ref sespsis neonatorum - ppt
Post on 13-Dec-2015
113 Views
Preview:
DESCRIPTION
TRANSCRIPT
PEMBIMBINGDR. THOMAS HARRY ADOE, SP.A
DISUSUN OLEH :
RIRIN PURBA1061050034
Referat Sepsis Neonatorum
KEPANITERAAN KLINIK ILMU KESEHATAN ANAKPERIODE 1 Maret– 9 Mei 2015
RUMAH SAKIT UMUM DAERAH BEKASI FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS KRISTEN INDONESIA2015
PENDAHULUAN
Penyebab terbesar morbiditas dan mortalitas
pada bayi-bayi yang dirawat di rumah sakit dan pada
bayi-bayi prematur.
Sepsis
Setiap tahun terdapat 130 juta bayi baru lahir di seluruh dunia 4 juta bayi meninggal pada usia
empat minggu pertama kehidupan. (WHO)
Pada tahun 2013, penyebab utama kematian neonatal secara global dari 2,8 juta kematian neonatal adalah kelahiran prematur (35,7%), komplikasi intrapartum (23,4%) dan sepsis (15,6%),
Insidensi sepsis neonatal di dunia bervariasi antara 1-8 bayi per 1000 kelahiran bayi hidup.
Insidens sepsis
1.8 – 18 / 1000 kelahiranNegara
berkembang
Negara maju1 – 5 / 1000
kelahiran
bayi berat lahir amat rendah ( <
1000 g)
26 / 1000 kelahiran
bayi berat lahir antara 1000 –
2000 g8 – 9 /1000 kelahiran
Angka Kejadian Sepsis Neonatorum di RSUD Bekasi Tahun 2014
Janu
ari
Febru
ari
Mar
etApr
ilM
eiJu
niJu
li
Agust
us
Sept
embe
r
Okt
ober
Nov
embe
r
Desem
ber
0123456789
10
HidupMati
TINJAUAN PUSTAKA
DefinisiMenurut The International Sepsis Definition Conferences (ISDC) sepsis adalah sindroma klinis dengan adanya Systemic Inflammatory Response Syndrome (SIRS) dan infeksi.
Sepsis ditandai dengan respon inflamasi sistemik dan bukti infeksi pada bulan pertama kehidupan, berupa perubahan temperatur tubuh, perubahan jumlah leukosit, takikardi, dan takipnea.
Klasifikasi
Sepsis neonatorum awitan dini (early-onset
neonatal sepsis)
1. Terjadi segera dalam periode perinatal (<72 jam)
2. Penyebaran infeksi secara transplasental
3. Infeksi asenden dan juga dapat terjadi pada saat proses kelahiran atau in utero
4. Negara maju Streptokokus Grup B (SGB)
5. Negara berkembang kuman batang gram negatif
Sepsis neonatorum
awitan lambat (late-onset
neonatal sepsis)
