x-3 contoh proposal_02.pdf

Upload: annisa-aisyha-malik

Post on 07-Jan-2016

31 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

  • 1

    Hubungan Tingkat Pengetahuan Perawat

    Tentang Teknik Aseptis dengan Pelaksanaan Perawatan

    Luka Paska Bedah Di RSUP NTB

    Diajukan Untuk Memenuhi Tugas Kuantitatif

    Disusun oleh

    Mahasiswa

    Program Magister Keperawatan

    Universitas Muhammadiyah Jakarta

  • 2

    BAB I

    PENDAHULUAN

    A. Latar Belakang

    Rumah sakit sebagai pusat pemberi pelayanan kesehatan baik pada individu yang

    sehat terlebih lagi pada individu yang sakit merupakan lingkungan yang sangat rentan

    terjadinya infeksi. Hal ini tentu saja membutuhkan perhatian khusus terhadap

    pengendalian lingkungan yang baik dan benar oleh seluruh petugas kesehatan untuk

    mengurangi angka kejadian infeksi yang sangat berpengaruh terhadap peningkatan

    derajat kesehatan.

    Kecenderungan terjadinya infeksi nosokomial (inos) dapat terjadi pada setiap

    rumah sakit di indonesia. Menurut WHO 3-21 % atau 1,4 juta pasien setiap tahun yang

    menderita infeksi nosokomial pada saat dirawat di rumah sakit, ini berkaitan dengan

    nasokomial. Di Amerika Serikat lebih dari 10 % pasien dirawat di rumah sakit menderita

    infeksi nosokomial, dan dapat menimbulkan kerugian lebih dari $ 4,5 milyar pertahun

    dan menyebabkan kematian lebih dari 19.000 pertahun di Amerika Srikat. Selain itu

    infeksi nosokomial ikut menentukan lebih dari 55.000 kematian. (Brunner & Suddarth,

    2001).

    Brunner dan Suddart (2001) juga menegaskan bahwa perawat yang

    mengkhususkan diri dalam kontrol infeksi bertanggung jawab untuk mengembangkan

    kebijakan dan program staf perawat memainkan peranan penting dalam menurunkan

    resiko dengan perhatian penuh pada pencucian tangan dan mengikuti pedoman teknik

    menurunkan resiko yang berhubungan dengan perawatan pasien. Perawat bertanggung

    jawab menyediakan lingkungan yang aman bagi pasien (Potter & Perry, 2005).

  • 3

    Terkadang mudah untuk melupakan langkah kunci prosedur atau bila terburu-buru

    mengambil jalan pintas yang melanggar prosedur aseptik. Ketidakmampuan perawat

    untuk bertindak sangat teliti akan membuat klien beresiko terkena infeksi yang akan

    dapat dengan serius mengganggu penyembuhan (Potter & Perry, 2005).

    Perawatan luka paska bedah merupakan salah satu bentuk pelayanan profesional

    dalam menerapkan pengetahuan dan keterampilan yang memadai. Dalam perawatan luka,

    perawat mempunyai peranan penting dalam mengontrol terjadinya komplikasi dan infeksi

    pada luka, dimana perawat yang menyediakan perawatan setiap waktu secara konsisten

    pada pasien yang dirawat di rumah sakit. Mencuci tangan, perawatan luka aseptik,

    mendukung aktivitas pasien dan monitor nutrisi merupakan cara untuk mempercepat

    penyembuhan luka (Potter & Perry, 2005).

    Penyembuhan luka merupakan masalah utama yang harus dihadapi setelah

    pembedahan. Penatalaksanaan atau perawatan luka yang tepat merupakan salah satu

    faktor eksternal yang sangat mendukung dan berpengaruh terhadap proses penyembuhan

    luka. Penerapan teknik perawatan luka yang tepat tersebut dilakukan baik pada saat

    pasien masih berada di ruang operasi maupun setelah pasien dipindahkan atau dirawat di

    bangsal perawatan.

    Selama pasien dirawat di bangsal perawatan, perawat adalah orang yang

    bertanggung jawab dalam observasi dan pemulihan luka operasi, yaitu dengan

    memberikan teknik perawatan luka operasi yang aman dan nyaman bagi pasien dan

    dengan berdasar pada prinsip-prinsip tehnik aseptik (Ellis, 1996 cit walidan, 2002 ).

    Dalam merawat luka khususnya luka paska bedah diperlukan pengetahuan dan

    keterampilan khusus karena menjadi hal yang sangat penting dalam menunjang

    kesembuhan dari luka tersebut. Perawat sebagai pemberi perawatan utama pada

    perawatan luka paska bedah harus memperhatikan aspek-aspek penting termasuk

  • 4

    pelaksanaan teknik aseptik yang dapat meminimalkan terjadinya kontaminasi pada

    jaringan yang rusak akibat pembedahan. Wardanella (2005) menambahkan faktor utama

    yang mempengaruhi pelaksanaan Isolation Precaution termasuk teknik aseptik adalah

    dukungan dari pihak manajemen rumah sakit terhadap pengendalian infeksi nosokomial.

    Jika pihak institusi rumah sakit memiliki perhatian khusus terhadap pengendalian infeksi

    nosokomial dengan membuat suatu kebijakan terhadap pelaksanaan tindakan aseptik dan

    melaksanakan pengawasan, maka dapat diperkirakan angka kejadian infeksi dapat

    ditekan.

    Dukungan yang baik dari pihak manajemen rumah sakit dalam penerapan teknik

    aseptik, maka akan memberi dampak yang baik pula terhadap petugas kesehatan yang

    terkait, khususnya perawat akan termotivasi dalam mengaplikasikannya.

    Meningkatnya jumlah pasien dengan tindakan pembedahan pada berbagai kasus

    atau kelainan akan menuntut petugas kesehatan khususnya perawat untuk meningkatkan

    kualitas pelayanan terutama dalam perawatan luka paska bedah. Dari laporan rekam

    medis Rumah Sakit Umum Pusat NTB terdapat 256 tempat tidur rawat inap. diperoleh

    data pasien bedah yang dirawat di rumah sakit umum pusat NTB dalam 5 tahun terakhir

    juga menunjukkan angka yang relatif tinggi. Dari tahun 2008 sampai dengan 2009

    menunjukkan angka sebanyak 80 persen pasien yang datang di rawat.

    Di Rumah Sakit Umum Pusat NTB alat-alat yang digunakan tidak mencukupi

    jika dibandingkan dengan jumlah rasio pasien bedah yang dirawat, sehingga satu set alat

    sering digunakan untuk dua orang pasien atau lebih juga menunjukkan bahwa perawatan

    luka paska bedah belum dilakukan secara optimal khususnya dalam penerapan teknik

    aseptik. Satu set alat steril digunakan lebih dari satu pasien bahkan digunakan pada

    seluruh pasien.

  • 5

    Berdasarkan latar belakang diatas, maka penulis tertarik untuk mengetahui lebih

    lanjut dan mengadakan penelitian tentang bagaimana Hubungan tingkat pengetahuan

    perawat tentang teknik aseptik dengan pelaksanaan perawatan luka paska bedah di

    Rumah Sakit Umum Pusat NTB.

