laporan kasus epulis kelompok 2
Post on 12-Feb-2016
526 Views
Preview:
DESCRIPTION
TRANSCRIPT
LAPORAN KASUS
SEORANG WANITA 79 TAHUN DENGAN SUSPEK EPULIS GRAVIDARUM
Kelompok 2:
Laura Harinda 22010114210135
Sucy Calara 22010114210137
Irfan Satya Aji 22010114210143
Taufan Pramadika 22010114210144
Abraham Murya A 22010114210145
Khoirul Fahrizal R 22010114210148
Pembimbing: drg. Maria Regis Aswita
BAGIAN ILMU PENYAKIT GIGI DAN MULUT
FAKULTAS KEDOKTERAN UNDIP
SEMARANG
2015
BAB 1
PENDAHULUAN
Tumor adalah jaringan baru yang timbul dalam tubuh akibat pengaruh berbagai faktor
penyebab tumor. Tumor dapat dibagi menjadi tumor odontogenik dan non odontogenik.
Tumor odontogenik, dibagi lagi menjadi tumor yang berasal dari ektodermal, mesiodermal,
dan campuran mesio-ektodermal. Sedangkan tumor non-odontogenik dibagi menjadi tumor
osteogenik, non-osteogenik, tumor jaringan vaskuler, dan tumor jaringan syaraf. Tumor non-
osteogenik dibagi menjadi tumor epitel, hiperplasi inflamasi dan tumor mesiodermal. Pada
penggolongan ini, epulis termasuk kepada tumor epitel.
Epulis merupakan istilah yang nonspesifik untuk tumor dan massa seperti tumor pada
gingiva (gusi). Epulis bersifat fibrous, hiperplastik atau granulatif. Epulis ini dapat berasal
dari iritasi kronis dapat juga terjadi pada pasien dengan gangguan hormonal.
Kehamilan merupakan suatu kondisi yang kompleks, dimana terjadi perubahan
fisiologis dari metabolisme, imunologi dan peningkatan hormon yang memungkin untuk
janin tumbuh dan berkembang. Perubahan hormon yang terjadi saat hamil berpengaruh besar
terhadap kesehatan gigi dan mulut, termasuk gusi. Perubahan hormon ini menyebabkan
terjadinya perlunakan pembuluh darah gusi sehingga bisa menimbulkan peradangan pada
gusi. Masalah lain adalah pembengkakan pada gusi (epulis gravidarum) yang terjadi di gusi
di antara dua gigi. Angka kejadian epulis berkisar dari 0.2-5 % dari ibu hamil.
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Definisi Epulis
Epulis merupakan istilah yang nonspesifik untuk tumor dan massa seperti tumor pada
gingiva (gusi). Definisi epulis adalah tumor jinak yang tumbuh dari gingiva, berasal dari
jaringan periodonsium atau jaringan periosteum.
2.2 Faktor Predisposisi Epulis
Faktor predisposisi epulis antara lain iritasi kronis lokal (misalnya kalkulus, karies servikal,
sisa akar gigi) dan perubahan hormonal.
Gambar 1. Gambaran predileksi epulis pada gusi dan bukalis
2.3 Klasifikasi Epulis
Epulis dapat dibedakan berdasarkan etiologi terjadinya antara lain :
1. Epulis Gravidarum
2. Epulis Congenitalis
3. Epulis Fibromatosa
4. Epulis Granulomatosa
5. Epulis Fissuratum
2.3.1 Epulis Gravidarum (Tumor Kehamilan)
Epulis gravidarum adalah granuloma pyogenik yang berkembang pada gusi selama
kehamilan. Tumor ini merupakan lesi proliferatif jinak pada jaringan lunak mulut dengan
angka kejadian berkisar dari 0.2 hingga 5 % dari ibu hamil. Epulis tipe ini berkembang
dengan cepat, dan ada kemungkinan berulang pada kehamilan berikutnya. Tumor kehamilan
ini biasanya muncul pada trimester pertama kehamilan namun ada pasien yang melaporkan
kejadian ini pada trimester kedua kehamilannya.
