warta buruh migran edisi juni 2012
DESCRIPTION
Desa adalah peluang lain pengawasan penempatan dan perlindungan buruh migran Indonesia (BMI). Dengan wewenang untuk mengelola data kependudukan serta persinggunga langsung desa dan masyarakat, desa dapat menjadi aktor pemantau penempatan BMI. Warta Buruh Migran Edisi Juni ini akan mengupas peran desa dalam perlindungan buruh migran. Edisi ini mengulas kemungkinan tersebut dalam perspektif hukum yang membahas administrasi kependudukan; profil desa yang tengah mengupayakan penerapan perlindungan terhadap BMI; peluang dijitalisasi data kependudukan untuk mempermudah pencatatan migrasi di level desa; dan ulasan peluang desa untuk melakukan perlindungan terhadap buruh migran. Beberapa kajian seputar peran desa dalam mengawal arus migrasi warganya ke luar negeri akan menjadi bahasan utama dalam terbitan WBM bulan ini. Selamat membacaTRANSCRIPT
Halaman 1 | Warta Buruh Migran | Juni 2012
Warta Buruh Migran| Edisi XV | Juni 2012
Klik www.buruhmigran.or.id
Seluruh tulisan dan foto dalam buletin ini dilisensikan dalam bendera Creative Common
(CC). Siapapun bisa mengutip, menyalin, dan menyebarluaskan sebagian atau
keseluruhan tulisan dengan menyebutkan sumber tulisan dan jenis lisensi yang sama,
kecuali untuk kepentingan komersil.
Salam Redaksi Banyumas
Penanggung JawabYossy Suparyo Muhammad Irsyadul Ibad Pimpinan Redaksi Fika MurdianaTim Redaksi Muhammad Khayat Fathulloh Sindy Nur FitriKontributorM. Zaim Wahid, M Irsyadul IbadTata LetakWahyu Widayat NIlustratorDanni
Alamat Redaksi Jl.Veteran Gg.Janur Kuning No.11A Pandean Umbulharjo Yogyakarta, Telp/Fax:0274-372378 E-mail:[email protected] Twitter: @infoburuhmigranFacebook: buruh migranPortal: http://buruhmigran.or.id Penerbitan buletin ini atas dukungan:
Tim Redaksi
Desa adalah peluang lain pengawasan penempatan dan perlindungan buruh migran Indonesia (BMI). Dengan wewenang untuk mengelola data kependudukan serta persinggunga langsung desa dan masyarakat, desa dapat menjadi aktor pemantau penempatan BMI.
Warta Buruh Migran Edisi Juni ini akan mengupas peran desa dalam perlindungan buruh migran. Edisi ini mengulas kemungkinan tersebut dalam perspektif hukum yang membahas administrasi kependudukan; profil desa yang tengah mengupayakan penerapan perlindungan terhadap BMI; peluang dijitalisasi data kependudukan untuk mempermudah pencatatan migrasi di level desa; dan ulasan peluang desa untuk melakukan perlindungan terhadap buruh migran.
Beberapa kajian seputar peran desa dalam mengawal arus migrasi warganya ke luar negeri akan menjadi bahasan utama dalam terbitan WBM bulan ini. Selamat membaca
Perkuat Peran Perlindungan TKI di Desa
Pelbagai konflik agraria, melemahnya kewenangan desa
mengelola sendiri sumber daya yang mereka miliki, perubahan
fungsi lahan pertanian menjadi industri, dan persoalan lain di
desa semakin melemahkan kedaulatan desa. Hal yang tragis
desa terus dianggap sebagai penyuplai sumber tenaga kerja
kasar bagi perkotaan atau bahkan pekerja migran.
Desa yang “dilemahkan” dalam mengembangkan potensi
yang mereka miliki, turut menjadi salah satu penyebab
tingginya angka pengiriman Tenaga Kerja Indonesia (TKI) ke
luar negeri. Lantas, apakah desa masih berpeluang
memaksimalkan peran menahan laju migrasi warganya ke luar
negeri?.
Masih ada banyak hal yang bisa dilakukan desa untuk
menyikapi migrasi warganya keluar negeri. Berikut Pengalaman
Desa Kopang Rembige di Lombok Tengah dan Desa Dermaji
dapat menjadi pelajaran.
Memaksimalkan Pelayanan PublikBeberapa dokumen yang menjadi prasyarat keberangkatan
seseorang menjadi TKI harus diproses di Desa, KK, KTP, dan izin
suami atau istri atau orang tua juga harus diketahui desa.
Terkait kebutuhan dokumen TKI, Ahmadi, salah satu perangkat
Desa Kopang Rembige menyampaikan pelayanan publik di desa
harus memerhatikan aspek perlindungan TKI.
