skripsi ryan hidayat
Post on 29-Jan-2016
46 Views
Preview:
TRANSCRIPT
PENGARUH FAKTOR FUNDAMENTAL PERUSAHAAN TERHADAP HARGA SAHAM INDUSTRI MAKANAN DAN MINUMAN YANG TERDAFTAR DI
BURSA EFEK INDONESIA PERIODE 2009-2013
PROPOSAL SKRIPSI
Diajukan sebagai bagian dari syaratuntuk mencapai kebulatanstudi program stratasatu (S1) pada Fakultas Ekonomi Universitas Mataram
Oleh:
RYAN HIDAYATA1B 011 140
FAKULTAS EKONOMIUNIVERSITAS MATARAM
2014
NASKAH PROPOSAL
PENGARUH FAKTOR FUNDAMENTAL PERUSAHAAN TERHADAP HARGA
SAHAM INDUSTRI MAKANAN DAN MINUMAN YANG TERDAFTAR DI
BURSA EFEK INDONESIA (PERIODE 2009-2013)
Oleh :
Nama : RYAN HIDAYAT
NIM : A1B011040
Jurusan : MANAJEMEN
Setelah membaca proposal ini dengan seksama maka menurut pertimbangan kami
proposal ini telah memenuhi syarat untuk diseminarkan
Mengetahui :
FAKULTAS EKONOMI
UNIVERSITAS MATARAM
2014
Pembimbing Utama
Drs. H. Budi Santoso, M.Com., Ph.D NIP. . 19600712 198603 1 002
Pembimbing Pendamping
Iwan Kusumayadi, SE, MM NIP. 198104302008011010
1
BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Perusahaan selalu membutuhkan dana untuk menunjang kelancaran kegiatan
operasinya dan menjaga kelangsungan hidupnya dalam persaingan bisnis yang semakin
ketat. Salah satu cara untuk memperoleh sumber dana perusahaan adalah dengan cara
menarik dana dari luar perusahaan. Dana dari luar ini, salah satunya dapat diperoleh dari
pasar modal. Dari pasar modal ini perusahaan harus berusaha agar investor bersedia
menanamkan modalnya kedalam perusahaan. Dengan kata lain agar dapat menghimpun
dana tersebut maka perusahaan harus dapat meyakinkan pihak investor bahwa mereka
akan memperoleh return atas investasinya. Dengan demikian pasar modal merupakan
wahana bagi perusahaan untuk memperoleh dana dan memberikan peluang kepada
investor untuk memperoleh imbalan (return) atas investasi yang telah dilakukannya.
Tujuan utama dari investor dalam berinvestasi adalah untuk memperoleh
imbalan (return) atas investasinya, berupa deviden dan capital gain, yaitu selisih antara
harga pasar saham dengan harga nominalnya Wulandari (2009). Selanjutnya tujuan
perusahaan menerima investasi tersebut adalah untuk memperoleh hasil yang
diharapkan (expected return), walaupun ada kemungkinan dihadapinya resiko. Dengan
demikian dalam menghimpun dana dari masyarakat atau dana dari para pemegang
saham, perusahaan berkewajiban untuk menjaga dan memelihara kondisi keuangan
perusahaan dengan baik serta memperhatikan dan menjaga likuiditas, leverage, prospek
perusahaan, profitabilitas dan kinerja (performance) perusahaan.
Bagi perusahaan yang tidak go public nilai perusahaan merupakan harga yang
bersedia dibayar oleh calon pembeli apabila perusahaan tersebut dijual. Sedangkan bagi
2
perusahaan yang go publik harga saham yang diperjual belikan di bursa merupakan
indikator nilai perusahaan. Sehingga apabila harga saham meningkat maka nilai
perusahaan juga akan meningkat. Apabila nilai perusahaan meningkat maka
kemakmuran pemegang saham juga akan meningkat. Karena dengan harga saham yang
meningkat tersebut maka pemegang saham akan memperoleh tingkat pengembalian
yang tinggi (Husnan & Pudjiastuty, 1996 dalam Wulandari, 2009).
Ada beberapa cara yang dapat digunakan untuk menganalisis harga saham.
Tetapi pada garis besarnya cara tersebut dapat dikelompokkan menjadi dua, yaitu
analisis teknikal dan analisis fundamental. Analisis teknikal pada dasarnya merupakan
upaya untuk menentukan kapan akan membeli (masuk ke pasar) atau menjual saham
(keluar pasar), dengan memanfaatkan indikator-indikator teknis maupun menggunakan
analisis grafis (Husnan, 2009:342). Sedangkan analisis fundamental merupakan analisis
yang mencoba memperkirakan harga saham dimasa yang akan datang dengan
mengestimasi nilai faktor-faktor fundamental yang mempengaruhi harga saham di masa
yang akan datang dan menerapkan hubungan variabel-variabel tersebut sehingga
diperoleh taksiran harga saham (Husnan, 2009:307).
Dalam mengestimasi harga saham tersebut, langkah yang perlu diperhatikan
investor adalah mengidentifikasikan faktor-faktor fundamental (seperti penjualan,
pertumbuhan penjualan, biaya, kebijakan deviden, dan sebagainya) yang diperkirakan
akan mempengaruhi harga saham yang dibuat dalam model analisis. Untuk
menganalisis harga saham secara fundamental diperlukan beberapa tahapan analisis.
Tahapan yang dilakukan dimulai dengan analisis dari (1) kondisi makro ekonomi atau
kondisi pasar, (2) diikuti dengan analisis industri, dan (3) akhirnya analisis kondisi
spesifik perusahaan.
3
Analisis kondisi makro ekonomi bertujuan untuk mengetahui jenis serta prospek
bisnis suatu perusahaan. Aktivitas ekonomi akan mempengaruhi laba perusahaan.
Apabila tingkat pertumbuhan ekonomi suatu negara rendah, pada umumnya tingkat laba
yang dicapai oleh suatu perusahaan juga akan rendah. Jadi lingkungan ekonomi yang
sehat, akan sangat mendukung perkembangan perusahaan. Dalam analisis ekonomi ini
terdapat banyak variabel yang bersifat makro, antara lain; pendapatan nasional,
kebijakan moneter dan fiskal, tingkat bunga, dan sebagainya. Untuk analisis industri
akan berkaitan dengan kelemahan dan kekuatan jenis industri perusahaan yang
bersangkutan (Sunariyah, 2010:177). Setiap industri dianalisis dari penelaahan berbagai
data yang menyangkut tentang penjualan, laba, deviden, struktur modal, jenis produk
yang dihasilkan dan sebagainya. Untuk melakukan analisis industri langkah pertama
yang dapat dilakukan adalah dengan mengidenftifikasikan tahap kehidupan produknya.
Kemudian menganalisis industri dalam kaitannya dengan kondisi perekonomian.
Setelah itu melakukan analisis kualitatif terhadap industri tersebut untuk membantu
pemodal menilai prospek industri di masa yang akan datang (Husnan, 2009:322).
Sedangkan analisis perusahaan berkaitan kinerja perusahaan yang diukur dari efektifitas
dan efesiensi perusahaan (Sunariyah, 2010, 177). Menurut Pandansari (2012) untuk
mengukur efektifitas dan efisiensi dalam suatu perusahaan dapat digunakan rasio-rasio
keuangan seperti rasio profitabilitas, rasio likuiditas, rasio leverage, rasio aktivitas, dan
rasio nilai pasar.
Dalam penelitian ini, analisis makro ekonomi tidak digunakan karena pada tahun
penelitian dari tahun 2009-2013 tidak terjadi krisis ekonomi yang signifikan di
Indonesia, sehingga peneliti mengasumsikan bahwa kondisi perekonomian Indonesia
dari tahun 2009-2010 adalah baik. Begitu juga dengan analisis industri, dalam penelitian
ini hanya satu industri yang diteliti yaitu industri makanan dan minuman yang terdaftar
4
di Bursa Efek Indonesia. Oleh karena itu dalam penelitian ini hanya menggunakan
analisis perusahaan untuk mengetahui pengaruhnya terhadap harga saham.
Harga saham mencerminkan nilai dari suatu perusahaan. jika perusahaan
mencapai prestasi yang baik, maka saham perusahaan tersebut akan banyak diminati
oleh para investor. Prestasi yang dicapai oleh perusahaan dapat dilihat di dalam laporan
keuangan yang dipublikasikan oleh perusahaan. Perusahaan berkewajiban untuk
mempublikasikan laporan keuangan pada periode tertentu. Laporan keuangan sangat
berguna bagi investor untuk membantu dalam pengambilan keputusan investasi, seperti
menjual, membeli dan menanam saham. Untuk menilai kondisi keuangan perusahaan,
analisis keuangan memerlukan beberapa tolok ukur yaitu dengan melihat rasio
keuangan perusahaan antara lain; rasio profitabilitas, rasio likuiditas, rasio leverage,
rasio aktivitas, dan rasio nilai pasar.
Rasio Profitabilitas, dimaksudkan untuk mengukur efisiensi penggunaan aktiva
perusahaan untuk menghasilkan laba dan juga digunakan untuk mengukur efisiensi atas
penjualan yang berhasil diciptakan. Kemampuan perusahaan untuk menghasilkan laba
dalam kegiatan operasionalnya merupakan fokus utama dalam penilaian prestasi
perusahaan. Laba perusahaan merupakan indikator kemampuan perusahaan memenuhi
kewajiban bagi para penyandang dana. Selain itu merupakan elemen dalam penciptaan
nilai perusahaan yang menunjukkan prospek perusahaan di masa yang akan datang.
Dalam penelitian ini skala yang digunakan untuk mengukur profitabilitas adalah Return
On Equity.
Rasio likuiditas mengukur kemampuan suatu perusahaan untuk memenuhi
kewajiban yang jatuh tempo (Atmaja 2008:415). Semakin tinggi rasio likuiditas
perusahaan semakin tinggi pula kemampuan perusahaan untuk membayar
kewajibannya. Rasio likuiditas pada umumnya dihitung dengan menggunakan Current
5
Ratio, Quick Ratio, dan Cash Ratio. Pada penelitian ini, peneliti menggunakan Current
Ratio sebagai proxy terhadap harga saham, dimana Current Ratio dihitung dengan
membagi asset saat ini dengan hutang saat ini. Adapun fungsi dari Current Ratio adalah
untuk melihat seberapa kuat perusahaan untuk melunasi hutang yang dimiliki. Semakin
tinggi Current Ratio, semakin mudah perusahaan melunasi hutangnya. Begitu
sebaliknya.
Ratio leverage mengukur sejauh mana perusahaan menggunakan hutang. Rasio
Leverage juga sering disebut dengan rasio solvabilitas, yang berarti mengukur seberapa
banyak perusahaan dibiayai oleh hutang. Rasio solvabilitas dalam penelitian ini diukur
dalam skala rasio yaitu Debt to Equity Ratio (DER). Semakin besar Debt to Equity
Ratio menunjukkan bahwa struktur modal lebih banyak memanfaatkan hutang
dibandingkan dengan modal sendiri.
Rasio aktivitas merupakan rasio yang menunjukkan keefektifan sebuah
perusahaan dalam menggunakan aktiva yang dimilikinya. Rasio ini digunakan untuk
menilai seberapa efisien perusahaan dapat memanfaatkan dan mengelola sumber daya
yang dimiliki perusahaan, dimana semakin tinggi rasio ini, semakin baik perusahaan
mengelola sumber aktiva yang dimiliki. Pada penelitian ini skala pengukuran rasio
aktivitas menggunakan Total Asset Turnover (TATO) dimana rasio ini adalah rasio
yang menunjukkan kemampuan perusahaan untuk menciptakan penjualan dengan
menggunakan seluruh aktiva yang dimilikinya. Rasio ini juga menunjukkan efektivitas
perusahaan dalam mengelola komponen elemen aktiva itu sendiri. Semakin tinggi
perputaran asset suatu perusahaan, maka perusahaan menunjukkan manajemen yang
baik dalam pengelolaan aktiva.
Menurut Hanafi (2004:41) dalam Wulandari (2009) rasio nilai pasar adalah rasio
yang mengukur harga pasar saham perusahaan relative terhadap nilai bukunya. Sudut
6
pandang rasio ini lebih banyak berdasar pada sudut pandang investor ataupun calon
investor, meskipun pihak manajemen juga berkepentingan rasio ini. Adapun proxy yang
digunakan untuk mngukur rasio nilai pasar adalah Earning Per Share (EPS), dimana
Earning Per Share merupakan laba yang diterima investor dari per lembar saham yang
dimiliki. Semakin tinggi kemampuan perusahaan untuk mendistribusikan pendapatan
kepada pemegang saham, mencerminkan semakin besar keberhasilan usaha yang
dilakukannya.
Industri adalah suatu usaha atau kegiatan pengolahan bahan mentah atau barang
setengah jadi menjadi barang jadi yang memiliki nilai tambah untuk mendapatkan
keuntungan. Hasil industri tidak hanya berupa barang, tetapi juga dalam bentuk jasa.
Industri makanan dan minuman saat ini sangat mempunyai pengaruh dalam
perekonomian Indonesia. Saat sistem ekonomi telah mengglobal, persaingan ekonomi
dan bisnis di tingkat nasional ataupun dunia meningkat tajam. Semakin padatnya
populasi penduduk di Indonesia dari tahun ke tahun, akan membuat industri makanan
semakin berlomba-lomba mengejar pasar yang ada. Industri makanan dan minuman
merupakan salah satu industri yang berkembang dengan pesat di Indonesia, di mana
Industri ini merupakan kategori barang konsumsi. Adapun kegiatan utama dari industri
ini adalah menghasilkan produk berupa makanan dan minuman secara kontinyu atau
berkelanjutan. Hal ini bisa dilihat dari banyaknya jenis produk makanan dalam kemasan
siap saji dengan berbagai merek dan inovasi. Industri makanan dan minuman memiliki
prospek yang cukup bagus dan cenderung diminati oleh investor sebagai salah satu
target investasinya, di mana industri ini memiliki saham yang paling tahan terhadap
krisis ekonomi dari sektor lain karena dalam kondisi krisis ataupun tidak sebagian
produk makanan dan minuman tetap dibutuhkan. Dengan berkembangnya saham yang
dimiliki perusahaan, otomatis nilai perusahaan semakin terangkat dan memberikan
7
dampak positif bagi perusahaan. Untuk itu semakin baik suatu perusahaan mengelola
saham yang dimiliki maka semakin cepat pula perusahaan mendapatkan laba.
Pergerakan harga saham yang terjadi dalam industri makanan dan minuman
cenderung bertentangan dengan teori. Jika faktor fundamental perusahaan mengalami
peningkatan seiring dengan hutang dan aktiva yang seimbang, maka harga saham juga
akan ikut meningkat. Salah satunya dapat dilihat pada rasio profitabilitas di mana
meningkatnya rasio profitabilitas tidak diikuti dengan meningkatnya harga saham.
Berikut adalah data laporan keuangan dan harga saham industri makanan dan
minuman yang terdaftar di BEI periode 2009-2013.
Tabel 1.1. Data Penjualan Perusahaan Industri Makanan dan Minuman yang Terdaftar di BEI dari Tahun 2009-2013(dalam jutaan rupiah)
No Nama Perusahaan KodePenjualan
2009 2010 2011 2012 2013
1PT Akasha Wira International Tbk
ADES 134.438 218.748 299.409 476.638 502.524
2PT Tiga Pilar Sejahtera Food Tbk
AISA 533.194 705.220 1.752.802 2.747.623 4.056.735
3 PT Cahaya Kalbar Tbk CEKA 1.194.543 718.204 1.238.169 1.123.519 2.531.881
4 PT Delta Djakarta Tbk DLTA 740.681 547.816 564.051 719.952 867.067
5PT Indofood Sukses Makmur Tbk
INDF 37.397.319 38.403.360 45.768.144 50.201.548 57.731.998
6PT Multi Bintang Indonesia Tbk
MLBI 1.616.264 1.790.164 1.858.750 1.566.984 3.561.989
7 PT Mayora Indah Tbk MYOR 4.777.175 7.224.165 9.453.866 10.510.626 12.017.837
8 PT Prashida Aneka Niaga Tbk PSDN 592.354 928.526 1.246.290 1.305.116 1.279.553
9 PT Sekar Laut Tbk SKLT 276.387 314.138 344.435 401.724 567.098
10 PT Siantar Top Tbk STTP 627.115 762.613 1.027.684 1.283.736 1.694.935
11PT Ultrajaya Milk Industri and Trading Company Tbk
ULTJ 1.613.927 1.880.411 2.102.384 2.809.851 3.460.231
Sumber: Laporan Kuangan Industri Makanan dan Minuman periode 2009-2013
Berdasarkan Tabel 1.1 di atas nilai penjualan yang diperoleh perusahaan
cenderung meningkat. Hal ini menandakan bahwa masing-masing perusahaan memiiki
prospek yang baik untuk kedepannya. Dengan meningkatnya penjualan akan menambah
8
nilai perusahaan terutama dari sisi profitabilitas, dengan demikian semakin tinggi
penjualan suatu perusahaan, maka akan semakin besar kemungkinan perusahaan untuk
mendapatkan laba yang tinggi, yang nantinya akan berfungsi untuk menarik minat
investor sehingga mampu menaikkan harga saham suatu perusahaan.
