dari tabel 2 grafik 5 dapat kita lihat ada 1 anak atau 5,26% yang
mendapat nilai antara 0 – 20, ada 6 anak atau 31,58% yang mendapat nilai
antara 21 – 40, ada 9 anak atau 47,37% yang mendapat nilai antara 41 – 60,
ada 3 anak atau 15,79% yang mendapat nilai antara 61 – 80. Tidak ada anak
yang mendapat nilai antara 81 – 100.
Dari proses wawancara diperoleh kesimpulan bahwa siswa kurang
berminat dalam belajar IPA, karena guru lebih sering menggunakan ceramah
sehingga siswa merasa jenuh dan bosan, akibatnya minat siswa untuk belajar
IPA menjadi berkurang sehingga mempengaruhi hasil prestasinya.
Berdasarkan hasil data yang dikumpulkan, dapat dikemukakan dua hal
pokok yang perlu diatasi, yaitu menumbuhkan minat siswa untuk belajar IPA
dengan cara mengaktifkan siswa dalam kegiatan belajar mengajar dan
meningkatkan prestasi belajar siswa dengan menerapkan metode guided
inquiry-discovery.
1
6
9
3
0
0
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
Fre
kuen
si
0 - 20 21 - 40 41 - 60 61 - 80 81 - 100
Nilai
lxxix
K. Pelaksanaan Tindakan
1. Siklus I
a. Persiapan / Perencanaan tindakan I
Kegiatan persiapan dilaksanakan pada hari Sabtu, 11 April 2009.
Pada tahap ini peneliti merencanakan pelaksanaan siklus I pada hari
Selasa, tanggal 14 April 2009 di ruang kelas III SD Negeri Karangbangun
Kecamatan Jumapolo. Pertemuan direncanakan berlangsung 2 x 40 menit
dilaksanakan pada jadwal terstruktur.
Langkah peneliti antara lain adalah menyiapkan rencana
pembelajaran IPA kelas III, kompetensi dasar 4.1. Menyimpulkan hasil
pengamatan bahwa gerak benda dipengaruhi oleh bentuk dan ukuran.
Indikator 4.1.1. Mengidentifikasi berbagai macam gerak benda melalui
percobaan, misalnya : menggelinding, jatuh, memantul, berputar,
mengalir (lihat lampiran 1).
Setelah membuat rencana pembelajaran, peneliti mengkoordinasi
siswa untuk membawa alat dan bahan yang akan digunakan untuk
pelaksanaan percobaan. Alat dan bahan dibawa sesuai jadwal pelaksanaan
siklus I. Alat dan bahan yang disiapkan antara lain kelereng, bola kasti,
kotak kardus, papan halus, jam dinding, air dalam botol dan gelas aqua.
Peneliti juga menyiapkan evaluasi beserta kunci jawabannya (lihat
lampiran 1), evaluasi digunakan peneliti untuk mengukur sejauh mana
keberhasilan proses pembelajaran. Peneliti pun menyiapkan lembar
observasi, untuk mengamati proses pembelajaran
lxxx
b. Pelaksanaan
Seperti yang telah direncakan, tindakan siklus I dilaksanakan hari
Selasa tanggal 14 April 2009 pada jadwal terstruktur yaitu pukul 11.35 –
12.25. pelaksanaan dilaksanakan di ruang kelas III SD Negeri Karangbangun.
Langkah-langkah yang dilakukan guru selama proses
pembelajaran antara lain : (1) Guru membuka pelajaran dengan
mengucapkan salam; (2) Guru membuka pelajaran dengan memberikan
apersepsi, gerak benda apa saja yang sering dilihat anak-anak dalam
kehidupan sehari-hari; (3) Anak menjawab pertanyaan dari guru sebagai
respon; (4) Guru menyampaikan tujuan pembelajaran yang akan dicapai,
siswa memperhatikan; (5) Guru mengkoordinasikan siswa untuk
berkelompok, kemudian siswa berkelompok; (6) Guru mengkoordinasikan
siswa untuk menyiapkan alat dan bahan yang diperlukan untuk
pelaksanaan percobaan, siswa menyiapkannya; (7) Guru memunculkan
masalah sebagai awal penerapan metode guided inquiry-discovery.
“Mengapa bola kaki bisa bergerak kesana kemari? Bagaimana cara
geraknya?”. Siswa menjawab pertanyaan guru sebagai hipotesis; (8) Guru
membagikan lembar kegiatan yang berisi petunjuk pelaksanaan
percobaan untuk penemuan, kemudian menugaskan siswa untuk
melaksanakannya (lihat lampiran 5). Dalam pelaksanaan kegiatan
percobaan, guru memberi bimbingan; (9) Siswa melaksanakan kegiatan
percobaan sesuai lembar kegiatan (lihat lampiran 5) dengan bantuan dan
bimbingan guru. (Pelaksanaan percobaan merupakan penerapan metode
lxxxi
guided inquiry-discovery digunakan untuk menguji jawaban sementara);
(10) Guru menyuruh siswa menjawab pertanyaan yang ada di dalam
lembar kegiatan dan mencatat hasil percobaan; (11) Setelah dicatat oleh
anak-anak, kemudian guru menugaskan anak-anak untuk mendiskusikan
hasil percobaan. (Kegiatan metode guided inquiry-discovery menarik
kesimpulan); (12) setelah berdiskusi, atas perintah guru, kemudian salah
satu siswa perwakilan dari masing-masing kelompok melaporkan hasil
diskusinya dimuka, siswa yang lain memperhatikan; (13) Setelah selesai
dilaporkan, kemudian guru dan siswa secara bersama-sama bertanya jawab
untuk menarik kesimpulan; (14) Langkah terakhir guru adalah
mengadakan evaluasi untuk mengukur keberhasilan yang dicapai siswa.
Tes yang diberikan adalah tes tertulis bentuk tagihan uraian (lembar
evaluasi lihat lampiran 14).
c. Observasi
Kegiatan observasi dilaksanakan saat proses pembelajaran IPA
berlangsung. Kegiatan observasi difokuskan pada pelaksanaan pembelajaran.
Dalam kegiatan ini, guru mengamati jalannya pembelajaran.
