konsepsi ilmu budaya dasar ditinjau dalam aspek kesusasteraan dan seni rupa
Post on 07-Aug-2015
84 Views
Preview:
TRANSCRIPT
A. KONSEPSI ILMU BUDAYA DASAR DITINJAU DALAM ASPEK
KESUSASTERAAN DAN SENI RUPA
1. Konsepsi Budaya Dasar Dalam Berbagai Bidang Kesusasteraan
a. Hakekat Puisi
Dipandang dari segi bangunan bentuknya pada umumnya puisi dianggap
sebagai pemakaian atau penggunaan bahasa yang intensif; oleh karena itu
minimnya jumlah kosa kata yang digunakan dan padatnya struktur yang
dimanipulasikan,namun justru karena itu berpengaruh kita dalam menggerakkan
emosi pembaca karena gaya penuturan dan daya lukisnya. Bahasa puisi dikatakan
lebih padat lebih indah, lebih cemerlang dan hidup (compressed, picturesque,
vivid) daripada bahasa prosa atau percakapan sehari-hari.
Bahasa puisi mengandung penggunaan lambang-lambang metaforis dan
bentuk-bentuk intutive yang lain untuk mengekspresikan gagasan, perasaaan dan
emosi oleh karena puisi senantiasa menggapai secara eksklusif ke arah imajinasi
dan ranah (domain) bentuk-bentuk emotif dan artistiknya sendiri.
Kepadatan bahasa puisi itu sebenarnya sangat berkaitan. Secara sinkron
dan integratif dengan upaya sang penyair dalam memadatkan sejumlah pikiran,
pcrasaan dan emosi serta pe-ngalaman hidup yang diungkapannya. Hal yang
membedakan seorang penyair dari pengarang prosa adalah karena kemampuannya
dalam mengekspresikan hal-hal yang sangat besar dan luas dalam bentuk yang
ringkas dan padat.
Dipandang dari segi isinya puisi yang bagus merupakan ekspresi yang
paling benar (genuine expression) atas keseluruhan kepribadian manusia dan
kerena itu ia dapat menyampaikan secara luar biasa keinsyafan pikiran dan hari
manusia tehadap pcngalaman dan peristiwa kehidupan. Dengan demikian
fenomen- budaya puisi itu tcrcipta dalam proses yang kira-kira bisa dibagankan
sebagai bcrikut:
b. Penyajian Puisi dalam Pendidikan dan pengajaran di semua
tingkatan
Berdasarkan sejumlah pandangan yang terpilih dari para ahli dan kritikus
sastra dapatlah dikatakan bahwa pu isi bersifat koekstensif dengan “hidup”
(W.J.G. race, 1965:5) yang berarti bcrdiri berdampingan dalam kedudukan yang
sama dengan “hidup” sebagai pencerminan dan krilik atau interpretasi terhadap
“hidup”.
Dalam pemikiran aslinya Dr. Smuel Johnson menyebutkan “general
nature” sebagai obyek “percerminan”. Dalam hal ini puisi itu sendiri bukanlah
sebuah cermin, dalam pengertian ia tidak semata-mata mereproduksi suatu
bayangan alam (dan kehidupan), tetapi ia membuat alam itu direfleksikan di
dalam bentuknya yang banyak berisi arti (Northrop Frye, 1957: 84).
Secara aktual apa yang dinyatakan oleh penyair dalam puisinya dapat
merupakan analogi, koresponden atau mirip dengan alam lahir (external nature).
Di sini “cermin” tidak semata-mata mereflcksikan alam lahir itu, oleh karena
“alam” di sini juga mencakup inleligensi manusia, perasaanya dan cara atau
aktivitas manusia itu melihat dirinya sendiri. Tendensi pandangan dalam kritik
modern mengenai dalil “pencerminan” tersebut menganggap bahwa puisi sebagai
suatu jenis karya scni merupakan “heterokosmos” yakni sebagai “alam kedua”.
Dalam memandang sastra pada umumnya dan puisi pada khususnya sebagai
pencerminan pengalaman, kita tidak akan berpikir bahwa sastra (puisi) sebagai
penyajian norma-norma secara statistik.
Sebegitu jauh sastra/puisi di zaman angkatan Pujangga Baru (tahun 30-an)
boleh disebut hanya mengenal atau cenderung kepada minoritas orang-orang
berpendidikan menengah dan feodal sebagaimana sastra Eropa Barat di abad
pertengahan yang hanya menyuarakan gerak hidupnya kaum bangsawan yang
mencari kekuatannya pada tema-tema tertentu saja, misalnya cinta istana.
Namun sastra/puisi Indonesia di kurun 1942 – 1945 mengumandangkan
tuntutan masyarakat akan kemerdekaan dan di tahun 1960-an meneriakkan
pemberontakan kepada kaum “tirani” dan “despot”. Sedangkan puisi-puisi
Gunawan Muhammad atau Sapardi Joko Damono lebih banyak ber-sifat renungan
pada pencarian nilai-nilai.
1) Hubungun puisi dengan pengalaman hidup manusia
Perekaman dan penyampaian pengalaman dalam sastra/puisi disebut
“pengalaman perwakilan’ (vicarious experience, (1) D.L. Burton, 1964: 4, (2)
M.E. Fowler, 1965: 219, (3) W.J. Grace, 1965: (4). lni berarti bahwa manusia
senantiasa ingin mcmiliki salah satu kebutuhan dasarnya untuk lebih
menghidupkan pengalaman hidupnya dari sekedar kumpulan pengalaman
langsung yang terbalas. Dengan ‘pengalaman perwakilan” itu sastra/puisi dapat
memberikan kepada mahasiswa memiliki kesadaran (insight – wawasan) yang
penting untuk dapat melihat dan mengerti banyak tentang dirinya sendiri dan
tentang masyarakat.
Dengan keseringan membaca dan mendiskusikan hasil karya sastra/puisi
dengan bimbingan dosen yang bijaksana dan matang mcreka dapat berkembang
untuk mengerti tidak saja terhadap diri mereka masing-masing dan hubungannya
dengan masyarakat di mana mereka hidup, tetapi juga terhadap keahlian dan
kearifan senimannya (the craft of the artist).
