paper abc activity based costing
Post on 23-Dec-2015
24 Views
Preview:
DESCRIPTION
TRANSCRIPT
MAKALAH SEMINAR AKUNTANSI
“ANALISIS HUBUNGAN ANTARA ACTIVITY-BASED COSTING DENGAN
PENINGKATAN KINERJA KEUANGAN”
Dosen Pengampu :
Drs. Isharijadi M.pd
Disusun oleh :
Dimas Radito Yanuar
Anggada
Novian
PRODGRAM STUDI PENDIDIKAN AKUNTANSI
FAKULTAS PENDIDIKAN ILMU PENGETAHUAN SOSIAL
IKIP PGRI MADIUN
2013
BAB I
PENDAHULUAN
1. Latar Belakang
Dalam era kompetisi global seperti sekarang ini telah terjadi pergolakan dalam setiap
aktivitas bisnis jasa, perdagangan, dan industri. Hal ini mungkin disebabkan oleh dampak
globalisasi, seperti pemberlakuan AFTA, NAFTA, Uni Eropa, dan WTO. Di samping itu,
adanya kecenderungan lingkungan yang semakin berubah, yaitu teknologi maju dengan pesat,
daur hidup produk semakin pendek, kerumitan produksi semakin meningkat, standar kualitas
yang dibutuhkan oleh konsumen semakin meningkat, banyaknya dan diversifikasi produk
meningkat.
Salah satu yang terpengaruh dengan adanya perubahan lingkungan tersebut adalah
proses produksi, yaitu otomatisasi pabrikasi. Dengan penerapan teknologi ini, maka proporsi
biaya overhead dalam elemen harga pokok produksi akan menempati porsi yang lebih besar
sehingga diperlukan kalkulasi dan pembebanannya kepada harga pokok produk sesuai dengan
proporsi aktivitas yang dikonsumsi. Dalam sistem kalkulasi biaya tradisional biaya overhead
dialokasikan secara arbitrer kepada harga pokok produk. Hal ini akan menghasilkan harga
pokok produk yang tidak akurat atau terjadinya distorsi penentuan harga pokok produk per
unit sehingga tidak bisa diandalkan dalam mengukur efisiensi dan produktivitas.
Penentuan harga pokok per unit yang lebih akurat penting bagi manajemen sebagai
dasar untuk pembuatan keputusan. Manajemen dapat dipermudah dalam membuat berbagai
keputusan, antara lain:
● menentukan harga jual
● mempertimbangkan menolak atau menerima suatu pesanan
● memantau realisasi biaya
● menghitung laba/rugi tiap pesanan
● menentukan harga pokok
persediaan produk jadi dan produk dalam proses yang akan disajikan di neraca. Agar
tidak terjadi distorsi penentuan harga pokok per unit, banyak perusahaan yang mengadopsi
penggunaan sistem penentuan harga pokok (costing)
berbasis aktivitas (ABC) dengan harapan manajemen melakukan analisis profitabilitas,
mendorong perbaikan proses, mengembangkan ukuran kinerja yang lebih inovatif, dan dapat
berpartisipasi dalam perencanaan strategis.
Informasi manajemen biaya merupakan informasi yang dibutuhkan untuk mengelola
secara efektif perusahaan atau organisasi nonprofit, baik berupa informasi keuangan tentang
biaya dan pendapatan maupun informasi nonkeuangan yang relevan, yaitu produktivitas,
kualitas, dan faktor kunci sukses lainnya untuk perusahaan. Informasi ini sebagai salah satu
informasi penting bagi manajemen dalam melaksanakan fungsinya, yaitu pembuatan
keputusan yang bersifat strategis untuk pengembangan posisi kompetitif sehingga
keunggulan kompetitif dapat menyebabkan kesuksesan yang berkesinambungan. Fungsi
manajemen biaya adalah memberikan informasi yang berguna bagi manajer dalam
pembuatan keputusan strategis dan meningkatkan efisiensi dan efektivitas perusahaan.
2. Rumusan Masalah
● Bagaimanakah cara menghitung harga pokok produksi menggunakan metode Activity
Based Costing (ABC)
● Apakah perbedaan antara metode Activity Based Costing (ABC) dengan metode
sebelumnya yaitu metode Perhitungan Akuntansi Biaya Tradisional.
●
3. Tujuan Masalah
● Untuk mengetahui penerapan Activity-Based Costing System dalam kaitannya dengan
penentuan Harga Pokok Produksi (HPP).
