analisis peran servicescape dalam mendorong niat revisit
Post on 16-Oct-2021
3 Views
Preview:
TRANSCRIPT
ANALISIS PERAN SERVICESCAPE DALAM MENDORONG NIAT REVISIT
PENGUNJUNG JAWA TIMUR PARK 2
Disusun oleh: 1 Agung Marreta
Dosen Pembimbing: 2 Ainur Rofiq
Email : 1 Mareta.agung@gmail.com
1, 2 Fakultas Ekonomi dan Bisnis, Universitas Brawijaya
Ringkasan : Penelitian ini mendiskusikan peran servicescape dalam mendorong niat revisit
pengunjung Jawa Timur Park 2. Tujuan dari penelitian ini adalah menentukan apakah dimensi dari
servicescape yang terdiri dari ambient codition, spatial layout and fuctionality, signs, symbols or
artifacts dan karyawan memberikan pengaruh terhadap niat revisit pengunjung Jawa Timur Park 2
dan mencari tau dimensi mana yang paling dominan dalam mendorong terhadap niat revisit
pengunjung Jawa Timur Park 2. Penelitian ini menggunakan metode kualitatif, data dalam penelitian
ini berupa hasil wawancara dengan pengunjung Jawa Timur Park 2 yang telah berkunjung lebih dari
satu kali. Hasil penelitian ini adalah pengaruh dimensi servicescape terhadap niat revisit pengunjung
Jatim Park 2, dimana dimensi ambient condition memberikan pengaruh yang kuat bagi seseorang
untuk kembali berkunjung ke Jawa Timur Park 2. Dimensi spatial layout and fuctionality dan signs,
symbols or artifacts cukup memberikan pengaruh terhadap niat revisit pengunjung, sendangkan
dimensi karyawan bukan merupakan faktor yang berpengaruh.
Keywords: Servicescape, Intention to Revisi, Ambient Condition, Spatial Layout and Fuctionality,
Signs, Symbols or Artifacts
THE ANALYSIS OF SERVICESCAPE ROLES IN ECOURAGING REVISIT
INTENTION OF JAWA TIMUR PARK 2 VISITORS
By:
1 Agung Marreta
Advisor:
2 Ainur Rofiq
Email : 1 Mareta.agung@gmail.com 1, 2 Faculty of Economics and Business, Universitas Brawijaya
Summary: This study discusses the role of serviscape in increasing the revisiting intention
of visitors to Jawa Timur Park 2. The objectives of this study are to determine whether the
dimensions of servicescape consisting of ambient condition, spatial layout and
functionality, signs, symbols or artifacts and employees influence the revisiting intention
of visitors to Jawa Timur Park 2 and to determine the dimention that dominantly influence
the intention. This study uses qualitative approach. The data of this study were collected
through interviews to visitors of Jawa Timur Park 2 that have visited the park more than
once. The result of this study shows that ambient condition gives a strong influence on the
revisiting intention of visitors, that Spatial layout and functionality, signs, symbols or
artifacts give medium influence on the revising intention of visitors, and that employees is
not an influential factor for the revisiting intention.
Keywords: servicescape, revisit intention Ambient Condition, Spatial Layout and
Fuctionality, Signs, Symbols or Artifacts
PENDAHULUAN
Pertumbuhan ekonomi dunia saat
ini bergerak sangat cepat, ini mendorong
persaingan antar pelaku bisnis semakin
ketat. Sebuah strategi inovatif diperlukan
untuk mempertahankan keberlanjutan
sebuah bisnis. Sebuah strategi inovatif
diperlukan agar perusahaan dapat
melakukan deferensiasi dengan pesaing,
dengan membedakan produk dengan
produk-produk yang dimiliki pesaing.
Menciptakan suatu produk yang berbeda
dan lebih baik akan menciptakan nilai
yang lebih tinggi bagi konsumen
dibandingkan dengan produk pesaing
(Perreault dan McCarthy, 2006).
Perusahaan yang mengkhsusukan
diri di bidang jasa harus benar-benar
mampu mencari ide inovatif untuk
meningkatkan keunggulan kompetitif
bagi perusahaan, hal ini bertujan agar
konsumen tetap memiliki hubungan
jangka panjang dengan perusahaan.
Memberikan segala sesuatu yang
dibutuhkan oleh konsumen adalah suatu
hal yang sangat penting bagi perusahaan
di bidang jasa. Konsumen harus
ditempatkan sebagai sebuah aset
berharga bagi perusahaan.
Servicescpe adalah sebuah
lingkungan fisik yang didalamnya
mencakup pelayanan pada suatu fasilitas
interior desain, desain exterior, simbol,
tempat parkir, peralatan yang disediakan,
denah layout, kualitas udara ataupun
suhu udara yang ada pada fasilitas
tersebut (Bitner, 1992). Bitner
menggambarkan lingkungan yang
dibangun dapat memberikan sebuah
pengaruh terhadap konsumen maupun
pegawai dalam industri jasa.
Servicescape memiliki peranan yang
penting dalam membentuk perilaku
konsumen yang menggunakan sebuah
produk jasa. Jasa bersifat tidak berwujud
(intangible), diproduksi sekaligus juga
dikonsumsi (inseparability), heterogen
(variability), dan sifatnya tidak tahan
lama (perishability) (Kotler, 2006).
