(705878069) chapter ii_7(1)

28
Universitas Sumatera BAB 2 DEMAM BERDARAH DENGUE 2.1 Definisi Demam dengue/DF dan demam berdarah dengue/DBD (dengue haemorrhagic fever/DHF) adalah penyakit infeksi yang disebabkan oleh virus dengue dengan manifestasi klinis demam, nyeri otot dan/atau nyeri sendi yang disertai lekopenia, ruam, limfadenopati, trombositopeniadan diathesis hemoragik. Pada DBD terjadi perembesan plasma yang ditandai oleh hemokonsentrasi (peningkatan hematokrit) atau penumpukan cairan di rongga tubuh. Sindrom renjatan dengue (dengue shock syndrome) adalah demam berdarah dengue yang ditandai oleh renjatan/syok (Suhendro, Nainggolan, Chen, 2006). 2.2. Etiologi Demam dengue dan demam berdarah dengue disebabkan oleh virus dengue, yang termasuk dalam genus Flavivirus, keluarga Flaviviridae. Flavivirus merupakan virus dengan diameter 30nm terdiri dari asam ribonukleat rantai tunggal dengan berat molekul 4 x 10 6 . Terdapat 4 serotipe virus tipe yaitu DEN-1, DEN-2, DEN-3, dan DEN-4 yang semuanya dapat menyebabkan demam dengue atau demam berdarah dengue keempat serotype ditemukan di Indonesia dengan DEN-3 merupakan serotype

Upload: elizabethpurba

Post on 14-Apr-2016

3 views

Category:

Documents


0 download

DESCRIPTION

LTM

TRANSCRIPT

Page 1: (705878069) Chapter II_7(1)

Universitas Sumatera

BAB 2

DEMAM BERDARAH DENGUE

2.1 Definisi

Demam dengue/DF dan demam berdarah dengue/DBD (dengue

haemorrhagic fever/DHF) adalah penyakit infeksi yang disebabkan oleh virus

dengue dengan manifestasi klinis demam, nyeri otot dan/atau nyeri sendi yang

disertai lekopenia, ruam, limfadenopati, trombositopeniadan diathesis hemoragik.

Pada DBD terjadi perembesan plasma yang ditandai oleh hemokonsentrasi

(peningkatan hematokrit) atau penumpukan cairan di rongga tubuh. Sindrom

renjatan dengue (dengue shock syndrome) adalah demam berdarah dengue yang

ditandai oleh renjatan/syok (Suhendro, Nainggolan, Chen, 2006).

2.2. Etiologi

Demam dengue dan demam berdarah dengue disebabkan oleh virus dengue,

yang termasuk dalam genus Flavivirus, keluarga Flaviviridae. Flavivirus merupakan

virus dengan diameter 30nm terdiri dari asam ribonukleat rantai tunggal dengan

berat molekul 4 x 106.

Terdapat 4 serotipe virus tipe yaitu DEN-1, DEN-2, DEN-3, dan DEN-4 yang

semuanya dapat menyebabkan demam dengue atau demam berdarah dengue

keempat serotype ditemukan di Indonesia dengan DEN-3 merupakan serotype

terbanyak. Terdapat reaksi silang antara serotype dengue dengan Flavivirus lain

seperti Yellow fever, Japanese encephalitis dan West Nile virus (Suhendro, Nainggo

lan, Chen).

Page 2: (705878069) Chapter II_7(1)

Universitas Sumatera

2.3. Epidemiologi

Demam berdarah dengue tersebar di wilayah Asia Tenggara, Pasifik Barat

dan Karibia. Indonesia merupakan wilayah endemis dengan sebaran di seluruh

wilayah tanah air. Insiden DBD di Indonesia antara 6 hingga 15 per 100.000

penduduk (1989 hingga 1995); dan pernah meningkat tajam saat kejadian luar

biasa hingga 35 per

100.000 penduduk pada tahun 1998, sedangkan mortalitas DBD cenderung

menurun hingga mencapai 2% pada tahun 1999.

Penularan infeksi virus dengue terjadi melalui vektor nyamuk genus Aedes

(terutama A. aegypti dan A. albopictus). Peningkatan kasus setiap tahunnya

berkaitan dengan sanitasi lingkungan dengan tersedianya tempat perindukan

bagi nyamuk betina yaitu bejana yang berisi air jernih (bak mandi, kaleng bekas

dan tempat penampungan air lainnya).

