4 step model

59
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Transportasi merupakan salah satu aspek pendukung vital dalam perkembangan suatu wilayah atau kota tertentu. Perkembangan sistem transportasi sering kali secara langsung akan diikuti dengan pertumbuhan aktivitas orang dan secara cepat akan membentuk pola fungsi lahan. Perkembangan aktivitas pada dimensi ruang yang berbeda- beda membutuhkan perangkat transportasi yang mampu memfasilitasi potensi pergerakan yang ada. Sistem transportasi yang baik membutuhkan proses perencanaa yang matang dengan mempertimbangkan banyak aspek di dalamnya agar sistem transportasi tersebut dapat beroperasi secara efektif dan efisien. Dalam perkembangannya saat ini, fenomena yang terjadi di Indonesia adalah ketika laju perkembangan wilayah jauh lebih cepat dibandingkan dengan pertumbuhan sistem transportasi yang disediakan. Ketika pertumbuhan pola aktivitas terjadi begitu cepat, tidak diimbangi dengan pertumbuhan sistem transportasi yaitu infrastruktur transportasi yang pada akhirnya menyebabkan pergerakan tidak dapat difasilitasi oleh sistem transportasi yang ada. Secara makro dapat dikatakan bahwa saat ini terjadi ketidakseimbangan antara penyediaan infrastruktur transportasi (supply) dengan jumlah pergerakan yang terjadi (demand) akibat dari pola aktivitas yang sudah sangat beragam. Permasalahan tersebut terjadi di wilayah yang menjadi fokus pembahasan dalam makalah ini yaitu di Jl. Dipatiukur, Kota Bandung. Ketika laju Analisis Four Step Model Kecamatan Coblong (Jl. Dipatiukur, Bandung) 1

Upload: nita-setiawati

Post on 06-Nov-2015

320 views

Category:

Documents


45 download

DESCRIPTION

perencanaan transportasi dengan menggunakan 4 step model di jalan dipatiukur bandung

TRANSCRIPT

BAB IPENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Transportasi merupakan salah satu aspek pendukung vital dalam perkembangan suatu wilayah atau kota tertentu. Perkembangan sistem transportasi sering kali secara langsung akan diikuti dengan pertumbuhan aktivitas orang dan secara cepat akan membentuk pola fungsi lahan. Perkembangan aktivitas pada dimensi ruang yang berbeda-beda membutuhkan perangkat transportasi yang mampu memfasilitasi potensi pergerakan yang ada. Sistem transportasi yang baik membutuhkan proses perencanaa yang matang dengan mempertimbangkan banyak aspek di dalamnya agar sistem transportasi tersebut dapat beroperasi secara efektif dan efisien. Dalam perkembangannya saat ini, fenomena yang terjadi di Indonesia adalah ketika laju perkembangan wilayah jauh lebih cepat dibandingkan dengan pertumbuhan sistem transportasi yang disediakan. Ketika pertumbuhan pola aktivitas terjadi begitu cepat, tidak diimbangi dengan pertumbuhan sistem transportasi yaitu infrastruktur transportasi yang pada akhirnya menyebabkan pergerakan tidak dapat difasilitasi oleh sistem transportasi yang ada. Secara makro dapat dikatakan bahwa saat ini terjadi ketidakseimbangan antara penyediaan infrastruktur transportasi (supply) dengan jumlah pergerakan yang terjadi (demand) akibat dari pola aktivitas yang sudah sangat beragam.

Permasalahan tersebut terjadi di wilayah yang menjadi fokus pembahasan dalam makalah ini yaitu di Jl. Dipatiukur, Kota Bandung. Ketika laju perkembangan wilayah Dago yang begitu cepat, dimana terjadi perubahan fungsi lahan secara signifikan dalam beberapa periode waktu terakhir menyebabkan potensi pergerakan yang timbul akibat dari perubahan pola aktivitas menjadi sangat tinggi. Ketika wilayah dago yang difasilitas oleh ruas jalan arteri Ir. H. Juanda memiliki potensi pergerakan yang tinggi terutama pada hari sabtu dan minggu, jalan-jalan penghubung yang berfungsi sebagai pengumpul potensi pergerakan tersebut juga mengalami peningkatan potensi pergerakan. Salah satu dari ruas jalan penghubung tersebut adalah ruas jalan Dipatiukur

Proses perencanaan guna menangani permasalahan transportasi tersebut mutlak dibutuhkan guna membuat strategi atau usaha-usaha penanganan yang tepat guna dan menimbulkan eksternalitas seminim mungkin. Dalam makalah ini akan dilakukan analisis perencanaan empat tahap atau yang sering disebut dengan istilah 4 Step Model guna mengidentifikasi terlebih dahulu unsur-unsur penyebab permasalahan transportasi yang terjadi di ruas jalan Dipatiukur.1.2 Rumusan Masalah

Beberapa masalah yang didapatkan dari hasil observasi dengan melakukan pengamatan dilapangan antara lain :a. Potensi pergerakan tinggi yang berasal dari Jl. Ir. H. Juanda yang menyebabkan sebaran pergerakan bergerak berasal dan menuju jalan-jalan sekitarnya salah satunya adalah Jl. Dipatiukur.b. Pertumbuhan pola aktivitas berupa fungsi lahan yang beragam antara lain pendidikan dan komersil menyebabkan potensi terjadinya bangkitan dan tarikan perjalanan menjadi tinggi.

1.3 Maksud dan Tujuan

Maksud dari penulisan makalah ini adalah guna mendapatkan rekomendasi penanganan permasalahan di ruas jalan Dipatiukur. Sedangkan tujuan dari penulisan makalah ini adalah guna mengidentifikasi :a. Bangkitan dan Tarikan Perjalananb. Distribusi Perjalananc. Pemilihan Moda Transportasi

BAB IILANDASAN TEORI

2.1 Perencanaan Transportasi

Transportasi sebagai suatu proses perpindahan orang dan barang dari satu tempat ke tempat yang lain dengan menggunakan berbagai moda atau alat angkut. Transportasi sebagai satu kesatuan elemen yang tidak dapat dipisahkan dari sistem aktivitas dan sistem pergerakan. Adanya pergerakan orang dan barang yang berpindah perlu difasilitasi dengan suatu sistem pelayanan yang memiliki karakteristik dan pola tertentu

Gambar 2.1 Hubungan Dasar (basic relations) Antara Sistem Transportasi Dengan Sistem Aktivitas dan Sistem Pergerakan

Adanya keterkaitan hubungan antara sistem transportasi dengan sistem aktivitas dan sistem kegiatan (Manheim, 1979), maka perlu adanya intervensi manusia dalam proses perencanaan transportasi yang dapat berupa pilihan teknologi yang digunakan, sistem jaringan (network), link, pilihan sarana transportasi (vehicle), sistem operasional dan kelembagaan. Perencanaan transportasi merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari perencanaan kota atau perencanaan daerah. Perencanaan dapat didefinisikan sebagai suatu proses menerus yang dilakukan secara bersama untuk memilih berbagai alternatif untuk mencapai tujuan tertentu pada masa mendatang dengan menggunakan sumber daya yang ada. Perencanaan transportasi merupakan proses yang dinamis dan harus tanggap terhadap perubahan tata guna lahan, keadaan ekonomi dan pola arus lalu lintas.

