asrularif.files.wordpress.com  · web viewanalisis pengaruh inflasi, pengangguran dan pendidikan....

26
ANALISIS PENGARUH INFLASI, PENGANGGURAN DAN PENDIDIKAN TERHADAP TINGKAT KEMISKINAN DI INDONESIA TAHUN 1997-2011 Oleh : ACHMAD ASRUL ARIF (090231100049) PROGRAM STUDI EKONOMI PEMBANGUNAN

Upload: others

Post on 26-Jan-2021

0 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

ANALISIS PENGARUH INFLASI, PENGANGGURAN DAN PENDIDIKAN

TERHADAP TINGKAT KEMISKINAN DI INDONESIA

TAHUN 1997-2011

Oleh :

ACHMAD ASRUL ARIF

(090231100049)

PROGRAM STUDI EKONOMI PEMBANGUNAN

FAKULTAS EKONOMI

UNIVERSITAS TRUNOJOYO MADURA

2012

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Salah satu tujuan pembangunan nasional adalah meningkatkan kinerja perekonomian agar mampu menciptakan lapangan kerja dan menata kehidupan yang layak bagi seluruh rakyat yang pada gilirannya akan mewujudkan kesejahteraan penduduk Indonesia. Salah satu sasaran pembangunan nasional adalah menurunkan tingkat kemiskinan. Pembangunan nasional merupakan salah satu upaya pemerintah Indonesia dalam mencapai tujuan masyarakat yang adil dan makmur. Searah dengan tujuan pemerintah dalam pembangunan nasional tersebut, berbagai kegiatan pembangunan telah diarahkan kepada pembangunan daerah khususnya daerah yang relatif mempunyai kemiskinan yang terus naik dari tahun ke tahun. Pembangunan daerah dilakukan secara terpadu dan berkesinambungan sesuai prioritas dan kebutuhan masing-masing daerah dengan dasar dan sasaran pembangunan nasional yang telah ditetapkan melalui pembangunan jangka panjang dan jangka pendek. Salah satu indikator utama keberhasilan dalam pembangunan nasional adalah tingkat penurunan jumlah penduduk miskin yang ada di Indonesia. Efektivitas dalam menurunkan jumlah penduduk miskin merupakan pertumbuhan suatu negara yang utama dalam memilih strategi dan instrumen pembangunan nasional. Hal itu berarti salah satu kriteria utama pemilihan sektor utama adalah efektivitas dalam penurunan jumlah penduduk miskin. (Pantjar Simatupang dan Saktyanu K, 2003).

Salah satu sebab kemiskinan adalah karena kurangnya pendapatan dan aset (lack of income and assets) untuk memenuhi kebutuhan dasar seperti makanan, pakaian, perumahan dan tingkat kesehatan dan pendidikan yang dapat diterima (acceptable). Di samping itu kemiskinan juga berkaitan dengan keterbatasan lapangan pekerjaan dan biasanya mereka yang dikategorikan miskin (the poor) tidak memiliki pekerjaan (pengangguran), serta tingkat pendidikan mereka yang umumnya tidak memadai, (World Bank, 2004). Dalam mengatasi masalah kemiskinan tidak hanya dapat dilakukan secara terpisah dari masalah-masalah pengangguran, pendidikan, inflasi dan masalah lain yang secara tegas berkaitan erat dengan masalah kemiskinan. Dengan kata lain, pendekatannya harus dilakukan melalui lintas sektor, lintas pelaku secara terperinci, terkoordinasi dan terintegrasi.(www.bappenas.go.id)

Pembangunan adalah suatu proses perubahan menuju ke arah yang lebih baik dan terus menerus untuk mencapai tujuan yakni mewujudkan masyarakat Indonesia yang berkeadilan, berdaya saing, maju, dan sejahtera dalam wadah Negara Kesatuan Republik Indonesia. Pembangunan harus diarahkan sedemikian rupa sehingga setiap tahap semakin mendekati tujuan.