Perkembangannya cepat seiring dengan peningkatan hormon estrogen dan progestin
pada saat kehamilan. Penyebab dari tumor kehamilan hingga saat ini masih belum dipastikan,
namun diduga kuat berhubungan erat dengan perubahan hormonal yang terjadi pada saat
wanita hamil. Faktor lain yang memberatkan keadaan ini adalah kebersihan mulut ibu hamil
yang buruk.
Gambar 2. Epulis gravidarum pada wanita hamil
Gejala tumor kehamilan ini tampak sebagai tonjolan pada gusi dengan warna yang
bervariasi mulai dari merah muda, merah tua hingga papula yang berwarna keunguan, paling
sering dijumpai pada rahang atas.
Umumnya pasien tidak mengeluhkan rasa sakit, namun lesi ini sangat mudah berdarah
saat pengunyahan atau penyikatan gigi. Pada umumnya lesi ini berukuran diameter tidak
lebih dari 2 cm, namun pada beberapa kasus dilaporkan ukuran lesi yang jauh lebih besar
sehingga membuat bibir pasien sulit dikatupkan.
Umumnya lesi ini akan mengecil dan menghilang dengan sendirinya segera setelah ibu
melahirkan bayinya, sehingga perawatan yang berkaitan dengan lesi ini sebaiknya ditunda
hingga setelah kelahiran kecuali bila ada rasa sakit dan perdarahan terus terjadi sehingga
mengganggu penyikatan gigi yang optimal dan rutinitas sehari-hari.
Namun pada kasus-kasus dimana epulis tetap bertahan setelah bayi lahir, diperlukan
biopsi untuk pemeriksaan lesi secara histologis. Rekurensi yang terjadi secara spontan
dilaporkan pada 75 % kasus, setelah 1 hingga 4 bulan setelah melahirkan.Bila massa tonjolan
berukuran besar dan mengganggu pengunyahan dan bicara, tonjolan tersebut dapat diangkat
dengan bedah eksisi yang konservatif. Namun terkadang tumor kehamilan ini dapat diangkat
dengan laser karena memberi keuntungan yaitu sedikit perdarahan.
2.3.2 Epulis fibromatosa
Epulis jenis ini lebih sering dujumpai dibandingkan jenis lainnya dan sering mengalami
rekuren (kambuh) bila operasi pengangkatannya tidak sempurna. Umumnya dijumpai pada
orang dewasa. Terutama pada bagian gingiva, bibir dan mukosa bagian bukal
etiologi : iritasi kronis
klinis : letak antara 2 gigi, bertangkai, warna agak pucat, konsistensi kenyal
pengobatan : eksisi
terjadi pada mukosa mulut terutama pada tepi ginggiva, pipi dan lidah
Epulis ini terjadi pada rongga mulut terutama pada tepi gingival dan juga sering terjadi
pada pipi dan lidah. Etiologinya berasal dari iritasi kronis. Tampak klinis yang terlihat antara
lain bertangkai, dapat pula tidak, warna agak pucat, konsistensi kenyal, batas tegas, padat dan
kokoh. Epulis ini pula tidak mudah berdarah dan tidak menimbulkan rasa sakit.
Jika epulis fibroma menjadi terlalu besar, bisa mengganggu pengunyahan dan menjadi
trauma serta ulserasi. Histologis ditandai oleh proliferasi jaringan ikat collagenic dengan
berbagai derajat dari sel infiltrasi inflamasi. Permukaan lesi ditutupi oleh epitel skuamosa
berlapis. Pengobatan ini dengan eksisi biopsi bedah dan memiliki tujuan untuk
menyingkirkan lesi/neoplasma lainnya.