Pertama-tama guru mengamati kelengkapan alat dan bahan yang
diperlukan untuk pelaksanaan percobaan. Hasilnya, masih ada beberapa
kelompok yang belum lengkap peralatan dan bahan untuk pelaksanaan
percobaan. Kedua, guru mengamati langkah-langkah kegiatan siswa ketika
melaksanakan percobaan, sudah sesuaikah langkah yang ditempuh siswa
dengan langkah-langkah yang tertera dalam lembar kegiatan. Hasilnya,
lxxxii
masih ada kelompok yang terlihat bingung dalam pelaksanaannya, ada
yang kurang teliti, ada pula yang bingung dengan langkah yang harus
dilaksanakan. Ketiga, guru mengamati keaktifan siswa saat melaksanakan
percobaan, ada beberapa anak yang tidak aktif dalam melaksanakan
percobaan, anak tersebut hanya berdiam diri, seolah-olah tidak mau tahu.
Pengamatan selanjutnya, guru mengamati bagaimana keaktifan siswa
ketika berdiskusi untuk menarik simpulan, ada beberapa anak yang aktif
berargumen dan ada yang berdiam diri saja. Pengamatan yang paling akhir
adalah bagaimana kesimpulan hasil diskusi siswa, apakah sesuai dengan
hasil pelaksanaan percobaan atau tidak. Dari pengamatan yang terakhir ini
ada satu kelopok yang masih bingung dan tampak belum bisa menarik
kesimpulan. Hal ini disebabkan, kurangnya petujuk dan bimbingan dari guru.
Dari uraian di atas dapat disimpulkan hasil observasi dari siklus I
antara lain :
1) Masih ada kelompok yang belum lengkap alat dan bahan untuk
pelaksanaan percobaan. Hal itu mengakibatkan pelaksanaan percobaan
sedikit terhambat, karena kelompok tersebut harus menunggu
kelompok lain melaksanakan percobaan terlebih dahulu, baru
kelompok tersebut melaksanakan percobaan sendiri. Hal ini juga
mengakibatkan memperpanjang waktu.
2) Masih ada beberapa kelompok yang bingung dalam melaksanakan
langkah-langkah yang tertera dalam lembar kegiatan. Hal ini
disebabkan kurangnya bimbingan dan perhatian guru terhadap siswa.
lxxxiii
Hasil dari kegiatan observasi akan dianalisis, untuk menentukan
langkah berikutnya yang akan ditempuh.
d. Analisis Siklus I
1) Dalam pelaksanaan pembelajaran, guru masih menghadapi berbagai
kendala, antara lain :
a) Masih ada kelompok yang belum lengkap alat dan bahannya untuk
melaksanakan percobaan.
b) Masih ada kelompok yang bingung dalam mengikuti langkah-
langkah yang tertera dalam lembar kegiatan.
c) Masih ada beberapa anak yang belum aktif dalam pelaksanaan percobaan.
d) Ketika pelaksanaan diskusi, ada beberapa anak yang tidak aktif
menyampaikan pendapatnya.
e) Dalam menyimpulkan hasil percobaan, ada salah satu kelompok
yang kesulitan dalam menyimpulkan.
Adapun prosentase hasil observasi dalam pelaksanaan percobaan
pada siklus I dapat dilihat dari tabel 3 bawah ini :
Tabel 3. Prosentase hasil observasi Siklus I
No Kegiatan Siswa Prosentase
1 Kelengkapan menyiapkan alat dan bahan percobaan 55
2 Keruntutan langkah-langkah dalam pelaksanaan kegiatan percobaan
48
3 Keaktifan siswa selama melaksanakan kegiatan percobaan 61
4 Keaktifan siswa dalam menguta-rakan pendapat saat berdiskusi
49
5 Kesimpulan akhir sesuai percobaan 58
lxxxiv
Dari tabel 3 dapat pula kita amati pada grafik histogram pada
gambar 6 di bawah ini :
Gambar 6. Grafik Histogram Prosentase Hasil Observasi Siklus I
Berdasarkan pelaksanaan siklus I kegiatan evaluasi diperoleh data
dalam tabel 4 di bawah ini.
Tabel 4. Frekuensi Nilai IPA Siklus I Siswa Kelas III
SD Negeri Karangbangun
Nilai Frekuensi Prosentase
0 – 20
21 – 40
41 – 60
61 – 80
81 - 100
0
7
5
7
0
0,00
36,84
26,32
36,84
0,00
Jumlah 19 100,00
55%48%
61%
49%
58%
0%
10%
20%
30%
40%
50%
60%
70%
80%
90%
100%
Pro
sen
tase
Aktif menyiapkanalat
KeruntutanLangkah
AktifMelaksanakan
Kegiatan
Aktif dalammengutarakan
pendapat
Kesimpulan Akhir
lxxxv
Gambar 7. Grafik Histogram Frekuensi Nilai IPA Siklus I
Siswa Kelas III SD Negeri Karangbangun
Dari tabel 4 dan grafik gambar 7 di atas dapat kita lihat ada 7
anak atau 36,84% yang mendapat nilai antara 21 – 40, ada 5 anak atau
26,32% yang mendapat nilai antara 41 – 60 dan ada 7 anak atau
36,84% yang mendapat nilai antara 61 – 80. Tidak ada anak yang
mendapat nilai antara 0 – 20 dan 81 – 100.
Dari daftar nilai siklus I (lihat lampiran 18) juga dapat kita
lihat baru 9 anak atau 47,37% yang mengalami keberhasilan belajar.
Nilai anak tersebut telah sesuai atau diatas nilai 60. Sedangkan 10 anak
dari 19 anak belum berhasil. Karena nilai anak berada di bawah 60.
Anak yang mendapat nilai di bawah 60, rata-rata salah dalam
menjawab soal no. 5, yaitu : Gerakan apa saja yang dapat terjadi dalam
permainan sepakbola? Jelaskan beserta contoh peristiwanya!
0
7
5
7
0
0123456789
10
Fre
kuen
si
0 - 20 21 - 40 41 - 60 61 - 80 81 - 100
Nilai
lxxxvi
2. Siklus II
a. Perencanaan
Berdasarkan hasil refleksi pada siklus I, disepakati bahwa siklus
kedua perlu dilaksanakan. Siklus kedua akan dilaksanakan hari Kamis
tanggal 14 Mei 2009 di ruang kelas III SD Negeri Karangbangun
Kecamatan Jumapolo.
Untuk mengatasi hal-hal yang dihadapi dalam pelaksanaan siklus I
peneliti melakukan hal-hal antara lain : (1) Guru lebih memperhatikan dan
mendekati kelompok yang memerlukan bimbingan; (2) Guru memberi
bimbingan bagi kelompok yang memerlukan; (3) Guru memandu siswa
dalam melaksanakan percobaan; (4) Guru mengingatkan siswa alat dan
bahan apa saja yang perlu disiapkan.
