lapsus dev
Post on 02-Dec-2015
45 Views
Preview:
TRANSCRIPT
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Sebanyak 90 % kanker mulut berupa karsinoma sel skuamosa berasal dari
mukosa oral. 10 % sisanya berupa keganasan yang terdiri dari melanoma maligna,
karsinoma kelenjar saliva intraoral, sarkoma jaringan lunak dan tulang, tumor
odontogenik maligna, limfoma Non Hodgkin’s, dan metastase dari tumor primer
yang berlokasi dibagian manapun ditubuh. Tumor kelenjar saliva merupakan
bagian yang penting dari patologi oral dan maksilofasial dengan presentasi 3-5 %
dari seluruh neoplasma pada kepala dan leher.1
Karsinoma mukoepidermoid sentral (CMC) sangatlah langka, terjadi
sekitar 2-3 % dari seluruh karsinoma mukoepidermoid yang tercatat. Asal dari
CMC masih kontroversial dan dipertimbangkan terjadi beberapa kemungkinan,
meliputi metaplasia dari kista epitel odontogenik, terperangkapnya jaringan
kelenjar saliva submandibular, sublingual atau minor dari area retromolar,
epitelium sinus maksila, terperangkapnya kelenjar saliva minor secara iatrogenik
(contoh osteomielitis kornis dan sinusitis) dan sisa odontogenik dari lamina
dental.1
Berikut akan dilaporkan kasus CMC daerah mandibula pada seorang
wanita berumur 41 tahun.
1
1.2.Rumusan masalah
Rumusan masalah pada laporan kasus ini adalah bagaimana cara
mendiagosis dan penanganan kasus karsinoma mukoepidermoid?
1.3 Tujuan
Laporan kasus ini bertujuan menjelaskan dasar teori karsinoma
mukoepidermoid yang terdiri atas definisi, patofisiologi, diagnosis,
penatalaksanaan, komplikasi, dan prognosis serta melakukan telaah atas kasus
karsinoma mukoepidermoid.
2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Anatomi Regional Kelenjar Saliva
Kelenjar liur atau kelenjar saliva adalah kelenjar yang menyekresikan
cairan saliva, terbagi menjadi dua golongan, yaitu mayor dan minor. Kelenjar
saliva mayor terdapat tiga pasang, yaitu kelenjar parotis, kelenjar submandibular,
dan kelenjar sublingual. Kelenjar saliva minor terutama tersebar dalam rongga
mulut, sinus paranasal, submukosa, trakea, dan lain lain.2
Gambar 1. Anatomi Kelenjar Liur2
Kelenjar Parotis
Terletak di lateral wajah, berbadan kelenjar tunggal tetapi sering kali
dengan batas nervus fasialis dibagi menjadi dua lobus, yaitu lobus profunda dan
superficial. Lobus superficial lebih besar, bentuk tak beraturan, terletak di
3
superficial dari bagian posterior otot masseter, ke atas, hingga ke arkus zigomatik,
ke bawah mencapai margo inferior os mandibular. Lobus profunda lebih kecil, ke
atas berbatasan dengan kartilago meatus akustikus eksternal, mengitari posterior
ramus asendens os mandibular menjulur ke dalam, bersebelahan dengan celah
parafaring. Duktus primer kelenjar parotis terletak di superficial fasia otot maseter
hampir tegak lurus menuju ke dalam membentuk otot businator dan bermuara di
mukosa bukal, dekat gigi Molar 2 atas dan disebut Stensen’s Duct.2
Traktus nervus fasialis keluar dari foramen stilomastoideus, di antara
kartilago meatus akustikus eksternal dan venter posterior otot digastrikus, fasies
profunda arteri aurikularis posterior, 1 cm superior prosesus mastoideus, melintasi
bagian superficial radiks prosesus stiloideus, dari bagian posterior kelenjar parotis
memasuki kelenjar parotis. Di dalam parenkim kelenjar tersebut nervus fasialis
bercabang dua menjadi trukus temporofasialis dan trunkus servikofasialis; trunkus
temporofasialis lebih besar, berjalan ke superior; trunkus servikofasialis lebih
halus, berjalan kurang lebih sejajar margo posterior ramus asendens os
mandibular, di posterior, vena fasialis posterior berjalan ke inferior. Dari trunkus