Tabel 1.2. Laba Bersih Setelah pajak Perusahaan Industri Makanan dan Minuman yang Terdaftar di BEI dari Tahun 2009-2013 (dalam jutaan rupiah)
No Nama Perusahaan KodeLaba Bersih Setelah Pajak
2009 2010 2011 2012 2013
1PT Akasha Wira International Tbk
ADES 16.32
1 31.659 25.868 83.376 55.656
2PT Tiga Pilar Sejahtera Food Tbk
AISA 37.81
5 80.066 149.951 253.664 346.728
3 PT Cahaya Kalbar Tbk CEKA 49.493 29.562 96.305 58.344 64.871
4 PT Delta Djakarta Tbk DLTA 126.504 139.567 145.085 208.121 264.451
5PT Indofood Sukses Makmur Tbk
INDF2.726.30
9 4.016.793 5.017.425 4.871.745 5.161.247
6PT Multi Bintang Indonesia Tbk
MLBI 340.577 443.050 507.382 453.405 1.192.419
7 PT Mayora Indah Tbk MYOR 372.158 484.086 483.826 742.837 1.008.764
8PT Prashida Aneka Niaga Tbk
PSDN 32.450 12.919 23.858 25.623 21.322
9 PT Sekar Laut Tbk SKLT 12.786 4.843 9.765 12.654 17.433
10 PT Siantar Top Tbk STTP 41.072 42.631 42.675 74.626 114.437
11PT Ultrajaya Milk Industri and Trading Company Tbk
ULTJ 61.151 107.123 128.450 353.432 325.127
Sumber: Laporan Kuangan Industri Makanan dan Minuman periode 2009-2013
Berdasarkan Tabel 1.2 di atas terlihat bahwa laba bersih setelah pajak yang
diperoleh industri makanan dan minuman mengalami peningkatan tiap tahunnya pada
perusahaan dengan kode AISA, DLTA dan SKLT. Akan tetapi kenaikan laba tiap
tahunnya tidak diikuti oleh kenaikan harga saham seperti pada Tabel 1.5. Seharusnya
apabila laba perusahaan meningkat dengan asumsi unsur rasio yang lain tetap, maka
harga saham juga ikut meningkat. Sedangkan pada perusahaan lainnya laba yang
dihasilkan tiap tahunnya cenderung berfluktuatif dan harga saham yang dimiliki malah
cenderung meningkat tiap tahunnya.
Tabel 1.3 Total Modal Sendiri Perusahaan Industri Makanan dan Minuman yang Terdaftar di BEI dari Tahun 2009-2013 (dalam jutaan rupiah)
9
No Nama Perusahaan KodeModal Sendiri
2009 2010 2011 2012 2013
1PT Akasha Wira International Tbk
ADES 68.219 99.878 125.746 209.122 264.778
2PT Tiga Pilar Sejahtera Food Tbk
AISA 642.973 590.069 1.832.817 2.033.453 2.356.773
3 PT Cahaya Kalbar Tbk CEKA 301.503 308.752 405.058 463.402 528.274
4 PT Delta Djakarta Tbk DLTA 599.618 593.359 572.935 598.212 676.558
5PT Indofood Sukses Makmur Tbk
INDF 15.496.172 24.852.838 31.610.225 34.140.237 38.373.129
6PT Multi Bintang Indonesia Tbk
MLBI 105.343 471.368 530.268 329.853 987.533
7 PT Mayora Indah Tbk MYOR 1.581.755 1.991.295 2.424.669 3.067.850 3.893.900
8PT Prashida Aneka Niaga Tbk
PSDN 125.429 138.347 206.289 409.577 417.600
9 PT Sekar Laut Tbk SKLT 113.524 118.344 122.908 129.534 139.612
10 PT Siantar Top Tbk STTP 404.509 447.340 490.065 579.691 694.128
11PT Ultrajaya Milk Industri and Trading Company Tbk
ULTJ 1.191.582 1.297.952 1.351.971 1.676.519 2.015.145
Sumber: Laporan Kuangan Industri Makanan dan Minuman periode 2009-2013
Berdasarkan Tabel 1.3 di atas, modal sendiri atau total ekuitas pada industri
makanan dan minuman secara keseluruhan lebih cenderung mengalami peningkatan tiap
tahunnya. Semakin besar ekuitas yang dimiliki perusahaan, maka perusahaan tersebut
memiliki manajemen yang baik dalam mengelola aktiva yang dimiliki. Umumnya
investor akan menanamkan modalnya pada perusahaan yang memiliki manajemen yang
baik untuk menghindari kerugian atau mendapatkan deviden yang tinggi. Semakin
banyak investor yang menginvestasikan dananya maka nilai perusahaan akan meningkat
dan harga saham akan ikut meningkat sehingga pengembalian yang diterima investor
semakin tinggi. Pada Tabel 1.3 di atas peningkatan ekuitas yang terjadi tidak diikuti
oleh naiknya harga saham. Misalnya pada perusahaan dengan kode AISA, CEKA,
INDF dan lain-lain.
Tabel 1.4. Total Hutang Perusahaan Industri Makanan dan Minuman yang Terdaftar di BEI dari Tahun 2009-2013 (dalam jutaan rupiah)
10
No Nama Perusahaan KodeTotal Hutang
2009 2010 2011 2012 2013
1PT Akasha Wira International Tbk
ADES 110.068 224.615 190.302 179.972 176.286
2PT Tiga Pilar Sejahtera Food Tbk
AISA 925.857 1.346.881 1.757.492 1.834.123 2.664.051
3 PT Cahaya Kalbar Tbk CEKA 267.099 541.717 418.302 564.289 541.352
4 PT Delta Djakarta Tbk DLTA 160.808 115.225 123.231 147.095 190.483
5PT Indofood Sukses Makmur Tbk
INDF 24.886.781 22.423.117 21.975.708 25.249.168 39.719.660
6PT Multi Bintang Indonesia Tbk
MLBI 888.122 665.714 690.545 822.195 794.615
7 PT Mayora Indah Tbk MYOR 1.622.970 2.358.692 4.175.176 5.234.656 5.816.323
8 PT Prashida Aneka Niaga Tbk PSDN 179.861 221.094 215.077 273.034 264.232
9 PT Sekar Laut Tbk SKLT 82.678 81.125 91.345 120.298 162.312
10 PT Siantar Top Tbk STTP 452.103 201.934 444.701 670.149 775.930
11PT Ultrajaya Milk Industri and Trading Company Tbk
ULTJ 541.119 708.644 828.546 744.275 796.476
Sumber: Laporan Kuangan Industri Makanan dan Minuman periode 2009-2013
Pada Tabel 1.4 di atas total hutang industri makanan dan minuman secara
keseluruhan tiap tahunnya cenderung mengalami fluktuasi. Hutang merupakan salah
satu pertimbangan investor menanamkan modalnya pada suatu perusahaan. Semakin
tinggi hutang suatu perusahaan akan menambah kewaspadaan investor menanamkan
modalnya karena takut dana yang dimiliki akan ikut hangus atau malah tidak
mendapatkan keuntungan apapun. Hutang pada dasarnya memiliki dampak positif dan
negatif pada perusahaan. Dampak positif hutang bagi perusahaan salah satunya untuk
menghindari pajak yang tinggi dan mampu menambah modal perusahaan. Sedangkan
dampak negatifnya yakni beban bunga yang harus dibayar semakin besar dan mampu
menyebabkan perusahaan bangkrut. Pada Tabel 1.4 diatas, fluktuasinya sebagian hutang
perusahaan diikuti oleh meningkatnya harga saham misalnya pada perusahaan dengan
kode MYOR dan STTP. Seharusnya jika hutang semakin tinggi, investor akan takut
menanamkan modalnya sehingga nilai perusahaan mengalami penurunan yang diikuti
oleh harga saham itu sendiri.
11
Tabel 1.5. Harga Saham (*Closing Price) Perusahaan Industri Makanan dan Minuman yang Terdaftar di BEI dari Tahun 2009-2013 (dalam rupiah)
No Nama Perusahaan KodeHarga Saham
20092010 2011 2012 2013
1PT Akasha Wira International Tbk
ADES 640 1.620 1.010 1.900 2.000
2PT Tiga Pilar Sejahtera Food Tbk
AISA 332 721 495 1.080 1.430
3 PT Cahaya Kalbar Tbk CEKA 1.250 1.100 950 1.230 1.160
4 PT Delta Djakarta Tbk DLTA 62.000 120.000 111.500 255.000 380.000
5PT Indofood Sukses Makmur Tbk
INDF 3.550 4.875 4.600 5.850 6.600
6PT Multi Bintang Indonesia Tbk
MLBI 117.000 274.950 359.000 740.000 1.200.000
7 PT Mayora Indah Tbk MYOR 4.500 10.750 14.250 19.600 26.000
8PT Prashida Aneka Niaga Tbk
PSDN 148 80 310 205 150
9 PT Sekar Laut Tbk SKLT 150 140 140 180 180
10 PT Siantar Top Tbk STTP 220 385 690 1.140 1.550
11PT Ultrajaya Milk Industri and Trading Company Tbk
ULTJ 560 1.210 1.080 1.380 4.500
Sumber: finance.yahoo.com, ICMD
Berdasarkan Tabel 1.5 di atas terlihat harga saham beberapa perusahaaan
cenderung mengalami fluktuatif padahal penjualan mereka selalu meningkat seperti
pada Tabel 1.1, salah satunya terjadi pada PT Akhasa Wira International Tbk dan juga
dialami oleh beberapa perusahaan lainnya seperti PT Tiga Pilar Sejahtera Food Tbk, PT
Indofood Sukses Makmur Tbk dan perusahaan lainnya. Seharusnya, jika penjulalan
meningkat harga saham juga ikut meningkat.
Atas uraian di atas, maka penulis ingin meneliti tentang “Pengaruh Faktor
Fundamental Perusahaan terhadap Harga Saham Industri Makanan dan Minuman yang
Terdaftar di Bursa Efek Indonesia (Periode 2009-2013)”.
12
1.2. Identifikasi Masalah
Berdasarkan uraian latar belakang di atas, maka identifikasi permasalahan yang
terjadi adalah sebagai berikut:
1. Nilai penjualan perusahaan industri makanan dan minuman dari tahun ke tahun
cenderung mengalami peningkatan akan tetapi harga saham perusahaan
cenderung berfluktuasi.
2. Laba bersih setelah pajak dan total ekuitas yang dihasilkan perusahaan tiap
tahunnya cenderung meningkat tetapi tidak diikuti meningkatnya harga saham
pada perusahaan tertentu.
3. Total hutang perusahaan industri makanan dan minuman tiap tahunnya
cenderung mengalami fluktiasi, tetapi diikuti pada meningkatnya harga saham
pada perusahaan tertentu. Seharusnya jika hutang meningkat, harga saham akan
turun dengan asumsi unsur rasio yang lain tetap.
1.3. Perumusan Masalah
Berdasarkan identifikasi masalah di atas, maka dapat dirumuskan permasalahan
sebagai berikut
1. Apakah fakor fundamental perusahaan (ROE, CR, DER, TATO, EPS)
berpengaruh secara parsial terhadap harga saham industri makanan dan
minuman di BEI periode 2009-2013?
2. Apakah fakor fundamental perusahaan (ROE, CR, DER, TATO, EPS)
berpengaruh secara simultan terhadap harga saham industri makanan dan
minuman di BEI periode 2009-2013?
13
3. Variabel manakah yang berpengaruh dominan dari faktor fundamental
perusahaan terhadap harga saham industri makanan dan minuman di BEI
periode 2009-2013?
1.4. Tujuan Penelitian
Adapun tujuan penelitian ini berdasarkan rumusan masalah diata adalah sebagai
berikut:
1. Untuk menganalisis seberapa kuat pengaruh faktor fundamental perusahaan
(ROE, CR, DER, TATO, EPS) terhadap harga saham industri makanan dan
minuman di BEI periode 2009-2013 secara parsial.
2. Untuk menganalisis seberapa kuat pengaruh faktor fundamental perusahaan
(ROE, CR, DER, TATO, EPS) terhadap harga saham industri makanan dan
minuman di BEI periode 2009-2013 secara simultan.
3. Untuk mengetahui variabel mana dari faktor fundamental yang berpengaruh
dominan terhadap harga saham industri makanan dan minuman di BEI
periode 2009-2013.
1.5. Manfaat Penelitian
1. Secara akademis sebagai salah satu syarat untuk menyelesaikan studi dan
memperoleh gelar sarjana strata satu (S1) pada Fakultas Ekonomi Universitas
Mataram.
2. Secera Teoritis untuk menambah wawasan dan ilmu pengetahuan dalam bidang
harga saham dan faktor-faktor yang mempengaruhinya.
14
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Tinjauan Penelitan Terdahulu
Adapun penelitian terdahulu yang menjadi salah satu sumber pada penelitian
yang saya ajukan ini antara lain:
Penelitian yang dilakukan oleh Dhita Ayudia Wulandari (2009) dengan judul
penelitian "Analisis Faktor Fundamental Terhadap Harga Saham Industri Pertambangan
dan Pertanian di BEI" dimana penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh
faktor fundamental terhadap harga saham khususnya saham industri pertambangan dan
pertanian. Hasil Penelitian pada industri pertambangan menunjukkan seluruh variabel
independent berpengaruh signifikan terhadap harga saham baik secara parsial maupun
simultan. Sedangkan pada industri pertanian hanya variabel EPS, PER, BVS, ROI,
PBV, DER, serta Beta yang berpengaruh signifikan terhadap harga saham baik secara
simultan maupun parsial.
Penelitian yang dilakukan oleh Amanda WBBA, dan Wahyu Ario Pratomo
(2013) dengan judul penelitian "Analisis Fundamental dan Risiko Sistematik terhadap
Harga Saham Perbankan yang Terdaftar pada Indeks LQ 45" dimana penelitian ini
bertujuan mengetahui pengaruh aspek fundamental dan risiko sistematis terhadap harga
saham perbankan di indeks LQ 45. Hasil dari penelitian ini yaitu ROA berpengaruh
negatif dan tidak signifikan terhadap harga saham keenam bank yang terdaftar pada
Indeks LQ 45. ROE berpengaruh positif dan tidak signifikan terhadap harga saham
keenam bank yang terdaftar pada Indeks LQ 45. DER berpengaruh negatif dan
signifikan terhadap harga saham keenam bank yang terdaftar pada Indeks LQ 45. EPS
berpengaruh positif dan signifikan terhadap harga saham keenam bank yang terdaftar
pada Indeks LQ 45. PER berpengaruh positif dan signifikan terhadap harga saham
15
keenam bank yang terdaftar pada Indeks LQ 45. BETA berpengaruh negatif dan
signifikan terhadap harga saham keenam bank yang terdaftar pada Indeks LQ 45.
Selanjutnya adalah penelitian yang dilakukan oleh Rowland Bismark Fernando
(2008) dengan judul penelitian "Pengaruh Variabel Fundamental terhadap Harga Saham
Perusahaan Go Public di BEI". Adapun penelitian ini bertujuan menguji lima faktor
fundamental (pertumbuhan, profitabilitas, leverage, likuiditas, dan efisiensi) dan dua
rasio pasar (earning ratio, dan rasio harga laba) yang diperkirakan mempengaruhi harga
saham di beberapa kelompok industri manufaktur yang terdaftar di Bursa Efek Jakarta
dari tahun 2003-2006. Hasil penelitian ini dimana menggunakan regresi berganda
menunjukkan bahwa semua faktor fundamental dan rasio pasar memiliki pengaruh yang
signifikan secara simultan dan parsial di semua industri. EPS berpengaruh dominan
dalam enam industri yang diteliti.
Berdasarkan penelitian yang dilakukan Dhita Ayudia Wulandari (2009),
persamaannya dengan penelitian sekarang adalah sama-sama menggunakan jenis
penelitian asosiatif dengan metode analisis yang sama yaitu dengan menggunakan
regresi linier berganda. Adapun perbedaannya denga penelitian yang sekarang adalah
terdapat pada variabel peleitian dimana penelitian terdahulu menggunakan beta, BVS,
PER dan ROI. Sedangkan pada penelitian sekarang menggunakan variabel ROE, DER,
CR, TATO dan EPS.
Pada penelitian yang dilakukan Amanda WBBA dan Wahyu Ario Pratomo
(2013), persamaannya dengan penelitian sekarang yaitu sama-sama menggunakan jenis
penelitian asosiatif dimana penelitian tersebut bertujuan untuk mengetahui pengaruh
variabel independen terhadap variabel dependen serta menggunakan metode yang sama
yakni regresi linier berganda. Sedangkan perbedaanya dengan penelitian sekarang
16
adalah pada variabel penelitian yang digunakan, dimana penelitian terdahulu
menggunakan PER dan EPS saja sebagai pengaruh terhadap harga saham.
Sedangkan penelitian yang dilakukan oleh Rowland Bismark Fernando (2008),
persamaannya dengan penelitian sekarang terdapat pada jenis penelitian, variabel
penelitian dan metode analisis data yang digunakan. Dimana jenis penelitian yang
digunakan adalah asosiatif dengan menggunakan rasio profitabilitas, leverage, aktivitas,
likuiditas dan nilai pasar sebagai variabel penelitian. Adapun metode analsis yang
digunakan yaitu regresi linier berganda dengan menggunakan program SPSS.
2.2. Tinjauan Teoretis
2.2.1. Analisis Fundamental
Analisis fundamental merupakan analisis yang mencoba memperkirakan
harga saham dimasa yang akan datang dengan mengestimasi nilai faktor-faktor
fundamental yang mempengaruhi harga saham di masa yang akan datang dan
menerapkan hubungan variabel-variabel tersebut sehingga diperoleh taksiran
harga saham (Husnan, 2009:307). Menurut Kodrat (2010:203) analisis
fundamental menitik beratkan pada data-data kunci dalam laporan keuangan
perusahaan untuk memperhitungkan apakah harga saham sudah diapresiasi
secara akurat. Untuk melakukan analisis fundamental, ada tiga tahapan analsis
yang dapat dilakukan diantaranya; analisis makro ekonomi, analisis industri dan
analsis perusahaan.
(1) Analisis Makro Ekonomi
Analisis kondisi makro ekonomi bertujuan untuk mengetahui jenis serta
prospek bisnis suatu perusahaan. Aktivitas ekonomi akan mempengaruhi laba
perusahaan. Apabila tingkat pertumbuhan ekonomi suatu negara rendah, pada
17
umumnya tingkat laba yang dicapai oleh suatu perusahaan juga akan rendah.
Jadi lingkungan ekonomi yang sehat, akan sangat mendukung perkembangan
perusahaan. Dalam analisis ekonomi ini terdapat banyak variabel yang
bersifat makro, antara lain; pendapatan nasional, kebijakan moneter dan
fiskal, tingkat bunga, dan sebagainya. Menurut Husnan (2009:311) kondisi
perekonomian akan mempengaruhi kondisi pasar , begitu juga sebaliknya
kondisi pasar akan mempengaruhi para pemodal. Apabila pasar membaik atau
memburuk, umumnya saham-saham juga akan terpengaruh dengan arah yang
sama.
(2) Analisis Industri
Analisis industri berkaitan dengan kelemahan dan kekuatan jenis industri
perusahaan yang bersangkutan (Sunariyah, 2010:177). Setiap industri
dianalisis dari penelaahan berbagai data yang menyangkut tentang penjualan,
laba, deviden, struktur modal, jenis produk yang dihasilkan dan sebagainya.