Halaman 2 | Warta Buruh Migran | Juni 2012
02 | Sekilas Peristiwa
“Sebelum menandatangani dokumen, perangkat
desa harus melakukan mediasi antara keluarga, Calon
TKI, dan pihak-pihak yang mengarahkan warganya
menjadi TKI, dalam hal ini adalah Calo TKI. Kepala
Desa tidak boleh asal tandatangan, apalagi memalsu
dokumen identitas.
Semua pihak harus didudukkan, syukur ketika diskusi
menemukan alternatif pekerjaan, dan Calon TKI tidak
harus bekerja ke luar negeri,” tutur Ahmadi, ditemui
saat mengikuti dengar pendapat RUU Desa di DPR RI
(20/06/12).
Desa kantong TKI harus memiliki pengetahuan yang
utuh soal prosedur dan mekanisme migrasi atau
bekerja di luar negeri. Hal ini penting agar ketika
pekerjaan alternatif bagi Calon TKI di desa tidak
ditemukan, pelayanan publik di desa bisa mengawal
proses migrasi melalui jalur yang minim risiko.
“Sekalipun harus menjadi TKI, desa harus bisa
menjelaskan bahwa tanpa calo sekalipun, warga bisa
memproses sendiri migrasi melalui jalur yang minim
risiko, dan desa harus memiliki data akurat terkait
warganya yang menjadi TKI, serta terus melakukan
kontak secara berkala dengan keluarga untuk
memastikan kondisi warganya di luar negeri,”
tambahnya.
Peran lain dari pelayanan publik terkait isu TKI di desa
adalah keterlibatan desa membantu keluarga TKI yang
terlibat masalah di luar negeri. Pengalaman Desa
Dermaji di Banyumas menunjukkan desa mampu
menjadi penghubung penyelesaian proses
pemulangan jenazah warganya yang menjadi TKI di
Brunnei Darussalam.
Pada kasus pemulangan jenazah Riswo dari Brunnei
Darussalam, Bayu Setyo Nugroho, Kades Dermaji
menjembatani komunikasi keluarga dengan pelbagai
pihak, BNP2TKI, relawan jaringan Mekarwangi di
Jakarta, redaksi PSDBM, dan kerabat almarhum di
Brunnei Darussalam hingga jenazah Riswo tiba di Desa
Dermaji.
Peran desa dalam perlindungan TKI juga butuh
mewujud dalam upaya pembangunan ekonomi desa.
Identifikasi potensi dan aset lokal penting dilakukan
untuk menuju kemandirian desa. Asumsinya, jika
potensi ekonomi desa dapat dikelola dengan maksimal,
maka desa tidak lagi hanya diposisikan sebagai
penyuplai tenaga kerja kasar di perkotaan atau luar
negeri. Hal ini karena warga desa mampu terserap di
sektor-sektor ekonomi perdesaan.
Melalui pengelolaan layanan publik desa yang
transparan, akuntabel, demokratis, dan berpihak pada
masyarakat, khususnya kelompok marginal desa
sangat mampu untuk berdaulat. Meskipun kondisi ini
pun masih sebatas bayangan ideal peran desa, bukan
tidak mungkin, dengan keberanian dan kreativitas,
desa dapat mewujudkannya menjadi realitas. [ ]
Suasana lokakarya desa-desa di Banyumas, beberapa diantaranya
adalah desa kantong BMI
Halaman 3 | Warta Buruh Migran | Juni 2012
03 | Sekilas Peristiwa
Banyumas
Dermaji Siap Menjadi Desa
Percontohan untuk Perlindungan
Buruh Migran
Desa adalah bagian penting dalam penyelenggaraan penempatan tenaga kerja Indonesia (TKI). Undang-undang No 39 Tahun 2004 tentang Penempatan Perlindungan Tenaga Kerja Luar Negeri memberikan wewenang kepada pihak desa untuk terlibat dalam legalisasi dokumen dan pengawasan pemberangkatan. Meski tidak terdapat petunjuk teknisnya, namun desa berkewajiban untuk memeriksa kesahihan beberapa dokumen yang menjadi prasyarat migrasi, seperti surat izin pihak keluarga dan kartu tanda penduduk.
Menurut Bayu Setyo Nugroho, Kepala Desa Dermaji Kecamatan Lumbir Banyumas, meski menjadi bagian kerja keseharian desa, pengawasan penempatan TKI masih jarang diperhatikan oleh pihak desa. Pelbagai faktor menjadi penyebabnya, salah satunya adalah kapasitas pengetahuan perangkat desa tentang proses migrasi aman (18/06/2012).
“Sebagai percontohan, kami siap menjadi desa yang menjadi model pengawasan buruh migran yang baik,” tegas Bayu.
