makalah landasan pendidikan - psikologi (isu-isu pendidikan)
Post on 22-Jan-2018
819 Views
Preview:
TRANSCRIPT
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Mengenal peserta didik merupakan keharusan bagi seorang guru dalam
melaksanakan tugas kependidikan. Dengan mengenal anak didik dengan baik
akan membantu guru mengantarkan peserta didik dalam meraih cita-citanya.
Setelah guru mengenal pribadi dan keluarganya, maka selanjutnya guru harus
mampu memahami karakter peserta didik. Memahami karakter anak didik
tidaklah mudah, semudah mengenal biodata peserta didik. Memahami karakter
peserta didik butuh kesungguhan dan keterlibatan hati dan pikiran guru sehingga
dia dapat memahami karakternya dengan baik dan benar.
Mengenal dan memahami peserta didik dapat dilakukan dengan cara
memperhatikan dan menganalisa tutur kata (cara bicara), sikap dan prilaku atau
perbuatan anak didik, karena dari tiga apek di atas setiap orang (anak didik)
mengekspresikan apa yang ada dalam dirinya (karakter atau jiwa). Untuk itu
seorang guru harus secara seksama dalam berkomunikasi dan berinteraksi dengan
peserta didik dalam setiap aktivitas pendidikan.
1.2 Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah, makalah ini dapat dirumuskan
“Apa yang dimaksud dengan psikologis ?”. Rumusan masalah ini dapat
dikembangkan menjadi tujuh pertanyaan berikut.
1.2.1 Apa yang dimaksud dengan pengertian psikologis?
1.2.2 Apa saja tujuan psikologi perkembangan peserta didik ?
1.2.3 Apa yang dimaksud dengan pengertian peserta didik?
1.2.4 Apa saja teori psikologi tentang hakikat peserta didik?
1.2.5 Apa saja perbedaan individu?
1.2.6 Apa saja karakteristik peserta didik dan implikasinya?
1.2.7 Apa saja kebutuhan peserta didik?
1.2.8 Apa saja isu-isu dalam pendidkan?
1.3 Tujuan
Adapun tujuan dari penulisan makalah ini diantaranya adalah:
1.3.1 mengetahui pengertian psikologi;
1.3.2 mengetahui tujuan psikologi perkembangan peserta didik;
1.3.3 mengetahui pengertian peserta didik;
1.3.4 mengetahui teori psikologi tentang hakikat peserta didik;
1.3.5 mengetahui perbedaan individu;
1.3.6 mengetahui karakteristik individu dan implikasinya;
1.3.7 mengetahui kebutuhan peserta didik;
1.3.8 mengetahui isi-isu dalam pendidkan.
BAB II
ISI/ PEMBAHASAN
2.1 Pengertian Psikologi
Menurut asal katanya, Psikologi berasal dari bahasa Inggris
“psychology”. Istilah psychology sendiri berasal dari kata Yunani “psyche” yang
dapat diartikan sebagai roh, jiwa atau daya hidup dan “logos” yang dapat diartikan
ilmu. Jadi, secara harfiah psikologi berarti ilmu jiwa.
Psikologi merupakan suatu disiplin ilmu yang sangat besar manfaatnya
bagi kehidupan manusia. Psikologi menempatkan manusia sebagai objek
kajiannya. Manusia sendiri adalah makhluk individual sekaligus makhluk sosial.
Menyadari posisi manusia yang demikian, maka secara jelas yang menjadi objek
kajian psikologi modern adalah manusia serta aktifitas-aktifitas mentalnya dalam
interaksi dengan lingkungannya.
Psikologi Pendidikan merupakan cabang dari psikologi yang khusus
mempelajari perilaku manusia dalam konteks pendidikan. Psikologi pendidikan
merupakan psikologi khusus dan juga psikologi terapkan, diterapkan untuk
memecahkan masalah-masalah psikologi dalam praktik pendidikan., maka dapat
dipahami bahwa psikologi perkembangan peserta didik adalah bidang kajian
psikologi perkembangan yang secara khusus mempelajari aspek-aspek
perkembangan individu yang berada pada tahap usia sekolah dasar dan sekolah
menengah.
2.2 Tujuan Psikologi Perkembangan Peserta Didik
1. Memberikan, mengukur, dan menerangkan perubahan dalam tingkah laku serta
kemampuan yang sedang berkembang sesuai dengan tingkat usia dan yang
mempunyai ciri-ciri universal, dalam artian yang berlaku bagi anak-anak dimana
saja dalam lingkungan sosial-budaya mana saja.
2. Mempelajari karakteristik umum perkembangan peserta didik, baik secara fisik,
kognitif, maupun psikososial.
3. Mempelajari perbedaan-perbedaan yang bersifat pribadi pada tahapan, atau
masa perkembangan tertentu.
4. Mempelajari tingkah laku anak pada lingkungan tertentu yang menimbulkan
reaksi yang berbeda.
5. Mempelajari penyimpangan tingkah laku yang dialami seseorang, seperti
kenakalan-kenakalan, kelainan-kelainan dalam fungsionalitas inteleknya, dan lain-
lain.
2.3 Pengertian Peserta Didik
Dalam proses pendidikan, peserta didik merupakan salah satu
komponen manusiawi yang menempati posisi sentral. Sebagai salah satu
komponen penting dalam sistem pendidikan, peserta didik sering disebut sebagai
“ raw material ” ( bahan material ).
Dalam Perspektif Pedagogis, peserta didik diartikan sebagai jenis
makhluk “ homo educandum ” makhluk yang menghajatkan pendidikan. Dalam
perspektif psikologis, peserta didik adalah individu yang sedang berada dalam
proses pertumbuhan & perkembangan, baik fisik maupun psikis menurut fitrahnya
masing-masing. Sebagai individu yang tengah tumbuh dan berkembang, peserta
didik perlu bimbingan & pengarahan yang konsisten menuju kearah titik optimal
kemampuan fitrahnya ( Arifin, 1996 ).
Dalam perspektif Undang-undang Sistem Pendidikan Nasional No. 20
Tahun 2003 pasal 1 ayat 4 “ peserta didik diartikan sebagai anggota masyarakat
yang berusaha mengembangkan dirinya melalui proses pendidikan pada jalur
jenjang & jenis pendidikan tertentu ”.
Berdasarkan beberapa definisi tentang peserta didik yang disebutkan diatas dapat
disimpulkan bahwa peserta didik:
· Peserta didik adalah individu yang memiliki potensi fisik dan psikis yang
khas, sehingga ia merupakan insan yang unik.
· Peserta didik adalah individu yang sedang berkembang, artinya peserta didik
tengah mengalami perubahan-perubahan dalam dirinya yang ditunjukan kepada
diri sendiri maupun yang diarahkan pada penyesuaian dengan lingkungannya.
· Peserta didik adalah individu yang membutuhkan bimbingan individual &
perlakuan manusiawi.
· Peserta didik adalah individu yang memiliki kemampuan untuk mandiri.
Disamping itu, didalam diri peserta didik juga terdapat kecendrungan untuk
melepaskan diri dari kebergantungan pada pihak lain. Karena itu, setahap demi
setahap orangtua atau pendidik perlu memberikan kesempatan kepada peserta
didik untuk mandiri & bertanggungjawab sesuai dengan kepribadiannya sendiri.
2.4 Teori-teori Psikologi Tentang Hakikat Peserta Didik
1. Pandangan Psikodinamika
Teori psikodinamika adalah teori psikologi yang berupaya menjelaskan
hakikat & perkembangan tingkah laku ( kepribadian ) manusia. Teori ini
dipelopori oleh Sigmund Freud ( 1856-1939 ). Model psikodinamika yang
diajukan Freud disebut “ teori psikoanalistis ” ( psychoanalytic theory ). Menurut
teori ini tingkah laku manusia merupakan hasil tenaga yang beroperasi didalam
pikiran, yang sering tanpa disadari oleh individu. Bagi Freud, ketidak sadaran
merupakan bagian dari pikiran yang terletak diluar kesadaran yang umum & berisi
dorongan-dorongan instinktual. Freud meyakini bahwa tingkah laku kita didorong
oleh motif-motif diluar alam sadar kita dan konflik-konflik yang tidak kita sadari.