tersebut timbul lima percabangan, yaitu cabang temporal, cabang zigomatik,
cabang bukal, cabang mandibular marginal, dan cabang servikal.2
4
Gambar 2. Kelenjar liur dan n. fasialis
Kelenjar Submandibular
Terletak di tengah trigonum mandibular, terbagi menjadi dua bagian,
profunda dan superficial. Bagian superficial lebih besar, bagian profunda timbul
dari sisi internal bagian superficial, melalui celah antara otot mylohioid dan
hioglosus sampai ke bagian bawah lidah, berhubungan dengan ujung posterior
kelenjar sublingual. Duktus kelenjar submandibular muncul dari bagian internal
kelenjar, bermuara di papilla di bawah lidah. Arteri maksilaris eksternal melalui
venter posterior otot digastrik dan fasies profunda kelenjar submandibular menuju
ke superior, mengitari margo inferior korpus mandibular, di margo anterior otot
maseter mencapai daerah muka. Nervus linguialis dari lateral menuju medial
melintasi bagian inferior duktus kelenjar submandibular memasuki lidah. Nervus
sublingualis melintasi fasies profunda venter posterior otot digastrik, bagian
superficial otot hioglosus, ke arah anterosuperior masuk lidah. Cabang mandibular
nervus fasialis sejak muncul dari trunkus servikofasialis, di inferior kelenjar
parotis, fasies profunda otot platisma melintasi vena fasialis posterior, di sekitar 1
5
cm dari angulus mandibular menuju anterior, melintasi vena fasialis anterior dan
arteri maksilaris eksternal dan menyebar di bibir bawah.2
Kelenjar Sublingual
Kelenjar sublingual berbentuk pipih panjang, terbentuk dari banyak
kelenjar kecil, terletak di area sublingual, ujung posteriornya berhubungan dengan
perpanjangan kelenjar submandibular. Duktus sublingual ada dua jenis, besar dan
kecil. Kebanyakan adalah duktus kecil, bermuara di mukosa bawah lidah, duktus
besar mengikuti sisi medial badan kelenjar mengikuti duktus submandibular,
keduanya kebanyakan bersatu bermuara di papilla di bawah lidah.2
2.2 Fisiologi Kelenjar Saliva
Saliva mengandung dua tipe sekresi protein yang utama : 3
1. Sekresi serous yang mengandung ptyalin (suatu α-amilase), yang merupakan
enzim untuk mencernakan serat, dan
2. Sekresi mucus yang mengandung musin untuk tujuan pelumasan dan
perlindungan permukaan.
Kelenjar parotis seluruhnya menyekresi tipe serous, dan kelenjar
sublingualis dan submandibularis menyekresi tipe mucus maupun serous.
Kelenjar bukalis hanya menyekresi mucus. Saliva mempunyai pH antara 6,0 dan
7,4, suatu kisaran yang menguntungkan untuk kerja pencernaan dan ptyalin.3
Pada kondisi basal, sekitar 0,5 mililiter saliva, hampir seluruhnya dari tipe
mucus, disekresikan setiap detik sepanjang waktu kecuali selama tidur, saat
sekresi menjadi sangat sedikit. Sekresi ini sangat berperan penting dalam
mempertahankan kesehatan jaringan rongga mulut. Saliva membantu mencegah
6
proses kerusakan jaringan mulut yang dapat disebabkan oleh bakteri dengan cara
membantu membuang bakteri pathogen juga partikel-partikel makanan yang
memberi dukungan metabolic bagi bakteri dan saliva juga mengandung beberapa
factor yang menghancurkan bakteri, salah satunya adalah ion tiosianat dan lainnya
adalah enzim proteolitik terutama lizozim. Terakhir, saliva juga mengandung
sejumlah besar antibodi protein yang dapat menghancurkan bakteri rongga mulut,
termasuk yang menyebabkan karies gigi.3
Setiap hari satu sampai dua liter air liur diproduksi dan hampir semuanya
ditelan dan direabsorbsi. Proses sekresi dibawah kendali saraf otonom. Makanan
dalam mulut merangsang serabut saraf yang berakhir pada nukleus pada traktus
solitaries dan pada akhirnya merangsang nukleus saliva pada otak tengah.