Gambar 3. Epulis fibromatosa
Secara mikroskopis terlihat jaringan gusi dibatasi oleh epitel gepeng berlapis yang
mengalami proliferasi dengan ditandai oleh adanya rate peg tidak beraturan. Stroma terdiri
dari jaringan ikat fibrosa padat dan kolagen yang tersusun dalam berkas yang tidak beraturan.
Juga ada sel radang kronis dalam stroma.
Gambar 4. Mikroskopis epulis fibromatosa
2.3.3. Epulis Granulomatosa
Epulis granulomatosa dapat terjadi pada semua umur namun kasus ini paling banyak
didiagnosa pada pasien dalam golongan umur 40-60 tahun, dan terutama terjadi pada wanita.
Gambar 5. Epulis granulomatosa pada daerah palatal gigi insisif atas
Lesi tampak sebagai pembesaran gusi yang muncul di antara dua gigi, kaya
vaskularisasi sehingga mudah berdarah dengan sentuhan dan umumnya berwarna merah
keunguan.
Ukurannya bervariasi, sebagian besar kasus biasanya berukuran kurang dari 2 cm
namun ada kasus yang ukurannya diameter melebihi 4 cm. Lesi ini dapat tumbuh menjadi
massa yang bentuknya tidak beraturan yang dapat menjadi ulserasi dan mudah berdarah. Pada
beberapa kasus giant cell epulis dapat menginvasi tulang di bawahnya sehingga pada
gambaran radiografis akan terlihat erosi tulang. Sebagian besar terdiri atas jaringan granulasi.
Konsistensi kenyal, mudah berdarah bila tersenggol.
Terlihat jaringan gusi dibatasi oleh epitel gepeng berlapis yang mengalami proliferasi
dengan rete peg (papil epitel yang masuk ke dalam stroma jaringan ikat dibawah epitel) yang
tidak beraturan. Stroma terdiri dari jaringan granulasi yang disusun oleh jaringan ikat,
pembuluh darah, sebukan sel radang akut dan kronis. Bila ada ulserasi, biasnya sel radang
yang banyak dijumpai adalah PMN sehingga dambarannya menyerupai granuloma
piogenikum.
Gambar 6. Mikroskopis epulis granulomatosa
Perawatan giant cell epulis melibatkan bedah eksisi dan kuretase tulang yang terlibat.
Gigi yang berdekatan dengan epulis juga perlu dicabut bila sudah tidak dapat dipertahankan,
atau dilakukan pembersihan karang gigi (scaling) dan penghalusan akar (root planing).
Dilaporkan angka rekurensi sebesar 10 % sehingga diperlukan tindakan eksisi kembali.
2.3.4. Epulis Kongenital
Penyebab dari terjadinya epulis kongenital belum pasti namun para ilmuwan meyakini
bahwa epulis ini berasal dari sel-sel mesenkim primitif yang asalnya dari neural crest.
Epulis tipe ini adalah kondisi kongenital yang sangat jarang ditemui, dan terjadi pada
bayi saat kelahiran. Dari penelitian didapati bahwa epulis kongenital lebih banyak dijumpai
pada bayi perempuan daripada laki-laki dengan rasio 8:1, dan paling banyak terjadi pada
maksila (rahang atas) dibandingkan mandibula (rahang bawah).
Gambar 7. Seorang bayi perempuan dengan congenital epulis, kasus yang pertama kali
dilaporkan pada tahun 1871 dan hingga kini hanya sekitar 200 kejadian yang pernah
dilaporkan.
Pada bayi yang baru lahir dijumpai massa tonjolan pada mulutnya, biasanya pada tulang
rahang atas bagian anterior (depan). Dari 10% kasus yang dilaporkan, lesi yang terjadi adalah
lesi multipel namun dapat juga berupa lesi tunggal. Ukuran lesi bervariasi, dari 0.5 cm hingga
2 cm namun ada kasus di mana ukuran epulis mencapai 9 cm. lesi ini lunak, bertangkai dan
terkadang berupa lobus-lobus dari mukosa alveolar. Bila epulis terlalu besar, dapat
mengganggu saluran pernafasan dan menyulitkan bayi saat menyusu.