Untuk melakukan analisis industri langkah pertama yang dapat dilakukan
adalah dengan mengidenftifikasikan tahap kehidupan produknya. Kemudian
menganalisis industri dalam kaitannya dengan kondisi perekonomian. Setelah
itu melakukan analisis kualitatif terhadap industri tersebut untuk membantu
pemodal menilai prospek industri di masa yang akan datang (Husnan,
2009:322).
(3) Analisa Perusahaan
Analisis perusahaan berkaitan kinerja perusahaan yang diukur dari
efektifitas dan efesiensi perusahaan (Sunariyah, 2010, 177). Menurut Kodrat
(2010: 229) untuk menganalisa perusahaan dapat digunakan tiga metode
18
yaitu; analisa cross section, analisa common size, dan analisa laporan
keuangan.
1. Analisis Cross Section
Menurut Kodrat (2010:230) analisis cross section merupakan
analisis yang digunakan untuk mengetahui kondisi industri, manakah
industri yang sedang mengalami trend yaitu industri yang sedang
booming, industri yang sedang lesu dan industri yang stagnan. Analisis
ini juga digunakan sebagai tolok ukur kinerja perusahaan (benchmark).
2. Analisis Common Size
Pada common size analysis, seluruh item pada laporan rugi laba
dibagi dengan penjualan dan seluruh item pada neraca dibagi dengan
total aktiva (Kodrat, 2010:231). Tujuan dari common size analysis adalah
memungkinkan kitauntuk membandingkan neraca serta laporan rugi laba
dari waktu ke waktu antar beberapa perusahaan.
3. Analisis Rasio Keuangan
Analisis rasio keuangan adalah salah satu alat untuk menganalisa
keadaan keuangan perusahaan. Adapun tujuan dari perhitungan rasio
keuangan adalah untuk mengetahui pergerakan keuangan suatu
perusahaan dengan kata lain untuk melihat kinerja perusahaan dari aspek
keuangan apakah berjalan dengan baik atau tidak. Menurut Atmaja
(2008) rasio keuangan yang sering digunakan adalah rasio profitabilitas,
rasio likuiditas, rasio leverage, rasio aktivitas dan rasio nilai pasar.
Berikut adalah penjelasan mengenai masing-masing rasio yang
digunakan:
19
a. Rasio Profitabilitas
Rasio Profitabilitas adalah rasio yang mengukur kemampuan
perusahaan dalam mencari keuntungan (Kasmir, 2013:196). Rasio ini
juga memberikan ukuran tingkat efektifitas manajemen suatu
perusahaan. Intinya adalah penggunaan rasio ini menunjukkan efisiensi
perusahaan. Ada banyak cara yang digunakan untuk mengulur rasio
profitabilitas ini seperti; Return On Asset, Return On Equity, Net Profit
Margin, Profit Margin dan sebagainya. Dalam penelitian ini peneliti
menggunakan Return On Equity sebagai landasan untuk mengetahui
pengaruh rasio profitabilitas terhadap harga saham karena ROE
berkaitan dengan modal suatu perusahaan. Biasanya investor lebih
cenderung melihat modal yang dimiliki oleh perusahaan karena investor
bertindak sebagai pemegang saham.
Return On Equity merupakan rasio yang digunakan untuk
mengukur kinerja manajemen perusahaan dalam mengelola modal yang
tersedia untuk menghasilkan laba (Kasmir 2013:204). Semakin besar
ROE, semakin besar pula tingkat keuntungan yang dicapai perusahaan
sehingga kemungkinan suatu perusahaan dalam kondisi bermasalah
semakin kecil. Rasio ini banyak diamati oleh para pemegang saham
perusahaan serta para investor di pasar modal yang ingin membeli
saham.Kenaikan dalam rasio ini berarti terjadi kenaikan laba bersih dan
kenaikan laba tersebut akan menyebabkan kenaikan harga saham
perusahaan.
20
b. Rasio Likuiditas
Rasio likuiditas adalah kemampuan suatu perusahaan untuk
memenuhi kewajiban keuangannya yang harus segera dipenuhi (jatuh
tempo) dan membayar tepat pada waktunya (Kodrat, 2010:236).
Semakin tinggi rasio likuiditas perusahaan semakin tinggi pula
kemampuan perusahaan untuk membayar kewajibannya. Rasio
likuiditas pada umumnya dihitung dengan menggunakan Current Ratio,
Quick Ratio, dan Cash Ratio. Current Ratio digunakan untuk mengukur
kemampuan aktiva lancar menutup hutang lancar. Quick Ratio
digunakan untuk mengukur kemampuan aktiva lancar kecuali
persediaan untuk menutup hutang lancar. Dan Cash Ratio digunakan
untuk mengukur kemampuan kas dan surat berharga untuk menutup
hutang lancar.
c. Rasio Leverage
Ratio Leverage mengukur seberapa banyak perusahaan
menggunakan hutang. Rasio Leverage sering disebut dengan rasio
solvabilitas (Kasmir, 2013:150). Umumnya rasio solvabilitas yang
sering digunakan adalah Debt to Equity Ratio (DER). Semakin besar
DER menunjukkan bahwa struktur modal lebih banyak memanfaatkan
hutang dibandingkan dengan modal sendiri.
Menurut Riyanto dalam Susilowati (2011), "Pembiayaan dengan utang, memiliki 3 implikasi penting (1) memperoleh dana melalui utang membuat pemegang saham dapat mempertahankan pengendalian atas perusahaan dengan investasi yang terbatas, (2) kreditur melihat ekuitas, atau dana yang disetor pemilik, untuk memberikan margin pengaman, sehingga jika pemegang saham hanya memberikan sebagian kecil dari total pembiayaan, maka risiko perusahaan sebagian besar ada pada kreditur; (3) jika
21
perusahaan memperoleh pengembalian yang lebih besar atas investasi yang dibiayai dengan dana pinjaman dibanding pembayaran bunga, maka pengembalian atas modal pemilik akan menjadi lebih besar. Akan tetapi, jika pengembalian yang diperoleh atas investasi yang dibiayai dengan dana pinjaman dibandingkan dengan bunga, maka pengembalian atas modal pemilik semakin kecil."
d. Rasio Aktivitas
Menurut Kasmir (2013:172) rasio aktivitas merupakan rasio yang
menunjukkan keefektifan sebuah perusahaan dalam menggunakan
aktiva yang dimilikinya. Rasio ini digunakan untuk menilai seberapa
efisien perusahaan dapat memanfaatkan dan mengelola sumber daya
yang dimiliki perusahaan. Ukuran penilaian dalam rasio ini adalah
semakin tinggi rasio ini, semakin baik perusahaan mengelola sumber
aktiva yang dimiliki. Jenis rasio aktivitas adalah Inventory Turnover,
Receivable Turnover, Fixed Asset Turnover, Total Asset turnover, dan
Working Capital Turnover.
e. Rasio Nilai Pasar
Menurut (Hanafi, 2004:41) rasio nilai pasar adalah rasio yang
mengukur harga pasar saham perusahaan relative terhadap nilai
bukunya. Sudut pandang rasio ini lebih banyak berdasar pada sudut
pandang investor ataupun calon investor, meskipun pihak manajemen,
juga berkepentingan rasio ini. Rasio nilai pasar terdiri dari Earning Per
Share, Prices Earning Ratio, Market to Book Value Ratio, Deviden
Yield Ratio,dan Deviden Payout Ratio. Dalam Penelitian ini skala
pengukuran rasio nilai pasar adalah Earning Per Shares. Menurut Alwi
(2003:77) dalam Wulandari (2009), Earning Per Share (EPS) biasanya
22
menjadi perhatian pemegang saham pada umumnya atau calon
pemegang saham dan manajmen. EPS menunjukan jumlah uang yang
dihasilkan (return) dari seti lembar saham. Semakin besar nilai EPS
semakin besar keuntungan yang diterima pemegang saham.
Seorang investor membeli dan mempertahankan saham suatu
perusahaan dengan harapan akan memperoleh deviden atau capital
gain. Laba biasanya menjadi dasar penentuan pembayaran deviden dan
kenaikan harga saham di masa mendatang. Oleh karena itu, para
pemegang saham biasanya tertarik dengan angka EPS yang dilaporkan
perusahaan.
2.2.2. Harga Saham
Harga saham adalah uang yang dikeluarkan untuk memperoleh bukti
penyertaan atau pemilikan suatu perusahaan (Anoraga, 2006:100 dalam Hadi
2013). Harga saham yang ditinggi mengindikasikan bahwa saham tersebut aktif
diperdagangkan, dan apabila suatu saham aktif diperdagangkan maka dealer
tidak akan lama menyimpan saham yang sebelum diperdagangkan.
Menurut Susanto (2002:12) harga saham adalah harga yang ditentukan secara lelang dan kontinyu. Sedangkan menurut Sartono (2001:70) harga pasar saham terbentuk melalui mekanisme permintaan dan penawaran dipasar modal. Harga pasar menunjukkan seberapa baik manajemen menjalankan tugasnya atas nama pemegang para pemegang saham. Pemegang saham yang tidak puas dengan kinerja perusahaan dapat menjual saham yang mereka miliki dan menginvestasikan uangnya di perusahaan lain. Tindakan-tindakan tersebut jika dilakukan oleh para pemegang saham akan mengakibatkan turunnya harga saham dipasar, karena pada dasarnya tinggi rendahnya harga saham lebih banyak dipengaruhi oleh pertimbangan pembeli dan penjual tentang kondisi internaldan eksternal perusahaan. Hal ini berkaitan dengan analisis sekuritas yang umumnya dilakukan investor sebelum membeli dan menjual saham.
23
Menurut Hin (2001:27 dalam Hadi 2013) terdapat enam istilah mengenai harga saham, yaitu sebagai berikut:
Open (pembukaan) yaitu harga terjadi pada transaksi pertama suatu saham.
Close (penutupan) yaitu harga terjadi pada transaksi terakhir suatu saham.
High (tertinggi) harga tertinggi transaksi yang tecapai pada suatu saham.
Low (rendah) yaitu harga terendah yang tercapai pada suatu saham.
Bid (minat beli) yaitu harga jual yang diminati pembeli untuk melakukan transaksi.
Ask (minat jual) yaitu harga jual yang diminati penjual untuk melakukan transaksi.
Adapun harga saham yang digunakan dalam penelitian ini adalah closing
price bulan Desember untuk setiap tahun penelitian. Harga saham di pasar akan
menentukan nilai suatu perusahaan. Demikian juga nilai perusahaan yang
berarti kinerja dan kesehatan perusahaan juga mempengaruhi harga sahamnya.
Kesehatan perusahaan adalah jaminan investor untuk memprediksi keuntungan
yang akan diterimanaya di masa mendatang. Apabila kinerja perusahaan baik,
tentu keuntungan investor dalam pembagian deviden akan bertambah dan harga
sahamnya akan semakin tinggi.
Investor melakukan penilaian terhadap harga saham dengan
membandingkan nilai intrinsik perusahaan dengan harga saham. Sehingga
dapat diketahui harga saham overvalued atau undervalued. Upaya untuk
merumuskan cara menghitung harga saham dilakukan dengan analisis dengan
tujuan mendapatkan pengembalian yang memuaskan dengan memperhatikan
faktor-faktor yang mempengaruhi harga saham tersebut (Halim,2005:20 dalam
Pratomo dan Amanda 2013).
24
Menurut Husnan (1996) seperti yang dikutip oleh Resmi (2002) faktor-
faktor yang mempengaruhi harga saham dipasar adalah:
Harapan investor terhadap tingkat keuntungan dividen untuk masa yang akan datang. Jika pendapatan atau deviden suatu saham stabil maka harga saham cenderung stabil. Sebaliknya, jika pendapatan atau deviden suatu saham berfluktuasi maka harga saham cenderung berfluktuasi pula.
Tingkat pendapatan perusahaan. Tingkat pendapatan perusahaan yang tercermin dari EPS terkait erat dengan peningkatan harga saham. Apabila fluktuasi EPS tinggi maka tinggi pula perubahan harga saham pasarnya.
Kondisi perekonomian. Kondisi perekonomian saat ini dan sekarang salah satunya dipengaruhi oleh kondisi ekonomi masa lalu dan saat ini. Apabila kondisi perekonomian stabil dan mantap maka investor optimis terhadap kondisi perekonomian yang akan datang sehingga harga saham cenderung stabil dan sebaliknya.
Selain itu faktor yang mempengaruhi harga saham menurut Weston dan Brigham (1993:26-27 dalam Susaningrum,2010) adalah proyeksi laba, tingkat risiko dari proyeksi laba, proporsi hutang perusahaan terhadap ekuitas, serta kebijakan pembagian dividen. Faktor lain yang dapat mempengaruhi pergerakan harga saham adalah keadaan eksternal seperti kegiatan perekonomian pada umumnya, pajak, keadaan bursa saham.
2.2.3. Hubungan Profitabilitas (ROE) dengan Harga Saham
ROE merupakan rasio profitabilitas atau yang lebih dikenal dengan
rentabilitas modal sendiri, yaitu rasio antara laba bersih setelah pajak terhadap
modal sendiri (equity) yang berasal dari setoran modal pemilik, laba ditahan
dan cadangan lain yang dikumpulkan perusahaan. Semakin tinggi ROE
menunjukkan semakin efisien perusahaan dalam menggunakan modal sendiri
untuk menghasilkan laba atau keuntungan bersih. ROE digunakan untuk
mengukur tingkat kembalian perusahaan atau efektivitas perusahaan di dalam
menghasilkan keuntungan dengan memanfaatkan ekuitas (shareholders’
equity) yang dimiliki oleh perusahaan. Keterkaitan antara return on equity
25
(ROE) dengan harga saham dikemukakan oleh Higgins (1990: 59) menjelaskan
bahwa adanya hubungan yang positif antara ROE dan harga saham perusahaan
yang dapat meningkatkan nilai buku (book value) saham perusahaan. Jadi
antara ROE dengan harga saham mempunyai hubungan positif, dimana ROE
yang tinggi cenderung meningkatkan harga saham.
2.2.4. Hubungan Likuiditas (CR) dengan Harga Saham
Rasio likuiditas merupakan rasio yang mengukur tingkat
kemampuan perusahaan dalam memenuhi kewajiban jangka pendek yang
telah jatuh tempo. Sebagai indicator maka digunakan current ratio yang dapat
mengukur kemampuan perusahaan membayar kewajiban jangka pendek
atau utang yang segera jatuh tempo pada saat ditagih secara keseluruhan.
Dengan kata lain, seberapa banyak aktiva lancar yang tersedia untuk
menutupi kewajiban jangka pendek yang segera jatuh tempo. Rasio lancar
dapat pula dikatakan sebagai bentuk untuk mengukur tingkat keamanan
(margin of safety ) suatu perusahaan.
Menurut Sawir (2005:9) menyatakan bahwa CR yang rendah akan berakibat pada menurunnya harga pasar saham perusahaan bersangkutan, namun CR terlalu tinggi belum tentu baik karena pada kondisi tertentu hal tersebut menunjukkan banyak dana perusahaan yang menganggur (aktivitas sedikit) yang pada akhirnya dapat mengurangi kemampuan laba perusahaan
. Senada dengan Sawir, Prastowo (1995) dalam Malintan (2011)
mengungkapkan CR yang tinggi dapat disebabkan adanya piutang yang tidak
tertagih dan persediaan yang belum terjual, yang tentunya tidak dapat
digunakan secara cepat untuk membayar utang lancarnya. Dari argumen
tersebut dapat disimpulkan bahwa aset lancar yang bernilai cukup besar yang
dalam hal ini digunakan sebagai pembilang dalam perhitungan CR bisa saja
26
lebih didominasi oleh komponen piutang yang tidak tertagih dan persediaan
yang belum terjual yang nilai dari kedua komponen ini lebih tinggi dari pada
nilai komponen aset lancar lainnya yang digunakan untuk membayar utang
lancar. jika hal ini terjadi tentu rasio CR suatu perusahaan akan tinggi dan
mengakibatkan seakan-akan perusahaan berada dalam kondisi yang likuid.
2.2.5. Hubungan Leverage (DER) dengan Harga Saham
Menurut Bringham dan Houston (2006:17), semakin tinggi risiko dari
penggunaan lebih banyak utang akan cendrung menurunkan harga saham.
Investor perlu memperhatikan kesehatan perusahaan melalui perbandingan
antara modal sendiri dan modal pinjaman. Jika modal sendiri lebih besar dari
modal pinjaman, maka perusahaan tidak akan mudah bangkrut (Samsul,
2006:204 dalam Malintan 2011). Dari beberapa penjelasan di atas dapat
disimpulkan bahwa semakin tinggi DER menunjukkan komposisi total utang
semakin besar dibanding dengan total modal sendiri sehingga meningkatkan
tingkat risiko yang diterima investor.
2.2.6. Hubungan Aktivitas (TATO) dengan Harga Saham
Total Asset Turnover (TATO). merupakan rasio yang mengukur tingkat
efisiensi dan efektivitas dari perputaran maupun pemanfaatan total aktiva
dalam menghasilkan penjualan. Rasio ini menunjukkan banyaknya penjualan
yang dapat diperoleh perusahaan untuk tiap rupiah yang telah ditanamkan pada
aktiva perusahaan. Semakin tinggi rasio ini semakin baik bagi perusahaan
karena rasio ini mengukur kemampuan modal yang diinvestasikan oleh
perusahaan untuk menghasilkan pendapatan sehingga dapat meningkatkan
harga saham (Pertiwi,2013).
27
2.2.7. Hubungan Nilai Pasar (EPS) dengan Harga Saham
Pendapatan per lembar saham (Earning Per Share) merupakan total
keuntungan yang diperoleh investor untuk setiap lembar sahamnya. Total
keuntungan tersebut diukur dari rasio antar laba bersih setelah pajak (earning
tax-EAT) terhadap jumlah lembar saham yang beredar (Kasmir, 2013). Laba
bersih yang diperhitungkan tersebut setelah dikurangi dengan dividen untuk
para pemegang saham minoritas (preffered stock). Apabila Earnings per Share
(EPS) perusahaan tinggi maka akan semakin banyak investor yang mau
membeli saham tersebut sehingga menyebabkan harga saham akan tinggi
(Dharmastuti, 2004).