Dengan dukungan Pusat Sumber Daya Buruh Migran Infest Yogyakarta dan Paguyuban Peduli Buruh Migran dan Perempuan Seruni Banyumas, Desa Dermaji akan memulai proses perbaikan tata kelola perlindungan buruh migran dengan merapikan data kependudukan dan membangun database penduduk yang bermigrasi ke luar negeri untuk bekerja. Guna kebutuhan tersebut, Desa Dermaji –seperti halnya desa dalam Gerakan Desa Membangun (GDM)– akan menggunakan sistem informasi tata kelola pemerintahan desa Mitra Desa -
yang dikembangkan oleh GDM dan Infest Yogyakarta. Ketersediaan database ini akan memudahkan proses temu kembali data warga yang bekerja di luar negeri. Dengan demikian, penanganan kasus dan pengawasan akan lebih mudah dilakukan.
Pemerintah Desa Dermaji juga akan menerapkan peraturan khusus desa yang mengatur sistem perekrutan warga menjadi buruh migran oleh Pelaksana Penempatan Tenaga Kerja Indonesia Swasta (PPTKIS) atau perwakilannya. Setiap PPTKIS yang beroperasi di Wilayah Dermaji diwajibkan untuk melapor dan meminta izin operasi.
“Pihak Desa Dermaji tidak akan mengeluarkan surat untuk migrasi apabila PT yang memberangkatkan diindikasikan bermasalah,” tegas Bayu.
Pembuatan database PPTKIS yang beroperasi di wilayah Dermaji memudahkan proses pengawasan dan penanganan kasus. Hal ini mencegah terulangnya banyak kasus tidak diketahuinya PPTKIS dan penanggungjawab perekrutan TKI yang diberangkatkan ke luar negeri. Hal ini sangat merugikan pihak TKI dan menyulitkan pemerintah desa.
Kegiatan persiapan ujicoba penerapan sistem pengawasan ini ditargetkan akan selesai pada akhir Agustus 2012. Pemerintah Desa Dermaji hingga saat ini terus berkoordinasi dengan Pusat Sumber Daya Buruh Migran (PSD-BM) untuk menyusun langkah taktis dan menyiapkan kebutuhan persiapan lainnya. [ ]
Halaman 4 | Warta Buruh Migran | Juni 2012
Forum Human Trafficking di Hong KongOleh: Fera Nuraini
Hong kong
Seminar ini berlangsung pada pukul 2 siang hingga pukul 6 sore waktu setempat. Hadir dalam forum ini Pun Thin Chi dari HKCTU, Beate Andrees dari ILO, Elizabeth Tang dari IDWN, Sring Atin dari LIPMI, Anik Setyo dari IMWU, Haryati dari INDIES Jakarta, perwakilan BMI di Hong Kong, serta warga lokal Hong Kong. Turut hadir pula Sendra Utami dan Hari Budiarto selaku perwakilan dari KJRI Hong Kong.
Forum ini menyoroti praktik perdagangan manusia yang dilakukan oleh Agen dan PJTKI. Dalam forum dibahas mengenai bagaimana sampai saat ini BMI yang bekerja ke Hong Kong harus diperas selama 7 bulan lamanya melalui potong gaji yang jika ditotal jumlahnya mencapai HK$ 21.000 (setara Rp 24.000.000 lebih).
Masalah lain yang juga dibahas adalah kenyataan yang terjadi sampai saat ini buruh migran masih bekerja seperti budak. Hal ini dibuktikan dengan ketiadaan sistem jam kerja yang jelas, padahal Konvensi ILO No. 189 sudah mengakui buruh migran sebagai bagian dari pekerja. Sayang, Indonesia memang belum meratifikasi konvensi ini.
Selain itu, UU no.39/2004 juga menjadi sorotan
lantaran dari total 109 pasal yang ada, hanya 8 pasal
saja yang berpihak pada buruh migran,
selebihnya hanya mewakili kepentingan pengusaha PJTKI. Kontrak mandiri dan permasalahan mengenai underpayment (gaji dibawah standar) juga disuarakan dalam forum ini.
“Pemerintah Hong Kong sudah membatasi pemotongan gaji hanya 10 persen atau sebesar HK$374, tapi BMI harus membayar HK$ 21,000. Ini gila!,” ujar salah satu peserta forum yang merupakan penduduk lokal Hong Kong.
Aktivis buruh migran menanggapi permasalahan dengan cukup serius. Salah satunya Pu Thin Chi dari HKCTU yang berjanji akan terus bekerja sama dengan LSM dan juga organisasi yang ada di Hong Kong untuk menghentikan praktik perdagangan manusia ini. Selain itu, Sring Atin dari LIPMI juga menyoroti tentang kebijakan pemerintah Indonesia yang hanya berorientasi keuntungan dan kebijakan ambigu yang semakin menyuburkan pelanggaran.
