veve blok 25

Upload: sianipar-mangara-wahyu-charros

Post on 04-Nov-2015

21 views

Category:

Documents


0 download

DESCRIPTION

25

TRANSCRIPT

Pasien Yang Menderita Mola HidatidosaVeresa Chintya / 102010013Mahasiswa Semester Keenam Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Krida WacanaAlamat korespondensi: Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Krida WacanaJalan Terusan Arjuna no.6Jakarta Barat [email protected]

PendahuluanFrekuensi mola umumnya pada wanita di Asia lebih tinggi (1 atas 20 kehamilan) dari pada wanita di negara-negara Barat (1 atas 200 kehamilan). Soejones dkk (1967) melaporkan 1 : 85 kehamilan, RS Dr. Cipto Mangunkusomo, Jakarta 1 : 31 persalinan dan 1 : 49 kehamilan, Luat A Siregar (Medan) 1982 : 11-16 per 1000 kehamilan, Soetomo (surabaya) 1 : 80 persalinan, Djamhoer M (Bandung) : 9-21 per 1000 kehamilan. Tidak ada ras atau etnis khusus yang menjadi predileksi bagi suatu kehamilan mola, meskipun pada negara-negara Asia menunjukkan angka 15 kali lebih tinggi dibandingkan Amerika. Wanita Asia yang tinggal di Amerika tidak menampakkan adanya perbedaan angka kehamilan mola dibandingkan degan grup etnis lainnya. Mola Hidatidosa sering terjadi pada wanita usia reproduktif. Wanita dewasa muda atau perimenopause berisiko tinggi untuk kehamilan mola. Wanita dengan usia lebih dari 35 tahun 2 kali lipat lebih beresiko. Dan wanita dengan usia lebih dari 40 tahun beresiko 7 kali lipat dibandingkan dengan wanita yang usianya lebih muda.Dalam suatu studi di Hawai, insiden mola lebih sedikit pada orang kulit putih dan penduduk pribumi, dan insiden tertinggi pada populasi penduduk Jepang dan Filipina. Insiden mola meningkat pada awal kehamilan dan akhir masa reproduksi. Menurut kelompok penelitian Duke yang membandingkan sebanyak 2.202 pasien mola hidatidosa dengan kelompok kontrol, didapati bahwa risiko menderita mola hidatidosa lebih tinggi pada usia 15 tahun atau lebih muda dan pada usia 40 tahun atau lebih tua. Insiden yang lebih rendah secara signifikan pada rentang usia 20-29 tahun. Risiko relatif terbesar adalah pada usia 50 tahun atau lebih. Tampaknya tidak ada perbedaan paritas antara kehamilanmola dengan kehamilan normal. Usia dan paritas tidak mempengaruhi hasil kehamilan mola secara klinis. Usia kehamilan saat diagnosis mola ditegakkan tidak mempengaruhi sekuele selanjutnya. Insiden mola ulangan dilaporkan sebanyak 0,6-2% dari seluruh kehamilan yang terjadi setelahnya di Asia dan Amerika Utara. Penderita dengan kehamilan mola hidatidosa ulangan tersebut mempunyai risiko yang meningkat menjadi penyakit trofoblas ganas yang persisten pada fase penyakit mola berikutnya.1,2AnamnesisMola hidatidosa biasanya didiagnosis pada kehamilan trimester pertama. Dari anamnesis, didapatkan gejala-gejala hamil muda dengan keluhan perdarahan pervaginam yang sedikit atau banyak. Pasien juga dapat ditanyakan apakah terdapat riwayat keluar gelembung mola yang dianalogikan seperti mata ikan, riwayat hiperemesis, dan gejala-gejala tirotoksikosis.Pemeriksaan fisik1. Inspeksi : diagnosis pasti mola hidatidosa adalah keluarnya gelembung-gelembung mola, muka dan kadang-kadang badan kelihatan pucat kekuning-kuningan yang disebut muka mola (mola face).2. Palpasi : uterus membesar tidak sesuai dengan umur kehamilan, terasa lembek, tidak teraba bagian-bagian janin dan ballotement, gerakan janin tidak teraba, dan terdapat fenomena harmonika, yaitu darah dan gelembung mola keluar dan fundus uteri turun lalu naik lagi karena terkumpulnya darah baru.3. Auskultasi : tidak terdengar denyut jantung janin1Pemeriksaan penunjangPada 50% kasus, mola hidatidosa dapat dicurigai walaupun gelembung molanya belum keluar dengan melakukan pemeriksaan ultrasonografi. Gambaran mola pada ultrasonografi menunjukkan gambaran badai salju (snow