112643398-makalah-farmakologi

28
MORFIN 1. Sumber Morfin Seratus tahun yang lalu belum ada obat – obat antibiotik, obat hormonal, atau antipsikotik. Sesungguhnya belum ada obat – obat yang betul bermanfaat, namun beberapa jenis morfin secara efektif telah menghilangkan nyeri yang hebat. Obat – obat ini juga dapat mengontrol diare, batuk, ansietas, dan insomnia,. Dengan alasan ini Sir William Osler menamakan morfin sebagai “obat dewa” (God’s own medicine). Morfin pertama kali diisolasi pada 1804 oleh ahli farmasi Jerman Friedrich Wilhelm Adam Sertürner. Morfin digunakan untuk mengurangi nyeri dan sebagai cara penyembuhan dari ketagihan alkohol dan opium.Sumber opium, zat – zat dari opium yang belum diolah, dan morfin bersumber dari bunga opium Papaver somniferum. Tanaman ini telah digunakan selama lebih dari 6000 tahun, dan penggunaanya terdapat dalam dokumen – dokumen kuno Mesir, Yunani, dan Romawi. Yang menarik pada opium ialah bahwa sampai pada abad ke 18 belum ada perhatiaan akan kecenderungan adiksi opium. Morfin berasal dari perkataan “Morpheus” yaitu dewa mimpi dalammitologi Yunani. Morfin adalah sejenis bahan yang terdapat di dalam cecair candu dan digunakan oleh dokter untuk meringankan rasa sakit. Morfin juga dikenali sebagai “M”, “White Stuff”, “White Powder”, “Monkey”, “Dreamer”, “Morpho”, “Tab”, “Morb”, “Cubes”, “Emsel” dan “Melter”. Morfin adalah komponen utama dari opium/candu yang diperoleh tumbuhan Morfin 1

Upload: nana-kero

Post on 10-Aug-2015

43 views

Category:

Documents


1 download

DESCRIPTION

makalah

TRANSCRIPT

Page 1: 112643398-MAKALAH-FARMAKOLOGI

MORFIN

1. Sumber Morfin

Seratus tahun yang lalu belum ada obat – obat antibiotik, obat hormonal, atau

antipsikotik. Sesungguhnya belum ada obat – obat yang betul bermanfaat, namun beberapa

jenis morfin secara efektif telah menghilangkan nyeri yang hebat. Obat – obat ini juga dapat

mengontrol diare, batuk, ansietas, dan insomnia,. Dengan alasan ini Sir William Osler

menamakan morfin sebagai “obat dewa” (God’s own medicine).Morfin pertama kali diisolasi

pada 1804 oleh ahli farmasi Jerman Friedrich Wilhelm Adam Sertürner. Morfin digunakan

untuk mengurangi nyeri dan sebagai cara penyembuhan dari ketagihan alkohol dan

opium.Sumber opium, zat – zat dari opium yang belum diolah, dan morfin bersumber dari

bunga opium Papaver somniferum. Tanaman ini telah digunakan selama lebih dari 6000

tahun, dan penggunaanya terdapat dalam dokumen – dokumen kuno Mesir, Yunani, dan

Romawi. Yang menarik pada opium ialah bahwa sampai pada abad ke 18 belum ada

perhatiaan akan kecenderungan adiksi opium.

Morfin berasal dari perkataan “Morpheus” yaitu dewa mimpi dalammitologi Yunani.

Morfin adalah sejenis bahan yang terdapat di dalam cecair candu dan digunakan oleh dokter

untuk meringankan rasa sakit. Morfin juga dikenali sebagai “M”, “White Stuff”, “White

Powder”, “Monkey”, “Dreamer”, “Morpho”, “Tab”, “Morb”, “Cubes”, “Emsel” dan “Melter”.

Morfin adalah komponen utama dari opium/candu yang diperoleh tumbuhan Papaver

Somniferum.Morfin diperdagangkan secara bebas dalam bentuk:

a) Bubuk atau serbuk berwarna putih dan mudah larut dalam air. Dapat disalahgunakan

dengan jalan menyuntikkan, merokok atau mencampur dalam minuman, adakalanya

ditaburkan begitu saja pada luka-luka bekas disilet sendiri oleh para korban.

b) Cairan berwarna putih disimpan dalam ampul atau botol, pemakaiannya hanya

dilakukan dengan jalan menyuntik.

c) Balokan dibuat dalam bentuk balok-balok kecil dengan ukuran dan warna yang

berbeda-beda.

d) Tablet Dibuat dalam bentuk tablet kecil putih.

Morfin 1

Page 2: 112643398-MAKALAH-FARMAKOLOGI

Struktur Morphin

Morfin (morfin), alkaloid yang paling penting dari opium,berbentuk kristal berkilau

putih, prisma, jarum, atau bubuk berbau kristal rasa pahit yang meleleh pada sekitar 230 0C.

Morfin digunakan sebagai, narkotika, hipnotik, sedatif, dan analgesik. Terdapat beberapa

jenis morfin, antara lain :

• Morfin Mentah / Kasar

Morfin mentah atau morfin kasar ini didapati dalam bentuk blok atau serbuk. Warna

blok berbeda-beda dari putih ke cokelat gelap dan kebanyakkannya mempunyai tanda ’999 .′

Blok-blok ini biasanya mengandungi 70 % hingga 90 % morfin hidroklorid.

• Bes Morfin

Bes morfin adalah sejenis alkaloid yang diperolehi secara langsung dari candu. Bahan

ini kadangkala mempunyai bau seperti opium dan berupa seperti serbuk kopi halus.

Kandungan morfin yang terdapat di dalamnya adalah antara 60 % hingga 70 %.

• Pil Morfin

Pil-pil morfin ini mengandungi morfin sulfat atau morfin hidroklorid yang dikeluarkan

secara sah atau legal, namun seringkali disalahgunakan ke pasaran gelap. pil-pil ini

berukuran kecil dan berwarna putih atau cokelat pucat.