Munawir (2001) dalam Martono (2009) menyebutkan bahwa earning per
share (laba per lembar saham) biasanya merupakan indikator laba yang
diperhatikan oleh para investor. Earning per share adalah salah satu indikator
pendapatan sehingga berpengaruh positif dan signifikan terhadap pergerakan
harga saham (Taufik, 2002 dalam Martono, 2009). Semakin tinggi laba setelah
pajak yang dihasilkan perusahaan maka semakin besar earning per share
perusahaan (Subiyantoro dan Andreani, 2001 dalam Martono, 2009). Dalam
jangka pendek, rencana pembelian kembali saham mungkin dapat menutupi
kondisi perusahaan yang sebenarnya. Namun hal itu akan mengurangi
kepercayaan pemodal terhadap perusahaan, meskipun bagi pemodal
pendapatannya sendiri dari saham tersebut meningkat. Akibatnya permintaan
akan saham tersebut menurun dan harga saham juga mengalami penurunan
(Ang, 1997 dalam Arista 2012).
Keterangan :
: Simultan
: Parsial
: Dominan
28
2.3. Kerangka Konseptual Penelitian
Gambar 2.1 Kerangka Konseptual Penelitian
2.4. Hipotesis
Berdasarkan dari kerangka konseptual di atas, peneliti mengajukan hipotesis
sebagai berikut:
1. Diduga bahwa faktor fundamental perusahaan (ROE, CR, DER, TATO,
EPS) berpengaruh signifikan secara parsial terhadap harga saham industri
makanan dan minuman di BEI periode 2009-2013.
2. Diduga bahwa faktor fundamental perusahaan (ROE, CR, DER, TATO,
EPS) berpengaruh signifikan secara simultan terhadap harga saham
industri makanan dan minuman di BEI periode 2009-2013.
Return On Equity (ROE)
X1
Current Ratio (CR)
X2
Debt to Equity Ratio (DER)
X3
Earnings Per Share (EPS)
X4
HARGA SAHAMY
Total Asset Turnover (TATO)
X5
Var
iabe
l Fun
dam
enta
l Per
usah
aan
29
3. Diduga bahwa variabel Earning Per Shares memiliki Pengaruh dominan
diantara variabel fundamental perusahaan lainnya terhadap harga saham
perusahaan industri makanan dan minuman yang terdaftar di BEI periode
2009-2013.
30
BAB III
METODE PENELITIAN
3.1. Jenis Penelitian
Penelitian ini adalah penelitian asosiatif dengan pendekatan kuantitatif.
Hubungan yang digunakan dalam penelitian ini adalah hubungan kausal yaitu hubungan
yang bersifat sebab akibat. Jadi di sini ada variabel independen (variabel yang
mempengaruhi) dan variabel dependen (variabel yang dipengaruhi) (Sugiyono,2013).
3.2. Objek Penelitian
Penelitian ini dilakukan pada perusahaan yang tergolong industri makanan dan
minuman yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia (BEI) periode 2009-2013. Penelitian
ini dilakukan mengingat populasi penduduk di Indonesia selalu meningkat tiap
tahunnya yang menyebabkan jumlah pangan yang dibutuhkan juga meningkat. Oleh
karena itu industri makanan dan minuman di BEI menjadi pertimbangan sebagai objek
pada penelitian ini untuk melihat pergerakan harga saham dengan meningkatnya jumlah
penduduk di Indonesia.
3.3. Metode Pengumpulan Data
Metode pengumpulan data yang digunakan adalah metode sampel survei.
Menurut Nazir (1999:325) dalam Hayati (2005), sampel survei adalah suatu prosedur
dalam mana hanya sebagian dari populasi saja yang diambil dan dipergunakan untuk
menentukan sifat serta ciri yang dikehendaki dari populasi. Survei dalam hal ini
bukanlah survei lapangan melainkan survei pustaka. Penelitian ini dilakukan untuk
menelaah kasus tertentu yaitu pengaruh faktor fundamental perusahaan industri
31
makanan dan minuman yang terdaftar di Bursa Efek Indonesa (BEI) periode 2009-2013,
di mana pada penelitian ini digunakan sebelas perusahaan makanan dan minuman.
3.4. Populasi dan Sampel
Adapun populasi dalam penelitian ini adalah industri makanan dan minuman
yang terdaftar di BEI periode 2009-2013 yaitu sebanyak 16 perusahaan. Teknik
pengambilan sampel yang digunakan adalah Purposive Sampling dimana hanya 11 dari
16 perusahaan industri makanan dan minuman yang terdaftar di BEI periode 2009-2013
yang menjadi sampel.
Adapun kriteria pengambilan sampel dalam penelitian ini antara lain:
Perusahaan yang berturut-turut offering di Bursa Efek Indonesia dari tahun
2009-2013.
Perusahaan memiliki laporan keuanga yang lengkap dari tahun 2009-2013.
3.5. Teknik Pengumpulan Data
Teknik pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah
dokumentasi, yaitu pengumpulan data dengan cara melihat dan mencatat dokumen –
dokumen yang berkaitan dengan judul yang dibahas.
3.6. Jenis dan Sumber Data
Jenis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah :
1. Data kuantitatif
Data kuantitatif yaitu data yang dapat dihitung atau diukur dengan angka-
angka. Data kuantitatif yang digunakan adalah data laporan keuangan dari
semua industri makanan dan minuman yang terdaftar di BEI tahun 2009-
2013.
32
2. Data kualitatif
Data kualitatif merupakan data dalam bentuk kalimat atau keterangan
karena data ini tidak dapat dijelaskan dalam bentuk angka-angka
melainkan dalam bentuk penjelasan/uraian (besarnya tidak dapat diukur).
Dalam penelitian ini data kualitatifnya seperti profil perusahaan serta
keterangan lain yang berkaitan dengan penelitian ini.
Sumber data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder, yaitu
data penelitian yang diperoleh secara tidak langsung melalui media perantara
(dihasilkan pihak lain). Data sekunder pada umumnya berbentuk catatan atau laporan
data dokumentasi oleh lembaga tertentu yang dipublikasikan. Dalam penelitian ini
peneliti memperoleh data dari website www. idx.com dan finance.yahoo.com. Data
sekunder yang diperoleh adalah data laporan keuangan dari semua industri makanan dan
minuman yang terdaftar di BEI tahun 2009-2013.
3.7. Identifikasi Variabel
Berdasarkan permasalahan yang telah dirumuskan dan landasan teori yang
dijabarkan, maka variabel-variabel dalam penelitian ini adalah :
1. Return On Equity
2. Current Ratio
3. Debt to Equity Ratio
4. Total Asset Turnover
5. Earning Per Shares
6. Harga saham
33
3.8. Klasifikasi Variabel
a. Variabel Independen:
ROE (Return On Equity)
CR (Current Ratio)
DER (Debt to Equity Ratio)
TATO (Total Asset Turnover)
EPS (Earnings Per Share)
b. Variabel Dependen:
Harga Saham
3.9. Definisi Operasional Variabel
Adapun Definisi dari masing-masing variabel diatas adalah:
1. Return On Equity ( ROE ) merupakan perbandingan laba bersih setelah pajak
terhadap modal sendiri yang dimilki (Kasmir, 2013:204). ROE merupakan
rasio keuangan yang digunakan untuk mengukur tingkat profitabilitas dari
ekuitas. Semakin besar hasil ROE maka kinerja perusahaan semakin baik.
Unsur dari laba bersih setelah pajak diperoleh dari pendapatan usaha
dikurangi dengan beban pokok penjualan dan biaya-biaya yang dikeluarkan
perusahaan, seperti biaya administrasi dan umum, biaya keuangan dan pajak.
Laba bersih setelah pajak terdapat dalam laporan laba-rugi, sedangkan unsur
modal sendiri terdiri dari modal saham, tambahan modal disetor, saldo laba
(ditentukan penggunaannya dan belum ditentukan penggunaannya), dan
kepentingan non pengendali. Modal sendiri terdapat dalam neraca pada sisi
pasiva. Adapun satuan pengukuran ROE adalah dalam betuk persen.
34
2. Current Ratio merupakan perbandingan antara aktiva lancar dengan hutang
lancar (Kasmir, 2013:135). Rasio ini berfungsi untuk mengetahui sejauh
mana peruahaan mampu membayar hutang atau kewajiban yang dimiliki.
Semakin besar niali rasio ini maka semakin besar pula kemampuan
perusahaan untuk melunasi hutang uang dimiliki. Rasio ini juga menjadi
salah satu pertimbangan bagi investor untuk berinvestasi. Unsur dari aktiva
lancar terdiri dari kas, piutang, persediaan, investasi jangka pendek, dan biaya
dibayar dimuka. Sedangkan unsur dari hutang lancar adalah hutang jangka
pendek atau hutang yang kurang dari satu tahun. Satuan ukur CR adalah
persen.
3. Debt Equity Ratio (DER), merupakan perbandingan antara ekuitas dan
hutang, serta seberapa jauh perusahaan mengelola hutang yang dimiliki
(Kasmir, 2013:158). Rasio ini berfungsi untuk melihat seberapa kuat
perusaahaan dalam melunasi hutang. Shubiri (2012) menyatakan bahwa
peningkatan total rasio hutang memiliki dampak yang dapat menyebabkan
investasi yang rendah dalam perusahaan dengan pertumbuhan yang tinggi
dengan kesempatan melakukan investasi. Unsur dari hutang terdiri dari
hutang jangka pendek (pinjaman jangka pendek, hutang usaha, hutang
dividend, hutang pajak, beban masih harus dibayar, hutang bank, dan hutang
sewa) dan hutang jangka panjang (kewajiban pajak tangguhan, kewajiban
imbalan kerja, hutang bank, dan hutang sewa). Total hutang ini terdapat
dalam neraca pada sisi pasiva, sedangkan total modal sendiri terdiri dari
modal saham, tambahan modal disetor-bersih, saldo laba (ditentukan
penggunaannya dan belum ditentukan penggunaannya), dan kepentingan non
35
pengendali. Total modal sendiri terdapat dalam neraca pada sisi pasiva. Untuk
mengukur Debt to Equity Ratio digunakan satuan persen.
4. Total Asset Turnover merupakan rasio yang menunjukkan kemampuan
perusahaan untuk menciptakan penjualan dengan menggunakan seluruh
aktiva yang dimilikinya (Kasmir, 2013:186). Rasio ini juga menunjukkan
efektivitas perusahaan dalam mengelola komponen elemen aktiva itu sendiri.
Semakin tinggi perputaran asset suatu perusahaan, maka perusahaan
menunjukkan manajemen yang baik dalam pengelolaan aktiva. Dengan
demikian, semakin efisien perusahaan dalam mengolah assetnya akan
menambah minat investor untuk berinvestasi didalamnya. Unsur dari
penjualan adalah penjualan bersih yang diperoleh dari penjualan kotor
dikurangi dengan retur penjualan dan potongan penjualan, sedangkan untuk
total aktiva adalah total aktiva yang dimiliki perusahaan baik dari aktiva tetap
maupun aktiva tidak tetap. Satuan ukur TATO adalah dalam bentuk kali.
5. EPS (Earnings Per Share) merupakan perbandingan antara jumlah Earning
After Tax (EAT) dengan jumlah saham yang beredar. EPS merupakan salah
satu rasio keuangan yang sering digunakan oleh investor untuk menganalisa
kemampuan perusahaan menghasilkan laba berdasarkan saham yang dimiliki.
EPS merupakan komponen penting yang harus diperhatikan dalam analisa
perusahaan, karena informasi EPS suatu perusahaan menunjukkan besarnya
laba bersih perusahaan yang siap dibagikan kepada semua pemegang saham
dengan kata lain menggambarkan prospek pendapatan perusahaan di masa
mendatang. Satuan ukur EPS yakni dalam bentuk rupiah.
36
6. Harga saham adalah uang yang dikeluarkan untuk memperoleh bukti
penyertaan atau pemilikan suatu perusahaan. Harga saham yang ditinggi
mengindikasikan bahwa saham tersebut aktif diperdagangkan, dan apabila
suatu saham aktif diperdagangkan maka dealer tidak akan lama menyimpan
saham yang sebelum diperdagangkan. Satuan ukur harga saham adalah dalam
bentuk rupiah.
3.10. Prosedur Analisis Data
Untuk memecahkan masalah yang diajukan, maka teknik analisis data yang
digunakan ada 2, yaitu :
3.10.1. Analisis Rasio Keuangan
Untuk menguji hipotesis pertama, langkah yang harus digunakan adalah
dengan menghitung rasio keuangan baik dari rasio profitabilitas, rasio likuiditas,
rasio leverage, rasio aktivitas, dan rasio nilai pasar dari masing masing perusahaan
yang tergolong industri makanan dan minuman di BEI tahun 2009-2013. Adapun
untuk menghitung masing-masing rasio tersebut menurut Kasmir (2013) adalah
sebagai berikut:
1. Menghitung Return On Equity
ReturnOn Equity (ROE)=Laba Bersih SetelahPajak (EAT )
Modal Sendiri
2. Menghitung Current Ratio
Current Ratio= Aktiva LancarHutang Lancar
37
3. Menghitung Debt to Equity Ratio
Debt ¿ Equity Ratio= Total HutangTotal Modal Sendiri
x 100 persen
4. Menghitung Total Asset Turnover
Total Assets Turnover= PenjualanTotal Aktiva
5. Menghitung Earning Per Shares
Earning Per S hares= EATJumlahSaham yang Beredar
3.10.2. Analisis Statistik
1. Uji Asumsi Klasik
Menurut Ghozali (2011), Sebelum dilakukan pengujian regresi
sederhana, perlu dilakukan suatu pengujian asumsi klasik agar model
regresi menjadi suatu model yang lebih representatif. Uji asumsi klasik
yang digunakan pada penelitian ini adalah uji normalitas, Uji
Multikolinieritas dan Uji Aotukorelasi.
a) Uji Normalitas
Uji normalitas bertujuan untuk apakah dalam model regresi
variabel dependen dan variabel independen keduanya mempunyai
distribusi normal atau tidak. Model regresi yang valid adalah distribusi
data normal atau mendekati normal. Pengujian normalitas dilakukan
dengan menggunakan P-P Plot Test. Pengujian normalitas dapat
dideteksi dengan melihat penyebaran data (titik) pada sumbu diagonal
dari grafik distribusi normal. Dasar pengambilan keputusannya adalah:
38
Jika data menyebar disekitar garis diagonal dan mengikuti arah
garis diagonalnya, maka model regresi memenuhi asumsi
normalitas.
Jika data menyebar jauh dari garis diagonal dan mengikuti arah
garis diagonal, maka model regresi tidak memenuhi asumsi
normalitas.
b) Uji Multikolinieritas
Multikolinearitas adalah keadaan di mana terjadi hubungan linier
yang sempurna atau mendekati sempurna antar variabel independen
dalam model regresi. Uji multikolinearitas digunakan untuk mengetahui
ada atau tidaknya hubungan linear antar variabel independen dalam
model regresi. Prasyarat yang harus terpenuhi dalam model regresi
adalah tidak adanya multikolinearitas.
Imam Ghazali (2011:106) mengukur multikolinieritas dapat
dilihat dari nilai TOL (Tolerance) dan VIF (Varian Inflation
Factor). Nilai cutoff yang umum dipakai untuk menunjukkan adanya
multikolonieritas adalah nilai Tolerance ≥ 0.10 atau sama dengan
nilai VIF ≤ 10.
c) Uji Autokorelasi
Uji Autokorelasi bertujuan menguji apakah dalam model regresi
linear ada korelasi antara kesalahan pengganggu pada periode t dengan
kesalahan pengganggu pada periode t-1 (sebelumnya) (Ghozali,
2011:110).
39
Salah satu uji formal yang paling populer untuk mendeteksi
autokorelasi adalah uji Durbin-Watson, dasar pengambilan
keputusan ada tidaknya gejala autokorelasi adalah (Ghozali, 2011:111).
Adapun kriteria pengujian autokorelasi dapat kita lihat dengan
menggunakan nilai VIF dan Tolerance dari output SPSS dimana data
dikatakan tidak memiliki gejala autokorelasi apabila VIF < 10 dan
Tolerance > 0,1.
d) Uji Heteroskedastisitas
Uji heterokedastisitas bertujuan untuk menguji apakah dalam
model regresi terjadi ketidaksamaan varians dari residu/pengamatan ke
pengamatan yang lain tetap, maka disebut Homokedastisitas dan jika
berbeda disebut Heterokedastisitas. Model regresi yang baik adalah
yang homokedastisitas atau tidak terjadi heterokedastisitas (Ghozali,
2006: 125). Salah satu cara untuk mendeteksi adanya
heteroskedastisitas adalah dengan melihat grafik plot antara nilai
prediksi variabel independen (ZPRED) dengan residualnya (SRESID).
Deteksi ada tidaknya heteroskedastisitas dapat dilakukan dengan
melihat ada tidaknya pola tertentu pada grafik scatterplot antara
SRESID dan ZPRED dimana sumbu Y adalah Y yang telah diprediksi,
dan sumbu X adalah residual (Y prediksi - Y sesungguhnya) yang telah
di-studentized (Ghozali, 2006: 126).
40
2. Analisis Regresi Linier Berganda
Menurut Sugiyono (2012:277) Analisis regresi linear berganda
digunakan untuk menaksir bagaimana keadaan (naik turunnya) variabel
dependen, bila dua atau lebih variabel independen sebagai faktor predictor
dimanipulasi (dinaik turunkan nilainya).
Bila dijabarkan secara matematis bentuk persamaan dari regresi linier
berganda adalah sebagai berikut:
Ŷ = a + b1x1 + b2x2 + b3x3 + b4x4 + b5x5
Dimana:
Y = Subyek dalam variabel dependen yang diprediksikan (Harga
Saham)
A = Konstanta, yaitu besarnya nilai Y ketika nilai x1x2x3 x4x5 = 0
b1, b2, b3 b4, b5 = Koefisien Regresi
x1 = ROE
x2 = CR
x3 = DER
x4 = EPS
x5 = TATO
3. Pengujian Hipotesis
Pengujian hipotesis dilakukan dengan cara uji signifikansi variabel
independen terhadap variabel dependen baik secara parsial maupun secara
bersama-sama. Dilakukan dengan uji statistik t (t-test), uji statistik F (F-test),
dan standardized coefficients beta.