flake pattern), tidak ditemukan denyut jantung janin dan bagian-bagian janin. Dengan pemeriksaan ini, mola hidatidosa sudah dapat didiagnosis pada kehamilan 12 minggu, penulis lain menyatakan pada kehamilan 8 minggu.Tes Acosta Sison yaitu menggunakan sonde uterus untuk membedakan mola hidatidosa dengan kehamilan normal. Prinsipnya bila pada kehamilan normal dalam kavum uteri terdapat janin yang dilindungi oleh selaput ketuban, sedangkan pada mola hidatidosa hanya terdapat gelembung-gelembung yang lunak tanpa selaput ketuban. Bila kita memasukkan sonde melalui kanalis servikalis secara perlahan-lahan dan sonde dapat masuk lebih dari 10 cm ke tengah-tengah kavum uteri tanpa tahanan, maka diagnosis mola hidatidosa hampir dapat dipastikan. Pada kehamilan normal, sonde akan tertahan oleh ketuban. Syarat melakukan sondase ini adalah uterus harus lebih besar dari kehamilan 20 minggu. Sonde dapat juga masuk ke kavum uteri tanpa tahanan pada kematian janin dalam uterus, dimana tonus jaringan telah sedemikian lembeknya sehingga tidak mampu memberikan tahanan lagi. Pada mola hidatidosa, sonde dapat berputar 360 derajat tanpa tahanan, sedangkan pada kehamilan normal sonde akan tertahan.Pemeriksaan histologik pada mola hidatidosa komplit memberikan gambaran proliferasi trofoblas, degenerasi hidrofik vili khorialis, dan berkurangnya vaskularisasi/ kapiler dalam stromanya. Mola hidatidosa parsial memberikan gambaran edema vilinya fokal dan proliferasi trofoblasnya ringan dan terbatas pada lapisan sinsitiotrofoblas.Pemeriksaan lain yang harus dilakukan adalah pemeriksaan darah lengkap, foto toraks untuk melihat gambaran emboli udara atau metastase ke paru, faal pembekuan, dan pemeriksaan T3 dan T4 bila terdapat gejala tirotoksikosis.Diagnosis kerjaMola hidatidosa adalah suatu neoplasma jinak villi khorialis, yang ditandai dengan:1. Proliferasi trofoblas yang berlebihan, baik sinsitio dan sitotrofoblas2. Edema atau degenerasi hidrofik dari stroma jaringan ikat vili sehingga terjadi distensi dan pembentukan gelembung3. Villa avaskuler, pembuluh darah yang hilang ini menyebabkan kematian dini embrio.Mola hidatidosa merupakan bentuk jinak dari penyakit trofoblas gestasional (Gestational trophoblastic tumor) yang bila dibiarkan tanpa diobati akan berlanjut menjadi bentuk intermediate yang bersifat fatal. Bentuk intermediate ini disebut dengan berbagai istilah antara lain malignant mole, gestational trofoblastik tumor, persistent/ malignant trofoblastic disease yang digolongkan dalam bentuk metastatik dan nonmetastatik.Antara lain definisi mola hidatidosa adalah: 1. Mola hidatidosa adalah chorionic villi (jonjotan/gantungan) yang tumbuh berganda berupa gelembung-gelembung kecil yang mengandung banyak cairan sehingga menyerupai buah anggur atau mata ikan. Karena itu disebut juga hamil anggur.2. Mola hidatidosa adalah kehamilan abnormal, dengan ciri-ciri stoma villus korialis langka, vaskularisasi dan edematus. Janin biasanya meninggal akan tetapi villus-villus yang membesar dan edematus itu hidup dan tumbuh terus, gambaran yang diberikan adalah sebagai segugus buah anggur. 3. Mola hidatidosa adalah kehamilan abnormal di mana hampir seluruh villi kariolisnya mengalami perubahan hidrofobik.4. Mola hidatidosa adalah kelainan villi chorialis yang terdiri dari berbagai tingkat proliferasi tropoblast dan edema stroma villi.5. Mola hidatidosa adalah pembengkakan kistik, hidropik, daripada villi choriales, sdisertai proliperasi hiperplastik dan anaplastik epitel chorion. Tidak terbentuk fetus.6. Mola hidatidosa adalah perubahan abnormal dari villi korionik menjadi sejumlah kista yang menyerupai anggur yang dipenuhi dengan cairan. Embrio mati dan mola tumbuh dengan cepat, membesarnya uterus dan menghasilkan sejumlah besar human chorionic gonadotropin (hCG).2