Pengeluaran air liur juga dirangsang oleh penglihatan, penciuman melalui impuls
dari kerja korteks pada nukleus saliva batang otak. Aktivitas simpatis yang terus
menerus menghambat produksi air liur seperti pada kecemasan yang
menyebabkan mulut kering. Obat-obatan yang menghambat aktivitas parasimpatis
juga menghambat produksi air liur seperti obat antidepresan, tranquillizers, dan
obat analgesik opiate dapat menyebabkan mulut kering (Xerostomia).4
Saluran air liur relatif impermeabel terhadap air dan mensekresi kalium,
bikarbonat, kalsium, magnesium, ion fosfat dan air. Jadi produk akhir dari
kelenjar air liur adalah hipotonik, cairan yang bersifat basa yang kaya akan
kalsium dan fosfat. Komposisi ini penting untuk mencegah demineralisasi enamel
gigi.4
2.3 Definisi
7
Karsinoma mukoepidermoid adalah salah satu jenis histopatologi tumor
ganas kelenjar liur. Jenis ini paling sering berasal dari kelenjar liur mayor diikuti
kelenjar liur minor. Karsinoma mucoepidermoid dapat terjadi di payudara, rahang
mandibula, dan timus.5
2.4 Epidemiologi
Tumor pada kelenjar liur relatif jarang terjadi, presentasinya kurang dari
3% dari seluruh keganasan pada kepala dan leher.6
Dari tumor kelenjar saliva, insidens tumor parotis paling tinggi, yaitu sekitar
80%, tumor submandibular 10%, tumor sublingual 1%, tumor kelenjar saliva kecil
dalam mulut 1%.2
Neoplasma yang timbul pada kelenjar ludah relatif jarang, namun mereka
mewakili berbagai subtipe histologis baik jinak maupun ganas. Walaupun peneliti
telah belajar banyak dari berbagai kelompok studi tumor selama bertahun-tahun,
diagnosis dan pengobatan neoplasma kelenjar ludah tetap masalah yang kompleks
dan menantang untuk ahli bedah kepala dan leher.7
8
Neoplasma kelenjar ludah mewakili 6% dari semua tumor kepala dan
leher. Insiden neoplasma kelenjar ludah secara keseluruhan adalah sekitar 1,5
kasus per 100.000 orang di Amerika Serikat. Diperkirakan 700 kematian (0,4 per
100.000 untuk laki-laki dan 0,2 per 100.000 untuk perempuan) yang berkaitan
dengan tumor kelenjar ludah terjadi setiap tahun.8
Neoplasma kelenjar ludah paling sering muncul dalam dekade keenam
dari kehidupan. Pasien dengan lesi ganas biasanya muncul setelah berusia 60
tahun, sedangkan mereka dengan lesi jinak biasanya muncul ketika lebih dari 40
tahun. Neoplasma jinak terjadi lebih sering pada wanita dibandingkan pria, namun
tumor ganas didistribusikan secara merata antara kedua jenis kelamin.8
9
Kelenjar ludah dibagi menjadi 2 kelompok : kelenjar ludah mayor dan
kelenjar ludah minor. Kelenjar ludah mayor terdiri dari 3 pasang kelenjar berikut:
kelenjar parotis, kelenjar submandibula, dan kelenjar sublingual. Kelenjar ludah
minor terdiri 600-1000 kelenjar kecil yang didistribusikan ke seluruh saluran
pencernaan bagian atas. Di antara neoplasma kelenjar ludah, 80% muncul dalam
kelenjar parotis, 10-15% muncul dalam kelenjar submandibula, dan sisanya
muncul dalam kelenjar ludah sublingual dan minor. Hampir setengah dari semua
neoplasma kelenjar submandibular dan sebagian besar tumor sublingual dan
kelenjar ludah minor adalah ganas.8
10
Karsinoma mukoepidermoid merupakan tipe yang berbeda dari tumor lain.
Tumor jenis ini mengandung tiga unsur seluler dalam proporsi yang berbeda-beda
: sel skuamosa, mukus-sel penghasil sekret, dan sel "intermediate". Karsinoma
mukoepidermoid pertama kali dijelaskan oleh Masson dan Berger pada tahun
1924.9
Telah dilaporkan terjadi pada semua usia dengan kejadian puncak pada
dekade ke- 4 dan ke-5, dengan perempuan terkena lebih sering daripada laki-laki
dengan rasio 3 : 1. Ini juga merupakan neoplasma ganas kelenjar ludah yang
paling sering terjadi pada anak-anak. Pada kelenjar ludah mayor, 89,6% kasus
terjadi di parotid. Karsinoma mukoepidermoid menunjukkan spektrum yang luas
dari agresivitas, yang dapat diprediksi dengan penilaian mikroskopis.5
2.5 Etiologi
Penyebab pasti tumor kelenjar liur belum diketahui secara pasti, dicurigai
adanya keterlibatan faktor lingkungan dan faktor genetik. Paparan radiasi
dikaitkan dengan tumor ganas karsinoma mukoepidermid. Eipstein Barr virus
mungkin merupakan salah satu faktor pemicu timbulnya tumor limfoepitelial
kelenjar liur. Kelainan genetik, misalnya monosomi dan polisomi sedang diteliti
sebagai faktor timbulnya tumor kelenjar air liur.8
Resiko terjadinya neoplasma berhubungan dengan ekspos radiasi
sebelumnya. Akan tetapi ada faktor resiko lain yang mempengaruhi terjadinya
karsinoma kelenjar air liur seperti pekerjaan, nutrisi, dan genetik. Kemungkinan
terkena pada laki-laki sama dengan perempuan.
11
Etiologi neoplasma kelenjar ludah tidak sepenuhnya dipahami. Dua teori
mendominasi adalah teori biseluler dan teori multiseluler sel induk.8
Teori multiseluler : teori ini menyatakan bahwa tumor kelenjar liur berasal
dari diferensiasi sel-sel matur dari unit-unit kelenjar liur. Seperti tumor asinus
berasal dari sel-sel asinar, onkotik tumor berasal dari sel-sel duktus striated,
mixed tumor berasal dari sel-sel duktus interkalated dan mioepitelial,
squamous dan mukoepidermoid karsinoma berasal dari sel-sel duktus
ekskretori.