Variabel Independen
H0 diterima
ttabel-ttabel
H0 ditolakH0 ditolak
41
1) Uji Hipotesis Pertama
a. Uji-t (Parsial)
Setelah melakukan uji koefisien regresi secara keseluruhan, maka
langkah selanjutnya adalah menghitung koefisien regresi secara
individu, dengan menggunakan suatu uji yang dikenal dengan
sebutan uji-t. Adapun hipotesis dalam uji-t digunakan untuk
menganalisis pengaruh variabel independen terhadap variabel dependen
secara parsial. Hasil dari uji-t dapat dilihat dari hasil output SPSS.
Uji-t menggunakan t tabel pada tingkat keyakinan 95 persen dan
tingkat kesalahan dalam analisa (α) = 5 persen, dengan ketentuan degree
of freedom (df1) = n-k-1, dimana n adalah besarnya sampel, k
adalah jumlah variabel. t-tabel = { α ; df = ( n – k )}. Adapun Kriteria
pengujian keputusan hipotesis adalah sebagai berikut:
Gambar 4.1
Daerah penerimaan Hipotesisi Uji t
Jika t hitung > t tabelpada α = 0,05, maka Ho ditolak atau
Jika - t hitung < - t tabelpada α = 0,05, maka Ho ditolak.
Jika t hitung < t tabelpada α = 0,05, maka Ho diterima atau
Jika - t hitung > - t tabelpada α = 0,05, maka Ho diterima.
42
2) Uji Hipotesis Kedua
a. Uji-F (Simultan)
Uji-F digunakan untuk menguji koefisien bersama-sama, sehingga
nilai dari koefisien regresi tersebut dapat diketahui secara bersama. Uji
ini digunakan untuk mengetahui apakah model regresi dapat digunakan
untuk mempengaruhi variabel dependen secara simultan atau tidak,
dengan kriteria pengujian tingkat signifikan α = 0,05. Kriteria
keputusannya adalah sebagai berikut:
Apabila F hitung > F tabel atau memiliki tingkat signifikansi <
0,05 maka H0 ditolak dan Ha diterima.
Apabila F hitung < F tabel atau memiliki tingkat signifikansi >
0,05 maka H0 diterima atau Ha ditolak.
Dimana nilai F tabel didapat dari nilai degree of freedom (df1)
= k-1, degree of freedom (df2) = n-k.F tabel = { α ; (df1) = k-1, (df2) = n-
k}.Adapun cara pengujian baik dalam regresi sederhana maupun regresi
berganda sama, yaitu dengan menggunakan suatu tabel yang disebut
dengan Tabel ANOVA (Analysis of Variance) melalui bantuan program
SPSS Dari hasil output SPSS, uji-F dapat dilihat nilai F pada tabel
ANOVA. Pengujian ini dilakukan dengan uji-F pada confident level 95
persen dan tingkat kesalahan analisis (α) 5 persen dengan ketentuan
degree of freedom (df1) = k–1, degree of freedom (df2) = n-k.
Untuk menguji keberartian dari seluruh variabel independen yaitu
Return On Equity, Current Ratio, Debt to Equity Ratio, Total Asset
H0 diterima H0 ditolak
FtabelF(t)
43
Turnover, dan Earnings Per Shares secara bersama-sama terhadap variabel
dependen (Harga Saham). Langkah-langkahnya sebagai berikut :
a) Memformulasikan Hipotesis.
o H0 : b1 = b2 = b3 = b4 = b5 = 0, artinya secara simultan tidak ada
pengaruh antara variabel ROE, CR, DER, TATO,dan EPS terhadap
Harga Saham.
o Ha : b1 ≠ b2 ≠ b3 ≠b4 = b5 ≠ 0, artinya secara simultan ada pengaruh
yang signifikan antara variabel ROE, CR, DER, TATO,dan EPS
terhadap Harga Saham.
b) Alpha yang digunakan 5 persen atau 0,05. Selain tingkat signifikan,
penentuan nilai kritis pengujian adalah dengan memperhatikan derajat
kebebasan (degree of freedom atau df). Besarnya df = n – k, di mana n
adalah jumlah sampel dan k adalah jumlah variabel (dependen dan
independen) dalam persamaan.
c) Kriteria Pengujian
Gambar 4.2
Daerah penerimaan Hipotesis Uji F
Jika Fhitung> F tabel pada α = 0,05, maka Ho ditolak.
Jika Fhitung< F tabel pada α = 0,05, maka Ho diterima.
44
3) Uji Hipotesis Ketiga (Standardized Coefficients Beta)
Untuk mengetahui variabel independen yang berpengaruh dominan
terhadap variabel dependen, maka dapat melihat standardized coefficients beta
dalam SPSS pada tabel t. Di mana standardized coefficients beta menunjukan
pengaruh antara masing-masing variabel bebas terhadap variabel terikat dengan
menganggap variabel lainnya konstan. Variabel yang mempunyai standardized
coefficients beta yang tinggi menunjukkan variabel yang mempunyai pengaruh
dominan terhadap harga saham. Apabila semakin mendekati 1 menunjukan
pengaruh yang semakin kuat, sedangkan apabila mendekati 0 menunjukan
pengaruh semakin lemah.
45
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1. Gambaran Umum Perusahaan
Penelitian ini menggunakan sebelas perusahaan yang tergolong industri
makanan dan minuman yang terdaftar di bursa efek Indonesia sebagai sampel penelitian
yaitu PT Akasha Wira International Tbk., PT Tiga Pilar Sejahtera Food Tbk., PT
Cahaya Kalbar Tbk., PT Delta Djakarta Tbk., PT Indofood Sukses Makmur Tbk., PT
Multi Bintang Indonesia Tbk., PT Mayora Indah Tbk., PT Prashida Aneka Niaga Tbk.,
PT Sekar Laut Tbk., PT Siantar Top Tbk., dan PT Ultrajaya Milk Industri and Trading
Company Tbk. Berikut ini merupakan gambaran umum dari sebelas perusahaan
tersebut:
1. PT Akasha Wira International Tbk (ADES)
PT Akasha Wira International Tbk (dahulu PT Ades Waters Indonesia Tbk)
(ADES) didirikan dengan nama PT Alfindo Putrasetia pada tahun 1985 dan
mulai beroperasi secara komersial pada tahun 1986. Kantor pusat ADES
berlokasi di Perkantoran Hijau Arkadia, Jl. TB. Simatupang Kav. 88, Jakarta.
Pemegang saham mayoritas Perusahaan adalah Water Partners Bottling S.A.,
merupakan perusahaan joint venture antara The Coca Cola Company dan Nestle
S.A. kemudian pada tanggal 3 Juni 2008, Water Partners Bottling S.A. diakuisisi
oleh Sofos Pte. Ltd., perusahaan berbadan hukum Singapura.
Berdasarkan Anggaran Dasar Perusahaan, ruang lingkup kegiatan ADES adalah
industri air minum dalam kemasan, industri roti dan kue, kembang gula,
makaroni, kosmetik dan perdagangan besar. Saat ini kegiatan utama ADES
adalah bergerak dalam bidang usaha pengolahan dan distribusi air minum dalam
46
kemasan serta perdagangan besar produk-produk kosmetika. Produksi air minum
dalam kemasan secara komersial dimulai pada tahun 1986, sedangkan
perdagangan produk kosmetika dimulai pada tahun 2010 dan produksi produk
kosmetika dimulai pada tahun 2012. Pabrik pengolahan air minum dalam
kemasan berlokasi di Jawa Barat dan pabrik produk kosmetik berlokasi di
Pulogadung.
Pada tanggal 2 Mei 1994, ADES memperoleh pernyataan efektif dari Bapepam-
LK untuk melakukan Penawaran Umum Perdana Saham (IPO) ADES kepada
masyarakat sebanyak 15.000.000 saham dengan nilai nominal 1.000,- per saham,
dengan harga penawaran perdana 3.850,- per saham. Saham-saham tersebut
dicatatkan pada Bursa Efek Indonesia (BEI) pada tanggal 13 Juni 1994.
2. PT Tiga Pilar Sejahtera Food Tbk (AISA)
Tiga Pilar Sejahtera Food Tbk (TPS Food) (AISA) didirikan pada tanggal 26
Januari 1990 dengan nama PT Asia Intiselera dan mulai beroperasi secara
komersial pada tahun 1990. Kantor pusat AISA berada di Gedung Alun Graha,
Jl. Prof. Dr. Soepomo No. 233 Jakarta. Lokasi pabrik mie kering, biskuit dan
permen terletak di Sragen, Jawa Tengah. Usaha perkebunan kelapa sawit terletak
di beberapa lokasi di Sumatera dan Kalimantan. Usaha pengolahan dan distribusi
beras terletak di Cikarang, Jawa Barat dan Sragen, Jawa Tengah. Pemegang
saham yang memiliki 5 persen atau lebih saham TPS Food, antara lain: PT Tiga
Pilar Coora (pengendali) (13,07 persen), JP Morgan Chase Bank NA Non-Treaty
Clients (9,33 persen), PT Permata Handrawina Sakti (pengendali) (9,20 persen),
Trophy 2014 Investor Ltd (9,09 persen), Primanex Pte, Ltd (pengendali) (6,59
persen), Primanex Limited (pengendali) (6,59 persen) dan Morgan Stanley &
47
Co. LLC-Client Account (6,51 persen). Saat ini, AISA memiliki anak usaha
yang juga tercatat di Bursa Efek Indonesia, yaitu Golden Plantation Tbk
(GOLL).
Berdasarkan Anggaran Dasar Perusahaan, ruang lingkup kegiatan Perusahaan
meliputi usaha bidang perdagangan, perindustrian, peternakan, perkebunan,
pertanian, perikanan dan jasa. Sedangkan kegiatan usaha entitas anak meliputi
usaha industri mie dan perdagangan mie, khususnya mie kering, mie instan dan
bihun, snack, industri biskuit, permen, perkebunan kelapa sawit, pembangkit
tenaga listrik, pengolahan dan distribusi beras. Pada tanggal 14 Mei 1997,
Perusahaan memperoleh pernyataan efektif dari Bapepam-LK untuk melakukan
Penawaran Umum Saham Perdana 45.000.000 saham dengan nilai nominal 500,-
per saham dan Harga Penawaran 950,- kepada masyarakat. Pada tanggal 11 Juni
1997, saham tersebut telah efektif dicatatkan pada Bursa Efek Indonesia (BEI).
3. PT Cahaya Kalbar Tbk (CEKA)
PT Wilmar Cahaya Indonesia Tbk (sebelumnya PT Cahaya Kalbar Tbk)
(CEKA) didirikan 03 Februari 1968 dengan nama CV Tjahaja Kalbar dan mulai
beroperasi secara komersial pada tahun 1971. Kantor pusat CEKA terletak di
Kawasan Industri Jababeka II, Jl. Industri Selatan 3 Blok GG No.1, Cikarang,
Bekasi 17550, Jawa Barat. Lokasi pabrik CEKA terletak di Kawasan Industri
Jababeka, Cikarang, Jawa Barat dan Pontianak, Kalimantan Barat. Induk usaha
CEKA adalah Tradesound Investments Limited, sedangkan induk usaha utama
CEKA adalah Wilmar International Limited, merupakan perusahaan yang
mencatatkan sahamnya di Bursa Efek Singapura.
48
Berdasarkan Anggaran Dasar Perusahaan, ruang lingkup kegiatan CEKA
meliputi bidang industri makanan berupa industri minyak nabati dan minyak
nabati spesialitas, termasuk perdagangan umum, impor dan ekspor. Saat ini
produk utama yang dihasilkan CEKA adalah Crude Palm Oil dan Palm Kernel.
Pada 10 Juni 1996, CEKA memperoleh pernyataan efektif dari Menteri
Keuangan untuk melakukan Penawaran Umum Perdana Saham CEKA (IPO)
kepada masyarakat sebanyak 34.000.000 lembar dengan nilai nominal 500,- per
saham dengan harga penawaran 1.100,- per saham. Saham-saham tersebut
dicatatkan pada Bursa Efek Indonesia (BEI) pada tanggal 09 Juli 1996.
4. Delta Djakarta Tbk (DLTA)
PT Delta Djakarta Tbk (DLTA) didirikan tanggal 15 Juni 1970 dan memulai
kegiatan usaha komersialnya pada tahun 1933. Kantor pusat DLTA dan
pabriknya berlokasi di Jalan Inspeksi Tarum Barat, Bekasi Timur – Jawa Barat.
Pabrik “Anker Bir” didirikan pada tahun 1932 dengan nama Archipel Brouwerij.
Dalam perkembangannya, kepemilikan dari pabrik ini telah mengalami beberapa
kali perubahan hingga berbentuk PT Delta Djakarta pada tahun 1970. DLTA
merupakan salah satu anggota dari San Miguel Group, Filipina. Induk usaha
DLTA adalah San Miguel Malaysia (L) Private Limited, Malaysia. Sedangkan
Induk usaha utama DLTA adalah Top Frontier Investment Holdings, Inc,
berkedudukan di Filipina.
Berdasarkan Anggaran Dasar Perusahaan, ruang lingkup kegiatan DLTA yaitu
terutama untuk memproduksi dan menjual bir pilsener dan bir hitam dengan
merek “Anker”, “Carlsberg”, “San Miguel”, “San Mig Light” dan “Kuda Putih”.
DLTA juga memproduksi dan menjual produk minuman non-alkohol dengan
merek “Sodaku”. Pada tahun 1984, DLTA memperoleh pernyataan efektif dari
49
Bapepam-LK untuk melakukan Penawaran Umum Perdana Saham DLTA (IPO)
kepada masyarakat sebanyak 347.400 dengan nilai nominal 1.000,- per saham
dengan harga penawaran 2.950,- per saham. Saham-saham tersebut dicatatkan
pada Bursa Efek Indonesia (BEI) pada tanggal 27 Februari 1984.
5. PT Indofood Sukses Makmur Tbk (INDF)
PT Indofood Sukses Makmur Tbk (INDF) didirikan tanggal 14 Agustus 1990
dengan nama PT Panganjaya Intikusuma dan memulai kegiatan usaha
komersialnya pada tahun 1990. Kantor pusat INDF berlokasi di Sudirman Plaza,
Indofood Tower, Lantai 27, Jl. Jend. Sudirman Kav. 76 – 78, Jakarta. Sedangkan
pabrik dan perkebunan INDF dan anak usaha berlokasi di berbagai tempat di
pulau Jawa, Sumatera, Kalimantan, Sulawesi dan Malaysia. Induk usaha dari
Perusahaan adalah CAB Holding Limited, Seychelles, sedangkan induk usaha
terakhir dari Perusahaan adalah First Pacific Company Limited (FP), Hong
Kong. Saat ini, Perusahaan memiliki anak usaha yang juga tercatat di Bursa Efek
Indonesia (BEI), antara lain: PT Indofood CBP Sukses Makmur Tbk (ICBP) dan
PT Salim Ivomas Pratama Tbk (SIMP).
Berdasarkan Anggaran Dasar Perusahaan, ruang lingkup kegiatan INDF antara
lain terdiri dari mendirikan dan menjalankan industri makanan olahan, bumbu
penyedap, minuman ringan, kemasan, minyak goreng, penggilingan biji gandum
dan tekstil pembuatan karung terigu. Pada tahun 1994, INDF memperoleh
pernyataan efektif dari Bapepam-LK untuk melakukan Penawaran Umum
Perdana Saham INDF (IPO) kepada masyarakat sebanyak 21.000.000 dengan
nilai nominal 1.000,- per saham dengan harga penawaran 6.200,- per saham.
Saham-saham tersebut dicatatkan pada Bursa Efek Indonesia (BEI) pada tanggal
14 Juli 1994.
50
6. PT Multi Bintang Indonesia Tbk (MLBI)
PT Multi Bintang Indonesia Tbk (MLBI) didirikan 03 Juni 1929 dengan nama
N.V. Nederlandsch Indische Bierbrouwerijen dan mulai beroperasi secara
komersial pada tahun 1929. Kantor pusat MLBI berlokasi di Talavera Office
Park Lantai 20, Jl. Let. Jend. TB. Simatupang Kav. 22-26, Jakarta 12430,
sedangkan pabrik berlokasi di Jln. Daan Mogot Km.19, Tangerang 15122 dan Jl.
Raya Mojosari – Pacet KM. 50, Sampang Agung, Jawa Timur. Pemegang saham
yang memiliki 5 persen atau lebih saham MLBI, antara lain: Heineken
International BV (76,24 persen) dan Hollandsch Administratiekantoor B.V.
(7,43 persen). MLBI merupakan bagian dari Grup Asia Pacific Breweries dan
Heineken, dimana pemegang saham utama adalah Fraser & Neave Ltd. (Asia
Pacific Breweries) dan Heineken N.V. (Heineken).
Berdasarkan Anggaran Dasar Perusahaan, ruang lingkup kegiatan MLBI
beroperasi dalam industri bir dan minuman lainnya. Saat ini, kegiatan utama
MLBI adalah memproduksi dan memasarkan bir (Bintang dan Heineken), bir
bebas alkohol (Bintang Zero) dan minuman ringan berkarbonasi (Green Sands).
Pada tahun 1981, MLBI memperoleh pernyataan efektif dari Bapepam-LK untuk
melakukan Penawaran Umum Perdana Saham MLBI (IPO) kepada masyarakat
sebanyak 3.520.012 dengan nilai nominal 1.000,- per saham dengan harga
penawaran 1.570,- per saham. Saham-saham tersebut dicatatkan pada Bursa
Efek Indonesia (BEI) pada tanggal 15 Desember 1981.
7. PT Mayora Indah Tbk (MYOR)
Mayora Indah Tbk (MYOR) didirikan 17 Februari 1977 dan mulai beroperasi
secara komersial pada bulan Mei 1978. Kantor pusat Mayora berlokasi di
Gedung Mayora, Jl.Tomang Raya No. 21-23, Jakarta, sedangkan pabrik terletak
51
di Tangerang dan Bekasi. Pemegang saham yang memiliki 5 persen atau lebih
saham MYOR adalah PT Unita Branindo, yakni dengan persentase kepemilikan
sebesar 32,93 persen.