2.2 Perencanaan Model Empat Tahap ( Four Step Model)

Perencanaan transportasi merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari perencanaan kota atau perencanaan daerah. Perencanaan dapat sebagi suatu proses menerus yang dilakukan secara bersama untuk memilih berbagai laternatif untuk mencapai tujuan tertentu pada masa mendatang dengan menggunakan sumber daya yang ada. Perencanaan transportasi merupakan proses yang dinamis dan harus tanggap terhadap perubahan tat guna lahan, keadaan ekonomi dan pola arus lalu lintas. Perencanaan transportasi dipengaruhi secara langsung oleh ada tidaknya pengawasan atas pola dan sisitem kegiatan manusia, yang biasanya dicerminkan dengan pola tata guna lahan. Konsep perencanaan transportasi yang paling populer adalah Model Perencanaan Transportasi Empat Tahap ( Four Stape Transport Model), yang terdiri dari:a. Bangkitan dan tarikan pergerakan (Trip Generation)b. Distribusi pergerakan lalu lintas (Trip Distribution)c. Pemilihan Moda (Modal choice / modal Split)d. Pembebanan lalu lintas (Trip assigment)

Terdapat tahapan yang saling terkait yaitu:a. Membagi daerah studi yang akan di hitung kebutuhan perjalanan di masa yang akan datang menjadi zona-zona studi yang mewakilindan secara akurat dinyatakan dengan beberapa variabel (zoning) Menghitung jumlah bangkitan/ tarikan trip (perjalanan) dari/ke suatu zona (zona2). Tahap ini disebut Trip Generation Analisys Menghitung distribusi perjalanan yang disusun dalam Matriks Asal tujuan (MAT) ini adalah Trip Distribution Analysis Alokasikan berbagai perjalanan dalam sistem transportasi yang ada tahap ini adalah Modal Choice Analysis Identifikasikan/ bebankan pada jalur/ rute tertentu di setiap sistem transportasi yang akan dipilih oleh pejalan. Tahap Trip Assigment Analysis

TRIP GENERATIONLANDUSE SCENARIOTRIP DISTRIBUTIONMODAL SPLITTRAFFIC ASSIGMENTTRAFFICS

Gambar 2.2 Diagram Alur Four Step Model

a. Bangkitan dan Tarikan Pergerakan (Trip Generation)

Bangkitan perjalanan merupakan tahap awal dalam analisa Four Step Model yang bertujuan menghasilkan model hubungan yang mengkaitkan parameter tata guna lahan dengan jumlah pergerakan yang menuju suatu zona (trip production) atau jumlah pergerakan yang meninggalkan suatu zona (trip attraction). Zona asal dan tujuan pergerakan biasanya juga menggunakan istilah trip end.Tahapan ini biasanya menggunakan data berbasis zona untuk memodel besarnya pergerakan yang terjadi (trip production dan trip attraction), misalnya tata guna lahan, kepemilikan kendaraan (vehicle ownership number), populasi, jumlah pekerja, kepadatan penduduk, pendapatan dan moda transportasi yang digunakan. Hasil keluaran dari perhitungan bangkitan dan tarikan lalu lintas berupa jumlah kendaraan, orang atau angkutan barang per satuan waktu, misalnya kendaraan/ jamMetode yang digunakan dalam bangkitan yaitu:

1. Metode Faktor Pertumbuhan (Growth Factor)Metode faktor pertumbuhan memiliki karakteristik yang sangat simpel, membutuhkan data tahun dasar dan faktor inpasi yang dapat diandalkan untuk semua zona

Ti = Fi x tiRumus :

Dimana : Ti = Perkiraan Jumlah Trip ( trip production dan trip attraction) Fi = Faktor Pertumbuhan Ti = Jmlah trip eksisiting (trip production dan trip attraction)2. Metode rata- rata perjalanan (Trip Rate Method)Metode trip rate merupakan metode yang sederhana juga dengan asumsi trip rates konstan sepanjang tahun dan mengabaikan perubahan pada pembangkit pergerakan dan perubahan kebijaksanaan. Model yang populer adalah cross classification atau category analysis.

Pi = Tc x Hc Rumus :

Dimana: Pi : Estimasi trip production Tc : Rata-rata bangkitan pergerakan per keluarga pada kategori cHc : Jumlah keluarga dengan kategori c dan berlokasi pada zona i

Adapun tahapan atau prosedur yang harus dilakukan untuk memperoleh jumlah bangkitan pergerakan dengan menggunakan cross classification atau category analysis adalah sebagai berikut: Pilih parameter terkait (contoh: ukuran rumah tangga, kepemilikan kendaraan, income). Pada kasus ini dipilih parameter ukuran rumah tangga. Tentukan nilai kritis masing-masing parameter. Pada kasus ini ditentukan nilai kritisnya yaitu 2 struktur rumah tangga (household), 3 kepemilikan kendaraan (ownership car), 3 tingkat pendapatan (income level), sehingga matrix cross classification adalah 2x3x3 = 18 kategori. Prediksi jumlah rumah tangga pada setiap sel untuk masing-masing zona. Kalikan dengan trip rate pada sel yang berkesesuaian lalu jumlahkan seluruh hasilnya sehingga diperoleh total trips

Tabel 2.1 .Analisis Kategori Tingkat Pergerakan Untuk 18 Kategori Berdasarkan 3 Peubah (Household, Ownership Car, Income Level)Vehicle OwnershipHousehold SizeIncome Level

LowMediumHigh

0 33,43,73,8

44,95,05,1

1 35,27,38,0

46,98,310,2

2 35,88,110,0

47,211,812,9

3. Metode Statistik (Statistical Method)Model ke-3 yang digunakan untuk memperoleh bangkitan perjalanan adalah dengan menggunakan metode analisis regresi yang merupakan suatu model statistik untuk menunjukkan/menggambarkan bagaimana suatu variabel bebas (independent variable) dipengaruhi oleh variabel tidak bebas (dependent variable).Rumus :

Dimana : Y: Jumlah trip (dependent variable/variabel tidak bebas)X1 : Jumlah populasi

variable independent/variabel bebasX2 : Jumlah rumah tanggaX3: Jumlah kepemilikan kendaraanX4 : Jumlah rata-rata pendapatanModel regresi diasumsikan tetap dengan indikator variabel yang berpengaruh adalah jumlah populasi, jumlah rumah tangga, jumlah kepemilikan kendaraan, jumlah rata-rata pendapatan. Dari bentuk model persamaan regresi, adapt diketahui jumlah bangkitan pergerakan yang dihasilkan pada masa sekarang dan dapat diketahui pula jumlah bangkitan pergerakan pada masa yang akan datang (tahun rencana).

b. Sebaran Perjalanan (Trip Distribution Model)Sebaran Perjalanan (trip distribution) adalah bagian dari proses perencanaan transportasi 4 (empat) tahap yakni pengembangan dari bangkitan perjalanan (trip genaration). Sebaran perjalanan merupakan jumlah (banyaknya) perjalanan yang bermula dari suatu zona asal yang menyebar ke banyak zona tujuan atau sebaliknya jumlah (banyaknya) perjalanan/ yang datang mengumpul ke suatu zona tujuan yang tadinya berasal dari sejumlah zona Asal. Metode yang telah dikembangkan untuk menganalisa trip distribution terdiri dari 2 (dua) yaitu Metode konvensional dan metode tidak konvensional yang digambarkan melalui mariks asal-tujuan (MAT), dimana masing-masing metode tersebut terbagi lagi menjadi beberapa bagian seperti yang terlihat pada gambar di bawah ini:

Gambar. 2.3 Matrik Asal TujuanMatriks asal-tujuan (MAT) adalah matriks berdimensi dua yang berisi informasi mengenai besarnya pergerakan antar lokasi (zona) di dalam daerah tertentu. Baris menyatakan zona asal dan kolom menyatakan zona tujuan, sehingga sel matriks-nya menyatakan besarnya arus dari zona asal ke zona tujuan. Dalam hal ini notasi Tid menyatakan besarnya arus pergerakan (kendaraan, penumpang dan barang) yang bergerak dari zona asal i ke zona tujuan d selama selang waktu tertentu.Jumlah zona dan nilai setiap sel matriks adalah dua unsur penting dalam MAT karena jumlah zona menunjukkan banyaknya sel MAT yang harus didapatkan dan berisi informasi yang sangat dibutuhkan untuk perencanaan transportasi. Setiap sel membutuhkan informasi jarak, waktu dan biaya atau kombinasi ketiga informasi tersebut yang digunakan sebagai ukuran aksesibilitas dan merupakan generalised cost concept, dimana cost diinterpretasikan sebagai bentuk pengorbanan

Metode AnalogiMetode ini berasumsi bahwa pola pergerakan pada saat sekarang dapat diproyeksikan ke masa mendatang dengan menggunakan tingkat pertumbuhan zona yang berbeda-beda dengan persamaan sebagi berikut:

Tid = tid. E

Tid = Pergerakan pada masa mendatang dari zona asal i zona tujuan dtid = Pergerakan pada masa sekarang dari zona asal i zona tujuan dE = tingkat pertumbuhan

Metode analogi dapat dikelompokkan menjadi 3 (tiga) kelompok utama, yaitu metode tanpa batasan, metode dengan satu batasan dan metode dengan dua batasan. Urutan pengembangannya secara kronologis adalah metode seragam (uniform), metode batasan bangkitan, metode batasan tarikan, metode rata-rata, metode fratar, metode detroit dan metode furness.