Selain hal tersebut di atas peneliti kemudian menyiapkan
(menyusun) Rencana Pembelajaran IPA Kelas III, Kompetensi Dasar 4.1.
Menyimpulkan hasil pengamatan bahwa gerak benda dipengaruhi oleh
bentuk dan ukuran. Indikator 4.1.2. Mengidentifikasi hal-hal yang
mempengaruhi gerak benda (lihat lampiran 2).
Guru juga menyiapkan lembar kegiatan (lihat lampiran 6) untuk
pelaksanaan percobaan, soal evaluasi dan kunci jawaban (lihat lampiran
1), serta lembar observasi (lihat lampiran 26) yang akan digunakan untuk
menilai (mengobservasi) berlangsungnya kegiatan belajar mengajar. Tidak
lupa guru menyuruh siswa untuk menyiapkan alat dan bahan yang
diperlukan untuk percobaan, antara lain : dua bola bekel yang berbeda
lxxxvii
beratnya, dua lembar kertas HVS/buram, dua bola kecil (kelereng), papan,
kardus kecil, tikar plastik, karpet dan lem.
b. Pelaksanaan
Seperti yang telah direncanakan, tindakan siklus II dilaksanakan
pada hari Kamis tanggal 14 Mei 2009 di ruang kelas III SD Negeri
Karangbangun Kecamatan Jumapolo. Pertemuan berlangsung 2 x 40 menit
pada jadwal terstruktur jam 11.35 – 12.45 WIB.
Langkah-langkah yang dilakukan guru dalam pelaksanaan siklus II
ini antara lain : (1) Guru membuka pelajaran dengan mengucapkan salam;
(2) Guru mengulang materi yang lampau yang berkaitan dengan materi
yang akan disampaikan sekarang; (3) Guru melakukan apersepsi dengan
mengajukan pertanyaan, yang berkaitan dengan materi “Anak-anak
pernahkah kalian mengamati gerak jatuh daun dan buah?” (4) Siswa
menjawab sebagai respon dari pertanyaan guru; (5) Guru menyampaikan
tujuan pembelajaran yang akan dicapai, siswa memperhatikan; (6) Guru
kemudian mengkoordinasi siswa untuk berkelompok, guru menempatkan
siswa yang sering ramai di dekat guru agar mudah diberi bimbingan; (7)
Guru mengkoordinasikan siswa untuk menyiapkan peralatan yang
diperlukan, kemudian siswa menyiapkannya; (8) Sebagai langkah awal
penerapan metode guided inquiry-discovery, guru memunculkan
masalah “Ada dua truk mengangkut batu bata, truk A mengangkut 1000
batu bata, truk B mengangkut 3000 batu bata, kedua truk itu berangkat
bersamaan dan melewati jalan yang sama. Truk mana yang lebih cepat
sampai tujuan? Apa yang mempengaruhi?” (Kegiatan ini merupakan
lxxxviii
kegiatan perumusan masalah); (9) Siswa menjawab pertanyaan guru
sebagai jawaban sementara (hipotesis); (10) Guru membagikan kembar
kegiatan (lembar kegiatan lihat lampiran 6) untuk pelaksanaan percobaan
dan menugaskansiswa untuk melaksanakannya. Dalam pelaksanaan
percobaan, guru membantu siswa dengan memberi bimbingan; (11) Siswa
melaksanakan percobaan dengan bimbingan guru, pelaksanaan percobaan
merupakan penerapan metode inkuiri dan penemuan menguji jawaban
sementara; (12) Siswa melakukan percobaan dengan mengamati dan
mencatat hasilnya; (13) Setelah melaksanakan percobaan dan mencatat
hasilnya kemudian, siswa berdiskusi bersama kelompoknya untuk menarik
kesimpulan (Kegiatan inkuiri dan penemuan menarik kesimpulan); (14)
Hasil diskusi siswa dilaporkan di muka, perwakilan dari masing-masing
kelompok, kelompok yang lain memperhatikan; (15) Setelah selesai
melaporkan, guru dan siswa bertanya jawab untuk menarik kesimpulan
secara bersama-sama, kemudian siswa mencatat hasilnya; (16) Langkah
terakhir yang dilakukan guru adalah mengadakan evaluasi untuk
mengukur sejauh mana ketercapaian tujuan proses pembelajaran. Tes yang
diberikan adalah tes tertulis bentuk tagihan uraian (lihat lembar evaluasi
lampiran 15)
Dalam pelaksanaan siklus II ini, guru melakukan perbaikan siklus
I. Kegiatan perbaikan yang dilakukan antara lain, sebelum pelaksanaan
proses pembelajaran guru mengingatkan siswa alat dan bahan apa saja
yang perlu disiapkan. Dalam pelaksanaan percobaan guru senantiasa
lxxxix
memberi bimbingan bagi siswa. Guru pun memberi bimbingan bagi
kelompok dalam menarik kesimpulan. Dari kegiatan perbaikan ini
diharapkan dapat memperbaiki siklus I dan dapat mencapai tujuan penelitian.
c. Observasi
Sama dengan pelaksanaan observasi pada siklus I, pelaksanaan
observasi dilaksanakan ketika proses pembelajaran dengan menerapkan
metode guided inquiry-discovery.
Dalam kegiatan observasi ini guru mengamati persiapan siswa,
apakah siswa telah menyiapkan alat dan bahan yang dibutuhkan untuk
melaksanakan percobaan. Hal ini mengingat pada siklus I ada beberapa
kelompok yang belum melengkapi alat dan bahan untuk percobaan.
namun, pada siklus II ini masing-masing kelompok telah menyiapkan alat
dan bahannya dengan lengkap.
Guru kemudian mengamati jalannya kegiatan siswa dalam
melaksanakan percobaan. Pada siklus II ini guru telah memberi bimbingan
kepada kelompok-kelompok yang mengalami kesulitan untuk menerapkan
langkah-langkah yang tertera dalam lembar kegiatan. Dalam mengamati
jalannya kegiatan siswa, guru sekaligus mengamati bagaimana keaktifan
siswa dalam melaksanakan percobaan. Pada siklus II ini kebanyakan siswa
telah aktif dalam mengikuti pelaksanaan percobaan. Namun, masih ada
beberapa anak yang terlihat murung dan malas. Hal ini dikarenakan guru
tidak pernah memberi penguatan sama sekali pada siswa, akibatnya siswa
kurang bersemangat.
xc
Setelah pelaksanaan percobaan selesai, kemudian siswa berdiskusi
untuk menarik kesimpulan. Ketika siswa berdiskusi, guru mengamati
bagaimana keaktifan siswa dalam mengutarakan pendapat. Ada salah satu
kelompok yang anggotanya terlihat tidak aktif dan kurang semangat.