● Untuk mengetahui perbandingan besarnya HPP, dengan menggunakan metode akuntansi
biaya tradisional dan Activity-Based Costing System.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Activity Based Costing (ABC)
Activity-Based Costing (ABC) adalah suatu sistem informasi akuntansi yang
mengidentifikasi berbagai aktivitas yang dikerjakan dalam suatu organisasi dan
mengumpulkan biaya dengan dasar dan sifat yang ada dan perluasan dari aktivitasnya. ABC
memfokuskan pada biaya yang melekat pada produk berdasarkan aktivitas untuk
memproduksi, mendistribusikan atau menunjang produk yang bersangkutan.
Sistem ABC timbul sebagai akibat dari kebutuhan manajemen akan informasi
akuntansi yang mampu mencerminkan konsumsi sumber daya dalam berbagai aktivitas untuk
menghasilkan produk secara akurat. Hal ini didorong oleh:
● Persaingan global yang tajam yang memaksa perusahaan untuk cost effective
● Advanced manufacturing technology yang menyebabkan proporsi biaya overhead pabrik
dalam product cost menjadi lebih tinggi dari primary cost.
● Adanya strategi perusahaan yang menerapkan market driven strategy
Kelemahan sistem akuntansi biaya tradisional:
● Akuntansi biaya tradisional dirancang hanya menyajikan informasi biaya pada tahap
produksi.
● Alokasi biaya overhead pabrik hanya didasarkan pada jam tenaga kerja langsung atau
hanya dengan volume produksi.
● Ada diversitas produk, dimana masing-masing produk mengkonsumsi biaya overhead
yang berbeda beda.
Penerapan ABC sistem akan relevan bila biaya overhead pabrik merupakan biaya
yang paling dominan dan multiproduk. Dalam merancang ABC sistem, aktivitas untuk
membuat dan menjual produk digolonhkan dalam 4 kelompok, yaitu:
a. Facility sustaining activity cost ----- biaya yang berkaitan dengan aktivitas
mempertahankan kapasitas yang dimiliki perusahaan. Misal biaya depresiasi, biaya
asuransi, biaya gaji pegawai kunci
b. Product sustaining activity cost ----- biaya yang berkaitan dengan aktivitas penelitian
dan pengembangan produk dan biaya untuk mempertahankan produk untuk tetap dapat
dipasarkan. Misal biaya pengujian produk, biaya desain produk
c. Bacth activity cost ----- biaya yang berkaitan dengan jumlah bacth produk yang
diproduksi. Misal biaya setup mesin.
d. Unit level activity cost ---- biaya yang berkaitan dengan besar kecilnya jumlah unit
produk yang dihasilkan. Misal biaya bahan baku, biaya tenaga kerja
Langkah-langkah ABC sistem:
a. Tahap pertama pengelompokan biaya overhead ke dalam kelompok biaya yang homogen.
Kelompok biaya homogen merupakan kumpulan overhead yang variasinya dapat
dijelaskan oleh satu faktor penyebab (cost driver). Untuk menentukan mana kelompok
biaya yang homogen, dapat melihat biaya yang mempunyai rasio konsumsi sama untuk
seluruh produk.
b. Tahap kedua alokasi biaya overhead pabrik:
Alokasi biaya overhead = Tarif kelompok x Dasar pembebanan yang dikonsumsi
1. Konsep-Konsep Dasar Activity Based Costing
Activity Based Costing Sistem adalah suatu sistem akuntansi yang terfokus pada
aktivitas-aktifitas yang dilakukan untuk menghasilkan produk/jasa. Activity Based Costing
menyediakan informasi perihal aktivitas-aktivitas dan sumber daya yang dibutuhkan untuk
melaksanakan aktivitas-aktivitas tersebut. Aktivitas adalah setiap kejadian atau transaksi yang
merupakan pemicu biaya (cost driver) yakni, bertindak sebagai faktor penyebab dalam
pengeluaran biaya dalam organisasi. Aktivitas-aktivitas ini menjadi titik perhimpunan biaya.
Dalam sistem ABC, biaya ditelusur ke aktivitas dan kemudian ke produk. System ABC
mengasumsikan bahwa aktivitas aktivitaslah, yang mengkonsumsi sumber daya dan
bukannya produk.
Gambar 2.1
Konsep Dasar Activity Based Costing
Resources
Process View
Cost Driver Activities Performance
Cost Object
2. Perbandingan Biaya Produk Tradisional dan ABC
Metode ABC memandang bahwa biaya overhead dapat dilacak dengan secara
memadai pada berbagai produk secara individual. Biaya yang ditimbulkan oleh cost driver
berdasarkan unit adalah biaya yang dalam metode tradisional disebut sebagai biaya variabel.