Pendekatan terhadap ‘pengalaman perwakilan’ ilu dapat dilakukan dengan
suatu kemampuan yang disebut ‘imaginative entry’ (D.L. Burton, 1965: 1544),
yaitu kemampuan menghubungkan pengalaman hidup sendiri dengan pengalaman
yang diluangkan penyair dalam puisinya. Sebagai pemuda tentulah mahasiswa itu
pcrnah jatuh cinta, kebencian yang mendendam, keberanian memprotes, sakit hati
dan penderitaan olch kesedihan, keterharuan dan kebanggaan olch dalang-nya
suatu harapan yang membahagiakan. Dengan mengidentifikasi pengalaman-
pengalaman itu mereka dapat memasuki pcngalaman dalam puisi dengan
membaca dan mendiskusikannya, sehingga mcreka dapat mempcrluas
ketahuannya terhadap dirinya dan terhadap orang lain.
Puisi mempunyai kekuatannya sendiri dalam memperluas pengalaman hidup
aktual dengan jalan mengalur dan mensintesekannya. Pengalaman yang melayani
kebutuhan universal manusia untuk memperoleh pelarian dan obat penawar dari
beban kesibukan hidup yang rutin.
2) Puisi dan keinsyafan/kesadaran individual
Dengan membaca puisi kita dapat diajak untuk dapat menjenguk hati dan
pikiran/kesadaran manusia, baik orang lain maupun diri sendiri. Hal ini sangat
dimungkinkan oleh puisi itu sendiri, karena melalui puisinya sang penyair
menunjukkan kepada pembaca bagian dalam hati manusia, ia menjelaskan
pengalaman sctiap orang, yang bisa mengenai:
a) topang yang dipakai orang dalam kehidupan yang nyata
b) berbagai peranan yang diperankan orang dalam mcnampilkan diri di dunia
atau lingkungan masyarakatnya.
Adalah hak dan misi seorang penyair lewat puisinya untuk membuka tabir
yang mcnutupi hati manusia dan membawa kita untuk melihat sedekat- dekatnya
rahasia pikiran, perasaan dan impian manusia. Pada akhirnya puisi mempcrluas
dacrah pcrscpsi kita memperlcbar dan memperdalam serta menyempurnakan
sensibilitas emosional kita, kemampuan kita untuk merasakan, sehingga kila
dibuatnya menjadi lebih sensitif, lebih responsif dan mejadi manusia yang lebih
simpatik.
3) Puisi dan keinsyafan sosial.
Puisi juga membcrikan kepada manusia tentang pengetahuan manusia sebagai
makhluk sosial, yang tcrlibat dalam issue dan problema sosial. Sccara imajinatif
puisi dapat menafsirkan sittuasi dasar manusia sosial, yang bisa berupa:
a) penderitaan atas ketidak adilan
b) perjuangan untuk kekuasaan.
c) konfliknya dengan secsamanya
d) pemberontakannya lerhadap hukum Tuhan atau hukum manusia sendiri.
4) Puisi dan nilai-nilai.
Dengan membcrikan pengarahan dna bimbingan yang tepat dalam proses
membaca dan mendiskusikan puisi, mahasiswa akan men-jumpai nilai-nilai
(value) yang bermanfaat bagi lingkungan hidupnnya. Ia akan membaca tentang
manusia laki-laki atau perempuan yang mungkin telah mengambil sikap tertentu
tentang moral dan etika yang menjadi pilihannya.
Kata drama berasal dari kata Greek draien yang berarti to do, to act.
Sementara itu kata teater berasal dari kata Greek the-atron yang berarti to see, to
view. Perbedaan antara kedua istilah itu dapat dilihat pada pasangan ciri-ciri
sebagai berikut ;Drama teater
Drama Teater
Play Performance
Script Production
Text Staging
Author Actor
Creation Interpretation
Theory Practice
Dari perbandingan di atas kiranya nampak bahwa drama lebih me-rupakan
lakon yang belum dipentaskan; atau skrip yang belum diproduksikan; atau teks
yang belum dipanggungkan; atau hasil kreasi pengarang yang dalam batas-batas
tertentu masih bersifat teoritis. Sementara itu teater lebih merupakan performansi
dari lakon; atau produksi dari skrip; atau pemanggungan dari teks; atau hasil
interpretasi aktor dari kreasi pengarang yang dalam batas-batas tertentu bersifat
mempraktekkan.
Mengapresiasi drama sebagai sastra (terutama jika menggunakan pendekatan
obyektif) tidak dapat dilepaskan dari memahami elemen-elemen atau unsur-unsur
drama yakni : alur (plot) bahasa lakon (terutama dialog), dan tokoh (character).
Namun hendaklah diingat bahwa ketiganya (plot, dialog dan character) bukanlah
monopoli drama, oleh karena prosa fiksi pun memiliki elemen-elemen tadi.
Dari sini jelas bahwa perbedaan antara novelis dengan penulis lakon dalam
menyajikan tokoh, terletak pada alat yang digunakan. Penulis lakon menggunakan
alat dialog dan aksi. Sementara itu novelis akan menggunakan alat dialog dan
wacana narator (narrator’s discourse).Dari apa yang telah disajikan di atas
semakin jelaslah bahwa elemen-elemen drama dalam batas-batas tertentu terdapat
juga di dalam prosa fiksi.
PROSA FIKSI
Istilah prosa fiksi banyak padanannya. Kadang-kadang di sebut : narrative
fiction, fictional narrative, prose fiction atau hanya fiction saja. Kata Latin
fictionem dari kata fingere artinya menggambarkan atau menunjukkan. Dalam
bahasa Indonesia istilah tadi sering diterjemahkan menjadi cerita rekaan dan
didefinisikan sebagai “Bentuk cerita atau prosa kisahan yang mempunyai peme-
ran, lakuan, peristiwa, dan alur yang dihasilkan oleh daya khayal atau imajinasi”
(Saad & Moeliono). Istilah cerita rekaan umumnya dipakai untuk roman, atau
novel, atau cerita pendek.
c. Nilai-nilai di dalam prosa fiksi
Yang dimaksud dengan nilai di sini adalah persepsi dan pengertian yang
diperoleh pembaca lewat sastra (prosa fiksi). Hendaknya disadari bahwa tidak
semua pembaca dapat mem-peroleh persepsi dan pengertian tersebut. Ini hanya
dapat diperoleh pembaca, apabila sastra menyentuh diririya. Nilai tersebut tidak
akan diperoleh secara otomatis dari membaca. Dan hanya pembaca yang berhasil
mendapat pengalaman sastra saja yang dapat merebut nilai-nilai dalam sastra.