Kebutuhan kelompok tersebut memerlukan bantuan dan bimbingan dari
guru. Guru pun memberi bimbingan untuk kelompok tersebut, namun nada
bicara guru dalam memberi bimbingan agak tinggi, guru tidak memberi
penguatan namun menyalahkan. Hal ini berakibat anak kurang
bersemangat.
Pelaksanaan diskusi selesai, kemudian disampaikan di muka. Guru
mengamati dan menilai kesimpulan yang diperoleh siswa hasil diskusi.
Dengan bantuan dan bimbingan guru, siswa telah mampu membuat
simpulan.
Dari uraian di atas, dapat kita simpulkan bahwa masalah yang
dihadapi guru dalam siklus I telah dapat diperbaiki pada siklus II ini.
Namun dalam siklus II ini, dari hasil observasi, guru menemukan masalah
baru yang muncul yaitu : guru kurang memberi penguatan untuk siswa,
sehingga siswa kurang bersemangat.
Hasil observasi ini akan dianalisis untuk menentukan tindakan
selanjutnya yang akan dilakukan peneliti.
d. Analisis / Refleksi
Dalam pelaksanaan proses pembelajaran, guru telah melaksanakan
perbaikan dari siklus I, siswa sudah mengalami kemajuan dan pelaksanaan
xci
pun telah berjalan baik. Namun guru menemukan masalah baru dalam
pelaksanaan siklus II, yaitu :
a) Siswa kurang bersemangat karena guru tidak pernah memberi
penguatan untuk siswa.
b) Siswa merasa minder dan takut ketika meminta bantuan dari guru.
Adapun prosentase hasil observasi dalam pelaksanaan siklus II
dapat dilihat dari tabel 5 bawah ini :
Tabel 5. Prosentase hasil observasi Siklus II
No Kegiatan Siswa Prosentase
1 Kelengkapan menyiapkan alat dan bahan percobaan 55 2 Keruntutan langkah-langkah dalam pelaksanaan kegiatan
percobaan 48
3 Keaktifan siswa selama melaksanakan kegiatan percobaan 61 4 Keaktifan siswa dalam menguta-rakan pendapat saat
berdiskusi 49
5 Kesimpulan akhir sesuai percobaan 58
Dari tabel 5 di atas dapat pula kita amati pada grafik histogram
gambar 8 di bawah ini :
Gambar 8. Grafik Histogram Prosentase Hasil Observasi Siklus II
75%66%
70%61%
73%
0%
10%
20%
30%
40%
50%
60%
70%
80%
90%
100%
Pro
sen
tase
Aktif menyiapkan alat Keruntutan Langkah Aktif MelaksanakanKegiatan
Aktif dalammengutarakan
pendapat
Kesimpulan Akhir
xcii
Berdasarkan pelaksanaan siklus II dari kegiatan evaluasi diperoleh
frekuensi nilai IPA sebagai berikut :
Tabel 6. Frekuensi Nilai IPA Siklus II Siswa Kelas III
SD Negeri Karangbangun
Nilai Frekuensi Prosentase
0 – 20
21 – 40
41 – 60
61 – 80
81 - 100
0
1
11
6
1
0,00
5,26
57,90
31,58
5,26
Jumlah 19 100,00
Gambar 9. Grafik Histogram Frekuensi Nilai IPA Siklus II
Siswa Kelas III SD Negeri Karangbangun
0
1
11
6
1
0
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
Fre
kuen
si
0 - 20 21 - 40 41 - 60 61 - 80 81 - 100
Nilai
xciii
Dari tabel 6 dan grafik histogram gambar 9 di atas dapat kita
amati ada 1 anak atau 5,26% yang mendapat nilai antara 21 – 40, ada 11
anak atau 57,90% yang mendapat nilai antara 41 – 60, ada 6 anak atau
31,58% yang mendapat nilai antara 61 – 80 dan ada 1 anak atau 5,26%
yang mendapat nilai antara 81 – 100. Tidak ada anak yang mendapat
nilai antara 0 – 20.
Dari daftar nilai siklus II (luhat lampiran 19) juga dapat kita
tarik kesimpulan bahwa baru 10 siswa atau 52,63% yang nilainya berada
di atas 60. Dari pelaksanaan siklus I dan siklus II baru mengalami
kenaikan perbaikan 6.25%.
Dari 19 anak siswa kelas III baru 10 siswa yang memperoleh
nilai atas 60. Sedangkan 9 siswa yang lain belum berhasil, karena 9
anak tersebut mendapat nilai di bawah 60. Nilai anak yang di bawah
60 berada pada nilai 40-50. Anak banyak yang salah dalam menjawab
soal no. 5 yaitu : Mobil dan kereta yang melaju kencang, mana yang
mudah berhenti? Mengapa demikian?
Peneliti belum mencapai tujuan penelitian yaitu 80% siswa kelas III
mendapat nilai minimal 60, karena pada siklus II ini baru 52,63% yang
mendapat nilai 60 (berhasil).
Hasil dari refleksi siklus II maka dapat disimpulkan bahwa tujuan
yang ingin dicapai peneliti belum berhasil. Sehingga peneliti mengambil
langkah untuk melaksanakan siklus III.
xciv
3. Siklus III
a. Persiapan / Perencanaan Tindakan III
Berdasarkan hasil refleksi siklus II, maka peneliti akan
melaksanakan siklus III. Siklus III direncanakan dilaksanakan hari Senin
tanggal 18 Mei 2009, mengingat SD Negeri sedang melaksanakan ujian
sekolah kelas VI dan ujian praktek kelas VI, dimana guru kelas III
mendapat tugas untuk menguji. Selain hal itu mengingat awal bulan Juni
2009 akan diadakan Ulangan Umum kenaikan kelas, maka peneliti segera
melaksanakan siklus III.
Langkah peneliti paling awal adalah menyiapkan Rencana
Pembelajaran IPA Kelas III Kompetensi Dasar 4.1. Menyimpulkan hasil
pengamatan bahwa gerak benda dipengaruhi oleh bentuk dan ukuran.
