lap_sus
Post on 15-Apr-2016
5 Views
Preview:
DESCRIPTION
TRANSCRIPT
LAPORAN KASUS
SEORANG LAKI-LAKI 46 TAHUN DATANG DENGAN KELUHAN
BERAK DARAH
Untuk memenuhi tugas Kepaniteraan Klinik Bagian Ilmu Penyakit Dalam
di RSUD Tugurejo Semarang
Disusun oleh :
Supartiningsih H2A009044
Pembimbing :
dr. Setyoko, Sp.PD
KEPANITERAAN KLINIK ILMU PENYAKIT DALAM
RSUD TUGUREJO SEMARANG
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SEMARANG
2014
HALAMAN PENGESAHAN
NAMA : SUPARTININGSIH
NIM : H2A009044
FAKULTAS : KEDOKTERAN UMUM
BIDANG PENDIDIKAN : ILMU PENYAKIT DALAM
PEMBIMBING : dr. Setyoko, Sp.PD
Telah diperiksa dan disahkan pada tanggal 12 Mei 2014
Pembimbing,
dr. Setyoko, Sp. PD
DAFTAR MASALAH
No. Masalah aktif Tanggal 1 Suspek Kolitis Ulseratif 3 Juni 2014
Masalah pasif Kesan ekonomi kurang
KASUS
I. IDENTITASNama : Tn. Jumian
Umur : 46 tahun
Alamat : Genting RT 06/IV Singorojo, Kendal
Agama : Islam
Pekerjaan : Tukang sapu
Status : Menikah
No RM : 45. 00. 46
Tanggal masuk : 3 Juni 2014
Pasien bangsal : Mawar Anggrek 4 2
II. ANAMNESISDilakukan secara autoanamnesis pada hari Jumat, 9 Juni 2014 di
bangsal Anggrek pukul 08.00 WIB.a. Keluhan utama : berak darahb. Riwayat penyakit sekarang
± 3 bulan SMRS pasien mengeluh berak bercampur dengan darah segar dan tinja berbentuk cair. Awalnya pasien mengeluh saat buang air besar hanya sedikit-sedikit tetapi sering sehari bisa 4 – 5 kali. Pasien mengeluh perut sebelah kiri bawah sakit. Sakit terasa seperti ditusuk-tusuk. Pasien juga mengeluh perut sering kram, terasa nyeri dan perih. Pasien merasa perut bertambah sakit saat buang air besar. Pasien merasa sakit berkurang saat istirahat tetapi terkadang tiba-tiba terasa sakit lagi. Pasien mengeluh saat buang air besar anus terasa sakit dan panas. Pasien mengeluh demam nglemeng, kadang pasien mengeluh pusing. Pasien tidak merasa mual dan tidak muntah. Bahkan nafsu makan pasien tidak menurun masih seperti biasa. Pasien memeriksakan dirinya ke dokter umum namun tidak ada perubahan. Pasien masih berak darah terus menerus.
± 1 bulan SMRS pasien mengeluh buang air besar bercampur darah semakin banyak dan sering. Sehari bisa sampai 10 kali bahkan lebih. Pasien juga tidak bisa menahan tiap kali ingin buang air besar. Pasien mengatakan tinja ada lendirnya juga bahkan kadang ada warna kental seperti nanah. Sakit perut yang awalnya hanya sebelah kiri bawah sekarang semua perut bagian bawah sakit. Kadang rasa sakit juga dirasakan hampir seluruh bagian perut. Tinja tidak ada ampasnya hanya
cair yang berwarna merah segar. Pasien tidak mengeluh pusing, tidak mual dan tidak muntah. Nafsu makan juga masih seperti biasanya. Pasien memeriksakan diri ke Puskesmas dan dianjurkan untuk rawat inap selam 4 hari. Namun selama dirawat pasien tidak merasakan ada perubahan. Pasien merasa perut semakin sakit. Akhirnya pasien pulang dan beristirahat di rumah sekitar tujuh hari.
± 1 hari SMRS pasien mengeluh perut bagian bawah sangat sakit seperti ditusuk-tusuk. Buang air besar semakin banyak dan sering. Pasien tidak kuat lagi menahan saat terasa buang air besar. Tinja bercampur dengan darah, lendir dan seperti nanah. Sekarang pasien merasakan kembung dan terasa cepat penuh tiap kali makan. Pasien tidak mual dan tidak muntah. Tiap kali makan pasien harus berak dan perut bertambah sakit sekali. Pasien mengeluh badan terasa lemah. Pasien juga berkata kalau 3 bulan terakhir ini turun 5 kg.