Konflik-konflik itu didasari oleh instink-instink atau dorongan-dorongan seksual
dan agresif primitif serta kebutuhan untuk mempertahankan impuls-impuls
primitif diluar kesadaran langsung kita.
Menurut Freud, sedikit ide-ide, harapan-harapan, dan impuls-impuls yang
ada dalam diri individu dan yang menentukan tingkah laku mereka. Sebaliknya,
bagian dari pikiran yang lebih besar, yang meliputi harapan-harapan, kekuatan-
kekuatan, dorongan-dorongan yang bersifat instinktif kita yang terdalam, tetap
berada dibawah permukaan kesadaran ( unconscious ). Maka para teoritisi
psikodinamika menganggap perkembangan manusia ( human development )
sebagai suatu proses aktif dan dinamis yang sangat dipengaruhi oleh dorongan-
dorongan atau impuls-impuls individual yang dibawa sejak lahir.
Berdasarkan ide-ide pokok tentang tingkah laku manusia tersebut Freud kemudian
membedakan kepribadian manusia atas tiga unit mental atau struktur psikis, yaitu
a). Id
merupakan aspek biologis kepribadian karena berisikan unsur-unsur
biologis, termasuk didalamnya dorongan-dorongan dan impuls-impuls instinktif
yang lebih dasar ( lapar, haus, seks dan agresi ). Id bekerja mengikuti prinsip
kesenangan ( pleasure principle ), yang dioperasikan pada dunia proses; pertama,
reflkes dan reaksi otomatis ( seperti : bersin, berkedip ); kedua, proses berpikir
primer ( primary process thinking ) yang merupakan proses dalam berhubungan
dengan dunia luar melalui imajinasii dan fantasi, yakni mencapai pemuasan
dengan memanipulasi gambaran mental dari objek yang diinginkan ( seperti :
orang lapar membayangkan makanan ).
b). Ego
Merupakan aspek psikologi kerpribadian karena timbul dari kebutuhan
organisme untuk berhubungan secara baik dengan dunia nyata dan menjadi
perantara antara kebutuhan instinktif organisme dengan keadaan lingkungan. Ego
berkembang pada tahun pertama dan merupakan aspek eksekutif atau “ executive
branch ” ( badan pelaksana ) kepribadian, karena fungsi utama ego adalah :
1). menahan penyaluran dorongan;
2). mengatur desakan dorongan-dorongan yang sampai pada kesadaran;
3). mengarahkan suatu perbuatan agar mencapai tujuan-tujuan yang dapat
diterima;
4). berpikir logis; dan
5). Mempergunakan pengalaman emosi-emosi kecewa atau kesal sebagai tanda
adanya sesuatu yang salah, yang tidak benar.
Ego terikat oleh proses berpikir sekunder ( secondary process thinking ),
yaitu proses berpikir realistis melalui perencanaan pemuasan kebutuhan dan
menimbang situasi yang memungkinkan kompromi antara fantasi dari id dan
realitas dunia luar. Prinsip kerja ego diatur oleh prinsip realitas ( reality principle
), yaitu menghilangkan ketegangan dengan mencari objek yang tepat didunia
nyata.
Perbedaan pokok antara id dan ego adalah bahwa id hanya mengenal
realitas subjektif-jiwa, sedangkan ego membedakan antara hal-hal yang terdapat
dalam bathin dengan hal-hal yang terdapat dalam dunia luar.
c).Superego
adalah aspek sosiologis kepribadian karena merupakan wakil nilai-nilai
tradisional dan cita-cita masyarakat sebagaimana yang ditafsirkan orangtua
kepada anak-anaknya melalui berbagai perintah dan larangan. Perhatian superego
adalah memutuskan apakah sesuatu itu benar atau salah, sehingga dapat bertindak
sesuai dengan norma-norma moral yang diakui oleh masyarakat. Superego
mencerminkan nilai-nilai moral dari self yang ideal, yang disebut “ego ideal” dan
berfungsi :
1). sebagai hati nurani atau penjaga moral internal, yang mengawasi ego dan
memberikan penilaian tentang benar atau salah;
2). merintangi impuls-impuls id, terutama impuls-impuls seksial dan agresif; 3).
mendorong untuk mengganti tujuan-tujuan realistis dengan tujuan-tujuan
moralistis;
4). menentukan cita-cita mana yang akan diperjuangkan;
5). mengajarkan kepuasaan.
Dalam dinamika dan realitas kehidupan pribadi, id lebih cenderung pada nafsu,
sedangkan superego lebih cenderung pada hal-hal yang moralis. Agar tercipta
keseimbangan hidup, id dan superego, harus dijembatani oleh yang bersifat
realistis ( ego ).
Artinya, agar manusia tidak mengembangkan nafsu saja dan tidak terlalu
cenderung pada hal-hal yang idealis dan moralis, perlu ada imbangkan melalui
dunia kenyataan atau dijembatani oleh ego.
2. Pandangan Behavioristik
Behavioristik adalah sebuah aliran dalam pembahasan tingkah laku
manusia yang dikembangkan oleh John B. Watson ( 1878-1958 ), seorang ahli
psikologi Amerika, pada tahun, 1930, sebagai reaksi atas teori psikodinamika.
Watson dan teoristik behavioristik lainnya, seperti Skinner ( 1904-1990 )
meyakini bahwa tingkah laku manusia merupakan hasil dari pembawaan genetis
dan pengaruh lingkungan atau situasional. Jika Freud melihat tingkah laku kita
dikendalikan oleh kekuatan-kekuatan yang tidak rasional, teoritikus behavioristik
melihat kita sebagai hasil pengaruh lingkungan yang membentuk dan
memanipulasi tingkah laku kita. Menurut teoritikus behavioristik manusia
sepenuhnya adalah manusia yang reaktif, yang tinglah lakunya dikontrol oleh
faktor-faktor dari luar.
3. Pandangan Humanistik
Teori humanistik muncul pada pertengahan abad ke-20 sebagai reaksi
terhadap teori psikodinamika dan behavioristik. Para teoritikus humanistik, seperti
Carl Rogers ( 1902-1987 ) dan Abraham Maslow ( 1908-1970 ) meyakini bahwa
tingkah laku manusia tidak dapat dijelaskan sebagai hasil dari konflik-konflik
yang tidak disadari maupun sebagai hasil pengondisian ( conditioning ) yang
sederhana.
Aliran humanistik berhubungan erat dengan aliran filosofis Eropa yang disebut
“ eksistensialisme ”. para eksistensialis, seperti filosof Martin Heidegger ( 1889-
1976 ) dan Jean-Paul Sartre ( 1905-1980 ), memfokuskan perhatian pada
pencarian dan arti pentingnya pilihan pada eksistensi manusis . Para teoritikus
humanistik mempertahankan bahwa manusia memiliki kecendrungan bawaan
untuk melakukan self-actualization – untuk berjuang menjadi apa yang mereka
mampu.
Menurut Rogers, salah seorang tokoh aliran humanistik, prasyarat dari
terpenting bagi aktualisasi diri adalah konsep diri yang luas dan fleksibel. Rogers
meyakini bahwa orangtua mempunyai peran yang besar dalam membantu anak-
anak mereka mengembangkan self-system dan menempatkan mereka pada jalur
self-actualization dengan menunjukan unconditional positive regard – memuji
mereka berdasarkan nilai dari dalam diri mereka. Dengan pemberian penghargaan
dan penilaian yang bersifat positif, anak dapat mengembangkan self-actualization
dan self-concept yang bersifat positif.
4. Pandangan Psikologi Transpersonal
Psikologi transpersonal merupakan pengembangan psikologi humanistik.
Aliran psikologi ini disebut aliran keempat psikologi. S.I Shapiro dan Denise H.
Lojoie ( 1992 ) menggambarkan psikologi transpersonal sebagai berikut:
Transpersonal psychology is concerted with the study of humanitys highest
potential, and with the recognition understanding, and realization of unitive,
spiritual, and transcendent states of consciousness.
Psikologi transpersonal berawal dari penelitian-penelitian psikologi
kesehatan yang dilakukan oleh Abraham Maslow pada tahun 1990-an. Maslow
melakukan serangkaian penelitian tentang pengalaman-pengalaman keagamaan,
seperti “ pengalaman-pengalaman puncak ” ( peak experiences ).