Sendra Utami dan Hari Budiarto selaku perwakilan dari KJRI Hong Kong berjanji untuk membawa permasalahan untuk disuarakan ke pemerintah Indonesia. (CNF). [ ]
Pada Minggu, 24 Juni 2012 yang lalu, digelar
sebuah acara yang bertajuk “A Forum on Human
Trafficking of Indonesian Migrant Workers in Hong
Kong” atau Seminar Praktik Perdagangan Manusia di
Hong Kong. Forum yang melibatkan HKCTU, IMWU,
INDIES, ITUC, dan Aliansi Cabut UU No.39/2004 ini
digelar di The Hong Kong Polytechnic University,
Hung Hom.
04 | Sekilas Peristiwa
Halaman 5 | Warta Buruh Migran | Juni 2012
05 | Kajian
Mengakomodasi Migrasi Ketenagakerjaan
Sebagai Peristiwa Kependudukan
Desa memainkan peran penting dalam administrasi
kependudukan nasional. Tanpa peran desa administrasi
kependudukan akan menjadi kian sulit. Sebagai unit
pemerintahan formal terkecil, desa bersinggungan
langsung dengan masyarakat dan menjadi tumpuan
akurasi data kependudukan nasional. Mengacu pada
Undang-Undang No. 23 Tahun 2006, administrasi
kependudukan mencakup serangkaian kegiatan penataan
dan penertiban dalam penerbitan dokumen dan data
kependudukan melalui pendaftaran penduduk,
pencatatan sipil, dan pengelolaan informasi administrasi
kependudukan yang menjadi tanggung jawab
pemerintah, baik di tingkat pusat maupun daerah. Pada
proses tata kelola kependudukan ini, desa memperoleh
penugasan dari kabupaten/kota untuk menjadi pelaksana
sebagian administrasi kependudukan. Fungsi desa ini
dilaksanakan dengan mengacu pada asas pembantuan.
Undang-undang (UU) Nomor 23 Tahun 2006
mendefinisikan penduduk sebagai warga negara
Indonesia dan orang asing yang bertempat tinggal di
Indonesia. Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 65
Tahun 2010 (Permendagri No. 65 Tahun 2010) tentang
Pedoman Penyusunan Profil Perkembangan
Kependudukan menjelaskan lebih rinci definisi istilah
kependudukan. Kependudukan didefinisikan sebagai hal-
hal yang berkaitan dengan jumlah, struktur,
pertumbuhan, persebaran, mobilitas, penyebaran,
kualitas, dan kondisi kesejahteraan yang menyangkut
politik, ekonomi, sosial budaya, agama, serta lingkungan
penduduk di suatu tempat. UU No. 23 Tahun 2006,
mendefinisikan administrasi kependudukan sebagai
sebuah rangkaian kegiatan penataan dan penertiban
dalam penerbitan dokumen dan data kependudukan
melalui pendaftaran penduduk, pencatatan sipil,
pengelolaan informasi administrasi kependudukan,
serta yang menyangkut politik, ekonomi, sosial budaya,
agama, serta lingkungan penduduk di suatu tempat.
Peran desa dalam tata kelola administrasi
kependudukan diatur dalam Peraturan Pemerintah
Nomor 37 Tahun 2007 yang menetapkan bahwa
penugasan lebih lanjut tentang tata administrasi
kependudukan kepada camat, lurah dan kepala desa
menjadi tanggungjawab bupati/walikota. Selanjutnya,
petugas registrasi data kependudukan adalah pegawai
negeri sipil yang diberi tugas dan tanggung jawab
memberikan pelayanan pelaporan peristiwa
kependudukan dan peristiwa penting serta pengelolaan
dan penyajian Data Kependudukan di desa/kelurahan
(pasal 1 butir 20 UU No. 23 Tahun 2006). Karena itu,
sekretaris desa yang berfungsi sebagai petugas
pencatatan yang diatur dalam pasal 1 UU No. 23 Tahun
2006 adalah pegawai negeri.
Halaman 6 | Warta Buruh Migran | Juni 2012
06 |Kajian
Pemberian wewenang kepada Desa/kelurahan dalam
tata kelola administrasi kependudukan berfungsi
sebagai perwakilan pemerintah/instansi di tingkat
kabupaten/kota yang dapat mewakili penandatanganan
beberapa surat atau keperluan administratif
kependudukan, seperti keterangan pindah, surat
keterangan kelahiran dan kematian.