Diagnosis bandingKoriokarsinomaPenyebab dari koriokarsinoma belum diketahui secara pasti.Koriokarsinoma merupakan suatu trofoblas normal yang cenderung menjadi invasif dan menyebabkan erosi pada pembuluh darah yang berlebihan. Metastase sering terjadi lebih dini dan biasanya sering melalui pembuluh darah, jarang melalui getah bening. Tempat metastase yang paling sering adalah pada paru-paru dan kemudian vagina. Padabeberapa kasus metastase dapat terjadi pada vulva, ovarium, hepar, ginjal, dan otak.Koriokarsinoma adalah merupakan tumor ganas yang dapat timbul dari jaringan trofoblastik beberapa minggu sampai beberapa tahun setelah semua jenis kehamilan. walaupun 50% pasien yang mengenai koriokarsinoma mempunyai kehamilan mola sebelumnya, 25% mengenai penyakit setelah jangka nornal kehamilan. aborsi, atau kehamilan ektopik. Koriokarsinoma trofoblastik menginvasi dinding uterus, menyebabkan kerusakan pada jaringan rahim, nekrosis, dan perdarahan. Tumor ini sering bermetastasis dan biasanya secara hematogen menyebar ke paru-paru, vagina, pelvis, otak, hati, usus, dan ginjal. Koriokarsinoma adalah aneuploid dan dapat heterozigot tergantung pada jenis kehamilan dari mana koriokarsinoma muncul. Jika mola hidatidosa mendahului koriokarsinoma, kromosom berasal dari paternal. Kromosom maternal dan paternal hadir jika suatu istilah koriokarsinoma mendahului kehamilan. Dari koriokarsinoma, 50% adalah didahului dengan molahidatidosa, 25% oleh aborsi, 3% oleh kehamilan ektopik, dan yang lain 22% dengan jangka penuh kehamilan.Mola invasifDiagnostik neoplasia trofoblas gestasional tidak selalu mudah karena tidak selalu ada gejala khas yang ditimbulkannya kecuali pada keadaan penyakit yang sudah lanjut. Bentuk penyakit yang tersering dijumpai adalah mola hidatidosa; kalangan awam mengenalnya sebagai hamil anggur. Sekalipun penyakit ini sifatnya jinak, kita harus selalu waspada akan kelainan yang mengikutinya. Sekuele yang paling serius adalah terjadinya transformasi ganas menjadi koriokarsinoma, yang berpotensi mengadakan metastasis ke organ-organ tubuh vital di luar panggul. Penyakit lain yang mungkin timbul pasca-mola adalah mola invasif, yang dulu disebut koriokarsinoma vilosum atau mola destruens. Pada kelainan ini jaringan mola tumbuh memasuki dinding rahim dan menembusnya, mengakibatkan perdarahan ke arah vagina dan rongga panggul. Oleh karena itu, tanda klinis yang ditemukan dapat berupa abdomen akut. Terjadinya komplikasi abdomen akut memerlukan tindakan yang adekuat dalam penanganannya. Pengobatan yang tepat pada kasus mola invasif adalah pembedahan karena pengangkatan rahim akan dapat menghentikan sumber perdarahannya. Namun, dalam melaksanakan tindakan pembedahan harus diwaspadai kemungkinan terjadinya perdarahan-banyak selama operasi. Pada kesempatan ini dilaporkan sebuah kasus mola invasif yang sebelumnya mengalami kehamilan mola. Pada pasien diputuskan untuk dilakukan operasi histerektomi karena telah terjadi perforasi dinding rahim yang mengakibatkan abdomen akut. Pasien pulang pada hari ke lima belas dalam keadaan baik.EtiologiWalaupun penyakit ini sudah dikenal sejak abad ke-6, tetapi sampai sekarang belum diketahui dengan pasti penyebabnya. Berbagai teori telah diajukan, misalnya :1. Teori infeksi2. Teori defisiensi makanan, terutama protein tinggi3. Teori kebangsaan4. TeoriconsanguinityTeori yang paling cocok dengan keadaan adalah teori dari Acosta Sison yaitu defisiensi protein, karena kenyataan membuktikan bahwa penyakit ini lebih banyak ditemukan pada wanita dari golongan sosial ekonomi rendah.Berkowitz menyebutkan bahwa mola dapat disebabkan karena defisiensi lemak hewani dan vitamin karoten larut lemak. Prevalensi defisiensi vitamin A sesuai dengan lokasi geografik dimana terdapat insiden mola yang tinggi. Walaupun sayuran kaya karoten terdapat di kawasan ini, namun terdapat defisiensi diet lemak untuk mengabsorbsi karoten.Pada suatu studi case-control dari Baltimore, faktor-faktor yang didapati berhubungan dengan Neoplasia Trophoblastic Gestational meliputi pekerjaan profesional, riwayat abortus spontan terdahulu, dan rata-rata jumlah bulan dari kehamilan yang lalu sampai kehamilan indeks. Sedangkan riwayat kontrasepsi, radiasi, golongan darah ABO, dan faktor merokok tidak berhubungan dengan kejadian mola hidatidosa.Adapun kelompok-kelompok risiko tinggi yaitu usia kurang dari 20 tahun, sosial ekonomi kurang, jumlah paritas tinggi, dan riwayat kehamilan mola sebelumnya. Penyebab mola Hidatidosa sampai saat ini belum diketahui secara pasti. Faktor-faktor yang dapat menyebabkan terjadinya mola hidatidosa adalah:1. Faktor ovum- Ovum memang sudah patologik sehingga mati, tetapi terlambat dikeluarkan.2. Imunoselektif dari trofoblast.3. Keadaan sosio-ekonomi yang rendah sehingga mengakibatkan rendahnya asupan protein, asam folat, dan beta karoten.4. Jumlah paritas yang tinggi5. Usia kurang dari 20 tahun dan lebih dari 35 tahun.6. Infeksi virus dan faktor kromosom yang belum jelas7. Penggunaan kontrasepsi oral untuk jangka waktu yang lama8. Riwayat mola Hidatidosa sebelumnya.9. Riwayat abortus spontan