Tabel. 2.2 Metode AnalogiNoMetodeUraianPersamaan

1.AverageMetode ini menggunakan tingkat pertumbuhan yang berbeda-beda untuk setiap zona yang dapat dihasilkan dari peramalan tata guna lahan dan bangkitan lalu lintas.

2.FratarMetode ini memiliki asumsi dasar, yaitu:a) Sebaran pergerakan dari zona asal pada masa mendatang sebanding dengan sebaran pergerakan masa sekarang.b) Sebaran pergerakan pada masa mendatang dimodifikasi dengan nilai tingkat pertumbuhan zona tujuan pergerakan. Modifikasi ini mempertimbangkan adanya pengaruh lokasi tempat tujuan yang berbanding terbalik dari rata-rata daya tarik tempat tujuan.

3.DetroitMetode ini hampir mirip dengan metode rata-rata dan fratar, tetapi memiliki asumsi bahwa walaupun jumlah pergerakan dari zona i meningkat sesuai dengan tingkat pertumbuhan Ei, pergerakan ini harus juga disebarkan ke zona d sebanding dengan Ed dibagi dengan tingkat pertumbuhan global (E).

4.FurnessMetode ini sering digunakan dalam perencanaan transportasi pada saat sekarang karena metode ini sangat sederhana dan mudah digunakan. Sebaran pergerakan pada masa mendatang didapatkan dengan mengalikan sebaran pergerakan pada saat sekarang dengan tingkat pertumbuhan zona asal atau zona tujuan yang dilakukan secara bergantian.

Berdasarkan deskripsi dari masing-masing metode yang digunakan untuk menganalisa trip distribution dan hasil perolehan matriks asal-tujuan (MAT) eksisting, maka dilakukan iterasi (pengulanagn) pada MAT tersebut agar pergerakan di masa mendatang terdistribusi secara merata sehingga diperoleh MAT baru.

Metode SintetisMetode sintesis (interaksi spasial) yang paling terkenal dan sering digunakan adalah model gravity (GR) karena sangat sederhana sehingga mudah dimengerti dan digunakan. Model ini menggunakan konsep gravity yang diperkenalkan oleh Newton pada tahun 1686 yang dikembangkan dari analogi hukum gravitasi.Metode ini berasumsi bahwa ciri bangkitan dan tarikan pergerakan berkaitan dengan beberapa parameter zona asal, misalnya populasi dan nilai sel MAT yang berkaitan juga dengan aksesibilitas (kemudahan) sebagai fungsi jarak, waktu ataupun biaya (F(Cid) atau dikenal dengan generalized cost.

Fid = G . mi . md d2id Rumus:

Tabel 2.3 Metode GravityNoMetode GravityUraianPersamaan

1.UCGR (Uniform Constrain Gravity)Model ini bersifat tanpa-batasan yakni model tidak diharuskan menghasilkan total yang sama dengan total pergerakan dari dan ke setiap zona yang diperkirakan oleh tahap bangkitan pergerakan.Ai = 1 untuk seluruh i dan Bd = 1 untuk seluruh d

2.PCGR(Production Constrain Gravity)Model ini bersifat production constrain, dimana total pergerakan global hasil bangkitan pergerakan harus sama dengan total pergerakan yang dihasilkan dengan permodelan, akan tetapi tarikan pergerakan tidak perlu sama.Bd = 1 untuk seluruh d dan

untuk seluruh i

3.ACGR(Attraction Constrain Gravity)Model ini bersifat attraction constrain, dimana total pergerakan global hasil tarikan pergerakan harus sama dengan total pergerakan yang dihasilkan dengan permodelan, akan tetapi bangkitan pergerakan tidak perlu sama.Ai = 1 untuk seluruh i dan untuk seluruh d

4.DCGR(Double Constrain Gravity)Model ini bersifat dua-batasan, dimana bangkitan dan tarikan pergerakan harus selalu sama dengan yang dihasilkan oleh tahap bangkitan pergerakan.

Pada model gravity ini hanya diketahui jumlah trip production dan trip attraction dan belum diketahui sebaran pergerakan untuk masing-masing zona yaitu pergerakan internal maupun eksternal. Untuk itu metode ini mencari distribusi pergerakan dengan menggunakan fungsi hambatan adalah waktu tempuh perjalanan.

c. Pilihan Moda transportasi (Moda Choice/Moda Split)Tahap ini menurut sebagian ahli perencanaan transportasi, dianggap sebagai tahap terpenting dalam perencanaan transportasi dan sekaligus juga merupakan tahap tersulit. Tahap pilihan moda transportasi merupakan pengembangan dari tahap model asal tujuan (sebaran perjalanan) dan bangkitan perjalanan, karena pada tahap ini menentukan jumlah perjalanan ke masing-masing zona asal tujuan dan menentukan jumlah perjalanan yang menggunakan berbagai bentuk alat angkut (moda transportasi) untuk suatu asal tujuan tertentu. Pemilihan moda sangat sulit dimodelkan, walaupun hanya dua buah moda yang akan digunakan (angkutan umum atau angkutan pribadi). Hal ini disebabkan karena banyak faktor yang sulit dikuantifikasi seperti kenyamanan, kemanan, keandalan dan lainnya.

Untuk mendapatkan hasil perhitungan jumlah pelaku perjalanan yang menggunakan dua atau lebih moda transportasi yang betul- betul proposional, dilakukan beberapa tahapan analisis, yaitu: Tahap Pertama, mengidentifikasikan beberapa faktor (variabel) yang diasumsikan berpengaruh secara berarti terhadap perilaku pelaku perjalanan (trip maker behavior) dalam menjatuhkan pilihan alternatif alat angkutan yang dipakai untuk bepergian Memodelkan nilai kepuasan (utility) si pelaku perjalanan untuk beberapa pilihan alternatif alat angkutan yang dipakai melalui model analisis regresi linear buat mendapatkan angka kepuasan (nilai utilitas) menggunakan masing-masing moda angkutan. Memodelkan peluang (probabilitas/opportunity) masing- masing alternatif pilihan moda nagkutan yang akan dipakai melalui beberapa model pilihan moda angkutan yang akan dipakai melalui beberapa model pilihan moda angkutan seperti binary model di antaranya logit biner, probit, multinominal logit atau Gunarson ( Aktiva dan Lerman, 1985) dengan cara mengeksponen nilai kepuasan masing-masing moda angkutan yang sudah didapatkan pada tahapan kedua Yang terakhir barulah didapati angka porsi (dalam %) peluang atau pangsa pasar masing-masing moda angkutan untuk dipilih dari sejumlah calon pengguna moda tertentu sebagai perkiraan (estimation) serta angka mutlaknya.