Dari hasil penelitiannya, Maslow berkesimpulan bahwa pengalaman keagamaan
adalah peak experience, plateau dan fathes resches of human nature. Maslow (
1968 ) menulis :
“I should say also that I consider humanistic, Third Forces Psychology, to be
transitional, a preparation for a still higher Fourth psychology, a transpersonal,
transhuman, centered in the cosmos rather human need and interest, going beyond
humanness, identity, self actualization, and the like”
2.5 Perbedaan Individu
Individu menunjukan kedudukan seseorang sebagai perseorangan atau
personal. Sebagai orang perorangan individu memiliki sifat-sifat atau karakteristik
yang menjadikannya berbeda dengan makhluk lainnya. Perbedaan inilah yang
disebut dengan perbedaan individual ( individual difference ).
Secara umum, perbedaan individual dibagi menjadi dua, yaitu perbedaan secara
vertikal dan perbedaan secara horizontal. Perbedaan vertikal adalah perbedaan
individu dalam aspek jasmaniah, seperti : bentuk, tinggi, besar, kekuatan dan
sebagainya. Perbedaan horizontal adalah perbedaan individu dalam aspek mental,
seperti : tingkat kecerdasan, bakat, minat, ingatan, emosi, tempramen, dan
sebagainya. Berikut ini akan diuraikan beberapa aspek perbedaan individual
peserta didik tersebut.
1. Perbedaan Fisik-Motorik
Perbedaan individual dalam fisik tidak hanya berbatas pada aspek-aspek
yang teramati oleh pancaindra, seperti : bentuk atau tinggi badan, warna kulit,
warna mata atau rambut, jenis kelamin, nada suara atau bau keringat, melainkan
juga mencakup aspek-aspek fisik yang tidak dapat diamati melalui pancaindra.
Perbedaan aspek fisik juga dapat dilihat dari kesehatan peserta didik, seperti
kesehatan mata dan telinga. Dalam hal kesehatan mata misalnya, akan ditemui
adanya peserta didik yang mengalami gangguan penglihatan, seperti : rabuh jauh,
rabun dekat, rabun malam, buta warna, dan sebagainya. Sedangkan dalam hal
kesehatan telinga, akan ditemui adanya peserta didik yang mengalami
penyumbatan pada saluran liang telinga, ketegangan pada gendang telinga,
terganggunya tulang-tulang pendengaran, dan seterusnya.
2. Perbedaan Intelegensi
Intelegensi adalah salah satu kemampuan mental, pikiran atau intelektual
dan merupakan bagian dari proses kognitif pada tingkatan yang lebih tinggi.
Secara ilmu intelegensi dapat dipahami sebagai kemampuan beradaptasi dengan
situasi yang baru secara cepat dan efektif.
Untuk mengetahui tinggi rendanya intelegensi peserta didik para ahli telah
mengembangkan instrument yang dikenal “ tes intelegensi ”, yang kemudian lebih
popular dengan istilah intelligence Quotient, disingkat IQ.
Berdasarkan hail tes intelegensi, peserta didik dapat diklasifikasikan sebagai
berikut :
a. Anak Genius : IQ diatas 140
b. Anak Pintar : 110-140
c. Anak Normal : 90-110
d. Anak Kurang Pintar : 70-90
e. Anak Debil : 50-70
f. Anak Dungu : 30-50
g. Anak Idiot : IQ dibawah 30
Genius adalah sifat pembawaan luar biasa yang dimiliki seseorang,
sehingga ia mampu mengatasi kecerdasan orang-orang biasa dalam bentuk
pemikiran dan hasil karya. Sedangkan idiot atau pander adalah penderita lemah
otak, yang hanya memiliki kemampuan berpikir setingkat dengan kecerdasan anak
yang berumur tiga tahun ( Murasal, 1981 ).
3. Perbedaan Kecakapan Bahasa
Kemampuan berbahasa adalah kemampuan seseorang untuk menyatakan
buah pikirannya dalam bentuk ungkapan kata dalam kalimat yang bermakna, logis
dan sistematis. Kemampuan berbahasa anak didik berbeda-beda, ada yang
berbicara dengan lancar, singkat dan jelas, ada pula yang gagap, berbicara,
berbelit-belit dan tidak jelas.
Dari hasil beberapa penelitian bahwa faktor nature dan nurture
(pembawaan dan lingkungan ) sangat mempengaruhi perkembangan bahasa anak.
Karena itu, tidak heran kalau antara individu yang satu dan yang lain berbeda
dalam kecakapan bahasanya. Faktor yang mempengaruhi perbedaan kecakapan
berbahasa anak yaitu : faktor kecerdasan, pembawaan, lingkungan fisik, terutama
organ bicara, dan sebagainya.
4. Perbedaan Psikologis
Perbedaan psikologis peserta didik juga terlihat dari aspek psikologisnya.
Ada anak yang mudah tersenyum, gampang marah, berjiwa sosial, sangat egoistis,
cengeng, pemalas, rajin, dan ada pula anak yang pemurung dan seterusnya.
Persoalan psikologis memang sangat kompleks dan sangat sulit dipahami
secara tepat, karena menyangkut apa yang ada didalam jiwa dan perasaan peserta
didik. Bukan berarti seorang guru mengabaikan kondisi tersebut, guru dituntut
untuk mampu memahami fenomena-fenomena tersebut. Salah satu cara yang
mungkin dilakukan adalah dengan melakukan pendekatan kepada peserta didik
secara pribadi. Dengan cara ini mungkin guru dapat mengenal siapa sebenarnya
peserta didik tersebut, keinginan-keinginannya, dan kebutuhan-kebutuhan yang
ingin dicapainya.
2.6 Karakteristik Individu dan Implikasinya Terhadap Pendidikan
Karakteristik individu adalah keseluruhan kelakuan dan kemampuan
yang ada pada individu sebagai hasil dari pembawaan dan lingkungannya. Untuk
menjelaskan karakteristik-karakteristik individu baik fisik, mental, atau emosional
biasa digunakan istilah nature dan nuture ( alam, sifat dasar ). Nature adalah
karakteristik individu atau sifat khas seseorang sejak lahir atau yang diwarisi
sebagai pembawaan, sedangkan nuture ( pemeliharaan, pengasuhan ) adalah
faktor-faktor lingkungan yang mempengaruhi individu sejak masa pembuahan
sampai selanjutnya.
Nature dan nuture ini merupakan dua faktor yang mempengaruhi
karakteristik individu, baik secara terpisah atau terpadu dengan rangsangan yg
lain, dalam hal ini, proses pendidikan disekolah harus disesuaikan dengan
karakteristik peserta didik secara individu. Berdasarkan pemahaman ini, secara
esensial proses belajar mengajar yang dilaksanakan guru adalah menyediakan
kondisi yang kondusif agar masing-masing individu peserta didik dapat belajar
secara optimal.
Dalam pembicaraan mengenai karakteristik individu peserta didik ini, ada tiga hal
yang perlu diperhatikan, yaitu :
a. Karakteristik yang berkenaan dengan kemampuan awal atau prerequisite
skills, seperti kemampuan intelektual, kemampuan berpikir dan hal-hal yang
berkaitan dengan aspek psikomotor.
b. Karakteristik yang berhububungan dengan latar belakang dan status sosio-
kultural.
c. Karakteristik yang berkenaan dengan perbedaan-perbedaan kepribadian,
seperti : sikap, perasaan, minat, dan lain-lain.
Setiap peserta didik memiliki ciri dan sifat atau karakteristik yang
diperoleh lingkungan. Agar pembelajaran dapat mencapai hasil yang optimal guru
perlu memahami karakteristik peserta didik. Karakteristik bawaan merupakan
karakteristik yang dimiliki sejak lahir baik menyangkut faktor biologis maupun
faktor sosial psikologis.
Menurut Tirtaraharja, 2000 (Uyoh Sadullah, 2010: ) mengemukakan 4
karakeristik yang dimaksudkan yaitu :
1. Individu yang memiliki potensi fisik dan psikis yang khas sehingga
merupakan makhluk yang unik
2. Individu yang sedang berkembang. Anak mengalami perubahan dalam
dirinya secara wajar.