Metode ABC memperbaiki keakuratan perhitungan harga pokok produk dengan
mengakui bahwa banyak dari biaya overhead tetap bervariasi dalam proporsi untuk berubah
selain berdasarkan volume produksi. Dengan memahami apa yang menyebabkan biaya-biaya
tersebut meningkat dan menurun, biaya tersebut dapat ditelusuri kemasing-masing produk.
Hubungan sebab akibat ini memungkinkan manajer untuk memperbaiki ketepatan kalkulasi
biaya produk yang dapat secara signifikan memperbaiki pengambilan keputusan (Hansen
dan Mowen, 2004: 157-158)1
Digambarkan dalam tabel, perbedaan antara penentuan harga pokok produk
tradisional dan sistem ABC, yaitu:
Tabel 2.1
Perbedaan penetapan harga pokok produk
Tradisional dengan Metode Activity Based Costing
Metode Penentuan Harga Pokok
Produk TradisionalMetode Activity Based Costing
TujuanInventory levelProduct Costing
LingkupTahap produksiTahap desain, produksi, Tahap
pengembangan
FokusBiaya bahan baku, tenaga kerja
langsungBiaya overhead
PeriodePeriode akuntansiDaur hidup produk
Teknologi yang
digunakanMetode manualKomputer telekomunikasi
1
Sumber: (Mulyadi, 1993)2
3. Struktur sistem ABC
Desain ABC difokuskan pada kegiatan, yaitu apa yang dilakukan oleh tenaga kerja
dan peralatan untuk memenuhi kebutuhan pelanggan. Kegiatan adalah segala sesuatu yang
mengkonsumsi sumber daya perusahaan. Dengan memusatkan perhatian pada kegiatan dan
bukannya departemen atau fungsi, maka sistem ABC akan dapat menjadi media untuk
memahami, memanajemeni, dan memperbaiki suatu usaha.
Ada dua asumsi penting yang mendasari Metode Activity Based Costing, yaitu:
a. Aktivitas-aktivitas yang menyebabkan timbulnya biaya Metode Activity Based Costing
bahwa sumber daya pembantu atau sumber daya tidak langsung menyediakan
kemampuannya untuk melaksanakan kegiatan bukan hanya sekedar penyebab timbulnya
biaya.
b. Produk atau pelanggan jasa Produk menyebabkan timbulnya permintaan atas dasar
aktivitas untuk membuat produk atau jasa yang diperlukan berbagai kegiatan yang
menimbulkan sumber daya untuk melaksanakan aktivitas tersebut.
Asumsi tersebut diatas merupakan konsep dasar dari sitem ABC. Selanjutnya, karena
adanya aktivitas akan menimbulkanan biaya, maka untuk dapat menjalankan usahanya secara
efisien, perusahaan harus dapat mengelola aktivitasnya. Dalam hubungannya dengan biaya
produk, maka biaya yang dikonsumsi untuk menghasilkan produk adalah biaya-biaya untuk
aktivitas merancang, merekayasa, memproduksi, menjual dan memberikan pelayanan produk.
4. Syarat Penerapan Sistem Activity-Based Costing
Dalam penerapannya, penentuan harga pokok dengan menggunakan sistem ABC
menyaratkan tiga hal:
a. Perusahaan mempunyai tingkat diversitas yang tinggi
Sistem ABC mensyaratkan bahwa perusahaan memproduksi beberapa macam produk atau
lini produk yang diproses dengan menggunakan fasilitas yang sama. Kondisi yang
demikian tentunya akan menimbulkan masalah dalam membebankan biaya ke masing-
masing produk.
b. Tingkat persaingan industri yang tinggi
2
Yaitu terdapat beberapa perusahaan yang menghasilkan produk yang sama atau sejenis.
Dalam persaingan antar perusahaan yang sejenis tersebut maka perusahaan akan semakin
meningkatkan persaingan untuk memperbesar pasarnya. Semakin besar tingkat persaingan
maka semakin penting peran informasi tentang harga pokok dalam mendukung
pengambilan keputusan manajemen.
c. Biaya pengukuran yang rendah
Yaitu bahwa biaya yang digunakan system ABC untuk menghasilkan informasi biaya
yang akurat harus lebih rendah dibandingkan dengan manfaat yang diperoleh.