Teori biseluler : teori ini menerangkan bahwa sel basal dari glandula
ekskretorius dan duktus interkalated bertindak sebagai stem sel. Stem sel dari
duktus interkalated dapat menimbulkan terjadinya karsinoma asinus,
karsinoma adenoid kistik, mixed tumor, onkotik tumor dan Warthin's tumor.
Sedangkan stem sel dari duktus ekskretorius menimbulkan terbentuknya
skuamous dan mukoepidermoid karsinoma.
Bukti terbaru menunjukkan bahwa teori biseluler adalah etiologi lebih
memungkinklan untuk neoplasma kelenjar ludah. Teori ini lebih logis
menjelaskan neoplasma yang berisi beberapa jenis sel diskrit, seperti adenoma
pleomorfik dan tumor Warthin.8
2.6 Patofisiologi
Seperti kebanyakan kanker, mekanisme molekuler yang tepat dimana
tumorigenesis terjadi pada neoplasma kelenjar ludah yang tidak sepenuhnya
dipahami. Beberapa jalur dan onkogen juga berperan, termasuk onkogen yang
12
diketahui terkait dengan berbagai kanker pada manusia. Ini termasuk p53, Bcl-2,
PI3K/Akt, MDM2, dan ras.8
Mutasi pada p53 telah ditemukan di kedua neoplasma jinak dan ganas
kelenjar ludah dan beberapa bukti menunjukkan bahwa adanya mutasi p53
berkorelasi dengan tingkat lebih tinggi dari kekambuhan tumor. RAS adalah
protein G yang terlibat dalam transduksi sinyal pertumbuhan, dan kekacauan di
sinyal ras yang terlibat dalam berbagai tumor solid. Mutasi H-Ras telah
ditunjukkan dalam proporsi yang signifikan dari adenoma pleomorfik,
adenocarcinoma, dan karsinoma mucoepidermoid.8
Pada karsinoma mucoepidermoid, translokasi kromosom t (11; 19) (Q21,
p13) telah diidentifikasi pada sampai dengan 70% dari kasus. Translokasi ini
menciptakan protein MECT1-MAML2 fusi yang mengganggu sinyal jalur Notch.
Protein fusi ini diungkapkan oleh semua jenis sel mukoepidermoid saat
translokasi hadir. Menariknya, tumor fusi-positif tampaknya tidak lebih agresif
dari tumor fusi-negatif. Pasien fusi-positif memiliki median kelangsungan hidup
secara signifikan lebih lama dan tingkat yang lebih rendah dari kekambuhan lokal
dan metastasis jauh.8
Hilangnya kromosom telah ditemukan menjadi penyebab penting dari
mutasi dan tumorigenesis pada tumor kelenjar ludah. Hilangnya lengan alelik
kromosom 19q telah dilaporkan terjadi umumnya pada karsinoma kistik adenoid.
Karsinoma Mucoepidermoid juga menunjukkan hilangnya lengan kromosom 2q,
5p, 12p, dan 16q lebih dari 50% kasus.8
13
Beberapa gen lain sedang diselidiki dalam tumorigenesis neoplasma
kelenjar ludah. Hepatocyte growth factor (HGF), sebuah protein yang
menyebabkan morfogenesis dan penyebaran sel-sel epitel, telah ditemukan
meningkatkan penyebaran dan mungkin invasif adenoid cystic carcinoma.
Ekspresi proliferating cell nuclear antigen (PCNA) ditemukan dalam 2 tumor
ganas yang paling umum saliva, karsinoma adenoid kistik dan karsinoma
mukoepidermoid, dengan ekspresi yang lebih tinggi di kelenjar submandibula.
Ekspresi dari fibroblast growth factor 8b telah terbukti menyebabkan tumor
kelenjar ludah pada tikus transgenik.8
2.7 Gejala Klinis
Kebanyakan tumor kelenjar ludah ditandai oleh gejala massa yang tidak
nyeri, meskipun pertumbuhannya cepat dan nyeri kadang-kadang dapat terjadi,
namun hal tersebut tidak selalu berarti keganasan. Karena penyakit inflamasi atau
infeksi bisa mempunyai gejala yang sama (seperti parotitis atau penyakit kolagen
vaskuler seperti sindrom Sjorgen atau granulomatosis Wegner). Paralisis saraf
fasialis, metastasis pada nodus limfatikus, dan invasi jaringan lunak merupakan
indikasi dari penyakit yang agresif. Sebagai catatan, Bell’s palsy (paralisis saraf
fasialis idiopatik) adalah diagnosis ekslusi, dan pasien yang mengalami
kelumpuhan saraf fasialis tiba-tiba yang kemungkinan besar disebabkan oleh
keganasan parotis (baik itu bersifat primer atau metastasis dari lesi primer di kulit)
tidak boleh didiagnosis sebagai Bell’s palsy.8,9,10
Pertumbuhan yang cepat dari massa dan rasa sakit pada lesi itu berkaitan
dengan perubahan ke arah keganasan, tetapi bukan sebagai alat diagnostik.