    B. Rumusan Masalah

    a. Masalah Penelitian

    Besarnya dampak yang diakibatkan oleh kejadian infeksi nosokomial di

    rumah sakit dan belum adanya kebijakan terkait dengan penatalaksanaan tentang

    penerapan teknik aseptik pada perawatan luka, sehingga mendorong penulis untuk

    melakukan penelitian terkait dimana perawatan luka yang tepat merupakan salah satu

    faktor eksternal yang sangat mendukung dan berpengaruh terhadap proses

    penyembuhan luka. Penerapan teknik perawatan luka yang tepat tersebut dilakukan

    baik pada saat pasien masih berada di ruang operasi maupun setelah pasien

    dipindahkan atau dirawat di bangsal perawatan. Dukungan yang baik dari pihak

    manajemen rumah sakit dalam penerapan teknik aseptik, maka akan memberi dampak

    yang baik pula terhadap petugas kesehatan yang terkait, khususnya perawat akan

    termotivasi dalam mengaplikasikannya.

    b. Pertanyaan Penelitian

    Apakah Ada Hubungan tingkat pengetahuan perawat tentang teknik aseptik dengan

    pelaksanaan perawatan luka paska bedah di Rumah sakit Umum Pusat NTB?

    C. Tujuan Penelitian

    1. Tujuan umum

  • 6

    Mengetahui hubungan tingkat pengetahuan perawat tentang teknik aseptik dengan

    pelaksanaaan perawatan luka paska bedah di Rumah Sakit Umum Pusat NTB.

    2. Tujuan Khusus

    a. Mengidentifikasi pengetahuan perawat tentang teknik aseptik dengan

    perawatan luka paska bedah

    b. Mengidentifikasi Pelaksanaan perawatan luka paska bedah

    D. Manfaat Penelitian

    1. Pelayanan Keperawatan

    Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat dalam melakukan

    asuhan keperawatan pada pasien yang akan dilakukan perawatan luka pada pasien

    paska bedah untuk menurunkan kejadian infeksi nosokomial sehingga dapat

    meningkatkan mutu pelayanan keperawatan khususnya dalam perawatan luka paska

    bedah.

    2. Ilmu Keperawatan

    Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat bagi pengembangan ilmu

    pengetahuan dalam bidang keperawatan Medikal Bedah khususnya dalam

    pelaksanaan teknik Aseptik pada perawatan luka paska bedah

    3. Penelitian Keperawatan

    Peneliti ini diharapkan dapat dijadikan acuan bagi peneliti selanjutnya

  • 7

    BAB II

    TINJAUAN PUSTAKA

    A. Tinjauan Teori

    1. Konsep Asepsis

    a. Pengertian

    Usaha perawat untuk meminimalkan serangan dan penyebaran infeksi didasarkan pada prinsip tehnik aseptik. Asepsis artinya tidak adanya patogen penyebab penyakit. Teknik aseptik adalah suatu usaha untuk mempertahankan klien sedapat mungkin terbebas dari mikroorganisme penyebab penyakit ( Crow, 1989 cit Potter & Perry, 2005). Tietjen et.al (2004) mendefinisikan bahwa tehnik aseptik adalah suatu istilah umum yang digunakan untuk menggambarkan upaya kombinasi untuk mencegah masuknya mikroorganisme kedalam area tubuh manapun yang sering menyebabkan infeksi. Tujuan asepsis adalah menurunkan sampai ketingkat aman atau membasmi jumlah mikroorganisme pada permukaan hidup dan objek mati.

    Ada dua tipe teknik aseptik pada praktek keperawatan adalah medical asepsis dan surgical asepsis. Medical asepsis atau tehnik bersih yaitu termasuk didalamya prosedur yang digunakan untuk mengurangi jumlah mikroorganisme dan mencegah perluasannya. Mengganti alat tenun, mencuci tangan yang merupakan contoh dari asepsis medis. Sedangkan surgical asepsis atau teknik steril merupakan prosedur-prosedur yang digunakan untuk membunuh mikroorganisme dari suatu daerah. Tehnik steril biasanya dilakukan oleh perawat didalam ruang operasi dan tempat-tempat tindakan dimana alat-alat steril digunakan. (Potter & Perry, 2005).

    Setelah suatu objek digunakan akan menjadi tidak steril atau biasa dikatakan terkontaminasi. Didalam medical asepsis, dikatakan terkontaminasi jika suatu area atau objek tersebut mengandung atau diduga adanya kuman patogen, misalnya lantai, bedpan yang tidak terpakai, kassa yang basah merupakan contoh objek terkontaminasi. Sedangkan didalam surgical asepsis dikatakan terkontaminasi jika tersentuh oleh suatu objek yang tidak steril, misalnya pada sarung tangan bedah terdapat sobekan yang memaparkan bagian luar sarung tangan terhadap permukaan kulit, sehingga sarung tangan tersebut terkontaminasi ( Potter & Perry, 2005).

  • 8

    Tanggung jawab penting perawat adalah mencegah penyebaran infeksi di rumah sakit. Pasien dapat terinfeksi oleh kuman (mikroorganisme), dimana mikroorganisme ini dibawa oleh staf yang tidak mencuci tangan mereka dengan baik atau seragamnya terkontaminasi, oleh debu atau udara yang membawa infeksi, oleh pengunjung yang membawa penyakit, oleh pasien yang menderita penyakit tertentu, atau melalui alat yang tidak steril. (Monica, 2005). Suatu keadaaan yang dapat mengakibatkan terjadinya infeksi pada luka trauma bedah yaitu : (1) persiapan kulit yang tidak tepat sebelum pembedahan, (2) teknik mencuci tangan yang tidak tepat, (3) tidak membersihkan kulit dengan tepat, (4) tidak tepat menggunakan tehnik aseptik selama ganti balutan dan (5) menggunakan larutan antiseptik yang sudah terkontaminasi (Potter & Perry, 2005).

    b. Asepsis Medis

    Untuk mencegah terjadinya penularan infeksi perawat melakukan prinsip dan prosedur serta mengontrol penyebarannya Selama perawatan rutin, setiap hari perawat menggunakan tehnik aseptik dasar dalam memutuskan rantai infeksi karena infeksi sangat mudah menular antara pasien dengan petugas kesehatan, dimana perawat melakukan kewaspadaan isolasi jika diperlukan.

    Menurut Potter dan Perry (2005) ada beberapa teknik aseptik medik yang sangat erat kaitannya dengan pelaksanaan perawatan luka khususnya luka paska bedah, yaitu :

    1) Pembersihan

    Pembersihan adalah membuang semua material asing seperti kotoran dan materi organik dari suatu obyek. Biasanya pembersihan termasuk menggunakan air dan kerja klinis dengan atau tanpa deterjen. Pada saat obyek kontak dengan material infeksius, obyek tersebut menjadi terkontaminasi. Jika obyek sekali pakai, maka obyek tersebut harus dibuang.

    2) Mencuci tangan

    Mencuci tangan adalah menggosok dengan sabun secara bersama seluruh kulit permukaan tangan dengan kuat dan ringkas yang kemudian dibilas dibawah aliran air. Tujuannya adalah untuk membuang kotoran dan organisme yang menempel dari tangan serta mencegah penyebaran ke area yang tidak terkontaminasi, seperti pasien, tenaga perawatan kesehatan dan peralatan. (Potter & Perry, 2005).

    Dalam mencuci tangan belum diketahui lamanya, The Centers For Disease Control (CDC) dan Public Health Service mencatat bahwa dalam mencuci tangan waktu yang di perlukan paling sedikit antara 10 15 detik akan memusnahkan mikroorganisme paling banyak terdapat pada kulit. Jika tangan tampak kotor di perlukan waktu yang lebih lama (Potter & Perry, 2005). Larson dan lush (1986) cit Potter dan Perry (2005) telah menemukan bahwa perawat yang mencuci tangannya lebih dari 8 kali sehari kemungkinan lebih kecil membawa gram negatif ditangan

  • 9

    mereka. Mencuci tangan secara rutin dapat dilakukan dengan menggunakan sabun dalam berbagai bentuk yang sesuai seperti sabun batang, lembaran, cair atau bubuk (Potter & Perry, 2005).