Berdasarkan Anggaran Dasar Perusahaan, ruang lingkup kegiatan Mayora
adalah menjalankan usaha dalam bidang industri, perdagangan serta
agen/perwakilan. Saat ini, Mayora menjalankan bidang usaha industri biskuit
(Roma, Danisa, Royal Choice, Better, Muuch Better, Slai O Lai, Sari Gandum,
Sari Gandum Sandwich, Coffeejoy, Chees’kress.), kembang gula (Kopiko, KIS,
Tamarin dan Juizy Milk), wafer (beng beng, Astor, Roma), coklat (Choki-
choki), kopi (Torabika dan Kopiko) dan makanan kesehatan (Energen) serta
menjual produknya di pasar lokal dan luar negeri. Pada tanggal 25 Mei 1990,
MYOR memperoleh pernyataan efektif dari Bapepam-LK untuk melakukan
Penawaran Umum Perdana Saham MYOR (IPO) kepada masyarakat sebanyak
3.000.000 dengan nilai nominal 1.000,- per saham dengan harga penawaran
9.300,- per saham. Saham-saham tersebut dicatatkan pada Bursa Efek Indonesia
(BEI) pada tanggal 04 Juli 1990.
8. PT Prasidha Aneka Niaga Tbk (PSDN)
Prasidha Aneka Niaga Tbk (PSDN) didirikan tanggal 16 April 1974 dengan
nama PT Aneka Bumi Asih dan memulai kegiatan usaha komersialnya pada
tahun 1974. Kantor pusat PSDN terletak di Gedung Plaza Sentral, Lt. 20, Jln.
Jend. Sudirman No. 47, Jakarta 12930 dan pabriknya berlokasi di Jl. Ki Kemas
Rindho, Kertapati, Palembang. Pemegang saham yang memiliki 5 persen atau
lebih saham PSDN, antara lain: Innovest Offshore Ventures Ltd (pengendali)
(46,93 persen), Igianto Joe (18,92 persen), PT Aneka Bumi Prasidha (9,48
52
persen), PT Aneka Agroprasidha (7,92 persen) dan Lion Best Holdings Limited
(7,77 persen).
Berdasarkan Anggaran Dasar Perusahaan, ruang lingkup kegiatan PSDN adalah
bergerak dalam bidang pengolahan dan perdagangan hasil bumi (karet remah,
kopi bubuk dan instan serta kopi biji). Pada tahun 1994, PSDN memperoleh
pernyataan efektif dari Bapepam-LK untuk melakukan Penawaran Umum
Perdana Saham PSDN (IPO) kepada masyarakat sebanyak 30.000.000 dengan
nilai nominal 1.000,- per saham dengan harga penawaran 3.000,- per saham.
Saham-saham tersebut dicatatkan pada Bursa Efek Indonesia (BEI) pada tanggal
18 Oktober 1994.
9. PT Sekar Laut Tbk (SKLT)
Sekar Laut Tbk (SKLT) didirikan 19 Juli 1976 dan mulai beroperasi secara
komersial pada tahun 1976. Kantor pusat SKLT berlokasi di Wisma Nugra
Santana, Lt. 7, Suite 707, Jln. Jend. Sudirman Kav. 7-8, Jakarta 10220 dan
Kantor cabang berlokasi di Jalan Raya Darmo No. 23-25, Surabaya, serta Pabrik
berlokasi di Jalan Jenggolo II/17 Sidoarjo. SKLT tergabung dalam Sekar
Grup.Pemegang saham yang memiliki 5 persen atau lebih saham Sekar Laut,
antara lain: Omnistar Investment Holding Limited (26,78 persen), PT Alamiah
Sari (pengendali) (26,16 persen), Malvina Investment Limited (17,22 persen),
Shadforth Agents Limited (13,39 persen) dan Bank Negara Indonesia (Persero)
Tbk (BBNI) QQ KP2LN Jakarta III (12,54 persen).
Berdasarkan Anggaran Dasar Perusahaan, ruang lingkup kegiatan SKLT
meliputi bidang industri pembuatan kerupuk, saos tomat, sambal, bumbu masak
dan makan ringan serta menjual produknya di dalam negeri maupun di luar
negeri. Produk-produknya dipasarkan dengan merek FINNA. Pada tahun 1993,
53
SKLT memperoleh pernyataan efektif dari Bapepam-LK untuk melakukan
Penawaran Umum Perdana Saham SKLT (IPO) kepada masyarakat sebanyak
6.000.000 dengan nilai nominal 1.000,- per saham dengan harga penawaran
4.300,- per saham. Saham-saham tersebut dicatatkan pada Bursa Efek Indonesia
(BEI) pada tanggal 08 September 1993.
10. PT Siantar Top Tbk (STTP)
Siantar Top Tbk (STTP) didirikan tanggal 12 Mei 1987 dan mulai beroperasi
secara komersial pada bulan September 1989. Kantor pusat Siantar Top
beralamat di Jl. Tambak Sawah No. 21-23 Waru, Sidoarjo, dengan pabrik
berlokasi di Sidoarjo (Jawa Timur), Medan (Sumatera Utara), Bekasi (Jawa
Barat) dan Makassar (Sulawesi Selatan). Pemegang saham mayoritas Siantar
Top adalah PT Shindo Tiara Tunggal, dengan persentase kepemilikan sebesar
56,76 persen.
Berdasarkan Anggaran Dasar Perusahaan, ruang lingkup kegiatan Siantar Top
terutama bergerak dalam bidang industri makanan ringan, yaitu mie (snack
noodle), kerupuk (crackers), biskuit dan wafer, dan kembang gula (candy). Hasil
produksi STTP dipasarkan di dalam dan di luar negeri, khususnya Asia. Selain
itu, STTP juga menjalankan usaha percetakan melalui Anak Usaha (PT Siantar
Megah Jaya). Pada tanggal 25 Nopember 1996, STTP memperoleh pernyataan
efektif dari BAPEPAM-LK untuk melakukan Penawaran Umum Perdana Saham
STTP (IPO) kepada masyarakat sebanyak 27.000.000 saham dengan nilai
nominal 1.000,- per saham dan harga penawaran 2.200,- per saham. Saham-
saham tersebut dicatatkan pada Bursa Efek Indonesia (BEI) pada tanggal 16
Desember 1996.
54
11. PT Ultrajaya Milk Industry and Trading Company Tbk (ULTJ)
Ultrajaya Milk Industry & Trading Company Tbk (ULTJ) didirikan tanggal 2
Nopember 1971 dan mulai beroperasi secara komersial pada awal tahun 1974.
Kantor pusat dan pabrik Ultrajaya berlokasi di Jl. Raya Cimareme 131
Padalarang – 40552, Kab. Bandung Barat. Pemegang saham yang memiliki 5
persen atau lebih saham Ultrajaya, antara lain: PT Prawirawidjaja Prakarsa
(21,24 persen), Tuan Sabana Prawirawidjaja (14,55 persen), UBS AG Singapore
Non-Treaty Omnibus Acco (Kustodian) (9,50 persen), PT Indolife Pensiontana
(8,02 persen) dan PT AJ Central Asia Raya (7,68 persen).
Berdasarkan Anggaran Dasar Perusahaan, ruang lingkup kegiatan Ultrajaya
bergerak dalam bidang industri makanan dan minuman, dan bidang
perdagangan. Di bidang minuman Ultrajaya memproduksi rupa-rupa jenis
minuman seperti susu cair, sari buah, teh, minuman tradisional dan minuman
kesehatan, yang diolah dengan teknologi UHT (Ultra High Temperature) dan
dikemas dalam kemasan karton aseptik. Di bidang makanan Ultrajaya
memproduksi susu kental manis, susu bubuk, dan konsentrat buah-buahan tropis.
Ultrajaya memasarkan hasil produksinya dengan cara penjualan langsung (direct
selling), melalui pasar modern (modern trade). Penjualan langsung dilakukan ke
toko-toko, P&D, kios-kios,dan pasar tradisional lain dengan menggunakan
armada milik sendiri. Penjualan tidak langsung dilakukan melalui
agen/distributor yang tersebar di seluruh wilayah kepulauan Indonesia.
Perusahaan juga melakukan penjualan ekspor ke beberapa negara.
Pada tanggal 15 Mei 1990, ULTJ memperoleh ijin Menteri Keuangan Republik
Indonesia untuk melakukan Penawaran Umum Perdana Saham ULTJ (IPO)
kepada masyarakat sebanyak 6.000.000 saham dengan nilai nominal 1.000,- per
55
saham dengan harga penawaran 7.500,- per saham. Saham-saham tersebut
dicatatkan pada Bursa Efek Indonesia (BEI) pada tanggal 2 Juli 1990.
4.2. Hasil Analisis
Penelitian ini menggunakan variabel Return On Equity, Current Ratio, Debt To
Equity Ratio, Total Asset Turnover, dan Earnings Per Shares sebagai variabel bebas
dan harga saham sebagai variabel terikat. Berikut ini merupakan hasil analisis dari
variabel-variabel tersebut:
4.2.1.Return On Equity (ROE)
Return On Equity merupakan rasio yang digunakan untuk mengukur kinerja
manajemen perusahaan dalam mengelola modal yang tersedia untuk menghasilkan
laba (Kasmir 2013:204). Semakin besar ROE, semakin besar pula tingkat keuntungan
yang dicapai perusahaan sehingga kemungkinan suatu perusahaan dalam kondisi
bermasalah semakin kecil. Rasio ini banyak diamati oleh para pemegang saham
perusahaan serta para investor di pasar modal yang ingin membeli saham.Kenaikan
dalam rasio ini berarti terjadi kenaikan laba bersih dan kenaikan laba tersebut akan
menyebabkan kenaikan harga saham perusahaan. Adapun hasil perhitungan ROE dari
perusahaan industri makanan dan minuman yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia
dapat dilihat pada tabel berikut:
Tabel 4.1 Tabel Return On Equity (X1)
No Nama Perusahaan KodeReturn On Equity (%) Rata-
Rata (%)2009 2010 2011 2012 2013
1PT Akasha Wira International Tbk
ADES 23,92 31,70 20,57 39,87 21,02 27,42
2PT Tiga Pilar Sejahtera Food Tbk
AISA 8,83 13,57 8,18 12,47 15,34 11,68
3 PT Cahaya Kalbar Tbk CEKA 16,80 9,57 23,78 12,59 12,32 15,014 PT Delta Djakarta Tbk DLTA 22,32 25,28 26,48 35,68 39,98 29,95
56
No Nama Perusahaan KodeReturn On Equity (%) Rata-
Rata (%)
2009 2010 2011 2012 2013
5PT Indofood Sukses Makmur Tbk
INDF 17,59 23,44 15,47 14,00 8,90 15,88
6PT Multi Bintang Indonesia Tbk
MLBI323,3
093,99 95,68
137,46
120,75 154,24
7 PT Mayora Indah Tbk MYOR 24,18 25,09 19,94 24,27 25,91 23,88
8PT Prashida Aneka Niaga Tbk
PSDN 35,83 18,57 11,57 6,26 5,11 15,46
9 PT Sekar Laut Tbk SKLT 11,28 4,09 4,86 6,15 12,49 7,7710 PT Siantar Top Tbk STTP 10,15 9,33 8,71 12,87 16,49 11,51
11PT Ultrajaya Milk Industri and Trading Company Tbk
ULTJ 5,06 8,27 7,22 21,08 16,13 11,55
Sumber : Lampiran 1
Rata-rata Return On Equity (ROE) tertinggi dari tahun 2009-2013 diperoleh
oleh PT Multi Bintang Indonesia Tbk (MLBI) yaitu sebesar 154,24 persen. Modal
sendiri yang digunakan oleh PT Multi Bintang Indonesia cenderung meningkat tiap
tahunnya yang diiringi oleh meningkatnya laba bersih yang diperoleh. Jarak
peningkatan laba bersih yang diperoleh oleh PT Multi Bintang Indonesia Tbk jauh
lebih tinggi jika dibandingkan peningkatan modal sendiri yang dialami, hal ini yang
menyebabkan nilai ROE yang diperoleh PT Multi Bintang Indonesia Tbk lebih tinggi
dari perusahaan lainnya. Rata-rata ROE kedua diperoleh oleh PT Delta Djakarta Tbk
(DLTA) yaitu sebesar 29,95 persen. Hal ini disebabkan karena modal yang dimiliki PT
Delta Djakarta Tbk cenderung berfluktuatif dan diikuti dengan meningkatnya laba
bersih cukup tinggi setiap tahunnya. Peristiwa yang sama juga dialami oleh PT Tiga
Pilar Sejahtera Food Tbk (AISA) dan PT Siantar Top Tbk (STTP) dengan nilai ROE
masing-masing adalah 11,68 persen dan 11,51 persen. Rata-rata ROE terendah
diperoleh oleh PT Sekar Laut Tbk (SKLT) yaitu sebesar 7,77 persen. Hal ini
disebabkan karena modal yang dimiliki PT Sekar Laut Tbk selalu meningkat setiap
tahunnya yang diikuti oleh meningkatnya laba bersih yang tidak terlalu tinggi. Selain
57
itu PT Sekar Laut Tbk memiliki laba bersih yang paling sedikit dari semua perusahaan
yang ada. Hal inilah yang menyebabkan PT Sekar Laut Tbk memiliki nilai ROE
paling rendah dari perusahaan industri makanan dan minuman lainnya.
4.2.2.Current Ratio (CR)
Current ratio merupakan rasio untuk mengukur kemampuan perusahaan dalam
membayar kewajiban jangka pendek atau utang yang segera jatuh tempo pada saat
ditagih secara keseluruhan. Perhitungan current ratio dilakukan dengan cara
membandingkan antara aktiva lancar dengan hutang lancar. Satuan current ratio ini
adalah kali. Berikut merupakan hasil perhitungan current ratio perusahaan industri
makanan dan minuman yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia adalah sebagai
berikut:
Tabel 4.2 Tabel Current Ratio (X2)
No Nama Perusahaan KodeCurrent Ratio (%) Rata-
Rata2009 2010 2011 2012 2013
1PT Akasha Wira International Tbk
ADES 248,37151,1
4170,88
194,16
198,94 192,70
2PT Tiga Pilar Sejahtera Food Tbk
AISA 117,26128,5
0189,35
126,95
195,69 151,55
3PT Cahaya Kalbar Tbk
CEKA 489,45167,2
3168,69
102,71
170,34 219,68
4PT Delta Djakarta Tbk
DLTA 470,36633,0
8600,91
526,46
546,40 555,44
5PT Indofood Sukses Makmur Tbk
INDF 116,32203,6
5190,95
200,32
166,73 175,59
6PT Multi Bintang Indonesia Tbk
MLBI 65,89 94,50 99,42 58,05 92,71 82,11
7PT Mayora Indah Tbk
MYOR 229,04258,0
8221,87
276,11
245,76 246,17
8PT Prashida Aneka Niaga Tbk
PSDN 156,27138,2
1155,00
160,67
157,47 153,52
9PT Sekar Laut Tbk
SKLT 189,02192,5
1169,74
141,48
131,49 164,85
10PT Siantar Top Tbk
STTP 168,85170,9
2103,48 99,75 127,56 134,11
11 PT Ultrajaya Milk Industri and Trading
ULTJ 211,63 200,07
152,09 201,82
242,08 201,54
58
Company TbkSumber: Lampiran 2
Rata-rata current ratio tertinggi diperoleh oleh PT Delta Djakarta Tbk (DLTA)
yaitu sebesar 555,54 persen. Nilai ini menandakan bahwa perusahaan tersebut
memiliki kemampuan membayar hutang setiap satu rupiah hutang lancarnya dengan
555,54 rupiah dari aktiva lancar yang dimiliki. Nilai current ratio yang tinggi juga
teradapat pada PT Delta Djakarta Tbk disebabkan oleh aktiva lancar yang dimiliki
jauh lebih tinggi dari hutang lancarnya. Rata-rata current ratio tertinggi kedua
dipegang oleh PT Mayora Indah Tbk yakni sebesar 246,17 persen. Hal ini
disebabkan karena aktiva lancar yang dimiliki selalu meningkat setiap tahunnya yang
diikuti dengan meningkatnya hutang lancarnya. Akan tetapi peningkatan aktiva
lancarnya relatif lebih tinggi dibandingkan dengan peningkatan hutang lancarnya.
Rata-rata current ratio paling rendah diperoleh oleh PT Multi Bintang Indonesia yaitu
sebesar 82,11 persen. Hal ini disebabkan karena aktiva lancar yang dimiliki jauh
lebih kecil dibandingkan dengan hutang lancarnya. Sedikitnya nilai current ratio
dapat diartikan bahwa perusahaan kurang mampu untuk melunasi hutang lancarnya,
selain itu dapat juga diartikan bahwa perusahaan mampu mengelola seluruh aktiva
lancarnya menjadi tambahan modal untuk perusahaan. Hal semacam ini dialami oleh
PT Multi Bintang Indonesia Tbk (MLBI).
4.2.3. Debt to Equity Ratio (DER)
Debt to equity ratio merupakan rasio yang digunakan untuk menilai utang
dengan ekuitas. Rasio ini dicari dengan cara membandingkan antara seluruh utang
dengan seluruh ekuitas. Rasio ini berguna untuk mengetahuijumlah dana yang
disediakan peminjam dengan pemilik peruahaan. Dengan kata lain, rasio ini
berfungsi untuk mengetahui setiap rupiah modal sendiri yang dijadikanuntuk jaminan
59
utang. Adapun satuan dari debt to equity ratio ini adalah persen. Berikut merupakan
hasil perhitungan DER dari perusahaan industri makanan dan minuman yang
terdaftar di Bursa Efek Indonesia:
Tabel 4.3. Tabel Debt to Equity Ratio (X3)
No Nama Perusahaan KodeDebt to Equity Ratio (%) Rata-
Rata2009 2010 2011 2012 2013
1PT Akasha Wira International Tbk
ADES 9,6320,9
712,0
420,53 10,57 14,75
2PT Tiga Pilar Sejahtera Food Tbk
AISA 7,5310,5
64,32 9,83 7,84 8,01
3PT Cahaya Kalbar Tbk
CEKA 3,43 5,7314,0
912,26 7,23 8,55
4 PT Delta Djakarta Tbk DLTA 4,75 3,99 4,41 6,78 7,32 5,45
5PT Indofood Sukses Makmur Tbk
INDF 15,1311,5
18,10 6,99 5,34 9,41
6PT Multi Bintang Indonesia Tbk
MLBI490,7
099,4
796,2
4236,7
9130,2
4210,6
9
7PT Mayora Indah Tbk MYO
R10,56 9,72 8,99 8,79 10,54 9,72
8PT Prashida Aneka Niaga Tbk
PSDN 22,9313,4
37,46 3,89 3,24 10,19
9 PT Sekar Laut Tbk SKLT 5,97 2,13 2,86 4,35 9,50 4,9610 PT Siantar Top Tbk STTP 6,01 5,46 8,42 12,91 12,92 9,14
11PT Ultrajaya Milk Industri and Trading Company Tbk
ULTJ 2,39 4,13 4,75 10,45 6,66 5,68
Sumber: Lampiran 3
Pada Tabel 4,3 di atas dapat dilihat rata-rata nilai DER tertinggi diperoleh oleh
PT Multi Bintang Indonesia Tbk (MLBI) yaitu sebesar 210,69 persen. Hal ini berarti
PT Multi Bintang Indonesia Tbk lebih memfokuskan pembiayaan operasi perusahaan
pada penggunaan modal dari luar (utang) daripada menggunakan modal perusahaan
seperti yang diterapkan di perusahaan makanan dan minuman lainnya.