3. Individu yang membutuhkan bimbingan individual.
4. Individu yang memiliki kemampuan untuk mandiri dalam perkembangannya
peserta didik memiliki kemampuan untuk berkembang kearah kedewasaan.
Secara garis besar karakteristik peserta didik dibentuk oleh dua faktor yaitu:
a. Faktor bawaan merupakan faktor yang diwariskan dari kedua orang tua individu
yang menentukan karakteristik fisik dan terkadang intelejensi.
b. Faktor lingkungan merupakan faktor yang menentukan karakteristik spiritual,
mental, psikis, dan juga terkadang fisik dan intelejensi. Faktor lingkungan dibagi
menjadi tiga yaitu:
1. Lingkungan Keluarga
Pada lingkungan keluarga seperti motivasi dari kedua orang tua agar
menjadi orang yang sukses kedepannya dan tidak boleh kalah dengan kesuksesan
orang tuanya, kesuksesan teman orang tuanya, kesuksesan anak teman orang
tuanya, ingin merubah nasib keluarga yang melarat, motivasi sebagai kakak yang
merupakan contoh bagi adik-adiknya, motivasi sebagai adik yang tidak boleh
kalah dengan kesuksesan kakaknya.
2. Lingkungan Sekolah
Dari lingkungan sekolah seperti motivasi ingin menjadi juara kelas,
motivasi ingin kaya karena melihat orang tua temannya yang kaya, ataupun
motivasi dari gurunya.
3. Lingkungan Masyarakat.
Lingkungan masyarakat misalnya motivasi dari tetangganya yang sukses,
motivasi karena keluarganya selalu diremehkan masyarakat, ataupun motivasi
karena masyarakatnya diremehkan masyarakat lain.
Setelah mengetahui faktor-faktor tersebut guru dapat memahami bahwa
peserta didiknya digolongkan sebagai individu yang unik dan pilah karena peserta
didik pada hakikatnya terdiri dari individu-individu yang memiliki karakteristik
yang berbeda-beda. Terdapatnya perbedaan individual dalam diri masing-masing
peserta didik membuat guru harus pandai-pandai menempatkan porsi keadilan
dengan tepat pada setiap peserta didiknya. Misalnya saja dalam pelajaran fisika,
tentunya tidak semua siswa berminat dalam pelajaran fisika, mungkin ada siswa
berminat pada musik, lantas guru tidak harus memaksanya untuk dapat menyukai
fisika apalagi memaksakan agar paham fisika lebih mendalam dengan
memberikan soal dan tugas yang banyak dan sulit ditambah lagi sanksinya yang
berat bila tidak dapat mengerjakan soal/tugas tersebut. Hal inilah yang nantinya
menciptakan potensi buruk pada diri peserta didik sebagai hasil ketidakpuasanya
terhadap lingkungan yang diterimanya.
Pada prinsipnya perkembangan psikis peserta didik selalu ke arah yang
lebih baik seiring dengan tingkat materi pelajaran yang diberikan juga semakin
tinggi sehingga membuat peserta didik terbiasa berpikir secara realistis dan
sistematis. Tapi guru hendaknya mendukung dan membantunya mengembangkan
potensi tersebut agar lebih optimal. Peserta didik yang demikian tidak perlu
diajarkan fisika sampai mendalam karena itu hanya akan membuatnya menjadi
jenuh pada setiap pertemuan dan sudah menjadi kompetensi guru untuk dapat
menyadari hal ini, tapi bisa juga divariasikan konsep-konsep fisika yang
berhubungan dengan bidang yang diminatinya, seandainya peserta didik tersebut
tidak mengerti paling tidak pasti ia akan menikmati proses pembelajaran di
kelasnya. Selain dengan cara itu guru juga bisa melakukan pendekatan-
pendekatan dalam proses pembelajaran terhadap peserta didiknya dengan terlebih
dahulu membaca situasi. Misalnya saja dengan memberikan kesempatan kepada
siswa yang pintar untuk mengajarkan kepada temannya yang kurang mengerti.
Seperti itulah guru yang profesional.
Dalam proses pendidikan, peserta didik merupakan salah satu komponen
manusiawi yang menempati posisi sentral. Peserta didik menjadi pokok persoalan
dan tumpuan perhatian dalam semua transformasi yang disebut pendidikan.
Karena peserta didik merupakan komponen manusiawi yang terpenting dalam
proses pendidikan, maka seorang guru dituntut mampu memahami perkembangan
peserta didik, sehingga guru dapat memberikan pelayanan pendidikan atau
menggunakan strategi pembelajaran yang relevan sesuai dengan tingkat
perkembangan siswa tersebut.
Karakteristik umum perkembangan peserta didik dalam kajian psikologi :
1. Karakteristik Anak Usia Sekolah Dasar (SD)
Usia rata-rata anak Indonesia saat masuk sekolah dasar adalah 6 tahun dan
selesai pada usia 12 tahun. Kalau mengacu pada pembagian tahapan
perkembangan anak, berarti anak usia sekolah berada dalam dua masa
perkembangan, yaitu masa kanak-kanak tengah (6-9 tahun) dan masa kanak-kanak
akhir (10-12 tahun).
Anak-anak usia sekolah ini memiliki karakteristik yang berbeda dengan
anak-anak yang usianya lebih muda. Ia senang bermain, senang bergerak, senang
bekerja dalam kelompok dan senang merasakan atau melakukan sesuatu secara
langsung. Oleh sebab itu, guru hendaknya mengembangkan pembelajaran yang
mengandung unsur permainan, mengusahakan siswa berpindah atau bergerak,
bekerja atau belajar dalam kelompok, serta memberikan kesempatan untuk terlibat
langsung dalam pembelajaran.
Menurut Havighurst, tugas perkembangan anak usia sekolah dasar meliputi:
- Menguasai keterampilan fisik yang diperlukan dalam permainan dan
aktivitas fisik.
- Membina hidup sehat
- Belajar bergaul dan bekerja dalam kelompok
- Belajar menjalankan peranan sosial sesuai dengan jenis kelamin
- Belajar membaca, menulis dan berhitung agar mampu berpartisipasi dalam
masyarakat
- Memperoleh sejumlah konsep yang diperlukan untuk berpikir efektif
- Mengembangkan kata hati, moral dan nilai-nilai
- Mencapai kemandirian pribadi
Dalam upaya mencapai setiap tugas perkembangan tersebut, guru dituntut
untuk memberikan bantuan berupa:
- Menciptakan lingkungan teman sebaya yang mengajarkan keterampilan
fisik
- Melaksanakan pembelajaran yang memberikan kesempatan kepada siswa
untuk belajar bergaul dan bekerja dengan teman sebaya, sehingga
kepribadian sosialnya berkembang
- Mengembangkan kegiatan pembelajaran yang memberikan pengalaman
yang konkret atau langsung dalam membangun konsep
- Melaksanakan pembelajaran yang dapat mengembangkan nilai-nilai
sehingga siswa mampu menentukan pilihan yang stabil dan menjadi
pegangan bagi dirinya.
2. Karakteristik Anak Usia Sekolah Menengah (SMP)
Dilihat dari tahapan perkembangan yang disetujui oleh banyak ahli, anak
usia sekolah menengah (SMP) berada pada tahap perkembangan pubertas (10-14
tahun). Terdapat sejumlah karakteristik yang menonjol pada anak usia SMP ini,
yaitu:
- Terjadinya ketidakseimbangan proporsi tinggi dan berat badan.
- Mulai timbulnya ciri-ciri seks sekunder
- Kecenderungan ambivalensi, antara keinginan menyendiri dengan
keinginan bergaul, serta keinginan untuk bebas dari dominasi dengan
kebutuhan bimbingan dan bantuan dari orangtua.
- Senang membandingkan kaedah-kaedah, nilai-nilai etika atau norma
dengan kenyataan yang terjadi dalam kehidupan orang dewasa.
- Mulai mempertanyakan secara skeptic mengenai eksistensi dan sifat
kemurahan dan keadilan Tuhan.
- Reaksi dan ekspresi emosi masih labil.