14
Keterlibatan saraf fasialis (N.VII) umumnya sebagai indikator dari
keganasan,walaupun gejala ini hanya nampak pada 3% dari seluruh tumor parotis
dan prognosisnya buruk. Tumor ganas pada kelenjar parotis dapat meluas ke area
retromandibular dari parotis dan dapat menginvasi lobus bagian dalam, melewati
ruangan parapharyngeal. Akibatnya, keterlibatan dari saraf kranial bagian bawah
dapat terjadi berupa disfagia, sakit dan gejala pada telinga. Lebih lanjut lagi dapat
melibatkan struktur disekitarnya seperti tulang petrosus, kanal auditorius
eksternal, dan sendi temporomandibular. Tumor ganas dapat bermetastasis ke
kelenjar limfe melalui ruangan parapharyngeal dan ke rangkaian jugular bagian
dalam, dan ke pre-post facial nodes.2,8
Tampilan klinis pada karsinoma mukoepidermoid dapat berupa lesi jinak.
Keluhan yang sering adalah adanya massa aimptomatis. Gejala nyeri, fiksasi
jaringan sekitar dan paralisis wajah adalah tidak sering meningkatkan kecurigaan
tumor grading tinggi.2
2.8 Diagnosis
Kriteria dalam mendiagnosis karsinoma mukoepidermoid meliputi : (a)
adanya lesi osteolitik yang jelas pada radiografi, (b) pengecatan mucicarmine
yang positif, (c) tidak ada atau rupturnya lapisan – lapisan kortikal, (d) eksklusi
klinis dan histologis dari metastasis atau lesi odontogenik, (e) eksklusi dari
jaringan lunak kelenjar saliva, konfirmasi histologis.1
15
Gambar 3. Histopatologi massa tumor menunjukkan gambaran karsinoma
mukoepidermoid
Ditemukan kelompok sel-sel solid yang menyerupai sel epidermoid, terdiri
atas sel yang besar-besar, pleomorfik, inti vesikuler, sebagian hiperkromatik dan
mitosis, nukleoli nyata, tampak juga sel-sel membentuk rongga-rongga atau
lumen kistik yang berisi massa amorf eosinofilik pucat.12
16
Dari kebanyakan kasus, secara histologis CMC merupakan tumor grade
rendah dengan prognosis yang baik. Meskipun termasuk tumor grade rendah,
CMC harus di terapi dengan reseksi lokal yang luas. CMC dipertimbangkan
berpotensi rendah menjadi karsinoma maligna dalam evolusi jangka panjang,
dapat menjadi agresif dan akhirnya memerlukan reseksi blok yang luas.1
17
Secara makroskopik terlihat batas tegas dan mungkin parsial encapsulated.
Terkadang infiltrative dan deferensiasi buruk. Pada mikroskopik ditandai oleh
adanya 2 populasi sel, yakni sel mucous dan sel epidermoid.1
FNA sangat membantu dalam penegakkan diagnosis namun hal ini
tergantung pada pengalaman dan kemampuan dari dokter sitopatologisnya
(tingkat akurasi mencapai 60% - 90%). Jika FNA tidak dapat menegakkan
diagnosis, maka kita perlu melakukan biopsi eksisional terbuka. Pada kasus tumor
parotis, biopsi eksisi memerlukan tindakan parotidektomi superfisialis untuk
mengidentifikasi dan mempertahankan saraf fasialis. Biopsi insisional harus
dihindari untuk mencegah kerusakan pada tumor, tumpahan tumor, dan pada
kasus tumor parotis, cedera saraf fasialis. CT dan MRI dapat membantu dalam
menentukan rincian perluasan penyakit (seperti perluasan pada ruangan
parafaringeal atau perluasan ke tulang tengkorak).2
2.9 Penatalaksanaan
Prinsip penatalaksanaan karsinoma mukoepidermoid adalah
multimodalitas dengan pembedahan sebagai pilihan utama dilanjutkan dengan
radioterapi dan atau kemoterapi. Pemilihan modalitas ini berdasarkan kepada
banyak faktor antara lain lokasi, stadium, kondisi pasien, penyakit penyerta,
fasilitas (kamar operasi, alat, obturator), pengalaman operator, dan lainnya.12
Pembedahan merupakan terapi pilihan untuk semua jenis tumor parotis.