1. Infeksi pascanatal (lebih dari 72 jam)
2. Diperoleh dari lingkungan sekitar atau rumah sakit (infeksi nosokomial).
3. Infeksi dengan transmisi horizontal.
4. Negara maju Coagulase-negative Staphilococci (CoNS) dan Candida albicans
5. Negara berkembang batang gram negatif (E. coli, Klebsiella, dan Pseudomonas aeruginosa)
Etiologi
Penyebab tersering Escherichia coli dan
Streptococcus Group B (dengan angka
morbiditas sekitar 50 – 70 %)
1. Malaria2. Sifilis
3. Toksoplasma4. Streptococcus grup
A5. Streptococcus
viridans6. Gonokokus
7. Candida alibicans8. Virus herpes simpleks (tipe II)
9. Listeria10.Rubella
11.Sitomegalo,12.Koksaki
13.Hepatitis14.Influenza 15.Parotitis
Faktor lain: 1. Pertolongan persalinan yang
tidak higiene2. Partus lama
3. Kelahiran kurang bulan4. BBLR dan cacat bawaan
Hasil survei NICHD Neonatal Network Survey (1998-2000)
Object: 5447 pasien BBLR (BL<1500 gram) dengan SAD dan pada 6215 pasien BBLR dengan SAL
Hasil: Bakteremia sebanyak 1,5% pada SAD dan 21,1% pada SAL. SAD bakteri gram negatif pada 60,7% kasus bakteremiaSAL bakteremia lebih sering disebabkan oleh bakteri gram positif (70,2%). Bakteri gram negatif tersering pada SAD adalah E.coli (44%) Penyebab tersering pada SAL Coagulase-negative Staphylococcus (47,9%)
Faktor Resiko
Early onset neonatal sepsis : Bayi prematur Ibu dengan infeksi saluran kencing Chorioamnionitis Bayi dengan apgar skor rendah (<6 pada 1 atau 5 menit
pertama) Ibu yang mengalami demam > 38˚C Nutrisi ibu yang rendah Riwayat ibu dengan aborsi Bayi dengan BBLR Bayi lahir dengan asfiksia Anomali kongenital
Late onset neonatal sepsis: Bayi lahir prematur Kateterisasi vena sentral (>10 hari) Pemakaian nasal kanul dan CPAP yang kontinue Gangguan pada GIT
Faktor Resiko
Mayor Minor
Ibu dengan demam intrapartum > 38°C
Kehamilan kembar
Korioamnionitis Bayi prematur
Fetal takikardi > 160 kali /menit Ruptur membran > 12 jam
Ruptur membran ibu yang lama > 24 jam
APGAR score yang rendah
Berat badan lahir rendah / LBW Ibu Anak
Ketuban pecah dini Berat badan lahir rendah
Infeksi peripartum Prematuritas
Partus lama Defek kongenital
Infeksi intrapartum Tindakan resusitasi saat melakukan intubasi
Patofisiologi
Masa antenatal
Masa intranatal
Masa pasca natal
Kuman dari ibu -> melewati plasenta dan umbilicus->
masuk tubuh bayi melalui sirkulasi
darah janin. Mikroorganisme yang
dapat menembus plasenta :virus rubella, herpes,
sitomegalo, koksaki, hepatitis, influenza,
parotitis, sifilis , toksoplasma,
triponema pallidum ,listeria.
1. Kuman pada vagina dan serviks naik ke korion dan amnion -> amnionitis dan
korionitis -> melalui umbilkus masuk ke tubuh
bayi. Ketuban pecah ->paparan
kuman dari vagina ->masuk rongga uterus ->
kontaminasi melalui saluran pernafasan ataupun saluran
cerna2. Kontak langsung
melewati jalan lahir yang terkontaminasi seperti
herpes genitalis, Candida albicans dan gonorea.
Infeksi nosokomial: alat-alat, pengisap lendir, selang endotrakea,
infus, selang nasogastrik dan botol minuman, bayi yang mendapat prosedur
neonatal invasif seperti kateterisasi umbilikus, bayi dalam ventilator,
rawat inap yang terlalu lama dan hunian terlalu
padat
Manifestasi KlinisKeadaan umum Demam, hipotermia,tidak mau
makan,
Sistem Gastointestinal Perut kembung, muntah, diare, hepatomegali
Sistem Pernapasan Apnea, dispnea, takipnea, retraksi, grunting, sianosis
Sistem Saraf Pusat Iritabilitas, lesu, tremor, kejang, hiporefleksia, hipotonia, refleks Moro abnormal, pernapasan tidak teratur, fontanela menonjol, tangisan nada tinggi
Sistem Kardiovaskuler Pucat, mottling, dingin,kulit lembab, takikardi, hipotensi, bradikardi
Sistem Hematologi Ikterus, splenomegali, pucat, petekie, purpura, perdarahan
Sistem Ginjal Oliguria
Diagnosis dan Pemeriksaan Penunjang
Bila ditemukan dua atau lebih keadaan:
Laju nafas >60x/menit dengan/tanpa retraksi
dan desaturasi oksigen(O2)
Suhu tubuh tidak stabil (<36ºC atau >37.5ºC)
Waktu pengisian kapiler > 3 detik
CRP >10mg/dl
IL-6 atau IL-8 >70pg/ml
SIRS
Terdapat satu atau lebih kriteria SIRS disertai
dengan gejala klinis infeksi
SEPSIS
Sepsis disertai hipotensi dan disfungsi organ
tunggal
SEPSIS BERAT
Sepsis berat disertai hipotensi dan kebutuhan
resusitasi cairan dan obat-obat inotropik
SYOK SEPTIK
Terdapat disfungsi multi organ meskipun telah
mendapatkan pengobatan optimal
SINDROM DISFUNGSI MULTIORGAN
Kriteria SIRS
Usia
Neonatus
Suhu
Laju Nadi
per menit
Laju napas
per menit
Jumlah
leukosit X
103/mm3
Usia 0-7
hari
>38,5ºC
atau <36ºC
>180 atau
<100
>50
>34
Usia 7-30
hari
>38,5ºC
atau <36ºC
>180 atau
<100
>40
>19,5 atau
<5
Kriteria infeksi, sepsis, sepsis berat, syok septik
Infeksi
Terbukti infeksi (proven infection) bila ditemukan
kuman penyebab atau tersangka infeksi (suspected
infection) bila terdapat sindrom klinis (gejala klinis
dan pemeriksaan penunjang lain).