Model Sintetis

Tabel 2.4 Mode Choice (model sintetis)

NoMetodeUraianRumus

1Trip Interchange Model SplitModel ini mengalikasikan sejumlah perjalanan ke berbagai moda transportasi pilihan setelah total pelaku perjalanan bergerak di antara zona yang ada (angka sebaran perjalanan dialokasikan ke berbagai moda transportasi alternatif)

(T1id /Tid)

Sebagai fungsi dari selisih waktu atau selisih biaya perjalanan antara moda 1 dengan moda lainnya

2Trip End Model SplitMenghitung persentase perjalanan dari total pelaku perjalanan untuk suatu moda tertentu dan dari zona tertentu serta tujuan perjalanan tertentu pulaY = a +b1 logX1 + b2log X2 +b3x3 +b4 x4 +b5x5 +b6x6+b7x7

3Combine Distribution Modal SplitProses pemilihan moda dilakukan pada tahapan menghitung bangkitan pergerakan, disini pergerakan angkutan umum langsung dipisahkan dengan angkutan pribadi kemudian setiap moda dianalisis secara terpisah selama tahapan proses permodalan =

Tabel 2.5 Model Permintaan LangsungNoMetodeUraianRumus

1Model ASRCMenaksir keburtuhan sebagai fungsi perkalian dari paubah aktivitas dan soasial ekonomi untuk setiap pasangan zona dan atribut tingkat pelayanan dari setiap moda transportasi yang melayaninyaTidk = k (PiPd)01(IiId)O2() ()

2Model SimultanModel yang memperhitungkan jumlah perjalanan antar pasangan zona menurut moda- moda yang ada tetapi tidak memberikam indikasi mengenai rute yang terpilih. Model ini berasumsi bahwa pada setiap pasangan zona asal-tujuan hanya tersedia satu rute untuk semua moda Tidm =k. f (.).g(.).h(.)

Tidm =jumlah perjalanan antara zona i dan dK = konstantaf (.) = fungsi karakteriatik ekonomig (.) = fungsi hambatan perjalananh (.) = fungsi sebaran moda

Tabel 2.5 Model Pilihan DiskritNoMetodeUraianRumus

1Model Logit BinerModel ini hanya untuk pilihan 2 (dua) moda transportasi alternatif (moda i dan j)P (i) = =

P (i) = Probalitas (%)peluang moda i untuk dipilih

xin, xjn = Nilai parameter atau nilai kepuasan menggunakan moda i dan moda j e = eksponensial

2Model Probit (Binary probit)Model untuk 2 (dua) alternatif akan tetapi menekankan untuk menyamakan peluang individu untuk memilih moda 1 (satu)P1 = (Gk)

P1 = Peluang moda 1 untuk dipilih (x) = Kumulatif standar normalGk = nilai manfaat moda 1

3Model Multi Nominal Logit (MNL)Pilihan yang dihadapi oleh konsumen dalam model ini cukup banyak (lebih dari 2 pilihan)P(i) =Dimana:P(i) = Peluang moda i untuk dipilihUi = Nilai manfaat menggunakan moda iUjn = Sejumlah nilai manfaat moda-moda selain moda i (moda j1...jn)

BAB IIIGAMBARAN UMUM

3.1 Identifikasi Pembagian Zona

Kecamatan Coblong merupakan salah satu Kecamatan dari 30 kecamatan yang berada di Kota Bandung dengan luas wilayah 743,3 Ha yang terdiri dari 6 kelurahan dengan luas wilayah sebagai berikut:

Tabel 3.1 Luas Wilayah Per KelurahanNOKELURAHANLuas Wilayah (Ha)

1CIPAGANTI34

2LEBAK SILIWANGI100

3DAGO258

4LEBAK GEDE101,3

5SEKELOA117

6SADANG SERANG133

JUMLAH743,3

Batas Wilayah Kecamatan Coblong: : Sebelah utara : Kecamatan Cimenyan Kabupaten Bandung Sebelah Timur: Kecamatan Cibeunying Kaler Sebelah Selatan : Kecamatan Bandung Wetan Sebelah Barat: Kecamatan Sukajadi dan Kecamatan Cilandap

Gambar 3.1 Peta Kecamatan Coblong

Kecamatan Coblong mempunyai wilayah pengembangan jasa wisata belanja, antara lain Jalan Cihampelas yang dikenal sebagai dunia jeans dan jalan Dago dengan Factory Outlet (FO), dan juga terdapat dua perguruan tinggi negeri di Kota Bandung dengan prasarana dan tingkat aksesibilitas tinggi. Kecamatan Coblong merupakan kawasan campuran dengan berbagai fungsi lahan yaitu sebagai fungsi komersial, fungsi pemukiman dan fungsi pendidikan dan kemudian kecamatan Coblong dibagi dalam 6 zona berdasarkan wilayah administrasinya:

6643Kel.Lebak SiliwangiKel. Lebak Gede21Legenda: : Zona Komersial : Zona Pemukiman;Kel. CipagantiKel. Sadang SerangKel. SekeloaKel.Dago

3.2 Data-data Umum Tiap Zona

Kecamatan Coblong memiliki jumlah penduduk total sebanyak 130.024 jiwa, yang terdiri dari laki-laki 68.324 jiwa dan perempuan 61.700 Jiwa. Jumlah Kepala Keluarga (KK) di Kecamatan Coblong saat ini mencapai sekitar 46.860 KK. Berdasarkan data kependudukan dari kecamatan pada tahun 2012 yang bersumber Coblong Dalam Angka, Badan Pusat Statistik Kota Bandung yang dilihat dari segi kepadatan penduduk sebesar 2,75 jiwa per hektar dan dilihat dari pertumbuhan penduduk, intensitas populasinya terus bertambah dari waktu ke waktu.

Tabel 3.2 Jumlah Penduduk Per KelurahanNOKELURAHANJumlah Penduduk (orang)

1CIPAGANTI12.220

2LEBAK SILIWANGI4.821

3DAGO38.772

4LEBAK GEDE15.239

5SEKELOA30.389

6SADANG SERANG27.359

JUMLAH130.024

Tabel 3.3 Tabel Jumlah RT dan RW pada Kecamatan Coblong

NOKELURAHANJumlah RTJumlah RW

1CIPAGANTI537

2LEBAK SILIWANGI256

3DAGO10413

4LEBAK GEDE6413

5SEKELOA8815

6SADANG SERANG13021

BAB IVANALISIS FOUR STEP MODEL

4.1 Trip Generation (bangkitan/tarikan perjalanan)

Dalam proses empat tahapan perencanaan transportasi, identifikasi Trip Generation merupakan tahapan awal yang harus dilakukan yang bertujuan guna mengidentifikasi besaran perjalanan yang terjadi pada suatu wilayah. Dalam tahapan ini terdapat dua unsur perjalanan yang terdiri dari Trip Attraction (tarikan perjalanan) dan Trip Generation yang dapat diilustrasikan seperti gambar di bawah ini.

Menurut Juan de dios Ortuzar dan Luis G. Willumsen dalam bukunya yang berjudul Modelling Transport mendefinisikan : Trip Generation merupakan total perjalanan yang diproduksi oleh suatu rumah tangga dalam satu kawasan atau zona tertentu yang diklasifikasikan menjadi 2 kategori yaitu perjalanan berbasis rumah tangga (home base) dan perjalanan tidak berbasis rumah tangga (non-home base). Trip Attraction merupakan total perjalanan non-home akhir dari tujuan perjalanan.

Beberapa faktor yang dapat mempengaruhi Trip Generation antara lain income, car ownership, family size, household structure, value of land, residential density, dan accessibility. Adapun beberapa metode pendekatan yang dapat digunakan guna mengidentifkasi jumlah bangkitan dan tarikan perjalanan dalam suatu wilayah tertentu antara lain Growth Factor Methods, Trip Rates Methods, Category Analysis, dan Statistical Methods. Namun pada penulisan makalah ini, metode yang digunakan dalam tahapan Trip Generation ini yaitu Growth Factor dan Trip Rate Methods.

a. Growth Factor MethodsMetode pendekatan ini telah digunakan sejan tahun 1950 yang digunakan untuk meramalkan total pergerakan yang dihasilkan oleh suatu zona sebagai fungsi hubungan linier dari parameter-parameter yang ada. Persamaan dasar dari rumusan perhitungan sebagai berikut.

Ti = Fi.ti

Dimana Ti adalah pergerakan di masa yang akan datang, ti adalah pergerakan pada masa sekarang, sedangkan Fi adalah faktor pertumbuhan yang erat kaitannya dengan peubah populasi (P), pendapatan (I), dan kepemilikan kendaraan (C). Fungsi dari variabel tersebut dapat dilihat pada persamaan di bawah ini.