Untuk tumor jinak, paratidektomi dan eksisi kelenjar submandibula dapat berguna
sebagai tindakan diagnostik sekaligus kuratif. Karena adanya hubungan yang
sangat dekat antara kelenjar parotis dan submandibula dengan cabang persarafan
18
saraf fasialis, maka morbiditas terapi ini berkaitan dengan paralisis saraf fasialis,
dan apabila tumor menjalar hingga ke saraf, maka itu adalah indikasi untuk
melakukan pengorbanan pada saraf. Adenoma pleomorfik meruapakan tumor
jinak yang paling sering ditemukan pada kelenjar saliva. Kita harus berhati-hati
saat melepaskan jaringan normal di sekitar tumor untuk mencegah ruptur pada
pseudokapsul dan tumpahan tumor, sehingga dapat mengurangi angka
rekurensi.8,11
Tumor ganas pada kelenjar ludah biasanya membutuhkan terapi
pembedahan dan radiasi. Kecuali pada neoplasma stadium awal (seperti
karsinoma mukuepidermoid dan adenokarsinoma polimorfik), yang dapat diterapi
dengan pembedahan saja. Parotidektomi superfisial diindikasikan untuk lesi kecil.
Untuk tumor parotis dengan perluasan hingga ke lobus dalam, parotidektomi total
dengan mempertahankan saraf fasialis merupakan penatalaksanaan pilihan.
Keterlibatan saraf fasialis pada perluasan tumor menjadi indikasi untuk
mengorbankan saraf untuk mencegah perluasan tumor.Pada kasus seperti ini,
Saraf harus diperiksa hingga ke arah proksimal (bahkan kalau perlu hingga batang
otak) untuk memastikan tidak lagi ada tumor. Terutama hal ini dilakukan pada
karsinoma adenoid kistik sejati karena tumor ini bersifat neurotropik.
Pengorbanan yang dilakukan pada saraf fasialis harus segera diperbaiki dengan
menggunakan grafting interpersonal (menggunakan saraf suralis dari kaki atau
saraf cutaneus media antebrakhial) atau grafiting saraf kranialis dari saraf XII ke
saraf VII. Tumor parotis yang mengalami ekstensi lokal (menajalr hingga ke
kanalis eksternal atau kulit) membutuhkan mastoidektomi (untuk memeriksa saraf
19
secara proksimal) dan pengangkatan bagian lateral dari tulang temporal. Eksisi
kelenjar submadibular merupakan terapi untuk tumor submadibular. Begitu juga
pada kelenjar parotis, hanya perluasan tumor yang mencapai saraf yang
mengindikasikan perngorbanan saraf (seperti contoh saraf lingualis dan saraf
hipoglosus), dan perluasan lokal hingga ke jaringan sekitar (seperti pada lantai
lidah, dan otot mulut). Diseksi selektif biasanya disimpan untuk penyakit yang
tampak secara klinis.8
High-grade tumor biasanya diobati dengan cara yang lebih agresif, dengan
operasi sebagai modalitas utama, seperti halnya dengan tumor high grade kelenjar
ludah mayor dan minor. Adanya keraguan tentang manajemen yang tepat pada
tumor low grade. Beberapa merekomendasikan reseksi laryngectomy parsial
untuk tumor supraglottic low grade dan laryngectomy total untuk tumor subglotis.
Lainnya telah merekomendasikan pendekatan yang dapat mempertahankan fungsi
laring.9
Radiasi merupakan terapi cadangan yang diberikan pada pasien yang
menderita tumor ganas namun tidak memungkinkan untuk dilakukan operasi atau
pasien menolak dilakukan operasi, begitu juga untuk pasien yang mendapat terapi
pasca-pembedahan pada pasien resiko tinggi dan penyakit rekuren. Penyakit -
penyakit keganasan yang biasanya mendapat terapi radiasi, antara lain : karsinoma
kistik adenoid, karsinoma mukoepidermoid, adenokarsinoma tahap lanjut, SCC,
dan penyakit metastatis.8
2.7 Prognosis
20
Tipe karsinoma sel mukoepidermoid diklasifikasikan secara histologis
sebagai tipe low-grade, intermediet, dan high-grade. Tumor high-grade
berdiferensiasi buruk, dan terutama terdiri dari sel epitel skuamosa dan sel
intermediet. Low-grade tumor dapat dibedakan dengan mudah dan terutama
terdiri dari mukus dan sel epitel skuamosa. Grade histologis tumor merupakan
indikator prognostik yang berguna untuk karsinoma mucoepidermoid dari kelenjar
ludah mayor dan minor. Prognosis tergantung pada stadium klinis, grading dan
operasi yang adekuat. Pires et Al melaporkan bahwa tingkat kelangsungan hidup