1) Prosa fiksi memberikan kesenangan
Keistimewaan kesenangan yang diperoleh dari membaca fiksi adalah
pembaca mendapatkan pengalaman sebagaimana jika mengalaminya sendiri
peristiwa atau keja-dian yang dikisahkan. Pembaca dapat mengembangkan
imaginasinya untuk mengenal daerah atau tempat yang asing, yang belum
dikunjunginya, atau yang tak mungkin dikunjungi selama hidupnya. Pembaca
juga dapat mengenal tokoh-tokoh yang aneh atau asing tingkah lakunya atau
mungkin rumit perjalanan hidupnya untuk mencapai suatu sukses. Namun
demikian tidak menutup kemungkinan bahwa tempat atau tokoh dalam fiksi itu
mirip dengan manusia manusia atau tempat-tempat dalam kehidupan sehari-hari.
Kecuali kenikmatan literer, fiksi juga memberikan kesenangan yang berupa
stimulasi intelektual. Ini datang dari adanya ide-ide, wawasan-wawasan, atau
pemikiran-pemikitan yang baru, yang aneh, yang luar biasa, bahkan juga yang
mungkin sangat membahayakan jika diungkap-kan bukan lewat sastra.
2) Prosa fiksi memberikan informasi.
Fiksi memberikan sejenis informasi yang tidak terdapat di dalam ensiklopedi.
Jika kita memerlukan suatu fakta, maka kita dapat membuka buku. Tetapi jika
kita menginginkan wawasan yang berbeda dari apa yang ada di dalam fakta,
maka kita harus memilih sastra. Dari sastra mungkin kita akan mendapatkan
nilai-nilai dari sesuatu yang mungkin di luar perhatian kita. Dari novel sering
kita dapat belajar sesuatu yang lebih daripada sejarah atau laporan jurnalistik
tentang kehidupan masa kini, kehidup-an masa lalu, bahkan juga kehidupan
yang akan datang, atau kehidupan yang sama sekali asing. (Kita ingat misalnya
Robinson Crusoe (Defoe) atau Perjalanan ke Akhirat (Djamil Suherman).
Fiksi juga memberikan ide atau wawasan yang lebih dalam daripada sekedar
fakta yang hanya bersifat meng-gambarkan. Dari fiksi dapat dipahami tentang
kelemahan, ketakutan, keterasingan, atau hakekat manusia lebih daripada apa
yang disajikan oleh buku-buku psikologi, sosiologi, atau anthropologi.
Fiksi bersifat mendramatisasikan, bukan hanya sekedar menerangkan seperti
misalnya buku teks psikologi. Mendramatisasikan, berarti mengubah prinsip-
prinsip abstrak menjadi suatu kehidupan atau lakuan/tindakan (action). Kita jadi
ingat misalnya pada Ziarah (Iwan Simatupang) yang merupakan dramatisasi atau
fisikalisasi dari ide keterasingan kehidupan manusia, sebagaimana diperankan
oleh profesor filsafat itu.
(c). Prosa fiksi memberikan warisan kultural.
Pelajaran sejarah dapat memberikan sebagian warisan kultural kepada
mahasiswa; demikian pula dengan pelajaran matematika, seni, dan musik. Para
mahasiswa yang mempelajari bahasa dan sastra akan memperoleh kontak
dengan : impian-impian, harapan-harapan, dan aspirasi-aspirasi, sebagai akar-
akar dari kebudayaan. Prosa fiksi dapat menstimulai imaginasi, dan merupakan
sarana bagi pemindahan yang tak henti-hentinya dari warisan budaya bangsa.
Novel-novel yang terkenal seperti : Sitti Nurbaya, Salah Asuhan, Layar
Terkembang mengungkapkan impi-an-impian, harapan-harapan, aspirasi-
aspirasi dari generasi yang terdahulu yang seharusnya dihayati oleh generasi
kini. Bagi bangsa Indonesia novel-novel yang berlatar belakang perjuangan
revolusi seperti Jalan Tak Ada Ujung, Perburuhan, jelas merupakan buku novel
yang berarti, sementara kita menyadari bahwa revolusi itu sendiri adalah suatu
tindakan heroisme yang mengagumkan dan memberikan kebanggaan.
(d). Prosa fiksi memberikan keseimbangan wawasan.
Lewat prosa fiksi seseorang dapat menilai kehidupan berdasarkan
pengalaman-pengalamannya dengan banyak individu. Fiksi juga memungkinkan
lebih banyak kesem-patan untuk memilih respon-respon emosional atau rang-
kaian aksi (action) yang mungkin sangat berbeda daripa-da apa yang disajikan
oleh kehidupan sendiri. Rangkaian aksi itu sendiri mungkin tidak pernah ada dan
tidak pernah terjadi di dalam kehidupan faktual.
Adanya semacam kaidah kemungkinan yang tidak mungkin dalam fiksi inilah
yang memungkinkan pembaca untuk dapat memperluas dan memperdalam
persepsi dan wawasannya tentang tokoh, hidup, dan kehidupan manusia. Dari
banyak memperoleh pengalaman sastra, pembaca akan terbentuk keseimbangan
wawasannya, terutama dalam menghadapi kenyataan-kenyataan di luar dirinya
yang mungkin sangat berlainan dari pribadinya. Seorang dokter yang dianggap
memiliki status sosial tinggi, tetapi ternyata mendatangi perempuan
simpanannya walaupun dengan alasan-alasan psikologis, seperti dikisahkan
novel Belenggu, adalah contoh dari “the probable impossibility.” Tetapi justru
dari sinilah pembaca memperluas per-spektifnya tentang kehidupan manusia.