Peran sentral desa tersebut menempatkan desa tidak
hanya sebagai pelaksana, melainkan ujung tombak
administrasi kependudukan. Desa yang bersentuhan
langsung dengan masyarakat menjadi bagian penting
pula dalam pelbagai survei-survei kependudukan yang
berfungsi untuk memperbaharui data kependudukan
untuk kepentingan pembangunan sektoral, seperti
yang dilakukan oleh Badan Pusat statistik (BPS). Peran
besar desa tersebut idealnya juga dapat diarahkan
untuk pencatatan data migrasi ketenagakerjaan.
Migrasi Tenaga Kerja Sebagai Peristiwa
Kependudukan Desa
Migrasi ketenagakerjaan secara terperinci tidak
termuat sebagai bagian dari catatan peristiwa
kependudukan desa. Meski terkait dengan kepindahan
penduduk yang bersifat sementara, migrasi
ketenagakerjaan masih belum memperoleh perhatian
laiknya peristiwa kependudukan lain, seperti kelahiran,
kematian dan perpindahan penduduk dengan jenis
lain, seperti ke luar daerah dan keluar negeri selain
untuk bekerja. Mobilitas pendudukan adalah bagian
yang ditegaskan dalam Permendagri No. 65 Tahun
2010 sebagai bagian dari perkembangan
kependudukan, selain aspek kuantitas dan kualitas
penduduk. Sayangnya, istilah mobilitas ini kerap
dimaknai sebagai perpindahan yang tidak terkait
dengan perpindahan sementara, termasuk migrasi
ketenagakerjaan. Mobilitas ini hanya dimaknai sebagai
perpindahan penduduk secara langsung, baik yang
masuk dan keluar karena terkait dengan aspek
perkembangan penduduk.
Lemahnya aturan yang mengatur tentang pencatatan
migrasi ketenagakerjaan menyebabkan desa seakan
tidak punya wewenang untuk terlibat dalam tata kelola
perpindahan penduduk sementara jenis ini. Bayu
Setyo Nugroho (36), Kepala Desa Dermaji Kecamatan
Lumbir Banyumas, menegaskan keterbatasan tersebut
menyebabkan desa tidak banyak bisa mengambil
tindakan penting terkait dengan perlindungan migrasi
tenaga kerja. Pemerintah desa hanya menjadi sebatas
penandatangan atas surat-surat yang menjadi
prasyarat migrasi. Hal senada dengan Kepala Desa
Dermaji juga disampaikan oleh Munawar Achmad (56),
Kepala Desa Pancasan Kecamatan Ajibarang
Banyumas. Meski berjumlah sedikit, pemerintah Desa
Pancasan tidak bisa turut serta melakukan pengawalan
proses migrasi tenaga kerja. Padahal, pihak desa akan
menjadi pihak yang disalahkan atau dilibatkan jika
terdapat kasus atau persoalan yang dialami oleh BMI.
Pencatatan migrasi tenaga kerja sebagai
peristiwa kependudukan menjadi salah satu
hal penting dalam proses migrasi.
Mengacu pada beberapa penanganan kasus yang
dilakukan oleh Pusat Sumber Daya Buruh Migran
(PSD-BM), ketidaktahuan pihak desa menjadi salah
satu hal yang kerap terjadi. Pihak desa tidak memiliki
data terperinnci tentang pemberangkatan BMI, negara
tujuan dan lokasi bekerja, pelaksana penempatan
Tenaga Kerja Indonesia Swasta (PPTKIS) dan kontak
penanganan. Hal ini menunjukkan lemahnya kinerja
administrasi kependudukan di level desa yang
menyangkut pemberangkatan tenaga kerja ke luar
negeri.
Halaman 7 | Warta Buruh Migran | Juni 2012
07 | Kajian
Pencatatan migrasi tenaga kerja sebagai salah satu
peristiwa kependudukan bisa digunakan sebagai alat
untuk melibatkan pihak desa dalam tata laksana
penempatan buruh migran.
Melalui pencatatan, desa bisa mengetahui secara
terperinci situasi dan aktor yang terlibat dalam migrasi
kependudukan warga desa, seperti calo/agen dan
PPTKIS yang memberangkatkan; status bekerja BMI;
alamat dan narahubung di luar negeri. Pencatatan ini
akan memudahkan proses temu kembali data buruh
migran, termasuk dalam situasi darurat penanganan.
Memasukkan migrasi ketenagakerjaan sebagai salah
satu peristiwa kependudukan dapat memperkuat daya
tawar pihak desa untuk memaksa PPTKIS
menyerahkan data terperinci terkait dengan
penempatan BMI. Dengan model ini, kejadian hilang
kontak atau peristiwa tidak diketahuinya PPTKIS yang
memberangkatkan BMI tidak perlu terulang lagi.