Beberapa faktor diketahui berkaitan dengan peningkatan transmisi virus

dengue yaitu :

1) Vektor : perkembang biakan vektor, kebiasaan menggigit, kepadatan vektor di

lingkungan, transportasi vektor dilingkungan, transportasi vektor dai satu

tempat ke tempat lain;

2) Pejamu : terdapatnya penderita di lingkungan/keluarga, mobilisasi dan paparan

terhadap nyamuk, usia dan jenis kelamin;

3) Lingkungan : curah hujan, suhu, sanitasi dan kepadatan penduduk (WHO,

2000).

Page 3: (705878069) Chapter II_7(1)

Universitas Sumatera

2.4. Patogenesis

Patogenesis terjadinya demam berdarah dengue hingga saat ini masih

diperdebatkan.

Berdasarkan data yang ada, terdapat bukti yang kuat bahwa mekanisme

imunopatologis berperan dalam terjadinya demam berdarah dengue dan sindrom

renjatan dengue.

Respon imun yang diketahui berperan dalam pathogenesis DBD adalah :

a) Respon humoral berupa pembentukan antibody yang berparan dalam proses

netralisasi virus, sitolisis yang dimeasi komplemen dan sitotoksisitas yang

dimediasi antibody. Antibody terhadap virus dengue berperan dalam

mempercepat replikasi virus pad monosit atau makrofag. Hipotesis ini disebut

antibody dependent enhancement (ADE);

b) Limfosit T baik T-helper (CD4) dan T sitotoksik (CD8) berepran dalam respon

imun seluler terhadap virus dengue. Diferensiasi T helper yaitu TH1 akan

memproduksi interferon gamma, IL-2 dan limfokin, sedangkan TH2

memproduksi IL-4, IL-5, IL-6 dan IL-10;

c) Monosit dan makrolag berperan dalam fagositosis virus dengan

opsonisasi antibodi. Namun proses fagositosis ini menyebabkan

peningkatan replikasi virus dan sekresi sitokin oleh makrofag;

d) Selain itu aktivitasi komplemen oleh kompleks imun

menyebabkan terbentuknya C3a dan C5a.

Page 4: (705878069) Chapter II_7(1)

Universitas Sumatera

Secondary heterologus dengue infections

Virus replication Anamnestic antibody response

Virus antibody complex

Platelet aggregation Coagulation activation Complement activation

Impaired platelet Platelet factor Plasminfunction III release Activated Hagemen Anaphylatoxi

Platelet removal by RES

Consumptive Klinin

Thrombocytopeni KiniClotting factors Vascular permeablity

Excessive FDPShock

Gambar 2.1. Hipot esis secondary heterologus infections (Sumber: Suvatt 1977- dikutip dari Sumarmo, 1983).

Halstead pada tahun 1973 mengajukan hipotesis secondary heterologous

infection yang menyatakan bahwa DHF terjadi bila seseorang terinfeksi ulang virus

dengue dengan tipe yang berbeda. Re-infeksi menyebabkan reaksi anamnestik

antibodi sehingga mengakibatkan konsentrasi kompleks imun yang tinggi.

Kurang dan Ennis pada tahun 1994 merangkum pendapat Halstead dan

peneliti lain; menyatakan bahwa infeksi virus dengue menyebabkan

aktivasi makrofag yang me-fagositosis kompleks virus-antibody non netralisasi

sehingga virus bereplikasi di makrofag. Terjadinya infeksi makrofag oleh

virus dengue menyebabkan aktivasi T helper dan T sitotoksik sehingga diprosuksi

limfokin dan interferon gamma. Interferon gamma akan mengaktivasi monosit

sehingga disekresi

Page 5: (705878069) Chapter II_7(1)

Universitas Sumatera

berbagai mediator inflamasi seperti TNF-α, IL-1, PAF (platelet activating factor), IL-

6 dan histamine yang mengakibatkan terjadinya disfungsi sel endotel dan

terjadi kebocoran plasma. Peningkatan C3a dan C5a terjadi melalui aktivasi oleh

kompleks virus-antibodi yang juga mengakibatkan terjadinya kebocoran plasma.

Trombositopenia pada infeksi dengue terjadi melalui mekanisme :

1) Supresi sumsum tulang, dan

2) Destruksi dan pemendekan masa hidup trombosit.

Gambaran sumsum tulang pada fase awal infeksi (<5 hari)

menunjukkan keadaan hiposeluler dan supresi megakariosit. Setelah keadaan nadir

tercapai akan terjadi peningkatan proses hematopoiesis termasuk megakariopoiesis.