- Mulai mengembangkan standar dan harapan terhadap perilaku diri sendiri
yang sesuai dengan dunia sosial
- Kecenderungan minat dan pilihan karier relatif sudah lebih jelas.
Adanya karakteristik anak usia sekolah menengah yang demikian, maka guru
diharapkan untuk:
- Menerapkan model pembelajaran yang memisahkan siswa pria dan wanita
ketika membahas topik-topik yang berkenaan dengan anatomi dan
fisiologi.
- Memberikan kesempatan kepada siswa untuk menyalurkan hobi dan
minatnya melalui kegiatan-kegiatan yang positif.
- Menerapkan pendekatan pembelajaran yang memperhatikan perbedaan
individual atau kelompok kecil.
- Meningkatkan kerjasama dengan orangtua dan masyarakat untuk
mengembangkan potensi siswa.
- Tampil menjadi teladan yang baik bagi siswa.
- Memberikan kesempatan kepada siswa untuk belajar bertanggung jawab.
3. Karakteristrik Anak Usia Remaja (SMA)
Masa remaja (12-21 tahun) merupakan masa peralihan antara masa
kehidupan anak-anak dan masa kehidupan orang dewasa. Masa remaja sering
dikenal dengan masa pencarian jati diri (ego identity). Masa remaja ditandai
dengan sejumlah karakteristik penting, yaitu:
- Mencapai hubungan yang matang dengan teman sebaya
- Dapat menerima dan belajar peran sosial sebagai pria atau wanita dewasa
yang dijunjung tinggi oleh masyarakat
- Menerima keadaan fisik dan mampu menggunakannya secara efektif
- Mencapai kemandirian emosional dari orangtua dan orang dewasa lainnya
- Memilih dan mempersiapkan karier di masa depan sesuai dengan minat
dan kemampuannya
- Mengembangkan sikap positif terhadap pernikahan, hidup berkeluarga dan
memiliki anak
- Mengembangkan keterampilan intelektual dan konsep-konsep yang
diperlukan sebagai warga Negara
- Mencapai tingkah laku yang bertanggung jawab secara sosial
- Memperoleh seperangkat nilai dan sistem etika sebagai pedoman dalam
bertingkah laku
- Mengembangkan wawasan keagamaan dan meningkatkan religiusitas
Berbagai karakteristik perkembangan masa remaja tersebut, menuntut
adanya pelayanan pendidikan yang mampu memenuhi kebutuhannya. Hal ini
dapat dilakukan guru, diantaranya:
- Memberikan pengetahuan dan pemahaman tentang kesehatan reproduksi,
bahaya penyimpangan seksual dan penyalahgunaan narkotika
- Membantu siswa mengembangkan sikap apresiatif terhadap postur tubuh
atau kondisi dirinya
- Menyediakan fasilitas yang memungkinkan siswa mengembangkan
keterampilan yang sesuai dengan minat dan bakatnya, seperti sarana
olahraga, kesenian dan sebagainya
- Memberikan pelatihan untuk mengembangkan keterampilan memecahkan
masalah dan mengambil keputusan
- Melatih siswa mengembangkan resiliensi, kemampuan bertahan dalam
kondisi sulit dan penuh godaan
- Menerapkan model pembelajaran yang memungkinkan siswa untuk
berpikir kritis, reflektif dan positif
- Membantu siswa mengembangkan etos kerja yang tinggi dan sikap
wiraswasta
- Memupuk semangat keberagaman siswa melalui pembelajaran agama
terbuka dan lebih toleran
- Menjalin hubungan yang harmonis dengan siswa dan bersedia
mendengarkan segala keluhan dan problem yang dihadapinya
2.7 Kebutuhan Peserta Didik
Setiap individu mempunyai kebutuhan-kebutuhan yang hendak dipenuhi.
Menurut Alfrooz ( 1996 ), kebutuhan ( need ) adalah : “ A natural requirement
with, should be satisfield in order to secure a better organic compatibility ”.
Sedangkan Chaplin ( 2002 ), mendefinisikan need ( kebutuhan ) sebagai :
1). satu subtansi selular yang harus dimiliki oleh organisme;
2). lebih umum, segala kekurangan, ketiadaan/ketidaksempurnaan yang dirasakan
seseorang.
Dengan demikian dapat dipahami bahwa kebutuhan merupakan keperluan
azasi yang harus dipenuhi, kebutuhan muncul karena ketidakseimbangan dalam
diri individu. Kebutuhan mendapatkan perhatian dari sejumlah ahli psikologi,
salah satu teorinya dibangun dan dipopulerkan oleh Abraham H. Maslow.
Menurut ia manusia memiliki kecendrungan-kecendrungan mencapai kebutuhan
hingga memuaskan.
Manusia dilukiskan oleh Maslow adalah makhluk yang tidak pernah
berada dalam keadaan sepenuhnya puas. Jika kebutuhan sudah terpenuhi yang
maka akan muncul kebutuhan-kebutuhan berikutnya yang menuntut kepuasan, hal
ini terus terjadi sepanjang kehidupan manusia ( Jerry dan Phares, 1987 ). Karena
keyakinan tersebut, Maslow membuat sebuah teori tentang kebutuhan yang
dikenal sebagai hierarki kebutuhan ( hierarchy need ), dalam teori ini Maslow
menyebutkan lima kebutuhan hierarki ( kebutuhan prioritas utama ). Maslow
membedakan kelima kebutuhan berdasarkan motif untuk memenuhinya, yaitu :
basic need ( kebutuhan-kebutuhan dasar ) dan metaneeds ( kebutuhan untuk
pertumbuhan ).
Selain teori yang diajukan Maslow, Mc Cielland juga mengajukan teori
tentang kebutuhan yang dikenal cukup luas, kemudian Mc Ciellan membagi 3
jenis kebutuhan menjadi :
1). Need for acchievement— N-Ach (kebutuhan untuk berprestasi),
yaitu kebutuhan untuk bersaing atau melampaui standar pribadi. Need for
achievement merupakan suatu motif yang memotifasi seseorang untuk berhasil
dalam berkompetisi baik berupa prestasi orang lain atau prestasi diri sendiri yang
telah dicapainya. Mc Cielland menemukan ciri-ciri individu yang memiliki
kebutuhan ini, antara lain :
a. Menyenangi situasi dimana ia bertanggungjawab atas segala perbuatannya.
b. Menyenangi umpan balik (feedback) yang cepat, nyata dan efisien atas segala
perbuatannya.
c. Dalam menentukan prestasinya ia lebih memilih resiko yang besar.
d. Berusaha melakukan sesuatu dengan cara yang baru dan kreatif.
e. Mempunyai rasa ingin tahu yang tinggi.
2). Need for power—N-Pow (kebutuhan untuk berkuasa),
yaitu suatu kebutuhan untuk memberi kesan atau memberi pengaruh atas
orang lain untuk dianggap sebagai orang yang berkuasa. Dikatakan memiliki need
for power yang tinggi apabila seseorang mencari cara untuk mempengaruhi atau
menguasai orang lain. Seseorang yang memiliki need for power yang tinggi akan
berusaha untuk mempengaruhi atau menguasai orang lain secara tidak langsung
dengan cara memberikan sugesti, mengajukan pendapat atau ide-ide atau pendapat
tertentu. Ciri-ciri tingkah laku orang yang memiliki need for power antara lain :
a. Sangat aktif dalam menentukan kegiatan organisasi tempat ia bernaung.
b. Sangat peka terhadap struktur pengaruh antar pribadi dari kelompok atau
organisasi.
c. Senang menjadi anggota organisasi yang mencerminkan prestise.
d. Berusaha menolong orang lain walau tidak diminta.
3). Need for affiliation—N-Aff (kebutuhan untuk berafiliasi)
yaitu kecendrungan beberapa individu untuk mencari atau menjalin
persahabatan dengan orang lain tanpa melihat statusnya. Seseorang yang
memilikineed for affiliation yang tinggi apabila memikirkan bagaimana caranya
menjalin hubungan persahabatan dengan orang lain, memberikan perhatian yang
besar pada orang tersebut. Ciri-ciri orang yang memiliki need for affiliation,
antara lain :
a. Lebih senang berkumpul dengan orang lain.
b. Sering berhungan dengan orang lain.
c. Lebih memperhatikan aspek hubungan pribadi.
d. Mencari persetujuan atau kesepakatan dengan orang lain.
e. Lebih aktif melakukan pekerjaan.