Indikator 4.1.1. Mendeskripsikan kegunaan gerak benda (lihat lampiran 3).
Guru menyiapkan lembar kegiatan untuk melaksanakan percobaan
siklus III (lihat lampiran 7), tidak lupa guru menyiapkan soal evaluasi
beserta kunci jawaban (lihat lampiran 3) dan lembar observasi (lihat
lampiran 26) untuk pengamatan jalannya proses pembelajaran.
Untuk perbaikan siklus III, guru harus belajar untuk menerima
simpulan dan jawaban yang disampaikan siswa. Dalam proses
pembelajaran, guru harus senantiasa memberi penguatan sehingga anak
merasa senang dan bangga terhadap dirinya sendiri atas jawaban dan
simpulan yang telah disampaikan.
xcv
b. Tahap Pelaksanaan
Berdasarkan rencana peneliti dengan berbagai pertimbangan,
siklus III ini dilaksanakan pada hari Senin tanggal 18 Mei 2009 di ruang
kelas III SD Negeri Karangbangun Kecamatan Jumapolo. Pelaksanaan
siklus III dilaksanakan pada jadwal terstruktur dalam waktu 2 x 40 menit
pukul 11.35 – 12.45 WIB.
Langkah-langkah yang dilakukan guru dalam pelaksanaan siklus
III ini antara lain : (1) Guru membuka pelajaran dengan mengucapkan
salam; (2) Guru mengulang materi yang telah lampau yang berkaitan
dengan materi yang akan diajarkan sekarang, antara lain jenis-jenis gerak
benda dan hal-hal yang mempengaruhi gerak benda; (3) Guru melakukan
apersepsi untuk siswa “Apakah kalian punya mobil mainan? Bagaimana
bentuk rodanya?"” siswa menjawab sebagai respon dari pertanyaan yang
diajukan guru; (4) Guru menyampaikan tujuan yang akan dicapai dari
proses pembelajaran; (5) Guru mengkoordinasikan siswa untuk
berkelompok sesuai kelompoknya, siswa pun berkelompok sesuai
kelompoknya; (6) Guru mengkoordinasikan siswa untuk menyiapkan alat
dan bahan untuk melaksanakan percobaan. Siswa menyiapkan; (7) Guru
memunculkan masalah, sebagai awal dilaksanakannya metode guided
inquiry-discovery merumuskan masalah, “Pernahkah kalian pergi ke pasar
malam? Pernahkah kamu menaiki kemidi putar? Bagaimana cara
geraknya?”; (8) Siswa menjawab pertanyaan guru sebagai hipotesis
(jawaban sementara); (9) Untuk menguji hipotesis tersebut, guru
xcvi
membagikan lembar kegiatan untuk melaksanakan percobaannya (lembar
kegiatan lihat lampiran 7); (10) Siswa melaksanakan percobaan sesuai
langkah-langkah dalam lembar kegiatan. Kegiatan percobaan dilaksanakan
untuk menguji jawaban sementara (kegiatan penerapan metode guided
inquiry-discovery menguji jawaban sementara); (11) Guru menyuruh
siswa untuk menjawab pertanyaan yang ada dalam lembar kegiatan untuk
memudahkan siswa dalam menarik kesimpulan; (12) Siswa menjawab
pertanyaan dalam lembar kegiatan dan mendiskusikannya untuk menarik
kesimpulan (kegiatan penerapan metode guided inquiry-discovery menarik
kesimpulan); (13) Setelah siswa berhasil menarik kesimpulan, lalu siswa
perwakilan dari masing-masing kelompok melaporkan hasilnya ke muka
kelas. Sedangkan siswa yang lain memperhatikan; (14) Setelah siswa
selesai melaporkan, guru dan siswa bertaya jawab untuk menarik
kesimpulan secara bersama-sama, siswa mencatat kesimpulan; (15)
Sebagai langkah akhir dari pelaksanaan proses pembelajaran adalah guru
mengadakan evaluasi (soal evaluasi lihat lampiran 16). Teknik tes yang
diberikan adalah tertulis, bentuk tagihan tes adalah uraian.
Dalam pelaksanaan Siklus III ini guru sering memberi penguatan
bagi siswanya sebagai perbaikan dari siklus II, sehingga siswa merasa
senang dan bersemangat dalam melaksanakan kegiatan percobaan.
c. Observasi
Hal-hal yang diobservasi pada siklus III ini, sama dengan hal-hal
yang diobservasi pada siklus I dan II, yaitu bagaimana jalannya proses
pembelajaran. Guru mengamati bagaimana persiapan siswa, bagaimana
xcvii
keruntutan langkah-langkah siswa dalam pelaksanaan percobaan,
bagaimana keaktifan siswa dalam berdiskusi untuk menarik kesimpulan
dan bagaimana hasil kesimpulan yang diperoleh dari diskusi.
Kegiatan observasi pada siklus III ini dilaksanakan pada saat
proses pembelajaran berlangsung. Dalam pelaksanaan siklus III ini, telah
banyak mengalami berbagai kemajuan. Alat dan bahan yang diperlukan
untuk melaksanakan percobaan telah siap semua, langkah-langkah
percobaan yang ditempuh siswa telah sesuai dengan lembar kegiatan.
Bahkan ada kelompok yang menempuh langkah-langkah tersebut tanpa
menunggu bimbingan dari guru. Siswa pun telah terlibat aktif semua,
masing-masing siswa mendapat tugas sendiri-sendiri dari ketua kelompok.
Siswa juga telah aktif dalam berdiskusi menarik kesimpulan, mereka
terlihat antusias karena mereka ikut mengamati, memperhatikan dan ikut
melaksanakan percobaan, sehingga lebih mudah untuk menarik
kesimpulan. Siswa pun terlihat bersemangat karena sering mendapat
penguatan dari guru. Siswa tidak lagi merasa minder dan takut meminta
bantuan dari guru, banyak siswa yang mengajukan pertanyaan.
Dalam pelaksanaan siklus III ini telah mulai tempat keberhasilan
dari kegiatan penelitian. Siswa terlihat aktif dalam proses pembelajaran.
Siswa terlihat antusias, senang, dan bersemangat dalam proses
pembelajaran.