Kadar tromobopoietin dalam darah pada saat terjadi trombositopenia justru

menunjukkan kenaikan, hal ini menunjukkan terjadinya stimulasi tromobositopenia.

Destruksi trombosit terjadi melalui pengikatan fragmen C3g, terdapatnya antibody

VD, konsumsi trombosit selama proses koagulopati dan sekuestrasi di perifer.

Gangguan fungsi trombosit terjadi melalui mekanisme gangguan pelepasan ADP,

peningkatan kadar b-tromoboglobulin dan PF4 yang merupakan petanda degranulasi

tromobosit.

Koagulopati terjadi sebagai akibat interaksi virus dengan endotel yang

menyebabkan disfungsi endotel. Berbagai penelitian menunjukka n

terjadinya koagulopati konsumtif pada demam berdarah dengue stadium III dan IV.

Aktivasi koagulasi pada demam berdarah dengue terjadi melalui aktivasi jalur

ekstrinsik (tissue factor pathway). Jalur intrinsik juga berperan melalui aktivasi

factor Xia namun tidak melalui aktivasi kontak (kalikrein C1-inhibitor complex)

(Price, Wilson,

2006).

Page 6: (705878069) Chapter II_7(1)

Universitas Sumatera

Dengue virus infection

Asymptomatic Symptomatic

Undifferentiated Dengue fever Dengue haemorrhagicfever syndrome fever

No shock Dengue shockWithout With unusual syndrome

haemorrhage haemorrhage

Dengue fever Dengue haemorrhagic fever

Gambar 2.2. Manifestasi klinis infeksi virus dengue (Sumber : Monograph on

Dengue/Dengue Haemorrahgic fever, WHO 1983)

2.5. Manifestasi klinis dan perjalanan penyakit

Manifestasi klinis infeksi virus dengue dapat bersifat asimtomatik, atau dapat

berupa demam yang tidak khas, demam dengue, demam berdarah dengue atau

sindrom syok dengue (SSD).

Pada umumnya pasien mengalami fase demam 2-7 hari, yang diikuti oleh

fase kritis selam 2-3 hari. Pada waktu fase ini pasien sudah tidak demam, akan tetapi

mempunyai risiko untuk terjadi renjatan jika tidak mendapat pengobatan tidak

adekuat (Kabra, Jain, Singhal, 1999).

Page 7: (705878069) Chapter II_7(1)

Universitas Sumatera

2.6. Pemeriksaan penunjang

2.6.1. Laboratorium

Pemeriksaan darah yang rutin dilakukan untuk menapis pasien tersangka

demam dengue adalah melalui pemeriksaan kadar hemoglobin, hematokrit, jumlah

trombosit dan hapusan darah tepi untuk melihat adanya limfositosis relative disertai

gambaran limfosit plasma biru.

Diagnosis pasti didapatkan dari hasil isolasi virus dengue (cell culture)

ataupun deteksi antigen virus RNA dengue dengan teknik RT-PCR (Reserve

Transcriptase Polymerase Chain Reaction), namun karena teknik yang lebih rumit,

saat ini tes serologis yang mendeteksi adanya antibody spesifik terhadap

dengue berupa antibody total, IgM maupun IgG.

Parameter Laboratoris yang dapat diperiksa antara lain :

• Leukosit: dapat normal atau menurun. Mulai hari ke-3 dapat

ditemui limfositosis relative (>45% dari total leukosit) disertai adanya limfosit

plasma biru (LPB) > 15% dari jumlah total leukosit yang pada fase syok akan

meningkat.

• Trombosit: umumnya terdapat trombositopenia pada hari ke 3-8.

• Hematokrit: Kebocoran plasma dibuktikan dengan ditemukannya peningkatan

hematokrit ≥ 20% dari hematokrit awal, umumnya dimulai pada hari ke-

3 demam.

• Hemostasis: Dilakuka n pemeriksaan PT, APTT, Fibrinogen, D-Dimer,

atau FDP pada keadaan yang dicurigai terjadi perdarahan atau kelainan

pembekuan darah.

• Protein/albumin: Dapat terjadi hipoproteinemia akibat kebocoran plasma.

• SGOT/SGPT (serum alanin aminotransferase): dapat meningkat.

• Ureum, Kreatinin: bila didapatkan gangguan fungsi ginjal.

Page 8: (705878069) Chapter II_7(1)

Universitas Sumatera

• Elektrolit: sebagai parameter pemantauan pemberian cairan.

• Golongan darah: dan cross macth (uji cocok serasi): bila akan

diberikan transfusi darah atau komponen darah.