c. Riwayat penyakit dahulu Riwayat sakit serupa : disangkal
Riwayat hipertensi : disangkal
Penyakit jantung : disangkal
Riwayat DM : disangkal
Alergi makanan : disangkal
Riwayat magg : disangkal
Alergi obat : disangkal
Riwayat mondok : diakui di Puskesmas 1 bulan yang lalu
d. Riwayat penyakit keluarga Riwayat sakit serupa : disangkal
Riwayat hipertensi : disangkal
Riwayat DM : disangkal
Alergi makanan : disangkal
Alergi obat : disangkal
e. Riwayat kepribadian- Kebiasaan merokok : disangkal
- Kebiasaan minum alkohol : disangkal
- Kebiasaan suka makan pedes : disangkal
f. Riwayat sosial ekonomiPasien tinggal bersama istrinya. Pasien bekerja sebagai tukang
sapu. Biaya pengobatan ditanggung oleh JAMKESDA.Kesan ekonomi : kurang
g. Anamnesis sistem Keluhan utama : berak darah
Sistem respirasi : Sesak nafas (-), batuk (-), dahak (-), batuk
darah (-), mengi (-), tidur mendengkur (-)
Sistem kardiovaskuler: Sesak nafas saat beraktivitas (-), nyeri dada
(-), berdebar-debar (-), keringat dingin (-)
Sistem gastrointestinal : Mual (-), muntah (-), perut sakit (+),
diare (-), nyeri ulu hati (-), nafsu makan menurun (-), BB turun (+).
Sistem muskuloskeletal : Nyeri otot (-), nyeri sendi (-), kaku
otot (-).
Sistem genitourinaria : Sering kencing (-), nyeri saat
kencing (-), keluar darah (-), berpasir (-), kencing nanah (-), sulit
memulai kencing (-), warna kencing kuning jernih (+), anyang-
anyangan (-), berwarna seperti teh (-).
Ekstremitas
Atas : Luka (-), kesemutan (-), bengkak(-),
sakit sendi (-), panas (-), berkeringat (-), palmar eritema (-), gemetar (-).
Bawah : Luka (-), gemetar (-), ujung jari
dingin (-), kesemutan di kaki (-), sakit sendi (-), bengkak kedua kaki (-)
Sistem neuropsikiatri :Kejang (-), gelisah (-), kesemutan (-)
mengigau (-), emosi tidak stabil (-)
Sistem Integumentum : Kulit kuning (-), pucat (-), gatal (-),
bercak merah kehitaman di bagian dada, punggung, tangan dan kaki (-).
III. PEMERIKSAAN FISIK
Pemeriksaan fisik dilakukan pada tanggal 9 Juni 2014 pukul 10.00 WIB
di bangsal Anggrek.
a) Keadaan umum : pasien tampak kesakitan
b) Kesadaran : compos mentis
c) Status gizi : BB : 55 kg
TB : 160 cm
Kesan : normoweight
d) Vital sign
TD : 110/60 mmHg
Nadi : 90 x/menit, reguler, isi dan tegangan cukup
RR : 20 x/menit
Suhu : 370C (axiller)
e) Risiko jatuh : terpasang infus (20) : risiko sedang
f) Skala nyeri : 8 (nyeri hebat)
g) Status Internus
Kepala : kesan mesocephal
Mata :
konjungtiva anemis (-/-)
sklera ikterik (-/-)
pupil isokor (+/+)
reflek pupil (+/+)
Hidung :
napas cuping hidung (-)
nyeri tekan (-)
krepitasi (-)
Sekret (-)
septum deviasi (-)
konka: hiperemis (-) dan deformitas (-)
Mulut :
sianosis (-)
bibir kering (-)
lidah kotor (-)
kandidiasis (-)
uvula simetris (-)
tonsil (T1/T1), hiperemis (-), kripte melebar (-)
gigi karies (-)
Telinga :
Sekret (-/-)
Serumen (+/+)
Laserasi (-/-)
Leher :
nyeri tekan trakea (-)
pembesaran limfonodi (-/-)
Pembesaran tiroid (-/-)
Pergerakan otot bantu pernafasan (-)
Thoraks
Cor :
Inspeksi : ictus cordis tidak tampak
Palpasi : ictus cordis teraba di ICS V 1-2 cm ke medial
linea midclavicula sinistra, kuat angkat (-)
Perkusi : atas jantung : ICS II linea parasternal sinistra
pinggang jantung: ICS III linea parasternal sinistra
kanan bawah : ICS IV linea sternalis dextra
kiri bawah : ICS V 1-2 cm ke arah medial linea
mid clavicula sinistra
Kesan : konfigurasi jantung dalam batas normal
Auskultasi : Suara jantung murni: Suara I dan Suara II regulerSuara jantung tambahan gallop (-), murmur (-)
Pulmo
Pulmo : Sinistra Dextra
Depan1. Inspeksi
Bentuk dada HemitorakWarna
2. PalpasiNyeri tekanStem fremitus
3. Perkusi
4. AuskultasiSuara dasarSuara tambahan
Wheezing Ronki kasar RBH Stridor
datarSimetris statis dinamisSama dengan kulit sekitar