5-tahun berkisar antara 0 sampai 43% untuk pasien kanker mucoepidermoid high
grade pada kelenjar ludah, 62 sampai 92% untuk pasien dengan grade intermediet,
dan 92 sampai 100% pada pasien dengan tumor low grade.9
BAB III
LAPORAN KASUS
21
3.1. IDENTITAS PENDERITA
Nama : Ny. NY
Jenis Kelamin : Perempuan
Umur : 41 tahun
Bangsa : Indonesia
Suku : Banjar
Agama : Islam
Pekerjaan : Ibu Rumah Tangga
Status : Sudah Menikah
Alamat : Jl. Tanjung V No. 16 Kayu Tangi
MRS : 10 Desember 2012
Ruang : Nusa Indah
3.2. ANAMNESIS
Sejak 1 tahun lalu, pasien mengeluh terdapat benjolan pada rahang kiri
bawah. Benjolan berbentuk bulat, dengan diameter awal berukuran ± 0,5 cm,
teraba keras, berwarna kemerahan, namun tidak nyeri. Awalnya pasien mengira
benjolan tersebut seperti sariawan biasa, namun meski diberi obat, benjolan
tersebut tidak berkurang. Benjolan semakin membesar, kira – kira 6 bulan
kemudian benjolan berukuran ± 3 cm. Karena benjolan tersebut, pasien menjadi
sulit mengunyah terutama makanan keras, gigi terasa goyang bila mengunyah,
sehingga pasien hanya mengonsumsi makanan lunak. Pasien mengaku selama
setahun ini mengalami penurunan berat badan sebanyak 8 kg. Demam (-), mual
22
(-), muntah (-), sesak (-), sulit menelan (-), gangguan pendengaan (-), tidak ada
gangguan BAK dan BAB.
3.3 STATUS GENERALIS
Keadaan Umum : Keadaan sakit : Tampak baik
GCS : 4-5-6
Tensi : 110/70 mmHg
Nadi : 86 kali /menit
Respirasi : 20 kali/menit
Suhu : 36, 6oC
Karnofsky score : 90%
Kepala/Leher
- Mata : Konjungtiva tidak anemis, sklera tidak ikterik
- Mulut : Mukosa bibir kering, sariawan (-)
- Leher : JVP tidak meningkat, KGB tidak membesar
Thoraks
- Pulmo : Bentuk dan pergerakan simetris, suara napas vesikuler,
wheezing dan ronkhi tidak ada.
- Cor : BJ I/II tunggal dan tidak ditemukan bising
Abdomen
- Tampak datar, hepar dan lien tidak teraba, perkusi timpani dan bising
usus normal
Ekstremitas :
23
Atrofi (-), edema(-), parese (-) dan akral hangat
3.4 STATUS LOKALIS
Regio mandibula sinistra :
Terdapat massa :
Bentuk tidak teratur
Permukaan tidak rata
Batas tidak tegas
Warna kemerahan (lebih merah daripada jaringan sekitar)
Ukuran ± 4 x 7 cm
Konsistensi keras
Imobile
Nyeri (-)
3.5 PEMERIKSAAN PENUNJANG
a. Laboratorium Darah
Pemeriksaan 23-10-12 8/11/12 Nilai Rujukan
Hemoglobin 12.5` 11.7 11.00 – 16.00
Lekosit 12.1 11.4 4.0 – 10.5
Eritrosit 5.24 5. 07 4.00 – 5.50
Hematokrit 42.0 38.6 32.00 – 44.00
Trombosit 466 434 150 – 450
MCV, MCH, MCHC
MCV 80.2 76.3 80.0 – 97.0
MCH 23.9 23.0 27.0 – 32.0
MCHC 29.8 30.3 32.0 - 38.0
24
Hitung Jenis
Gran % 71.0 69.8 50.0 – 70.0
Limfosit % 23.2 23.4 25.0 – 40.0
MID % 5.4 6.8 4.0 – 11.0
Gran # 8.61 8.00 2.50 – 7.00
Limfosit # 2.8 2.7 1.25 – 4.0
ESR 69 0.0 – 20.0
Protrombin Time
Hasil PT 10.0 8.3 9.9 – 13.5
INR 0.98 0.74
Control Normal PT 11.4 11.4
Hasil APTT 26.1 25,5 22.2 – 37.0
Control Normal APTT 26.1 26.1
Gula Darah
Glukosa Darah Puasa 93 80 70 – 105
Hati
SGOT 20 11 0 – 46
SGPT 13 11 0 – 45
Ginjal
Ureum 28 23 10 – 50
Creatinin 0.5 0.5 0.6 – 1.2
Elektrolit
Na 142.1 135 – 146
K 4.1 3.4 – 5.4
Cl 112.1 95 – 100
Evaluasi Hapusan Darah Tepi
25
Eritrosit : normokrom anisositosis, polikromasi (+)
Lekosit : kesan jumlah meningkat, netrofilia, sel muda (-)
Trombosit : kesan jumlah meningkat, morfologi dalam batas normal
Kesan : Lekositosis
Saran : Kultur, CRP
b. Pemeriksaan Thorax PA ( 23 Oktober 2012) : Foto Thorax Normal
c. Foto Panoramik (7 Juli 2012)
- Gangren Radix
- Lesi kistik (luscent) regio ramus mandibula kiri, curiga kista dentigenous
d. Elektrokardiografi (10 November 2012) : dalam batas normal
3.6 DIAGNOSIS
Karsinoma Mukoepidermoid
3.7 PENATALAKSANAAN
Pro eksisi luas + rekonstruksi
BAB IV
DISKUSI KASUS
26
Diagnosis pasien ini ditegakkan berdasarkan anamnesis, pemeriksaan
fisik, dan pemeriksaan penunjang. Pada anamnesa merupakan seorang wanita
berumur 41 tahun, dengan benjolan pada rahang bawah kiri yang telah dialami
sejak 1 tahun lalu, yang semakin lama semakin membesar.