Kebanyakan konsumen lebih
mengandalakan isyarat nyata (tangible
cues), atau menggunakan bukti fisik
(physical evidence) untuk mengevaluasi
produk jasa yang akan mereka beli dan
memperkirakan bagaimana tingkat
kepuasan yang akan mereka peroleh
setelah mereka mengkonsumsinya. Hal
ini dikarenakan sifat dari sebuah produk
jasa yang tidak dapat dilihat atau bersifat
tangible (Tjiptono, 2009. Bukti – bukti
fisik menjadi indikator utama bagi calon
konsumen untuk menentukan apakah
mereka akan membeli produk jasa
tersebut, dengan kesan yang mereka
dapatkan saat melihat sebuah bukti fisik
dari sebuah produk jasa, bukti fisik ini
dapat mereka gunakan sebagai bahan
untuk mengevaluasi dan menilai
bagaimana produk jasa tersebut dapat
memberikan pengalaman yang
menyenangkan. Beberapa penelitian
tentang consumer behavior seperti
Reimer dan Kuehn (2005) dan Wakefield
dan Blodgett (1994) menyatakan bahwa
peran lingkungan fisik dapat
mempengaruhi consumer behavior.
Penelitian tersebut membuktikan bahwa
membuat sebuah atmosfer yang semakin
inovatif dan menyenangkan merupakan
hal yang penting untuk kesuksesan suatu
perusahaan. Melalui lingkungan fisik
yang disajikan dengan unik oleh
perusahaan diharapkan dapat
memberikan pengalaman yang
menyenangkan bagi konsumen dan
membuat mereka tertarik untuk kembali
menggunakan produk jasa yang
ditawarkan oleh perusahaan.
Dengan menggunakan
servicescape sebagai strategi perusahaan
calon konsumen dapat melihat bukti fisik
dari sebuah produk jasa dengan melihat
lingkungan produk jasa tersebut
diproduksi, gedung, interior, seragam
karyawan, perlengkapan, materi yang
dicetak dan petunjuk yang terlihat,
warna, aroma, suara, dan atmosfer
lingkungan yang merupakan bukti fisik
dari sebuah citra perusahaan dan produk
jasa (Lovelock, 2005). Dengan
diterapkannya servicescape yang
nantinya akan memberikan pengalaman
yang menyenangkan bagi konsumen
sehingga konsumen akan mendapatkan
bukti – bukti fisik yang nyata yang dapat
memberikan dorongan bagi konsumen
untuk melakukan revisit atau
repurchase.
TINJAUAN TEORITIS
Pemasaran Jasa
Kotler (2006) mendefinisikan
pemasaran sebagai proses dimana
individu maupun kelompok
mendapatkan apa yang mereka butuhkan
dan mau menciptakan, menawarkan dan
menukarkan dengan bebas nilai dari
suatu produk atau jasa kepada orang lain.
Menurut Lovelock (2005), pengertian
jasa terbagi menjadi dua definisi, yaitu:
a. Jasa adalah tindakan atau kinerja
yang ditawarkan suatu pihak kepada
pihak lainnya. Walaupun prosesnya
mungkin terkian dengan produk
fisik, kinerjanya pada dasarnya tidak
nyata dan biasanya tidak
menghasilkan kepimilikan atas
factor produksi.
b. Jasa adalah kegiatan ekonomi yang
menciptakan dan memberikan
manfaat bagi konsumen pada waktu
dan tempat tertentu, sebagai hasil
dari rindakan mewujudkan
perubahan yang diinginkan dalam
diri atau atas nama penerima jasa
tersebut.
Sedangkan menurut Kotler dan
Keller (2006) jasa adalah tindakan atapun
bperbuatan yang ditawarkan suatu pihak
kepada pihak lain yang bersifat
intangible (tidak berwujud fisik) dan
tidak menghasilkan kepemilikan barang
tersebut.
SERVICESCAPE
Salah satu karakteristik yang
dimiliki oleh jasa adalah intangibility.
Disini dijelaskan bahwa jasa tidak
memiliki bentuk yang dapat dilihat,
diraba, dirasakan ataupun dicicipi. Oleh
karena itu, kesan pertama konsumen
tentang jasa yang ditawakan tergantung
terhadap bukti-bukti fisik dari penyedia
jasa. Bitner (1992) mengkaji peran
lingkungan fisik dalam sebuah industry
jasa melalui model servicescape. Isitilah
servicescape mengacu kepada gaya dan
penampilan dari lingkungan fisik dan
juga mencakup unsur-unsur lain dari
lingkungan jasa yang membentuk
pengalaman konsumen.
McComish dan Quester (2005)
menganggap servicescape sebagai suatu
kesatuan lingkungan fisik dari sebuah
jasa yang berpengaruh pada pengalaman
konsumen. Desain arsitektur dan elemen
desain yang terkait merupakan
komponen penting dari suatu
servicescape. Hall dan Mictchell (2008)
mengatakan bahwa servicescape adalah
lingkungan fisik dimana di dalamnya
terjadi pertemuan jasa dan
mempengaruhi persepsi konsumen
terhadap persepsi kualitas dan
selanjutnya pada respon internal (tingkat
kepuasan konsumen) dan respon
eksternal (perilaku untuk berlangganan
dan membeli kembali).
Melalui beberapa pengertian
para peneliti sebelumnnya dapat
disimpulkan bahwa servicescape adalah
lingkungan fisik beserta elemen-
elemennya yang mempengaruhi perilaku
konsumen dan membentuk pengalaman
konsumen tersebut dalam mengkonsumsi
jasa. Pemahaman mengenai servicescape
sangat penting bagi pemasar jasa, karena
servicescape mempunyai beberapa
peranan sekaligus (Zeithaml and Bitner,
1996 dalam Tjiptono, 2009), yaitu:
a. Package, servicescape berperan
untuk dapat membungkus atau
mengemas jasa yang ditawarkan dan
mengkomunikasikan citra yang
ditawarkan oleh perusahaan jasa
kepada para konsumennya.
b. Fasilitator, servicescape memainkan
peran yang cukup signifikan, yaitu
sebagai perantara hubungan antara
persepsi konsumen dengan
pengalaman sebenarnya yang
dirasakan oleh konsumen di dalam
servicescape dan evaluasi akhir
selama proses penghantaran jasa dan
setelah konsumen selesai
mengkonsumsi jasa.
c. Socializer, desain servicescape juga
berperan dalam proses sosialiasasi
melalui pengkomunikasian nilai-
nilai, norma, perilaku, peran dan
pola hubungan antar karyawan, serta
antar konsumen dan karyawan.
d. Differentiator, servicescape juga
dapat digunakan untuk
membedakan perusahaan dari para
pesaingnya melalui gaya arsitektur
untuk menyampaikan jenis layanan
yang memberikan dan
mengkomunikasikan tipe segmen
pasar yang akan dilayani.