(-)(+) normal, Kanan = kiriSonor di seluruh lapang paru
Vesikuler (+)
(-)
(-)(-)(-)
datarSimetris statis dinamisSama dengan kulit sekitar
(-)(+) normal, kanan = kiri
Sonor di seluruh lapang paru
Vesikuler (+) melemah di apek
(-)
(-)(-)(-)
Belakang1. Inspeksi
Warna
2. PalpasiNyeri tekanStem Fremitus
3. Perkusi
4. AuskultasiSuara dasarSuara tambahan
Wheezing Ronki kasar RBH Stridor
Sama dengan kulit sekitar
(-)(+) normal, kanan = kiri
Sonor di seluruh lapang paru
Vesikuler (+)
(-)
(-)(-)(-)
Sama dengan kulit sekitar
(-)(+) normal, kanan = kiri
Sonor di seluruh lapang paru
Vesikuler (+)
(-)
(-)(-)(-)
Tampak anterior paru Tampak posterior paru
Vesikuler vesikuler
b) Abdomen
Inspeksi :
Bentuk : permukaan datar
Warna : sama dengan warna kulit sekitar
Venektasi : (-)
Auskultasi : Bising usus (+) meningkat 40 x/menit
Palpasi :
Supel (+), Nyeri tekan (+) pada regio inguinal sinistra
sampai regio inguinal dextra, kadang ke regio
hipokondrium dextra dan kadang hampir semua regio
abdomen terasa sakit
Defance muscular : (-)
Hepar : normal
Lien : normal
Ginjal : normal, tidak teraba
Perkusi :
Timphani di seluruh kuadran abdomen
Pekak hati (+)
Pekak sisi (+) normal
c) Ekstremitas
Superior InferiorAkral dinginOedemSianosisGerak
-/--/--/-Dalam batas normal
-/--/--/-Dalam batas normal
Tremor
5/55/5-/-
5/55/5-/-
IV. PEMERIKSAAN PENUNJANGa. Laboratorium
b. Hasil pemeriksaan kolonoskopiColon
Anus : normalRectum : normalSigmoid : normalDesenden : hiperemis, edematousSplenic : normalTransverse : normalHepatic : normalAscending : normalIleo – caecal : normalIleum : normal
Kesimpulan : susp. Colitis ulseratif DD Ca. Colon
Pemeriksaan Hasil Nilai NormalLekosit 6,31 3.8 – 10.6Eritrosit 4,85 4.4 – 5.9Hemoglobin 14.04 13,2 – 17,3Hematokrit L 39,60 40 – 52MCV 81,60 80 – 100MCH 28,70 26 – 34MCHC 35,10 32 – 36Trombosit 289 150 – 440RDW 13,6 11.5 – 14.5 Eosinofil absolute 0,34 0.045 – 0.44Basofil absolute 0.01 0 – 0.02Neutrofil absolute 2,03 1.8 – 8 Limfosit absolute 2,34 0.9 – 5.2Monosit absolute 0,19 0.16 – 1Eosinofil H 4,80 2 – 4 Basofil 0.40 0 – 1 Neutrofil 60,40 50 – 70 Limfosit 34,10 25 – 40 Monosit 5.40 2 – 8
Info tambahan : dilakukan biopsi (tunggu hasil biopsi)Tanggal 14 Juni 2014 hasil PA : tidak ada tanda-tanda keganasan
V. DAFTAR ABNORMALITASa. Anamnesis
1. Diare darah2. Perut sebelah kiri bawah sakit3. Kram perut4. Demam 5. Diare berlendir, nanah6. Sakit hampir seluruh bagian perut7. Pusing 8. Tidak bisa menahan BAB9. BB menurun10. Lemah
b. Pemeriksaan Fisik11. Supel (+), Nyeri tekan (+) pada regio inguinal sinistra sampai regio
inguinal dextra, kadang ke regio hipokondrium dextra dan kadang
hampir semua regio abdomen terasa sakit
c. Pemeriksaan Penunjang12. Hasil kolonoskopi : susp. Kolitis ulseratif13. Hasil PA : tidak ada tanda – tanda keganasan
VI. PROBLEM LIST1. Susp. Kolitis ulseratif : 1, 2, 3, 4, 5, 6, 7, 8, 9, 10, 11, 12, 13
VII. RENCANA PEMECAHAN MASALAH
1. KOLITIS ULSERATIFa. Assesment
Etiologi
- Tidak diketahui penyababnya- Kemungkinan faktor genetik, faktor infeksi, imunologik,
psikologik Faktor risiko Kebiasaan merokok Usia Riwayat keluarga Penggunaan alkohol
Komplikasi Aritmi Uveitis Eritema nodosum Karsinoma kolon Perforasi Megakolon toksik
b. Initial plan IpDx Darah rutin Foto polos abdomen Barium enema Kolonoskopi
IpTx Infus RL 20 tpm Inj. Ketorolak 1 amp/ 8 jam Inj. Ranitidin 1 amp/ 8 jam Asam traneksamat 3 x 1 Kortikosteroid Sulcolon tab 500 mg 3 x 1
IpMx
Keadaan Umum
Tanda Vital
IpEx Menjelaskan kepeda pasien dan keluarga pasien tentang sakit
yang diderita Edukasi untuk minum obat secara teratur Jelaskan kepada pasien untuk menghindari makanan pedas,
asam, stress
VIII. PROGRES NOTEKOLITIS ULSERATIF
Tanggal Follow Up10 Juni 2014 S : - BAB 3 kali masih keluar darah, ada lendir, kadang masih