Hasil observasi aka dianalisis oleh peneliti untuk menentukan
langkah selanjutnya yang akan diambil oleh peneliti.
xcviii
d. Analisis dan Refleksi
Dari kegiatan observasi yang dilakukan guru, telah tampak keberhasilan
dari penelitian. Dalam pelaksanaan persiapan alat dan bahan, siswa telah
menyiapkannya dengan baik. Dalam kegiatan pelaksanaan percobaan
siswa telah melaksanakan percobaan sesuai langkah-langkah dalam lembar
kegiatan dan siswa telah bisa menyimpulkan hasil percobaan. Siswa telah
aktif dalam melaksanakan kegiatan percobaan, masing-masing siswa
melaksanakan tugas dan kewajibannya dalam melaksanakan percobaan.
Siswa tampak senang dan bersemangat dalam melaksanakan proses
pembelajaran.
Adapun prosentase hasil observasi dari siklus III dapat dilihat dari
tabel 7 bawah ini :
Tabel 7. Prosentase Hasil Observasi Siklus III
No Kegiatan Siswa Prosentase
1 Kelengkapan menyiapkan alat dan bahan
percobaan
80
2 Keruntutan langkah-langkah dalam pelaksanaan kegiatan percobaan
81
3 Keaktifan siswa selama melaksanakan kegiatan
percobaan
80
4 Keaktifan siswa dalam menguta-rakan pendapat saat berdiskusi
81
5 Kesimpulan akhir sesuai percobaan 86
Dari tabel 7 di atas dapat pula kita amati pada grafik histogram
gambar 10 berikut ini :
xcix
Gambar 10. Grafik Histogram Prosentase Observasi Siklus III
Berdasarkan pelaksanaan siklus III dari kegiatan evaluasi
diperoleh data dalam tabel 8 dan gambar 11 sebagai berikut :
Tabel 8. Frekuensi Nilai IPA Siklus III Siswa Kelas III
SD Negeri Karangbangun
Nilai Frekuensi Prosentase
0 – 20
21 – 40
41 – 60
61 – 80
81 - 100
0
0
5
9
5
0,00
0,00
26,32
47,36
26,32
Jumlah 19 100,00
80% 81% 80% 81%86%
0%
10%
20%
30%
40%
50%
60%
70%
80%
90%
100%
Pro
sen
tase
Aktif menyiapkanalat
KeruntutanLangkah
AktifMelaksanakan
Kegiatan
Aktif dalammengutarakan
pendapat
Kesimpulan Akhir
c
Gambar 11. Grafik Histogram Frekuensi Nilai IPA Siklus III
Siswa Kelas III SD Negeri Karangbangun
Dari tabel 8 dan grafik 11 dapat kita amati ada 5 anak
atau26,32% yang mendapat nilai antara 41 – 60, ada 9 anak atau
47,36% yang mendapat nilai antara 61 – 80 dan ada 5 anak atau
26,31% yang mendapat nilai antara 81 – 100. Tidak ada anak yang
mendapat nilai antara 0 – 20 dan 21 – 40.
Dari daftar nilai siklus III (lihat lampiran 20) dapat kita lihat
bahwa ada 17 anak atau 89,47% yang mendapat nilai sama dengan
atau di atas 60, hanya 2 anak yang mendapai nilai di bawah 60. Dari
pelaksanaan siklus II dan siklus III telah mengalami kenaikan
perbaikan 36,84%.
0 0
5
9
5
0
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
Fre
kuen
si
0 - 20 21 - 40 41 - 60 61 - 80 81 - 100
Nilai
ci
Berdasarkan uraian di atas, tujuan dari penelitian ini telah tercapai
yaitu 80% siswa mendapat nilai minimal 60 (Prestasi belajar IPA siswa
meningkat). Maka peneliti menghentikan siklus sampai siklus III ini,
karena menganggap tujuanya telah tercapai.
Pembahasan Hasil Penelitian
Berdasarkan hasil pelaksanaan pada siklus I, II dan III dapat dinyatakan
bahwa terjadi peningkatan kualitas pembelajaran yang tampak dan perolehan hasil
evaluasi dan keaktifan siswa.
Dari tabel 6 dan gambar 6 siklus I hasil observasi menunjukkan,
prosentase kelengkapan alat bahan percobaan yang disiapkan 55%, prosentase
keruntutan langkah-langkah yang ditempuh dalam pelaksanaan percobaan 48%,
prosentase keaktifan siswa dalam melaksanakan kegiatan percobaan 61%,
prosentase keaktifan siswa dalam mengutarakan pendapat saat berdiskusi 49%
dan prosentase hasil penarikan kesimpulan akhir sesuai percobaan 58%.
Berdasarkan tabel 6 dan gambar 8 siklus II hasil observasi menunjukkan,
prosentase kelengkapan alat bahan percobaan yang disiapkan 75%, prosentase
keruntutan langkah-langkah yang ditempuh dalam pelaksanaan percobaan 66%,
prosentase keaktifan siswa dalam melaksanakan kegiatan percobaan 70%,
prosentase keaktifan siswa dalam mengutarakan pendapat saat berdiskusi 61%
dan prosentase hasil penarikan kesimpulan akhir sesuai percobaan 73%.
cii
Melihat tabel 7 dan gambar 10 siklus III, prosentase kelengkapan alat
bahan percobaan 80%, prosentase keruntutan langkah-langkah yang ditempuh
dalam pelaksanaan percobaan yang disiapkan siswa 81%, prosentase keaktifan
siswa dalam melaksanakan kegiatan percobaan 80%, prosentase keaktifan siswa
dalam mengutarakan pendapat saat berdiskusi 81% dan prosentase hasil penarikan
kesimpulan akhir sesuai percobaan 86%.
Dari daftar nilai (lihat lampiran 6) dapat kita lihat adanya prosentase
kenaikan nilai IPA mulai dari mid semester II baru 7 anak atau 36,8% yang
mengalami ketuntasan belajar. Hasil evaluasi siklus I menunjukkan baru 9 anak
atau 47,37% yang mengalami ketuntasan belajar (mendapat nilai sama dengan
atau di atas 60). Hal itu menunjukkan bahwa pelaksanaan siklus I belum mencapai
keberhasilan. Siklus II menunjukkan ada 10 anak atau 52,63% dari 19 siswa yang
mengalami ketuntasan belajar. Hasil siklus II juga belum menunjukkan adanya
keberhasilan tercapainya tujuan penelitian tindakan kelas ini. Peneliti kemudian
melaksanakan siklus III dengan hasil, ada 17 anak atau 89,47% yang telah
mencapai nilai minimal 60, sehingga peneliti menyimpulkan bahwa pada siklus
III ini peneliti telah mencapai keberhasilan dari penelitian tindakan kelas yang
telah dilakukan.