DIMENSI SERVICESCAPE
Servicescape memiliki
berbagai dimensi yang terbentuk dari
penelitian-penelitian sebelumnya.
Servicescape merupakan lingkungan
yang dibuat oleh manusia, bukan sesuatu
yang terjadi secara natural (Bitner, 1992).
Penelitian Bitner yang berjudul
“Servicescape: The Impact of Physical
Surroundings on Constumer and
Employees”, mengemukakan terdapat
tiga dimensi pembentuk servicescape,
yaitu:
• Ambient condition (kondisi sekitar)
merujuk kepada karakteristik latar
belakang yang tidak berwujud dari
sebuah lingkungan. Ambient
condition mempunyai beberapa sub
dimensi, yaitu pencahayaan,
temperature, kebisingan (noise),
music, warna, dan aroma.
• Spatial layout and fuctionality (tata
letak ruang dan fungsinya). Tata
letak merupakan cara mengatur
peralatan mesin, perlengkapan dan
perabotan. Sedangkan fungsi
merupakan kemampuan
benda0benda tersebut untuk
memfasilitasi pencapaian tujuan
konsumen.
• Signs, symbols, and artifacts (tanda,
symbol dan artifak), merupakan
sinyal eksplisit dan implisit yang
mengkomunikasian sebuah tempat
kepada konsumennya. Tanda-tanda
yang ditampilkan pada eksterior dan
interior lingkungan jasa merupakan
contoh komunikator eksplisit.
Mereka dapat digunakan sebagai
label (misalnya: nama perusahaan,
nama departemen), untuk petunjuk
arah (misalnya: pintu masuk, pintu
keluar,ataupun penunjuk arah
menuju lokasi), dan untuk
mengkomunikasikan aturan-aturan
perilaku (misalnya: dilarang
merokok, anak-anak harus disertai
oleh orang dewas). Artifak
memberikan isyarat implisit kepada
konsumen tentang makna tempat,
norma-norma dan harapan untuk
berperilaku di tempat itu.
REVISIT INTENTION
Dalam perspektif proses
konsumsi, perilaku pengunjung di obejk
wisata dibagi menjadi tiga tahap, yaitu
pra kunjungan, selama kunjungan, dan
pasca kunjungan. Perilaku pengunjung
dapat diamati dari proses penetapan
tujuan, evaluasi dan rencana perilaku
masa depan. Evaluasi dapat dilakukan
mengenai pengalaman atau nilai yang
dirasakan dan kepuasan pengunjung
secara keselurujan. Sedangkan rencana
perilaku masa depan terlihat dari
pertimbangan pengunjung dalam
meninjau keinginan untuk kembali ke
tujuan yang sama dan kesediaannya
untuk merekomendasikan hal ini kepada
orang lain (Rayan, 2002; William &
Buswell, 2003, Chen & Stai, 2007 dalam
Som et al, 2012).
Beberapa penelitian sebelumnya
mengidentifikasi bahwa pengunjung
yang merasakan kepuasan dan
pengalaman perjalanan yang
menyenangkan berpengaruh positif pada
rencana revisit (Jang & Feng, 2007;
Alaxandris et al, 2006; Chi & Qu, 2008
dalam Som et al, 2012). Namun beigne et
al, dalam Assaker (2011), berpendapat
bahwa Dalam Pasar yang kompetitif,
pengunjung yang puas juga bisa beralih
ke rival karena kesempatan yntuk
mendapatkan kepuasan dan pengalam
yang lebih baik. Dalam pandangan lain,
Cronin et al dalam Assaker (2011)
menyatakan bahwa nilai yang dirasakan
dapat menjadi prediktor yang lebih baik
untuk rencana pembelian kembali
(revisit) daripada sekedar kepuasan atau
kualitas.
Sejumlah peneliti telah
menggunakan tipologi wisatawan untuk
memahami rencana pengunjung dari
waktu ke waktu. Oppermann dalam
Assaker (2011) mengidentifikasi tentang
tipe-tipe pengunjung, yitu somewhat
loyal (tidak sering), loyal (setidaknya
setiap tiga tahun), dan very loyal
(tahunan dan dua tahunan). Oppermann
dalam Assaker (2011) memperdalam
tipolodi untuk mewakili seluruh
penduduk dengan memperkenalkan jenis
pengunjung lainnya, seperti non-
purchasers (pengunjung yang tidak
menyadari tujuannya), unstable
purchasers (pengunjung yang memiliki
tujuan teratur), dan disloyal purchaser
(pengunjung yang tidak pernah datang
kembali).
Terinspirasi oleh temuan tersebut,
Feng dan Jang dalam Assaker (2011)
mengusulkan segmentasi dibagi atas tiga
bagian yang berpusat pada tujuan
sementara revisit pengunjung:
a. Continuous repaters, yaitu
pengunjung yang memiliki
konsistensi tinggi dalam
melakukan revisit dari waktu
ke waktu.
b. Deferred repeaters, yaitu
pengunjung yang memiliki
keinginan rendah untuk
melakukan revisit dalam
jangka pendek. Namun
memiliki keinginan untuk
melaukan revisit dalam jangka
menengah dan jangka
panjang.
c. Continuous switchers, yaitu
wisatawan yang memiliki
konsistensi rendah dalam
melakukan revisit dari waktu
ke waktu.