1.2 Rumusan Masalah

Dari uraian latar belakang diatas, maka dapat di tarik rumusan masalah sebagai berikut:

1. Bagaimana pengaruh inflasi terhadap tingkat kemiskinan?

2. Bagaimana pengaruh pengangguran terhadap tingkat kemiskinan?

3. Bagaimana pengaruh pendidikan terhadap tingkat kemiskinan?

1.3 Tujuan Penelitian

Melihat rumusan masalah diatas, maka tujuan yang ingin dicapai dalam pembahasan ini dapat dijelaskan sebagai berikut:

1. Untuk mengetahui seberapa besar pengaruh inflasi terhadap tingkat kemiskinan.

2. Untuk mengetahui seberapa besar pengaruh pengangguran terhadap tingkat kemiskinan.

3. Untuk mengetahui seberapa besar pengaruh pendidikan terhadap tingkat kemiskinan.

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1Kajian Teori

2.1.1Kemiskinan

Kemiskinan adalah keadaan dimana terjadi kekurangan hal-hal yang biasa untuk dipunyai seperti makanan, pakaian, tempat berlindung dan air minum, hal tersebut berhubungan erat dengan kualitas hidup. Kemiskinan kadang juga berarti tidak adanya akses terhadap pendidikan dan pekerjaan yang mampu mengatasi masalah kemiskinan dan mendapatkan kehormatan yang layak sebagai warga negara.(http://Wikipeddia.com)

Kemiskinan secara umum merupakan keterbatasan yang disandang oleh seseorang, sebuah keluarga, sebuah komunitas, atau bahkan sebuah negara yang menyebabkan ketidaknyamanan dalam kehidupan, terancamnya penegakan hak dan keadilan, terancamnya posisi tawar (bargaining) dalam pergaulan dunia, hilangnya generasi, serta suramnya masa depan bangsa dan negara.

Kemiskinan merupakan masalah yang dihadapi oleh seluruh negara, terutama di negara berkembang seperti Indonesia. Hal ini dikarenakan kemiskinan itu bersifat multidimensional artinya karena kebutuhan manusia itu bermacam-macam, maka kemiskinan pun memiliki banyak aspek primer yang berupa miskin akan aset, organisasi sosial politik, pengetahuan, dan keterampilan serta aspek sekunder yang berupa miskin akan jaringan sosial, sumber-sumber keuangan, dan informasi.

Secara ekonomi, kemiskinan dapat dilihat dari tingkat kekurangan sumber daya yang dapat digunakan memenuhi kebutuhan hidup serta meningkatkan kesejahteraan sekelompok orang. Secara politik, kemiskinan dapat dilihat dari tingkat akses terhadap kekuasaan yang mempunyai pengertian tentang sistem politik yang dapat menentukan kemampuan sekelompok orang dalam menjangkau dan menggunakan sumber daya.

Ukuran kemiskinan menurut Nurkse,1953 dalam Kuncoro, (1997) secara sederhana dan yang umum digunakan dapat dibedakan menjadi tiga, yaitu:

1. Kemiskinan Absolut yaitu seseorang termasuk golongan miskin absolut apabila hasil pendapatannya berada di bawah garis kemiskinan dan tidak cukup untuk menentukan kebutuhan dasar hidupnya.

2. Kemiskinan Relatif yaitu seseorang termasuk golongan miskin relatif apabila telah dapat memenuhi kebutuhan dasar hidupnya, tetapi masih jauh lebih rendah dibandingkan dengan keadaan masyarakat sekitarnya.

3. Kemiskinan Kultural yaitu seseorang termasuk golongan miskin kultural apabila sikap orang atau sekelompok masyarakat tersebut tidak mau berusaha memperbaiki tingkat kehidupannya sekalipun ada usaha dari pihak lain yang membantunya atau dengan kata lain seseorang tersebut miskin karena sikapnya sendiri yaitu pemalas dan tidak mau memperbaiki kondisinya.

2.1.2Inflasi

Inflasi adalah proses kenaikan harga-harga umum secara terus menerus (Putong, 2003). Inflasi dalam perekonomian disatu sisi selalu menjadi hal yang relatif menakutkan, karena inflasi dapat melemahkan daya beli dan dapat melumpuhkan kemampuan produksi yang mengarah pada krisis produksi dan konsumsi. Akan tetapi, disisi lain ketiadaan inflasi menandakan tidak adanya pergerakan positif dalam perekonomian karena relatif harga-harga tidak berubah dan ini dapat melemahkan sektor industri.

Inflasi akan berdampak terhadap individu maupun masyarakat menurut Prathama Rahardja dan Manurung diantaranya adalah :

1. Menurunnya tingkat kesejahteraan masyarakat: inflasi menyebabkan daya beli masyarakat menjadi berkurang atau malah semakin rendah, apalagi bagi orang-orang yang berpendapatan tetap, kenaikan upah tidak secepat kenaikan harga-harga, maka inflasi ini akan menurunkan upah riil setiap individu yang berpendapatan tetap.