PatogenesisAda beberapa teori yang dianjurkan untuk menerangkan patogenesis dari penyakit trofoblas. Pertama,missed abortionyaitu mudigah mati pada kehamilan 3-5 minggu, karena itu terjadi gangguan peredaran darah sehingga terjadi penimbunan cairan dalam jaringan mesenkim dari vili dan akhirnya terbentuklah gelembung-gelembung. Menurut Reynolds, kematian mudigah itu disebabkan kekurangan gizi berupa asam folat dan histidin pada kehamilan hari ke 13 dan 21. Hal ini yang menyebabkan gangguan angiogenesis. Kedua, teori neoplasma dari Park yang menyatakan bahwa yang abnormal adalah sel-sel trofoblas yang mempunyai fungsi yang abnormal pula, dimana terjadi resorpsi cairan yang berlebihan kedalam vili, sehingga timbul gelembung. Hal ini menyebabkan gangguan peredaran darah dan kematian mudigah. Ada juga teori sitogenetika, yaitu mola hidatidosa komplit berasal dari genom paternal (genotype 46 XX sering, 46 XY jarang, namun 46 XX-nya bersal dari reproduksi haploid sperma dan tanpa kromoson dari ovum). Mola parsial mempunyai 69 kromoson terdiri dari kromoson 2 haploid paternal dan 1 haploid maternal (triploid, 69 XXX atau 69 XXY dari 1 haploid ovum dan lainnya reduplikasi haploid paternal dari satu sperma atau fertilisasi dispermia.3