Ketika peneliti melaksanakan siklus I, peneliti mengalami berbagai
kendala antara lain ada kelompok yang belum menyiapkan alat dan bahan untuk
percobaan dengan alasan lupa. Dalam menempuh langkah-langkah kegiatan
percobaan siswa masih bingung karena bimbingan dari guru belum optimal,
sehingga dalam menarik kesimpulan pun siswa belum bisa optimal. Karena
ciii
bingung dalam melaksanakan langkah-langkah kegiatan, ada beberapa siswa yang
belum aktif dalam pelaksanaan percobaan siswa tersebut hanya berdiam diri dan
tampak bingung. Dalam berdiskusipun siswa yang tidak aktif dalam
melaksanakan kegiatan percobaan siswa tersebut juga tidak bisa mengutarakan
pendapat, siswa tersebut hanya berdiam diri. Akibatnya hasil diskusi dalam
menarik kesimpulan juga tidak sesuai dengan kesimpulan akhir pelaksanaan
percobaan.
Peneliti kemudian melaksanakan siklus II sebagai perbaikan siklus I,
sebelum pelaksanaan siklus II ini peneliti berusaha mengingatkan alat dan bahan
yang diperlukan untuk melaksanakan percobaan. Dalam pelaksanaan percobaan,
peneliti senantiasa memberi bimbingan untuk siswanya dalam melaksanakan
langkah-langkah sesuai lembar kegiatan. Peneliti pun memberi bimbingan siswa
saat berdiskusi untuk menarik kesimpulan. Siswa telah terlihat aktif dalam
kegiatan pembelajaran dalam melaksanakan percobaan dan berdiskusi menarik
kesimpulan. Namun dalam pelaksanaan siklus II ini peneliti menghadapi masalah
baru. Ada beberapa siswa yang kurang bersemangat dalam melaksanakan
percobaan. Hal ini tampak, ada beberapa siswa yang agak lamban karena
bermalas-malas dalam menjawab pertanyaan.
Peneliti kemudian melaksanakan siklus III sebagai perbaikan siklus II.
Dalam pelaksanaan siklus III ini, peneliti merefleksikan diri sendiri. Peneliti
merasa bahwa peneliti tidak pernah memberi penguatan terhadap penemuan dan
jawaban yang diutarakan siswa. Maka dalam siklus III ini peneliti senantiasa
memberi penguatan untuk siswa, sehingga siswa merasa senang dan lebih
civ
bersemangat. Hasilnyapun tampak dari nilai evaluasi dari siklus III. Bahwa 17
anak atau 89,47% telah mendapat nilai minimal 60. Dari 19 anak, 17 anak telah
mendapat nilai minimal 60, dab hanya 2 anak yang mendapat nilai di bawah 60.
Sehingga dapat disimpulkan bahwa penelitian tindakan kelas dari siklus III ini
telah berhasil.
cv
BAB V
SIMPULAN, IMPLIKASI, DAN SARAN
L. Simpulan
Berdasarkan hasil penelitian tindakan kelas yang telah dilaksanakan
dalam 3 siklus dengan menerapkan metode guided inquiry - discovery dalam
pembelajaran IPA pada siswa kelas III SD Negeri Karangbangun Kecamatan
Jumapolo, dapat dibuat kesimpulan sebagai berikut : Penerapan metode guided
inquiry - discovery dapat meningkatkan prestasi belajar IPA siswa kelas III SD
Negeri Karangbangun. Hal ini dilihat dari prosentase kenaikan nilai IPA siswa
kelas II dari siklus I sampai Siklus III. Pada siklus I siswa yang mendapat nilai
minimal 60 ada 9 anak atau 47,37%, pada siklus II siswa yang mendapat nilai
minimal 60 ada 10 anak atau 52,63% dari 19 siswa, dan siklus III siswa yang
mendapat nilai minimal 60 ada 17 anak atau 89,47% dari 19 anak. Dari siklus I
kemudian dilaksanakan siklus II prestasi siswa mengalami prosentase kenaikan
5,26%; dari siklus II kemudian dilaksanakan siklus III mengalami prosentase
kenaikan 36,84%.
M. Implikasi
Penerapan pembelajaran dan prosedur dalam penelitian ini didasarkan
pada pembelajaran dengan menerapkan metode guided inquiry - discovery dalam
pelaksanaan proses pembelajaran IPA. Model yang dipakai dalam penelitian
tindakan kelas ini adalah model siklus, adapun prosedur penelitiannya terdiri dari
cvi
3 siklus. Siklus I dilaksanakan pada hari Selasa tanggal 14 April 2009, indikator
4.1. Mengidentifikasi berbagai macam gerak benda melalui percobaan, siklus II
dilaksanakan hari Kamis tanggal 14 Mei 2009, indikator 4.1.2. Mengidentifikasi
hal-hal yang mempengaruhi gerak benda. Siklus III dilaksanakan hari Sabtu
tanggal 16 Mei 2009 indikator 4.1.3. Mendeskripsikan kegunaan gerak benda.
Dalam setiap pelaksanaan siklus terdiri dari 4 (empat) tahapan, yaitu perencanaan
tindakan, pelaksanaan, observasi, dan refleksi, kegiatan ini dilaksanakan berdaur
ulang.
Sebelum melaksanakan tindakan dalam tahap siklus, perlu perencanaan.
Perencnaan ini memperhatikan setiap perubahan yang dicapai pada siklus
sebelumnya terutama pada setiap tindakan yang dapat meningkatkan prestasi
belajar siswa. Hal ini didasarkan pada analisis perkembangan dari siklus I dampai
siklus III
Berdasarkan kriteria temuan dan pembahasan hasil penelitian seperti yang
diuraikan pada bab IV, maka penelitian ini dapat digunakan peneliti untuk
membantu guru dalam menghadapi permasalahan yang sejenis. Disamping itu,
perlu penelitian lanjut tentang upaya guru untuk mempertahankan atau menjaga
dan meningkatkan prestasi belajar siswa. Pembelajaran dengan menggunakan
metode guided inquiry - discovery pada hakikatnya dapat digunakan dan
dikembangkan oleh guru yang menghadapi permasalahan yang sejenis, terutama
untuk mengatasi masalah peningkatan prestasi belajar siswa, yang pada umumnya
demiliki oleh sebagian besar siswa.
cvii
Berdasarkan hasil observasi dan pelaksanaan siklus I, II dan III juga dapat
kita amati adanya perubahan kenaikan prosentase dalam menyiapkan alat dan
bahan, keruntutan langkah-langkah siswa dalam melaksanakan percobaan,
keaktifan siswa dalam melaksanakan kegiatan percobaan, keaktifan siswa ketika
berdiskusi dan hasil akhir atau simpulan yang diperoleh dari hasil kegiatan
diskusi.