Guna mendapatkan bangkitan dan tarikan perjalanan pada wilayah studi yang dalam hal ini adalah Kecamatan Coblong, Kota Bandung, dimana telah dilakukan pembagian zona sebelumnya berdasarkan batas administrasi Kelurahan.

Tabel 4.1 Bangkitan Perjalanan Kecamatan CoblongZONAKELURAHANoi (org/hari)FiOi (org/hari)

1DAGO2581.83473

2SEKELOA2101.32277

3SEDANG SERANG 2371.52361

4LEBAK GEDE1620.91147

5LEBAK SILIWANGI1871.21227

6CIPAGANTI2061.42292

Berdasarkan data diatas dapat diketahui faktor pertumbuhan yang dapat mempengaruhi besaran bangkitan dan tarikan perjalanan di masa yang akan datang dengan pertimbangan jumlah rumah tangga di masing-masing Kelurahan yang memiliki kendaraan maupun yang tidak memiliki kendaraan. Diketahui bahwa kelurahan Dago merupakan wilayah yang berpotensi memiliki bangkitan perjalanan tertinggi dengan tingkat pertumbuhan sebesar 1,83 yaitu sebesar 473 perjalanan orang/hari.

Tabel 4.2 Tarikan Perjalanan Kecamatan CoblongZONAKELURAHANdi (org/hari)FiDi (org/hari)

1DAGO3421.83627

2SEKELOA1891.32249

3SEDANG SERANG 2151.52327

4LEBAK GEDE1570.91143

5LEBAK SILIWANGI1731.21210

6CIPAGANTI1841.42261

Dapat diketahui besaran tarikan perjalanan terbesar terdapat di kelurahan Dago dengan tingkat pertumbuhan 1,83 yaitu sebesar 627 perjalanan orang/hari. Dalam metode pendekatan ini, pergerakan yang dihasilkan di masa yang akan datang cenderung menjadi lebih tinggi apabila dibandingkan dengan metode pendekatan perkalian jumlah rumah tangga yang ada terhadap rata-rata jumlah bangkitan dan tarikan yang bergerak secara konstan. Oleh sebab itu, metode ini lebih cocok digunakan dalam meramalkan pergerakan eksternal yang masuk ke dalam suatu wilayah yang memiliki jumlah pergerakan cenderung lebih sedikit.

b. Trip Rate Methods

Metode trip rate digunakan untuk mengidentifikasi jumlah bangkitan dan tarikan perjalanan berdasarkan jumlah perjalanan rata-rata per rumah tangga dengan asumsi rata-rata perjalanan konstan sepanjang waktu. Model ini popular denganmenggunakan dua pendekatan yaitu cross classification dan category analysis. Jumlah bangkitan perjalanan dengan menggunakan metode Trip Rate di Kecamatan Coblong, Kota Bandung dapat dilihat pada tabel dibawah ini.

Analisis Four Step Model Kecamatan Coblong (Jl. Dipatiukur, Bandung) 38

NoKategori (OW, HH, IL)18 Kategori Tingkat PergerakanTabel 4.3 Bangkitan Perjalanan dengan Metode Trip RateHH Zona 1Total Bangkitan Pergerakan Zona 1HH Zona 2Total Bangkitan Pergerakan Zona 2HH Zona 3Total Bangkitan Pergerakan Zona 3HH Zona 4Total Bangkitan Pergerakan Zona 4HH Zona 5Total Bangkitan Pergerakan Zona 5HH Zona 6Total Bangkitan Pergerakan Zona 6

10, 3, Low (3,4)3.4723.826.80310.2413.6620.4

20, 3, Medium (3,7)3.7622.213.7622.21244.413.727.4

30, 3, High (3,8)3.8415.20519415.2726.6415.2

40, 4, Low (4,9)4.9419.600734.3839.20

50, 4, Medium (5)542031521094500

60, 4, High (5,1)5.1420.4210.2630.600525.5

71, 3, Low (5,2)5.2526526736.40946.8210.4

81, 3, Medium (7,3)7.3321.90429.20429.2536.5

91, 3, High (8)854021608640972

101, 4, Low (6,9)6.9213.8641.4213.8534.500

111, 4, Medium (8,3)8.318.301299.6758.1866.40

121, 4, High (10,2)10.2440.8771.4330.60330.6661.2

13 2, 3, Low (5,8)5.8529211.6740.60423.2211.6

14 2, 3, Medium (8,1)8.1216.2972.900756.7540.5

15 2, 3, High (10)101104404402200550

16 2, 4, Low (7,2)7.2214.4750.4428.8321.600

17 2, 4, Medium (11,8)11.8447.2559335.40559111.8

18 2, 4, High (12,9)12.9225.8000564.5338.7

JUMLAH BANGKITAN PERJALANAN (org/hari)414.6424.4436.2347.3459.5401.2

Berdsarkan tabel diatas dapat diketahui bahwa jumlag bangkitan perjalanan terbesar terdapat pada Kelurahan Lebak Siliwangi (Zona 5). Hal ini dikarenakan banyaknya jumlah rumah tangga yang masuk dalam kategori tinggi dan menghasilkan Trip Rate yang besar, sehingga kelurahan ini dapat menghasilkan jumlah bangkitan perjalanan sebesar 459 perjalanan orang/hari.

Sebagai data dasar yang digunakan dalam tahapan perencanaan selanjutnya, jumlah bangkitan perjalanan dengan menggunakan pendekatan Growth Factor yang digunakan dalam analisis tahapan selanjutnya.

4.1 Trip Distribution (Distribusi Perjalanan)

Pada tahapan Trip Generation telah diketahui jumlah bangkitan maupun tarikan yang dihasilkan dari suatu zona yang ada. Kemudian setelah bangkitan dan tarikan tersebut diketahui, langkah selanjutnya adalah dengan mengidentifikasi pola distribusi bangkitan dan tarikan perjalanan dari satu zona ke zona lain. Dalam tahapan ini, model yang biasa digunakan terbagi menjadi dua jenis yaitu model analogi dan model sintesis. Pada prinsipnya kedua jenis model tersebut digunakan dalam dua kasus yang berbeda. Model analogi biasa digunakan dalam melakukan updating data matriks asal tujuan yang telah ada sebelumnya, seedangkan model sintetis digunakan ketika hanya jumlah bangkitan perjalanan saja yang diketahui tanpa adanya pola distribusi dari satu zona ke zona lainnya. Dalam penulisan makalah ini, pola sebaran perjalanan di Kecamatan Coblong diketahui dengan menggunakan kedua pendekatan tersebut.

a. Model Analogi Dua Batasan ( Metode Rata-rata)Metode ini digunakan dikarenakan tingkat pertumbuhan di masing-masing kelurahan, Kecamatan Coblong berbeda-beda sehingga metode ini cocok digunakan pada studi kasus makalah ini. Data distribusi perjalanan eksisting dapat dilihat pada tabel di bawah ini.

Tabel 4.4 Distribusi Perjalanan Kecamatan Coblong (metode average)O/D123456oiOiEi

11549743845372584731.8330

24754232928292102771.3171

39614203721492373611.5228

44025371529161621470.9082

52137472130311872271.2146

612310141720222062921.4199

dd3421892151571731841260

Dd6272493271432102611817

Ed1.83301.31711.52280.90821.21461.41991.4

O/D123456oiOiEi

140891504877724774730.9923

28866322432382802770.9892

319118293326693663610.9865

4522034821141491470.9887

53843621632392292270.9910

620911181321262972920.9843

dd6182473251412082591797

Dd6272493271432102611817

Ed1.01491.00851.00811.00971.00941.01061.0111

Distribusi perjalanan didapatkan dengan melakukan proses pengulangan data (kalibrasi) sebanyak Sembilan (9) kali. Dapat dilihat pada tabel kedua merupakan tabel pada proses iterasi ke Sembilan yang menghasilkan rasio antara jumlah bangkitan dan tarikan eksisting (oi) terhadap jumlah bangkitan dan tarikan di masa yang akan datang (Oi) mendekati angka 1. Dapat diketahui bahwa bangkitan perjalanan terbesar terjadi dari zona 6 (Kelurahan Cipaganti) menuju zona 1 (Kelurahan Dago) yaitu sebesar 209 perjalanan per hari.