Ada dua hal mendasar yang harus dipenuhi sebelum kemungkinan penerapan metode
ABC, yaitu:
a. Biaya berdasarkan non unit harus merupakan prosentase yang signifikan dari biaya
overhead. Jika hanya terdapat biaya overheadyang dipengaruhi hanya oleh volume
produksi dari keseluruhan overhead pabrik maka jika digunakan akuntansi biaya
tradisionalpun informasi biaya yang dihasilkan masih akurat sehingga penggunaan sisitem
ABC kehilangan relevansinya. Artinya Activity Based Costingakan lebih baik diterapkan
pada perusahaan yang biaya overheadnya tidak hanya dipengaruhi oleh volume produksi
saja.
b. Rasio konsumsi antara aktivitas berdasarkan unit dan berdasarkan non unit harus berbeda.
Jika rasio konsumsi antar aktivitas sama, itu artinya semua biaya overhead yang terjadi
bisa diterangkan dengan satu pemicu biaya. Pada kondisi ini penggunaan system ABC
justru tidak tepat karena sistem ABC hanya dibebankan ke produk dengan menggunakan
pemicu biaya baik unit maupun non unit (memakai banyak cost driver). Apabila berbagai
produk rasio konsumsinya sama, maka sistem akuntansi biaya tradisional atau sistem
ABCmembebankan biaya overhead dalam jumlah yang sama. Jadi perusahaan yang
produksinya homogen (diversifikasi paling rendah) mungkin masih dapat mengunakan
sistem tradisional tanpa ada masalah.
5. Pembebanan Biaya Overhead pada Activity-Based Costing
Pada Activity-Based Costing meskipun pembebanan biaya-biaya overhad pabrik dan
produk juga menggunakan dua tahap seperti pada akuntansi biaya tradisional, tetapi pusat
biaya yang dipakai untuk pengumpulan biaya-biaya pada tahap pertama dan dasar
pembebanan dari pusat biaya kepada produk pada tahap kedua sangat berbeda dengan
akuntansi biaya tradisional.
Activity-Based costing menggunakan lebih banyak cost driver bila dibandingkan
dengan sistem pembebanan biaya pada akuntansi biaya tradisional. Sebelum sampai pada
prosedure pembebanan dua tahap dalam Activity-Based Costing perlu dipahami hal-hal
sebagai berikut:
a. Cost Driver adalah suatu kejadian yang menimbulkan biaya. Cost Driver merupakan
faktor yang dapat menerangkan konsumsi biayabiaya overhead. Faktor ini menunjukkan
suatu penyebab utama tingkat aktivitas yang akan menyebabkan biaya dalam
aktivitasaktivitas selanjutnya.
b. Rasio Konsumsi adalah proporsi masing-masing aktivitas yang dikonsumsi oleh setiap
produk, dihitung dengan cara membagi jumlah aktivitas yang dikonsumsi oleh suatu
produk dengan jumlah keseluruhan aktivitas tersebut dari semua jenis produk.
c. Homogeneous Cost Pool merupakan kumpulan biaya dari overheadyang variasi biayanya
dapat dikaitkan dengan satu pemicu biaya saja. Atau untuk dapat disebut suatu kelompok
biaya yang homogen, aktivitas-aktivitas overhead secara logis harus berhubungan dan
mempunyai rasio konsumsi yang sama untuk semua produk.
6. Cost Driver
Landasan penting untuk menghitung biaya berdasarkan aktivitas adalah dengan
mengidentifikasi pemicu biaya atau cost driver untuk setiap aktivitas. Pemahaman yang tidak
tepat atas pemicu akan mengakibatkan ketidaktepatan pada pengklasifikasian biaya,
sehingga menimbulkan dampak bagi manajemen dalam mengambil keputusan.
Jika perusahaan memiliki beberapa jenis produk maka biaya overhead yang terjadi
ditimbulkan secara bersamaan oleh seluruh produk. Hal ini menyebabkan jumlah overhead
yang ditimbulkan oleh masingmasing jenis produk harus diidentifikasi melalui cost driver.
a. Pengertian Cost Driver
Cost driver merupakan faktor yang dapat menerangkan konsumsi biaya-biaya
overhead. Faktor ini menunjukkan suatu penyebab utama tingkat aktifitas yang akan
menyebabkan biaya dalam aktifitas.
Ada dua jenis cost driver, yaitu:
● Cost Driver berdasarkan unit
Cost Driver berdasarkan unit membebankan biaya overhead pada produk melalui
penggunaan tarif overhead tunggal oleh seluruh departemen.