Ketercatatan ini juga memungkinkan evaluasi pihak
pemerintah desa atas kinerja penempatan BMI secara
langsung.
Migrasi yang tercatat sebagai peristiwa kependudukan
akan mendorong peran aktif desa untuk turut serta
mendokumentasi dan mengawasi pelaksanaan
penempatan buruh migran. Hal ini juga berfungsi
untuk melibatkan desa lebih dari sekedar juru tanda
tangan atau pengesahan dokumen migrasi. Desa
berhak terlibat lebih jauh untuk meminta PPTKIS
menyerahkan atau melakukan pembaruan data BMI
yang diberangkatkan.
Penyerahan data dari PPTKIS memungkinkan kontrol
desa atas penempatan agar tidak terjadi praktek
kecurangan, perdagangan manusia dan pelanggaran
lain yang merugikan buruh migran.
Data migrasi dapat digunakan untuk juga
mengawasi proses penempatan hingga kepulangan.
Jika terkodifikasi dengan baik, data migrasi dapat
menjadi penunjuk apabila terjadi atau adanya
indikasi pelanggaran, seperti masa kerja yang
melampaui ketentuan kesepakatan kerja sama atau
kontrak kerja. Data tersebut dapat menjadi acuan
pihak desa untuk menanyakan situasi buruh migran
terkait kepada PPTKIS yang memberangkatkan.
Instrumen peristiwa kependudukan ini dapat
menambah keterlibatan pihak ketiga dalam kontrol
pelaksanaan penempatan buruh migran di luar
negeri. Aturan ini berpeluang untuk menjadi
instrumen evaluasi untuk proses pemberangkatan
tenaga kerja yang dilakukan oleh PPTKIS.
Keterlibatan pihak desa dapat menjadi peluang lain
memperkuat pengawasan keseluruhan proses
migrasi ketenagakerjaan mulai dari level desa. [ ]
M. Zaim Wahid,Staff Media JGOS dan
Relawan Gerakan Desa
Membangun (GDM)
Halaman 8 | Warta Buruh Migran | Juni 2012
08 | Kajian
Dijitalisasi Data Migrasi Tenaga Kerja
di Level DesaOleh: Muhammad Irsyadul Ibad
Penyimpanan data di desa dengan menggunakan media
fisik, seperti kertas menjadi salah satu tantangan
perbaikan tata kelola administrasi dan pelayanan di level
desa. model penyimpanan tersebut menyulitkan temu
kembali dan pengolahan data. Model tersebut juga
membuat pelayanan publik akan menjadi pelan karena
harus terlebih dahulu dilakukan pencarian data secara
manual.
Sejak awal tahun 2012, Lembaga Kajian Pengembangan
Pendidikan, Sosial, Agama dan Kebudayaan (Infest)
Yogyakarta telah memulai upaya untuk memuat sebuah
aplikasi berbasis web yang dapat digunakan untuk
mempermudah tata kelola data dan pelayanan melalui
sistem dijital. Sistem yang dinamai Mitra Desa ini telah
sampai pada versi 1.0.
Sistem ini dikembangkan oleh Infest dengan dukungan
pengetahuan dari beberapa desa di Banyumas, seperti
Desa Melung dan Karangnangka Kecamatan Kedung
Banteng, Desa Dermaji Kecamatan Lumbir, Desa
Pancasan Kecamatan Ajibarang; dan Desa
Mandalamekar Kecamatan Jatiwaras Tasikmalaya.
Berikut ini adalah cuplikan wawancara dengan
Muhammad Khayat, Kepala Program Pengembangan
dan Pemberdayaan Teknologi Informasi dan Komunikasi
(TIK) Infest Yogyakarta terkait dengan pengembangan
sistem yang salah satunya akan digunakan untuk
mendukung tata kelola administrasi migrasi
ketenagakerjaan di level desa.
Apa yang sebenarnya dimaksud dengan
dijitalisasi?
Pengubahan bentuk dan model penyimpanan data
yang semula menggunakan media kertas atau media
tulis fisik lainnya menjadi data elektronik yang
tersimpan di dalam sistem komputer.
Kenapa dij italisasi dibutuhkan dalam tata
kelola administrasi desa?
Dijitalisasi penting untuk temu dan pengolahan
kembali data kependudukan sehingga
mempermudah kinerja pemerintah desa untuk
kebutuhan tertentu. Penerapan dijitalisasi untuk
menggantikan kencederungan penggunaan media
kertas (paper based) sebagai penyimpanan data.
Apa kelemahan dari model penyimpanan
data menggunakan kertas?
Penyimpanan data menggunakan kertas memakan
ruang, proses pencarian membutuhkan waktu lebih
banyak. Resiko kerusakan kertas juga tinggi. Jika tidak
disimpan secara benar kehilangan data adalah
resikonya.