Neoplasma kelenjar ludah paling sering muncul dalam dekade keenam
dari kehidupan. Pasien dengan lesi ganas biasanya hadir setelah usia 60 tahun,
sedangkan mereka dengan lesi jinak biasanya hadir ketika lebih tua dari 40 tahun.
Neoplasma jinak terjadi lebih sering pada wanita dibandingkan pria, namun tumor
ganas didistribusikan secara merata antara kedua jenis kelamin.
Berdasarkan anamnesis pada pasien didapatkan faktor risiko untuk
terjadinya tumor pada kelenjar liur adalah usia pasien yang lebih dari 40 tahun.
Sedangkan jenis kelamin pasien berpengaruh terhadap angka kejadian tumor
jinak, namun tidak berpengaruh terhadap angka kejadian tumor ganas.
Dari pemeriksaan status generalis dalam batas normal. Begitu pula dengan
pemeriksan extra oral tidak menunjukkan adanya kelainan Pada status lokalis
diketahui bentuk benjolan yang tidak teratur dan tidak tegas, warna kemerahan,
berukuran 4 x 7 cm, dengan permukaan tidak rata, tidak ada nyeri. Kulit disekitar
benjolan normal. Pada palpasi konsistensi keras, imobile, namun tidak ada nyeri.
Tidak didapatkan kelainan pada pemeriksaan fungsi nervus fasialis.
Kebanyakan tumor kelenjar ludah ditandai oleh gejala massa yang tidak
nyeri, meskipun pertumbuhannya cepat dan nyeri kadang-kadang dapat terjadi,
namun hal tersebut tidak selalu berarti keganasan.
27
Dari pemeriksaan radiografik panoramik menunjukkan adanya lesi kistik
(luscent) regio ramus mandibula kiri, curiga kista dentigenous dan gangren radik.
Pada pasien ini juga dilakukan pemeriksaan foto rontgen thorak, untuk mencari
kemungkinan adanya metastasis, namun tidak ditemukan adanya kelainan.
Pada tanggal 26 Desember 2012 dilakukan eksisi luas dan rekonstruksi
pada tumor ginggiva karsinoma mukoepidermoid. Dimana pada operasi
didapatkan massa padat lunak, dengan osteolitik, melilit ke jaringan sekitar dan
kemudian dilakukan eksisi serta rekonstruksi.
Pembedahan merupakan terapi pilihan untuk semua jenis tumor parotis.
Untuk tumor jinak, paratidektomi dan eksisi kelenjar submandibula dapat berguna
sebagai tindakan diagnostik sekaligus kuratif. Karena adanya hubungan yang
sangat dekat antara kelenjar parotis dan submandibula dengan cabang persarafan
saraf fasialis, maka morbiditas terapi ini berkaitan dengan paralisis saraf fasialis.
Pasca operasi pasien dirawat di ruang Nusa Indah dengan diagnosis post
eksisi tumor + reseksi atas indikasi tumor ginggiva. Pada follow up tiap harinya,
keadaan umum baik, keluhan nyeri post operasi semakin berkurang, pasien bisa
makan - makanan lunak, dan tanda vital dalam batas normal. Terapi selama post
operatif diberikan antibiotik, analgetik, dan obat kumur, serta dilakukan dressing
2-3 hari sekali. Setelah 4 hari post operatif pasien kemudian diperbolehkan
pulang, dan dianjurkan untuk kontrol ke poliklinik.
BAB V
PENUTUP
28
Telah dilaporkan sebuah kasus wanita 41 tahun, dengan keluhan utama
benjolan pada rahang kiri bawah yang muncul dan membesar sejak 1 tahun lalu.
Dari pemeriksaan fisik dan penunjang pasien pada didiagnosis sebagai karsinoma
mukoepidermoid. Terapi yang dilakukan pada pasien ini adalah reseksi tumor dan
rekonstruksi.
29
top related