Meskipun morfin dapat dibuat secara sintetik, tetapi secara komersial lebih mudah

dan menguntungkan, yang dibuat dari bahan getah Papaver somniferum. Morfin paling

mudah larut dalam air dibandingkan golongan opioid lain dan kerja analgesinya cukup

panjang (long acting). Efek kerja dari morfin (dan juga opioid pada umumnya) relatife

selektif, yakni tidak begitu mempengaharui unsur sensoris lain, yaitu rasa raba, rasa getar

(vibrasi), penglihatan dan pendengaran, bahkan persepsi nyeripun tidak selalu hilang setelah

pemberian morfin dosis terapi.

Morfin 2

Page 3: 112643398-MAKALAH-FARMAKOLOGI

RESEPTOR OPIOID

Reseptor opioid yang terdapat didalam susunan saraf pusat sama baiknya dengan yang ada disepanjang jaringan periper. Reseptor – reseptor ini normalnya distimulasi oleh peptida endogen (endorphins, enkephalins, dan dynorphins) diproduksi untuk merespon rangsangan yang berbahaya. Dalam dokumen – dokumen yunani nama – nama dari reseptor opioid berdasarkan atas bentuk dasar agonistnya:

Mu (µ) (agonis morphine) reseptor – reseptor Mu terutama ditemukan di batang otak, dan thalamus medial. Reseptor – reseptor Mu bertanggung jawab pada analgesia supraspinal, depresi pernapasan, euphoria, sedasi, mengurangi motilitas gastrointestinal, ketergantungan fisik. Yang termasuk bgiannya ialah Mu1 dan Mu2, yang mana Mu1 berhubungan dengan analgesia, euphoria, dan penenang, Mu2 berhubungan dengan depresi pernapasan, preritus, pelepasan prolaktin, ketergantungan, anoreksia, dan sedasi. Ini juga disebut sebagai OP3 atau MOR (morphine opioid receptors).

Kappa (κ) (agonis ketocyklazocine) reseptor – reseptor Kappa dijumpai didaerah limbik, area diensephalon, batang otak, dan spinal cord, dan bertanggung jawab pada analgesia spinal, sedasi, dyspnea, ketergantungan, dysphoria, dan depresi pernapasan. Ini juga dikenal dengan nama OP2 atau KOR (kappa opioid receptors).

Delta (δ) (agonis delta-alanine-delta-leucine-enkephalin) reseptor – reseptor Delta lokasinya luas di otak dan efek – efeknya belum deketahui dengan baik. Mungkin bertanggung jawab pada psykomimetik dan efek dysphoria. Ini juga dikenal dengan nama OP1 dan DOR (delta opioid receptors).

Sigma (σ) (agonis N-allylnormetazocine) reseptor – reseptor Sigma bertanggung jawab pada efek – efek psykomimetik, dysphoria, dan stres-hingga depresi.

Gambar 1 : struktur reseptor opioid.

Morfin 3

Page 4: 112643398-MAKALAH-FARMAKOLOGI

2. Mekanisme Morfin

Secara umum, opioid berbagi kemampuan untuk merangsang nomorreseptor opiat

yang spesifik di SSP, menyebabkan sedasi dan depresi pernafasan.Kematian hasil dari

kegagalan pernapasan, biasanya sebagai akibat dari apnea atauparu aspirasi isi lambung.

Selain itu paru, noncardiogenic akut. Edema dapat terjadi dengan mekanisme yang tidak

diketahui.Efek analgesi morfin timbul berdasarkan 3 mekanisme :

1. Morfin meninggikan ambang rangsang nyeri

2. Morfin dapat mempengaharui emosi, artinya morfin dapat mengubah reaksi yang

timbul dikorteks serebri pada waktu persepsi nyeri diterima oleh korteks serebri dari

thalamus

3. Morfin memudahkan tidur dan pada waktu tidur ambang rangsang nyeri meningkat.

Mekanisme aksi, metabolisme dan farmakokinetik obat opioid bertindak dengan

mengikat reseptor tertentu dalam otak yang mengarah ke tindakan spesifik berdasarkan

jenis reseptor yang terlibat. Ada empat jenis reseptor opioid, termasuk mu, kappa, delta dan

nociceptin orphanin FQ. Reseptor opioid situs mengikat untuk peptida endogen yang

memainkan peran penting dalam modulasi respon terhadap rasa sakit, pengaturan suhu

tubuh, respirasi, aktivitas endokrin dan gastrointestinal, suasana hati, motivasi dan opiat

eksogen lainnya dapat bertindak sebagai functions.8 agonis, agonis parsial atau antagonis

reseptor ini. Sebagian besar dengan ketergantungan opioid potensial agonis pada reseptor

mu. Obat ini mengaktifkan sistem dopamin mesocorticolimbic melalui kepemilikan mereka

agonis mu menyebabkan euforia, penguatan positif dan perilaku mencari obat.

Ketika reseptor opioid diaktifkan oleh agonis (endogen atau eksogen), kaskade

perubahan intraseluler melibatkan sistem messenger kedua dan ketiga diatur dalam gerak.

Perubahan ini tidak hanya menghasilkan perubahan langsung dalam respon neuron opioid

receptorbearing tetapi juga menyebabkan perubahan adaptif dalam sistem lain, neuron

berinteraksi dengan mereka. Beberapa dari perubahan ini terkait dengan pengembangan

intraseluler toleransi (reaktivitas konsentrasi menurun bahkan pada reseptor opioid) dan

rangsangan diubah (withdrawal) ketika agonis akan dihapus setelah periode hunian

reseptor.

Morfin merupakan agonis reseptor opioid, dengan efek utama mengikat dan

mengaktivasi reseptor µ-opioid pada sistem saraf pusat. Aktivasi reseptor ini terkait dengan

Morfin 4

Page 5: 112643398-MAKALAH-FARMAKOLOGI

analgesia, sedasi, euforia, physical dependence danrespiratory depression. Morfin juga

bertindak sebagai agonis reseptor κ-opioid yang terkait dengan analgesia spinal dan miosis.