Secara histologis, epulis kongenital mirip dengan granular cell tumor yang terjadi
pada orang dewasa. Perbedaannya adalah pada epulis kongenital tidak rekuren dan
tampaknya tidak berpotensi ke arah keganasan. Kelainan ini dapat ditemui secara dini saat
sang ibu memeriksakan kandungan melalui alat sonography namun diagnosa yang pasti
belum dapat ditegakkan.
Pada sebagian besar kasus, epulis cenderung mengecil dengan sendirinya dan
menghilang saat bayi mencapai usia sekitar 8 bulan. Dengan demikian lesi yang berukuran
kecil tidak membutuhkan perawatan.
Lesi yang lebih besar dapat mengganggu pernafasan dan/atau menyusui sehingga perlu
dilakukan pembedahan dengan anestesi total. Dilaporkan keberhasilan penggunaan laser
karbondioksida untuk mengoperasi lesi epulis yang besar. Dari kasus-kasus yang ada,
kejadian ini tampaknya tidak mengganggu proses pertumbuhan gigi.
2.3.5 Epulis Fissuratum
Epulis fissuratum adalah hyperplasia mukosa akibat trauma ringan kronik oleh
pinggiran gigi palsu. Epulis fissuratum dianalogikan sebagai akantoma fissuratum pada kulit.
Epulis fissuratum muncul berhubungan dengan pinggiran gigi palsu. Epulis biasanya
ditemukan pada vestibuler maksila atau mandibula. Kebanyakan epulis fissuratum terjadi
pada ras kulit putih. Ini berhubungan dari dominasi ras kulit putih untuk sering menggunakan
gigi palsu. Kebanyakan kasus terjadi pada wanita. Pada kenyataannya, wanita lebih suka
menggunakan gigi palsu dalam waktu yang lebih lama, karena alasan estetik. Kemungkinan,
perubahan epitel menjadi atropi pada wanita menopause, mempengaruhi kejadiannya pada
wanita yang lebih tua. Epulis fissuratum terbanyak terjadi pada umur 50, 60, dan 70-an, tapi
dapat ditemukan pada hampir seluruh umur. Epulis fissuratum pernah ditemukan pada anak
kecil. Faktanya, lesi berhubungan dengan penggunaan gigi palsu dan proses iritasi yang
kronis memiliki insidensi lebih tinggi pada individu yang lebih tua.
Pemeriksaan pada pasien epulis fissuratum patient typically ditemukan
pembengkakan pada mukosa hiperplastik, dimana meliputi pinggiran dari gigi palsu. Lesi
lebih sering pada bagian depan dari gigi palsu. Lesi pada daerah lingual jarang ditemukan.
Lesi ini lebih sering pada bagian anterior rahang. Permukaan dari massa epulis fissuratum :
halus, biasanya berbentuk ulseran atau papiler. Ukuran dari lesi epulis fissuratum lesion
bervariasi; pada beberapa lesi kecil, tapi dapat meliputi seluruh mukosa vestibuler yang
kontak dengan gigi palsu. Walaupun sering dalam warna mukosa, eritema juga bisa terjadi,
jika terjadi inflamasi. Beberapa lesi muncul mejadi granuloma piogenik, disebabkan
proliferasi kapiler.
Gambar 8. Epulis Fissuratum pada anterior mandibula, pada tempat gigi palsu biasa
dipasang. Terlihat fambaran eritema. Pada permukaan lesi biasanya halus seperti pada
gambar.
Penyebab dari epulis fissuratum adalah iritasi kronis ringan pada tempat pemasangan
gigi palsu. Biasanya, berhubungan dengan resopsi dari tulang alveolar, supaya gigi palsu
dapat bergerak pada mukosa vestibuler, mengakibatkan inflamasi hiperplasi jaringan yang
berproliferasi pada tepi gigi palsu tersebut.