METODE PENELITIAN
Penelitian ini menggunakan
metode kualitatif. Perreault dan
McCarthy (2006) mendefinikan
penelitian kualitatif adalah jeneis
penelitian yang berusaha menggali
informasi secara mendalam, serta terbuka
terhadap segala tanggapan dan bukan
hanya jawaban ya atau tidak. Penelitian
ini mencoba untuk meminta orang-orang
untuk mengungkapkan berbagai pikiran
mereka tentang suatu topik tanpa
memberi mereka banyak arahan atau
pedoman bagaimana harus berkata apa.
LOKASI PENELITIAN
Lokasi penelitian adalah
cakupan wilayah yang menjadi basis
penelitian. Dalam penelitian ini lokasi di
Jawa Timur Park 2 Kota Batu ditentukan
secara sengaja, karena peneliti ingin
melihat bagaimana peran servicescape
dalam mendorong niat seseorang untuk
melakukan konjungan kembali ke Jawa
Timur Park 2 Kota Batu.
Subjek Penelitian
Informan yang dijadikan
subjek penelitian yaitu pengunjung Jawa
Timur Park 2 yang berkunjung lebih dari
1 kali, atau minimal telah berkunjung ke
Jawa Timur Park 2 kali kunjungan. Hal
ini untuk sejalan dengan judul penelitian
yang meneliti tentang alasan seseorang
berkunjung kembali ke Jawa Timur Park
2. Untuk lebih menegaskan lagi,
informan adalah seseorang yang
berkunjung ke Jawa Timur Park 2 lebih
dari 1 kali dan berkunjung untuk
melakukan wisata. Hal ini untuk
menghindari informan yang berkunjung
lebih dari 1 kali ke Jawa Timur Park 2,
akan tetapi sesungguhnya burkunjung
tidak untuk melakukan kunjungan
wisata, sebagai contoh seorang supir
travel, ataupun seseorang yang
berkunjung karena membawa tamu untuk
berwisata, dimana motif mereka bukan
untuk berwisata untuk dirinya sendiri.
SUMBER DATA
Sejalan dengan penelitian ini
sumber data yang digunakan adalah
sumber data primer. Sumber data primer
didapatkan secara langsung dari
responden dengan melakukan
wawancara secara langsung yang
dilakukan dengan pengunjung Jawa
Timur Park 2 didasarkan pada dua hal,
yaitu sebagai berikut:
1. Berkunjung ke Jawa Timur Park 2
lebih dari 1 kali.
2. Berusia diatas 19 tahun.
3. Memiliki tujuan untuk berwisata
TEKNIK PENGUMPULAN DATA
Teknik pengumpulan data yang
digunakan dalam penelitian ini adalah
teknik rekam melalui alat perekam audio,
teknik simak catat dengan mengamati
sambil mencatat hasil wawancara. Selain
itu, juga dilakukan pentranskripan data
yang berupa hasil wawancara dengan
informan. Berikut tahapan-tahapan
dalam teknik pengumpulan data.
TEKNIK ANALISA DATA
Dalam menganilisis data yang
diperoleh, baik primer maupun sekunder,
metode penelitian yang digunakan adalah
metode Analisa deskriptif kualitatif
dengan metode perbandingan tetap atau
Constant Comparative Method, karena
dalam analisis data, secara tetap
membandingkan ketegori dengan
kategori lainnya.
REDUKSI DATA
Reduksi data merupakan proses
penyusunan data kembali agar data
tersusun secara jelas. Dengan demikian,
data telah direduksi akan memberikan
gambaran yang lebih jelas dan
mempermudah peneliti untuk
pengumpulan data selanjutnya. Beberapa
langkah yang dilakukan dalam kegiatan
ini adalah sebagai berikut.
1. Dari data yang terkumpul, kegiatan
selanjutnya adalah
pengklasifikasian data yang
merupakan bagian dari servicescape
berdasarkan empat dimensi
servicescape.
2. Pengintrepreteasikan data, yaitu
menafsirkan data yang telah
dikumpulkan dan telah ditafsirkan.
Data yang ditafsirkan pada
penelitian ini berupa hasil
wawancara dari pengunjung Jawa
Timur Park 2 yang sudah
ditrankripkan dan dikelompokan
sesuai dengan dimensi dalam
servicescape.
KATEGORISASI
Kategorisasi tidak lain adalah
salah satu tumpukan dari seperangkat
tumpukan yang disusun atas dasar
pikiran, intuisi, pendapat, kirteria
tertentu.
a. Mengelompokan kartu-kartu yang
telah dibuat ke dalam bagian-bagian
isi yang secara jelas berkaitan
b. Merumuskan aturan yang
menetapkan inklusi setiap kartu
pada ketegori dan juga sebgai dasar
untuk pemeriksaan keabsahan data.
c. Menjaga agar setiap kategori yang
telah disusun satu dengan yang
lainnya mengikuti prinsip taat asas.
SINTESISASI
a. Mensintesiskan berarti mencari
kaitan antara satu kategori dengan
kategori lainnya.
b. Kaitan satu kategori dengan kategori
lainnya diberi nama/label lagi.
PEMERIKSAAN KEABSAHAN
DATA
Dalam penelitian kualitatif, data
yang telah berhasil digali, dikumpulkan
dan dicatat dalam kegiatan penelitian
harus diusahakan kemantapan dan
kebenarannya. Oleh karena itu peneliti
harus memilih dan menentukan cara-cara
yang tepat untuk mengembangkan
validitas data yang diperolehnya. Cara
pengumpulan data yang beragam
tekniknya harus sesuai dan tepat untuk
menggali data yang benar-benar
diperlukan bagi penilitian.