Sepsis
SIRS disertai infeksi yang terbukti atau tersangka.
Sepsis berat
Sepsis yang disertai disfungsi organ kardiovaskular
atau disertai gangguan napas akut atau terdapat
gangguan dua organ lain (seperti gangguan
neurologi, hematologi, urogenital, dan hepatologi).
Syok septik
Sepsis dengan hipotensi (tekanan darah sistolik <65
mmHg pada bayi <7 hari dan <75 mmHg pada bayi
7-30 hari).
Pemeriksaan penunjang
Pemeriksaan darah rutin untuk memeriksa hemoglobin (Hb), leukosit, trombosit, laju endap darah (LED), Serum Glutamic Oxaloacetic Transaminase (SGOT), dan Serum Glutamic Pyruvic Transaminase (SGPT)
Analisa kultur urin dan cairan sebrospinal (CSS) dengan lumbal fungsi dapat mendeteksi kuman.
Laju endap darah, dan protein reaktif-c (CRP) akan meningkat menandakan adanya inflamasi.
Biakan darah merupakan baku emas dalam menentukan diagnosis sepsis. Kelemahan hasil biakan akan diketahui dalam waktu minimal 3-5 hari.
Penatalaksanaan
Tindakan suportif
1. Monitoring cairan elektrolit dan glukosa
2. Koreksi hipovolemia,hipokalsemia dan hipoglikemia
3. Atasi syok, hipoksia, dan asidosis metabolik
4. Awasi adanya hiperbilirubinemia
5. Nutrisi parenteral bila pasien tidak dapat menerima nutrisi
Tindakan kausatif
Fase inisial antibiotik :1. Ampicilin (200
mg/kgBB/hari/i.v dalam 4 dosis) dikombinasi dengan aminoglikosida (garamisin 5-7 mg/kgBB/hari/i.v atau amikasin 15-20 mg/kgBB/hari/i.v atau netilmisin 5-6 mg/kgBB/hari/i.v dalam 2 dosis).
2. Kombinasi lain adalah ampisilin dengan dosis diatas dengan sefotaksim 100 mg/kgBB/hari/i.v dalam 3 dosis.
Komplikasi
Meningitis, neonatus dengan meningitis dapat menyebabkan terjadinya hidrosefalus dan/atau leukomalasia periventrikular, asidosis metabolik, koagulopati, gagal ginjal, disfungsi miokard, perdarahan intrakranial dan pada sekitar 60 % keadaan syok septik akan menimbulkan komplikasi Acute Respiratory Distress Syndrome (ARDS).
Komplikasi yang berhubungan dengan penggunaan aminoglikosida, seperti ketulian dan/atau toksisitas pada ginjal
Komplikasi akibat gejala sisa berupa defisit neurologis mulai dari gangguan perkembangan sampai dengan retardasi mental dan kematian.
Prognosis
Angka kematian pada sepsis neonatal : 10-40 % tergantung pada cara dan waktu awitan penyakit, agen etiologik, derajat prematuritas bayi, adanya dan keparahan penyakit lain yang menyertai dan keadaan ruang bayi atau unit perawatan.
Angka kematian pada bayi BBLR adalah 2 kali lebih besar Dengan diagnosis dini dan terapi yang tepat, prognosis pasien
baik; tetapi bila tanda dan gejala awal serta faktor resiko sepsis neonatorum terlewat, akan meningkatkan angka kematian.
Pada meningitis terdapat gejala sisa gangguan neurologi pada 15-30% kasus neonatus.
Rasio kematian pada sepsis neonatorum 2–4 kali lebih tinggi pada bayi kurang bulan dibandingkan bayi cukup bulan.