Secara ringkas, patologi mola hidatidosa sebagai berikut:1. Uterus mengalami distensi oleh karena adanya gelembung mola yang translusen, berdinding tipis, berbentuk seperti buah anggur dalam berbagai ukuran.2. Adanya degenerasi hidrofik dari villi khorionik. Avaskuler dari villi khorionik menyebabkan kematian dini dan absorbsi embrio.3. Dijumpai proliferasi trofoblas dengan aktivitas miosis pada lapisan sinsitio dan sitotrofoblas.4. Terjadinya sekresi hCG, khorionik tirotropin, dan progesteron yang berlebihan. Dilain pihak, produksi estrogen menurun karena suplai prekursor dari fetal tidak ada. Sekitar 50% kasus, dimana kadar hCG yang tinggi dapat menyebabkan kista luteum multipel di ovarium. Kista dapat mencapai ukuran yang besar (10 cm atau lebih). Kista akan menghilang dalam beberapa bulan (2-3 bulan) setelah evakuasi mola. Kadar hCG yang tinggi juga dapat diketemukan diawal kehamilan normal.

Gejala klinisGejala yang dapat ditemukan pada mola hidatidosa adalah:1. Adanya tanda-tanda kehamilan disertai dengan perdarahan pervaginam.Perdarahan timbul mulai kehamilan 8 minggu, berwarna merah segar karena berasal dari jaringan mola yang lepas dari dinding uterus. Kadang-kadang timbul bekuan darah yang tersimpan dalam kavum uterus yang kemudian akan mencair dan keluar berwarna merah ungu akibat proses oksidasi. Perdarahan biasanya intermitten, sedikit-sedikit atau sekaligus banyak sehingga menyebabkan syok atau kematian, oleh karena itu umumnya pasien mola hidatidosa masuk rumah sakit dalam keadaan anemia. Perdarahan uterus abnormal yang bervariasi darispotting sampai perdarahan hebat merupakan gejala yang paling khas dari kehamilan mola dan pertama kali terlihat antara minggu keenam dan kedelapan setelah amenore. Sekret berdarah yang kontinyu atau intermitten dapat berkaitan dengan keluarnya vesikel-vesikel yang menyerupai buah anggur.