2. Memperburuk distribusi pendapatan : bagi masyarakat dengan pendapatan tetap akan mengalami kemerosotan nilai riil dari pendapatannya dan pemilik kekayaan dalam bentuk uang akan mengalami penurunan juga.

Dasar pemikiran model inflasi dari Keynes ini, bahwa inflasi terjadi karena masyarakat ingin hidup diluar batas kemampuan ekonominya, sehingga menyebabkan permintaan efektif masyarakat terhadap barang-barang (permintraan agregat) melebihi jumlah barang-barang yang tersedia (penawaran agregat), akibatnya akan terjadi inflationary gap. Keterbatasan jumlah persediaan barang (penawaran agregat) ini terjadi karena dalam jangka pendek kapasitas produksi tidak dapat dikembangkan untuk mengimbangi kenaikan permintaan agregat.

2.1.3Pengangguran

Lincolind Arsyad (1997) menyatakan bahwa ada hubungan yang erat sekali antara tingginya tingkat pengangguran dan kemiskinan. Sebagian rumah tangga di Indonesia memiliki ketergantungan yang sangat besar atas pendapatan gaji atau upah yang diperoleh saat ini, (Dian Octaviani, 2001). Hilangnya lapangan pekerjaan menyebabkan berkurangnya sebagian besar penerimaan yang digunakan untuk membeli kebutuhan sehari-hari. Lebih jauh, jika masalah pengangguran ini terjadi pada kelompok masyarakat berpendapatan rendah (terutama kelompok masyarakat dengan tingkat pendapatan sedikit berada di atas garis kemiskinan), maka insiden pengangguran akan dengan mudah menggeser posisi mereka menjadi kelompok masyarakat miskin. Yang artinya bahwa semakin tinggi tingkat pengganguran maka akan meningkatkan kemiskinan.

Menurut Sadono Sukirno (2000) pengangguran biasanya dibedakan atas 3 jenis berdasarkan keadaan yang menyebabkannya, antara lain:

1. Pengangguran friksional, yaitu pengangguran yang disebabkan oleh tindakan seseorang pekerja untuk meninggalkan kerjanya dan mencari kerja yang lebih baik atau sesuai dengan keinginannya.

2. Pengangguran struktural, yaitu pengangguran yang disebabkan oleh adanya perubahan struktur dalam perekonomian.

3. Pengangguran konjungtur, yaitu pengangguran yang disebabkan oleh kelebihan pengangguran alamiah dan berlaku sebagai akibat pengurangan dalam permintaan agregat.

2.1.4 Pendidikan

Todaro (2000) menyatakan bahwa pendidikan merupakan tujuan pembangunan yang mendasar. Yang mana pendidikan mamainkan peranan kunci dalam membentuk kemampuan sebuah negara dalam menyerap teknologi modern dan untuk mengembangkan kapasitas agar tercipta pertumbuhan serta pembangunan yang berkelanjutan. Sedangkan Gaiha (1993) menjelaskan bahwa pendidikan berperan penting dalam kesejahteraan seseorang dengan berbagai cara yang berbeda. Pendidikan dapat meningkatkan kemampuan penduduk untuk memperoleh dan menggunakan informasi, memperdalam pemahaman akan perekonomian, memperluas produktifitas, dan memberi pilihan kepada penduduk apakan berperan sebagai konsumen, produsen atau warganegara.

Menurut Simmons (yang mengutip dari Todaro, 1994), pendidikan di banyak negara merupakan cara untuk menyelamatkan diri dari kemiskinan. Dimana digambarkan dengan seorang miskin yang mengharapkan pekerjaaan baik serta penghasilan yang tinggi maka harus mempunyai tingkat pendidikan yang tinggi. Oleh karena itu, tingkat pendidikan sangat berpengaruh dalam mengatasi masalah kemiskinan. Pendidikan mempunyai pengaruh paling tinggi terhadap tingkat kemiskinan dibandingkan variabel pembangunan lain seperti tingkat pendidikan, PDRB, dan tingkat inflasi.