4.2.4.Total Asset Turnover (TATO)
Total Asset Turnover (TATO) merupakan rasio yang menunjukkan
kemampuan perusahaan untuk menciptakan penjualan dengan menggunakan seluruh
60
aktiva yang dimilikinya. Rasio ini juga menunjukkan efektivitas perusahaan dalam
mengelola komponen elemen aktiva itu sendiri. Satuan ukur rasio ini adalah kali.
Berikut merupakan hasil perhitungan nilai TATO dari perusahaan makanan dan
minuman yang terdaftar di BEI tahun 2009-2013:
Tabel 4.4. Tabel Total Asset Turnover (X4)
No Nama Perusahaan KodeTotal Asset Turnover (Kali) Rata-
Rata2009 20102011
20122013
1PT Akasha Wira International Tbk
ADES 0,26 0,07 0,14 0,09 0,19 0,15
2PT Tiga Pilar Sejahtera Food Tbk
AISA 0,16 0,12 0,44 0,13 0,25 0,22
3 PT Cahaya Kalbar Tbk CEKA 1,43 0,29 0,12 0,08 0,24 0,434 PT Delta Djakarta Tbk DLTA 0,99 1,59 1,36 0,78 0,75 1,09
5PT Indofood Sukses Makmur Tbk
INDF 0,08 0,18 0,24 0,29 0,31 0,22
6PT Multi Bintang Indonesia Tbk
MLBI 0,00 0,01 0,01 0,00 0,01 0,01
7 PT Mayora Indah Tbk MYOR 0,22 0,27 0,25 0,31 0,23 0,26
8PT Prashida Aneka Niaga Tbk
PSDN 0,07 0,10 0,21 0,41 0,49 0,26
9 PT Sekar Laut Tbk SKLT 0,32 0,91 0,59 0,33 0,14 0,4610 PT Siantar Top Tbk STTP 0,28 0,31 0,12 0,08 0,10 0,18
11PT Ultrajaya Milk Industri and Trading Company Tbk
ULTJ 0,89 0,48 0,32 0,19 0,36 0,45
Sumber: Lampiran 4
Berdasarkan Tabel 4.4 di atas, terlihat bahwa rata-rata tertinggi untuk rasio
total asset turnover dipegang oleh PT Delta Djakarta Tbk yakni sebesar 1,09 kali.
Artinya bahwa setiap 1,00 rupiah aktiva tetap dapat menghasilkan 1,09 rupiah
penjualan. Dengan demikian PT Delta Djakarta Tbk tergolong perusahaan yang
memiliki manajemen yang baik jika dibandingkan dengan perusahaan makanan dan
minuman lainnya karena mampu mengelola total aktiva yang dimiliki menjadi
penjualan. Rata-rata TATO terendah dipegang oleh PT Multi Bintang Indonesia Tbk
yaitu sebesar 0,01 kali. Artinya setiap 1,00 rupiah aktiva tetap hanya mampu
61
menghasilkan 0,01 rupiah penjualan. Dengan demikian perusahaan ini tergolong
perusahaan yang belum mampu mengelola aktiva uang dimiliki menjadi penjualan.
4.2.5.Earnings Per Shares (EPS)
Earning per Share (EPS) merupakan perbandingan antara laba bersih dengan
jumlah saham beredar sehingga EPS dapat diartikan sebagai keuntungan yang
diperoleh pemegang saham dari setiap lembar saham yang dimilikinya.Satuan dari
EPS yang digunakan adalah dalam rupiah.Adapun hasil perhitungan dari EPS
perusahaan semen yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia (BEI) dapat di lihat pada
tabel berikut:
Tabel 4.5. Tabel Earnings Per Shares (X5)
No Nama Perusahaan KodeEarning Per Shares (rupiah) Rata-
Rata2009 2010 2011 2012 2013
1PT Akasha Wira International Tbk
ADES 28 54 44 141 94 72
2PT Tiga Pilar Sejahtera Food Tbk
AISA 23 48 90 87 118 73
3PT Cahaya Kalbar Tbk
CEKA 170 99 323 196 218 201
4PT Delta Djakarta Tbk
DLTA 8.235 9.129 9.482 13.339 16.906 11.418
5PT Indofood Sukses Makmur Tbk
INDF 311 448 557 544 389 450
6PT Multi Bintang Indonesia Tbk
MLBI 16.218 21.098 24.16
1 21.591 56.782 27.970
7PT Mayora Indah Tbk
MYOR 499 651 630 971 1.315 813
8PT Prashida Aneka Niaga Tbk
PSDN 31 18 17 18 15 20
9 PT Sekar Laut Tbk SKLT 19 7 9 12 25 14 10 PT Siantar Top Tbk STTP 31 32 33 57 87 48
11PT Ultrajaya Milk Industri and Trading Company Tbk
ULTJ 21 37 35 122 113 66
Sumber: Lampiran 5
62
Rata-rata Earnings Per Shares (EPS) tertinggi periode 2009-2013 diperoleh
oleh PT Multi Bintang Indonesia Tbk yaitu sebesar 27.970 rupiah per lembar saham.
PT Multi Bintang Indonesia Tbk memiliki jumlah saham saham beredar kedua paling
sedikit diantara semua perusahaan makanan dan minuman yang terdaftar di BEI
dalam penelitian ini. Selain itu laba bersih yang diperoleh MLBI setiap tahunnya
cenderung mengalami peningkatan dengan selisih yang cukup tinggi tiap tahunnya.
Inilah yang menyebabkan PT Multi Bintang Indonesia Tbk memiliki EPS yang
paling tinggi diantara perusahaan lainnya. Nilai rata-rata EPS tertinggi kedua
dipegang oleh PT Delta Djakarta Tbk yaitu sebesar 11.418 rupiah per lembar saham.
Hal ini dikarenakan perusahaan DLTA memiliki jumlah saham yang beredar paling
sedikit dari semua perusahaan lainnya yaitu sebesar 16 juta dan diiringi peningkatan
laba bersih tiap tahunnya dengan selisih yang tidak terlalu tinggi tiap tahunnya.
Sedangkan rata-rata EPS terendah dipegang oleh PT Sekar Laut Tbk (SKLT) yaitu
sebesar 14 rupiah per lembar sahamnya. Hal ini disebabkan karena perusahaan SKLT
memiliki laba bersih yang paling sedikit dari semua perusahaan lainnya dan diiringi
dengan jumlah saham yang beredar sebesar 691 juta lembar.
4.2.6.Harga Saham (Y)
Harga saham adalah uang yang dikeluarkan untuk memperoleh bukti
penyertaan atau pemilikan suatu perusahaan. Harga saham yang ditinggi
mengindikasikan bahwa saham tersebut aktif diperdagangkan. dan apabila suatu
saham aktif diperdagangkan maka dealer tidak akan lama menyimpan saham yang
sebelum diperdagangkan. Sataun harga saham dalam penelitian ini adalah rupiah.
Berikut merupakan olah data harga saham perusahaan industri makanan dan
minuman yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia tahun 2009-2013:
63
Tabel 4.5. Tabel Harga Saham (*Closing Price) (Y)
No Nama Perusahaan KodeHarga Saham (rupiah) Rata-
Rata2009 2010 2011 2012 2013
1PT Akasha Wira International Tbk
ADES 640 1.620 1.010 1.900 2.000 1.434
2PT Tiga Pilar Sejahtera Food Tbk
AISA 332 721 495 1.080 1.430 812
3PT Cahaya Kalbar Tbk
CEKA 1.250 1.100 950 1.230 1.160 1.138
4PT Delta Djakarta Tbk
DLTA 62.000 120.000 111.500 255.000 380.000 185.700
5PT Indofood Sukses Makmur Tbk
INDF 3.550 4.875 4.600 5.850 6.600 5.095
6PT Multi Bintang Indonesia Tbk
MLBI 117.000 274.950 359.000 740.000 1.200.000 538.190
7PT Mayora Indah Tbk
MYOR 4.500 10.750 14.250 19.600 26.000 15.020
8PT Prashida Aneka Niaga Tbk
PSDN 148 80 310 205 150 179
9 PT Sekar Laut Tbk SKLT 150 140 140 180 180 158
10 PT Siantar Top Tbk STTP 220 385 690 1.140 1.550 797
11
PT Ultrajaya Milk Industri and Trading Company Tbk
ULTJ 560 1.210 1.080 1.380 4.500 1.746
Berdasarkan Tabel 4.5 di atas terlihat bahwa rata-rata harga saham tertinggi
periode 2009-2013 diperoleh oleh PT Multi Bintang Indonesia Tbk dan diikuti oleh
PT Delta Djakarta Tbk yaitu berturut-turut sebesar 538.190 rupiah dan 185.700
rupiah per lembar sahamnya. Dengan peristiwa ini, mengindikasikan bahwa kedua
perusahaan ini memiliki kinerja atau manajemen yang baik jika dilihat dari sisi
pasarnya (saham). Harga saham merupakan salah satu indikator dalam kinerja
perusahaan. Semakin tinggi harga saham maka semakin tinggi pula kinerja
64
perusahaan begitu sebaliknya. Sedangkan rata-rata harga saham terendah diperoleh
oleh PT Prashida Aneka Niaga Tbk dan PT Sekar Laut Tbk yaitu secara berturut-
turut sebesar 179 rupiah dan 158 rupiah per lembar saham. Hal ini disebabkan karena
kurangnya manajemen perusahaan untuk mengelola dana yang dimiliki, peristiwa ini
dapat dilihat dari laba bersih perusahaan kedua perusahaan tersebut paling sedikit
diantara perusahaan lainnya. Sehingga ketertarikan investor untuk menananmkan
modalnya menjadi berkurang.
4.3. ANALSIS STATISTIK
4.3.2. Uji Asumsi Klasik
(1) Uji Normalitas
Uji normalitas bertujuan untuk apakah dalam model regresi variabel
dependen dan variabel independen keduanya mempunyai distribusi normal
atau tidak. Model regresi yang valid adalah distribusi data normal atau
mendekati normal. Pengujian normalitas dilakukan dengan menggunakan P-P
Plot Test. Pengujian normalitas dapat dideteksi dengan melihat penyebaran
data (titik) pada sumbu diagonal dari grafik distribusi normal. Berikut
merupakan grafik normal P-Plot menggunakan SPSS 18:
Gambar 4.1 Gambar Normal P-Plot Regression Standardized Residual
65
Berdasarkan tampilan Normal P-Plot Regression Standarized di atas
terlihat bahwa titik-titik agak menyebar disekitar garis diagonal. Oleh karena
itu berdasarkan uji normalitas, analisis regresi layak digunakan meskipun
terdapat beberapa plot yang menyimpang dari garis diagonal.
(2) Uji Multikolinieritas
Multikolinearitas adalah keadaan di mana terjadi hubungan linier yang
sempurna atau mendekati sempurna antar variabel independen dalam model
regresi. Uji multikolinearitas digunakan untuk mengetahui ada atau tidaknya
hubungan linear antar variabel independen dalam model regresi. Prasyarat
yang harus terpenuhi dalam model regresi adalah tidak adanya multikolineari-
tas. Multikolonieritas juga dapat dideteksi dengan melihat nilai tolerance dan
lawannya VIF. Tolerance mengukur variabilitas variabel independen yang
terpilih yang tidak dijelaskan oleh variabel independen lainnya. Nilai
tolerance yang rendah sama dengan nilai VIF tinggi (VIF=1/Tolerance) dan
menunjukkan adanya kolonieritas yang tinggi. Nilai cut-off yang umum
66
dipakai adalah nilai tolerance 0,10 atau sama dengan nilai VIF di atas 10.
Tingkat kolonieritas yang dapat ditolerir adalah nilai tolerance 0,10 sama
dengan tingkat multikolonieritas 0,95 (Ghozali, 2006: 96). Berikut ini hasil
uji multikolonieritas dengan melihat nilai tolerance dan lawannya VIF:
Tabel 4.6 Tabel Uji Multikolinieritas
Model Collinearity Statistics
Tolerance VIF
1 (Constant)
LN_ROE .205 4.878
LN_CR .520 1.925
LN_DER .404 2.473
LN_TATO .910 1.099
LN_EPS .233 4.287
Sumber: data diolah peneliti
Berdasarkan Tabel 4.6 di atas terlihat bahwa nilai TOL (Tolerance) dari
semua variabel bebas lebih besar dari 0,10. Dengan demikian tidak terjadi
multikolinieritas antar variabel. Selain itu terlihat nilai VIF > 10, yang artinya
tidak ditemukannya gejala multikolinieritas dari setiap variabel.
(3) Uji Autokorelasi
Uji autokorelasi bertujuan untuk menguji apakah dalam model regresi
linear ada korelasi antara kesalahan pengganggu periode t dengan kesalahan
periode (t-1) atau sebelumnya (Ghozali, 2006: 99). Untuk mendeteksi ada
67
atau tidaknya gejala autokorelasi dilakukan dengan membandingkan nilai
statistik hitung Durbin-Watson (D-W) pada perhitungan regresi dengan data
statistik pada tabel Durbin-Watson. Berikut adalah hasil analisis uji
autokorelasi dengan metode durbin watson menggunakan program SPSS 18:
Tabel 4.7 Tabel Uji AutokorelasiModel Summaryb
ModelR R Square
Adjusted R Square
Std. Error of the Estimate Durbin-Watson
dimension0
1 .835a .698 .667 1.47323 1.892
a. Predictors: (Constant), LN_EPS, LN_DER, LN_TATO, LN_CR, LN_ROEb. Dependent Variable: LN_HargaSaham
Sumber: data diolah peneliti
Dengan nilai tabel pada tingkat signifikansi 5%, jumlah sampel 55 (n) dan
jumlah variabel independen 5 (k=5), maka di tabel Durbin-Watson akan
didapatkan nilai batas atas (du) 1,768 dan batas bawah (dl) 1,374. Karena
nilai DW 1,892 lebih besar dari batas atas (du) 1,768 dan kurang dari 4-1,768
(4-du), maka dapat disimpulkan bahwa tidak terdapat autokorelasi pada
model regresi ini.
(4) Uji Heteroskedastisitas
Uji heterokedastisitas bertujuan untuk menguji apakah dalam model
regresi terjadi ketidaksamaan varians dari residu/pengamatan ke pengamatan
yang lain tetap, maka disebut Homokedastisitas dan jika berbeda disebut
Heterokedastisitas. Model regresi yang baik adalah yang homokedastisitas
atau tidak terjadi heterokedastisitas (Ghozali, 2006: 125). Berikut merupakan
grafik uji heteroskedastisitas menggunakan program SPSS 18:
Gambar 4.2 Gambar Uji Heteroskedastisitas (Scatterplot)
68
Sumber: data diolah peneliti
Salah satu cara untuk mendeteksi adanya heteroskedastisitas adalah
dengan melihat grafik plot antara nilai prediksi variabel independen (ZPRED)
dengan residualnya (SRESID). Deteksi ada tidaknya heteroskedastisitas dapat
dilakukan dengan melihat ada tidaknya pola tertentu pada grafik scatterplot
antara SRESID dan ZPRED dimana sumbu Y adalah Y yang telah diprediksi,
dan sumbu X adalah residual (Y prediksi - Y sesungguhnya) yang telah di-
studentized (Ghozali, 2006: 126).
Dari Gambar di atas terlihat titik-titik menyebar secara acak serta tersebar
baik di atas maupun di bawah angka 0 pada sumbu Y, tidak ada pola tertentu
yang teratur. Oleh karena itu, dapat disimpulkan bahwa tidak terjadi
heteroskedastisitas pada model regresi ini.
4.3.3. Analisis Regresi Linier Berganda
Analisis regresi linear berganda digunakan untuk menaksir bagaimana
keadaan (naik turunnya) variabel dependen, bila dua atau lebih variabel independen
69
sebagai faktor predictor dimanipulasi (dinaik turunkan nilainya). Dalam penelitian
ini, terdapat penggunaan ukuran variabel independen yang tidak sama, yaitu satuan
rupiah pada variabel Earnings Per Shares (EPS) dan satuan presentase pada variabel
Return On Equity (ROE), Current Ratio (CR), Debt to Equity Ratio (DER) serta
ukuran kali untuk Total Asset Turnover (TATO). Menurut Ghazali (2006: 92) jika
ukuran variabel independen tidak sama, maka sebaiknya intepretasi persamaan
regresi menggunakan standardized beta. Keuntungan menggunakan nilai beta
Standardized Coefficient adalah mampu mengeliminasi perbedaan unit ukuran pada
variabel independen (Ghazali, 2006: 92). Karena pada penelitian ini terdapat
perbedaan satuan ukuran pada variabel independen yang digunakan dalam model
regresi, maka pada penelitian ini nilai beta Standardized Coefficient digunakan dalam
menentukan persamaan regresi.
Tabel 4.8 Tabel Regresi Linier Berganda
Coefficientsa
Model Unstandardized
Coefficients
Standardized
Coefficients
t Sig.