Presentase kematian neonatus 50 % jika tidak diterapi. Rasio kematian pada sepsis awitan dini adalah 15 – 40% (pada
infeksi SGB pada SAD adalah 2 – 30 %) dan pada sepsis awitan lambat adalah 10 – 20 % (pada infeksi SGB pada SAL kira – kira 2 %).
KESIMPULAN
Sepsis merupakan suatu penyebab penting morbiditas dan mortalitas pada bayi-bayi yang dirawat di rumah sakit dan pada bayi-bayi prematur. Terlihat dari masih tingginya angka kejadian sepsis neonatorum baik secara global di dunia maupun di Indonesia.
Berdasarkan waktu terjadinya, sepsis neonatorum diklasifikasikan menjadi dua bentuk yaitu sepsis neonatorum awitan dini (early-onset neonatal sepsis) dan sepsis neonatorum awitan lambat (late-onset neonatal sepsis).
Penyebab tersering dari sepsis neonatorum adalah Escherichia coli dan SGB.
Gambaran klinis dari sepsis neonatorum ini adalah bayi tampak lemah, hipo/hipertermia, hipoglikemia dan kadang-kadang hiperglikemia, tampak tidak sehat dan malas minum. Selanjutnya akan terlihat berbagai kelainan dan gangguan fungsi organ tubuh.
Penanganan sepsis dilakukan secara suportif dan kausatif. Tindakan suportif antara lain ialah dilakukan monitoring cairan elektrolit dan glukosa, koreksi jika terjadi hipovolemia, hipokalsemia dan hipoglikemia, atasi syok, hipoksia, dan asidosis metabolik, awasi adanya hiperbilirubinemia dan pertimbangkan nutrisi parenteral bila pasien tidak dapat menerima nutrisi enteral.
Tindakan kausatif dengan pemberian antibiotik sebelum kuman penyebab diketahui. Dengan diagnosis dini dan terapi yang tepat, prognosis pasien baik; tetapi bila tanda dan gejala awal serta faktor resiko sepsis neonatorum terlewat, akan meningkatkan angka kematian.
JOURNAL: Lower Vitamin D Levels Are Associated With Increased Risk of Early-Onset
Neonatal Sepsis in Term Infants
Abstract Objective To evaluate the effect of vitamin D levels on early-onset sepsis
(EOS) in term infants. Study Design Fifty term infants with clinical and laboratory findings of
EOS (study group) and 50 healthy infants with no signs of clinical/laboratory infection (control group) were enrolled. Blood was drawn at the time of admission during the first 3 postnatal days of life in both groups for measurement of 25-hydroxyvitamin D (25-OHD) levels.
Result Maternal and neonatal 25-OHD levels (22.2/8.6 ng ml−1, respectively) in the study group were significantly lower than those of the control group (36.2/19 ng ml−1, respectively, P<0.001). A positive correlation was detected between maternal and neonatal 25-OHD levels. Severe vitamin D deficiency was significantly more common in the sepsis group.
Conclusion Lower maternal and neonatal 25-OHD levels are associated with EOS. These data suggest that adequate vitamin D supplementation during pregnancy may be helpful to prevent EOS in term neonates.
http://www.medscape.com/viewarticle/838514_1
Introduction
Vitamin D is a fat-soluble steroid hormone that contributes to the maintenance of normal calcium homeostasis and skeletal mineralization.[7]
Vitamin D also has immunomodulatory effects on immune function.[8]
It was suggested that it might have a role in the optimal functioning of the innate immune system by inducing antimicrobial peptides in epithelial cells, neutrophils and macrophages
Newborns are more susceptible to infections as both innate and adaptive immune systems are not entirely developed.
The relationship between vitamin D deficiency and infections, especially lower respiratory tract infections (RTIs), has been demonstrated in children and newborns.[10, 11, 12, 13]
Low cord blood 25-hydroxyvitamin D (25-OHD) levels in healthy newborns were found to be associated with an increased risk of developing respiratory syncytial virus infections during infancy.[14]
Methods
This prospective study was performed in term infants with clinical and laboratory findings of EOS who were >37 weeks of gestational age and were admitted to Neonatal Care Unit of Kanuni Sultan Suleyman Training and Research Hospital between March 2012 and December 2012.