• Imuno serologi dilakukan pemeriksaan IgM dan IgG terhadap dengue.

IgM: terdeksi mulai hari ke 3-5, meningkat sampai minggu ke-3,

menghilang setelah 60-90 hari.

IgG: pada infeksi primer, IgG mulai terdeteksi pada hari ke-14, pada

infeksi sekunder IgG mulai terdeteksi hari ke-2.

• Uji III: Dilakuka n pengambilan bahan pada hari pertama serta saat pulang

dari perawatan, uji ini digunakan untuk kepentingan surveilans. (WHO, 2006)

2.6.2. Pemeriksaan radiologis

Pada foto dada didapatkan efusi pleura, terutama pada hemitoraks kanan

tetapi apabila terjadi perembesan plasma hebat, efusi pleura dapat dijumpai pada

kedua hemitoraks. Pemeriksaan foto rontgen dada sebaiknya dalam posisi lateral

dekubitus kanan (pasien tidur pada sisi badan sebelah kanan). Asites dan efusi pleura

dapat pula dideteksi dengan pemeriksaan USG. (WHO, 2006)

2.7. Diagnosis

Masa inkubasi dalam tubuh manusia sekitar 4-6 hari (rentang 3-14

hari), timbul gejala prodormal yang tidak khas seperti : nyeri kepala, nyeri tulang

belakang dan perasaan lelah.

2.7.1. Demam Dengue (DD).

Merupakan penyakit demam akut selama 2-7 hari, ditandai dengan dua atau

lebih manifestasi klinis sebagai berikut:

• Nyeri kepala.

• Nyeri retro-oebital.

• Mialgia / artralgia.

Page 9: (705878069) Chapter II_7(1)

Universitas Sumatera

• Ruam kulit.

• Manifestasi perdarahan (petekie atau uji bending positif).

• Leukopenia.

dan pemeriksaan serologi dengue positif, ayau ditemukan pasien DD/DBD

yang sudah dikonfirmasi pada lokasi dan waktu yang sama.

2.7.2. Demam Berdarah Dengue (DBD).

Berdasarkan kriteria WHO 1997 diagnosis DBD ditegakkan bila semua hal

ini di bawah ini dipenuhi :

• Demam atau riwayat demam akut, antara 2-7 hari, biasanya bifasik.

• Terdapat minimal satu dari manifestasi perdarahan berikut :

- Uji bendung positif.

- Petekie, ekimosis, atau purpura.

- Perdarahan mukosa (tersering epistaksis atau perdarahan gusi),

atau perdarahan dari tempat lain.

- Hematemesis atau melena.

• Trombositopenia (jumlah trombosit <100.000/ul).

• Terdapat minimal satu tanda-tanda plasma leakage (kebocoran plasma)

sebagai berikut :

- Peningkatan hematokrit >20% dibandingkan standar sesuai dengan umur

dan jenis kelamin.

- Penurunan hematokrit >20% setelah mendapat terapi cairan,

dibandingkan dengan nilai hematokrit sebelumnya.

- Tanda kebocoran plasma seperti : efusi pleura, asites atau hipoproteinemia.

Dari keterangan di atas terlihat bahwa perbedaan utama antara DD dan DBD

adalah pada DBD ditemukan adanya kebocoran plasma. (WHO, 1997)

Page 10: (705878069) Chapter II_7(1)

Universitas Sumatera

2.8. Diagnosis Banding

Diagnosis banding perlu dipertimbangkan bilamana terdapat kesesuaian

klinis dengan demam tiroid, campak, influenza, chikungunya dan leptospirosis.

Sindrom Syok Dengue (SSD).

Seluruh kr iteria di atas untuk DBD disertai kegagalan sirkulasi

dengan manifestasi nadi yang cepat dan lemah, tekanan darah turun (≤ 20 mmHg),

hipotensi dibandingkan standar sesuai umur, kulit dingin dan lembab serta gelisah.

(Suhendro, Nainggo lan L, Chen K, Pohan, 2006)

2.9. Derajat penyakit infeksi virus dengue

Untuk menentukan penatalaksanaan pasien infeksi virus dengue, perlu

diketahui klasifikasi derajat penyakit seperti tertera pada tabel 1.