Halaman 9 | Warta Buruh Migran | Juni 2012
09 | Kajian
Kemudahan apa yang diperoleh dari
dijitalisasi?
Beberapa kemudahan dijitalisasi data
kependudukan itu memudahkan proses temu dan
olah kembali data kependudukan. Saat masih
menggunakan kertas, pencarian data harus
dilakukan dengan membongkar tumpukan
penyimpanan kertas. Dengan dijitalisasi analisa dan
pengolahan data menjadi lebih mudah, seperti
mencari angka statistika kependudukan atau
pengolahan lain sesuai dengan kebutuhan desa.
Aplikasi apakah yang sedang Anda
kembangkan untuk mendukung dijitalisasi
data di tingkat desa?
Aplikasi ini adalah perangkat lunak (software) yang
dapat digunakan untuk menyimpan dan mengolah
data dasar warga desa untuk kepentingan khusus
administrasi desa, seperti penerbitan dokumen
surat pengantar. Sistem ini juga bisa digunakan
untuk mencatat peristiwa kependudukan (lahir,
mati, pindah datang, kawin dan cerai).
Apakah aplikasi ini juga dapat digunakan
untuk mencatat migrasi ketenagakerjaan
sebagai salah satu peristiwa kependudukan?
Bisa. Akan ada fasilitas khusus yang memuat data-
data penting migrasi ketenagakerjaan penduduk
desa. Artinya migrasi masuk ke dalam isu peristiwa
kependudukan.
Apa saja akan masuk ke dalam fitur migrasi
tenaga kerja pada aplikasi ini?
Sistem ini akan memuat proses migrasi dengan cara
merekam keseluruhan data terkait dengan calon TKI
dan pihak lain yang terlibat, seperti PJTKI (Pelaksana
Penempatan Tenaga Kerja Indonesia), sponsor,
negara tujuan, update keberangkatan, data
pekerjaan di luar negeri, majikan, negara tujuan dan
kontak di sana. Data ini akan terhubung dengan data
pokok masing-masing individu warga desa berbasis
kartu keluarga (KK).
Apa kemudahan lain yang akan disajikan aplikasi ini?
Aplikasi ini bisa mempercepat pelayanan, karena
proses temu kembali yang cepat. Di Desa Melung
Kecamatan Kedung Banteng Banyumas, ada tagline
Kalau lebih dari 5 menit warga tidak perlu
membayar. Itu menunjukkan kemudahan yang
disajikan dalam sistem ini.
Berapa desa yang telah mempergunakan sistem ini?
Aplikasi ini baru akan diluncurkan pada akhir
Agustus 2012, tapi beberapa desa yang menjadi
pengembang sudah mulai menggunakannya, seperti
Desa Melung, Desa Karang Nangka, Desa Dermaji
dan Desa Pancasan (MII).
Halaman 10 | Warta Buruh Migran | Juni 2012
10 | Panduan
Tips Aman Sebelum Menjadi TKI (2)Oleh: Narsidah
Jika pada terbitan edisi Mei 2012 dibahas tentang
informasi penting yang harus dipastikan oleh
seseorang sebelum memutuskan menjadi TKI. Pada
edisi ini disampaikan informasi terkait prosedur dan
beberapa hal penting lain sebelum proses migrasi.
Prosedur dan Pengurusan Dokumen TKI:
Pengurusan dokumen sebaiknya dilakukan oleh
Calon TKI sendiri, jika sponsor membantu
menguruskan dokumen, pastikan dokumen tidak ada
yang dipalsukan.
1. Agar dapat ditempatkan di luar negeri, calon TKI
harus memiliki dokumen sesuai UU nomor 39
tentang PPTKLN Tahun 2004 yang meliputi:
- Kartu Tanda Penduduk (KTP-foto copy);
- Ijasah pendidikan terahir;
- Akte kelahiran atau surat keterangan kenal
lahir;
- Surat keterangan status perkawinan bagi yang
telah menikah melampirkan foto copy buku
nikah;
- Surat keterangan ijin suami/istri atau orang tua;
- Surat keterangan sehat berdasarkan hasil
pemeriksaan kesehatan dan psikologi;
- Surat Rekomendasi dari Dinas Tenaga Kerja
setempat;
- Surat Perjanjian Penempatan TKI;
- Kartu Tenaga Kerja Luar Negeri (KTKLN);
- Sertifikat Lulus Uji Kompetensi (LUK);
- Surat Perjanjian Kerja (Kontrak Kerja );
- Paspor yang diterbitkan oleh kantor Imigrasi
setempat;
- Visa Kerja;
2. Pastikan tidak ada pemalsuan data pada dokumen
anda.