2. Hiperemesis gravidarum, yang ditandai dengan nausea dan vomiting yang berat. Keluhan hiperemesis terdapat pada 14-18% kasus pada kehamilan kurang dari 24 minggu dan keluhan mual muntah terdapat pada mola hidatidosa dengan tinggi fundus uteri lebih dari 24 minggu.3. Tanda toksemia/ pre-eklampsia pada kehamilan trimester IKejadian preeklampsia cukup tinggi yaitu 20-26% kasus. Pada kehamilan normal, preeklampsia timbul setelah kehamilan 20 minggu, namun pada mola hidatidosa dapat terjadi lebih dini.4. Kista lutein unilateral/bilateralMola hidatidosa sering disertai dengan kista lutein 15% kasus. Umumnya kista ini segera menghilang setelah jaringan mola dikeluarkan, tetapi ada juga kasus-kasus dimana kista lutein baru ditemukan pada waktu follow up. Kista lutein dapat menimbulkan gejala abdominal akut karena torsi atau pecah. Kista berisi cairan serosanguineous dan strukturnya multilokulare. Bila uterusnya besar, maka kista ini sukar diraba namun dapat diketahui dari pemeriksaan ultrasonografi. Kista menjadi normal dalam waktu 2-4 bulan setelah dievakuasi. Kasus mola dengan kista lutein mempunyai resiko 4 kali lebih besar untuk mendapatkan degenerasi keganasan dikemudian hari dari pada kasus-kasus tanpa kista.5. Umumya uterus lebih besar dari usia kehamilanLebih dari separuh penderita mola hidatidosa memiliki uterus yang lebih besar dari usia kehamilannya. Bila uterus diraba, akan terasa lembek karena miometrium teregang oleh gelembung-gelembung mola dan bekuan darah.6. Tidak terdengar denyut jantung janin7. Tidak dirasakan tanda-tanda adanya gerakan janin, tidak teraba bagian janin (balottement), kecuali pada mola parsial.8. Kadar gonadotropin korion tinggi dalam darah dan urin9. Emboli paru.10. Penyulit lain yang mungkin terjadi ialah emboli sel trofoblas ke paru-paru. Sebetulnya pada tiap kehamilan selalu ada migrasi sel trofoblas ke peredaran darah kemudian ke paru-paru tanpa memberikan gejala apa-apa tetapi pada mola kadang-kadang jumlah sel trofoblas ini demikian banyak sehingga dapat menimbulkan emboli paru-paru akut yang bisa menyebabkan kematian.11. Keluar jaringan mola seperti buah anggur atau mata ikan (tidak selalu ada), yang merupakan diagnosa pasti.12. Mola hidatidosa parsial biasanya ditemukan pada saat evaluasi pasien yang didiagnosis sebagai abortus inkomplit atau missed abortion.13. Kadang-kadang disertai gejala lain yang tidak berhubungan dengan keluhan obstetri, seperti tirotoksikosis, perdarahan gastrointestinal, dekompensasi kordis, perdarahan intrakranial, perdarahan gastrointestinal, dan hemoptoe.14. Hipertiroidisme pada mola hidatidosa dapat berkembang dengan cepat menjadi tirotoksikosis. Berbeda dengan tirotoksikosis pada penyakit tiroid, tirotoksikosis pada mola hidatidosa muncul lebih cepat dan gambaran klinisnya berbeda. Mola yang disertai tirotoksikosis mempunyai prognosis yang lebih buruk, baik dari segi kematian maupun kemungkinan terjadinya keganasan. Biasanya penderita meninggal karena krisis tiroid. Pemicu tirotoksikosis pada mola hidatidosa adalah tingginya kadar hCG. Diagnosis tirotoksikosis pada mola hidatidosa sangat penting dan perlu ditanggulangi dahulu sebelum dilakukan evakuasi jaringan molanya karena bila tidak segera dilakukan, upaya evakuasi jaringan mola dapat menimbulkan kematian penderita akibat krisis tiroid dan payah jantung akut. Adanya tirotoksikosis pada penderita mola dapat diduga apabila terdapat gejala-gejala seperti nadi istirahat >100x/menit tanpa sebab-sebab lain yang jelas (misalnya Hb).Tirotoksikosis merupakan salah satu penyebab kematian penderita mola. Kariadi menemukan bahwa kadar -hCG serum (RIA) > 300.000 ml pada penderita mola sebelum jaringan molanya dievakuasi. Hal ini merupakan faktor risiko yang sangat bermakna untuk terjadinya tirotoksikosis. Hipertiroid dapat diketahui secara klinis terutama bila tidak terdapat fasilitas pemeriksaan T3 dan T4, yaitu dengan menggunakan Indeks Wayne.1-3

PenatalaksanaanMola hidatidosa harus dievakuasi sesegera mungkin setelah diagnosis ditegakkan. Bila perlu lakukan stabilisasi dahulu dengan melakukan perbaikan keadaan umum penderita dengan mengobati beberapa kelainan yang menyertai seperti tirotoksikosis.Terapi mola hidatidosa terdiri dari 4 tahap yaitu :1. Perbaiki keadaan umum:a. Koreksi dehidrasib. Transfusi darah bila ada anemia (Hbc. Bila ada gejala preeklampsia dan hiperemesis gravidarum diobati sesuai dengan protokold. Penatalaksanaan hipertiroidismeJika gejala tirotoksikosis berat, terapi dengan obat-obatan antitiroid, -bloker, dan perawatan suportif (pemberian cairan, perawatan respirasi) penting untuk menghindari presipitasi krisis tiroid selama evaluasi.Tujuan terapi adalah untuk mencegah pelepasan T4 yang terus-menerus dan menghambat konversi menjadi T3 untuk memblok aksi perifer hormon tiroid dan untuk mengobati faktor-faktor presipitasi. Agen-agen antitiroid dapat menurunkan level T3 dan T4 serum dengan cepat seperti sodium ipodoat (orografin, suatu kontras yang mengandung iodine) yang merupakan terapi pilihan dalam mencegah krisis tiroid setelah hipertiroidisme yang diinduksi kehamilan mola karena Ca mengurangi konsentrasi T3 dan T4 dengan cepat. Apabila sodium ipodoat tidak tersedia, PTU harus digunakan dan dikombinasikan dengan iodida. PTU berbeda dengan metimazol, menghambat konversi T4 menjadi T3 di perifer dan karenanya lebih disukai daripada metimazol. Loading dose 300-600 mg PTU diikuti oleh 150-300 mg setiap 6 jam (perrektal atau melalui NGT). Kalium iodida oral (3-5 tetes, 3x sehari, 35 mg iodida/tetes) atau iodine lugol (30-60 tetes/hari dibagi dala 4 dosis, 8 mg iodida/tetes) atau natrium iodida intravena (0,25-0,5 g tiap 8-12 jam) menginduksi penurunan level T3 dan T4 yang cepat.