Kebutuhan Peserta Didik dan Implikasinya Terhadap Pendidikan :
Berikut ini akan disebutkan beberapa kebutuhan peserta didik yang perlu
mendapat perhatian dari guru, diantaranya :
1. Kebutuhan Jasmani
Sesuai dengan teori hierarki kebutuhan dari Maslow, kebutuhan jasmani
merupakan kebutuhan dasar manusia bersifat instinktif. Kebutuhan-kebutuhan
jasmaniah untuk peserta didik yang perlu diperhatikan adalah : makan, minum,
pakaian, oksigen, istirahat, kesehatan jasmani, gerak-gerak jasmani, serta
terhindar dari segala ancaman. Jika kebutuhan ini tidak terpenuhi, selain
mempengaruhi pembentukan pribadi dan perkembangan psikososial peserta didik,
juga akan sangat berpengaruh terhadap proses belajar mengajar disekolah.
Untuk memenuhi kebutuhan-kebutuhan jasmani peserta didik, sekolah melakukan
upaya-upaya antara lain:
a. Memberikan pemahaman kepada peserta didik tentang pentingnya hidup
sehat dan teratur.
b. Menanamkan kesadaran kepada peserta didik agar mengkonsumsi makanan
yang mengandung gizi dan vitamin yang tinggi.
c. Memberikan waktu peserta didik untuk beristirahat.
d. Memberikan pendidikan jasmani.
e. Memberikan berbagai sarana disekolah agar peserta didik dapat bergerak
bebas, bermain, berolahraga dan lain-lain.
f. Membuat bangunan sekolah dengan memperhatikan sirkulasi udara,
pencahayaan, sehingga peserta didik dapat belajar dan beraktifitas dengan
nyaman.
g. Mengatur tempat duduk mereka sesuai dengan keadaan fisik mereka.
2. Kebutuhan Rasa Aman
Sejumlah penelitian membuktikan bahwa kebutuhan ini sangat penting
bagi peserta didik dan memberikan pengaruh yang sangat besar dalam tingkah
laku mereka. Rutter at al., (1979) mengatakan bahwa kondisi sekolah yang baik
dan podasi yang kuat membuat tingkah laku dan akademis peserta didik
cenderung baik. Murphi et al (1985) sekolah yang efektif ditentukan oleh
lingkungan yang aman dan rapi. Mereka mempunyai dua pendapat dalam dua
dimensi. Dimensi pertama yaitu : siswa tak merasa terancam atau ketakutan,
merasa aman dan senang berada disekolah. Dimensi kedua adalah bahwa sekolah
merupakan sebuah sistem penjagaan dan pelaksanaan disiplin.
Sejumlah pemikir dan praktisi dunia pendidikan konteporer, seperti
(Hanushekm, 1995; Bobbi De Porter, 2001; Hoy & Miskel, 2001; Sackney, 2004)
juga mengakui bahwa lingkungan sekolah yang sehat dan menyenangkan,
disamping dibutuhkan untuk membangkitkan motivasi belajar siswa, juga
diperlukan untuk mengantisipasi timbulnya perasaan tidak nyaman dan stres
dalam diri siswa.
3. Kebutuhan Akan Kasih Sayang
Peserta didik yang mendapatkan kasih sayang akan merasakan senang,
betah dan bahagia berada disekolah, seakan-akan memperoleh motivasi untuk
belajar disekolah. Sebaliknya jika kebutuhan ini tidak terpenuhi oleh peserta didik
akan mengakibatkan mereka merasa terisolasi, cemas, bingung, rendah diri, tidak
nyaman, bahkan akan mengakibatkan peserta didik sulit belajar dan memicu
munculnya tingkah laku maladaptif. Dengan kondisi seperti itu peserta didik akan
membuat mereka malas untuk belajar.
4. Kebutuhan Akan Penghargaan
Karena kebutuhan ini peserta didik ingin memiliki sesuatu, ingin dikenal
dan ingin diakui ditengah-tengah masyarakat. Mereka yang dihargai akan merasa
bangga dengan dirinya dan orang lain. Sebaliknya jika peserta didik merasa
diremehkan maka sikap mereka pada diri mereka sendiri dan lingkungannya akan
menjadi negatif.
Oleh sebab itu, untuk menimbulkan rasa berharga dilingkungan mereka, guru
dituntut untuk :
a. Menghargai anak sebagai pribadi yang utuh.
b. Menghargai pendapat dan pilihan siswa.
c. Menerima kondisi siswa apa adanya serta menempatkan mereka pada suatu
kelompok sesuai dengan pilihan mereka sendiri.
d. Guru harus menunjukan kemampuan secara maksimal dan penuh percaya diri
dihadapan peserta didiknya.
e. Guru harus mengembangkan konsep diri siswa yang positif.
f. Memberikan penilaian terhadap siswa secara objektif.
5. Kebutuhan Akan Rasa Bebas
Peserta didik juga mempunyai kebutuhan akan rasa bebas. Peserta didik
yang merasa tidak bebas dalam mengungkapkan apa yang ada didalam hatinya
atau tidak bisa melakukan apa yang mereka inginkan akan mengakibatkan mereka
frustasi, merasa tertekan dan sebagainya. Mereka harus diberikan kesempatan dan
bantuan secara memadai untuk mendapatkan kebebasan.
6. Kebutuhan Akan Rasa Sukses
Peserta didik menginginkan kegiatan akademis berhasil dengan hasil baik.
Mereka akan merasa bahagia dan senang jika apa mereka berhasil, jika apa yang
peserta didik lakukan tidak berhasil maka mereka merasa kecewa. Ini menunjukan
bahwa kebutuhan ini merupakan kebutuhan pokok bagi peserta didik.
7. Kebutuhan akan agama
Sejak lahir, manusia telah membutuhkan agama. Ynag dimaksud agama
dalam kehidupan adalh iman yang diyakini oleh pikiran, diresapkan oleh perasaan
dan dilaksanakan dalam tindakan, perbuatan, perkataan dan sikap.
Kebutuhan peserta didik khususnya yang beranjak remaja kadang-kadang tidak
dapat dipenuhii apabila telah berhadapan dengan agama, nilai-nilai sosial dan adat
kebiasaan, terutama apabila pertumbuhan sosialnya telah matang, yang seringkali
menguasai pikirannya. Pertentangan tersebut semakin mempertajam keadaan bila
reaja tersebut berhadapan dengan berbagi situai, misalnya film di televise maupun
di layar lebar yang menayangkan adegan-adegan tidak sopan, mode pakaian yang
seronok, buku-buku bacaan serta Koran yang sering menyajikan gambar yang
tidak mengindahkan kaidah-kaidah moral dan agama. Semuanya itu menyebabkan
kebingungan bagi remaja yang tidak mempunyai dasar keagamaan dan keimanan.
Oleh sebab itu, sangat penting dilaksanakan penanaman nilai-nilai moral dan
agama serta nilai-nilai social dan akhlak kepada manusia khususnya bagi remaja
sejak usia dini.
2.8 Isu-Isu Dalam Pendidikan
Bila dikaitkan dengan hal di atas, mutu pendidikan Indonesia masih bisa
dibilang mengecewakan. Apalagi bila hal itu dikaitkan dengan UUD 1945 yang
mematok tujuan pendidikan nasional Indonesia berupa, bisa mencerdaskan
bangsa Indonesia. Cerdas di sini dalam artian belajar dan mengajar dalam segala
aspek kesehariannya. Sebagai salah satu sarana pembentuk karakter sebuah
bangsa, sudah semestinya juga pendidikan memiliki ruang untuk melahirkan para
intelektual yang nantinya bisa menopang keberlangsungan perjalanan bangsa yang
bersandar pada kesejahteraan rakyat. Namun keberadaan intitusi pendidikan saat
ini malah menghambat pada modal dan kekuasaan.