Page 11: (705878069) Chapter II_7(1)

Universitas Sumatera

T a b e l 2 . 1 . K l a s i f i k a s i D e r a j at P e n ya k it I n f e k s i Vi r u s D e n g u e ( W H O, 199 7). DD/DBD Der a jat Ge ja la La bo r ato r ium DD Demam disertai 2 atau lebih

tanda: sakit kepala, nyeriLeucopeniaTrombositopenia,

SerologiDengue

retro-orbital, mialgia,artralgia.

tidak ditemukan bukti kebocoran plasma

Positif

Gejala di atas ditambah uji Trombositopenia,DBD I bendung positif (<100.000/? l), bukti

ada kebocoran plasma

Trombositopenia,Gejala di atas ditambah (<100.000/? l), bukti

DBD II perdarahan spontan ada kebocoran plasma

Trombositopenia,

Gejala di atas ditambah(<100.000/? l), buktiada kebocoran plasma

DBD III kegagalan sirkulasi (kulitdingin dan lembab sertagelisah) Trombositopenia,

(<100.000/? l), buktiSyok berat disertai dengan ada kebocoran plasmatekanan darah dan nadi

DBD IV tidak terukur.

DBD derajat III dan IV juga disebut sindrom syok dengue (SSD)

2.10. Definisi gambaran enzim transaminase

Dalam pekerjaannya, hati kita membuat beberapa produk, termasuk jenis

protein yang disebut sebagai enzim. Gambaran enzim transaminase adalah sejenis

tes yang digunakan untuk mengukur level beberapa jenis enzim hati, yang

merupakan protein spesifik yang membantu tubuh untuk memecahkan dan

menggunakan (metabolisme) substansi yang lain.Produk ini dapat keluar dari hati

dan masuk ke

Page 12: (705878069) Chapter II_7(1)

Universitas Sumatera

aliran darah. Tingkat produk tersebut dapat diukur dalam darah. (Wendon, Williams,

2008).

2.11. Bagian gambaran enzim transaminase

Produk berikut biasanya diukur sebagai bagian dari gambaran enzim transaminase:

• ALT (alanin aminotransferase), juga dikenal sebagai SGPT (serum

glutamik piruvik transaminase)

• AST (aspartat aminotransferase), juga dikenal sebagai SGOT (serum

glutamik oksaloasetik transaminase)

(Gowda, Desai, Hull, Math, Kulkarni, Vernekar, 2009).

Tabel 2.2. Nilai Rujukan Gambaran Fungsi Hati

Ukuran Satuan Nilai Rujukan

ALT (SGPT) U/L < 23 (P)

< 30 (L)

AST (SGOT) U/L < 21 (P)

< 25 (L)

2.12. Hasil Tes

Penyakit hati yang berbeda akan menyebabkan kerusakan yang berbeda, dan

tes fungsi hati dapat menunjukkan perbedaan ini. Hasil tes fungsi hati dapat

memberi gambaran mengenai penyakit apa yang mungkin menyebabkan

kerusakan, tetapi tes ini tidak mampu mendiagnosis akibat penyakit hati.

Page 13: (705878069) Chapter II_7(1)

Universitas Sumatera

Hasil tes ini juga bermanfaat untuk memantau perjalanan penyakit hati,

tetapi sekali lagi, mungkin tidak memberi gambaran yang tepat. Namun biasanya

hasil tes fungsi hati memberi gambaran mengenai tingkat peradangan (Wendon,

Williams,

2008).

2.13. Enzim Hati

ALT adalah lebih spesifik untuk kerusakan hati. ALT adalah enzim

yang dibuat dalam sel hati (hepatosit), jadi lebih spesifik untuk penyakit hati

dibandingkan dengan enzim lain. Biasanya peningkatan ALT terjadi bila ada

kerusakan pada selaput sel hati. Setiap jenis peradangan hati dapat menyebabkan

peningkatan pada selaput sel hati. Setiap jenis peradangan hati dapat menyebabkan

peningkatan pada ALT. Peradangan pada hati dapat disebabkan oleh hepatitis virus,

beberapa obat, penggunaan alkohol, dan penyakit pada saluran cairan empedu.

AST adalah enzim mitokondria yang juga ditemukan dalam jantung,

ginjal dan otak. Jadi tes ini kurang spesifik untuk penyakit hati. Dalam

beberapa kasus peradangan hati, peningkatan ALT dan AST akan serupa (Gowda,

Desai, Hull, Math, Kulkarni, Vernekar, 2009).

2.14. Hubungan infeksi dengue dengan gambaran enzim transaminase

Organ sasaran dari virus adalah organ RES meliputi sel kuffer hepar, endotel

pembuluh darah, nodus limfaticus, sumsum tulang serta paru-paru. Data dari

berbagai penelitian menunjukkan bahwa sel-sel monosit dan makrofag mempunyai

peranan besar pada infeksi ini. Dalam peredaran darah, virus tersebut akan difagosit

oleh sel monosit perifer.