-bloker digunakan untuk mengontrol takikardi dan gejala lain yang diaktivasi saraf simpatis. Propanolol dimulai pada dosis 1-2 mg tiap 5 menit secara intravena (dosis maksimum 6 mg) diikuti dengan propanolol oral pada dosis 20-40 mg tiap 4-6 jam.2. Pengeluaran jaringan molaBila sudah terjadi evakuasi spontan lakukan kuretase untuk memastikan kavum uteri sudah kosong. Bila belum lakukan evakuasi dengan kuret hisap. Bila serviks masih tertutup dapat didilatasi dengan dilator nomor 9 atau 10. Setelah seluruh jaringan dievakuasi dengan kuret hisap dilanjutkan kuret tajam dengan hati-hati untuk memastikan kavum uteri kosong. Penggunaan uterotonika tidak dianjurkan selama proses evakuasi dengan kuret hisap atau kuret taja. Untuk menghentikan perdarahan, uterotonika diberikan setelah evakuasi. Induksi dengan medikamentosa seperti prostaglandin dan oksitosin tidak dianjurkan karena meningkatkan emboli trofoblas.Teknik evakuasi mola hidatidosa ada 2 cara yaitu :a) Kuretase Dilakukan setelah keadaan umum diperbaiki dan setelah pemeriksaan-persiapan selesai (pemeriksaan darah rutin, kadar -hCG serta foto thoraks), kecuali bila jaringan mola sudah keluar spontan. Bila kanalis servikalis belum terbuka, maka dilakukan pemasangan laminaria dan kuretase dilakukan 24 jam kemudian. Sebelum kuretase terlebih dahulu siapkan darah 500 cc dan pasang infus dengan tetesan oksitosin 10 IU dalam 500 cc Dextrose 5% Kuretase dilakukan sebanyak 2x dengan interval minimal 1 minggu Seluruh jaringan hasil kerokan dikirim ke laboratorium Patologi Anatomib) Histerektomi Tindakan ini dilakukan pada wanita dengan: Umur>35 tahun Anak hidup>3 orang