● Cost Driver berdasarkan non unit
Cost Driver berdasarkan non unit merupakan factor-faktor penyebab selain unit yang
menjelaskn konsumsi overhead.Contoh cost driver berdasarkan unit pada perusahaan
jasa adalah luas lantai, jumlah pasien, jumlah kamar yang tersedia.
b. Penentuan Cost Driver Yang Tepat
Aktivitas yang ada dalam perusahaan sangat komplek dan banyak jumlahnya. Oleh
karena itu perlu pertimbangn yang matang dalam menentukan penimbul biayanya atau cost
driver.
● Penentuan jumlah cost driver yang dibutuhkan
penentuan banyaknya cost driver yang dibutuhkan berdasarkan pada keakuratan
laporan product cost yang diinginkan dan kompleksitas komposisi output perusahaan.
Semakin banyak cost driver yang digunakan, laporan biaya produksi semakin akurat.
Dengan kata lain semakin tinggi tingkat keakuratan yang diinginkan, semakin banyak
cost driveryang dibutuhkan.
● Pemilihan cost driver yang tepat.
Dalam pemilihan cost driver yang tepat ada tiga faktor yang harus dipertimbangkan:
● Kemudahan untuk mendapatkan data yang dibutuhkan dalam pemilihan cost
driver (cost of measurement). Cost driver yang membutuhkan biaya
pengukuran lebih rendah akan dipilih.
● Korelasi antara konsumsi aktivitas yang diterangkan oleh cost driver terpilih
dengan konsumsi aktivitas sesungguhnya 20(degree of correlation). Cost
driver yang memiliki korelasi tinggi akan dipilih.
● Perilaku yang disebabkan oleh cost driver terpilih (behavior effec). cost driver
yang menyebabkan perilaku yang diinginkan yang akan dipilih
7. Keunggulan Metode ABC
Amin (1994: 23)3 mengemukakan tentang keunggulan ABC adalah sebagai berikut:
a. Suatu pengkajian ABC dapat meyakinkan manajemen bahwa mereka harus mengambil
sejumlah langkah untuk menjadi lebih kompetitif. Sebagai hasilnya mereka dapat berusaha
untuk meningkatkan mutu sambil secara simultan memfokus pada mengurangi biaya.
3
Analisis biaya dapat menyoroti bagaimana benar-benar mahalnya proses manufakturing,
yang pada akhirnya dapat memicu aktivitas untuk mereorganisasi proses, memperbaiki
mutu dan mengurangi biaya.
b. ABC dapat membantu dalam pengambilan keputusan.
c. Manajemen akan berada dalam suatu posisi untuk melakukan penawaran kompetitif yang
lebih wajar.
d. Dengan analisis biaya yang diperbaiki, manajemen dapat melakukan analisis yang lebih
akurat mengenai volume, yang dilakukan untuk mencari break even atas produk yang
bervolume rendah.
e. Melalui analisis data biaya dan pola konsumsi sumber daya, manajemen dapat mulai
merekayasa kembali proses manufakturing untuk mencapai pola keluaran mutu yang lebih
efisien dan lebih tinggi.
8. Kelemahan Sistem akuntansi Biaya Tradisional
Hal-hal yang tidak diberitahukan oleh sistem akuntansi biaya tradisional kepada
manajemen banyak sekali. Akuntansi biaya tradisional memberi sedikit ide kepada
manajemen pada saat harus mengurangi pengeluaran pada waktu yang mendesak. Sistem
tersebut hanya memberikan laporan manajemen dengan menunjukkan dimana biaya
dikeluarkan dan tidak ada indikasi apa-apa yang menimbulkan biaya.
Sistem biaya tradisional memang memeperhatikan biaya total perusahaan, akan tetapi
mereka mengabaikan “below the line expenses”, seperti penjualan, distribusi, riset, dan
pengembangan serta biaya administrasi. Biaya-biaya ini tidak dibebankan kepasar,
pelanggan, saluran distribusi, atau bahkan produk yang berbeda. Banyak manajer yang
percaya bahwa biaya-biaya ini adalah tetap. Oleh sebab itu, biaya-biaya “below the line” ini
diperlakukan secara sama dengan mendistribusikannya kepada pelanggan. Padahal, sekarang
ini beberapa pelanggan jauh lebih mahal untuk dilayani dibandingkan dengan yang lain
dan sebenarnya beberapa biaya tersebut adalah biaya variabel. (Amin, 1992: 22)4.
dengan berkembangnya dunia teknologi, sistem biaya tradisional mulai dirasakan tidak
mampu menghasilkan produk yang akurat lagi. Hal ini disebabkan karena lingkungan global
menimbulkan banyak pertanyaan yang tidak dapat dijawab sistem akuntansi biaya tradisional,
antara lain:
4
a. Sistem akuntansi biaya tradisional terlalu menekankan pada tujuan penentuan harga pokok
produk yang dijual. Akibatnya sistem ini hanya menyediakan informasi yang relatif sangat
sedikit untuk mencapai keunggulan dalam persaingan global.