kaya ada nanahnya, badan pada pegel
11 Juni 2014
O : KU : tampak kesakitan TD : 120/80 mmHg RR : 20 x/menit Suhu : 36,5 0C Kepala : mesochepal Mata : CPA -/-, SI -/- Telinga : dbn Hidung : dbn Mulut : dbn Leher : dbn Thorax : BJ I-II regular
SD Vesikuler +/+Ronkhi -/-
Abdomen: Nyeri Tekan (+) regio inguinal sinistra sampai regio inguinal dextra Ekstreminitas : dbn Pemeriksaan penunjang : -A : susp. Kolitis ulseratifP : Infus RL 20 tpm Inj. Ketorolak 1 amp/ 8 jam Inj. Ranitidin 1 amp/ 8 jam Asam traneksamat 3 x 1 Kortikosteroid Sulcolon tab 500 mg 3 x 1
S : - BAB 4 kali masih ada darahnya, ada ampasnya, perut masih sakit saat mau dan sesudah BAB tapi tidak sesakit sebelumnya.O : KU : tampak kesakitan TD : 120/80 mmHg RR : 20 x/menit Suhu : 36,5 0C Kepala : mesochepal Mata : CPA -/-, SI -/- Telinga : dbn Hidung : dbn Mulut : dbn Leher : dbn Thorax : BJ I-II regular
SD Vesikuler +/+Ronkhi -/-
Abdomen: Nyeri Tekan (+) regio inguinal sinistra sampai regio inguinal dextra Ekstreminitas : dbn
12 Juni 2014
13 Juni 2014
Pemeriksaan penunjang : -A : susp. Kolitis ulseratifP : Infus RL 20 tpm Inj. Ketorolak 1 amp/ 8 jam Inj. Ranitidin 1 amp/ 8 jam Asam traneksamat 3 x 1 Kortikosteroid Sulcolon tab 500 mg 3 x 1
S : - BAB 2 kali berlendir kecokelatan campur darah sedikit, perut masih sakit tapi lumayan berkurang sudah enakan buat jalan-jalanO : KU : tampak lemah TD : 120/70 mmHg RR : 18 x/menit Suhu : 36 0C Kepala : mesochepal Mata : CPA -/-, SI -/- Telinga : dbn Hidung : dbn Mulut : dbn Leher : dbn Thorax : BJ I-II regular
SD Vesikuler +/+Ronkhi -/-
Abdomen: Nyeri Tekan (+) regio inguinal sinistra sampai regio inguinal dextra Ekstreminitas : dbn Pemeriksaan penunjang : -A : susp. Kolitis ulseratifP : Infus RL 20 tpm Inj. Ketorolak 1 amp/ 8 jam Inj. Ranitidin 1 amp/ 8 jam Asam traneksamat 3 x 1 Kortikosteroid Sulcolon tab 500 mg 3 x 1
S : - BAB 1 kali berlendir kehitaman banyak campur darah segar sedikit, perut terasa perih sakit kaya dikremes-kremesO : KU : tampak kesakitan TD : 110/80 mmHg RR : 20 x/menit Suhu : 36,5 0C
14 Juni 2014
Kepala : mesochepal Mata : CPA -/-, SI -/- Telinga : dbn Hidung : dbn Mulut : dbn Leher : dbn Thorax : BJ I-II regular
SD Vesikuler +/+Ronkhi -/-
Abdomen: Nyeri Tekan (+) regio inguinal sinistra sampai regio inguinal dextra Ekstreminitas : dbn Pemeriksaan penunjang : -A : susp. Kolitis ulseratifP : Infus RL 20 tpm Inj. Ketorolak 1 amp/ 12 jam Inj. Ranitidin 1 amp/ 8 jam Asam traneksamat 3 x 1 Kortikosteroid Sulcolon tab 500 mg 3 x 1
S : - pagi ini belum BAB perut sudah baikan hanya sebelah kiri yang sakitO : KU : tampak kesakitan TD : 120/80 mmHg RR : 20 x/menit Suhu : 36,5 0C Kepala : mesochepal Mata : CPA -/-, SI -/- Telinga : dbn Hidung : dbn Mulut : dbn Leher : dbn Thorax : BJ I-II regular
SD Vesikuler +/+Ronkhi -/-
Abdomen: Nyeri Tekan (+) regio inguinal sinistra Ekstreminitas : dbn Pemeriksaan penunjang : -A : susp. Kolitis ulseratifP : Infus RL 20 tpm Inj. Ketorolak 1 amp/ 12 jam Inj. Ranitidin 1 amp/ 8 jam Asam traneksamat 3 x 1 Kortikosteroid
Kondisi fisiologis sistem imun pada kolon
Tetapi aktifitas imun yang berlebih pada kolitis
Melindungi mukosa kolon dari gesekan dg
feses saat akan defekasi
Sulcolon tab 500 mg 3 x 1
IX. ALUR PIKIR
X. PEMBAHASAN
A. KOLITIS ULSERATIF
a. Definisi
Kolitis ulseratif merupakan salah satu bentuk penyakit Inflamatory
Bowel Disease (IBD), yaitu suatu peradangan kronis pada mukosa usus
besar (kolon) ataupun pada rektum, pada kolitis uklseratif bisa sembuh
sendiri karena peradangan hanya terjadi pada mukosa yang bisa
berdeferensiasi untuk memperbaiki diri. Ulseratif kolitis berdasarkan letak
inflamasinya dibagi menjadi 2 yaitu distal kolitis dan extensive kolitis.