Interaksi antara lingkungan dan individu dapat memainkan peran penting dalam

perilaku mencari obat dan menciptakan pemicu untuk penggunaan narkoba. Dengan kata

lain, mekanisme neurobiologis aksi opioid dapat mewakili interaksi antara lingkungan

sebagai pemicu untuk penggunaan obat-obatan terlarang dan individu sebagai subjek yang

akan melihat kebutuhan yang mendesak obat dalam menanggapi indeks lingkungan.

3. Farmakodinamika

Efek morfin terjadi pada susunan syaraf pusat dan organ yang mengandung otot

polos. Efek morfin pada system syaraf pusat mempunyai dua sifat yaitu depresi dan

stimulasi. Digolongkan depresi yaitu analgesia, sedasi, perubahan emosi, hipoventilasi

alveolar. Stimulasi termasuk stimulasi parasimpatis, miosis, mual muntah, hiper aktif reflek

spinal, konvulsi dan sekresi hormone anti diuretika (ADH).

Morfin tidak dapat menembus kulit utuh, tetapi dapat menembus kulit yang luka.

Morfin juga dapat mmenembus mukosa. Morfin dapat diabsorsi usus, tetapi efek analgesik

setelah pemberian oral jauh lebih rendah daripada efek analgesik yang timbul setelah

pemberian parenteral dengan dosis yang sama. Morfin dapat melewati sawar uri dan

mempengaharui janin. Ekresi morfin terutama melalui ginjal. Sebagian kecil morfin bebas

ditemukan dalam tinja dan keringat.

Morfin dapat diabsorpsi oleh usus, tetapi efek analgetik yang tinggi diperoleh melalui

parentral. Dari satu dosis morfin, sebanyak 10 % tidak diketahui nasibnya, sebagian

mengalami konjugasi dengan asam glukoronat di hepar dan sebagian dikeluarkan dalam

bentuk bebas.

Ekskresi morfin terutama melalui ginjal. Urine mengandung bentuk bebas dan

bentuk konjugasi. Berdasarkan hal ini, dapat dilakukan identifikasi morfin dalam urine dari

penderita yang diduga keracunan morfin.

Di dalam tubuh, morfin terutama dimetabolisme menjadi morphine-3-

glucuronide dan morphine-6-glucuronide (M6G). Pada hewan pengerat, M6G tampak

memiliki efek analgesia lebih potensial ketimbang morfin sendiri. Sedang pada manusia

M6G juga tampak sebagai analgesia. Perihal signifikansi pembentukan M6G terhadap efek

yang diamati dari suatu dosis morfin, masih jadi perdebatan diantara ahli farmakologi.

Morfin 5

Page 6: 112643398-MAKALAH-FARMAKOLOGI

4. Farmakokinetik

Biasanya, efek puncak terjadi dalam waktu 2-3 jam, namun penyerapanmungkin

akan diperlambat oleh efek farmakologis mereka pada motilitas

gastrointestinal.Kebanyakan obat memiliki volume distribusi yang besar (3-5 L / kg). Tingkat

eliminasisangat bervariasi, dari 1-2 jam untuk turunan fentanyl lawan 15-30 jam

untukmetadon.

5. Indikasi

Indikasi morfin dan opioid lain terutama diidentifikasikan untuk meredakan atau

menghilangkan nyeri hebat yang tidak dapat diobati dengan analgesik non-opioid. Lebih

hebat nyerinya makin besar dosis yang diperlukan.Morfin sering diperlukan untuk nyeri

yang menyertai :

a) Infark miokard

b) Neoplasma

c) Kolik renal atau kolik empedu

d) Oklusi akut pembuluh darah perifer, pulmonal atau koroner

e) Perikarditis akut, pleuritis dan pneumotorak spontan

f) Nyeri akibat trauma misalnya luka bakar, fraktur dan nyeri pasca bedah.

g) Rasa sakit hebat yang terkait dengan laba-laba janda hitam envenomation, ular

berbisaenvenomation, atau gigitan atau sengatan lainnya.

h) Sakit yang disebabkan oleh cedera korosif pada mata, kulit, atau saluran pencernaan.

i) Edema paruakibat gagal jantung kongestif.Kimia-diinduksi edema paru

noncardiogenic bukan merupakan indikasi untuk terapi morfin.

6.KontraindikasiA. Diketahui hipersensitif terhadap morfin.B. Pernapasan atau depresi sistem saraf pusat dengan kegagalan pernapasan yang akan

datang, kecuali pasien diintubasi atau peralatan dan personil terlatih berdiri untuk intervensi jika diperlukan.

C. Dugaan cedera kepala.Morfin dapat mengaburkan atau menyebabkan depresi sistem saraf pusat berlebihan.

7. Dosis

Morfin 6

Page 7: 112643398-MAKALAH-FARMAKOLOGI

Dosis toksik sangat bervariasi tergantung pada senyawa spesifik rute dan tingkat

administrasi, dan toleransi terhadap efek obat sebagai akibat dari penggunaan kronis.

Beberapa turunan fentanil lebih baru memiliki potensi sampai dengan 2000 kali dari morfin.

Dosis dan sediaan Morfin tersedia dalam tablet, injeksi, supositoria. Morfin oral

dalam bentuk larutan diberikan teratur dalam tiap 4 jam. Dosis awal 5-10 mg biasa adalah

10-15 mg IV atau SC atau IM, dengan pemeliharaan dosis analgesik 5-20 mg setiap 4

jamDosis anjuran untuk menghilangkan atau mengguranggi nyeri sedang atau untuk dosis

pediatrik adalah 0,1-0,2 mg/kgBBsetiap 4 jam. Untuk nyeri hebat pada dewasa 1-2 mg

intravena dan dapat diulang sesuai yamg diperlukan.

Morfin diabsorbsi dengan baik setelah pemberian subkutan (dibawah kulit), intra

muskuler, intravena, tetapi tidak diabsorbsi dengan baik di saluran pencernaan. Oleh sebab

itu morfin tidak pernah tersedia dalam bentuk obat minum. Rute oral dan rektal

menghasilkan penyerapan tidak menentu dan tidak direkomendasikan untuk digunakan

pada pasien akut.