Kesanggupan sastra (fiksi) untuk menembus pikiran dan emosi seperti itu
dapat memberikan impaknya yang luar biasa. Beberapa novel kadang-kadang
menyajikan suatu wawasan atau pemikiran yang subtil, bahkan sampai kepada
yang “gila” (Ingat beberapa novelet Putu Wijaya).
4.2 Aspek ekstrinsik prosa fiksi.
Faktor sejarah dan lingkungan seringkali dapat dibuktikan ada kaitannya
dengan sebuah cipta sastra (fiksi). Dengan kata lain kekuatan-kekuatan di dalam
masyarakat atau lingkungan itulah justru memiliki pengaruh yang kuat pada
diciptakanya sebuah karya prosa fiksi. Sehingga kejadian-kejadian yang
bersamaan dalam proses pembuatan sebuah karya prosa fiksi seringkali menjadi
ide dan inspirasi dari pengarangnya.
Konsepsi Budaya Dasar Dalam Seni Rupa
1. HAKEKAT SENI RUPA.
Keutuhan manusia sebagai pribadi dapat dimungkinkan melalui
pemahaman, penghayatan dan meresapkan nilai-nilai yang terkandung dalam
suatu karya seni rupa sebagai salah satu bagian dari kebudayaan. Manusia sebagai
makhluk ciptaan Tuhan yang dianugerahi pikiran, perasaan dan kemauan secara
naluriah memerlukan pranata budaya untuk menyatakan rasa seninya, baik secara
aktif dalam kegiatan kreatif, maupun secara pasif dalam kegiatan apresiatif.
Dalam kegiatan apresiatif, yaitu mengadakan pendekatan terhadap seni
rupa seolah-olah kita memasuki suatu alam rasa yang kasat mata. Seni rupa
sebagai karya seni yang nampak rupa seolah-olah hanya dapat dihayati dengan
indra mata. Maka itu kadang-kadang seni rupa itu disamakan dengan seni visual,
yakni seni yang aktifitasnya erat sangkut pautnya dengan visi indrawi (mata)
Tetapi sebenarnya seni rupa itu lebih dari yang hanya bersifat lahiriah semata,
yakni lebih dalam lagi dan meliputi pula visi bathiniah.
Seni rupa sebagai karya yang kasat mata, perwujudannya itu adalah
merupakan wadah pembabaran idea yang bersifat bathiniah Dalam mengadakan
pendekatan terhadap seni rupa seluruh pancaindra kita, khususnya penglihatan,
perabaan dan perimbangan kita terlibat dengan asyiknya terhadap bentuk seni
rupa itu yang terdiri dari aneka warna, garis, bidang, tekstur dan sebagainya yang
bersifat lahiriah itu untuk seterusnya menguak alam kesadaran jiwa kita untuk
lebih jauh menghayati isi yang terbabar dalam karya seni rupa itu serta idea yang
melatar belakangi kehadirannya.
Maka itu dalam mengadakan pendekatan terhadap karya seni rupa kita
tidak cukup hanya bersimpati terhadap karya seni rupa itu, tetapi lebih dari itu
yaitu secara empati (empathy). Empati berasal dari kata Yunani yang berarti
Terasa di dalam, sedangkan simpati yang juga berasal dari kata Yunani berarti
merasa dengan. Jadi dalam menghayati suatu karya seni secara empati berarti kita
menempatkan diri kita ke dalam karya seni itu.
“Seorang pribadi yang berempati orang ini mencoba melihat dunia dari
makhluk manusia lain, melalui mata dari orang lain. Empati memerlukan
keterlibatan, imajinasi, pengertian, identifikasi dan interaksi. Dengan faktor-faktor
tersebut maka kualitas empati lebih meningkat”
Dengan kesediaan kita mempelajari suatu karya seni secara empati, yaitu
mencoba memahami apa yang sebenarnya terbabar dalam karya seni itu, baik
terhadap karya seni yang berasal dari jaman lampau maupun dari masa kini dari
daerah yang sama atau berjauhan,berarti kita telah terbuka untuk memahaminya.
Memang, pada dasarnya manusia bersifat sukar memahami manusia
lainnya, termasuk bersifat sukar menerima karya seni bentuk-bentuk asing.
Pemahaman terhadap karya seni bentuk-bentuk asing seperti karya seni rupa
prmitif atau karya seni rupa kuno, bahkan juga terhadap karya seni rupa modern
tidaklah mudah, Satu syarat yang masih dituntut oleh seni modern yang bahkan
merupakan ciri khasnya, ialah kreativitas. Dari sebuah perkataan ini tercantumlah
beberapa sifat yang merupakan gejala-gejalanya. Oleh karena itu untuk
menghindarkan istilah modern yang bermuka banyak itu tadi, ada yang menamai
seni modern itu dengan “seni kreatif”. Contoh, karya-karya seni rupa modern
adalah karya-karya seniman :
a. Paul Cezane,
b. Paul Gauguin,
c. Vincent van Gogh,
d. Pablo Picasso,
e. Naum Gabo,
f. Antoine Pevsner,
g. Ozcenfant,
h. Marinelti,
i. Mari Utrillo,
j. Max Chagal,
k. Henry Moor,
l. Kandinsky dan
sebagainya
.
Di Indonesia kita mengenal seniman pelukis dan pemahat modern antara lain:
a. Affandi,
b. Popo Iskandar,
c. Zaini,
d. G. Sidharta,
e. Klul,
f. Cokot,
g. Ida Bagus Nyana dan sedcretan scniman muda lainnya
Karya-karya mereka (sebagian) dipajang di becrapa lempat scperti :Balai Scni Rupa Pusat di
Jakarta, Museum Affcndi di Yogyakarta, Museum bali di Dcnpasar, Museum Ralna Warta di
Ubud (Bali), Pusat Kcsenian Bali di Dcnpasar, Museum Sctcja Neka di Ubud (Bali) dan di
bebcrapa tempat kolcktor lainnya.