Distal kolitis adalah penyakit kolitis yang peradangannya menyerang
rektum dan kolon sigmoid. Kolitis ulseratif merupakan penyakit inflamasi
yang terjadi didaerah mukosa yang bervariasi seperti ulcerasi, edema dan
pendarahan sepanjang kolon.
b. Tanda dan Gejala
Gejala utama kolitis ulseratif adalah diare berdarah dan nyeri abdomen,
seringkali dengan demam dan penurunan berat badan pada kasus berat.
Pada penyakit yang ringan, bisa terdapat feses yang setengah berbentuk
yang mengandung sedikit darah dan tanpa manifestasi sistemik
(Glickman,2000). Derajat klinik kolitis ulseratif dapat dibagi atas berat,
sedang dan ringan, berdasarkan frekuensi diare, ada atau tidaknya demam,
derajat beratnya anemia yang terjadi dan laju endap darah/erythrocyte
sedimentation rate (klasifikasi Truelove). Perjalanan penyakit kolitis
ulseratif dapat dimulai dengan serangan pertama yang berat ataupun
dimulai ringan yang bertambah berat secara gradual setiap minggu. Berat
ringannya serangan pertama sesuai dengan panjangnya kolon yang terlibat.
Terutama hanya melibatkan lapisan mukosa. Secara endoskopik penilaian
aktifitas penyakit kolitis ulseratif relatif mudah dengan menilai gradasi
berat ringannya lesi mukosa dan luasnya bagian usus yang terlibat
(Djojoningrat,2006). Pada kolitis ulseratif, terdapat reaksi radang yang
secara primer mengenai mukosa kolon. Secara makroskopik, kolon tampak
berulserasi, hiperemik, dan biasanya hemoragik. Gambaran mencolok dari
radang adalah bahwa sifatnya seragam dan kontinu dengan tidak ada
daerah tersisa mukosa yang normal (Glickman,2000).
Tabel 1. Truelove and Witts’ classification of severity of ulcerative
colitis (Glickman et al, 2000)
Activity Mild Moderate Severe
Number of bloody stools per day (n) < 4 4 – 6 >6
Temperature (°C) Afebrile Intermediate >37,8
Heart rate (beats per minute) Normal Intermediate >90
Haemoglobin (g/dl) >11 10,5-11 <10,5
Erythrocyte sedimentation rate
(mm/h) (LED)
<20 20-30 >30
c. Patogenesis
Sistem imun merupakan salah satu yang berperan dalam patogenesis
kolitis ulseratif karena kolitis ulseratif merupakan salah satu penyakit
autoimun, yang insidennya meningkat di negara berkembang dikarenakan
adanya peningkatan eradikasi parasit helmint (Elliot et al, 2004).
Kolitis ulseratif dihubungkan dengan adanya kecacatan dalam regulator
imun di mukosa. Sejumlah teori dikemukakan untuk menentukan
patogenesis penyakit ini seperti adanya proses disfungsi respon imun host
terhadap komponen normal lumen, adanya infeksi terhadap spesifik
patogen dan atau cacatnya lapisan mukosa terhadap antigen lumen
(Hendrickson et al, 2002). Pada mukosa normal, epitel permukaan
memiliki peran penting dalam membuat suatu penghubung (tight junction)
sehingga bakteri tidak mudah masuk dan membatasi respon imun yang
tidak diinginkan. Namun pada kolitis ulseratif, adanya peningkatan
permeabilitas dari epitel lumen menyebabkan bakteri lumen lebih mudah
masuk sehingga terjadi stimulasi berlanjut dari sistem imun mukosa
(Hendrickson et al, 2002), tidak hanya itu, pada kolitis ulseratif juga
terjadi gangguan komunikasi antara flora normal dan sistem imun yang
ada, sehingga bakteri yang pada orang normal tidak mengaktifkan sel
fagosit dapat mengaktifkan sel fagosit pada pasien kolitis ulseratif. Respon
abnormal inilah yang menimbulkan inflamasi. Seperti proses inflamasi
yang terjadi secara umum, apapun pencetus yang menyebabkan terjadinya
gangguan pada usus, neutrofil akan bertindak sebagai perespon awal yang
memainkan peran utama dalam proses inflamasi. Jika neutrofil keluar,
neutrofil kemudian akan melepaskan peptida antimikroba dan oksigen
reaktif (RO) yang justru menyebabkan kerusakan jaringan lebih lanjut.