Dalam penelitian ini, validitas
dan reabilitas data yang akan digunakan
oleh peneliti adalah dengan
menggunakan bahan referensi. Bahan
referensi di sini adalah bahan pendukung
untuk membuktikan data yang telah kita
temukan. Dimana peneliti menggunakan
rekeman hasil wawancara pengunjung
Jawa Timur Park 2, sehingga diharapkan
data data menjadi lebih kredibel atau
lebih dapat dipercaya. Selain itu hasil
penelitian diperkuat dengan
membandingkan hasil penelitian
terdahulu.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Hasil penelitian berupa kutipan
wawancara menjelaskan jawaban
informan mengenai pengaruh dari
servicescape terhadap keputusan
seseorang untuk melakukan kunjungan
kembali ke Jawa Timur Park 2. Lovelock
& Wirtz (2011) membagi dimensi
servicescape menjadi tiga bagian yaitu:
ambient condition, spatial layout and
functionality, dan Signs, Symbol, and
Artifacts. Adapun lingkungan fisik yang
secara sengaja dibuat (servicescape)
memiliki peran penting dalam
mempengaruhi perilaku konsumen pada
lingkungan jasa. Sifat jasa yang
intangible membuat konsumen
membutuhkan bukti-bukti fisik yang
dapat membawa mereka ke dalam suatu
pengalaman yang menyenangkan.
Konsumen melakukan penilaian dan
evaluasi terhadap suatu hasa melalui
kesan mereka ketika melihat bukti-bukti
fisik yang ada (Kotler, 2006).
PROFIL JATIM PARK 2
Jatim Park 2 merupakan salah
satu tempat rekreasi dan taman belajar
yang terkenal, bahkan sudah menjadi
icon pariwisata di provisi Jawa Timur.
Sedikit berbeda dengan konsep yang
diusung Jawa Timur Park 1 yang lebih
ditujunan sebagai taman bermain dan
hiburan, Jawa Timur Park 2 lebih
mengedepankan kombinasi sebagai
tempat belajar dan tempat bermain. Jawa
Timur Park 2 mengusung konsep belajar
ilmu alam, biologi dan pembelajaran
satwa yang disajikan dengan latar
belakang sesuai dengan habitatnya. Area
wisata Jawa Timur Park 2 dibagi menjadi
3 area utama, yaitu Museum Satwa,
Secret Zoo dan Eco Green Park. Untuk
Secret Zoo dan Eco Green Park sama-
sama memiliki koleksi binatang dan
wahana permainan. Tetapi tentu baik
koleksi binatang dan permainannya
berbeda.
Lokasi Jawa Timur Park 2 berada di jalan
Oro-oro Ombo No.9 Kota Wisata Batu –
Jawa Timur – Indonesia 65314 atau
berjarak 750 meter dari Jawa Timur Park
1. Jalan menuju ke tempat rekreasi ini
pun terbilang sangat mudah dan bisa
dijangkau dengan menggunakan
angkutan umum maupun kedaraan
pribadi. Jawa Timur Park 2 dibuka setiap
hari pada jam 10.00 sampai dengan
18.00. khusus untuk Eco Green Park
sudah ditutup pada pukul 16.00.
HASIL
Dari hasil wawancara dengan
informan, kita dapat melihat bagaimana
pentingnya sebuah desain lingkungan
fisik pada produk jasa. Hal ini berkaitan
dengan bagaimana sebuah lingkungan
fisik (servicescape) mempengaruhi
perilaku konsumen pada lingkungan jasa.
Jasa bersifat tidak berwujud (intangible),
hal ini semakin menunjukan bagaimana
pentingnya sebuah lingkungan fisik
(servicescape) yang baik bagi
lingkungan jasa, karena lingkungan fisik
(servicescape) yang baik akan menjadi
bukti fisik (physical evidence) bagi
konsumen untuk mengevaluasi jasa yang
telah mereka konsumsi dan
memperkirakan kepuasan mereka
terhadap jasa selama dan setelah
mengkonsumsi jasa tersebut, hal ini
sejalan dengan yang diungkapkan oleh
Tjiptono (2009).
Dalam sebuah produk jasa dalam
bidang pariwisata, sebuah servicescape
yang baik akan sangat dibutuhkan, hal ini
dikarenakan sebuah tempat wisata
menjual lingkungan fisik (servicescape)
kepada konsumen, konsumen akan
menikmati dan mengkonsumi
lingkungan fisik yang telah diatur
sedemikian rupa. Seperti yang
dinyatakan oleh Kotler (2000), tugas
penyedia layanan adalah “mengelola
bukti” untuk “mewujudkan yang tidak
berwujud”. Artinya, bukti fisik
merupakan masalah krusial bagi para
konsumen, sebab tawaran abstrak yang
disodorkan oleh jasa tidak selamanya
dimengerti oleh konsumen.
Sebagaimana data hasil
wawancara dengan pengunjung Jawa
Timur Park 2, dapat kita lihat bagaimana
peran servicescape dalam mendorong
seseorang untuk kembali berkunjung ke
Jawa Timur Park 2. Pengujung
merasakan bukti fisik dari Jawa Timur
Park 2 melalui lingkungan fisik
(servicescape) yang telah diatur
sedemikian rupa oleh pihak pengelelola
Jawa Timur Park 2. Pengunjung
menjadikan bukti fisik ini sabagai bahan
evaluasi bagaimana pengalaman yang
mereka rasakan selama berkunjung ke
Jawa Timur Park 2 mempengaruhi
perilaku mereka di masa yang akan
datang, dalam hal ini mengenai niat
mereka untuk kembali berkunjung ke
Jawa Timur Park 2. Hal ini sebagaimana
dijelaskan oleh Kotler (2000) tentang
bagaimana lingkungan fisik
mempengaruhi perilaku konsumen.