Hingga saat ini, pendidikan selalu dihadapakan dengan tantangan
penigkatan layanan dan mutu pendidikan. Tantangan inilah yang akhirnya
memunculkan masalah isu-isu aktual dalam masyarakat. Tuntutan akan
peningkatan layanan atau mutu pendidikan adalah merupakan dampak
keberhasilan pembangunan dalam perubahan sosial, antara lain meningkatkan
apresiasi masyarakat terhadap pendidikan.
Sesungguhnya, bila membahas permasalahan pendidikan di Indonesia,
maka kita akan menemukan banyak permasalahan yang beragam, komplek dan
bahkan terkadang tidak berujung pada penyelesaian masalah yang sempurna.
Beberapa isu-isu terkait pendidikan yang ada di Indonesia. Antara lain:
1. Ujian Nasional
Ujian Nasional merupakan salah satu jenis penilaian yang diselenggrakan
oleh pemerintahan untuk mengukur keberhasilan seorang siswa. Keberadaannya
hanya sebagai alat pengetes pendidikan saja, bukan sebagai alat untuk
meningkatkan mutu pendidikan. Salah satu tujuan keberadaan Ujian Nasional
yang menggatikan EBTANAS sebelumnya adalah untuk menyempurnakan
penilaian pendidikan yang lebih realistis, serta meningkatkan mutu pendidikan di
Indonesia. Namun hingga saat ini, kehadiran UN masih menimbulkan pro dan
kontra di antara masyarakat.
Bila berbicara soal mutu pendidikan yang dihasilkan, output pendidikan
nasional saat ini masih memprihatinkan. Hal ini terbukti berdasar pada Ujian
Nasional yang dikembangkan saat ini melalui tes tertulis dengan soal-soal yang
cenderung mengukur kemampuan aspek kognitif. Dan itu menjadi sangat
mungkin bagi guru untuk terjebak ke dalam pembelajaran gaya lama yang lebih
menekankan pada pencapaian kemampuan kognitif siswa melalui gaya
pembelajaran tekstual dan behavioristik.
Selain itu, para psikolog juga mengatakan bahwa dengan adanya UN,
mental siswa menjadi tertekan dan hanya terpaku ke dalam pelajaran yang di UN-
kan. UN hingga kini juga dianggap tidak memiliki hak asasi guru untuk
memberikan kelulusan. Karena bayangkan saja, guru yang selama ini dianggap
sebagai pahlawan pendidikan diabaikan, karena tiga tahun mengajar muridnya,
serta mengerti betul tentang karakter muridnya, tidak diberi hak dalam
menentukan kelulusan. Ketua Umum PB PGRI, Dr Sulistyo mengatakan bahwa
UN bukan saja gagal meningkatkan mutu, tapi kita sudah memberikan dampak
buruk, menanamkan nilai-nilai koruptif pada murid,. Bisa dikatakan juga sebagai
pembunuh karakter karena sebelum UN dilaksanakan, siswa akan sibuk mencari
kunci jawaban. Dan ironisnya, mereka akan membeli kunci jawaban tersebut.
Selain itu, pada pelaksaannya pun, banyak isiswa yang mencontek ketika UN
berlangsung. Ini sama saja, kepentingan Ujian Nasional sudah dimanfaatkan oleh
kepentingan umum di luar pendidikan. Oleh karena itu, jangan heran bila dalam
pelaksanaannya akan ditemukan banyak kejanggalan-kejanggalan, seperti kasus
kebocoran soal, menyontek, atau bentuk kecurangan lainnya.
2. Isu seputar pendidikan moral dan budi pekerti
Sebenarnya tujuan pendidikan yang terdapat di dalam sistem pendidikan
nasional kita sudah sangat lengkap untuk membentuk anak didik menjadi pribadi
yang berlandaskan pada budi pekerti yang luhur. Namun seperti yang kita
saksikan saat ini, para anak didik Indonesia seakan-akan sudah mengalami krisis
budi pekerti. Bahkan berita tentang criminal, bocah-bocah nakal, seakan-akan
sudah menjadi santapan sehari-hari.
Untuk itu, akan lebih baik bila sekolah juga menerapkan pendidikan
karakter pada murid-murid didiknya. Pendidikan karakter ini merupakan
penanaman nilai-nilai karakter kepada warga sekolah yang meliputi komponen
pengetahuan, kesadaran, tidakan untuk melaksanakan nilai-nilai tersebut, baik
terhadap tuhan, diri sendiri sesama, lingkungan maupun kebangsaan hingga
menjadi insan kamil. Seseorang akan dikatakan berkarakter jika telah berhasil
menyerap nilai dan keyakinan yang dikehendaki masyarakat serta digunakan
sebagai kekuatan moral dalam hidupnya. Ada banyak penyebab yang menghadang
kita sebagai pendidik, dalam upaya memberikan bekal akhlak yang baik kepada
anak didik kita. Antara lain adalah:
a. Arus globalisasi
memiliki perkembangan teknologi yang sangat pesat. Ini menjadi
tantangan tersendiri bagi kita, karena dunia pun bahkan sekarang hanya seukuran
ujung jari. Saat itu, kita bisa mengkses banyak informasi yang negative maupun
positif dimana-mana. Bila anak didik tidak memiliki agama yang kuat, hal itu
bisa menyebabkan dampak negative yang besar bagi kita, keluarga dan bangsa.
b. Pola hidup yang telah bergeser.
Moral para pejabat yang amat melekat dengan kata-kata korupsi, curang,
tidak peduli ada kesusahan orang lain, karena bila mengeluarkan pendapat, sangat
diragukan ketulusannya dan keseriusannya.
C. Moral para artis yang rupa-rupanya menjadi panutan para anak didik.
d. Kurikulum sekolah mengenai dimasukkannya materi moral dan budi pekerti ke
dalam setiap mata pelajaran juga cukup sulit.
e. Ekonomi Indonesia yang tidak dapat diabaikan keberadaannya begitu saja.
Karena bagaimanapun itu sebuah kebijakan, pasti akan memerlukan dana yang
besar agar kebijakan tersebut bisa berjalan dengan baik.
3. Kurikulum Pendidikan
Secara etimologi, kurikulum berasal dari bahasa yunani, yaitu curir yang
berarti pelari, dan currere yang berarti berlari cepat, maju dengan cepat. Secara
istilah, kurikulum berarti sejumlah pengetahuan atau kemampuan yang harus
diselesaikan atau harus ditempuh seorang siswa guna mencapai tingkatan tertentu
secara formal dan dapat dipertanggung jawabkan. Kurikulum merupakan salah
satu alat untuk mencapai satu tujuan pendidikan serta menjadi pedoman dalam
pelaksanaan proses belajar mengajar pada berebagai jenis dan tingkat sekolah.
Namun seiring berkembangnya zaman, pengertian kurikulum terus mengalami
perubahan makna. Dan lama kelamaan, tugas pendidikan yang pada awalnya
harus diemban oleh dua pihak, antara kelusrga dan sekolah menjadi tidak
berimbang.
Selama ini, kurikulum dianggap sebagai penentu keberhasilan pendidikan.
Karena itu, perhatian para guru, dosen, hingga praktisi pendidikan terkonsentrasi
pada kurikulum. Padahal kurikulum bukanlah penetu utama dari keberhasilan
suatu pendidikan.Sekalipun kurikulum juga sebagai penentu kesuksesan, tapi
kasus yang terjadi di negeri kita ini adalah kurangnya kesadadaran. Kesadaran
untuk berprestasi, kesadaran untuk sukses, kesadaran untuk meningkatkan SDM,
dan kesadaran untuk menghilangkan kebodohan.
Hingga saat ini, Indonesia sudah mengalami banyak perubahan kurikulum
pendidikan. Mulai kurikulum KBK, KTSP, hingga yang terbaru saat ini adalah K-
13 yang masih menimbulkan pro kontra dan bahkan banyak sekolah yang pada
akhirnya kembali lagi pada KTSP, karena bahkan guru pun banyak yang tidak
sanggup untuk mejalankan program ini.
Sebenarnya kurikulum yang memiliki posisi sentral dalam pendidikan ini
menunjukkan bahwa kependidikan yang utama adalah proses interaksi akademik
antara peserta didik, pendidik, sumber dan lingkungan. Dan jika seseorang ingin
mengetahui apa yang dihasilkan, atau pengalaman belajar yang didapatkan, maka
dia harus mengkaji dan mempelajari kurikulum lembaga pendidikan tersebut.