Neutrofil juga merekrut dan mengaktivasi sel darah putih lain melalui
produksi kemokin dan sitokin proinflamasi seperti TNF-α, IL1, IL-6 dan
IL-8 (Hendrickson et al., 2002). Respon lebih lanjut dimainkan oleh
respon imun adaptif. Limfosit T memilki hubungan timbal balik terhadap
makrofag pada inflamasi kronik; limfosit T pada mulanya teraktivasi oleh
interaksi dengan makrofag yang menyajikan fragmen antigen di
permukaan selnya. Limfosit yang sudah teraktivasi ini kemudian
menghasilkan berbagai mediator termasuk IFN-γ untuk mengaktivasi
monosit dan makrofag. Makrofag yang teraktivasi selanjutnya melepaskan
sitokin yaitu IL-1 dan TNF yang mengaktivasi limfosit, begitu seterusnya
(Kumar, 2003). Tidak hanya itu, makrofag juga mensekresikan IL-12 yang
memiliki peranan penting dalam aktivasi makrofag. IL-12 akan
merangsang pengeluaran sel Natural Killer (NK) yang kemudian akan
memproduksi IFNγ. IFNγ ini kemudian akan membuat makrofag yang
telah menangkap antigen segera memfagosit antigen tersebut. IL-12 juga
meningkatkan diferensiasi sel T CD4+ naive untuk berproliferasi menjadi
Th1, sehingga sitokin-sitokin pada Th1 akan meningkat dan inflamasi pun
akan meningkat (Kumar, 2003). IFNγ yang menurun dapat menyebabkan
turunnya produksi IL-12 dikarenakan fungsi IFNγ yang secara normal
dapat meningkatkan regulasi produksi IL-12 oleh makrofag. Hal ini
kemudian akan menyebabkan siklus kembali berulang sehingga proses
inflamasi yang terjadi pada kolitis ulseratif menurun (Hendrickson et al,
2002).
Inflamasi yang terjadi pada kolitis ulseratif adalah ditandai dengan
adanya peningkatan level imunoglobulin dan autoantibodi. Adanya
peningkatan TNF-α mengakibatkan terjadinya peningkatan Spesies
Oksigen Reaktif (ROS), dimana ROS akan mengaktifkan NF-κB, yang
kemudian akan memperbesar produksi TNF-α sehingga terjadi suatu siklus
yang buruk, karena NF-κB merupakan suatu faktor yang menyebabkan
timbulnya respon imun (Head, 2003). Sel plasma mukosa dari pasien
kolitis ulseratif menunjukkan adanya level imunoglobulin yang tinggi,
khususnya IgG1 (Head, 2003). Ini dikarenakan adanya respon Th1 yang
mendahului terjadinya peningkatan IgG1, dimana IFNγ yang diproduksi
oleh Th1 akan menginduksi pengalihan ke produksi kelas IgG1 dan IgG
(Baratawidjaja, 2009). Autoantibodi, termasuk antikolon dan antineutrofil
sudah dideteksi pada serum pasien kolitis ulseratif.
d. Komplikasi
Kolitis ulseratif dapat mengakibatkan terjadinya kanker kolon dimana
frekuensinya semakin meningkat pada pasien yang telah menderita
penyakit kolitis ulseratif lebih dari 10 tahun. Dan apabila kolitis ulseratif
telah mengenai seluruh kolon selama 25 tahun, angka probabilitas kanker
meningkat menjadi 40% (Price, 2002). Dibandingkan dengan kanker kolon
yang tidak ada hubungannya dengan kolitis ulseratif, kanker kolon yang
berhubungan dengan kolitis ulseratif seringkali menginfiltrasi secara luas,
anaplastik dan secara keseluruhan tersebar sepanjang kolon dan muncul
dari mukosa datar (Kornbluth, 2004). Komplikasi lain yang cukup penting
adalah dilatasi toksik atau megakolon, dengan adanya paralisis fungsi
motorik kolon transversum disertai dilatasi cepat segmen usus tersebut.