Lesi ini dapat dihilangkan dengan eksisi. Selain itu, gigi tiruan yang menjadi
timbulnya lesi ini harus diperbaiki hingga dapat memiliki kecekatan yang baik namun tidak
memberi tekanan berat terhadap mukosa supaya mencegah iritasi yang lebih berat lagi. Meski
lesi ini sangat jarang dihubungkan dengan karsinoma sel skuamosa, namun sebagai tindakan
preventif sebaiknya dilakukan pemeriksaan mikroskopis pada lesi yang telah dibuang
tersebut.
Pemeriksaan gigi rutin, dapat mencegah epulis fissuratum. Pasien yang menggunakan
gigi palsu jarang sadar, bahwa mereka juga perlu memeriksakan kesehatan mulut mereka ke
dokter gigi, sehingga meningkatkan resiko terjadinya epulis fissuratum.
Dengan penatalaksanaan segera, prognosis dari epulis fissuratum ini adalah baik.
Masalah yang mungkin terjadi adalah, massa pada daerah mukosa vestibuler dan
berhubungan dengan gigi palsu sering lolos dari diagnosis sebagai epulis fissuratum.
Sayangnya, pada kasus yang jarang, massa ini dapat menjadi skuamos sel karsinoma atau
sudah bermetastase. Karena itu, jaringan ini, setelah diesktirpasi harus diperiksa secara
histologis. Perlu disarankan kepada pasien untuk memeriksakan gigi mereka secara rutin jika
dibutuhkan dan jika ada gangguan pada jaringan mulut.
Gambar 9. Massa pada mukosa vestibuler posterior ini, berhubungan dengan penggunaan
gigi palsu total. Pada pasien ini, massa sudah berubah menjadi skuamous sel karsinoma.
2.4 Tata laksana Epulis
Ekskokleasi epulis ialah pengangkatan jaringan patologis dari ginggiva, pencabutan gigi yang
terlibat serta pengerokan sisa jaringan pada bekas akar gigi.
a. Indikasi operasi
Epulis kecuali epulis gravidarum
b. Kontra indikasi Operasi
Ko morbiditas berat
c. Diagnosis Banding
Karsinoma gingiva
d. Pemeriksaan Penunjang
FNA
e. Teknik Operasi
Menjelang operasi
Penjelasan kepada penderita dan keluarganya mengenai tindakan operasi yang akan dijalani
serta resiko komplikasi disertai dengan tandatangan persetujuan dan permohonan dari
penderita untuk dilakukan operasi. (Informed consent).
Memeriksa dan melengkapi persiapan alat dan kelengkapan operasi.
Penderita puasa minimal 6 jam sebelum operasi.
Antibiotika profilaksis, Cefazolin atau Clindamycin kombinasi dengan Garamycin,
dosis menyesuaikan untuk profilaksis.
Tahapan operasi
Dilakukan dalam kamar operasi, penderita dalam narkose umum dengan intubasi
nasotrakheal kontralateral dari lesi, atau kalau kesulitan bisa orotrakeal yang
diletakkan pada sudut mulut serta fiksasinya kesisi kontralateral, sehingga lapangan
operasi bisa bebas. Posisi penderita telentang sedikit “head-up”(20-250), ekstensi
(perubahan posisi kepala setelah didesinfeksi).
Desinfeksi intraoral dengan Hibicet setelah dipasang tampon steril di orofaring.
Desinfeksi lapangan operasi luar dengan Hibitane-alkohol 70% 1:1000.
Posisikan penderita tengadah dengan mengganjal bantal pundaknya.
Dengan menggunakan mouth spreader mulut dibuka sehingga lapangan operasi lebih
jelas. Insisi dilakukan diluar tepi lesi pada jaringan yang sehat dengan menggunakan
couter-coagulation, lakukan rawat perdarahan, lakukan pembersihan lebih lanjut
dengan jalan mencabut gigi yang terlibat serta lakukan kerokan pada sisa sekitar
tumor.