    Tietjen et.al (2004) mengemukakan bahwa dalam mencuci tangan terdiri dari dua tipe yaitu cuci tangan rutin dan cuci tangan bedah. Cuci tangan rutin dilakukan setiap sebelum dan sesudah melakukan tindakan atau kontak dengan pasien, sedangkan cuci tangan bedah dilakukan untuk menghilangkan kotoran, debu dan organisme sementara secara mekanikal dan mengurangi flora tetap selama pembedahan.

    Adapun langkah-langkah untuk melaksanakan cuci tangan rutin dan cuci tangan bedah adalah sebagai berikut :

    (1) Cuci tangan rutin:

    (a) Basahi kedua belah tangan.

    (b) Gunakan sabun biasa.

    (c) Gosok dengan keras seluruh bidang permukaan tangan dan jari-jari bersama sekurang-kurangnya selama 10 hingga 15 detik dengan memperhatikan bidang dibawah kuku tangan dan diantara jari-jari.

    (d) Basahi kedua tangan dengan air bersih.

    (e) Kemudian keringkan tangan dengan lap kertas dan gunakan lap untuk mematikan kran.

    (2) Cuci tangan bedah

    (a) Gulung lengan baju sampai atas siku, kemudian lepas jam tangan dan perhiasan.

    (b) Kedua belah tangan dan lengan bawah dibasahi dengan air bersih sampai siku kemudian memakai sabun lalu digosoh hingga bersih.

    (c) Kuku-kuku dibersihkan dengan pembersih kuku.

    (d) Kedua tangan dan lengan bawah secara bergantian dibilas dengan air.

    (e) Gunakanklah bahan antiseptik pada seluruh tangan dan lengan sampai bawah siku dan gosok tangan serta lengan bawah dengan sesering mungkin selama sekurang-kurangnya 2 menit.

    (f) Tangan diangkat lebih tinggi dari siku, kedua tangan dan lengan bawah dibilas dengan air hingga bersih.

    (g) Kedua tangan ditegakkan keatas dan jauhkan dari badan jangan sampai menyentuh benda apapun kemudian kedua tangan dibersihkan dengan lap bersih dan kering kemudian diangin-anginkan.

    (h) Pakailah sarung tangan bedah yang steril pada kedua tangan.

    c. Asepsis Bedah

  • 10

    1) Pengertian

    Asepsis bedah atau tehnik steril mengharuskan perawat untuk menggunakan tindakan pencegahan yang berbeda dari asepsis medis. Teknik steril mengharuskan tindakan membunuh termasuk patogen dan spora dari suatu obyek. Perawat yang bekerja dengan lingkungan steril harus mengerti bahwa kegagalan sekecil apapun dalam teknik ini mengakibatkan kontaminasi. Perawat juga melakukan asepsis bedah untuk menjaga supaya mikroorganisme tidak ada dalam suatu area. Schaffer (2000) mengatakan bahwa Asepsis bedah merupakan persiapan dan pemeliharaan lingkungan yang steril untuk mencegah infeksi selama prosedur atau operasi. Teknik aseptik bedah di desain untuk menciptakan lingkungan yang aman dengan mengontrol empat sumber utama dari organisme infeksius yaitu: Pasien, personel, peralatan dan lingkungan.

    Menurut Brunner dan Suddart, (2001) prinsip umum dalam teknik steril atau asepsis bedah adalah :

    (a) Permukaan atau benda steril dapat bersentuhan dengan benda lain yang steril dan tetap steril. Kontak dengan benda yang tidak steril pada beberapa titik membuat area steril terkontaminasi.

    (b) Jika terdapat keraguan tentang sterilitas pada perlengkapan atau area maka dianggap tidak steril atau terkontaminasi.

    (c) Apapun yang steril untuk satu pasien ( terbuka dibaki steril atau dimeja dengan perlengkapan steril ) hanya dapat digunakan pada pasien ini saja. Perlengkapan steril yang tidak dipakai harus dibuang atau diterilkan kembali jika akan digunakan kembali.

    Pada saat memulai prosedur asepsis bedah, perawat mengikuti prinsip tertentu untuk memastikan keasepsisannya. Kegagalan melakukan prinsip tersebut membuat klien beresiko terkena infeksi, Potter dan Perry, (2005). menambahakan prinsip-prinsip penting dalam tehnik aseptic bedah adalah :

    (a) Obyek yang steril tetap steril jika hanya disentuh dengan obyek yang steril pula.

    (b) Obyek steril saja yang dapat diletakkan diarea steril. Semua peralatan yang tidak steril diserilkan dahulu sebelum di pergunakan, obyek yang steril dijaga supaya tetap dalam keadaan bersih dan kering

    (c) Obyek steril dilapang pandang pandang penglihatan atau obyek dipegang dibawah pinggang individu adalah terkontaminasi.

    (d) Oyek steril jadi terkontaminasi hanya karena kontak dengan udara yang terlalu lama.

  • 11

    (e) Ketika obyek steril kontak dengan tempat basah atau terkontaminasi maka jadi terkontaminasi.

    (f) Cairan yang turun mengalami gaya gravitasi bila menyentuh permukaan steril maka enjadi terkontaminasi.

    (g) Bagian tepi dari area atau wadah tersentuh obyek yang meragukan menjadi terkontaminasi.

    2). Prosedur-prosedur steril

    (a) Membuka bungkusan steril

    Sebelum membuka peralatan steril, perawat terlebih dahulu mencuci tangan dengan seksama perawat mengumpulkan peralatan dalam area kerja, misal disamping tempat tidur atau bagian atas meja disamping tempat tidur atau ruang tindakan sebelum membuka bungkus. Area kerja harus berada dibawah tinggi pinggang.persediaan steril tidak boleh dibuka ditempat terbatas dimana objek kotor dapat jatuh atau mengotorinya ( Potter & Perry, 2005).

    Adapun cara membuka bungkusan yang steril dipermukaan datar Potter & Perry (2005) sebagai berikut:

    (1) Letakkan peralatan mendatar dibagian tengah permukaan kerja.

    (2) Ambil plester atau segel uang menunjukkan tanggal sterilisasi.

    (3) Pegang bagian luar penutup dari ujung yang paling jauh dari permukaan penutup.

    (4) Buka bagian luar penutup menjauh dari tubuh, pertahankan tangan terulur dan jauh dari lapangan steril.

    (5) Pegang bagian luar permukaan pada sisi pertama penutup.

    (6) Buka sisi penutup, biarkan jauh mendatar dari permukaan meja, pertahankan supaya lengan berada pada sisi tersebut dan tidak berada diatas permukaan steril. Jangan biarkan penutup menutup kembali diatas isi yang steril.

    (7) Pegang bagian luar permukaan pada sisi kedua penutup dan biarkan jauh mendatar pada permukaan meja.

    (8) Pegang bagian luar permukaan bagian yang paling dalam dari penutup.

    (9) Berdiri menjauh dari kemasan steril dan tarik penutup kebelakang.Biarkan jauh mendatar pada permukaan.

    (10) Gunakan permukaan bagian dalam kemasan linen (kecuali 2,5 cm dari batas keliling sisi)sebagian area steril untuk menambahkan peralatan steril tambahan. Batas 2,5 cm tersebut dapat dipegang untuk memindahkan area diatas permukaan meja.

  • 12

    (b) Mempersiapkan area steril

    Area steril merupakan area yang bebas mikroorganisme dan dipersiapkan untuk tempat alat-alat yang steril. Adapun langkah-langkah untuk mempersiapkan area steril adalah sebagai berikut:

    (1) Siapkan area steril tepat sebelum prosedur yang direncanakan.

    (2) Pilih permukaan yang bersih untuk bekerja dibawah batas pinggang.