Morfin diberikan secara parenteral dengan injeksi subkutan, intravena, maupun

epidural. Saat diinjeksikan, terutama intravena, morfin menimbulkan suatu sensasi kontraksi

yang intensif pada otot. Oleh karena itu bisa menimbulkan semangat luar biasa. Tak heran

bila dikalangan militer terkadang menggunakan autoinjector untuk memperoleh manfaat

tersebut.

Pemberian secara oral, biasa dalam sediaan eliksir, solusio, serbuk, atau tablet.

Morfin jarang disuplai dalam bentuk suppositoria. Potensi pemberian oral hanya seperenam

hingga sepertiga dari parenteral. Hal ini dikarenakan bioavailabitasnya yang kurang baik.

Saat ini morfin juga tersedia dalam bentuk kapsul extended-release untuk pemberian kronik

dan juga formulasi immediate-release.

6. Efek Samping

Kontak morfin dengan kulit orang yang sensitif dapat menyebabkan eritema,

urtikaria, gatal-gatal dan dermatitis. Kerentanan efek terapi dan toksisitas bervariasi

terhadap orang yang berbeda, anak-anak yang lebih rentan daripada orang dewasa, seperti

juga orang yang menderita myxedema dan hipotiroidisme.

Morfin bekerja langsung pada sistem saraf pusat untuk menghilangkan sakit. Efek

samping morfin antara lain adalah penurunan kesadaran, euforia, rasa kantuk, lesu, dan

Morfin 7

Page 8: 112643398-MAKALAH-FARMAKOLOGI

penglihatan kabur. Morfin juga mengurangi rasa lapar, merangsang batuk, dan meyebabkan

konstipasi. Morfin menimbulkan ketergantungan tinggi dibandingkan zat-zat lainnya.

Efek subyektif yang dialami oleh individu pengguna morfin antara lain merasa

gembira, santai, mengantuk, dan kadang diakhiri dengan mimpi yang menyenangkan.

Penggunaan morfin umumnya terlihat apatis, daya konsentrasinya menurun, dan pikirannya

sering terganggu pada saat tidak menggunakan morfin. Efek tersebut yang selanjutnya

menyebabkan penggunanya merasa ketagihan. Disamping memberi manfaat klinis, morfin

dapat memberikan resiko efek samping yang cukup beragam, antara lain efek terhadap

sistema pernafasan, saluran pencernaan, dan sistema urinarius.

Efek pada sistema pernafasan berupa depresi pernafasan, yang sering fatal dan

menyebabkan kematian. Efek ini umumnya terjadi beberapa saat setelah pemberian

intravenosa atau sekitar satu jam setelah disuntikkan intramuskuler. Efek ini meningkat

pada penderita asma, karena morfin juga menyebabakan terjadinya penyempitan saluran

pernafasan. Efek pada sistema saluran pencernaan umumnya berupa konstipasi, yang

terjadi karena morfin mampu meningkatkan tonus otot saluran pencernaan dan

menurunkan motilitas usus. Pada sistema urinarius, morfin dapat menyebabkan kesulitan

kencing. Efek ini timbul karena morfin mampu menurunkan persepsi terhadap rangsang

kencing serta menyebabkan kontraksi ureter dan otot- otot kandung kencing. Tanda- tanda

pemakaian obat bervariasi menurut jenis obat, jumlah yang dipakai, dan kepribadian

sipemakai serta harapannya.

7. Gejala Klinis

a. Dengan overdosis ringan atau sedang, kelesuan umum. Pupil biasanya kecil, sering

"menentukan" ukuran. Tekanan darah dan denyut nadi yang menurun, gerakan

usus berkurang, dan otot-otot biasanya lembek.

b. Dengan dosis yang lebih tinggi, koma disertai oleh depresi pernafasan, dan apnea

sering mengakibatkan kematian mendadak. Edema paru Noncardiogenic dapat

terjadi, sering setelah resusitasi dan administrasi nalokson antagonis opiat.

c. Kejang tidak umum setelah overdosis opioid tetapi kadang-kadang terjadi dengan

senyawa tertentu (misalnya, dekstrometorfan, meperidin, propoxyphene, dan

tramadol). Kejang dapat terjadi pada pasien dengan kompromi ginjal yang

Morfin 8

Page 9: 112643398-MAKALAH-FARMAKOLOGI

menerima berulang dosis meperidin, karena akumulasi dari metabolit

normeperidine.

d. Sama dengan yang terlihat dengan antidepresan trisiklik cardiotoxicity dan

quinidine dapat terjadi pada pasien dengan intoksikasi propoxyphene parah.

8. Obat atau interaksi laboratorium

A. Efek depresan Aditif dengan agonis opioid lain, etanol dan lain-hipnotis penenang agen, obat penenang, dan antidepresan.

B. Secara fisik tidak sesuai dengan solusi yang mengandung berbagai obat, termasuk aminofilin, fenitoin, fenobarbital, dan natrium bikarbonat.

9. Keracunan Morfin

Perjalanan dari keracunan akut bervariasi dengan dosis yang lebih besar karena

setelah gejala awal dapat diikuti oleh aksi depresan pada sistem saraf pusat. Mengonsumsi

dosis kecil mungkin diikuti dengan wajah berkeringat, dan perasaan menjadi tenang dan

nyamanan. Dengan dosis yang lebih besar pasien mengalami kekeringan pada mulut dan

merasa haus, warna kulit berubah pucat, denyut nadi dan pernapasan menjadi lambat,

pupil kostriksi dan mungkin ada mual, muntah, sembelit. Setelah dosis besar,timbul diare,

tinnitus, mata berkedip-kedip, dan stranguria mungkin terjadi. Pasien tertidur sampai

mabuk, dan akhirnya koma.

Gejala kelebihan dosis :

Pupil mata sangat kecil (pinpoint), pernafasan satu- satu dan coma (tiga gejala

klasik). Bila sangat hebat, dapat terjadi dilatasi (pelebaran pupil). Sering disertai juga nausea

(mual). Kadang-kadang timbul edema paru (paru-paru basah).