3. Baca dan Pahami isi Kontrak Kerja.
Halaman 11 | Warta Buruh Migran | Juni 2012
11 | Panduan
Program Asuransi TKI:
1. PPTKIS/PJTKI wajib mengikutsertakan setiap
Calon TKI (BMI) dalam program asuransi TKI
yang ditanggungkan untuk masa pra
penempatan, selama bekerja, dan purna
penempatan;
2. Kartu peserta asuransi yang selanjutnya
disingkat KPA adalah kartu yang diterbitkan
oleh penanggung sebagai bukti keikutsertaan
tertanggung (TKI) dalam asuransi yang
merupakan bagian dari polis;
3. Penerima santunan adalah tertanggung atau
ahli waris yang sah untuk menerima santunan;
4. Sebelum berangkat atau terbang ke luar negeri
Anda harus menyalin (foto copy) semua
dokumen: Paspor, Visa, Kontrak Kerja, dll,
berikan pada keluarga di rumah dan simpan
ditempat yang aman
Hal-Hal Penting Bagi TKI Saat di
Penampungan atau Proses Pendidikan
dan Pelatihan di Balai Latihan Kerja:
1. Pastikan PPTKIS yang menampung Anda (calon
TKI) mempunyai job order atau dokumen
permintaan tenaga kerja dari agen di luar
negeri, fasilitas yang memadai sesuai dengan
standardisasi dalam peraturan.
2. Saat di penampungan calon TKI wajib
mendapatkan pelatihan sesuai standardisasi
yang ada meliputi: pelatihan bahasa negara
tujuan, ketrampilan (cara bekerja),
pengetahuan adat istiadat dan budaya negara
tujuan, peraturan ketenaga kerjaan di
Indonesia dan di negara tujuan, serta informasi
tentang hak-hak buruh migran.
3. Pada saat ditampung calon TKI tidak boleh
dipekerjakan di luar PT (di-PKL-kan)
4. Bila anda seorang pekerja rumah tangga atau
buruh pabrik, mintalah surat kontrak kerja, teliti
dan pahami isinya, apakah sudah mengandung
hak-hak seperti besarnya gaji atau tunjangan lain
seperti hari libur, persyaratan dan kewajiban,
sesuai peraturan di negara setempat, jenis
pekerjaan serta alamat jelas dari majikan yang
mempekerjakan anda.
5. Kontrak kerja: Sebelum menandatangani
perjanjian kerja atau kontrak, mintalah waktu
beberapa saat untuk membacanya terlebih
dahulu, tanyakan pada pegawai PT jika ada hal
yang kurang dipahami. Kontrak kerja harus dibaca
dengan teliti dan pahami isinya.
6 Mintalah kepada pegawai PT salinan (foto copy)
dari setiap surat/dokumen yang anda
tandatangani
7. Jangan biarkan PPTKIS, sponsor atau calo, dan
orang lain memalsukan identitas anda
8. Jangan pernah mau untuk menandatangani
kertas kosong atau tulisan yang isinya anda tidak
mengerti
Pemberangkatan:
1. Pastikan Anda (Calon TKI) sudah diikut sertakan
Asuransi TKI
2. Alat transportasi yang digunakan pada saat
pemberangkatan ke negara tujuan sesuai
dengan standardisasi adalah menggunakan
pesawat terbang
Halaman 12 | Warta Buruh Migran | Juni 2012
3. Visa adalah selembar kertas atau stempel
khusus di dalam paspor yang merupakan
tanda bahwa anda diijinkan masuk ke suatu
negara dengan visa kerja. Anda harus berani
MENOLAK jika PPTKIS menguruskan visa turis
untuk anda, hal itu berarti agen atau PPTKIS
menggunakan jalur yang tidak sah secara
hukum dan anda akan menanggung resiko
sebagai buruh migran ilegal.
4. Kontrak kerja adalah perjanjian yang
mengatur tentang hak-hak seperti besarnya
gaji, waktu pembayaran gaji, atau
tunjangan lain seperti hari libur,
persyaratan dan kewajiban, sesuai
peraturan di negara setempat, jenis
pekerjaan serta alamat jelas dari majikan
yang mempekerjakan anda.
5. Sebelum berangkat atau terbang ke luar
negeri anda harus mendapatkan salinan
(foto copy) semua dokumen milik Anda
seperti: Paspor, Visa, Kontrak Kerja, dll,
berikan pada keluarga dirumah dan simpan
ditempat yang aman
Lindungi TKI, Rekam data migrasi sejak
di desa.
12 | Panduan
Redaksi PSD-BM menerima pelbagai tulisan seputar kajian buruh migran.
Kirim tulisan ke email redaksi di alamat [email protected]