Collinearity Statistics
B Std. Error Beta Tolerance VIF
1 (Constant) -.068 2.928 -.023 .982
LN_ROE .043 .511 .015 .085 .933 .205 4.878
LN_CR .635 .551 .125 1.152 .255 .520 1.925
LN_DER .020 .461 .005 .043 .966 .404 2.473
LN_TATO -.440 .487 -.074 -.903 .371 .910 1.099
LN_EPS .836 .171 .796 4.895 .000 .233 4.287
a. Dependent Variable: LN_HargaSahamSumber: data diolah peneliti
Dari hasil perhitungan regresi linear berganda pada tabe 4.6 di atas, dapat
diketahui hubungan antara variabel independen dan variabel dependen yang dapat
dirumuskan dalam persamaan sebagai berikut:
Harga Saham=0,015 LnROE+0,125 LnCR+0,005 LnDER−0,074 LnTATO+0.796 LnEPS
70
Berdasarkan perhitungan di atas dapat disimpulkan bahwa variabel ROE, CR, DER,
dan EPS memiliki hubungan yang positif dengan harga saham yaitu dengan nilai masing-
masing secara berturut-turut 0,015, 0,125, 0,005, dan 0,796. Artinya setiap kenaikan 1%
harga saham maka akan diikuti dengan naiknya nilai dari masing-masing variabel tadi
dengan besaran nilai seperti pada tabel di atas. Sedangkan TATO memiliki hubungan negatig
dengan harga saham yaitu sebesar -0,074. Artinya setiap kenaikan 1% harga saham maka
TATO akan turun sebesar 0,074%.
4.3.4. Analsisis Pengujian Hipotesis
Uji hipotesis dalam penelitian ini dilakukan dengan metode pengujian
koefisien regresi linier berganda untuk menguji pengaruh Return On Equity (ROE),
Current Ratio (CR), Debt to Equity Ratio (DER), Total Asset Turnover (TATO) dan
Earning per Share (EPS) terhadap Harga Saham.
(1) Uji Hipotesis 1 (Uji-t)
Uji hipotesis 1 dilakukan dengan uji-t yaitu menguji besarnya pengaruh variabel
independen Return On Equity (ROE), Current Ratio (CR), Debt to Equity Ratio
(DER), Total Asset Turnover (TATO) dan Earning per Share (EPS) terhadap
variabel dependen yaitu harga saham satu per satu. Berikut merupakan hasil
perhitungan uji-t menggunakan SPSS 18:
Tabel 4.9 Tabel Uji-t
71
Model Unstandardized
Coefficients
Standardized
Coefficients
T Sig.B Std. Error Beta
1 (Constant) -.068 2.928 -.023 .982
LN_ROE .043 .511 .015 .085 .933
LN_CR .635 .551 .125 1.152 .255
LN_DER .020 .461 .005 .043 .966
LN_TATO -.440 .487 -.074 -.903 .371
LN_EPS .836 .171 .796 4.895 .000
Sumber: data diolah peneliti
Bedasarkan hasil uji-t statistik diatas, terlihat bahwa variabel ROE, CR, DER,
dan TATO tidak berpengaruh signifikan terhadap harga saham karena nilai
signifikannya lebih besar dari 0,05. Hanya variabel EPS yang berpengaruh
signifikan terhadap harga saham dimana hal ini bisa kita lihat dari nilai signifikan
EPS lebih kecil dari 0,05.
Berikut merupakan penjelasan hasil perhitungan uji-t masing-masing
variabel:
H1 : Diduga bahwa faktor fundamental perusahaan (ROE, CR, DER, TATO,
EPS) berpengaruh signifikan secara parsial terhadap harga saham industri
makanan dan minuman di BEI periode 2009-2013.
Hipotesis pertama mengenai variabel ROE, CR, DER, TATO, dan EPS,
diketahui bahwa nilai beta standarized coeficient masing- masing secara
berturut-turut adalah 0,015; 0,125; 0,005; -0,074; dan 0,796. Hal ini
menunjukkan bahwa ROA, CR, DER, dan EPS berpengaruh positif terhadap
harga saham. Hasil yang positif menunjukkan bahwa peningkaran ROE, CR,
DER, dan EPS akan meningkatkan harga saham perushaan. Hanya TATO
yang berpengaruh negatif tehadap harga saham yaitu sebesar -0,074.
72
Di sisi lain ROE, CR, DER, dan TATO tidak berpengaruh signifikan
terhadap harga saham karena nilai sig. yang ditunjukkan dari tabel di atas
lebih besar dari 0,05. Adapun nilai sig. masing-masing secara berturut-turut
0,933; 0,255; 0,966; dan 0,371 > 0,05. Hasil yang tidak signifikan
menunjukkan bahwa perubahan yang terjadi pada variabel tersebut tidak
terlalu mempengaruhi perubahan harga saham perusahaan. Hanya variabel
EPS yang berpengaruh signifikan terhadap harga saham. Hal ini bisa dilihat
dari nilai sig. sebesar 0,000 dimana nilai tersebut lebih kecil dari 0,05. Hasil
yang signifikan menunjukkanbahwa perubahan yang terjadi pada variabel
Earnings Per Shares (EPS) sangat mempengaruhi perubahan harga saham
perusahaan.
Kesimpulan dari analisis diatas adalah:
ROE berpengaruh positif dan tidak signifikan terhadap harga
saham industri makanan dan minuman yang terdaftar di Bursa
Efek Indonesia periode 2009-2013.
CR berpengaruh positif dan tidak signifikan terhadap harga
saham industri makanan dan minuman yang terdaftar di Bursa
Efek Indonesia periode 2009-2013.
DER berpengaruh positif dan tidak signifikan terhadap harga
saham industri makanan dan minuman yang terdaftar di Bursa
Efek Indonesia periode 2009-2013.
73
TATO berpengaruh negatif dan tidak signifikan terhadap harga
saham industri makanan dan minuman yang terdaftar di Bursa
Efek Indonesia periode 2009-2013.
EPS berpengaruh positif dan signifikan terhadap harga saham
industri makanan dan minuman yang terdaftar di Bursa Efek
Indonesia periode 2009-2013.
Dengan demikian, dari analisis diatas dapat dikatakan bahwa hipotesis
pertama (H1) ditolak. Hal ini karena tidak semua variabel secara parsial
berpengaruh signifikan terhadap harga saham perusahaan industri
makanandan minuman yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia periode 2009-
2013.
(2) Uji Hipotesis 2 (Uji-F)
Uji F menunjukkan apakah semua variabel independen yang dimasukkan ke
dalam model mempunyai pengaruh secara bersama-sama terhadap variabel
dependen. Hasil perhitungan uji F adalah sebagai berikut:
Tabel 4.10 Tabel Uji-F
ANOVAb
Model Sum of Squares df Mean Square F Sig.
1 Regression 245.733 5 49.147 22.644 .000a
Residual 106.349 49 2.170
Total 352.082 54
a. Predictors: (Constant), LN_EPS, LN_DER, LN_TATO, LN_CR, LN_ROE
b. Dependent Variable: LN_HargaSaham
Sumber: data diolah peneliti
74
Berikut merupakan penjelasan hasil perhitungan uji-F variabel tersebut:
H2 : Diduga bahwa faktor fundamental perusahaan (ROE, CR, DER, TATO,
EPS) berpengaruh signifikan secara simultan terhadap harga saham
industri makanan dan minuman di BEI periode 2009-2013.
Berdasarkan tabel di atas terlihat nilai F hitung sebesar 22,644 dengan
siginifikansi sebesar 0,000. Karena nilai probabilitas (sig.) lebih kecil dari 0,05
atau 0,000 < 0,05, maka dapat disimpulkan bahwa semua variabel independen
baik dari ROE, CR, DER, TATO, dan EPS memiliki pengaruh yang signifikan
secara simultan terhadap harga saham atau hipotesis kedua (H2) diterima.
(3) Uji Hipotesis 3 (Standardized Coefficients Beta)
Untuk mengetahui variabel independen yang berpengaruh dominan terhadap
variabel dependen, maka dapat melihat standardized coefficients beta dalam SPSS
pada tabel t. Di mana standardized coefficients beta menunjukan pengaruh antara
masing-masing variabel bebas terhadap variabel terikat dengan menganggap
variabel lainnya konstan. Berikut merupakan tabel standardized coefficients beta
dengan program SPSS 18:
Tabel 4.11 Tabel standardized coefficients beta
Model Unstandardized
Coefficients
Standardized
Coefficients
t Sig.B Std. Error Beta
1 (Constant) -.068 2.928 -.023 .982
LN_ROE .043 .511 .015 .085 .933
LN_CR .635 .551 .125 1.152 .255
LN_DER .020 .461 .005 .043 .966
LN_TATO -.440 .487 -.074 -.903 .371
LN_EPS .836 .171 .796 4.895 .000
Sumber: data diolah peneliti
Adapun bunyi hipotesis ketiga adalah:
75
H3 : Diduga bahwa variabel Earning Per Shares memiliki Pengaruh dominan
diantara variabel fundamental perusahaan lainnya terhadap harga saham
perusahaan industri makanan dan minuman yang terdaftar di BEI
periode 2009-2013.
Variabel yang mempunyai standardized coefficients beta yang tinggi
menunjukkan variabel yang mempunyai pengaruh dominan terhadap harga saham.
Apabila semakin mendekati 1 menunjukan pengaruh yang semakin kuat,
sedangkan apabila mendekati 0 menunjukan pengaruh semakin lemah.
Berdasarkan tabel di atas Earnings Per Shares (EPS) memiliki nilai tertinggi yaitu
sebesar 0,796. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa hipotesis ketiga (H3)
diterima. Hal ini disebabkan karena EPS memiliki pengaruh lebih dominan dari
variabel yang lain terhadap perubahan harga saham.
76
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
1.1 Kesimpulan
Berdasarkan hasil analisis dan pembahasan pada bab sebelumnya maka diperoleh
kesimpulan sebagai berikut:
1. Dalam sampel penelitian ini Return On Equity (ROE), Current Ratio (CR), dan
Debt to Equity Ratio (DER) memiliki pengaruh positif dan tidak signifikan
terhadap harga saham. Hal ini dapat diartikan bahwa semakin tinggi ROE, CR,
dan DER maka harga saham juga akan semakin meningkat. Akan tetapi
perubahan ROE, CR, dan DER tidak terlalu mempengaruhi perubahan harga
saham . Semakin tinggi laba yang mampu dihasilkan dari ekuitas perusahaan
(ROE) menunjukkan bahwa kemampuan perusahaan dalam menghasilkan laba
semakin besar yang nantinya dapat dialokasikan kepada pemegang saham. Oleh
karena itu, perusahaan dengan ROE yang tinggi cukup diminati oleh investor
karena mampu menjawab keraguan investor dari sisi pengembalian atau
pembayaran deviden. Sama halnya dengan Currrent Ratio (CR), dimana dengan
tingginya nilai ini mengindikasikan bahwa kemampuan perusahaan dalam
membayar hutang lancarnya terjamin. Oleh karena itu risiko yang akan diterima
investor dapat diminimalkan dari rasio ini. Begitu juga dengan Debt to Equity
Ratio (DER), nilai DER yang tinggi dapat menimbulkan ketakutan bagi investor
akan risiko yang akan diterima karena perushaan terlalu banyak dibiayai oleh
hutang. Selain itu nilai DER berarti perusahaan memiliki suntikan dana dari luar
untuk mengembangkan perusahaannya. Dengan demikian apabila perusahaan
77
mampu mengelola hutangnya dengan baik menjadi keuntungan bagi perusahaan,
maka semuanya akan berdampak bagi investor dan perusahaan. Jadi tidak heran
jika ada investor yang menanamkan modalnya dalam suatu perusahaan yang
memiliki hutang tinggi.
2. Dalam sampel penelitian ini Total Asset Turnover memiliki pengaruh negatif
dan tidak signifikan terhadap harga saham. Hal ini dapat diartikan bahwa tinggi
rendahnya perputaran totak aktiva tidak terlalu mempengaruhi tinggi rendahnya
EPS. Penggunaan utang (financial leverage) yang tinggi akan menurunkan nilai
EPS. Leverage yang tinggi akanmeningkatkan EPS yang diharapkan, namun
juga akan meningkatkan risiko. EPS akan meningkat sampai titik presentase
tertentu karena tingkat penggunaan utang yang semakin tinggi sehingga
membuat beban bunga mengalami kenaikan. Beban bunga akan dengan cepat
mengalami kenaikan apabila melampaui titik presentase tersebut sehingga
mengakibatkan penurunan EPS meskipun jumlah saham yang beredar juga
megalami penurunan.
1.2 Saran
Berdasarkan deskripsi pada bab sebelumnya maupun kesimpulan di atas maka
penulis dapat memberikan saran yang mungkin berguna, yaitu bagi peneliti selanjutnya
agar menentukan objek penelitian yang lebih luas sehingga dapat diketahui pengaruh
penggunaan utang di berbagai industri yang ada sehingga hasil yang diperoleh dapat
digeneralisasi lebih luas. Selain itu, dalam penelitian ini belum dimasukkan mengenai
pengaruh lingkungan ekonomi makro yang juga dapat mempengaruhi penggunaan utang
terhadap pengembalian kepada pemegang saham yang dilihat dari tingkat Return on
Equity (ROE) dan Earning per Share (EPS) sehingga diharapkan peneliti selanjutnya
78
dapat lebih menggambarkan pengaruh utang dalam keadaan ekonomi yang berbeda-
beda.
DAFTAR PUSTAKA
Arista D. 2012. Analisis Faktor – Faktor yang Mempengaruhi Return Saham (Kasus
pada Perusahaan Manufaktur yang Go Public di BEI Periode Tahun 2005 - 2009).
Jurnal Ilmu Ekonomi Manajemen Terapan Vol. III Mei, No.3
Atmaja L. 2008. Teori dan Praktik Manajemen Keuangan. Bandung : CV. Andi Offset
Brigham & Houston. 2006. Dasar-dasar Manajemen Keuangan, buku I, edisi 10.
Jakarta: Salemba Empat
Fahmi I, 2012. Analisis Kinerja Keuangan. Bandung : Alfabeta
Ghozali I. 2006. Aplikasi Analisis Multivariate dengan Program SPSS. Edisi 2 : Badan
Penerbit Universitas Diponegoro
Gunardi A. 2010. Perubahan Kinerja Keuangan Terhadap Perubahan Harga Saham pada
Perushaan Food and Beverages. Jurnal Riset Bisnis dan Manajemen Vol. III
Februari, No.3
Hadi S. 2013. Analisis pengaruh likuiditas dan profitabilitas terhadap harga saham pada
perusahaan pt. Indocement tunggal prakarsa, tbk yang go public di bei periode
2008-2013. Universitas Mataram
Hanafi. 2004. Manajemen Keuangan. Yogyakarta: BPFE-Yogyakarta
Hayati, Laela. 2005. Analisis Pengaruh Financial Leverage dan Rentabilitas Ekonomi
terhadap Rentabilitas Modal Sendiri pada Perusahaan Manufaktur di Bursa Efek
Jakarta (BEJ). Skripsi: Fakultas Ekonomi Universitas Mataram
79
Husnan S. 2001. Dasar-dasar Teori Portofolio dan Analisis Sekuritas, Yogyakarta : UPP
AMP YKPN
. 2009. Dasar-dasar teori portofolio dan analisis sekuritas. Yogyakarta:
UPP STIM YKPN
Kasmir. 2011. Analisis Laporan Keuangan, Jakarta : PT Rajagrafindo Persada
. 2013. Analisis laporan keuangan. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada
Kodrat D, Indonanjaya K. 2010. Manajemen investasi pendekatan teknikal dan
fundamental untuk analisis saham. Yogyakarta: Graha Ilmu
vMalintan R. 2011. Pengaruh Current Ratio (CR), Debt to Equity Ratio (DER), Price
Earning Ratio (PER), dan Return On Asset (ROA) Terhadap Return Saham
Perusahaan Pertambangan yang Terdaftar di Bursa Efek Indonesia Tahun 2005-
2010. Universitas Brawijaya
Martono, Nugroho C. 2009. Pengaruh Faktor Fundamental Perusahaan dan Nilai Tukar
terhadap Return Saham pada Perusahaan yang Terdaftar di BEI (Kasus pada
Perusahaan Manufaktur Periode Tahun 2003 – 2007). Tesis, Program Pasca
Sarjana Magister Manajemen Universitas Diponegoro, Semarang (tidak
dipublikasikan)
Pandansari F. 2012. Analsis Faktor Fundamental terhadap Harga Saham. Accounting
Analysis Journal Universitas Negeri Malang
Pasaribu R. 2008. Pengaruh variabel Fundamental terhadap Harga Saham Perusahaan
Go Public di Bursa Efek Indonesia (BEI) Periode 2003-2006. Jurnal Ekonomi dan
Bisnis Vol. II, Juli No. 2
Pertiwi D. 2013. Pengaruh Variabel Internal Perusahaan Terhadap Harga Saham (Studi
Peristiwa pada Perusahaan yang Terdaftar di Bursa Efek Indonesia). Skripsi
Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Hasanuddin Makasar
80
Sawir A. (2005). Analisis Kinerja Keuangan dan Perencanaan Keuangan. Perusahaan.
PT Gramedia Pustaka, Jakarta
Sartono R. (2001). Manajemen Keuangan Teori dan Aplikasi. BBFE,Yogyakarta
Sugiyono, 2011. Metode Penelitian kuantitatif Kualitatif dan R&D. Bandung : Alfabeta
Susanto D, Sabardi A. 2002. Analisis Teknikal di Bursa Efek. BBFE, Yogyakarta
Siswoyo S, 2013. Analisis Fundamental dan Teknikal Untuk Profit Lebih Optimal.
Jakarta : Gramedia Pustaka Utama
Sumaryono. 2013. Analisis Fundamental Harga Saham BUMN di Bursa Efek Indonesia
(BEI). Jurnal Ekonomi Vol. VI, Januari-April Edisi II
Sunariyah. 2011. Pengantar pengeathuan pasar modal. Yogyakarta: UPP STIM YKPN
Susaningrum N. 2010. Analisis Pengaruh Kinerja Keuangan Perusahaan Terhadap
Harga Saham. Universitas katolik Soegijapranata
Suwahyono R, Oetomo H. 2003. Analisis Pengaruh Beberapa Variabel Fundamental
Keuangan Perusahaan Terhadap Harga Saham Perushaan Telekomunikasi yang
tercatat di Bursa Efek Jakarta. Ekuitas Vol. X, September Hlm. 307-334
WBBA A, Pratomo W. 2013. Analisis Fundamental dan Risiko Sistimatik terhadap
Harga Saham Perbankan yang Terdaftar pada LQ-45. Jurnal Ekonomi Vol. I,
Februari No. 3
Wulandari D. 2009. Analisis Faktor Fundamental terhadap Harga Saham Industri
Pertambangan dan Pertanian di BEI. Jurnal Akuntansi & Keuangan Oktober
.
top related