2. BEBERAPA GAYA, CORAK, ATAU ISME SENI RUPA.
Di muka telah di singgung, bahwa kclahiran karya-karya seni rupa yang berbeda-beda
pada liap-liap jaman dikarcnakan masing-masing jaman itu mcmiliki aliran-aliran pikiran yang
berbeda-beda. Masing-masing jaman mclahirkan karya-karya scni rupa dengan ciri-cirinya
masing-masing. Ada kalanya pada satu jaman lahir aliran-aliran pikiran yang berbeda-beda,
schingga melahirkan pula corak karya seni rupa yang berbeda.
Jadi yang dimaksud dengan gaya dalam seni rupa adalah corak atau isme yang
dikarenakan aliran-aliran pikiran yang mendorong alau mclatar belakangi kelahiran karya scni
rupa itu.
Karena adanya perbedaan-perbedaan konsepsi pikiran dari masing-masing jaman, maka
masing-masing jaman mclahirkan kcsenian yang mem-punyai ciri-ciri yang khusus. Adanya
bermacam gaya, corak atau isme.itu mempunyai pesona-pesona sendiri yang khusus dan khas. Di
samping itu, tiap-tiap aliran corak, gaya atau ismc itu mempunyai tujuan tcrtcntu atau fungsi
sendiri-sendiri. Atau tiap-tiap aliran itu mempunyai cita-cita seni sendiri, sesuai dengan pikiran
jamannya.
Karena cila-cita seni itu berbeda-beda, yang satu ke arah kemanusiaan, yang satunya kc
arah ke Tuhanan dan sebagainya, maka karya-karya seni itu memperlihatkan wujud yang
berbeda-beda. Namun demikian kesenian mempunyai aspek-aspek persamaan.
Kesenian Primitif
Pada umumnya dapat dikatakan bahwa mutu suatu ciptaan terutama pada sifatnya yang
khas, yang tak ada pada ciptaan lain untuk mencari karya yang khas, unik dan tidak ada duanya
itu, maka orang menoleh ke masa seni primitif.
Kesenian primitif kesederhanaannya menimbulkan kesan yang mengagumkan. Kesenian
primitif tidak di buat atas dasar sadar artistik tctapi dibuat atas dasar sadar magis. Benda yang
dibuat tidak ditujukan sama sekali untuk benda seni yang menarik (artistik), tapi sebagai benda
sakti. Contoh : patung-patung suku Asmat dari Irian sungguh menarik pesona seni orang-orang
modern, meskipun karya-karya itu tidak memiliki keindahan menurut pesona seni klasik.
Kita sering keliru menilai suatu karya seni dan menilai tidak dari karya scni itu sendiri
pada jamannya, melainkan dengan kriteria dari luar jaman karya scni itu. Biasanya kita
menggunakan ukuran masa kini atau masa klasik untuk menilai karya seni primitif. Gaya klasik
semula dimaksudkan ialah kesenian Yunani kuno.
Di Indonesia kesenian dan kesusastraan Hindhu dianggap klasik. Kadang-kadang
kesusastraan melayu juga di scbut klasik. Ciri-ciri seni klasik adalah tenang, harmonis, symetris
atau seimbang. Contoh: wayang kulit, patung dari jaman Hindhu dan sebagainya.
Lawan dari klasik ialah seni romantik, yang dengan sadar mengingkari keseimbangan
klasik, bentuk teratur dan tradisional. Sedangkan romantik menyampingkan realitas dan
mengikuti emosi, terutama emosi yang dramatis dan tragis yang amat menarik. Para seniman
romantik mengubah ralitas dengan berdasarkan fantasinya dan selanjutnya seolah-olah hidup di
dalam impian.
Dengan demikian wajarlah para seniman romantik mencari obyek yang biasa merangsang
fantasi-fantasinya dan bisa memberi jalan untuk melahirkan rasa romantisnya. Pelukis romantis
Indonesia yang terkenal adalah Basuki Abdullah dengan buah karyanya yang menawan
penggemarnya.
Di Barat romantik berkembang pada bagian akhir abad ke 18 atau pada permulaan abad
ke 19, bersamaan dengan aliran neo-klasik.
Neo-klasik adalah aliran yang berorientasi pada kcbcnaran dan kcindahan Recoco yang
berkembang di Perancis pada pertcngahan abad ke 18 (*).
Apabila gaya rococo mcncerminkan kehalusan dan pcrmainan cinta serta keingingan
menghias tanpa tujuan tertentu, maka gaya neo-klasik ialah suatu jawaban terhadap kerinduan
pada masa silam dari kcscnian negara tua. Ciri-cirinya:
1). mengagung-agungkan bentuk,
2). komposisi seimbang,
3). gerak tidak berlebih-lebihan,
4). warnanya dingin dan
5). obyek tentang sejarah dan mitologi
Contoh karya neo-klasik adalah karya-karya Jacques Louis David yang menunjukkan adanya
kemahiran dalam anatomi dan kctclitian dalam membuat lipatan-lipatan kain serta penyusunan
figur-figur secara scimbang.
Perbedaannya dengan corak Barok nampak jelas. Gaya Barok litik berat di scgala
jurusan, tidak ada kescimbangan synctris. Warna dan sinar kontras dan scrba bcrgcrak. Ukuran
tafril scrba besar. Sedangkan seni klasik, titik bcrat pada tengah-tengah lukisan, scimbang dan
symetris. Karya korcvoor dan Hcsscling adalah salah satu contoh gaya Barok yang
mempcrlihatkan bcrmacam-macam efck yang bcrgerak dengan kontras yang kuat sckali.
Sesudah gaya romantik, berturut-turut limbul realisme, impresionisme dan
ekspresionesme. Realisme dibedakan dengan naturalisme. Realisme tidak seperti halnya
romantik yang hanyut pada emosi individual, melainkan tingkah laku di dunia pada umumnya.
Jadi terletak pada arah kebenaran umum dalam hal ini kehidupan sosial. Di Barat karya Daumier
adalah contoh yang baik unluk gaya realisme. Dan di Indonesia kita dapat menunjuk karya-karya
Henk Ngantung yang menggambarkan kchidupan para petani buruh dan nelayan dari tingkat
kelompok sosial bawah.