N. Saran
Berdasarkan hasil penelitian, maka ada beberapa saran yang dapat
dipergunakan sebagai bahan pertimbangan dan sebagai bahan uraian penutup
skripsi ini, antara lain :
1. Bagi guru
Hendaknya mempersiapkan secara cermat perangkat pendukung pembelajaran
dan fasilitas belajar yang diperlukan, karena sangat mempengaruhi efektivitas
dan efisiensi pembelajaran yang pada akhirnya berpengaruh pada proses dan
hasil belajar IPA siswa. Guru juga harus memahami dan memvariasikan
metode yang sesuai materi yang dapat digunakan dalam proses pembelajaran,
sehingga siswa tidak merasa bosan.
2. Bagi siswa
Hendaknya ikut berperan aktif dalam proses pembelajaran, selalu mengerjakan
tugas-tugas yang diberikan guru dan meningkatkan usaha belajar sehingga
dapat memperoleh prestasi yang diharapkan.
cviii
3. Bagi sekolah
Hendaknya mengupayakan pengadaan berbagai media pembelajaran IPA
untuk kelas rendah, baik bantuan maupun swadaya sekolah, sehingga lebih
menunjang dalam penanaman konsep-konsep IPA secara lebih nyata sekaligus
meningkatkan aktivitas belajar siswa.
4. Bagi orang tua
Peran serta orang tua dalam meningkatkan prestasi siswa sangat diperlukan,
apapun usaha guru tidak akan berhasil secara optimal apabila tidak ada
bimbingan orang tua di rumah, masukan, informasi tentang kemajuan dan
kekurangan siswa yang bersangkutan. Oleh karena peran serta orang tua
sangatlah diperlukan guna menunjang keberhasilan pendidikan anak, untuk itu
kerjasama dan jalinan kekeluargaan antara orang tua dan sekolah harus selalu dibina.
cix
DAFTAR PUSTAKA
Arends, Richardl. 1997. Classroom Instructional Management, New York: The Mc Graw-Hill Company.
Buchori M. 1992. Psikologi Pendidikan 3. Bandung : Jeanmars. Depdikbud. 1994. Kurikulum Pendidikan Dasar. Jakarta : Departemen Pendidikan
dan Kebudayaan. Depdikbud. 2006. Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KISP-SD/MI).
Departemen Pendidikan Nasional. Depdikbud. 2006. Silabus Kelas III SD. Pemerintah Kabupaten Karanganyar:
Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Kabupaten Karanganyar. Fudyartanto, Ki RBS. 2002. Psikologi Pendidikan dengan Pendekatan Baru.
Yogyakarta: Global Pustaka Ilmu. Gulo. W. 2004. Strategi Belajar Mengajar. Jakarta: PT. Grasindo. H. C. Witherington oleh Buchori M. 1981. Psikologi Pendidikan III. Bandung:
Jeanmars. Haryanto. 2004. Sains untuk Sekolah Dasar Kelas III. Jakarta : Erlangga. HB. Sutopo. 1996. Metodologi Penelitian Kualitatif. Surakarta : UNS Pers. Igelsrud, D., & Leonard, W.H. (Eds). (1988, May) Labs: What Research Says
About Biology Laboratory Instruction. American Biology Teacher, 50 (5), 303-06.
Jaka Wismono. 2004. Gembira Belajar Sains. Jakarta : Grasindo. Moedjiono Moh. Dimyati. 1991. Strategi Belajar Mengajar. Jakarta : Depdikbud,
Dirjen Dikti Proyek Pembinaan Tenaga Pendidikan. Moh. Amien. 1987. Mengajarkan IPA dengan metode Inquiry dan discovery.
Jakarta : Depdikbud. Nana Sudjana & Ibrahim. 1989. Penelitian dan Penilaian Pendidikan. Bandung :
Sinar Baru. Novak, A. (1964). Scientific Inquiry. Bioscience, 14, 25-28.
cx
Oemar Hamalik. 2003. Kurikulum dan Pembelajaran. Jakarta : Bumi Aksara.
Oemar Hamalik. 2004. Proses Belajar Mengajar. Jakarta : Bumi Aksara.
Q. Gulo. 2002. Strategi Belajar Mengajar. Jakarta : PT. Gramedia Widiasrana Indonesia.
Slavin, R.E. 1994. Educational Psychology : Theory and Practise. Fourt Edition.
Massachut Setts : Allyn and Bacon. Sri Sulistyorini. 2007. Model Pembelajaran IPA Sekolah Dasar dan
Penerapannya dalam KTSP. Yogyakarta : Global Pustaka Ilmu. Srini M. Iskandar. 2001. Pendidikan Ilmu Pengetahuan Alam. Bandung : CV.
Maulana. Suharsimi Arikunto. 1997. Prosedur Penelitian. Jakarta : Rineka Cipta. Sumadi Suryabrata. Psikologi Pendidikan. Yogyakarta : Universitas Gajah Mada. Suryobroto B. 2002. Proses Belajar Mengajar. Jakarta : PT. Rineka Cipta. Syah Muhibbin. 2003. Psikologi Belajar. Jakarta: Rajawali Pres. Tinnesand, M., & Chan, A. (1987, September) Step I : Throw out The
Instructions. Science Teacher, 54 (6), 43-45. Tap MPR No. 11/MPR/1993 tentang GBHN 1993. Garis-Garis Besar Haluan
Negara. Surakarta : PT. Pabelan. ________. http://journal.um.ac.industri/index.php/sekolah_dasar/artide/view/339. ________. http://martiningsih.blogspot.com/2007/12/macam_macam_metode_
pembelajaran.html. ________. http://agungprudent_wordpress.com/2009/05/27/model_pembelajaran_
inkuiri-2/) ___________. 2002. Kamus Besar Bahasa Indonesia. Jakarta : Balai Pustaka. ___________. 2003. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2003
tentang Sistem Pendidikan Nasional. Bandung : Citra Umbaran.