acara i
TRANSCRIPT
ACARA II
I. JUDUL
Pengukuran Tinggi Objek
II. TUJUAN
Dapat melakukan pengukuran tinggi objek
III. DASAR TEORI
Abney level adalah sebuah alat yang dipakau untuk mengukur ketinggian yang
terdiri dari skala busur derajat. Beberapa kelebihan abney level adalah mudah untuk
digunakan, relative murah dan akurat. Abney level digunakan untuk mengukur derajat
dan elevasi topografi.
IV. ALAT DAN BAHAN
1. Abney Level
2. Kompas Geologi
3. Pita Ukur
V. LANGKAH KERJA
Mempersiapkan semua peralatan yang akan digunakan dalam pengukuran
Menentukan titik pengukuran dan dua titik alat dalam satu garis lurus.
Mencatat sudut yang terbentuk antara titik alat dan objek yang diukur menggunakan kompas
VI. HASIL PRAKTIKUM
1. Tabel Hasil Pengukuran (Terlampir)
2. Perhitungan (Terlampir)
3. Sketsa (Terlampir)
Membidik sudut tinggi objek menggunakan abney level pada titik pertama dari jarak
yang telah ditentukan
Melakukan pembidikan sudut pada titik kedua dengan sudut yang sama dengan sudut antara titik alat dan
objek yang telah diukur sebelumnya
Mencatat jarak sudut vertical pada kedua tersebut dan mencatat jarak perpindahan yang dilakukan antara
titik yang pertama dengan titik yang kedua.
Menghitung ketinggian objek dengan rumus yang telah ditentukan
VII. PEMBAHASAN
Pengukuran tinggi dapat dilakukan dengan dua cara, yakni pengukuran
langsung dan pengukuran secara tidak langsung. Pengukuran langsung dapat dilakukan
dengana cara mengukura manual secara langsung ataupun dengan mengukur
menggunankan tongkat ukur, akan tetapi hal ini hanya bisa dilakukan pada objek yang
tidak terlalu tinggi. Pengukuran secara tidak langsung dilakukan menggunakan alat-alat
bantu ukur tinggi yang kemudian diterapkan pada prinsip pengukurannya, seperti yang
dilakukan pada praktikum acara kedua kali ini yang menggunakan alat bantu ukur
abney level dengan prinsip pengukurannya prinsip trigonometri. Abney level
merupakan alat yang digunakan untuk mengukur sudut vertikal atau kemiringan lahan.
Cara penggunaan alat ini adalah dengan dibidikan ke objek yang akan diukur
ketinggiannya. Hasil sudut yang dihasilkan pada abney level inilah yang dimasukkan
rumus untuk mencari ketinggian objek.
Prinsip trigonometrical leveling dalam ilmu ukur tanah merupakan aplikasi dari
rumus trigonometri dalam konsep perhitungan matematika. Metode tersebut
memanfaatkan sifat segitiga siku-siku dan sifat sudutnya. Pengukuran terhadap panjang
sisi segitiga dapat dilakukan dengan mancari hubungan antara sudut segitiga denagn
panjang sisi segitiga lain ynag diketahui dengan melakukan pengukuran. Metode
trigonometrical leveling pada prinsipnya merupakan konsep segitiga yang diaplikasikan
dalam sebuah pengukuran di lapangan, sehingga dalam melakukan pengukuran
menggunakan metode ini dapat melakukan pengukuran terhadap ketinggian suatu objek
yang cukup tinggi dan dengan jarak yang cukup jauh.Pengukuran yang seperti ini
menghasilkan pengukuran ketinggian yang akan banyak bermanfaat dalam bidang
pemetaan.
Terdapat dua jenis metode dalam prinsip triogonometrical leveling yaitu metode
mamanjang dan metode segitiga. Pada acara kali ini kita menggunakan metode
memanjang, metode memanjang memanfaatkan dua buah titik segaris ke arah objek,
pada dua titik inilah kemudian dilakukan pembidikan menggunakan abney level. Dari
hasil pengukuran tersebut, akan didapatkan segitiga yang memiliki ketinggian sama
dengan sudut tembakan yang berbeda.