Gejala–gejala lepas obat :

Agitasi, nyeri otot dan tulang, insomnia, nyeri kepala. Bila pemakaian sangat banyak

(dosis sangat tinggi) dapat terjadi konvulsi(kejang) dan koma, keluar airmata (lakrimasi),

keluar air dari hidung(rhinorhea), berkeringat banyak, cold turkey, pupil dilatasi, tekanan

darah meninggi, nadi bertambah cepat, hiperpirexia (suhu tubuh sangat meninggi), gelisah

dan cemas, tremor, kadang-kadang psikosis toksik.

Keracunan morfin dapat terjadi secara akut dan secara kronis. Keracunan akut

biasanya terjadi akibat percobaan bunuh diri atau dosis yang berlebihan. Keracunan kronis

terjadi akibat pemakaian berulang-ulang dan inilah yang sering terjadi. Adiksi (kecanduan)

Morfin 9

Page 10: 112643398-MAKALAH-FARMAKOLOGI

atau “morfinisme” tidak lain dari pada suatu keadaan keracunan kronis. Adiksi morfin

ditandai dengan adanya habituasi, ketergantungan fisik dan toleransi. Gejalanya antara lain

merasa sakit, iratabilitas, tremor, lakrimasi, berkeringat, menguap, bersin-bersin, anoreksia,

midriasis, deman, pernafasan cepat, muntah-muntah, kolik, diare dan pada akhirnya

penderita mengalami dehidrasi, ketosis, asidosis, kolaps kardiovackuler yang bisa berakhir

dengan kematian.

Pada beberapa orang, terutama pasien perempuan, depresi sistem saraf pusat dapat

diawali oleh rasa gembira. Pada tahap awal keracunan pasien mungkin sebagian dan

sementara terangsang ke rasa kebingungan. Kemudian refleks menghilang dan otot menjadi

lembek. Jarang pada orang dewasa lebih sering pada anak-anak mungkin ada kejang,

trismus, dan opisthostonos. Respirasi lambat, tidak teratur, stridulous, dan kadang-kadang

mempunyai karakter Cheynestokes atau Kussmaul. Kemungkinan ditandai dengan sianosis,

dan denyut nadi menjadi lemah, lambat, dan sering tidak teratur, kulit dingin dan lembap,

dan menurunkan suhu tubuh. Pupil yang berkonstriksi maksimal dan hanya selama tahap

terminal mereka melebar atau berdilatasi. Penglihatan menjadi kabur, dan hemiopia,

pembatasan bidang visual, dan amaurosis dapat berkembang.

Dalam kematian, keracunan akut morfin terjadi setelah tujuh sampai dua belas jam

dari kelumpuhan pernapasan, jika pasien bertahan dua belas jam, prognosis biasanya baik.

Setelah pemulihan dari keracunan akut, sakit kepala sembelit , muntah, gatal, dan gangguan

kemih kadang-kadang akan tetap ada. Dalam kasus pneumonia dan edema paru

kemungkinan dapat berkembang dan dalam kasus ini mungkin jarang remisi, mungkin

karena reabsorpsi dari saluran pencernaan.

Penggunaan terus morphine menyebabkan toleransi, sehingga dosis harus

ditingkatkan untuk menghasilkan efek yang diinginkan dan akhirnya mengarah pada

kecanduan dan keracunan kronis. Pada keracunan morfin kronis kulit biasanya menunjukkan

stigmata dari pecandu, ditandai dengan bekas luka dari suntikan dan kadang-kadang dengan

abses. Gatal, jerawat rosacea, urtikaria, dan eritematosa dan vesikular pecah mungkin juga

terjadi. Pasien menderita gangguan umum yang dikarakterisasi oleh gangguan rasa dan

kehilangan nafsu makan dan berat badan yang dapat menyebabkan cachexia. Beberapa

pasien menderita kekeringan pada mulut dan merasa haus, dan beberapa dari mereka

merasa kelaparan. Kulit pucat dan mungkin ada kehilangan rambut dan deformasi dari

kuku. Kadang-kadang pasien berkeringat di malam hari, menggigil dan demam, sakit kepala,

Morfin 10

Page 11: 112643398-MAKALAH-FARMAKOLOGI

dan sesak di dada. Dia mungkin menderita sakit lambung, kolik, tenesmus, diare berdarah,

atau sembelit dan disuria. Pada orang lain mungkin berkembang menjadi nefritis dengan

albuminuria, oliguria, anuria dan yang mungkin mengakibatkan uremia. Pada pasien laki-

laki, awalnya libido akan meningkat dan kemudian menurun. Pada pasien wanita, dismenore

dan gangguan menstruasi lainnya dapat diamati. Kadang-kadang pasien menderita coryza.

Pupil biasanya konstriksi, jarang melebar atau tidak teratur dan mungkin ada konjungtivitis,

lakrimasi, amblyopia dan amaurosis. Fungsi psikis adalah yang pertama terangsang,

kemudian menjadi depresi. Pasien menjadi murung dan apatis, memori dan penilaiannya

terganggu, dan secara mental dan moral ia menjadi buruk. Dia mungkin menjadi gelisah dan

menderita insomnia dan kecemasan. Beberapa pasien psikosis biasanya berkembang

menjadi depresi, halusinasi dan kadang-kadang paranoid. Keluhan lainnya tentang gangguan

sensori seperti gatal-gatal, formication, dan nyeri neuritik. Refleks superfisial kadang-kadang

meningkat dan mungkin ada tremor, inkoordinasi dan gangguan berbicara.

Adiksi (kecanduan) atau “morfinisme” tidak lain dari pada suatu keadaan keracunan

kronis. Adiksi morfin ditandai dengan adanya habituasi, ketergantungan fisik dan toleransi.