b. Sistem akuntansi biaya tradisional untuk biaya overhead terlalu memusatkan pada
distribusi dan alokasi biaya overhead daripada berusaha keras untuk mengurangi
pemborosan dengan menghilangkan aktivitas yang tidak bernilai tambah.
c. Sistem akuntansi biaya tradisional tidak mencerminkan sebab akibat biaya karena
seringkali beranggapan bahwa biaya ditimbulkan oleh faktor tunggal misalnya volume
produk atau jam kerja langsung.
d. Sistem akuntansi biaya tradisional menghasilkan informasi biaya yang terdistorsi sehingga
mengakibatkan pembuatan keputusan yang menimbulkan konflik dengan keunggulan
perusahaan.
e. Sistem akuntansi biaya tradisional menggolongkan biaya langsung dan tidak langsung
serta biaya tetap dan variabel hanya mendasarkan faktor penyebab tunggal misalnya
volume produk, padahal dalam lingkungan teknologi maju cara penggolongan tersebut
menjadi kabur karena biaya dipengaruhi oleh berbagai macam aktivitas.
f. Sistem akuntansi biayaa tradisional menggolongkan suatu perusahaan kedalam pusat-
pusat pertanggung jawaban yang kaku dan terlalu menekankan kinerja jangka pendek.
g. Sistem akuntansi biaya tradisional memusatkan perhatian kepada perhitungan selisih biaya
pusat-pusat pertanggngjawaban tertantu dengan menggunakan standar.
h. Sistem akuntansi biaya tradisional tidak banyak memerlukan alatalat dan teknik-teknik
yang canggih dalam sistem informasi dibandingkan pada lingkungan teknologi maju.
i. Sistem akuntansi biaya tradisional kurang menekankan pentingnya daur hidup produk. Hal
ini dibuktikan dengan perlakuan akuntansi biaya tradisional terhadap biaya aktivitas-
aktivitas perekayasaan, penelitian dan pengembangan. Biay-biaya tersebut diperlakukan
sebagai biaya periode sehingga menyebabkan terjadinya distorsi harga pokok daur hidup
produk.
Kinerja keuangan
Kinerja keuangan adalah gambaran setiap hasil ekonomi yang mampu di raih oleh
perusahaan perbankan pada periode tertentu melalui aktivitas-aktivitas perusahaan untuk
menghasilkan keuntungan secara efisien dan efektif, yang dapat diukur perkembangannya
dengan mengadakan analisis terhadap data-data keuangan yang tercermin dalam laporan
keuangan.
Kinerja (performance) dalam kamus istilah akuntansi adalah kuantifikasi dari keefektifan
dalam pengoperasian bisnis selama periode tertentu. Kinerja bank secara umum merupakan
gambaran prestasi yang dicapai oleh bank dalam operasionalnya. Kinerja keuangan bank
merupakan gambaran kondisi keuangan bank pada suatu periode tertentu baik mencakup
aspek penghimpunan dana maupun penyaluran dananya. Kinerja menunjukkan sesuatu yang
berhubungan dengan kekuatan serta kelemahan suatu perusahaan.
Kinerja perusahaan dapat di ukur dengan menganalisa dan mengevaluasi laporan keuangan.
Informasi posisi keuangan dan kinerja keuangan di masa lalu seringkali di gunakan sebagai
dasar untuk memprediksi posisi keuangan dan kinerja di masa depan dan hal lain yang
langsung menarik perhatian pemakai seperti pembayaran dividen, upah, pergerakan harga
sekuritas dan kemampuan perusahaan untuk memenuhi komitmennya ketika jatuh tempo.
Informasi kinerja perusahaan terutama profitabilitas diperlukan untuk menilai perubahan
potensi sumber daya ekonomi yang mungkin di kendalikan di masa depan. Informasi
fluktuasi kinerja bermanfaat untuk memprediksi kapasitas perusahaan dalam menghasilkan
arus kas dari sumber daya yang ada, disamping itu informasi tersebut juga dapat berguna
dalam perumusan pertimbangan tentang efektifitas perusahaan dalam memanfaatkan
tambahan sumber daya.
Rasio merupakan alat ukur yang digunakan dalam perusahaan untuk menganalisis laporan
keuangan. Rasio menggambarkan suatu hubungan atau pertimbangan antara suatu jumlah
tertentu dengan jumlah yang lain. Dengan menggunakan alat analisa yang berupa rasio
keuangan dapat menjelaskan dan memberikan gambaran kepada penganalisa tentang baik dan
buruknya keadaan atau posisi keuangan dari suatu periode ke periode berikutnya.