Berdasarkan penelitian dari Bitner
(1992) sebuah lingkungan fisik
(servicescape) terdiri dari berbagai
elemen mencakup kondisi lingkungan
sekitar (Ambient Condition), Ruang,
denah, dan Fungsi (Spacial Layout and
Functionality), Penunjuk, simbol, dan
benda artifak (Signs, Symbols, and
Artifacts). Begitu juga dengan bagaimana
dengan elemen-elemen ini masing-
masing dijadikan bukti sebagai bahan
evaluasi pengunjung Jawa Timur Park 2,
masing memiliki porsi peran yang
berbeda-beda.
AMBIENT CONDITION
Kondisi sekitar (ambient
condition) merujuk pada karakteristik
lingkungan yang dapat dirasakan oleh
panca indera. Semua karakteristik ini
terdiri dari ratusan elemen desain dan
detail yang harus berkerja sama apabila
dibentuk untuk menghasilkan lingkungan
layanan yang diinginkan. Atmosfer yang
dihasilkan memberikan Susana hati
(mood) yang dirasakan dan
diinterpretasikan oleh pengunjung. Dari
hasil wawancara dengan pengunjung
Jawa Timur Park 2, jawaban yang
berikaitan dengan kondisi sekitar
(ambient condition) menjadi jawaban
yang muncul pertama kali dan memiliki
frekuensi yang tinggi. Hal ini
menunjukan bagaimana kondisi
lingkungan adalah bukti fisik yang paling
dirasakan oleh pengunjung Jawa Timur
Park 2. Kondisi sekitar (ambient
condition) dirasakan secara terpisah dan
holistik meliputi cahaya dan warna,
persepsi ukuran dan bentuk, suara seperti
kebisingan dan musik, temperatur, dan
aroma atau bau. Secara tidak sadar,
lingkungan sekitar (ambient conditioni)
dapat mempengaruhi emosional, persepsi
dan bahkan sikap dan perilaku seseorang,
menjadikan perasaan pengujung dalam
kondisi yang bagus, dimana hal ini
berhubungan dengan niat seseorang
untuk berwisata adalah untuk mencari
kesenangan dan ketenangan ataupun
perasaan gembira. Dari hasi wawancara
juga menunjukan bagaimana lingkungan
sekitar yang kebersihannya selalu terjaga
sekalipun objek wisata Jatim Park 2
mengadalkan wisata satwa. Kondisi
emosional yang positif ini ditunjukan
dari hasil wawancara dengan pengunjung
Jawa Timur Park 2 yang menunjukan
bagaimana kondisi lingkungan sekitar
(ambient condition) menjadi jawaban
utama mengenai alasan mereka
berkujung kembali ke Jawa Timur Park
2.
SPATIAL LAYOUT AND
FUCTIONALITY
Hasil wawancara pengunjung
Jawa Timur Park 2 menunjukan bahwa
spatial layout and fuctionality menjadi
jawaban kedua setelah ambient condition
yang sering muncul dari jawaban para
informan. Menurut Bitner (1992) spatial
layout and functionality mengacu pad
acara dimana objek pada lingkungan jasa
diatur dan diletakan. Jawa Timur park 2
adalah tempat wisata yang penempatan
dan layout dari lingkungan sekitarnya
dibentuk dan diatur sedemikian rupa.
Tata letak yang menarik dan efektif dapat
memfasilitasi pemenuhan kebutuhan
hedonis atau kesenangan konsumen, hal
ini seperti yang di utarakan oleh
Wakefield & Blodgett (1996). Tata letak
dan layout jawa Timur Park 2 yang
demikian membuat pengunjung marasa
nyaman, ketika pertanyaan mengenai tata
letak dan layout diberikan, mayoritas
informan memberikan respon positif.
Pengunjung memberikan jawaban yang
menunjukan bagaimana keunikan layout
dan tata letak dari Jawa Timur Park 2
memberikan kenyamanan dan
kemudahan bagi pengunjung. Kurang
tepatnya penempatan layout juga
menjadi penilaian tersendiri bagi
pengunjung. Penempatan toilet dari
keseluruhan tata letak Jawa Timur Park
2, yang jauh dari jangkauan juga
menunjukan bagaimana tata letak yang
baik menjadi pertimbangan tersendiri
bagi pengunjung.
Mengapa spatial layout and
fuctionality sangat penting fungsinya
bagi sebuah pemasaran jasa, dalam hal
ini Jawa Timur Park 2? Menurut Bitner
(1992) dimensi spatial layout and
fuctionality dapat mempengaruhi tingkah
laku dan kebiasaan pengunjung. Hal ini
tentu sangat penting dijadikan dasar saat
melakukan penempatan fasilitas di suatu
areal wisata. Tentu kurang tepatnya
penempatan sebuat fasilitas yang
difungsikan sebagai pemenuh kebutuhan
hedonis dan kenikmatan dari pengujung,
penempatan toilet yang tepat akan
semakin meningkatkan bukti fisik
berkualitas yang dirasakan konsumen.
Hasil wawancara menunjukan masih
kurang maksimalnya penempatan toilet
di areal sekitar di lingkungan Jawa Timur
Park 2. Hal ini tentu akan mengurangi
rasa nyaman pengunjung dalam
menikmati kunjungan mereka ke Jawa
Timur Park 2, dimana tentu akan
berpengaruh dari kondisi emosional yang
telah terbentuk oleh kondisi lingkungan
sekitar (ambient condition) yang
dirasakan oleh pengunjung pertama kali.
SIGNS, SYMBOL AND ARTIFACTS
Penyedia jasa menggunakan
tanda-tanda, simbol dan artifak untuk
memandu konsumen dalam proses
pelayanan. Tanda dan simbol
dikomunikasikan secara eksplisit dimana
dapat mengkomunikasikan kepada
konsumen tentang bagaimana
berperilaku, dan menunjukan suatu
informasi maupun arahan kemana
konsumen harus pergi. Bagitu juga
dengan Jawa Timur Park 2, mereka
memberikan simbol-simbol dan tanda
kepada pengunjungnya, dari hasil
wawancara dapat diketahui bagaimana
pengunjung baru mengingat mengenai
simbol dan tanda setelah diberikan
pertanyaan yang berhubungan dengan
simbol, tanda, dan artifak. Dimensi
simbol, tanda dan artefak merupakan
dimensi yang penting, berdasarkan data
hasil wawancara dapat kita ketahui
bahwa dimensi ini merupakan salah satu
elemen yang penting, akan tetapi
pengunjung atau konsumen kerap kurang
memperhatikan tapi sangat dibutuhkan.