2.2 Kerangka Pemikiran

(Inflasi) (Kemiskinan) (Pendidikan) (Pengangguran)

Gambar 2.1 Kerangka Pemikiran

Pada kerangka diatas dijelaskan bahwa tingkat kemiskinan dipengaruhi oleh beberapa faktor yaitu inflasi, tingkat pengangguran dan pendidikan. Tingkat inflasi menunjukkan sejauh mana aktivitas konsumsi masyarakat yang akan dapat menunjukkan tingkat daya beli dan tingkat kemiskinan pada masyarakat. Tingkat inflasi akan berpengaruh terhadap kemiskinan jika mampu menyebar di setiap golongan masyarakat golongan bawah, termasuk golongan miskin. Semakin banyak golongan miskin memperoleh dampak dari tingkat inflasi maka kesejahteraannya akan menurun dan semakin mendekati tingkat kemiskinan. Disisi lain tingkat pengangguran masyarakat telah menunjukkan seberapa besar tingkat kemiskinan yang di alami masyarakat. Sedangkan tingkat pendidikan di masyarakat juga ikut andil dalam tingkat kemiskinan yang terjadi dalam tingkat kemiskinan.

2.3 Hipotesis

Dari kajian teori yang telah diuraikan di atas, maka dapat diuraikan hipotesis sebagai berikut :

1. Tingkat inflasi di Indonesia diduga berdampak negatif terhadap tingkat kemiskinan.

2. Tingkat pengangguran di Indonesian diduga berdampak negatif terhadap tingkat kemiskinan.

3. Tingkat pendidikan di Indonesia diduga berdampak negatif terhadap tingkat kemiskinan.

BAB III

METODELOGI PENELITIAN

3.1 Jenis Dan Sumber Data

Jenis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder berupa data time series tahun 1997 sampai tahun 2011. Data sekunder merupakan data yang bukan diusahakan sendiri pengumpulannya oleh peneliti melainkan didapatkan dari Badan Pusat Statistik (BPS) dan data yang diperoleh dari penelusuran di internet serta dari pihak-pihak yang terkait dalam penelitian ini. Data yang dipergunakan dalam penelitian ini bersifat time series, yaitu data berkala dari tahun 1997 sampai 2011. Data yang dimaksud dalam penelitian ini adalah data inflasi, pengangguaran, pendidikan dan tentunya data kemiskinan yang masing-masing data tersebut berkala dari tahun 1997 sampai 2011.

3.2 Metode Pengumpulan Data

Metode pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini yaitu:

1. Melalui pengumpulan data sekunder yang diperoleh akses internet melalui www.bps.go.id.

2. Peninjauan literatur-literatur yang ada melalui buku-buku dan jurnal-jurnal yang dapat menunjang ataupun sebagi acuan dalam penelitian ini.

3.3 Identifikasi Variabel

Variabel yang digunakan dalam penelitian ini adalah :

1. Variabel dependenTingkat kemiskinan ( Y )

Merupakan jumlah penduduk miskin di Indonesia dari tahun ke tahun yang di nyatakan dalam satuan persen.

2. Variabel independen

a) Inflasi ( X1 ) Merupakan laju inflasi disetiap tahunnya dari tahun 1997 – 2011 yang dinyatakan dalam satuan persen.

b) Tingkat pengangguran ( X2 )Merupakan tingkat pengangguran disetiap tahunnya dari tahun 1997-2011 yang dinyataka dalam satuan persen.

c) Pendidikan ( X3 )Merupakan tingkat rata-rata lama sekolah diatas umur 15 disetiap tahunnya dari tahun 1997-2011 yang dinyataka dalam satuan persen.

3.4 Metode Analisis

3.4.1 Model Ekonometrika

Menurut Gujarati (2004) analisis dengan model ekonometrika terdiri dari spesifikasi model, identifikasi dan metode estimasi, serta validasi model. Model desentralisasi dalam penelitian ini dibangun dengan model ekonometrika karena model ini lebih fleksibel dalam membangun hubungan antara peubah-ubahnya. Kelebihan model ekonometrika adalah dapat memasukkan persamaan-persamaan untuk mengestimasikan perubahan peubah lain, model dapat dimodifikasi dan jika terdapat permasalahan yang tidak dapat diselesaikan maka persamaan baru dapat ditambahkan kedalam model.

Model persamaan simultan baik digunakan untuk mengestimasi variabel yang diduga saling mempengaruhi satu sama lain. Ciri yang paling menonjol dalam persamaan simultan adalah variabel tak bebas dalam satu persamaan mungkin muncul sebagai variabel bebas dalam persamaan lain dalam sistem.

3.4.2 Model Regresi Linear

Tehnik analisis data dalam penelitian ini menggunakan regresi linier berganda. Syarat yang digunakan sebelum melakukan analisis regresi linier berganda adalah uji asumsi klasik. Uji asumsi klasik adalah suatu pengujian yang dilakukan agar model regresi yang diajukan menunjukkan persamaan yang mempunyai hubungan yang valid atau BLUE (Best Linear Unbiased Estimation). Model tersebut harus memenuhi asumsi-asumsi dasar klasik Ordinary Least Square (OLS).