    (3) Pegang alat-alat yang diperlukan, yaitu: kain alas steril dan berbagai jenis peralatan steril.

    (4) Cuci tangan dengan seksama.

    (5) Letakkan pak yang bersi kain steril diatas area kerja dan buka.

    (6) Dengan ujung jari dan satu tangan, ambil bagian tepi lipatan yang paling atas dari kain steril tersebut.

    (7) Angkat kain perlahan dan pembungkus bagian yang paling luarnya dan biarkan terbuka tanpa menyentuh suatu obyek.

    (8) Dengan tangan yang satunya, pegang sudut yang berdampingan dari kain dan pegang lurus keatas serta menjauh dari tubuh.

    (9) Sambil memegang kain, pertama letakkan setengah dari dasar kain, diatas permukaan area kerja yang diinginkan.

    (10) Terahir letakkan setengah dari bagian atasnya diatas permukaan area kerja.

    (c) Memakai sarung tangan steril

    Sampai sekitar 15 tahun yang lalu, petugas kesehatan mengunakan sarung tangan untuk tiga alasan, yaitu: (1) mengurangi resiko petugas terkena infeksi bakterial dari pasien, (2) mencegah penularan flora kulit petugas kepada pasien, (3) mengurangi kontaminasi tangan petugas kesehatan dengan mokroorganisme yang dapat berpindah dari suatu pasien ke pasien lainnya atau kontaminasi silang. (Tietjen, et.al, 2004). Sejak 1987, dengan adanya epidemi AIDS, terjadi lonjakan drastis penggunaan sarung tangan oleh petugas kesehatan dengan tujuan mencegah penularan HIV dan virus lainnya dari pasien kepada tangan petugas kesehatan. Dengan demikian, dewasa ini sarung tangan sekali pakai dan sarung tangan bedah menjadi perlengkapan pelindung yang paling banyak dipakai ( Tiejen, et.al, 2004 ). Tietjen et.al (2004) menambahkan ada tiga jenis sarung tangan, yaitu:

    (a) Sarung tangan bedah, dipakai sewaktu melakuakan tindakan invasif atau pembedahan

    (b) Sarung tangan pemeriksaan, dipakai untuk melindungi petugas kesehatan sewaktu melakukan pemeriksaan atau pekerjaan rutin.

  • 13

    (c) Sarung tangan rumah tangga, dipakai sewaktu memproses peralatan, menangani bahan-bahan terkontaminasi, dan sewaktu membersihkan peralatan yang terkomntamibasi.

    Adapun dalam perawatan luka paska bedah, penggunaan sarung tangan termasuk kedalam sarung tangan steril, Potter dan Perry (2005) merekomendasikan pemakaian sarung tangan steril sebagai berikut:

    (1) Siapkan kemasan sarung steril yang sesuai ukurannya pada area penanganan.

    (2) Lakukan cuci tangan dengan seksama.

    (3) Buka pembungkus paling luar dari kemasan sarung tangan dengan memisahkan dan melepaskan sisi-sisinya.

    (4) Pegang bagian dalam kemasan dan letakkan pada permukaan yang bersih, datar, tepat diatas tinggi siku. Buka kemasan, jaga supaya sarung tangan tetap diatas permukaan bagian dalam pembungkus.

    (5) Jika sarung tangan tidak dibedaki, ambil pak bedak dan pakai tipis-tipis pada tangan diatas wastafel atau keranjang sampah.

    (6) Identifikasi sarung tangan kanan dan kiri. Setiap sarung tangan memiliki manset kira-kira 5 cm. Kenakan sarung tangan dominan terlebih dahulu.

    (7) Dengan ibu jari dan tangan telunjuk dari tangan non dominan, pegang tepi dari manset sarung tangan dominan. Sentuh hanya permukaan bagian sarung tangan.

    (8) Pakai sarung tangan pada tangan dominan, biarkan manset tidak menumpuk dipergelangan tangan. Pastikan ibu jari dan jari lainnya berada pada tempat yang tepat.

    (9) Dengan tangan dominan yang bersarung tangan, siapkan jari didalam manset sarung tangan kedua.

    (10) Kenakan sarung tangan kedua pada sarung tangan dominan. Jangan biarkan jari tangan dan ibu jari dari tangan dominan yang bersarung tangan menyentuh setiap bagian tangan non dominan yang dibuka. Jaga supaya ibu jari tangan dominan terabduksi kebelakang.

    (11) Setelah sarung tangan kedua dugunakan, tautkan kedua tangan.

    (d) Menuangkan larutan steril.

    Perawat seringkali menuangkan larutan steril kedalam wadah yang steril. Botol tempat larutan steril bagian dalamnya serta sumbat botol bagian dalam merupakan area steril, sedangkan di bagian luar dan leher botol merupakan area terkontaminasi (Potter & Perry, 2005). Adapun

  • 14

    langkah-langkah menuangkan larutan steril menurut Potter dan Perry (2005) adalah sebagai berikut :

    (1) Buka tutup botol dan sumbat botol tempat penampungan larutan steril. Sumbat botol diletakkan dengan bagian sterilnya (dalam) menghadap keatas pada permukaan steril.

    (2) Buka penutup botol berisi larutan steril yng akan dimasukkan kedalam wadah steril.

    (3) Sebelum menuangkan larutan steril kedalam wadah, perawat menuang sejumlah kecil (1 sampai 2 ml) kedalam penutup sekali pakai atau kedalam tempat sampah yang dilapisi palastik. Larutan yang dibuang membersihkan bibir botol.

    (4) Bagian tepi botol dipertahankan jauh dari bagian tepi atau bagian dalam wadah penampung.

    (5) Perawat menuangkan larutan dengan perlahan untuk menghindari percikan pada lapisan kain atau area alas.

    (6) Botol tidak boleh dipegang terlalu tinggi diatas wadah yang menyebabkan tuangan yang pelan sekalipun dapat mengakibatkan percikan. Botol harus dipegang di bagian tepi luar dari area steril.

    2. Perawatan Luka Paska Bedah

    a. Pengertian luka

    Luka adalah hilang atau rusaknya sebagian jaringan tubuh. Tindakan ini dapat disebabkan oleh trauma benda tajam atau tumpul, perubahan suhu, zat kimia, ledakan, sengatan listrik, atau gigitan hewan (Sjamsihidajat & Wong, 2004). Luka dapat digambarkan sebagai gangguan dalam kontinuitas sel-sel, kemudian diikuti dengan penyembuhan yang merupakan pemulihan dari kontinuitas tersebut (Brunner & Suddart, 2001).

    b. Klasifikasi luka

    Menurut Brunner dan Suddarth (2001), luka dapat diklasifikasikan kedalam dua cara sesuai dengan mekanisme cedera dari tingkat kontaminasi luka pada saat pembedahan

    1). Berdasarkan mekanisme cedera, luka digambarkan sebagai luka insisi, kontusi, laserasi atau tusuk.

    a) Luka insisi

    Dibuat dengan potongan bersih menggunakan instrumen tajam. Seperti luka yang dibuat oleh ahli bedah dalam setiap prosedur operasi.

    b) Luka kontusi

  • 15

    Dibuat dengan dorongan tumpul dan ditandai dengan cedera berat bagian lunak, hemorraghic dan pembengkakan

    c) Luka laserasi

    Luka dengan tepi yang bergerigi, tidak teratur seperti luka yang dibuat oleh goresan kaca atau kawat.

    d) Luka tusuk

    Diakibatkan oleh bukaan kecil pada kulit, seperti luka yang diakibatkan oleh peluru atau tusukan pisau

    2) Berdasarkan tingkat kontaminasi, luka dapat digambarkan dengan luka bersih, bersih terkontaminasi, terkontaminasi dan luka kotor atau luka infeksi.

    a) Luka bersih

    Luka bedah yang tidak terinfeksi dimana tidak terdapat inflamasi dari saluran pencernaan, pernafasan, genital atau saluran kemih. Luka bersih biasanya dijahit tertutup, jika diperlukan maka dilakukan dengan sistem drainase tertutup. Kemungkinan relatif dari infeksi luka adalah 1-5%

    b). Luka bersih terkontaminasi.