Dua Batasan ( Metode Detroit)Metode ini menggunakan asumsi bahwa walaupun jumlah pergerakan dari zona I meningkat sesuai dengan tingkat pertumbuhan Ei, pergerakan juga harus disebarkan ke zona d sebanding dengan Ed. Hasil distribusi perjalanan di Kecamatan Coblong dengan menggunakan metode Detroit dapat dilihat pada tabel di bawah ini.

Tabel 4.5 Distribusi Perjalanan Kecamatan Coblong (metode detroit)O/D123456oiOiEi

11549743845372584731.83

24754232928292102771.32

39614203721492373611.52

44025371529161621470.91

52137472130311872271.21

612310141720222062921.42

dd3421892151571731841260

Dd6272493271432102611817

Ed1.831.321.520.911.211.421.44

O/D123456oiOiEi

142881494675724734731.0000

28865312431382772771.0000

319018293225683613611.0000

4502033822141471471.0000

53742611632382272271.0000

620611171320262932921.0000

dd6132433201392062561777

Dd6272493271432102611817

Ed1.02271.02241.02241.02251.02251.02251.0225

Dari tabel diatas dapat dilakukan perbandingan antara metode Detroit dan metode Average menghasilkan pola distribusi perjalanan yang hampir sama, dimana jumlah perjalanan terbesar terjadi dari zona asal 6 (kelurahan cipaganti) menuju zona tujuan 1 (kelurahan Dago) yaitu sebsar 206 perjalanan orang/hari.

Dua Batasan ( Metode Furness)Pada metode ini, sebaran pergerakan pada masa mendatang didapatkan dengan mengalikan sebaran pergerakan pada saat ini dengan tingkat pertumbuhan zona asal atau zona tujuan yang dilakukan secara bergantian. Ditribusi perjalanan di Kecamatan Coblong dengan menggunakan pendekatan Furness dapat dilihat pada tabel dibawah ini.

Tabel 4.6 Distribusi Perjalanan Kecamatan Coblong (metode furness)O/D123456oiOiEi

11549743845372584731.83

24754232928292102771.32

39614203721492373611.52

44025371529161621470.91

52137472130311872271.21

612310141720222062921.42

dd3421892151571731841260

Dd6272493271432102611817

Ed1.831.321.520.911.211.421.44

O/D123456oiOiEi

142881494775724734731.0000

28865312431382772770.9998

319018293225683613610.9995

4502033822141471470.9998

53742601632382272270.9999

620611171320262922920.9994

dd6132443201402052551777

Dd6272493271432102611817

Ed1.02221.02221.02221.02221.02221.02221.0222

Metode ini menghasilkan distribusi perjalanan yang hampir sama dengan dua metode sebelumnya. Dapat diketahui perjalanan terbesar terjadi dari zona asal 6 (kelurahan cipaganti) menuju zona tujuan 1 (kelurahan Dago) yaitu sebsar 206 perjalanan orang/hari. Angka ini menunjukkan angka yang sama dari metode yang sebelumnya digunakan yaitu metode Detroit.

b. Model SintesisModel sintesis yang paling sering digunakan adalah model Gravity, karena sangat sederhana dan mudah untuk digunakan. Pada prinsipnya model ini menggunakan konsep gravity yang dikembangkan oleh Newton pada tahun 1686 dari analogi hokum gravitasi. Metode ini berasumsi bahwa cirri bangkitan dan tarikan pergerakan berkaitan dengan beberapa parameter zona asal seperti populasi dan nilai MAT yang berkaitan dengan aksesibilitas sebagai fungsi jarak, waktu, ataupun biaya. Model sintetis gravity terbagi atas beberapa metode pendekatan yaitu Unconstrain Methods, Production Constrain Methods, Attraction Constrain Methods, dan Double Constrain Methods.

Unconstrain Methods (UCGR)Total pergerakan yang dihasilkan harus sama dengan total pergerakan yang diperkirakan dari tahapan bangkitan pergerakan. Model tidak diharuskan menghasilkan total pergerakan yang sama ke setiap zona yang diperkirakan oleh tahap bangkitan pergerakan.

Tabel 4.7 Distribusi Perjalanan Kecamatan Coblong (metode UCGR)O/D123456Oi

1473

2277

3361

4147

5227

6292

Dd627249327143210261

Data Jarak

O/D123456

1152535304020

2251517131927

3351715443629

4301344152520

5401936251527

6202729202715

O/D123456oiOiEiAi

134350241810875314730.891

27480865645253652770.761

33685137311272993611.211

4245232413271431471.031

51444111455211582271.441

612925272922883212920.911

dd6193362881441552751817

Dd6272493271432102611817

Ed1.010.741.140.991.350.951

Bd111111

Berdasarkan data diatas dimana persyaratan dari metode ini yaitu total pergerakan yang dihasilkan model harus sama dengan total pergerakan yang diharapkan yaitu sebesar 1817 perjalanan orang/hari, dimana perjalanan terbesar terjadi pada zona asal 6 (kelurahan Cipaganti) menuju zona tujuan 1 (kelurahan Dago) yaitu sebesar 129 perjalanan/hari.

Production Constrain Methods (PCGR)Dalam model ini, total pergerakan baik bangkitan maupun tarikan total harus sama dengan dengan total pergerakan yang dihasilkan dari pemodelan. Tabel distribusi perjalanan dengan menggunakan metode PCGR dapat dilihat pada tabel dibawah ini.

Tabel 4.8 Distribusi Perjalanan Kecamatan Coblong (metode PCGR)O/D123456Ai

1141211074360.0046

25256603932180.0039

319467426150.0062

4326843217360.0053

5123891247180.0074

68617181914590.0047

Bd111111

O/D123456oiOiEiAi

130545221687747347310.0046

256606542341927727710.0039

3431031654133336136110.0062

42553325142814714710.0053

520631520793022722710.0074

6117232527208129229210.0047

dd5663472951331682671777

Dd6272493271432102611777

Ed1.110.721.111.071.250.981

Bd111111

Dapat dilihat bahwa total perjalanan yang berasal dari setiap zona selalu memiliki besaran yang sama dengan total perjalanan yang dibangkitkan yang dari hasil tahapan bangkitan perjalanan. Pergerakan terbesar terjadi dari zona 6 (kelurahan Cipaganti) menuju zona 1 (kelurahan Dago) yaitu sebsar 117 perjalanan orang/hari.

Attraction Constrain (ACGR)Total perjalanan harus sama dan juga tarikan perjalanan yang didapat dengan pemodelan harus sama dengan hasil tarikan perjalanan yang diinginkan. Distribusi perjalanan Kecamatan coblong dengan menggunakan medote Attraction Constrain dapat dilihat pada tabel di bawah ini.

Tabel 4.9 Distribusi Perjalanan Kecamatan Coblong (metode ACGR)O/D123456Ai

11063915249651

22362517642191

3116681510201

474023312201

543461951151

64020164020661

Bd0.00520.00380.00590.00510.00700.0049

O/D123456oiOiEiAi

134737281713825254730.901

27559985561243722770.741

33663155315262983611.211

4243842418261341471.101

51433121475201662271.361

613119312929843232920.911

dd6272493271432102611817

Dd6272493271432102611817

Ed1111111

Bd0.00520.00380.00590.00510.00700.0049

Dapat terlihat bahwa total pergerakan yang dihasilkan model harus sama dengan total pergerakan yang dihasilkan dari tahapan bangkitan perjalanan. Terlihat juga bahwa total pergerakan yang menuju ke setiap zona asal selalu sama dengan total pergerakan yang tertarik, contoh pada zona zona 1, nilai dd sama dengan Dd yaitu sebesar 627 perjalanan orang/hari. Metode ini menghasilkan pola distribusi yang hampir sama dengan metode sebelumnya, dimana perjalanan terbesar terjadi dari zona kelurahan Cipaganti menuju zona Kelurahan Dago yaitu sebesar 131 perjalanan orang/hari.