BAB IV

PEMBAHASAN

4.1Gambaran Umum Kemiskinan Di Indonesia

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui sejauh mana pengaruh inflasi, tingkat pengangguran dan pendidikan terhadap tingkat kemiskinan di Indonesia tahun 1997 – 2011. Data yang diperoleh dalam penelitian ini berasal dari Badan Pusat Statistik (BPS) Indonesia tahun 1997 – 2011. Berdasarkan data yang diperoleh dari BPS, tingkat inflasi di Indonesia mengalami kenaikan dan penurunan disetiap tahunnya. Tingkat pengangguran mengalami titik terendah pada tahun 1997, namun pada tahun 2005 sampai 2006 tingkat pengangguran mengalami titik puncak yakni kenaikan inflasi yang pesat. Pada tingkat pendidikan dari tahun 1997-2011 terus mengalami peningkatan.

Sedangkan tingkat kemiskinan di Indonesia dari tahun 2009 sampai 2011 selalu mengalami penurunan. Kemudian diikuti penurunan tingkat pengangguran di tahun 2005 sampai 2011. Analisis yang digunakan adalah analisis regresi linear berganda karena variabel independen dalam penelitian ini lebih dari satu. Syarat yang digunakan sebelum melakukan analisis regresi linier berganda adalah uji asumsi klasik. Uji asumsi klasik adalah suatu pengujian yang dilakukan agar model regresi yang diajukan menunjukkan persamaan yang mempunyai hubungan yang valid atau BLUE (Best Linear Unbiased Estimation). Model tersebut harus memenuhi asumsi-asumsi dasar klasik Ordinary Least Square (OLS).

4.2 Pengujian Asumsi Klasik

Pengujian asumsi klasik merupakan syarat utama dalam persamaan regresi. Untuk itu, maka harus dilakukan pengujian terhadap 4 asumsi klasik berikut ini: (1) data berdistribusi normal (2) tidak terdapat autokorelasi (3) tidak terdapat multikolinearitas antar variabel independen (4) tidak terdapat heteroskedastisitas.

1. Uji Normalitas

Uji normalitas dilakukan untuk mengetahui data variabel penelitian berdistribusi normal atau tidak. Pengujian normalitas menggunakan teknik analisis Jarque-Bera dan untuk perhitungannya menggunakan program Eviews 3.1. Hasil uji normalitas variabel penelitian disajikan dalam tabel berikut ini :

Tabel 4.1 Hasil Uji Normalitas (dengan eviews 3.1)

Tabel diatas menunjukan bahwa JB-hitung sebesar 0,485. Nilai JB-hitung kemudian dibandingkan dengan χ2 tabel yang probabilitasnya sebesar 5% df = 15-3 = 12, diperoleh nilai χ2 tabel sebesar 27,587. Karena nilai JB-hitung (0,485) < χ2 tabel (27,587) maka Ha diterima dan Ho ditolak, yang berarti residual berdistribusi normal diterima..

2. Uji Autokorelasi

Autokorelasi adalah korelasi atau hubungan yang terjadi antara anggota-anggota dari serangkaian pengamatan yang tersusun dalam rangkaian waktu (time series) maupun data yang tersusun dalam rangkaian ruang atau disebut cross sectional. Salah satu pengujian yang umum digunakan untuk mengetahui adanya autokorelasi adalah uji statistik Breusch-Godfrey Serial Correlation LM Test.

Tabel 4.2 Uji Autokorelasi (eviews 3.1)

Breusch-Godfrey Serial Correlation LM Test:

F-statistic

6.268179

Probability

0.019716

Obs*R-squared

8.731531

Probability

0.012705

Test Equation:

Dependent Variable: RESID

Method: Least Squares

Date: 06/27/12 Time: 09:06

Variable

Coefficient

Std. Error

t-Statistic

Prob.