Gejalanya antara lain merasa sakit, iratabilitas, tremor, lakrimasi, berkeringat, menguap,

bersin-bersin, anoreksia, midriasis, deman, pernafasan cepat, muntah-muntah, kolik, diare

dan pada akhirnya penderita mengalami dehidrasi, ketosis, asidosis, kolaps kardiovackuler

yang bisa berakhir dengan kematian.

10. Diagnosa Ketergantungan

Diagnosis ketergantungan penderita opiat ditegakkan dengan pemeriksaan klinis

(medik psikiatrik) dan ditunjang dengan pemeriksaan urine. Pada penyalahgunaan narkotika

jenis opiat, seringkali dijumpai komplikasi medis, misalnya kelainan pada organ paru-paru

dan lever, depresi pernafasan dan SSP. Tanda penyalahgunaan obat intravena(misalnya,

jarum) diketahui dan pasiencepat terbangun setelah pemberian nalokson.

Untuk mengetahui adanya komplikasi, dilakukan pemeriksaan fisik pada penderita

oleh dokter ahli penyakit dalam, ditunjang oleh pemeriksaan X-ray thorax foto dan

laboratorium untuk mengetahui fungsi lever (SGOT dan SGPT). Pemeriksaan laboratorium

yang lain yang berguna termasuk elektrolit, glukosa, dll.

Banks A. dan Waller T. (1983) menyatakan bahwa edema paru akut merupakan

komplikasi serius, terutama pada pecandu narkotika dosis tinggi (over dosis). Selanjutnya,

Morfin 11

Page 12: 112643398-MAKALAH-FARMAKOLOGI

komplikasi lainnya adalah hepatitis (4%). Komplikasi medis ini erat kaitannya dengan cara

penggunaan narkotika tersebut, yaitu dengan dihirup (chasing dragon) melalui mulut atau

hidung, heroin yang dipanasi di atas kertas alumunium foil, atau suntikan intravena.

Khasiatnya terutama adalah analgetik (menghilangkan rasa nyeri) dan euforia (gembira).

Pemakaian yang berulangkali dapat menimbulkan toleransi dan ketergantungan.

Penyalahgunaan narkotika merupakan suatu pola penggunaan zat yang bersifat patologik

paling sedikit satu bulan lamanya. Opioida termasuk salah satu yang sering disalahgunakan

manusia. Menurut ICD 10 (International Classification Diseases), berbagai gangguan mental

dan perilaku akibat penggunaan zat dikelompokkan dalam berbagai keadaan klinis, seperti

intoksikasi akut, sindroma ketergantungan, sindroma putus zat, dan gangguan mental serta

perilaku lainnya.

Sindroma putus obat adalah sekumpulan gejala klinis yang terjadi sebagai akibat

menghentikan zat atau mengurangi dosis obat yang persisten digunakan sebelumnya.

Keadaan putus heroin tidak begitu membahayakan. Di kalangan remaja disebut “sakau” dan

untuk mengatasinya pecandu berusaha mendapatkan heroin walaupun dengan cara

merugikan orang lain seperti melakukan tindakan kriminal. Gejala objektif sindroma putus

opioid, yaitu mual/muntah, nyeri otot, lakrimasi, rinorea, dilatasi pupil, diare,

menguap/sneezing, demam, dan insomnia. Untuk mengatasinya, diberikan simptomatik.

Misalnya, untuk mengurangi rasa sakit dapat diberi analgetik, untuk menghilangkan muntah

diberi antiemetik, dan sebagainya. Pengobatan sindroma putus opioid harus diikuti dengan

program terapi detoksifikasi dan terapi rumatan. Kematian akibat overdosis disebabkan

komplikasi medis berupa gangguan pernapasan, yaitu oedema paru akut (Banks dan Waller).

Sementara, Mc Donald (1984) dalam penelitiannya menyatakan bahwa penyalahgunaan

narkotika mempunyai kaitan erat dengan kematian dan disabilitas yang diakibatkan oleh

kecelakaan, bunuh diri, dan pembunuhan.

Penyalahgunaan obat- obatan sangat beragam, tetapi yang paling banyak digunakan

adalah obat yang memiliki tempat aksi utama di susunan saraf pusat dan dapat

menimbulkan gangguan- gangguan persepsi, perasaan, pikiran, dan tingkah laku serta

pergerakan otot- otot orang ynag menggunakannya. Tujuan penyalahgunaan pada

umumnya adalah untuk mendapatkan perubahan mental sesaat yang menyenangkan. Efek

menenangkan sering dipergunakan untuk mengatasi kegelisahan, kekecewaan, kecemasan,

dorongan – dorongan yang terlalu berlebihan oleh orang yang lemah mentalnya atau belum

Morfin 12

Page 13: 112643398-MAKALAH-FARMAKOLOGI

matang kepribadiannya. Sedangkan efek merangsang sering dipakai untuk melancarkan

pergaulan, atau untuk suatu tugas, menambah gairah sex, meningkatkan daya tahan

jasmani. Penyalahgunaan obat dapat diketahui dari hal-hal sebagai berikut :

a) tanda- tanda pemakai obat

b) keadaan lepas obat

c) kelebihan dosis akut

d) komplikasi medik ( penyulit kedoktearn )

e) komplikasi lainnya (sosial, legal, dsb).

11. Gambaran Forensik

Pemeriksaan Barang Bukti Hidup Pada Kasus Pemakai Morfin

Kasus keracunan merupakan kasus yang cukup pelik, karena gejala pada umumnya

sangat tersamar, sedangkan keterangan dari penyidik umumnya sangat minim. Hal ini, tentu

saja akan menyulitkan dokternya, apalagi untuk racun- racun yang sifat kerjanya

mempengaruhi sistemik korban. Akibatnya pihak dokter/ laboratorium akan terpaksa

melakukan pendeteksian yang sifatnya meraba- raba, sehingga harus melakukan banyak

sekali percobaan yang mana akan menambah biaya pemeriksaan. Untuk memudahkan

pemeriksaan, dilakukan pembagian kasus keracunan sebagai berikut:

Anamnesa dan Pemeriksaan fisik

Gejala klinis :

a) Pada umumnya sama dengan gejala klinis keracunan barbiturate; antara lain nausea,

vomiting, nyeri kepala, otot lemah, ataxia, suka berbicara, suhu menurun, pupil

menyempit, tensi menurun dan sianosis.

b) Pada keracunan akut : miosis, koma, dan respirasi lumpuh.

c) Gejala keracunan morfin lebih cepat nampak daripada keracunan opium.

d) Gejala ini muncul 30 menit setelah masuknya racun, kalau parenteral, timbulnya

hanya beberapa menit sesudah masuknya morfin.