3. Terapi profilaksis dengan sitostatika.Diberikan pada kasus mola dengan risiko tinggi akan terjadi keganasan misalnya pada umur tua dan paritas tinggi yang menolak untuk dilakukan histerektomi atau kasus mola dengan hasil histopatologi yang mencurigakan. Biasanya diberikan Methotrexate atau Actinomycin D. Indikasi pemberian kemoterapi pada penderita pasca mola hidatidosa adalah sebagai berikut :a. Kadar hCG yang tinggi > 4 minggu pascaevakuasi (serum >20.000 IU/liter,b. urine >30.000 IU/24 jam)c. Kadar hCG yang meningkat progresif pascaevakuasid. Kadar hCG berapapun juga yang terdeteksi pada 4 bulan pascaevakuasie. Kadar hCG berapapun juga yang disertai tanda-tanda metastasis otak, renal, hepar, traktus gastrointestinal, atau paru-paru.4. Penatalaksanaan pascaevakuasia. Hal ini perlu dilakukan mengingat adanya kemungkinan keganasan setelah mola hidatidosa, lama pengawasan berkisar 1 sampai 2 tahun.b. Pengamatan lanjut meliputi pemeriksaan pelvis dan hCG setiap minggu sampai hCG negatif, bila ditemui anemia atau infeksi harus diberikan pengobatan yang adekuat. -hCG negatif diikuti tiap minggu 2 kali pemeriksaan, bila tetap negatif dilakukan tiap bulan sampai dengan bulan keenam, lalu tiap 2 bulan sekali selama 6 bulan.c. Diberikan kontrasepsi oral setelah kadar hCG normal. Bila penurunan hCG sesuai dengan kurva regresi, pasien diperkenankan hamil setelah 6 bulan. Dapat juga dengan metode barier, namun IUD tidak dianjurkan. Bila penurunan lambat, tunda kehamilan lebih lama lagi.d. Bila terjadi kehamilan lakukan USG dan lakukan pemeriksaan hCG postpartum untuk menyingkirkan reaktifasi residu dari mola.e. Pasien dengan besar uterus 4 kali lebih besar dari usia gestasi dan adanya kista lutein, maka risiko untuk menjadi karsinoma adalah 50%.Dikarenakan 20% pasien dengan mola komplit dan 5-7 % pasien dengan mola parsial dapat menjadi penyakit yang berulang. Follow up yang ketat sangat diperlukan. Kadar-hCG perlu dimonitor setiap minggu sampai diperoleh 3 kali angka yang normal dan kemudian setiap bulan untuk 6 bulan. Sangat penting bagi pasien untuk menggunakan kontrasepsi selama 6 bulan sehingga peningkatan-hCG yang normal terjadi dalam kehamilan tidak dikacaukan dengan penyakit yang berulang. Pil KB tidak meningkatkan resiko dari penyakit post mola. Setelah angka-hCG normal selama 6 bulan, kehamilan menjadi aman.4Komplikasi1. Komplikasi yang dapat terjadi pada mola hidatidosa adalah :a. Perdarahan hebatb. Anemiac. Syokd. Infeksi, sepsise. Perforasi uterusf. Emboli udarag. Koagulopatih. Keganasan (Gestational trophoblastic neoplasia)Sekitar 50% kasus berasal dari mola, 30% kasus berasal dari abortus, dan 20% dari kehamilan atau kehamilan ektopik. Gejalanya dijumpai peningkatan hCG yang persisten pascamola, perdarahan yang terus-menerus pascaevakuasi (pada kasus pascaevakuasi dengan perdarahan yang terus-menerus dan kadar hCG yang menurun lambat, dilakukan kuretase vakum ulangan atau USG dan histeroskopi), perdarahan rekurens pascaevakuasi. Bila sudah terdapat metastase akan menunjukkan gejala organ spesifik tempat metastase tersebut.PencegahanPeningkatan Status gizi khususnya vitamin A merupakan salah satu upaya peningkatan kesehatan reproduksi melalui upaya pencegahan primer, sekunder, dan tersier mola hidatidosa

PrognosisKematian pada mola hidatidosa disebabkan karena perdarahan, infeksi, eklampsia, payah jantung atau tirotoksikosis. Di negara maju, kematian mola hampir tidak ada lagi, tetapi dinegara berkembang masih cukup tinggi yaitu berkisar 2.2% dan 5.7%. Hampir 20% mola hidatidosa komplit akan berlanjut menjadi neoplasia trofoblas kehamilan. Terjadinya proses keganasan bisa berlangsung antara 7 hari sampai 3 bulan pasca mola, tetapi yang paling banyak dalam 6 bulan pertama. Pada Mola hidatidosa parsial jarang terjadi.5Daftar pustaka1. Mochtar R. Penyakit Trofoblas. Dalam : Sinopsis Obstetri. Editor Lutan D. Jilid I. Edisi 2. Jakarta : EGC ; 2011.p.167-70.2. Martadisoebrata D. Penyakit Serta Kelainan Plasenta dan Selaput Janin. Dalam : Ilmu Kebidanan. Editor Wiknjosastro H. Saifuddin AB, Rachimhadhi T. Edisi ketiga, Jakarta : Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo ; 2010.p.339-593. Mansjoer. A. Dkk., Kelainan pada Kehamilan. Dalam Kapita Selekta Kedokteran. Edisi ketiga, Jilid Pertama. Penerbit Media Aesculapius Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. Jakarta., 2009. 265 674. Zainu Saleh, A. Kanker Ginekologi : Klasifikasi dan Petunjuk Pelaksanaan Praktis. Palembang : Departemen Obstetri dan Ginekologi FK UNSRI/ RSMH ; 2005.5. Berkowitz, et all. Gestational trophoblastic Neoplasia. In : Practical Gynecology Oncology. 3rded. Philadelphia : WB Saunders Company ; 2005.p.616-1

1