Gaya Racoco >
Hanya dipakai dalam interior rumah (pintu, mebel, barang-barang kerajinan dan
sebagainya) yang ditaati oleh pemakai ornamen yang berlebih-lebihan seperti motif sulur-sluran
daun,
Apa yang telah di paparkan di atas sebagai gaya realis yang berbeda dengan gaya
naturalis. Gaya naturalis selalu mewujudkan seperti terlihat dalam alam. Dalam lukisan naturalis
seniman menghubungkan hal-hal kecil scbanyak mungkin, membangun lukisan secara teliti dan
tcrperinci dengan selalu mengulang supaya mirip dengan benda scsungguhnya secara foto grafis
dengan mempcrhatikan bentuk maupun tekstur, refleksi warna dari satu benda terhadap yang lain
dan sebagainya. Contoh karya naturalis yang banyak adalah karya-karya Abdullah Suryo Subroto
yang senang melukis obyek-obyek pemandangan di sekitar gunung Merapi dan alam
pegunungan yang indah.
Apabila aliran naluralis sangal leliti dalam melukis obyeknya, tidak demikian halnya
dengan aliran imprcsionismc. Naturalisme mcnimbulkan kesan efck yang pcrmanen dan abadi,
scdang imprcsionisme mcrupakan hasil dari pcrtumbuhan keadaan scpintas lalu serta pcrcobaan
scketika. Imprcsionismc menunjukkan kesan-kesan scketika atau scsaat dan tidak pcrmanen.
Pclukis imprcsionismc tidak Iagi mcncliti dengan ccrmat bentuk-bentuk obyeknya.
3. ALIRAN SENI LUKIS
a. Surrealisme
Aliran untuk melukiskan suatu aktivitas jiwa manusia yakni aktivitas jiwa yang masih
dalani kcadaan bebas, yang belum terkekang oleh kaidah-kaidah logika, etika, estetika dan
scbagainya. Lukisan dengan aliran ini kebanyakan menyerupai bentuk-bentuk yang sering
ditemui di dalam mimpi. Pelukis berusaha untuk mengabaikan bentuk secara keseluruhan
kemudian mengolah setiap bagian tertentu dari objek untuk menghasilkan sensasi tertentu yang
bisa dirasakan manusia tanpa harus mengerti bentuk aslinya.
Jadi surrealisme ini hendak melukiskan pcngalaman manusia secara scdalam-dalamnya.
Aliran ini lahir sejak terbitnya manifes yang di tulis oleh A. Breton (manifesto du surrcalisme)
pada tahun 1942 dan memuneak an-tara tahun 1934 – 1938. Karya-karya yang tergolong
surrealis adalah buah karya : Savador Dali, M. Chagall dan Paul Klce.
b. Kubisme
Adalah aliran yang cenderung melakukan usaha abstraksi terhadap objek ke dalam
bentuk-bentuk geometri untuk mendapatkan sensasi tertentu. Salah satu tokoh terkenal dari aliran
ini adalah Pablo Picasso . adalah nama bagi suatu aliran dalam scni lukis dan seni pahat modern
yang lahir pada tahun 1908. Aliran ini mula bcrtujuan untuk mempcrsahajakan benda-benda
menjadi bentuk-bentuk geomctris, kemudian lcbih bcrcorak dekoratif dan non obyektif.
Penganjuran pcrtama adalah Pablo Picasso dan Brauquc. Karya Pablo Picasso yang
bcrgaya kubisme yang tcrkcnal adalah lukisannya yang bcrjudul “Guernice” (1937). Sebenarnya
lukisan ini kombinasi gaya ekspresionisme, surrealisme dan kubisme. Lukisan ini adalah buah
dari reaksi kemarahan Picasso atas pengeboman scmcna:mcna olch angkatan udara Jerman atas
Guernice yang sama sckali tidak dipertahankan secara milker.
c. Romantisme
Merupakan aliran tertua di dalam sejarah seni lukis modern Indonesia. Lukisan dengan aliran ini
berusaha membangkitkan kenangan romantis dan keindahan di setiap objeknya. Pemandangan
alam adalah objek yang sering diambil sebagai latar belakang lukisan. Romantisme dirintis oleh
pelukis-pelukis pada zaman penjajahan Belanda dan ditularkan kepada pelukis pribumi untuk
tujuan koleksi dan galeri di zaman kolonial. Salah satu tokoh terkenal dari aliran ini adalah
Raden Saleh
d. Ekspresionisme
Ekspressionisme adalah kecenderungan seorang seniman untuk mendistorsi kenyataan dengan
efek-efek emosional . Ekspresionisme bisa ditemukan di dalam karya lukisan , sastra , film ,
arsitetur , dan musik . Istilah emosi ini biasanya lebih menuju kepada jenis emosi kemarahan dan
depresi daripada emosi bahagia.
Pelukis Matthias Grünewald dan El Greco bisa disebut ekspresionis. seniman berusaha
mengungkapkan kesadaran jiwanya yang dalam terhadap obycknya. Jadi corak cksprcsionismc
ilu scsungguhnya mcnggambarkan bagaimana scsungguhnya pcrasaan jiwanya tcrhadap
obycknya, bukan lagi mcngambarkan kesan rasan luar dari sualu obyck. Corak cksprcsionismc
lcbih mcmcntingkan cksprcsi, yaitu pcrnyataan balhin yang sclalu tumbuh karcna dorongan akan
mcnjclmakan pcrasaan atau buah pikiran . Pada corak ekspresionismc itu yang diutamakan
adalah inti-sari atau hakekat, jadi soal “di dalam” atau ada juga yang mcngatakan soal
“kejawaan”.
Oleh karena yang diungkapkan soal kejiwaan, scdangkan jiwa itu scsuatu yang abstrak,
maka wujudnya ada kalanya abstrak. Corak eksporcsionismc inilah mcnjadi dasar scni modern
dengan bebcrapa cabangnya sepcrti: kubisme, fauvismc, purismc, futurismc, dadaisme, sur-
realisme, naif-primitifismc dan scbagainya.
e. Impresionisme
Impresionisme adalah suatu gerakan seni dari abad 19 yang dimulai dari Paris pada tahun
1860an . Nama ini awalnya dikutip dari lukisan Claude Monet , ” Impression, Sunrise ”
(“Impression, soleil levant”) . Kritikus Louis Leroy menggunakan kata ini sebagai sindiran
dalam artikelnya di Le Charivari .