Pengukuran metode memannjang menghasilkan dua buah segitiga yang
mempunyai ketinggian yang sama, karena dua sudut yang dibentuk oleh kedua segitiga
terhadap titik puncak tiang berbeda seakan-akan salah satu segitiga merupakan bagian
segitiga yang lain. Pembacaan sudut vertical pada abney level dilakukan pada titik
pertama dan titik kedua, kedua data tersebut kemudian yang diolah dengan melakkukan
perhitungan sederhana dengan memanfaatkan sifat sudut dan sisi-sisi segitiga. Untuk
mempermudah perhitungan dibuat sketsa yang dilampirkan pada hasil praktikum acara
kali ini.
Pengukuran tinggi objek, dilakukan oleh dua kelompok praktikan yakni
kelompok I dan kelompok II. Kelompok I mendapatkan nilai ketinggian tiang sebesar
20,34 meter, sedangkan kelompok II mendapatakan nilai ketinggian tiang sebesar 15,46
meter. Terdapat perbedaan ketinggian yang dihasilkan kelompok I dan kelompok II.
Perbedaan tersebut dapat terjadi akibat beberapa factor yang mempengaruhi, seperti
halnya perbedaan tinggi alat, perbedaan presepsi dalam pembacaaan sudut vertical pada
abney level, selain itu perbedaan jarak dua titik pengukuran (dalam sketsa ditunjukkan
dengan huruf AB) juga akan mempengaruhi hasil pengukuran.
Beberapa kesalahan dalam pengukuran dapat terjadi akibat pengaruh beberapa
hal seperti penentuan dua titik yang harus segaris lurus, apabila penentuan titik tidak
pas atau bergeser akan terjadi kesalahan yang akan berpengaruh pada hasil akhir
pengukuran. Kesalahan lain yang dapat terjadi adalah karena human error, yaitu terjadi
kesalah saat membidik sudut dengan abney level. Ketepatan dan juga ketelitian yang
tinggi sangat diperlukan. Kesalahan dalam beberapa derajat saja akan sangat
berpengaruh pada hasil perhitungan.
VIII. KESIMPULAN
1. Pengukuran tinggi dapat dilakukan dengan dua cara, yakni pengukuran
langsung dan pengukuran secara tidak langsung, pengukuran langsung dapat
dilakukan dengana cara mengukura manual secara langsung sedangkan
pengukuran secara tidak langsung dilakukan menggunakan alat-alat bantu
ukur tinggi yang kemudian diterapkan pada prinsip pengukurannya.
2. Trigonometrical leveling merupakan metode untuk menentukan ketinggian
suatu objek.
3. Hasil perhitungan ketinggian tiang sebesar 20,34 meter, sedangkan kelompok
II mendapatakan nilai ketinggian tiang sebesar 15,46 meter.
4. Perbedaan hasil pengukuran dapat terjadi akibat pengaruh beberapa factor,
seperti perbedaan tinggi alat, perbedaan presepsi dalam pembacaaan sudut
vertical pada abney level, dan juga perbedaan jarak dua titik pengukuran
(dalam sketsa ditunjukkan dengan huruf AB).
5. Kesalahan dalam pengukuran dapat terjadi akibat pengaruh beberapa hal
seperti penentuan dua titik yang tidak pas atau bergeser ataupun karena
adanya human error, yakni kesalahan dalam pembidikan atau dalam
pemnbacaan sudut.
IX. DAFTAR PUSTAKA
Russell C. Brinker, Paul R. Wolf, Djoko Walijatum, Dasar–Dasar Pengukuran Tanah
(surveying), edisi ketujuh Jilid .I.
Wongsotjitro, Soetomo, 2011, Ilmu Ukur Tanah, Yogyakarta : Kanisius