Angka mortalitas sekitar 30% dan sering terjadi perforasi usus. Perdarahan
masif juga merupakan komplikasi yang kadang-kadang memerlukan
kolektomi darurat (Price, 2002). Hal ini juga yang menjadi alasan
mengapa peneliti membahas mengenai kolitis ulseratif.
e. Gambaran Fisik Diagnostik
Temuan fisis pada kolitis ulseratif biasanya nonspesifik; bisa terdapat distensi
abdomen atau nyeri sepanjang perjalanan kolon. Pada kasus ringan, pemeriksaan
fisis umum akan normal. Demam, takikardia dan hipotensi postural biasanya
berhubungan dengan penyakit yang lebih berat (Glickman,2000). Manifestasi
ekstrakolon bisa dijumpai. Hal ini termasuk penyakit okular (iritis, uveitis,
episkleritis), keterlibatan kulit (eritema nodosum, pioderma gangrenosum), dan
artralgia/artritis (periferal dan aksial artropati). Kolangitis sklerosing primer
jarang dijumpai (Choon-Jin,2006).
f. Gambaran Laboratorium
Temuan laboratorium seringkali nonspesifik dan mencerminkan derajat
dan beratnya perdarahan dan inflamasi. Bisa terdapat anemia yang
mencerminkan penyakit kronik serta defisiensi besi akibat kehilangan
darah kronik. Leukositosis dengan pergeseran ke kiri dan peningkatan laju
endap darah seringkali terlihat pada pasien demam yang sakit berat.
Kelainan elektrolit, terutama hipokalemia, mencerminkan derajat diare.
Hipoalbuminemia umum terjadi pada penyakit yang ekstensif dan
biasanya mewakili hilangnya protein lumen melalui mukosa yang
berulserasi. Peningkatan kadar alkali fosfatase menunjukkan adanya
penyakit hepatobiliaris yang berhubungan dengan kolitis ulseratif
(Glickman,2000).
g. Pengobatan
Obat-obatan konvensional yang digunakan pada kolitis ulseratif adalah
aminosalisilat, kortikosteroid, antibiotik dan imunomodulator. Yang
biasanya digunakan adalah aminosalisilat untuk mengatur remisi dan
kortikosteroid saat terjadi episode akut (Head, 2003). Secara umum, terapi
pengobatan lini pertama adalah mesalamine yang juga diketahui sebagai 5-
asam aminosalisilat (5-ASA) yang bekerja secara topikal pada lumen
kolon untuk mensupresi produksi dari sejumlah mediator proinflamasi
Mesalamin menghambat jalur siklooksogenase dan 5-lipoksigenase yang
diyakini memiliki peran penting dalam penyakit IBD. Mesalamin juga
menghambat pengikatan IFN-γ pada sel epitel kolon, serta menurunkan
produksi dan pelepasan IL-1. Namun obat ini kurang bermanfaat bagi
penderita kolitis yang parah dan peningkatan dosis dapat menimbulkan
banyak efek samping seperti demam, malaise, mual, muntah, sakit kepala,
ketidaknyamanan epigastrik, dan diare (Langan, 2007). Untuk pasien
yang gagal mengalami perbaikan dengan dosis maksimal dari 5-ASA,
terapi dengan steroid oral dapat digunakan. Prednison diberikan dengan
dosis 40-60 mg per hari pada pasien ini. Dosis penuh diteruskan hingga
gejala dapat terkontrol sepenuhnya (biasanya 10-14 hari), kemudian dosis
diturunkan bertahap 5mg setiap minggu (Langan, 2007). Jika pasien
masih belum merepson dengan steroid oral, maka mereka harus dibawa ke
rumah sakit untuk mendapatkan kortikosteroid secara intravena, seperti
sodium metilprednisolon, 40 mg per hari (Langan, 2007). Glukokortikoid
juga merupakan obat utama dalam penananganan eksaserbasi IBD akut
yang parah sejak tahun 1955, yaitu ketika Truelove dan Witt menunjukkan
efikasi obat ini dalam kolitis ulseratif. Jika semua terapi pengobatan
maksimal telah gagal, maka pasien harus dilakukan operasi (Langan,
2007). Secara khusus, pengobatan yang diberikan adalah berdasarkan
derajat keparahan dari kolitis ulseratif (Kornbluth, 2004). Pada derajat
ringan, sulfasalazine oral dapat diberikan tunggal atau dengan kombinasi
dengan obat topikal. Mesalamin, olsalazine dan balsalazide dapat
digunakan sebagai alternatif jika pasien tidak dapat menggunakan
sulfalazine berhubungan dengan efek sampingnya. Kombinasi mesalamin
oral dan topikal dapat mencegah remisi (Hendrickson, 2002).