    Luka bedah dimana saluran pernafasan, genital atau perkemihan dimasuki dibawah kondisi yang terkontrol, tidak terdapat kontaminasi yang tidak lazim. Kemungkinan relatif infeksi luka adalah 3-11%.

    c). Luka terkontaminasi

    Mencakup luka terbuka, luka akibat kecelakaan dan prosedur bedah dengan pelanggaran dalam teknik aseptik atau sambungan banyak dari saluran gastrointestinal. Termasuk dalam kategori ini adalah insisi dimana terdapat inflamasi akut non purulen. Kemungkinan relatif dari infeksi luka adalah 10-17%

    d). Luka kotor

    Luka dimana organisme yang menyebabkan infeksi paska operatif terdapat dalam lapang operatif sebelum pembedahan. Hal ini mencakup luka traumatik yang sudah lama dengan jaringan yang terkelupas tertahan dan luka yang melibatkan infeksi klinis yang sudah ada atau visera yang mengalami perforasi. Kemungkinan relatif infeksi luka adalah lebih dari 27%.

    c. Fisiologi penyembuhan luka

    Ketika kontinuitas kulit atau jaringan mengalami kerusakan akibat luka, maka kulit akan mengalami proses penyembuhan yang dapat dibagi dalam 3 fase yaitu: fase inflamasi, proliferasi, dan penyudahan yang merupakan penyudahan dan perupaan kembali (Sjamsudidajat & Wong, 2004).

    1) Tahap I (Fase inflamasi)

  • 16

    Fase inflamasi berlangsung sejak terjadinya luka sampai kira-kira hari kelima. Pembuluh darah yang terputus pada luka akan menyebabkan perdarahan dan tubuh akan berusaha menghentikannya dengan vasokontriksi, pengerutan ujung pembuluh darah yang putus (retraksi), dan reaksi hemostasis. Tanda dan gejala reaksi radang menjadi jelas berupa kemerahan karena kapiler melebar (rubor), suhu hangat (kalor), rasa nyeri (dolor) dan pembengkakan (tumor).

    2) Tahap II (fase fibrolasi/ proliferasi)

    Dimulai dari akhir fase inflamasi sampai kira-kira akhir minggu ketiga. Pada fase ini fibrolas memproduksi kolagen. Aktivitas fibrolas ini mencapai puncaknya pada hari ke lima sampai hari ke tujuh. Kalangi (2004) menambahkan bahwa pada tahap II ini dibagi atas empat fase yaitu : fase reepitelisasi, fase fibroplasia, fase kontraksi luka dan fase angiogenesis.

    3) Tahap III (fase maturasi)

    Sekitar 3 minggu setelah cedera, fibroblast mulai meninggalkan luka. Jaringan parut tampak besar, sampai fibril kolagen menyusun kedalam posisi yang lebih padat. Maturasi jaringan seperti ini terus berlanjut dan mencapai kekuatan maksimum dalam 10 sampai 12 minggu, tetapi tidak pernah mencapai kekuatan asalnya dari jaringan sebelum luka.

    d. Perawatan luka paska bedah

    Luka bedah perlu diawasi pada masa paska bedah, tetapi luka tidak perlu dilihat setiap hari dengan membuka dan menutup luka, kecuali bila ada gejala atau tanda gangguan penyembuhan atau radang (Sjamsuhidajat & Wong 2006). Luka bedah yang selesai dijahit di tutup dengan alasan untuk melindungi dari infeksi. Di samping agar cairan luka yang keluar terserap, luka tidak kekeringan dan tidak digaruk oleh penderita. Selain itu, perdarahan dihentikan dengan memberikan vaselin atau salep antibiotik, bisa juga dengan menggunakan kassa kering. Penutup luka yang sudah basah oleh darah atau cairan luka harus segera diganti. Penggantiannya harus dilakukan dengan teknik aseptik.

    Tujuan perawatan luka menurut Potter dan Perry (2005) adalah untuk meningkatkan dan mempertahankan hemostasis, mencegah kerusakan jaringan, mempercepat penyembuhan luka, memelihara integritas kulit, menggambarkan fungsi normal serta memberikan rasa nyaman.

    Aspek yang sangat penting pada perawatan luka adalah memasang balutan yang dapat diterima klien. Tujuan dari balutan efektif adalah: (1) memberikan lingkungan yang sesuai untuk penyembuhan luka, (2) untuk menyerap drainase, (3) untuk membebat atau mengimobilisasi luka, (4) untuk melindungi luka dari kontaminasi bakteri dan pengotoran oleh feses, muntahan dan urine, (5) untuk melindungi luka dan jaringan epitel baru dari cedera mekanik, (6) untuk meningkatkan hemostasis, seperti pada balutan tekanan, dan

  • 17

    (7) memberikan kenyamanan mental dan fisik bagi pasien (Brunner & Suddarth, 2001).

    Perawatan luka atau jahitan biasanya terdiri dari membersihkan daerah tersebut dengan betadine atau normal saline. Luka yang bersih kemudian di tutup dengan balutan operasi dari plastik transparan atau sprey yang dapat bertahan 3 6 hari sehingga dapat mencegah kontaminasi. Balutan pertama kali diganti oleh dokter bedah dengan bantuan perawat, dokter bedah kemudian berkesempatan untuk mengkaji luka. Sebelum balutan diganti, pertama perawat mengkaji balutan jika basah terkena drainase, kemudian mencatatnya tentang warna, tipe, jumlah dan baunya. Balutan yang lembab atau basah adalah sumber infeksi jika tidak segera diganti. Penggantian balutan oleh perawat dilakukan dengan prinsip aseptik (Sunderss, 1991 cit Majid, 2000).

    Dalam pelaksanaan teknik aseptik pada perawatan luka tentu saja memerlukan alat atau sarana untuk terselenggaranya kegiatan tersebut. Alat-alat yang digunakan pada perawatan luka yang telah direkomendasikan oleh DEPKES RI tahun 2002 dalam standar IV asuhan keperawatan (standar intervensi keperawatan) meliputi :

    1) Peralatan steril

    a) Pinset anatomis

    b) Pinset sirurgis

    c) Gunting lurus

    d) Kapas lidi

    e) Kasa steril

    f) Mangkok steril

    g) Sarung tangan steril

    2) Peralatan tidak steril

    a) Gunting balutan

    b) Plester

    c) Obat desinfektan dalam tempatnya (misalnya betadine, alkohol 70% dll.)

    d) Bengkok

    e) Kain pembalut secukupnya

    f) Obat luka

    Setiap rumah sakit harus memiliki sarana dan prasarana lengkap dalam menunjang pelaksanaan prosedur aseptik terutama pada alat-alat yang digunakan pada perawatan luka. Kelengkapan alat sangat mendukung terlaksananya prosedur tersebut serta alat yang digunakan harus telah disterilkan dan setiap alat hanya boleh digunakan pada satu pasien. Selain itu dalam pemrosesan ulang alat-alat yang