Setelah virus dengue masuk dalam tubuh manusia, virus berkembang biak

dalam sel retikuloendotelial ( hepar) yang selanjutnya diikuiti dengan viremia

yang

Page 14: (705878069) Chapter II_7(1)

Universitas Sumatera

berlangsung 5-7 hari. Akibat infeksi virus ini muncul respon imun baik

humoral maupun selular, antara lain anti netralisasi, anti-hemaglutinin, anti

komplemen. Antibodi yang muncul pada umumnya adalah IgG dan IgM, pada

infeksi dengue primer antibodi mulai terbentuk, dan pada infeksi sekunder kadar

antibodi yang telah ada meningkat (booster effect).

Antibodi terhadap virus dengue dapat ditemukan di dalam darah sekitar

demam hari ke-5, meningkat pada minggu pertama sampai dengan ketiga, dan

menghilang setelah 60-90 hari. Kinetik kadar IgG berbeda dengan kinetik

kadar antibodi IgM, oleh karena itu kinetik antibodi IgG harus dibedakan antara

infeksi primer dan sekunder. Pada infeksi primer antibodi IgG meningkat sekitar

demam hari ke-14 sedang pada infeksi sekunder antibodi IgG meningkat pada hari

kedua. Oleh karena itu diagnosa dini infeksi primer hanya dapat ditegakkan dengan

mendeteksi antibodi IgM setelah hari sakit kelima, diagnosis infeksi sekunder dapat

ditegakkan lebih dini dengan adanya peningkatan antibody IgG dan IgM yang cepat.

Hipotesis tentang patogenesis DBD/SSD seperti antibody-dependent

enhancement, virus virulence, dan imunopatogenesis yang diprakarsai oleh IFN-

γ/TNF-α dianggap belum cukup untuk menjawab terjadinya trombositopenia

dan hemokonsentrasi pada DBD/SSD. Menurut Lei HY dkk, 2001, infeksi virus

dengue akan mempengaruhi sistem imun tubuh berupa perubahan dari rasio

CD4/CD8, overproduksi dari sitokin dan dapat menginfeksi sel-sel endotel dan

hepatosit dengan akibat terjadinya apoptosis serta disfungsi dari sel-sel tersebut.

Begitu juga sistem koagulasi dan fibrinolisis ikut teraktivasi selama infeksi virus

dengue. Gangguan terhadap respon imun tidak hanya berupa gangguan dalam

membersihkan virus dari dalam tubuh, akan tetapi over produksi sitokin dapat

mempengaruhi sel-sel endotel, monosit dan hepatosit. Kerusakan trombosit akibat

dari reaksi silang otoantibodi anti- trombosit, karena overproduksi IL-6 yang

berperan besar dalam terbentuknya otoantibodi anti-trombosit dan anti-sel endotel,

serta meningkatnya level dari tPA dan defisiensi koagulasi.

Page 15: (705878069) Chapter II_7(1)

Universitas Sumatera

Disimpulkan bahwa penyebab dari kebocoran plasma yang khas terjadi pada

pasien DBD dan SSD disebabkan oleh kerja bersama seperti suatu konser dari

aktivasi komplemen, induksi kemokin dan kematian sel apoptotik.(18) Dihipotesiskan

bahwa peningkatan sintesis IL-8 memegang peran penting dalam

terjadinya kebocoran plasma pada pasien DBD dan SSD. Hal ini dapat dilihat dalam

serum pasien DBD/DSS berat terjadi peningkatan level IL-8, dan dibuktikan secara

in vitro

oleh Bosch I dkk (2002) melalui kultur primer dari monosit manusia yang diinfeksi

dengan virus dengue tipe 2, terjadi peningkatan level IL-8 dalam supernatan kultur,

yang diperkirakan karena terjadi peningkatan aktivasi dari NF-kappaB.

Penelitian oleh Bethell dkk (1998) terhadap anak di Vietnam dengan DBD dan

SSD menyebutkan bahwa pada anak dengan SSD ternyata level IL-6 dan soluble

intercellular adhesion molecule-1 rendah, hal ini merefleksikan adanya kehilangan

protein dalam sirkulasi karena kebocoran kapiler dan hanya level dari reseptor TNF

terlarut (TNFR) yang meninggi seiring dengan beratnya penyakit.