During the study period, a total of 394 term infants were hospitalized and enrolled in the study. From these, a total of 76 term infants were diagnosed as having a probability of EOS according to the criteria defined
Maternal vitamin D supplementation was classified in terms of usage: no usage, insufficient usage (total usage <3 months), regular usage (total usage >3 months).[13]
In Turkey, multivitamin supplement including 500 IU vitamin D has been prescribed routinely to all pregnant women.
A septic screen including total leukocyte count, absolute neutrophil count, immature to total neutrophil count, blood smear evaluation and C-reactive protein (CRP) were performed in all neonates with suspected sepsis to corroborate EOS diagnosis. Blood samples for whole blood count, CRP and culture were obtained before initiating antimicrobial therapy.
Results
The study population included a total of 100 term infants. From these infants, 50 had suspected neonatal sepsis (study group) and 50 did not have any findings of sepsis (control group).
Both maternal and neonatal 25-OHD levels in the study group were significantly lower compared with those in the control group
Similarly, both maternal and neonatal 25-OHD levels were significantly higher with regular vitamin D supplementation during
Discussion
The mechanical barrier of the skin and other epithelial surfaces constitute the first barrier to infections and activated vitamin D has an important role in maintaining the integrity of epithelial cells by encoding the proteins needed for several tight junctions.[8,20]
Vitamin D has a role in superoxide generation in monocytes by presumably increasing and prolonging the oxidative stress of monocytes.[24] It also prevents excessive production of inflammatory cytokines and facilitates neutrophil motility and phagocytosis.[25]
Vitamin D has an effect on induction of antimicrobial peptides like cathelicidin (LL37), beta-2 and beta-3 defensins, explaining the antibiotic action of vitamin D.[21,22] Vitamin D also affects T helper (Th) cells 1 and 2. Th2 differentiation is directly induced by vitamin D, whereas it inhibits activation and differentiation of Th1 cells.[8] Vitamin D has anti-inflammatory actions on neutrophils. In a study in which human monocytes stimulated with lipopolysaccharide and treated with 1,25-OHD showed dose-dependent decrease in TLR2 and TLR4 synthesis with an increase in CD14.[23]
Conclusion
This is the first study that reports significantly lower maternal and neonatal 25-OHD levels in term infants with EOS compared with those who did not have sepsis.
Neonatal 25-OHD levels were well correlated with maternal levels.
After confirmation of these data by other studies, regular vitamin D supplementation may be a routine recommendation for all pregnant women to prevent EOS in their offsprings.
Vitamin D was reported to inhibit the growth of and/or killed strains of Staphylococcus aureus, S. pyogenes, K. pneumoniae, and E. coli.[25]
In addition, Chinn et al. [26] reported that higher vitamin D levels in pregnant women were associated with a lower rate of Group B Streptococci vaginal carriage.
As all cells have a specific vitamin D receptor, vitamin D acts as an immune system modulator by boosting innate immunity, the activity of monocytes and macrophages in addition to activation of B and T cells.
DAFTAR PUSTAKA
Pola Kuman dan Sensitifitas Antibiotik diruang Perinatologi. 2000. [April 2015]. Diunduh dari : http://saripediatri.idai.or.id/pdfile/12-6-3.pdf
Nelson. Textbook of Pediatrics, Ilmu Kesehatan Anak, edisi 18. Sepsis dan Meningitis Neonatus. Jakarta : EGC, 2004, hal 653-663.
Shefali Oza, Joy E Lawn. Neonatal Cause of Death estimates For The Early and Late Neonatal Periods For 194 Countries: 2000-2013. 2014. [1 April 2015]. Diunduh dari: http://www.who.int/bulletin/volumes/93/1/14-139790/en/.
Anderson L Ann. Neonatal Sepsis. 2014.[27 Maret 2015]. Diunduh dari: http://emedicine.medscape.com/article/978352-overview#showall
James L. Time for a Neonatal-Spesific Consensus Definition for Sepsis. 2014. [27 Maret 2015] Pediatr Crit Care Med. 2014;15(6):523-528. Diunduh dari: http://www.medscape.com/viewarticle/828787.
Soedarmo Sumarmo, Garna Herry. Buku Ajar Infeksi dan Pediatri Tropis. Edisi 3. Badan penerbit IDAI. Jakarta: 2012, Hal: 358-363.
top related