C

-5.585616

14.21049

-0.393063

0.7034

INFLASI

-0.015560

0.051448

-0.302435

0.7692

PENGANGGURAN

0.024408

0.476548

0.051219

0.9603

SEKOLAH

0.745940

2.175932

0.342814

0.7396

RESID(-1)

0.485973

0.318741

1.524662

0.1617

RESID(-2)

-1.339345

0.378876

-3.535049

0.0064

R-squared

0.582102

Mean dependent var

1.13E-14

Adjusted R-squared

0.349937

S.D. dependent var

3.821149

S.E. of regression

3.080859

Akaike info criterion

5.377468

Sum squared resid

85.42524

Schwarz criterion

5.660689

Log likelihood

-34.33101

F-statistic

2.507272

Durbin-Watson stat

2.089367

Prob(F-statistic)

0.109283

Dari hasil perhitungan uji autokorelasi tabel diatas didapat nilai Obs*R-squared atau χ2 hitung sebesar 8.731531 dan χ2 tabel sebesar 27,587. Berdasarkan hasil tersebut maka χ2 hitung (8.731531) < χ2 tabel (27,587), sehingga hipotesis nol (Ho) yang menyatakan bahwa tidak terdapat autokorelasi yang diterima. Dengan demikian dapat disimpulkan model estimasi berada pada hipotesa nol atau tidak ditemukan autokorelasi.

3. Heteroskedastisitas

Pengujian heteroskedastisitas bertujuan menguji apakah dalam model regresi terjadi ketidaksamaan varience dari residual satu pengamatan ke pengamatan yang lain. Model regresi yang baik adalah tidak terjadi heteroskedastisitas dan untuk mengetahui adanya heteroskedastisitas dengan menggunakan uji White. Jika variabel independen tidak signifikan secara statistik tidak mempengaruhi variabel dependen, maka ada indikasi tidak terjadi heteroskedastisitas. Berikut ini adalah hasil uji heteroskedastisitas terhadap model regresi pada penelitian ini.

Tabel 4.3 Uji Heteroskedastisitas (eviews 3.1)

White Heteroskedasticity Test:

F-statistic

7.055474

Probability

0.007300

Obs*R-squared

12.61587

Probability

0.049558

Test Equation:

Dependent Variable: RESID^2

Method: Least Squares

Date: 06/27/12 Time: 09:10

Sample: 1997 2011

Included observations: 15

Variable

Coefficient

Std. Error

t-Statistic

Prob.

C

5342.117

1592.196

3.355187

0.0100

INFLASI

-1.738049

1.042592

-1.667046

0.1341

INFLASI^2

0.021226

0.012427

1.708065

0.1260

PENGANGGURAN

28.87784

24.01494

1.202495

0.2636

PENGANGGURAN^2

-1.270085

1.339158

-0.948420

0.3707

SEKOLAH

-1457.637

450.4015

-3.236306

0.0119

SEKOLAH^2

96.73684

30.25982

3.196874

0.0127

R-squared

0.841058

Mean dependent var

13.62777

Adjusted R-squared

0.721852

S.D. dependent var

22.43756

S.E. of regression

11.83352

Akaike info criterion

8.084473

Sum squared resid

1120.257

Schwarz criterion

8.414897

Log likelihood

-53.63355

F-statistic

7.055474

Durbin-Watson stat

0.828976

Prob(F-statistic)

0.007300

Berdasarkan hasil perhitungan melaui uji heteroskedastisitas metode White menghasilkan nilai Obs*R-squared atau χ2 hitung sebesar 12.61587. Jika nilai χ2 hitung < χ2 tabel, maka hipotesis yang menyatakan bahwa terjadi heteroskedastisitas adalah ditolak. Nilai χ2 hitung sebesar 12.61587, sedangkan nilai χ2 tabel dengan df = 15-3 = 12 sebesar 27,587, maka dapat disimpulkan bahwa χ2 hitung (12.61587) < χ2 tabel (27,587) berarti hipotesis yang menyatakan terdapat persoalan heteroskedatisitas adalah ditolak.

4. Uji Multikolinearitas

Uji multikolinearitas dilakukan untuk mengetahui apakah adakor elasi antar variabel bebas (independen). Untuk pengujian ini dapat dilihat pada nilai R-square pada setiap variabel independent nya. Apabila nilai R-square pada variabel independent lebih kecil dari R-square pada hasil analisis regresi maka data pada variabel independen tidak terjadi multikolinearitas. Hasil uji multikolinearitas dengan program Eviews 3.1 disajikan pada tabel berikut:

Tabel 4.4 Uji Multikolinearitas (eviews 3.1)

INFLASI

PENGANGGURAN

SEKOLAH

INFLASI

1.000000

-0.018124

0.431440

PENGANGGURAN

-0.018124

1.000000

0.441571

SEKOLAH

0.431440

0.441571

1.000000

Berdasarkan hasil uji multikolinearitas diatas menunjukkan bahwa model regresi tidak mengalami gangguan multikolinearitas karena korelasi antar variabel bebasnya tidak lebih dari 0,9 atau di bawah 0,10%. Jadi dapat disimpulkan bahwa tidak ada multikolinearitas antar variabel bebas dalam model regresi yaitu koefisien korelasi antara inflasi dengan pengangguran sebesar 0,018, inflasi dengan rata-rata lama sekolah sebesar 0,431, dan pengangguran dengan rata-rata lama sekolah 0,441.