Kesan-kesan Penggunaan Morfin

a) Mata hitam mengecil

b) Tekanan darah turun

c) Peredaran darah lambat

Morfin 13

Page 14: 112643398-MAKALAH-FARMAKOLOGI

d) Kurang selera makan

e) Sentiasa khayal

f) Pertuturan tidak nyata

Pemeriksaan Toksikologi Sebagai barang bukti :

1. Urin, cairan empedu dan jaringan tempat suntikan.

2. Darah dan isi lambung, diperiksa bila diperkirakan keracunannya peroral.

3. Nasal swab, kalau diperkirakan melalui cara menghirup.

4. Barang bukti lainnya.

Metode yang digunakan :

Dengan Thin Layer Chromatography atau dengan Gas Chromatography (Gas Liquid

Chromatography) Pada metode TLC, terutama pada keracunan peroral: barang bukti

dihidroliser terlebih dahulu sebab dengan pemakaian secara oral,morfin akan

dikonjugasikan terlebih dahulu oleh glukuronida dalam sel mukosa usus dan dalam hati.

Kalau tanpa hidrolisa terlebih dahulu, maka morfin yang terukur hanya berasal dari morfin

bebas, yang mana untuk mencari beberapa morfin yang telah digunakan, hasil pemeriksaan

ini kurang pasti.

Nalorfine Test. Penafsiran hasil test : Kadar morfin dalam urin, bila sama dengan 5

mg%, berarti korban minum heroin atau morfin dalam jumlah sangat banyak. Bila kadar

morfin atau heroin dalam urin 5-20 mg%, atau kadar morfin/heroin dalam darah 0,1-0,5 mg

%, berarti pemakaiannya lebih besar dosis lethalis. Permasalahan timbul bila korban

memakai morfin bersama dengan heroin atau bersama kodein. Sebab hasil metabolic

kodein, juga ada yang berbentuk morfin, sehingga morfin hasil metabolic narkotika tadi

berasal dari morfinnya sendiri dan dari kodein. Sebagai patokan dapat ditentukan, kalau

hasil metabolit morfinnya tinggi, sedang mensuplai morfin hanya sedikit, dapat dipastikan

korban telah mensuplai juga kodein cukup banyak.

Sebuah review dilakukan oleh Wiffen PJ dkk tentang penggunaan morfin oral untuk

nyeri kanker. Review yang dilaporkan dalam The Cochrane Database of Systematic

Reviews 2006 Issue 3 ini mengikutkan 55 studi (3061 subjek) yang memenuhi kriteria. Empat

belas studi membandingkan preparat oral sustained release morphine (MSR)

dengan immediate release morphine(MIR). Delapan studi membandingkan MSR dengan

Morfin 14

Page 15: 112643398-MAKALAH-FARMAKOLOGI

kekuatan yang berbeda. Sembilan studi membandingkan MSR oral dengan MSR rectal. Satu

studi masing-masing membandingkan: MSR tablet dengan MSR suspensi; MSR dengan

frekuensi dosis yang berbeda; MSR dengan non-opioid; MIR dengan non opioid; morfin oral

dengan morfin epidural; dan MIR dengan rute pemberian yang berbeda.

Hasil review memperlihatkan, morfin merupakan analgesik efektif untuk mengatasi

nyeri kanker. Pengurangan nyeri tidak berbeda untuk sediaan MSR dan MIR. MSR efektif

untuk dosis 12 atau 24 jam tergantung pada formulasinya. Efek samping umum dijumpai,

namun hanya 4% pasien yang menghentikan pengobatan karena tidak bisa menolerir.

12. Pengobatan

A. Darurat dan langkah-langkah dukungan

1. Mempertahankan jalan napas terbuka dan membantu ventilasi jika perlu. Administer

oksigen tambahan.

2. Perlakukan koma, kejang, hipotensi, dan noncardiogenic edema paru jika mereka

terjadi.

B. Spesifik obat dan penangkalnya.

1. Nalokson adalah antagonis opioid tertentu dengan tidak ada sifat agonis sendiri;

dosis besar dapat diberikan dengan aman. ). Ini adalah antagonis reseptor bertindak

pendek. 6-alfa-naloxol memiliki setengah-hidup lebih lama daripada naloxone.

Biasanya diberikan secara intravena (IV), subkutan (SC) atau intramuskular (IM).

Beberapa laporan menunjukkan bahwa pemberian IM dapat memperpanjang efek

dari naloxone. Biasanya diberikan oleh paramedis sebelum untuk pasien darurat.

Ada bukti bahwa efek depresan antagonizes pernapasan morfin hingga enam hours.

Dosis awal 0,4 mg biasanya IV / SC / IM. Hal ini dapat diulang sampai pasien

merespon. Beberapa studi telah mengindikasikan kisaran dosis total antara 2-6 mg

tergantung pada waktu paruh dari opioid termasuk dalam overdose.

a. Mengadministrasikan nalokson, 0,4-2 mg IV. Sebagai sedikit sebagai 0,2-0,4

mg biasanya efektif overdosis heroin. Ulangi dosis setiap 2-3 menit jika ada

tidak ada respon, sampai dosis total 10-20 mg jika overdosis opioid diduga

kuat.

Morfin 15

Page 16: 112643398-MAKALAH-FARMAKOLOGI

b. Perhatian: Durasi efek dari nalokson (1-2 jam) lebih pendek dari bahwa

opioid banyak. Oleh karena itu, tidak melepaskan pasien yang telah

terbangun setelah perawatan nalokson sampai setidaknya 3-4 jam telah

berlalu sejak dosis terakhir nalokson. Secara umum, jika diperlukan nalokson

untuk membalikkan opioid-koma, lebih aman untuk mengakui pasien

setidaknya 6-12 jam pengamatan.