Karakteristik utama lukisan impresionisme adalah kuatnya goresan kuas, warna-warna cerah
(bahkan banyak sekali pelukis impresionis yang mengharamkan warna hitam karena dianggap
bukan bagian dari cahaya), komposisi terbuka, penekanan pada kualitas pencahayaan, subjek-
subjek lukisan yang tidak terlalu menonjol, dan sudut pandang yang tidak biasa. Impresionisme
menjadi pelopor berkembangnya aliran-aliran seni modern lain seperti Post-Impresionisme ,
Fauvisme , and Kubisme . Ia memiliki ciri khas:
Goresan kuas pendek dan tebal dengan gaya mirip sketsa, untuk memberikan kemudahan
pelukis menangkap esensi subjek daripada detailnya.
Warna didapat dengan sesedikit mungkin pencampuran pigmen cat yang digunakan.
Diharapkan warna tercampur secara optis oleh retina .
Bayangan dibuat dengan mencampurkan warna komplementer (Hitam tidak digunakan
sebagai bayangan).
Cat tidak ditunggu kering untuk ditimpa dengan warna berikutnya.
Pengolahan sifat transparansi cat dihindari.
Meneliti sedetail mungkin sifat pantulan cahaya dari suatu objek untuk kemudian
diterapkan di dalam lukisan.
Dikerjakan di luar ruangan
Apabila warna yang diletakkan terpisah (berjajar) satu persatu yang mempertinggi
kecemerlangan warna terhadap yang lain. Hasilnya melahirkan efek-efek yang menggetar pada
mala pengamal. Contoh karya-karya impresionisme adalah karya-karya seniman : Monet, Manet,
Vincent van Gogh dan sebagainya. Di Indonesia karya Gusti Ngurah Gede Pemecutan yang
bergaya pointilismc adalah salah salu contoh gaya impresionismc.
Apabila gaya imprcsionismc hanya menangkap kesan luar dari suatu Obyek yang
dilukiskannya dengan warna cahaya yang mclclch, lain halnya dengan ekspresionisme. Aliran ini
mengulamakan (untuk dilukis) kesan llahi yang bcrsifat bathiniah. Melalui ekspresionisme,
seniman sedang berusaha mengungkapkan pcrasaan yang biasanya ada, ialah sesualu yang
nenyedihkan. Tidak ada suatu kemungkinan unluk melihat lukisan-lukisan macam ini, tanpa
merasakan sesuatu dari konflik bathin yang menggcrakkan Jiwa. Lukisan ekspresionisme
memaksa pengamat berfikir tentang bentuk fieri a dislori warna yang dipcrgunakan sebagai
bahasa oleh pelukisnya. Contoh karya Vincent van Gogh dan El Greco. Di Indonesia karya-karya
Affandi adalah contoh yang baik bagi gaya cksprcsionismc.
f. Post-Impresionisme
Post-Impresionisme adalah suatu masa yang masih dipengaruhi sisa-sisa impresionisme.
Pada awal 1880 pelukis mulai mengeksplorasi sisi lain dari penggunaan warna, pola, bentuk, dan
garis yang sedikit berlawanan dari pencapaian impresionisme. Pelukis pada era ini contohnya
adalah Vincent Van Gogh , Paul Gauguin , Georges Seurat dan Henri de Toulouse-Lautrec .
Camille Pissarro , yang sebelumnya adalah seniman impresionis kemudian mengembangkan
gaya pointilisme . Monet meninggalkan kewajiban melukis di luar ruangan. Paul Cézanne ,
meskipun telah tiga kali terlibat dalam pameran impresionis, kemudian mengembangkan
gayanya tersendiri. Karya seluruh seniman ini meskipun tidak lagi menganut aliran
impresionisme namun masih mengandung unsur-unsur dasarnya.
g. Fauvisme
Fauvisme adalah suatu aliran dalam seni lukis yang berumur cukup pendek menjelang
dimulainya era seni rupa modern. Nama fauvisme berasal dari kata sindiran “fauve” (binatang
liar) oleh Louis Vauxcelles saat mengomentari pameran Salon d’Automne dalam artikelnya
untuk suplemen Gil Blas edisi 17 Oktober 1905, halaman 2. Kepopuleran aliran ini dimulai dari
Le Havre , Paris , hingga Bordeaux . Kematangan konsepnya dicapai pada tahun 1906.
Fauvisme adalah aliran yang menghargai ekspresi dalam menangkap suasana yang
hendak dilukis. Tidak seperti karya impresionisme , pelukis fauvis berpendapat bahwa harmoni
warna yang tidak terpaut dengan kenyataan di alam justru akan lebih memperlihatkan hubungan
pribadi seniman dengan alam tersebut. Konsep dasar fauvisme bisa terlacak pertama kali pada
1888 dari komentar Paul Gauguin kepada Paul Sérusier :
“Bagaimana kau menginterpretasikan pepohonan itu? Kuning, karena itu tambahkan
kuning . Lalu bayangannya terlihat agak biru, karena itu tambahkan ultramarine . Daun yang
kemerahan? Tambahkan saja vermillion .”
Segala hal yang berhubungan dengan pengamatan secara objektif dan realistis, seperti
yang terjadi dalam lukisan naturalis , digantikan oleh pemahaman secara emosional dan
imajinatif. Sebagai hasilnya warna dan konsep ruang akan terasa bernuansa puitis. Warna-warna
yang dipakai jelas tidak lagi disesuaikan dengan warna di lapangan, tetapi mengikuti keinginan
pribadi pelukis.