5. Uji Linearitas

Uji linearitas dalam suatu model dapat dideteksi dengan menggunakn uji Ramsey RESET Test. Ramsey RESET Test bertujuan untuk menghasilkan nilai F-hitung. T-hitung yang diperoleh kemudian dibandingkan dengan F-tabel, apabila F-hitung > F-tabel maka menerima Ho yang menyatakan bahwa spesifikasi model yang digunakan tidak dalam bentuk fungsi linear, dan sebaliknya bila F-hitung < F-tabel maka menerima Ha yang menyatakan bahwa spesifikasi dalam fungsi linear.

Tabel 4.5 Uji Linearitas (eviews 3.1)

Ramsey RESET Test:

F-statistic

0.028314

Probability

0.869728

Log likelihood ratio

0.042410

Probability

0.836840

Test Equation:

Dependent Variable: KEMISKINAN

Method: Least Squares

Date: 06/27/12 Time: 09:34

Sample: 1997 2011

Included observations: 15

Variable

Coefficient

Std. Error

t-Statistic

Prob.

C

-37.81953

780.3232

-0.048466

0.9623

INFLASI

0.005228

0.111735

0.046792

0.9636

PENGANGGURAN

-0.005804

1.513961

-0.003834

0.9970

SEKOLAH

5.734312

81.61043

0.070264

0.9454

FITTED^2

0.023947

0.142316

0.168266

0.8697

R-squared

0.508076

Mean dependent var

37.39953

Adjusted R-squared

0.311307

S.D. dependent var

5.440404

S.E. of regression

4.514857

Akaike info criterion

6.113826

Sum squared resid

203.8394

Schwarz criterion

6.349843

Log likelihood

-40.85369

F-statistic

2.582090

Durbin-Watson stat

1.754203

Prob(F-statistic)

0.101986

Dari hasil pengolahan data diperoleh nilai F-hitung sebesar 0.028314 dan F-tabel sebesar 13,59 (df = 15-3 = 12). karena F-hitung (0.028314) < F-tabel (13,59), maka hipotesis yang menyatakan bahwa spesifikasi model yang digunakan dalam bentuk fungsi linear diterima. Juga dapat dilihat dari probability F-hitung lebih besar dari probability α (0.869728 > 0,05). Hal ini menandakan bahwa model yang digunakan berbentuk linear.

5.2 Pengujian Hipotesis

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui sejauh mana pengaruh inflasi, tingkat pengangguran dan pendidikan terhadap tingkat kemiskinan di Indonesia tahun 1997 – 2011. Analisis statistik yang digunakan dalam penelitian ini adalah analisis regresi. Hasil pengujian hipotesis menggunakan teknik analisis regresi dijelaskan sebagai berikut:

Tabel 4.2 Hasil Analisis Regresi

Dependent Variable: KEMISKINAN

Method: Least Squares

Date: 06/27/12 Time: 09:01

Sample: 1997 2011

Included observations: 15

Variable

Coefficient

Std. Error

t-Statistic

Prob.

C

93.43997

18.96881

4.925980

0.0005

INFLASI

-0.008693

0.071708

-0.121222

0.9057

PENGANGGURAN

0.220835

0.660068

0.334564

0.7442

SEKOLAH

-7.988046

2.961718

-2.697099

0.0208

R-squared

0.506684

Mean dependent var

37.39953

Adjusted R-squared

0.372143

S.D. dependent var

5.440404

S.E. of regression

4.310837

Akaike info criterion

5.983320

Sum squared resid

204.4165

Schwarz criterion

6.172133

Log likelihood

-40.87490

F-statistic

3.766020

Durbin-Watson stat

1.760166

Prob(F-statistic)

0.044136

Dari tabel diatas diperoleh persamaan regresi berganda sebagai berikut:

Y = 93,43997 – 0,008693 X1 + 0,220835 X2 – 7,988046 X3

di mana Y = Tingkat kemiskinan

X1 = Inflasi

X2 = Pengangguran

X3 = Sekolah/Pendidikan

Berdasarkan persamaan tersebut, maka dapat dijelaskan sebagai berikut:

a).Nilai konstanta sebesar 93,43997 dapat diartikan apabila variabel inflasi, pengangguran dan tingkat pendidikan dianggap konstan atau tidak mengalami perubahan, maka tingkat kemiskinan akan sebesar 93,43997 dengan asumsi yang lain adalah tetap, dan sebaliknya.

b)Nilai koefisien regresi pada variabel inflasi – 0,008693 artinya setiap peningkatan variabel inflasi sebesar satu tingkat maka akan mengakibatkan penurunan tingkat kemiskinan sebesar 0,008693, dengan asumsi yang lain adalah tetap, dan sebaliknya.

c)Nilai koefisien regresi pada variabel pengangguran sebesar – 0,220835 artinya setiap peningkatan variabel pengangguran sebesar satu tingkat maka akan mengakibatkan penurunan tingkat kemiskinan sebesar 0,220835, dengan asumsi yang lain adalah tetap, dan sebaliknya.

d)Nilai koefisien regresi pada variabel tingkat pendidikan sebesar – 7,988046 artinya setiap peningkatan variabel tingkat pendidikan sebesar satu tingkat maka akan mengakibatkan penurunan tingkat kemiskinan sebesar 7,988046, dengan asumsi yang lain adalah tetap, dan sebaliknya.

Berdasarkan hasil pengujian hipotesis menunjukkan bahwa variabel-variabel bebas yaitu inflasi (X1), dan pengangguran (X2) secara simultan berpengaruh negatif terhadap tingkat kemiskinan (Y). Begitu pula berdasarkan pengujian hipotesis secara parsial menyatakan bahwa semua variabel bebas (independent) berpengaruh negatif terhadap variabel terikat (dependent). Bisa terlihat bahwa penelitian diatas masih terdapat variabel yang tidak signifikan yaitu variabel yaitu vriabel inflasi (X1) dan rata-rata sekolah atu pendidikan (X3), dimana tingkat kesalahannya inflasi sebesar 90,57% (prob.) dan rata-rata sekolah atau pendidikan sebesar 02,08% (prob.). Hal ini menunjukan bahwa variabel inflasi dan rata-rata sekolah atau pendidikan tidak dapat memprediksi tingkat kemiskinan secara baik.

BAB V

KESIMPULAN

5.1Kesimpulan

Berdasarkan dari pembahasan diatas dapat ditarik kesimpulan, bahwa inflasi menunjukan tingkat kenaikan harga, sedangkan pengangguran adalah kesempatan yang timpang yang terjadi antara angkatan kerja, sedangkan rata-rata pendidikan yang ditempuh akan menentukan kualitas sumberdaya manusia itu sendiri. Sehingga dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut:

1. Inflasi tidak berpengaruh terhadap variabel tingkat kemiskinan. Hal ini berarti bahwa laju inflasi belum efektif dalam mengurangi tingkat kemiskinan.

2. Pengangguran berpengaruh negatif terhadap variabel tingkat kemiskinan. Hal ini berarti bahwa pengangguran belum efektif dalam mengurangi tingkat kemiskinan.

3. Rata-rata lama sekolah atau pendidikan berpengaruh negatif terhadap variabel tingkat kemiskinan. Hal ini berarti jika rata-rata lama sekolah atau pendidikan mengalami peningkatan maka akan diikuti dengan penurunan tingkat kemiskinan.

Kelemahan dan kekurangan yang ditemukan setelah analisis dan interpretasi dalam penelitian ini adalah data time series yang di gunakan masih terlalu pendek. Sehingga mempengaruhi hasil signifikansi variabel independen dalam mempengaruhi variabel dependen.

0

2

4

6

8

10

***

-7.5

-5.0

-2.5

0.0

2.5

5.0

7.5

Series: Residuals

Sample 1997 2011

Observations 15

Mean

1.04E-14

Median

-0.304472

Maximum

7.422941

Minimum

-7.904396

Std. Dev.

3.821149

Skewness

0.352332

Kurtosis

3.530104

Jarque-Bera

0.485976

Probability

0.784281

0

2

4

6

8

10

***-7.5-5.0-2.50.02.55.07.5

Series: Residuals

Sample 1997 2011

Observations 15

Mean 1.04E-14

Median -0.304472

Maximum 7.422941

Minimum -7.904396

Std. Dev. 3.821149

Skewness 0.352332

Kurtosis 3.530104

Jarque-Bera 0.485976

Probability 0.784281