Pada derajat sedang hingga berat, pasien dengan kram perut yang
signifikan, diare berdarah, anemia dan hipoalbuminemia harus masuk
rumah sakit dan diberikan kortikosteroid, cairan dan nutrisi secara
intravena (Hendrickson, 2002). Yang perlu diperhatikan adalah
penggunaan kortikosteroid jangka panjang pada pasien, karena adanya
efek samping yang signifikan yang dapat mempengaruhi setiap sistem
organ dan banyak aktivitas metabolik seperti gangguan emosional dan
psikiatri, infeksi, glukoma, katarak, stria pada kulit, ketidakseimbangan
penyembuhan luka dan penyakit metabolik tulang. Lebih lanjut lagi dapat
menyebabkan osteoporosis (Kornbluth, 2004). Gangguan metabolik yang
diinduksi oleh steroid adalah hiperglikemia, retensi sodium dan cairan,
hipokalemia, metabolik alkalosis, hiperlipidemia, dan peningkatan
aterogenesis (Hanauer, 2000). Obat-obatan imunomodulator seperti
azathioprine dan 6-merkaptopurin digunakan pada pasien yang bergantung
pada steroid (Head, 2003). Mekanisme kerjanya dengan menghambat
proliferasi limfosit dan sintesis ribonukleotida. Efek anti-inflamasinya
dikarenakan adanya penekanan terhadap sel Natural Killer (NK) dan
fungsi sel T. Efek samping dari obat ini adalah pankreatitis, demam,
atralgia, nausea dan diare (Jani, 2002).
Kolektomi merupakan jalan yang dipilih untuk pasien yang menderita
kanker, yang gagal sembuh dengan pengobatan dengan menggunakan
obat-obatan pada dosis maksimal, yang memiliki pengalaman perdarahan
masif, perforasi, atau toksik megakolon (Cima, 2005). Operasi yang
dilakukan bersifat menyembuhkan dan terbukti meningkatkan kualitas
hidup dari pasien kolitis ulseratif (Thirlby, 2001), namun bagaimanapun
tetap berpotensi untuk mengalami komplikasi seperti obstruksi usus,
pouchitis, striktur, dan kemungkinan penurunan kesuburan pada wanita
(Cima, 2005).
h. Immunosuppresant
Immunosupresif adalah obat-obat yang membantu menekan sistem
kekebalan tubuh. Banyak yang awalnya digunakan pada pasien yang
menerima transplantasi organ untuk membantu mencegah tubuh mereka
dari menolak organ transplantasi. Namun, obat ini sekarang juga
digunakan untuk pengobatan penyakit autoimun tertentu, kolitis ulseratif
dan kanker kolon. Pada orang dengan kolitis ulseratif, sistem kekebalan
tubuh akan menyerang jaringan tubuh sendiri. Kolitis ulseratif diketahui
dapat meningkatkan risiko kanker, sehingga dengan mengobati kolitis
ulseratif secara dini dan mencegah dari kerusakan lebih lanjut pada usus
besar, terapi imunosupresif sebenarnya dapat menurunkan resiko
terjadinya kanker pada kolon (Daniel et al, 2002).
Obat-obatan imunomodulator mempunyai peran yang luas dalam
perawatan pasien dengan penyakit inflamasi pada usus. Obat
imunomodulator umumnya digunakan pada pasien dengan dosis
kortikosteroid yang tidak dapat dihentikan. Azathioprine dan metabolit
aktif marcaptopurine sering digunakan sebagai imunosupresan. Studi
klinis menunjukkan bahwa imunosupresan berkhasiat ketika diberikan
dalam dosis yang memadai pada pasien kolitis ulseratif dan crohn disease,
sehingga memungkinkan terjadinya penurunan bertahap penggunaan
kortikosteroid dan memperpanjang masa remisi. Manfaat dari obat ini
biasanya memakan waktu beberapa minggu hingga beberapa bulan,
sehingga obat ini kurang baik digunakan dalam penyakit –penyakit akut
dan lebih baik digunakan untuk terapi berkepanjangan yang terencana.
Penggunaan azathioprine dan mercaptopurine dibatasi karena mempunyai
efek toksik yang cukup serius. Peningkatan dosis supresi yang berkaitan
dengan sumsum tulang belakang diamati secara merata dan memantau
ketat jumlah sel darah putih pada saat terapi dimulai setiap dua hingga
bulan. Pemakaian azathioprine jangka lama kemungkinan kecil dapat
menimbulkan kanker kulit (NHS, 2012). 6-MP atau azathioprine ini tidak
digunakan untuk flare akut karena waktu dari awal pengobatan untuk
terjadinya tindakan yang signifikan mungkin selama 2-3 bulan. Respon
untuk agen-agen ini mungkin tergantung dosis. Dilakukan pemantauan
jumlah sel darah untuk melindungi pasien dari toksisitas hematologi yang
terkait dengan agen ini. Dari 20 pasien di Cina Timur yang menerima
pengobatan azathioprine lebih dari 6 bulan, 15 pasien mengalami remisi, 4
pasien tidak merespon dan 1 pasien kambuh. Di antara 20 pasien, 4 pasien
menderita mielotoksisitas dan 1 menderita hepatotoksisitas (Huang et al,
2009).
DAFTAR PUSTAKA
1. Sudoyo A. W. 2001. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Jakarta : FKUI
top related