Surat pengantar PA diberi keterangan klinis yang jelas.
f. Komplikasi operasi
Perdarahan
Infeksi
Residif
g. Mortalitas
Sangat rendah
h. Perawatan Pascabedah
Infus Ringer Lactate dan Dextrose 5% dengan perbandingan 1 : 4 (sehari). Antibiotik
profilaksis diteruskan 1 hari.
Setelah sadar betul bisa dicoba minum sedikit-sedikit, setelah 6 jam tidak mual bisa diberi
makan.
Pada penderita yang dipasang kasa verband tampon steril pada saat operasi untuk
menghentikan perdarahan pada bekas akar gigi, bisa dilepas setelah 1 jam dari operasi atau
ancaman perdarahan sudah berhenti.
Kumur-kumur/Oral hygiene penderita di teruskan terutama sebelum dan sesudah
minum/makan.
Penderita boleh pulang sehari kemudian.
i. Follow-Up
Tiap minggu sampai luka operasi sembuh
BAB III
LAPORAN KASUS
IDENTITAS PENDERITA
Nama : Rochani
Umur : 79 tahun
Pekerjaan : Ibu Rumah Tangga
Jenis kelamin : Perempuan
Masuk RSDK : 6 Januari 2015 pk. 09.00
No. CM : C514788
Alamat : Jalan Shima No.51 Jepara
KELUHAN SUBYEKTIF
ANAMNESIS
Autoanamnesis pada tanggal 6 Januari 2015 pukul 09.00 WIB di poli Gigi dan Mulut RSDK
1. Keluhan utama
Benjolan pada gusi tengah bawah yang semakin hari semakin membesar.
2. Riwayat Penyakit Sekarang
1 tahun yang lalu gigi depan bawah lepas 2 buah, kemudian timbul benjolan pada gusi
gigi yang lepas yang lama-kelamaan membesar. Benjolan berwarna merah, nyeri (-),
tidak mudah berdarah.Satu hari sebelum dating ke RSDK pasien sudah berobat ke RS
Kartini di Jepara. Di RS Kartini pasen didiagnosa dengan epulis dan dirujuk ke
RSDK. Pasien mengaku sering makan makanan yang keras-keras.
3. Riwayat Penyakit Dahulu
- Penderita belum pernah sakit seperti ini sebelumnya
- Riwayat hipertensi disangkal
- Riwayat diabetes mellitus (+) sejak 1999 terkontrol
- Riwayat trauma disangkal.
PEMERIKSAAN OBYEKTIF
PEMERIKSAAN FISIK
Dilakukan pada tanggal 6 Januari 2015 pukul 08.30 WIB di poli Gigi dan Mulut RSDK.