Sekalipun kerap kurang diperhatikan
dimensi simbol, tanda dan artifak tetap
harus selalu diperhatikan, seperti halnya
yang diutarkan oleh Lovelock (2005)
tanda, simbol dan artifak berfungsi untuk
mengkomunikasikan citra perusahaan,
membantu konsumen menemukan jalan,
dan mengkomunikasikan naskah jasa.
Sekalipun dimensi ini bukan merupakan
top of mind dibanding dimensi yang lain
yang berperan dalam mendorong
pengunjung untuk berkunjung kembali di
masa yang akan datang, tetap akan
menjadi selah satu pertimbangan bagi
konsumen dalam melakukan evalusi
bukti fisik yang menurut mereka dapat
memberikan kenyamanan saat
berkunjung ke Jawa Timur Park 2.
KARYAWAN
Penampilan dan perilaku
karyawan dapat memperkuat atau
mengurangi kesan yang diciptakan oleh
lingkungan jasa. Perusahaan jasa dapat
merekrut karyawan untuk mengisi peran-
peran tertentu, memberikan mereka
kostum dalam seragam yang konsisten
dengan servicscape dimana mereka akan
berkerja (Lovelock, 2005). Berdasarkan
dengan hasil wawancara dengan
pengunjung Jawa Timur Park 2, saat
pengunjung diberikan pertanyaan
mengenai karyawan, beberapa
memberikan jawaban pertama mengenai
kinerja mereka dan interaksi mereka
dengan pengunjung. Tentu hal ini tidak
berkaitan dengan servicescape, jawaban
beberapa informan lebih kepada kualitas
jasa, dimana ini berbeda dengan konsep
servicescape, dimana dalam konsep
servicescape adalah mengenai
penampilan statis dari karyawan, akan
tetepi beberapa informan juga
memberikan jawaban mengenai tampilan
karyawan ketika diberikan pertanyaan
mengenai karyawan. Hal ini menunjukan
bahwa dimensi karyawan lebih
cenderung akan diingat oleh pengunjung
saat berhubungan atau terkait dengan
kualitas jasa. Akan tetapi penampilan
karyawan tentu tetap harus diperhatikan,
untuk semakin meningkatkan citra
perusahaan sejalan dengan tujuan utama
dari servicescape salah satunya adalah
sebagai packaging atau kemasan yaitu
diharapkan servicescape dapat
“membungkus” atau “mengemas” jasa
yang ditawarkan dan
mengkomunikasikan citra yang
ditawarkan oleh perusahaan jasa kepada
para konsumennya.
KESIMPULAN
Berdasarkan hasil analisis data
dan pembahasan pada bab sebelumnya,
maka dapat diambil kesimpulan sebagai
berikut:
1. Dimensi ambient condition menjadi
Top Of Mind dari alasan pengunjung
Jawa Timur Park 2 untuk kembali
berkunjung ke Jawa Timur Park 2.
2. Dimensi tata letak ruang dan
fungsinya menjadi alasan kedua dari
pengunjung untuk kembali
berkunjung ke Jawa Timur Park 2,
akan tetapi juga dengan dukungan
dari dimensi ambient condition yang
mampu membangun kondisi
emosional pengunjung Jawa Timur
Park 2 menjadi lebih positif.
3. Dimensi Tanda, simbol, Artifak
juga menjadi salah satu
pertimbangan pengunjung ketika
mereka diberikan pertanyaan
mengenai tanda, simbol dan artifak,
walaupun kurang menjadi perhatian
pengunjung, dimensi ini juga harus
diperhatikan, karena mampu
membangun perilaku dan kebiasaan
pengujung saat berkunjung ke Jawa
Timur Park 2.
4. Dimensi karyawan menunjukan
bahwa pengunjung lebih
memperhatikan bagaimana
karyawan berinteraksi dan
berhubungan dengan pengunjung,
dimana hal ini adalah konsep
tentang kualitas jasa, akan karyawan
dalam konteks servicescape juga
tetep harus diperhatikan sebagai
konsistensi serviscescape yang telah
dibangun.
SARAN
Berdasarkan kesimpulan di atas,
saran yang dapat diberikan oleh peneliti
adalah sebagai berikut.
1. Lingkungan fisik yang pada Jawa
Timur Park 2 sudah sangat baik dan
memberikan kenyamanan kepada
pengunjung, dekorasi dan
suasananya sudah sesuai dengan
konsep yang diinginkan oleh pihak
Jawa Timur Park 2. Namun peneliti
memberikan saran bagi Jawa Timur
Park 2 agar membuat fasilitas toilet
tersebar lebih banyak dan saling
berdekatan, sehingga pengunjung
tidak harus menahan terlalu lama
untuk pergi ke toilet.
2. Pada dasarnya kesesuaian antara
rancangan dan penataan lingkungan
fisik pada Jawa Timur Park 2
dengan nuasa satwa yang sesuai
dengan habitatnya telah amat sesuai
dan konsisten. Namun, peneliti
memberikan saran bagi Jawa Timur
Park 2 untuk secara berkala
mengubah dekorasi yang
memungkinkan untuk diperbaharui
sehingga akan selalu terkesan baru
dan tidak membosankan, apalagi
untuk pengjung setia Jawa Timur
Park 2. Jika dimungkinkan Jawa
Timur Park 2 bisa memberikan
dekorasi maupun wahan baru
sehingga muncul suasana baru yang
semakin menyenangkan bagi
pengunjung.