2. Nalmefene (p 384) merupakan antagonis opioid dengan durasi yang lebih lama efek

(3-5 jam).

a. Nalmefene dapat diberikan dalam dosis 0,1-2 mg IV, dengan dosis

berulangsampai dengan 10-20 mg jika overdosis opioid diduga kuat.

b. Perhatian: Meskipun durasi nalmefene dari efek yang lebih lama

daripadanalokson, masih jauh lebih pendek dari durasi efek darimetadon. Jika

overdosis metadon dicurigai, pasien harusdiamati selama setidaknya 8-12 jam

setelah dosis terakhir nalmefene.

3. Natrium bikarbonat (p 345) mungkin efektif untuk perpanjangan Interval QRSatau

hipotensi yang terkait dengan keracunan propoxyphene.

C. Dekontaminasi

Racun Dan Obat Khusus: Pemeriksaan Dan Perawatan 243

a. Pra-rumah sakit. Mengadministrasikan arang aktif jika tersedia. Jangan

menginduksimuntah, karena potensi untuk mengembangkan lesu dan koma.

b. Rumah sakit. Administer arang aktif. Pengosongan lambung tidak perlujika arang

aktif dapat diberikan segera.

D. Peningkatan eliminasi.

Karena volume yang sangat besar distribusiopioid dan ketersediaan pengobatan

yang efektif cegah, tidak adaperan untuk prosedur penghapusan ditingkatkan.

Morfin 16

Page 17: 112643398-MAKALAH-FARMAKOLOGI

Pengobatan keracunan akut morfin dari konsumsi obat terdiri dari lavage lambung

prompt dengan larutan kalium permanganat (0,05 persen) dan kemudian dengan air dan

cairan untuk meningkatkan ekskresi urin. Pasien harus tetap nyaman. Saat terjadi analeptik

dan respirasi terganggu, pernapasan buatan dengan pemberian oksigen diperlukan . Hal ini

penting untuk mengosongkan kandung kemih jika pasien tidak berkemih secara spontan.

Pemberian subkutan atau intramuskular nalorphin hidroklorida dalam dosis dari 5 sampai 10

Morfin 17

Page 18: 112643398-MAKALAH-FARMAKOLOGI

mg mungkin bisa membantu dan harus diulang setiap sepuluh hingga lima belas menit.

Dalam keracunan berat dosis setinggi 40 mg mungkin diperlukan.

Pengobatan keracunan morfin kronis yaitu dengan penghentian obat. Hal ini

menghasilkan serangkaian gejala yang mencapai klimaks pada hari kedua dan ketiga dan

kemudian secara bertahap menjadi kurang ditandai sampai mereka absen setelah delapan

hari. Jika penghentian terjadi pada tahap awal, kelelahan, lemah dan suasana hati yang

depresif mungkin satu-satunya gejala. Dalam kecanduan berkepanjangan mereka biasanya

jauh lebih serius. Pasien menjadi mudah marah, coryza, menguap dan bersin, dan suara

serak. Dia menjadi gelisah, mungkin menderita kepanasan dan menggigil, gangguan

pencernaan fungsional (seperti penolakan makanan dan muntah-muntah dan diare yang

dapat menyebabkan dehidrasi serta keram di betis) dan nyeri otot, terutama di kaki, tapi

kadang-kadang juga di lengan dan perut. Dia mungkin menderita sakit kepala, neuralgia,

kelemahan ekstrim, tremor dan delirium yang dapat masuk ke dalam serangan manik akut.

Sesekali dia mungkin sangat mengkhawatirkan, tetapi dengan injeksi subkutan 10 mg

Morphin ia akan segera tenang.

Morfin 18

Page 19: 112643398-MAKALAH-FARMAKOLOGI

DAFTAR PUSTAKA

A. Farres, et, al. 2011. Illicit Opioid Intoxication: Diagnosis and Treatment. USA:

Libertas Academica, Substance Abuse: Research and Treatment. Web :

http://www.la-press.com.

Kent R. Olson, MD, FACEP, FACMT, FAACT. 2004. Poisoning &Drug Overdosefourth

edition. The McGraw-Hill Companies.United States of America

Halim Mubin A. : Panduan praktis Ilmu penyakit Dalam: Diagnosa dan Terapi, EGC,

Jakarta 2001 : 98-115

Panitia Pelantikan Dokter FK-UGM : Penatalaksanaan Medik, Senat Mahasiswa

Fak.Kedokteran UGM, Yogyakarta 1987 :18 22

Purnawan J., Atiek S.S, Husna A. : Kapita Seekta Kedokteran, Media Aesculapius,

Jakarta 1982: 185-198

Budavari, Susan. The Merck Index, 12th edition. Merck. 1996

Clark E.C.G. : Isolation and Identification of Drug, General Medical Counsil, London,

1969.

Drs. Y.P. Jokosuyuno, 1980, Masalah Narkotika dan Bahan Sejenisnya, Penerbitan

Yayasan Kanisius.

James Scorzelli, 1987, Drug Abuse- Preventions and Rehabilitations In Malaysia,

Universiti

Kebangsaan Malaysia.

LeCouteur P. and Burreson J. Napoleon’s Buttons: How 17 Molecules Changed

History. Penguin Putnam. 2003

Sudjono D, 1977, Narkotika dan Remaja, Penerbitan Alumni Bandung

Website: http://books.google.co.id/books?

id=QE1iRZmTD1cC&pg=PA230&lpg=PA230&dq=mekanisme+keracunan+morfin&sou

rce=bl&ots=wRNbUZn6pE&sig=UxPlJ-

FZIyWuVBAJMKM2DJQ15xU&hl=id&ei=xsyyTqTWMYKzrAeEyNzPAw&sa=X&oi=book

Morfin 19