1. KeadaanUmum
Kesadaran : komposmentis
Keadaan gizi : baik
Tampak kesakitan : tidak tampak kesakitan
Tanda vital
Tekanan darah : 140/70 mmHg
Nadi : 85 x/menit
Frek. nafas : 19 x/menit
Suhu : 370C
2. Pemeriksaan Ekstra Oral
a. Wajah
Inspeksi : asimetri wajah (-), pembengkakan (-), trismus (-), kemerahan (-)
Palpasi : asimentri (-)
b. Leher
Inspeksi : simetris
Palpasi : pembesaran nnll. -/-
3. Pemeriksaan Intra Oral
Mukosa pipi : Tidak ditemukan kelainan
Mukosa palatum : Tidak ditemukan kelainan
Mukosa dasar mulut : Tidak ditemukan kelainan
Mukosa pharynx : Tidak ditemukan kelainan
Kelainan periodontal
Ginggiva atas : Tidak ditemukan kelainan
Ginggiva bawah : Tampak benjolan di tengah
dengan diameter 1 cm, warna merah, tidak
bertangkai, batas tegas, licin, tidak berbenjol-
benjol
Karang gigi : Rahang atas dan bawah
STATUS LOKALIS
Rahang bawah kanan
Inspeksi : tampak benjolan gingiva antara gigi 4.1 dan 4.2 dengan diameter 1 cm ,
tidak bertangkai, batas tegas, tanda perdarahan (-), warna merah, permukaan
licin dan tidak berbenjol-benjol, terfixir
Gigi:
Gigi 1.4, 2.2, 2.3, 2.5
Inspeksi: tampak mahkota gigi kurang dari 1/3 normal
Sondasi: (-)
Perkusi: (-)
Mobilitas: (-)
Gigi 4.6 , 4.7
Inspeksi: tampak karies keadalaman profunda pada permukaan oklusal
Sondasi: (+) nyeri
Perkusi: (+)
Mobilitas: (-)
Gigi 4.3, 4.4
Inspeksi: karies (-)
Sondasi: (-)
Perkusi: (-)
Luksasi: (+)
16 22 33 42 43 GR
32 calc 41 PM
Gigi 1.2, 1.3, 1.4, 1.7, 2.2, 2.4, 2.6, 3.1, 3.5, 3.6, 3.7, 3.8, 4.1, 4.5, 4.6, 4.7, 4.8 missing teeth
DIAGNOSIS KERJA
Diagnosis Keluhan Utama:
Suspek Epulis Fibromatosa antara gigi 4.1 dan 4.2
Diagnosis Banding:
Epulis Granulomatosa, Hiperplasi gingiva
Diagnosis Penyakit Lain:
Gangren Radix 1.6, 2.2, 3.3, 4.2, 4.3
Perodontitis Marginalis 3.2, 4.1
Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan radiologi : X-foto panoramik
Pemeriksaan Laboratorium : Darah rutin dan Gula Darah
Terapi
1. Suspek epulis gravidarum antara gigi 4.1 dan 4.2
- anestesi lokal/umum
- eksisi / Ekskokleasi Epulis
Cara lokal: anestesi infiltrasi di jaringan sekitar, mencari tangkai epulis, epulis diikat,
pencabutan gigi yang terlibat
- kontrol bila ada perdarahan, kekambuhan
2. Periodontitis kronis e.c GR gigi 1.4, 2.2, 2.3, 2.5
- ekstraksi gigi 1.4, 2.3, 2.5
- pemberian tampon selama ½ jam
- antibiotik (amoxicillin) 500 mg tab, 3x1
- asam mefenamat 500 mg tab, bila perlu
3. Periodontitis apikalis akut e.c GP gigi 4.6 dan 4.7
- konservasi gigi 4.6 dan 4.7
BAB IV
PEMBAHASAN
Pada kasus ini pasien di diagnosis dengan suspek epulis gravidarum pada gusi rahang
bawah sebelah tengah. Anamnesis didapatkan sejak sekitar 1 tahun yang lalu gigi bawah
depan pasien lepas dua buah. Kemudian keluar benjolan yang lama-kelamaan semakin
membesar. Benjolan terletak pada ginggiva gigi 4.1 dan 4.2 yang berwarna merah, tidak
nyeri, tidak mudah berdarah. Pasien tidak merasa gangguan saat sedang makan dan minum.
Sehari yang lalu pasien datang ke Rumah Sakit Kartini Jepara. Di Rumah Sakit Kartini pasein
didiagnosis epulis dan kemudian dirujuk ke Rumah Sakit Dr. Kariadi. Pasien mederita
penyakit diabetes melitus sejak tahun 1999 dan minum obat diabetes secara rutin. Riwayat
hipertensi disangkal, Riwayat keganasan disangkal, riwayat penyakit yang sama sebelumnya
disangkal, riwayat keluarga dengan penyakit yang sama disangkal.