Penggunaan garis dalam fauvisme disederhanakan sehingga pemirsa lukisan bisa
mendeteksi keberadaan garis yang jelas dan kuat. Akibatnya bentuk benda mudah dikenali tanpa
harus mempertimbangkan banyak detail .
adalah aliran dalam scni lukis yang bcrckspcrimcn dengan bcntuk. Karena kebebasannya
mcnggambarkan bentuk, maka oleh pelukis tradisional disebut “pelukis liar” bahasa Pecrancis
(fauvc = binatang liar), nama yang dikarang olch L. Fauxclles (1903). CIri-cirinya: warnanya
kuat, sapuan-sapuannya lebar bcrjejer berdampingan dan pinggiran warna-war-nanya
dilunakkan. Lahir dan berkembang pada tahun 1904 – 1909. Tokoh-tokohnya : Matisse, Drain
dan Vlaminch.
h. Realisme
Realisme di dalam seni rupa berarti usaha menampilkan subjek dalam suatu karya sebagaimana
tampil dalam kehidupan sehari-hari tanpa tambahan embel-embel atau interpretasi tertentu.
Maknanya bisa pula mengacu kepada usaha dalam seni rupa unruk memperlihatkan kebenaran,
bahkan tanpa menyembunyikan hal yang buruk sekalipun.
Pembahasan realisme dalam seni rupa bisa pula mengacu kepada gerakan kebudayaan yang
bermula di Perancis pada pertengahan abad 19 . Namun karya dengan ide realisme sebenarnya
sudah ada pada 2400 SM yang ditemukan di kota Lothal , yang sekarang lebih dikenal dengan
nama India .
Dalam pengertian lebih luas, usaha realisme akan selalu terjadi setiap kali perupa berusaha
mengamati dan meniru bentuk-bentuk di alam secara akurat. Sebagai contoh, pelukis foto di
zaman renaisans , Giotto bisa dikategorikan sebagai perupa dengan karya realis, karena karyanya
telah dengan lebih baik meniru penampilan fisik dan volume benda lebih baik daripada yang
telah diusahakan sejak zaman Gothic .
Kejujuran dalam menampilkan setiap detail objek terlihat pula dari karya-karya Rembrandt yang
dikenal sebagai salah satu perupa realis terbaik. Kemudian pada abad 19, sebuah kelompok di
Perancis yang dikenal dengan nama Barbizon School memusatkan pengamatan lebih dekat
kepada alam, yag kemudian membuka jalan bagi berkembangnya impresionisme . Di Inggris,
kelompok Pre-Raphaelite Brotherhood menolak idealisme pengikut Raphael yang kemudian
membawa kepada pendekatan yang lebih intens terhadap realisme.
i. Naturalisme
Naturalisme di dalam seni rupa adalah usaha menampilkan objek realistis dengan
penekanan seting alam. Hal ini merupakan pendalaman labih lanjut dari gerakan realisme pada
abad19 sebagai reaksi atas kemapanan romantisme . Salah satu perupa naturalisme di Amerika
adalah William Bliss Baker , yang lukisan pemandangannya dianggap lukisan realis terbaik dari
gerakan ini. Salahs atu bagian penting dari gerakan naturalis adalah pandangan Darwinisme
mengenai hidup dan kerusakan yang telah ditimbulkan manusia terhadap alam.
j. Purisme,
Adalah aliran dalam seni lukis yang amat menyederhanakan elcmen-clemcn kontruksi
dan sangat membatasi pemakaian warna. Bahkan dikatakan, purisme adalah pcngolahan lcbih
lanjut tcrhdap kubisme. Tokoh-nya adalah Ozenfant.
k. Futurismc,
Suatu gcrakan sastra yang bcrcorak politik. Lahir olch scorang Italia F.T. Marinelti
dengan suatu manifes yang menganjurkan sifat sportif dan pro tcrhadap scgala apa yang dapat
memajukan tchnik dan keccpatan. Sebaliknya ia mencntang kepada apa yang masih berhubungan
dengan waktu lalu. Anti terhadap sctiap sikap yang bcrdasarkan filsafat atau sikap hidup yang
didapatkan secara intclcktualistis. Kchidupan seni rupa waktu itu sangat dipengaruhi, scbagai
rcaksi tcrhadap akademismc yang mundur waktu itu di Italia.
Lukisan-lukisan futurisme mcngulamakan gerak sehingga lahir macam-macam gcrak dari
suatu benda. Semuanya dilihat dari pangkal tolak motoris (gerak). Pelukis futuristik melukiskan
benda-benda tidak lagi dari suatu tempat tcrtcntu, tetapi mcngumpulkan pecnangkapan kesan
menjadi satu gambaran atau kombinasi, fragmen dari pengamatan yang menggugah. Selanjutnya
mereka melahirkan gerak dan kekuatan dan juga buah dan suara dari pada warna dan garis.
Mereka mclemparkan jauh-jauh prinsip pcrspektif.
l. Dadaisme,
Adalah suatu gerakan yang radikal sekali dikalangan pelukis dan pujangga-pujangga,
yang menentang segala macam kesenian yang telah diakui dan anli terhadap nilai-nilai
tradisional.
Pcrkataan “dada” berasal dari bahasa Perancis, yaitu pcrkataan yang di ucapkan anak kecil baru
belajar bcrkata-kata. Perkataan “dada” juga bcrarti “hobby” suatu pekerjaan yang digemari. Gaya
dadaisme muncul sewaktu Perang Dunia I di Swiss dan mengalami kemajuan dengan pesat
sesudah tahun 1908, tcrutama di Pcrancis dan Jerman. Tokohnya di bidang seni lukis adalah
Hans Arp.
m. Naif- Primitifismc
> aliran dalam seni lukis yang sederhana kekanak- kanakan. (Naif artinya = kekanak-
kanakan; primitif artinya = sederhana). Aliran ini diikuti oleh pelukis Henri Rousseau (1844 –
1910), Moris Utrillo dan Marval.
Corak dan gaya seni modern ekspresionis tidak terbatas oleh obyek-obyek tertentu. la
dilanjutkan oleh sikap bathin si penciptanya. la melampaui batas ruang dan waktu.Akibat
daripada luasnya daerah seni modern itu, maka variasi yang terdapat di dalamnyapun tidak
terhingga pula jumlahnya sehingga tidak mungkin untuk memasukkannya ke dalam sesuatu
devinisi yang normal. Seni modern berkisar dari yang paling realislis sampai kepada yang paling
abstrak.
top related