Secara singkat, posisi kurikulum bisa dibagi menjadi tiga. Yaitu:
- Construct yang dibangun untuk mentransfer apa yang sudah terjadi pada
masa lalu kepada generasi berikutnya untuk dilestarikan, diteruskan, atau
dikembangkan.
- Sebagai jawaban untuk menyelesaikan berbagai masalah sosial yang
berkenaan dengan pendidikan.
- Untuk membangun masa depan, dengan berbagai rencana pengembangan
dan pembangunan bangsa melalui masa lalu dan masa sekarang sebagai
dasar untuk mengembangkan masa depan.
4. Dana Pendidikan
Muhammad Nuh sebagai menteri pendidikan nasional mengajukan
tambahan dana untuk anggaran pendidikan sebesar Rp 11,762 triliun dalam
Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara Perubahan (APBN-P) 2011.
Rencananya tambahan dana ini diajukan untuk menambah anggaran beasiswa dan
juga pendidikan di daerah timur Indonesia. Di satu sisi, hal ini patut diapresiasi
mengingat dana pendidikan di Indonesia akan ditambah. Tentu saja, jika
penyampaiannya tepat, dana ini akan sangat membantu mereka yang tidak
memiliki akses terhadap pendidikan. Namun di sisi lain, hal ini akan
menimbulkan pertanyaan lebih jauh: akankah dana pendidikan ini tepat sasaran
seperti yang diharapkan?. Bahwa dengan anggaran pendidikan sekarang yang
dipatok sebesar 20% dari APBN, masih saja terjadi hal-hal yang tidak diinginkan.
Padahal, pemerintah mematok adanya program wajib belajar sembilan tahun. Dan
kejadian-kejadian di atas terjadi pada daerah pendidikan dasar tersebut. Oleh
karena itu, wajar jika masyarakat akan menilai tambahan dana yang sekalipun
akan dikucurkan tersebut tidak akan mampu memenuhi kebutuhan masyarakat
kecil terkait akses pendidikan. Realitas yang ada sekarang ini menyatakan hal
sebaliknya. Malahan, yang akan timbul adalah ketakutan akan penyelewengan
dana tersebut.
Menambahkan dana pendidikan itu memang perlu namun, untuk apa
penambahan tersebut dilakukan jika harus mengalami kebocoran dimana-mana?
Analoginya seperti menambahkan debit air bersih. Jika debit ditambahkan namun
kebocoran pada pipa tetap terjadi, akhirnya penambahan itu akan sia-sia juga
sebab yang membuat debit itu berkurang sampai di pelanggan bukan hanya
masalah besar atau kecilnya debit awal melainkan kebocorannya. Oleh karena itu,
yang seharusnya dilakukan sebelum penambahan dana adalah dengan
menanggulangi kebocoran itu terlebih dahulu. Dana bantuan operasional sekolah
(BOS) yang dialirkan ke daerah-daerah sudah sepatutnya diawasi pemakaiannya
oleh pemerintah daerah. Jangan sampai dana tersebut sampai pada tangan-tangan
yang tidak berhak mendapatkannya. Jika dana BOS ini sudah terealisasi dengan
baik, maka seharusnya masalah uang kursi dan seragam sekolah tidak lagi harus
dipermasalahkan.
5. Pengaruh media terhadap anak
Saat ini kita tengah memasuki abad kejayaan teknologi, yang di situ kita
akan dihadapkan dengan kenyataan bahwa dunia ini telah dipenuhi dengan
berbagai informasi yang keluar masuk dengan bebasnya tanpa adanya sekat.
Kecenderungan global dalam informasi ini menyebabkan interaksi dan interelasi
menjadi sedemikian pendek. Baik itu hubungan antar manusia maupun antar
Negara. Arus informasi yang tersalurkan melalui berbagai media ini dapat
diperoleh dengan
sangat cepat sekali, dan cukup dengan sentuhan ujung jari. antara manusia
menjadi semakin pendek.
Ada banyak manfaat yang dihasilkan dari media cetak maupun media elektronik.
Salah satunya adalah, bahwa media tersebut sangat efektif dijadikan sebagai
sarana dalam dunia pendidikan. Media dapat menambah pengetahuan, membentuk
perkembangan kemampuan serta ketrampilan anak.
Bagi anak remaja, media elektronik merupakan sumber informasi penting
untuk mengetahui dunia sekeliling mereka. Jumlah informasi yang mereka
peroleh akan dapat meningkatkan wawasan serta membuat pola pikir mereka lebih
maju. Terlebih lagi mengingat model pendidikan saat ini adalah dengan
memberikan kesempatan pada para peserta didik untuk mengembangkan
kemampuan, pola pikir mereka sebebas-bebasnya.
Namun dibalik semua kelebihan yang dihasilkan dari pekembangan
teknologi saat ini, rupanya ada banyak sisi negative dengan perkembangan
teknologi yang rupanya semakin lama semakin tidak ketulungan ini Terlebih
pendidikan saat ini menerapkan pada anak didik untuk bisa berkembang sendiri
dengan mengandalkan tugas-tugas yang kebanyakan bentuknya berupa
mengandalkan diri melalui browsing dan yang lainnya.
Seperti internet. Baik mahasiswa maupun pelajar pada umumnya akan
lebih mengandalkan internet dalam memnuhi tugas mereka. Mereka tidak ingin
repot dengan pergi ke perpustakaan, mencari satu-persatu buku yang dibutuhkan.
Hal itu sangat tidak baik, karena dengan ketergantungan pada internet, akhirnya
akan mempengaruhi pola pikir mereka. Selain internet, ada juga televisi. Dengan
adanya televisi, anak-anak maupun remaja akan tumbuh menjadi orang yang tidak
kreatif karena hidup mereka akan banyak dihabiskan di depan televisi. Itu akan
menghabiskan banyak waktu dan masa produktif mereka. Dalam psikologi
misalnya, mereka akan menjadi pribadi yang tidak peka, mengabaikan keadaan
sekitar, bahkan kasus yang parah adalah, mereka akan meniru apa yang mereka
liaht melalui televise.
Dari semua pembahasan tentang media, maka media elektroniklah yang
saat ini memiliki peran besar dalam membentuk karakter anak. Kita bahkan lebih
mempercayakan anak-anak didik kita pada media elektronik timbang pada diri
kita sendiri, sebagai seorang guru. Untuk itu, perlu adanya kerjasama antara
keluarga dan sekolah dalam membatasi hubungan anak dengan media elektronik,
karena media itu cukup menghambat guru dan keluarga dalam proses
pembentukan karakter pada anak.
6. Kebijakan tentang kualitas dan kwantitas guru
Penyertaan pendidikan dalam usaha pembangunan di semua bidang
sangatlah diperlukan. Hal ini bertujuan agar orang yang bersangkutan bisa
memberikan hasil yang memuaskan di dalam mengatasi berbagai macam
persoalan dan hajat hidup orang banyak. Sehingga dalam hal ini, pendidikan
haruslah mendapatkan perhatian khusus, termasuk prioritas pengembangannya.
Jika mencermati sudut pandang pemerintah, pemerintah saat ini juga sudah
berupaya untuk terus memperbaiki kualitas pendidikan yang ada. Salah satunya
adalah dengan mengubah-ubah kurikulum agar tetap relevan dengan zaman yang
ada. Seperti K-13 yang hingga saat ini masih menuai banyak permasalahan.
Namun perlu kita ingat, bahwa ujung tombak dari setiap kebijakan dan pendidikan
pada akhirnya berpulang pada makhluk yang bernama guru. Gurulah yang akan
melaksanakan segala bentuk pola, gerak, dan geliatnya perubahan kurikulum.
Seperti saat ini, saat berbagai macam model pembelajaran yang berrkaitan dengan
K-13 diuji cobakan, maka gurulah yang sangat berperan dalam melaksanakannya.
Masukan dari guru akan menjadi perbaikan, terutama pada model unsur
pembelajaran itu sendiri, juga pada komponen-komponen /unsur-unsur kurikulum
lainnya yang terkait dengan uji coba tersebut.
top related