Pada pemeriksaan ekstraoral tidak didapatkan asimetri wajah, pembengkakan,
maupun trismus. Pemeriksaan intraoral didapatkan benjolan di mukosa ginggiva tengah
bawah hiperemis (+), oedematous (+), ulcus (-). Palpasi didapatkan benjolan ukuran ±
1x1x1 cm, konsistensi keras, batas tegas, nyeri tekan (-), mudah berdarah (-), permukaan rata,
bertangkai (-). Pada pemeriksaan gigi geligi pasien juga didapatkan adanya gangren radix 1.6,
2.2, 3.3, 4.2, 4.3; Perodontitis marginalis 3.2, 4.1; dan missing teeth 1.2, 1.3, 1.4, 1.7, 2.2,
2.4, 2.6, 3.1, 3.5, 3.6, 3.7, 3.8, 4.1, 4.5, 4.6, 4.7, 4.8.
Keluhan utama pasien didiagnosis sebagai epulis, yang membutuhkan pemeriksaan
lebih lanjut berupa foto panoramik dan pemeriksaan histopatologis untuk dapat mengetahui
secara pasti jenis epulis dan kemungkinan etiologi serta menyingkirkan diagnosis banding
yang lain (hiperplasi gingiva). Pasien mengaku serig mengkonsumsi makanan yang keras,
kemungkinan yang menjadi penyebab dari epulis adalah iritasi kronis dari makanan yang
mengarah ke diagnosis sementara yaitu epulis fibromatosa. Karena ada iritasi langsung yang
sering pada ginggiva yang berlangsung lama,sehingga sel-selginggiva mengalami proliferasi
yang berlebihan dan menyebabkan benjolan. Histologis ditandai oleh proliferasi jaringan ikat
collagenic dengan berbagai derajat dari sel infiltrasi inflamasi. Permukaan lesi ditutupi oleh
epitel skuamosa berlapis.
Tata laksana lebih lanjut meliputi terapi epulis dan kelainan gigi. Terapi epulis
dilakukan dengan cara eksisi di mana dilakukan pengikatan tangkai epulis dan pengambilan
jaringan epulis secara menyeluruh setelah dilakukan anestesi secara lokal (dengan
menggunakan anestesi infiltrasi). Eksisi ini dilakukan apabila hasil pemeriksaan histopatologi
sudah mengkonfirmasi diagnosis epulis gravidarum. Terapi kelainan gigi lainnya meliputi
ekstraksi gigi yang gangren (non vital) dan konservasi gigi yang masih dapat dipertahankan.
Ekstraksi mungkin perlu dilakukan secara bertahap mengingat banyaknya gigi yang harus
ditangani. Selain itu, perlu dilakukan edukasi pada pasien tentang kemungkinan terjadinya
epulis kembali pada kehamilan berikutnya. Untuk itu, faktor higienitas oral harus dijaga baik
untuk penanganan masalah gigi maupun upaya pencegahan terjadinya epulis yang rekuren.
BAB V
KESIMPULAN
Hasil pemeriksaan perempuan 79 tahun dengan diagnosis sementara penyakit utama
adalah suspek epulis fibromatosa dan penyakit lain gangren radix 1.6, 2.2, 3.3, 4.2, 4.3;
Perodontitis marginalis 3.2, 4.1; dan missing teeth 1.2, 1.3, 1.4, 1.7, 2.2, 2.4, 2.6, 3.1, 3.5,
3.6, 3.7, 3.8, 4.1, 4.5, 4.6, 4.7, 4.8.. Untuk menegakkan diagnosis utama perlu dilakukan
pemeriksaan penunjang foto panoramik dan pemeriksaan histopatologis. Terapi dilakukan
dengan melakukan eksisi epulis. Selain itu, perlu dilakukan edukasi tentang kemungkinan
kekambuhan apabila pasien masih mengkonsumsi makanan yang keras dan pentingnya
menjaga higienitas oral.
LAMPIRAN
top related