Double Constrain Methods (PACGR)Dalam pendekatan ini bangkiran dan tarikan perjalanan harus sama dengan yang dihasilkan pada tahapan bangkitan perjalanan. Proses pengulangan atau kalibrasi dilakukan secara bergantian baris dan kolom yang menghasilkan hasil akhir yang sama. Hasil distribusi dengan metode double constrain dapat dilihat pada tabel dibawah ini.

ITERASIA1A2A3A4A5A6B1B2B3B4B5B6

11111110.00520.00380.00590.00510.00700.0049

20.90120.74421.21071.10131.36440.90670.00570.00350.00570.00550.00670.0050

30.85320.74051.23341.09791.39090.87280.00590.00350.00570.00560.00680.0051

40.82890.73081.22491.07961.37210.85260.00600.00350.00580.00570.00690.0052

50.81130.71831.20661.05991.34820.83560.00610.00360.00590.00580.00700.0053

60.79570.70541.18561.04031.32360.81990.00630.00370.00600.00590.00720.0054

70.78080.69241.16411.02111.29930.80460.00640.00370.00610.00600.00730.0055

80.76640.67971.14271.00231.27530.78970.00650.00380.00620.00610.00740.0057

90.75220.66711.12160.98381.25180.77510.00660.00390.00630.00620.00760.0058

100.73830.65481.10090.96561.22870.76080.00670.00390.00640.00630.00770.0059

110.72470.64271.08060.94781.20600.74680.00690.00400.00660.00650.00790.0060

120.71130.63081.06070.93031.18370.73300.00700.00410.00670.00660.00800.0061

130.69820.61921.04110.91311.16190.71950.00710.00420.00680.00670.00820.0062

140.68530.60781.02190.89621.14040.70620.00730.00420.00690.00680.00830.0063

150.67260.59651.00300.87971.11940.69310.00740.00430.00710.00700.00850.0064

160.66020.58550.98450.86341.09870.68030.00750.00440.00720.00710.00860.0066

170.64800.57470.96630.84751.07840.66780.00770.00450.00730.00720.00880.0067

180.63600.56410.94840.83191.05850.65540.00780.00460.00750.00740.00900.0068

190.62430.55370.93090.81651.03900.64330.00800.00470.00760.00750.00910.0069

200.61280.54350.91370.80141.01980.63150.00810.00470.00780.00760.00930.0071

Tabel 4.10 Distribusi Perjalanan Kecamatan Coblong (metode PACGR)

Terlihat pada iterasi ke 20 nilai Ai pada setiap i dan nilai Bd pada setiap d tidak lagi mengalami perubahan atau telah mencapai konvergensi. Dengan nilai Ai dan Bd yang telah konvergen untuk kemudian dapat diketahui tabel distribusi yang dapat dilihat pada tabel di bawah ini.

Tabel 4.11 Tabel Akhir Distribusi Perjalanan Kecamatan Coblong (metode PACGR)O/D123456oiOiEi

133128231611734824730.98

26440704544192822770.98

351632103003283611.10

4303842919301501470.98

522411621102292312270.98

612815262725772982920.98

dd6272253491412012271771

Dd6272493271432102611777

Ed1.001.110.941.011.051.151.004

Diketahui bahwa total perjalanan eksisting dan yang diramalkan hampir mendekati atau memiliki rasio hampir sama dengan 1, artinya distribusi perjalanan ke setiap sel zona asala dan tujuan telah didistribusikan dengan baik. Pergerakan terbesar terjadi dari zona 6 menuju zona 1 yaitu sebesar 128 perjalanan orang/hari. Apabila dilakukan perbandingan terhadap metode distribusi sebelumnya, besaran pola sebaran atau distribusi perjalanan menghasilkan besaran yang hampir atau bahkan sama. Namun dari beberapa metode yang dilakukan tentunya memiliki kelebihan dan kekurangan masing-masing. Penggunaan metode perhitungan yang berbeda dengan mempertimbangkan karakteristik wilayah yang akan dikaji.

4.1 Mode Choice (Pemilihan Moda)

Pemilihan moda sangat sulit dimodelkan, walaupun hanya dua buah moda yang akan digunakan (angkutan umum atau angkutan pribadi). Hal ini disebabkan karena banyak faktor yang sulit dikuantifikasi seperti kenyamanan, kemanan, keandalan dan ketersediaan kendaraan pada saat diperlukan. Pengambilan keputusan untuk menggunakan moda tertentu sangat dipengaruhi oleh faktor sesuai dengan ciri pengguna jalan, misalnya : ketersediaan atau kepemilikan kendaraan, pemilikan SIM, pendapatan serta keharusan penggunakan moda ke tempat kerja atau keperluan mengantar anak ke sekolah (Tamin, 2003). Selain pengaruh dari faktor itu pemilihan juga dipengaruhi oleh faktor-faktor lain yaitu waktu perjalanan, biaya transportasi, ketersediaan ruang dan besarnya tarif parkir, kenyamanan dan keamanan sehingga pemilihan transportasi ini menjadi sangat penting dalam perencanaan transportasi. Pada kasus kecamatan Coblong berdasarkan data yang diperoleh melalui pengamatan tim survey maka metode yang digunakan untuk menganalisa pemilihan moda adalah dengan menggunakan model logit biner. Model logit biner digunakan untuk memodel pemilihan moda yang terdiri dari dua alternatif moda saja, dimana terdapat dua jenis model yang sering digunakan, yaitu model selisih dan model nisbah yang dapat diselesaikan dengan menggunakan metode penaksiran regresi-linear. Parameter yang digunakan sebagai penentu utama adalah biaya perjalanan dan waktu tempuh.

Pemilihan antara model logit-biner-selisih dan model logit-biner-nisbah dalam pemilihan moda sangat ditentukan oleh persepsi seseorang membandingkan biaya perjalanan atau waktu tempuh dalam memilih moda yang akan digunakan. Terdapat perbedaan biaya perjalanan dengan menggunakan angkutan umum dan angkutan pribadi.

Biaya perjalanan untuk angkutan pribadi adalah besarnya biaya yang dikenakan kepada setiap penumpang kendaraan satu kali melakukan perjalanan dari titik asal ke titik tujuan perjalanan, nilai waktu seseorang dalam angkutan umum serta nilai menunggu angkutan umum tersebut. Biaya perjalanan angkutan pribadi adalah biaya pemakaian bahan bakar yang dikeluarkan untuk meklakukan satu kali perjalanan, nilai waktu di dalam atau menggunakan kendaraan untuk melakukan satu kali perjalanan (Tamin, 2003).

Dalam kasus Kecamatan Coblong terdapat 5 (lima) zona Asal dengan notasi A, B, C, D, E, F dan 6 (enam) zona tujuan dengan notasi 1, 2, 3, 4, 5,6 sehingga diperoleh 25 pasangan antarzona. Dengan menggunakan metode penaksiran regresi linear, diperoleh persamaan regresi yang merupakan fungsi dari biaya perjalanan sebagai berikut:Cost Function (C) = V1 (Fares) + 2.5 V2 (Travel Time) + 3.5 V3 (Wait Time) + 4.5 V4 (Parking)Dimana:V1= Biaya/ongkos (dalam satuan uang)V2= Waktu tempuh perjaalanan (dalam satuan menit)V3= Waktu menunggu kendaraan (dalam satuan menit)V4= Biaya parkir kendaraan (dalam satuan uang)

Dari persamaan tersebut di atas, dibedakan cost function antara angkutan pribadi dengan angkutan umum, sebagai berikut:

Cost Angkutan Pribadi: V1 + 2,5 V2 + 3,5 V3 + 4,5 V4Cost Angkutan Umum: V1 + 2,5 V2 + 3,5 V3 (angkutan umum tanpa ada biaya parkir)Nilai waktu V2 diasumsikan 2,5 satuan uang/menit dan nilai waktu V3 diasumsikan 3,5 satuan uang/menit. Nilai waktu menunggu diasumsikan dua kali nilai waktu selama berada di dalam kendaraan (hal ini karena manusia pada hakikatnya tidak suka menunggu). Waktu menunggu angkutan pribadi lebih kecil dari angkutan umum sedangkan waktu menunggu angkutan umum diasumsikan sama dengan 15 menit.Sesuai dengan persamaan di atas, maka tahap selanjutnya adalah melakukan perhitungan cost yang dikeluarkan antara menggunakan moda angkutan umum dan angkutan pribadi sesuai dengan persamaan di atas dan asumsi yang digunakan, sehingga diperoleh hasil sebagaimana tabel berikut ini.