  • 18

    telah digunakan khususnya alat-alat yang dapat digunakan kembali, harus memenuhi standar kesterilan. Setiap rumah sakit harus memiliki alat sterilisasi untuk pemrosesan tersebut, dapat dengan cara sederhana atau dengan alat canggih. Adapun jenis alat-alat yang digunakan di RSU NTB pada perawatan luka meliputi: (1) Seperangkat alat steril dalam bak instrumen tertutup, terdiri dari: pinset anatomis dan chirurgis, arteri klem, gunting lurus, kapas lidi, kapas steril, kasa penekan (deppres), mangkok kecil, dan sarung tangan. (2) Peralatan tidak steril, meliputi : gunting pembalut, plester, alkohol 70% dalam tempatnya atau brands spiritus dalam tempatnya, bensin dalam tempatnya, bengkok, kain pembalut atau verban secukupnya, obat-obat desinfektan dalam tempatnya ( misal : betadine solution ), obat luka sesuai kebutuhan. Selain itu pada buku prosedur tetap pelayanan medis RSUP NTB juga telah mencantumkan standar penggunaan alat sterilisasi berupa autoclave untuk pemrosesan ulang alat-alat yang bisa digunakan kembali.

    e. Membersihkan luka

    Membersihan luka dapat berguna menurunkan jumlah bakteri dan membuang kontaminan permukaan sementara.melindungi epitel dan jaringan granulasi yang baru dan sangat halus. Membersihkan semua luka terbuka setiap kali penggantian balutan meningkatkan pembuangan debris luka dan bakteri dari permukaan luka.Pemilihan larutan untuk mengirigasi luka yang notoksik sangat penting untuk mempertahankan penyembuhan luka yang sehat (Schuffer, et al, 2000)

    Membersihkan luka selalu dimulai dari area yang bersih kearea yang kurang bersih. Pada luka insisi yang berbentuk vertikal, area yang dianggap bersih adalah sebelah atas, maka membersihkan luka dimulai dari atas kebawah. Untuk membersihkan luka yang berbentuk horizontal adalah dari tengah keluar. Jika terjadi abses, maka area yang kurang bersih adalah area yang abses. Oleh karena itu membersihkan luka dikerjakan kearah yang abses, agar bakteri tidak berpindah kearea yang bersih.( Schuffer, et al. 2000 )

    3. Faktor Faktor Yang Mempengaruhi Pelaksanaan Teknik Aseptik

    a. Pengetahuan

    Pengetahuan merupakan hasil dari tahu dan ini terjadi setelah orang melakukan penginderaan terjadi melalui panca indera manusia yakni indera penglihatan, pendengaran, penciuman, rasa dan raba. Sebagian besar pengetahuan manusia diperoleh melalui mata dan telinga. Pengetahuan sangat penting untuk terbentuknya tindakan. Apabila penerimaan prilaku baru didasari oleh pengetahuan, kesadaran dan sikap,maka prilaku tersebut dapat bersifat langgeng (Long Lasting). Sebaliknya bila tidak didasari oleh pengetahuan dan kesadaran maka tidak akan berlangsung lama (Notoatmodjo, 2002).

  • 19

    Pengetahuan mencakup ingatan mengenai hal-hal yang pernah dipelajari dan disimpan dalam ingatan. Hal-hal itu dapat meliputi fakta, norma, prinsip dan metode yang diketahui. Faktor yang mempengaruhi tingkat pengetahuan misalnya latar belakang pendidikan, pengalaman kerja, dan usia. Mengenai tingkat pengetahuan disini merupakan pengetahuan yang di ukur atau dinilai dengan berbagai petunjuk atau syarat yang harus dipenuhi (Sahabuddin, 1999 cit Purnomo, 2005).

    Ranah kognitif banyak berhubungan dengan informasi dan pengetahuan (Notoatmodjo, 2003). Ranah kognitif ini terdiri atas enam tingkatan sebagai berikut:

    1) Tahu ( know )

    Mencakup ingatan mengenai hal-hal yang pernah dipelajari dan disimpan dalam ingatan, diantaranya metode yang diketahui misalnya: mendefinisikan, menggambarkan dan menyatakan.

    2) Memahami (Comprehension)

    Mencakup kemampuan menangkap makna dan arti bahan yang diajarkan yang ditunjukkan dalam bentuk kemampuan menguraikan isi pokok dari suatu bacaan, misalnya: menggolongkan, menjelaskan dan mengidentifikasikan.

    3) Penerapan (Aplication)

    Mencakup kemampuan untuk menerapkan suatu kaidah atau metode kerja pada suatu kasus atau masalah nyata. Misalnya: mengerjakan, memanfaatkan, menggunakan dan mendemonstrasikan.

    4) Analisis (Analysis)

    Mencakup kemampuan merinci atau memilih sesuatu bagian atau keseluruhan kedalam unsur-unsur atau komponen-komponen beserta hubungan antara komponen-komponen. Misalnya: membedakan, mengkritisi, menganalisis dan menyimpulkan.

    5) Sintesis (Synthesis)

    Mencakup kemampuan menggabungkan komponen-komponen yang terpisah sehingga membentuk suatu keseluruhan, misalnya: menggabungkan, menyusun kembali dan mendiskusikan.

    6) Evaluasi (Evaluation)

    Mencakup kemampuan membentuk suatu pendapat mengenai sesuatu berdasarkan pertimbangan dan kriteria evaluasi tertentu. Misalnya: mendukung, menentang dan merumuskan.

    Tingkatan-tingkatan pengetahuan ini menunjukkan sampai sejauh mana seseorang memperlakukan pengetahuan tersebut. Apakah hanya sekedar dipahami akan tetapi tidak dapat menerapkannya, ataukah sudah sampai tahap

  • 20

    menerapkan akan tetapi tidak di evaluasi. Seperti halnya ketika akan melaksanakan asuhan keperawatan umumnya dan teknik aseptik khususnya, membutuhkan pengetahuan yang melalui tahap-tahap seperti yang dikemukakan diatas.

    (h) b Sikap

    Sikap yang ada pada diri seseorang akan memberi warna atau corak pada prilaku atau perbuatan orang yang bersangkutan. Kita dapat menduga bagaimana respon atau prilaku orang tersebut terhadap suatu masalah atau keadaan yang dihadapkan kepadanya. Jadi dengan mengetahui sikap seseorang, dapat diperoleh gambaran prilaku yang timbul dari orang yang yang bersangkutan. Keadaan ini menunjukkan hubungan sikap dengan prilaku, prilaku dan sikap saling berinteraksi, saling mempengaruhi satu dengan yang lain (Purnomo, 2005).

    c Motivasi

    Motivasi berasal dari kata movere (bergerak). Pada diri manusia terdapat berbagai macam kebutuhan yang mendorong perbuatan kearah suatu tujuan. Dorongan untuk memenuhi suatu kebutuhan inilah yang di sebut motivasi (Nuryandari, 2005)

    d. Supervisi

    Supervisi merupakan bagian yang penting dalam manajemen serta keseluruhan tanggung jawab pemimpin. Pemahaman ini juga ada dalam manajemen keperawatan. Untuk mengelola asuhan keperawatan dibutuhkan kemampuan manajemen dari perawat.

    B. APLIKASI TEORI MIDDLE RANGE CARING KRISTEN M. SWANSON

    Dalam hal ini teori keperawatan digunakan dalam praktik, pendidikan, dan

    penelitian bidang pelayanan keperawatan.