Menurut Peraturan Bank Indonesia No.9/1/PBI/2007 Tentang Sistem Penilaian Tingkat
Kesehatan Bank Umum Beradasarkan Prinsip Syariah, perhitungan kinerja keuangan bank
adalah sebagai berikut:
Rasio Likuiditas (liquidity)
Rasio likuiditas digunakan untuk menganalisis kemampuan bank dalam memenuhi
kewajiban-kewajibannya. Suatu bank dinyatakan likuid apabila bank tersebut dapat
memenuhi kewajiban hutangnya, dapat membayar kembali semua simpanan nasabah, serta
dapat memenuhi permintaan kredit yang digunakan tanpa terjadi penagguhan. Untuk
menghitung rasio likuiditas digunakan beberapa komponen sebagai berikut:
1. Besarnya aset jangka pendek dibandingkan dengan kewajiban jangka pendek, sebagai
rasio utama. Rasio ini bertujuan untuk mengukur kemampuan bank dalam memenuhi
likuiditas jangka pendek.
2. Kemampuan bank dalam memenuhi kebutuhan likuiditas jangka pendek dengan
menggunakan aset jangka pendek, kas dan secondary reserve (Short Term Mismatch/
STMP), sebagai rasio penunjang. Rasio ini brtujuan untuk mengukur kemampuan
bank dalam memenuhi likuiditas jangka pendek dengan menggunakan aktiva jangka
pendek, kas dan secondary reserve.
3. Ketergantungan bank terhadap deposan inti (Rasio Deposan Inti/ RDI), sebagai rasio
penunjang. Rasio ini bertujuan untuk mengukur besarnya ketergantungan bank
syariah terhadap dana dari deposan inti.
4. Pertumbuhan dana deposan inti dibandingkan dengan pertumbuhan total dana pihak
ketiga (Pertumbuhan Rasio Deposan Inti/ PRDI), sebagai rasio penunjang. Rasio ini
bertujuan untuk mengukur tingkat ketergantungan bank syariah terhadap deposan inti.
5. Kemampuan bank dalam memperoleh dana dari pihak lain apabila terjadi mismatch
(Ratio Contingency Plan/ RCP), sebagai rasio observed. Rasio ini bertujuan untuk
mengukur kecukupan sumber dana apabila terjadi short term mismatch dan penarikan
dana deposan inti.
6. Ketergantungan pada dana antar bank (Rasio Antar Bank Pasiva/ RAPB), sebagai
rasio observed. Rasio ini bertujuan untuk mengukur tingkat ketergantungan bank
terhadap dana antar bank.
Rasio Profitabilitas (Earning)
Rasio rentabilitas merupakan alat untuk menganalisis atau mengukur tingkat efisiensi
usaha dan kemampuan bank dalam menghasilkan laba. Untuk menghitung rasio rentabilitas
digunakan beberapa komponen sebagai berikut:
1. Pendapatan Operasional Bersih (Net Oerating Marjin, NOM), sebagai rasio utama
untuk mengetahui kemampuan aktiva produktif dalam menghasilkan laba.
2. Return On Asset, sebagai rasio penunjang untuk mengukur keberhasilan manajemen
dalam menghasilkan laba.
3. Rasio efisiensi kegiatan oerasional (REO), sebagai rasio penunjang untuk mengukur
efisiensi kegiatan operasional bank syariah.
4. Rasio aktiva yang dapat menghasilkan pendapatan (IGA), sebagai rasio penunjang
untuk mengukur besarnya aktiva bank syariah yang dapat menghasilkan pendapatan.
5. Diversivikasi Pendapatan, sebagai rasio penunjang untuk mengukur kemampuan bank
syariah dalam menghasilkan pendapatan dari jasa berbasis fee.
6. Proyeksi Pendapatan Bersih Operasional Utama (PPBO), sebagai rasio penunjang
untuk mengetahui kemampuan aktiva produktif dalam menghasilkan laba di masa
yang akan datang.
7. Rasio Net Marjin Operasional Utama, sebagai rasio observed untuk mengukur
pendapatan bersih dari operasi utama terhadap total penyaluran dana.
8. Return On Equity, sebagai rasio observed untuk mengukur kemampuan modal dalam
menghasilkan laba.
9. Komposisi penempatan dana pada surat berharga/ pasar keuangan, sebagai rasio
observed untuk mengukur besarnya penempatan dana bank syariah pada surat
berharga dan pasar keuangan.