DAFTAR PUSTAKA
A, Reimer dan Kuchn, R. (2005). The
Impact of Servicescape on
Quality Perception. European
Journal of Marketing
Arifin, hashim Fadzil, dkk. (2011).
Restaurant’s Atmospheric
Elements: What the Customer
Wants. Journal of Asian
Behavioral Studies
Arikunto, S. (2005). Manajeman
Penelitian. Jakarta: Rineka
Cipta.
Bitner, M. J. (1992). Servicescape: The
Impact of Physical Surrondings
on Customer and Employees.
Journal of Marketing
Collett, Patti Lynn. (2008). Servicescape
and Customer Satisfaction: The
Role of Strategy. The University
of Texas at Arlington
Engel, James F., Roger D. Blackwell,
Paul W. Miniard. (2000).
Perilaku Konsumen.
Terjemahan F.X. Budianto
Jakarta : Binarupa
http://www.bps.go.id/ diakses tanggal 28
Maret 2017
https://batukota.bps.go.id diakses
tanggal 16 Juni 2017
Ryu, K dan Jang, S. (2007). The Effect
of Environmental Perceptions
on Behavioral Intention
Through Emotion: The Cas of
Upscale Restaurants. Journal of
Hospitality and Tourism
Research
Kotler, P. (1973). Atmospherics as a
Marketing Tool. Journal of
Retailling, vol.49 no.4
Kotler, Philip. (1991). Manajemen
Pemasaran , Analisis,
Perencanaan, Implementasi dan
Pengendalian. Jakarta:
Erlangga.
Kotler, Philip. (2000). Manajemen
Pemasaran, Edisi Milenium,
Jakarta: Prehalindo
Kotler, Philip and keller, Kevin Lane.
(2006). Marketing Management.
Edisi ke-12. Pearson
International/Mc Graw Hill:
New York
Kriyantono, Rachmat. (2009). Teknik
Praktis Riset Komunikasi.
Malang: Prenada Media Group
Lilani, Anand. (2008). A Study on the
Impact of Servicescape.
Emotions, Behaviors, and
Repatronage Inetentions in
Upscale Restaurants – Mumbai.
University of Huddersfield, UK
Lincoln, Y., and E. Guba. (1985).
Naturalistic Inquiry. Newbury
Park, CA: Sage Publications.
Lovelock, Christoper H dan Lauren K.
Wright. (2005). Manajemen
Pemasaran jasa. Edisi Bahasa
Indonesia. PT. Indeks Kelompok
Gramedia: Jakarta
Lovelock, Wirtz. (2011). Services
Marketing: People, Technology,
Strategy 7th . Boston: Pearson
Education.
Malhotra, Naresh K. (2005). Social
Research Method 5th Edition
Qualitative and Quantitave
Approach. Pearson Education
Inc: USA
McComish, M. and P. G. Quester (2005).
"Consumers' Affective Responses
to the Retailscape: A Spatial and
Temporal Perspective "
ANZMAC 2005 Conference:
Retailing, Distribution Channels
and Supply Chain Management,
The University of Adelaide.
Miles, M.B. & Huberman, A.M. (1994).
Qualitative Data Analysis.
London : Sage Publishers
Minor, Michael; John. C. Mowen (2002).
Perilaku Konsumen. Edisi 5.
Erlangga. Jakarta
Moleong, Lexy J .. (2007). Metode
Penilitian Kualitatif. Bandung:
Remaja Rosdakarya.
Perreault, William D. and E. Jerome
McCarthy. (2006). Essentials of
Marketing: A Global-
Managerial Approach, Tenth
Edition, New York: McGraw-
Hill
Peter, J. Paul dan Jerry C. Olson. (2000).
Consumer Behavior. Perilaku
konsumen dan Strategi
Pemasaran Jilid 2.Edisi 4.
Jakarta: Erlangga
Prasetijo, R dan Ihalauw, J (2005).
Perilaku Konsumen. Andi
Offset: Yogyakarta.
Reimer, Anja and Kuehn, Richard
(2005). The Impact of
Servicescape on Quality
Perception. European Journal of
Marketing, vol.39 no.7/8 pp.785-
808.
Schiffman, Leon G dan Leslie L. Kanuk.
(2000). Consumer Behaviour.
Edisi ke-7. New York: Prentice
Hall
Schiffman, Leon G dan Kanuk, Leslie
Lazar. (2004). Consumer
Behavior. Edisi ke 7. Prentice
Hall: New York
----------------------------------. (2000).
Perilaku Konsumen. Indekz:
Jakarta
Simamora, Bilson. (2004). Riset
Pemasaran, Jakarta, Gramedia
Utama
Solomon, M.R. (2004). Consumer
Behavior: Buying, Having, and
Being. Edisi ke-6. Pearson
Prentice Hall: New Jersey
Tjiptono, F. (1996). Manajemen jasa.
Yogyakarta
Tjiptono, Fandy. (2009). Service
Marketing: Esensi & Aplikasi.
Yogyakarta: Marknesis
Vaus, David De. (2002). Survey in
Social Research, 5th Ed.
Routledge
Wakefield, K. L, dan Blodgett, J. G.
(1994). The Importance of
Servicescpae in Leisure Settings,
university of Mississippi
Zeithaml, Valarie A., Leonard L Berry ,
and A. Parasuraman. (1996) The
Behavioral Consequences of
Service Quality. Journal of
Marketing, Vol. 60, pp.70-87
Zeithaml, V. A. Berry, L. L. dan
Parasumara, A. (1996). The
Behavioral Consequences of
Service Quality. Journal of
Marketing
Zeng, Fue., Hu, Zuohao., Zhilin R.C.
(2009). Determinants of online
service satisfaction and their
impacts on Behavioral
Intentions. Total Quality
Management. Vol. 20, No. 9,
953-969.
top related