Tabel 4.12 Persentase Pemilihan Moda Antara Angkutan Pribadi Dengan Angkutan UmumO/D PAIRSAngkutan PribadiCost-Pribadi (V1 + 2,5 V2 + 3,5 V3 + 4,5 V4)Angkutan UmumCost-Umum (V1 + 2,5 V2 + 3,5 V3)% Moda Angkutan Pribadi% Moda Angkutan Umum

ASALTUJUANV1(fares)V2(Travel Time)V3(Waiting Time)V4(Parking)V1(fares)V2(Travel Time)V3(Waiting Time)

A155403373323330121507525

A27057727358,54520121376040

A325291225252212512125,56337

A42532520212,5242512128,55545

A53037521234,52720121197129

A640401021269,5332112127,56634

B155451227331373415174,55743

B2705915304054441151996040

B32531720217302015132,55545

B425341015212,5283015155,55545

B530415162222021151257327

B64040516229,53121151365941

C15545422280,5222510119,55842

C230555202751720101025346

C32535315190,520171097,56545

C43545725284,52330101335344

C54558518288,5383510160,55935

C67060821342,55538101855632

D155451030337,5203217159,56040

D27062625358,51615171136337

D325307272462515171226634

D42525333246,5212017130,55644

D53027515182,51715171146238

D64038517229171617116,56337

E15540819268,5202110107,56733

E270661022369372510134,56040

E32525512159242710126,56337

E42521715169,516191098,55941

E530301014203152310107,56436

E64034717226101810907238

F15529911208,52220121147525

F27050916298,53330121507723

F325264101492622121236931

F42538121221615131289,56535

F5303861420915151294,56535

F640421010225101212827030

Tabel 4.13 Perhitungan Cost Function Moda Angkutan Umum dan Angkutan Pribadi Dengan Model Logit-BinerNOCOSTCOSTC p - C uP(Pribadi)(1-p)/pLn(1-p)/p

ANGKUTAN PRIBADIANGKUTAN UMUM( X )( Y )

13321501820,750,33-1,10

2358,5137221,50,60,67-0,41

3252125,5126,50,630,59-0,53

4212,5128,5840,550,82-0,20

5234,5119115,50,710,41-0,90

6269,5127,51420,660,52-0,66

7331174,5156,50,570,75-0,28

84051992060,60,67-0,41

9217132,584,50,550,82-0,20

10212,5155,5570,550,82-0,20

11222125970,730,37-0,99

12229,513693,50,590,69-0,36

13280,5119,51610,580,72-0,32

142751021730,530,89-0,12

15190,597,5930,650,54-0,62

16284,5133151,50,530,89-0,12

17288,5160,51280,590,69-0,36

18342,5185157,50,560,79-0,24

19337,5159,51780,60,67-0,41

20358,5113245,50,630,59-0,53

212461221240,660,52-0,66

22246,5130,51160,560,79-0,24

23182,511468,50,620,61-0,49

24229116,5112,50,630,59-0,53

25268,5107,51610,670,49-0,71

26369134,5234,50,60,67-0,41

27159126,532,50,630,59-0,53

28169,598,5710,590,69-0,36

29203107,595,50,640,56-0,58

30226901360,720,39-0,94

31208,511494,50,750,33-1,10

32298,5150148,50,770,30-1,21

33149123260,690,45-0,80

3421689,5126,50,650,54-0,62

3520994,5114,50,650,54-0,62

36225821430,70,43-0,85

Total9.238,54.580,54.658-19,62

Berdasarkan metode analisis regresi linear dengan menggunakan model logit-biner-selisih dapat diketahui bahwa penggunaan moda angkutan umum lebih efisien dari segi biaya yang dikeluarkan oleh pengguna, dimana terdapat selisih yang signifikan sebesar 4.658 (dalam satuan uang) antara penggunaan angkutan pribadi dengan biaya yang dikeluarkan sebesar 9.238,5 (dalam satuan uang) dan angkutan umum dengan biaya sebesar 4.580,5 (dalam satuan uang). Pada analisa pemilihan moda pada makalah ini hanya dilakukan perhitungan berdasarkan cost function yang dikeluarkan pengguna, tidak dilakukan perhitungan secara terperinci mengenai persentase minat masyarakat terhadap angkutan umum maupun angkutan pribadi atau dengan istilah analisa model logit biner antara dua moda yang dipilih.

BAB VKESIMPULAN DAN REKOMENDASI

5.1 Kesimpulan

Beberapa kesimpulan yang dapat diambil dari makalah yang berjudul Analisis Four Step Model Kecamatan Sekeloa (Jl. Dipatiukur, Kota Bandung) antara lain :a. Permasalahan transportasi di Kecamatan Sekeloa khususnya di ruas jalan Dipatiukur adalah adanya pengaruh fungsi lahan yang menyebabkan pola pergerakan perjalanan tinggi dari dan menuju wilayah tersebut.b. Identifikasi permasalahan transportasi dilakukan dengan melakukan proses perencanaan empat tahap (4 step model) yang terdiri dari bangkitan dan tarikan perjalanan (Trip Generation), distribusi perjalanan (Trip Distribution), pemilihan moda (Mode Choice), dan pembebanan lalu lintas (Trip Assignment).c. Pada penulisan makalah ini tahapan yang dilalui hanya sampai pada tahap mode choice.d. Pebagian zona wilayah studi berdasarkan batas adminisrasi kelurahan di Kecamatan Coblong yaitu sebanyak 6 kelurahan yaitu Kelurahan Dago, Kelurahan Sekeloa, Kelurahan Sedang Serang, Kelurahan Lebak Gede, Kelurahan Lebak Siliwangi, dan Kelurahan Cipaganti.e. Tahapan bangkitan perjalanan dengan menggunakan beberapa metode pendekatan seperti Growth Factor maupun Trip Rate menghasilkan bangkitan perjalanan tertinggi terjadi pada zona 1 yaitu kelurahan Dago sebesar 258 perjalanan orang/hari.f. Tahapan distribusi perjalanan dengan menggunakan beberapa metode yang ada menghasilkan perjalanan tertinggi terjadi dari zona asal 6 (kelurahan Cipaganti) menuju zona 1 (kelurahan Dago) yaitu sebesar, Metode Average = 209 perjalanan orang/hari ; Metode Detroit = 206 perjalanan orang/hari; Metode Furness = 206 perjalanan orang/hari; UCGR = 129 perjalanan orang/hari; PCGR = 117 perjalanan orang/hari; ACGR = 131 perjalanan orang/hari; PACGR = 128 perjalanan orang/hari.g. Tahapan mode choice menghasilkan penggunaan moda angkutan umum lebih efisien dengan mempertimbangkan beberapa parameter seperti biaya dan waktu perjalanan dimana terdapat selisih yang cukup signifikan sebesar 4.658 (dalam satuan ruang) dari segi biaya.

5.2 Rekomendasi

Rekomendasi yang disarankan guna menangani permasalahan lalu lintas melalui tahapan perencanaan empat tahap antara lain :a. Metode pendekatan perencanaan empat tahap harus mempertimbangkan karakteristik dari suatu wilayah tertentu, hal ini dikarena masing-masing pendekatan pada metode analisis memiliki kekurangan dan kelebihan masing-masing.b. Dilakukan proses perencanaan empat tahap dengan lingkup yang lebih luas dalam arti lingkup jaringan suatu kawasan atau kota.c. Karena dalam makalah ini lingkup penulisan hanya membahas sampai dengan tahapan mode choice, disarankan untuk melanjutkan proses tahapan akhir yaitu Trip Assignment.