10. Fungsi edukasi publik (CSR), sebagai rasio observed untuk mengukur besarnya fungsi
corperate social responsibility terhadap proses pembelajaran masyarakat.
11. Fungsi sosial, sebagai rasio observed untuk mengukur besarnya pelaksanaan fungsi
sosial bank syariah.
12. Korelasi antara tingkat bunga di pasar dengan return / bagi hasil yang diberikan oleh
bank syariah, sebagai rasio observed. Rasio ini bertujuan untuk mengetahui hubungan
antara tingkat bunga dengan return yang diberikan bank syariah kepada nasabah.
13. Besarnya bagi hasil dana investasi, sebagai rasio observed untuk mengetahui
kemampuan bank dalam mengelola dan investasi untuk menghasilkan pendapatan.
14. Penyaluran dana yang di write off dibandingkan dengan biaya operasional, sebagai
rasio observed. Rasio ini bertujuan untuk mengukur signifikasi pengaruh penghapus
bukuan terhadap efisiensi operasional bank.
BAB III
PENUTUP
1. Kesimpulan
Activity-Based Costing (ABC) adalah suatu sistem informasi akuntansi yang
mengidentifikasi berbagai aktivitas yang dikerjakan dalam suatu organisasi dan
mengumpulkan biaya dengan dasar dan sifat yang ada dan perluasan dari aktivitasnya. ABC
memfokuskan pada biaya yang melekat pada produk berdasarkan aktivitas untuk
memproduksi, mendistribusikan atau menunjang produk yang bersangkutan.
Kelemahan Akuntansi Biaya Tradisional secara umum yaitu banyak hal-hal yang
tidak diberitahukan oleh sistem akuntansi biaya tradisional kepada manajemen. Akuntansi
biaya tradisional memberi sedikit ide kepada manajemen pada saat harus mengurangi
pengeluaran pada waktu yang mendesak. Sistem tersebut hanya memberikan laporan
manajemen dengan menunjukkan dimana biaya dikeluarkan dan tidak ada indikasi apa-apa
yang menimbulkan biaya.
Adapun Keunggulan ABC yaitu:
a. Suatu pengkajian ABC dapat meyakinkan manajemen bahwa mereka harus
mengambil sejumlah langkah untuk menjadi lebih kompetitif. Sebagai hasilnya mereka
dapat berusaha untuk meningkatkan mutu sambil secara simultan memfokus pada
mengurangi biaya. Analisis biaya dapat menyoroti bagaimana benar-benar mahalnya
proses manufakturing, yang pada akhirnya dapat memicu aktivitas untuk mereorganisasi
proses, memperbaiki mutu dan mengurangi biaya.
b. ABC dapat membantu dalam pengambilan keputusan.
c. Manajemen akan berada dalam suatu posisi untuk melakukan penawaran kompetitif
yang lebih wajar.
d. Dengan analisis biaya yang diperbaiki, manajemen dapat melakukan analisis yang
lebih akurat mengenai volume, yang 21dilakukan untuk mencari break even atas produk
yang bervolume rendah.
e. Melalui analisis data biaya dan pola konsumsi sumber daya, manajemen dapat mulai
merekayasa kembali proses manufakturing untuk mencapai pola keluaran mutu yang
lebih efisien dan lebih tinggi.
Kinerja keuangan adalah gambaran setiap hasil ekonomi yang mampu di raih oleh
perusahaan perbankan pada periode tertentu melalui aktivitas-aktivitas perusahaan untuk
menghasilkan keuntungan secara efisien dan efektif, yang dapat diukur perkembangannya
dengan mengadakan analisis terhadap data-data keuangan yang tercermin dalam laporan
keuangan.
DAFTAR PUSTAKA
Tunggal, Amin Widjaja, Activity Based Costing Suatu Pengantar, Rineka Cipta, Jakarta,
1992
Mulyadi, Akuntansi Manajemen, Konsep, Manfaat dan Rekayasa, Edisi 2,BP STIE YKPN,
YK, 1993
Hansen, Don R and Maryanne M Mowen, Akuntansi Manajemen, Edisi 7, Salemba Empat,
Jakarta, 2004
Website, http://ejournal.unud.ac.id/abstrak/sujana.pdf
Website, http://rac.uii.ac.id/server/document/Private/2008042504115400312268.pdf
Website, http://jurnal.pdii.lipi.go.id/admin/jurnal/6207108120.pdf
Website, http://www.referensimakalah.com/2013/02/pengertian-kinerja-keuangan.html
top related