    Swanson (1991) dalam midle range theori of caring mendeskripsikan 5

    katagori atau proses untuk mengukur tindakan proses caring. (1) Komponen

    mempertahankan keyakinan, mengaktualisasikan diri untuk menolong orang lain,

    mampu menolong orang lain dengan tulus, memberikan ketenangan kepada klien dan

    memiliki sikap yang positif. (2) Komponen Pengetahuan memberikan pemahaman

    klinis tentang kondisi dan situasi klien, melakukan setiap tindakan berdasarkan aturan

    dan menghindari terjadinya komplikasi. (3) Komponen kebersamaan hadir secara

  • 21

    emosional dengan orang lain, mampu berbagi dengan klien dengan tulus dan

    membangun kepercayaan dengan klien. (4) Komponen tindakan yang dilakukan

    tindakan terapeutik seperti membuat nyaman, antisipasi bahaya, dan intervensi yang

    kompeten. (5) Komponen memungkinkan/tidak dapat melalukan tindakan

    memberikan inform consent pada setiap tindakan, memberikan respon yang positif

    terhadap keluhan klien. ( Aligood, M.A, 2014)

  • 22

    C. Kerangka Teori

    Skema 2.1. Kerangka Teori

    Skema 2.1. Kerangka Teori

    Luka Infeksi Nosokomial

    Faktor-faktor yang memepengaruhi pelaksanaan Teknik aseptik 1. Pengetahuan 2. Sikap 3. Motivasi 4. Supervisi

    Tidak Asepsis Asepsis

    Pelaksanaan teknik aseptik pada perawatan luka

    Fasilitas RS: Sterilitas Alat Jumlah Alat

    Prosedur ganti balut, masker, sarung tangan, cuci tangan

    Teknik Aseptik dilakukan

  • 23

    BAB III

    KERANGKA KONSEP

    A. Skema Kerangka Konsep Penelitian

    V. Devenden

    V. Indevenden

    B. Hipotesis

    Berdasarkan konsep diatas, maka hipotesis penelitian adalah sebagai berikut:

    Ada hubungan tingkat pengetahuan perawat tentang teknik aseptik dengan

    pelaksanaan perawatan luka paska bedah di RSUP NTB

    C. Definisi Operasional

    Tabel 3.1 Definisi Operasional Variabel Penelitian

    No. Variabel Definisi opersional

    Alat dan cara ukur

    Hasil ukur Skala

    1. Dependen Pengetahuan

    Teknik yang Dilakukan Perawat Dalam usaha Untuk meng Hindari Terjadinya Penularan Penyakit dari Suatu objek

    Alat Ukur Lembar Kuesioner Cara ukur: Membagikan Kuesioner Kepada perawat yg Bekerja Diruang Kenanga, Bougenvile, Flamboyan

    Benar diberi 1 Salah diberi 0 Kriteria: Tinggi skor 13-19 Sedang skor 7-12 Rendah skor 0-6

    Ordinal

    Variabel Bebas: Pengetahuan

    Variabel Tergantung:

    Pelaksanaan teknik aseptik pada

    perawatan luka paska bedah

    Variabel Luar: 1. Lama Bekerja 2. Umur

  • 24

    2. Independen Pelaksanaan

    Perawatan luka

    Tindakan membersihkan Mengobati luka paska bedah dengan menggunakan kassa steril,dimulai dari area yang bersih ke daerah yang kotor kemudian ditutup dan difiksasi dengan kassa steril

    Alat Ukur Ceklist: Cara Ukur Observasi dan mengukur tindakan perawat yang sedang melakukan tindakan perawatan luka paska bedah yang diukur oleh peneliti

    Diberi Skor 0 bila jawaban Tidak tidak dikerjakan Diberi skor 1 bila jawaban Ya bila dikerjakan.

    Nominal

    3.Variabel luar

    Lama Lama Bekerja: Alat ukur: Hasil Ukur: Skala:

    Bekerja suatu kurun waktu Kuesioner 1-5 Tahun Interval

    atau lamanya tenaga Cara Ukur: 6-10tahun

    kerja itu bekerja Membagikan 11-15 tahun

    disuatu tempat Kuesioner 16-20 tahun

    Kepada perawat

    4.Variabel luar

    Umur Umur Membagikan Umur Rasio

    Responden kuesioner pd Perawat

    Dalam tahun responden yg

    Bekerja di Rsup NTB

  • 25

    BAB IV

    METODOLOGI PENELITIAN

    A. Rancangan Penelitian

    Jenis penelitian ini adalah termasuk penelitian non eksperimental yaitu untuk

    mengetahui hubungan tingkat pengetahuan perawat tentang teknik aseptik dengan

    pelaksanaan perawatan luka paska bedah di RSUP NTB. Penelitian ini merupakan

    penelitian kuantitatif.

    Rancangan Penelitian (Cross Sectional)

    Subjek(Sampel)

    P+ A+ B- U+

    P+ A+ B- U-

    P+ A- B+ U+

    P+ A- B+ U-

    P+ A- B- U+

    P- A+ B+ U+

    P- A+ B+ U-

    P- A+ B- U+

    P- A+ B- U-

    P- A- B+ U+

    P- A- B+ U-

    P- A- B- U+

    P+A+ B+ U-

    P+ A+ B+ U+

    P- A- B- U-

    P+ A- B- U-

  • 26

    Tabel Kerja (2 x 8)

    U(+) U(-) V.L LB(+) LB(-) LB(+) LB(-)

    V.B

    P(+) P(-) P(+) P(-) P(+) P(-) P(+) P(-)

    ?

    ? ? ? ? ? ? ?

    ?

    ? ? ? ? ? ? ?

    A(+) A(-)

    B. Populasi Dan Sampel

    1. Populasi Populasi adalah keseluruhan subjek penelitian. (Arikunto 2006 ). Populasi dari

    penelitian ini adalah semua perawat yang bekerja di bangsal Kemuning, Seruni, Rumah Sakit Umum Pusat NTB

    2. Sampel Sampel dalam penelitian ini adalah semua perawat yang melaksanakan tindakan

    perawatan luka paska bedah di bangsal Kemuning, Seruni. Pemilihan sampel dengan menggunakan teknik Total Sampling (Nursalam, 2003).

    C. Tempat Penelitian Penelitian ini akan dilakukan di mataram Tepatnya di RSUP NTB

    D. Etika Penelitian

    American Nurse Association (ANA), 1976 dan 1985; American Psycology Association, 1982 (dalam Burn dan Grove, 1999, Polit dan Beck, 2008) menjelaskan bahwa kode etik penelitian untuk keperawatan yang perlu diperhatikan dalam

  • 27

    penelitian meliputi: self determinan, privacy, anonymity and confidentiality, fair treatment, dan protection from discomfort and harm. 1. Self Determination

    responden mempunyai kebebasan untuk berpartisipasi atau tidak dalam penelitian 2. Privacy and dignity

    Menjaga kerahasiaan segala informasi yang diperoleh selama penelitian 3. Anonymity and confidentiality

    Segala data penelitian tidak menggunakan nama dari responeden tetapi menggunakan Kode untuk melindungi data dan identitas responden yang diperoleh dari penelitian ini.

    4. Fair treatment

    Semua responden mendapatkan perlakuan yang sesuai dengan prosedur yaitu diberikan kuesioner untuk pengetahuan,sikap,motivasi,supervisi perawat tentang teknik aseptik dan untuk pelaksanaan perawatan luka paska bedah dengan cara melakukan observasi menggunakan ceklist

    5. Protection from discomfort and harm.

    Responden bebas dari rasa ketidaknyamanan. .

    E. Alat Pengumpulan Data

    Adapun alat pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah dengan menggunakan kuesioner dan ceklist. Daftar pertanyaan atau kuesioner tersebut diberikan kepada perawat yang sedang bertugas sedangkan untuk ceklist digunakan sebagai alat bantu untuk mengobservasi perawat yang sedang melakukan tindakan perawatan luka di bangsal Kemuning dan seruni RSUP NTB meliputi :

    1. Alat ukur yang digunakan untuk pengetahuan perawat tentang teknik aseptik dengan menggunakan kuesioner dalam bentuk pertanyaan berupa multiple choise. Untuk sistem penilaiannya, peneliti menetapkan kriteria benar dan salah. Jawaban benar diberi nilai 1 dan jawaban salah diberi nilai 0. Sebelum dilakukan penelitian kuesioner akan dilakukan uji validitas dan reliabilitas menggunakan rumus Program Tes Analisis Iteman.

    2. Sedangkan untuk variabel terikat yaitu Pelaksanaan perawatan luka paska bedah tidak diujicobakan validitas dan reliablitasnya karena tahap pelaksanaan perawatan luka yang disusun peneliti telah sesuai dengan standar Depkes RI tentang perawatan luka yang sudah sesuai dengan teori yang pernah dikemukakan. Untuk intrumen atau alat ukur yang digunakan untuk pelaksanaan perawatan luka paska bedah adalah dengan ceklist sebagai pedoman observasi. Sedangkan alternatif jawaban yang diberikan menggunakan alternatif jawaban Ya dan Tidak. Observer tinggal memberikan tanda () pada kolom ya jika

  • 28

    tindakan dilakukan dan tanda () pada kolom tidak jika tindakan tidak dilakukan.

    F. Prosedur Pengumpulan Data 1. Prosedur administratif

    Sebelum penelitian dilaksanakan peneliti akan mengajukan permohonan izin penelitian secara tertulis kepada pihak Program Studi Magister Keperawatan Universitas Muhamadiyah Jakarta, Dinas Kesehatan Provinsi NTB serta Rumah Sakit Umum Pusat NTB dan meminta izin pada semua tim kesehatan yang bertanggung jawab terhadap pasien yang akan dijadikan subjek penelitian dan memberikan penjelasan mengenai tujuan penelitian.

    2. Pelaksanaan Pengumpulan data akan dilaksanakan oleh peneliti dengan cara melakukan observasi dengan menggunakan ceklist terhadap semua perawat yang melaksanakan tindakan perawatan luka paska bedah dibangsal Kemuning, Seruni RSUP NTB, yaitu dengan pendekatan yang dimodifikasi antara metode langsung. Kehadiran observer tidak disembunyikan, tetapi tujuan dan kepentingan subyeknya disembunyikan (Cooper dan Emory, 1996). Observasi dilakukan sebanyak satu kali untuk setiap perawat yang melaksanakan tindakan perawatan luka paska bedah. Setelah observasi selesai, peneliti akan menyebarkan kuesioner untuk mengisi tentang pengetahuan, sikap,motivasi, supervisi perawat. Dengan memilih item-item yang tersedia. Dalam pengisian kuesioner, peneliti menyebarkan ke tiap-tiap bangsal kepada perawat.

    3. Penyelesaian Setelah semua data diperoleh, kemudian dilakukan pengolahan data

    G. Pengolahan Data

    1. Editing

    Hal-hal yang perlu diperhatiakn pada tahapan ini adalah kelengkapan dari pengisian data, ada tidaknya kesalahan dalam pengisian tersebut.

    2. Coding

    Peneliti memberikan kode pada setiap informasi yang diperoleh dari lembar observasi maupun lembar kuesioner.

    3. Processing

    Data yang sudah dilakukan validasi dan diberikan kode, dimasukkan kedalam program software komputer oleh peneliti

    4. Cleaning Data

    Data yang sudah diolah komputer dilakukan penegecekan ulang oleh peneliti sebelum analisis dilakukan. Hal ini dilakukan untuk menghindari kesalahan dalam interpretasi hasil.

    H. Rencana Analisis Data

  • 29

    1. Analisis Univariat

    Analisis univariat digunakan untuk menggambarkan karakteristik responden berdasarkan usia dan jenis kelamin

    2. Uji Kesetaraan

    Uji kesetaraan dilakukan untuk melihat kesetaraan antara Variabel bebas dan terikat

    3. Analisis Bivariat

    Analisis yang digunakan dalam penelitian ini ditentukan dengan memperhatikan jenis variabel dan distribusi data

    Tabel 4.1. Analisis Data

    Variabel Jenis skala Uji statistik Uji keseteraan: Jenis kelamin Lama Bekerja Umur Rasio

    Nominal Interval

    Chi Square

    Analisis Bivariat Pengetahuan perawat tentang teknik aseptik pada perawatan luka paska bedah

    Ordinal

    DAFTAR PUSTAKA

    Arikunto. (2006). Prosedur Penelitian suatu pendekatan praktik (edisi 6). Jakarta: PT Rineka Cipta.

    Buhori, B. (2005). Gambaran Perawatan Luka Paska Operasi Di Bangsal Marwah Dan Arafah RSU PKU Muhammadiyah Yogyakarta. Skripsi Strata Satu, Universitas Muhammadiyah Yogyakarta.

    Departemen Kesehatan Republik Indonesia. (1997). Instrumen Evaluasi Penerapan Standar

    Asuhan Keperawatan Di Rumah Sakit (edisi 3). Jakarta : Direktorat Jendral Pelayanan Medik

  • 30

    Ester, M. (2005) Pedoman Perawatan Pasien (Cetakan Pertama). Jakarta : EGC Kalangi, S.J.R. (2004). Peran Kolagen Pada Penyembuhan Luka. Dexa Media, (10 12). 17 Notoatmodjo. (2002). Metodologi Penelitian Kesehatan, Rineke Cipta, jakarta Nursalam. (2002). Manajemen Keperawatan : Aplikasi Dalam Praktek Keperawatan

    Profesional (edisi 1). Jakarta: Salemba Medika Nursalam. (2003). Konsep Dan Penerapan Metodologi Penelitian Ilmu Keperawatan (edisi

    1). Jakarta: Salemba Medika. Potter, P.A., Perry, A.G. (2005). Buku Ajar Fundamental Keperawatan : Konsep, Proses Dan

    Praktek (edisi 4), (Asih ,Y., Sumarwati,M., Evriyani,D., Mahmudah, L, Penerjemah). Jakarta : EGC (Buku Asli Diterbitkan 1997)

    Risdiana, N. (2005). Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Peran Serta Keluarga Dalam

    Perawatan Klien Skizofrenia Di Unit Rawat Jalan RS Grashia Provinsi DIY. Skripsi Strata Satu. Universitas Muhammadiyah Yogyakarta.

    RSUP NTB. (2006). Prosedur Tetap Pelayanan Keperawatan. Mataram Sjamsuhidajat, R., Yong, W.D. (2004). Buku Ajar Ilmu Bedah. (edisi 2). Jakarta: EGC Smaltzer, S.C., Bare, B.G. (2001). Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah (edisi 8),

    (Waluyo, A., Karyasa,I.M., Julia., Kuncara, H.Y., Asih, Y. Penerjemah). Jakarta : EGC (Buku Asli Diterbitkan 1996)

    Sugiyono. (2005). Statistik Untuk Penelitian (Cetakan ke VIII). Bandung: CV Alfabeta Supriyadi. (2004). Perawatan Luka (edisi 1). Jakarta: CV. Sagung Seto. Tietjen, L., Bossemeyer, D., McIntosh, N. (2004). Panduan Pencegahan Infeksi Untuk

    Fasilitas Pelayanan Kesehatan Dengan Sumber Daya Terbatas (edisi 1), (Saifuddin, A.B., Sumapraja, S., Djajadilaga & Santoso, Penerjemah). Jakarta : Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo

    Walidan, N. (2002). Penerapan Teknik Aseptik Pada Perawatan Luka Paska Bedah Di

    Rumah Sakit Panti Rapih Yogyakarta. Yassi, D. (2005). Pengetahuan Dan Sikap Petugas Kesehatan Terhadap Tindakan Mencuci

    Tangan Sebagai Upaya Pencegahan Infeksi Nosokomial Di Rumah Sakit Umum PKU Muhammadiyah Yogyakarta. Skripsi Strata Satu, Universitas Muhammadiyah Yogyakarta