skripsi ryan hidayat

128
PENGARUH FAKTOR FUNDAMENTAL PERUSAHAAN TERHADAP HARGA SAHAM INDUSTRI MAKANAN DAN MINUMAN YANG TERDAFTAR DI BURSA EFEK INDONESIA PERIODE 2009-2013 PROPOSAL SKRIPSI Diajukan sebagai bagian dari syaratuntuk mencapai kebulatanstudi program stratasatu (S1) pada Fakultas Ekonomi Universitas Mataram Oleh: RYAN HIDAYAT A1B 011 140

Upload: ryan-hidayat

Post on 29-Jan-2016

46 views

Category:

Documents


19 download

TRANSCRIPT

Page 1: Skripsi Ryan Hidayat

PENGARUH FAKTOR FUNDAMENTAL PERUSAHAAN TERHADAP HARGA SAHAM INDUSTRI MAKANAN DAN MINUMAN YANG TERDAFTAR DI

BURSA EFEK INDONESIA PERIODE 2009-2013

PROPOSAL SKRIPSI

Diajukan sebagai bagian dari syaratuntuk mencapai kebulatanstudi program stratasatu (S1) pada Fakultas Ekonomi Universitas Mataram

Oleh:

RYAN HIDAYATA1B 011 140

FAKULTAS EKONOMIUNIVERSITAS MATARAM

2014

Page 2: Skripsi Ryan Hidayat

NASKAH PROPOSAL

PENGARUH FAKTOR FUNDAMENTAL PERUSAHAAN TERHADAP HARGA

SAHAM INDUSTRI MAKANAN DAN MINUMAN YANG TERDAFTAR DI

BURSA EFEK INDONESIA (PERIODE 2009-2013)

Oleh :

Nama : RYAN HIDAYAT

NIM : A1B011040

Jurusan : MANAJEMEN

Setelah membaca proposal ini dengan seksama maka menurut pertimbangan kami

proposal ini telah memenuhi syarat untuk diseminarkan

Mengetahui :

FAKULTAS EKONOMI

UNIVERSITAS MATARAM

2014

Pembimbing Utama

Drs. H. Budi Santoso, M.Com., Ph.D NIP. . 19600712 198603 1 002

Pembimbing Pendamping

Iwan Kusumayadi, SE, MM NIP. 198104302008011010

Page 3: Skripsi Ryan Hidayat

1

BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Perusahaan selalu membutuhkan dana untuk menunjang kelancaran kegiatan

operasinya dan menjaga kelangsungan hidupnya dalam persaingan bisnis yang semakin

ketat. Salah satu cara untuk memperoleh sumber dana perusahaan adalah dengan cara

menarik dana dari luar perusahaan. Dana dari luar ini, salah satunya dapat diperoleh dari

pasar modal. Dari pasar modal ini perusahaan harus berusaha agar investor bersedia

menanamkan modalnya kedalam perusahaan. Dengan kata lain agar dapat menghimpun

dana tersebut maka perusahaan harus dapat meyakinkan pihak investor bahwa mereka

akan memperoleh return atas investasinya. Dengan demikian pasar modal merupakan

wahana bagi perusahaan untuk memperoleh dana dan memberikan peluang kepada

investor untuk memperoleh imbalan (return) atas investasi yang telah dilakukannya.

Tujuan utama dari investor dalam berinvestasi adalah untuk memperoleh

imbalan (return) atas investasinya, berupa deviden dan capital gain, yaitu selisih antara

harga pasar saham dengan harga nominalnya Wulandari (2009). Selanjutnya tujuan

perusahaan menerima investasi tersebut adalah untuk memperoleh hasil yang

diharapkan (expected return), walaupun ada kemungkinan dihadapinya resiko. Dengan

demikian dalam menghimpun dana dari masyarakat atau dana dari para pemegang

saham, perusahaan berkewajiban untuk menjaga dan memelihara kondisi keuangan

perusahaan dengan baik serta memperhatikan dan menjaga likuiditas, leverage, prospek

perusahaan, profitabilitas dan kinerja (performance) perusahaan.

Bagi perusahaan yang tidak go public nilai perusahaan merupakan harga yang

bersedia dibayar oleh calon pembeli apabila perusahaan tersebut dijual. Sedangkan bagi

Page 4: Skripsi Ryan Hidayat

2

perusahaan yang go publik harga saham yang diperjual belikan di bursa merupakan

indikator nilai perusahaan. Sehingga apabila harga saham meningkat maka nilai

perusahaan juga akan meningkat. Apabila nilai perusahaan meningkat maka

kemakmuran pemegang saham juga akan meningkat. Karena dengan harga saham yang

meningkat tersebut maka pemegang saham akan memperoleh tingkat pengembalian

yang tinggi (Husnan & Pudjiastuty, 1996 dalam Wulandari, 2009).

Ada beberapa cara yang dapat digunakan untuk menganalisis harga saham.

Tetapi pada garis besarnya cara tersebut dapat dikelompokkan menjadi dua, yaitu

analisis teknikal dan analisis fundamental. Analisis teknikal pada dasarnya merupakan

upaya untuk menentukan kapan akan membeli (masuk ke pasar) atau menjual saham

(keluar pasar), dengan memanfaatkan indikator-indikator teknis maupun menggunakan

analisis grafis (Husnan, 2009:342). Sedangkan analisis fundamental merupakan analisis

yang mencoba memperkirakan harga saham dimasa yang akan datang dengan

mengestimasi nilai faktor-faktor fundamental yang mempengaruhi harga saham di masa

yang akan datang dan menerapkan hubungan variabel-variabel tersebut sehingga

diperoleh taksiran harga saham (Husnan, 2009:307).

Dalam mengestimasi harga saham tersebut, langkah yang perlu diperhatikan

investor adalah mengidentifikasikan faktor-faktor fundamental (seperti penjualan,

pertumbuhan penjualan, biaya, kebijakan deviden, dan sebagainya) yang diperkirakan

akan mempengaruhi harga saham yang dibuat dalam model analisis. Untuk

menganalisis harga saham secara fundamental diperlukan beberapa tahapan analisis.

Tahapan yang dilakukan dimulai dengan analisis dari (1) kondisi makro ekonomi atau

kondisi pasar, (2) diikuti dengan analisis industri, dan (3) akhirnya analisis kondisi

spesifik perusahaan.

Page 5: Skripsi Ryan Hidayat

3

Analisis kondisi makro ekonomi bertujuan untuk mengetahui jenis serta prospek

bisnis suatu perusahaan. Aktivitas ekonomi akan mempengaruhi laba perusahaan.

Apabila tingkat pertumbuhan ekonomi suatu negara rendah, pada umumnya tingkat laba

yang dicapai oleh suatu perusahaan juga akan rendah. Jadi lingkungan ekonomi yang

sehat, akan sangat mendukung perkembangan perusahaan. Dalam analisis ekonomi ini

terdapat banyak variabel yang bersifat makro, antara lain; pendapatan nasional,

kebijakan moneter dan fiskal, tingkat bunga, dan sebagainya. Untuk analisis industri

akan berkaitan dengan kelemahan dan kekuatan jenis industri perusahaan yang

bersangkutan (Sunariyah, 2010:177). Setiap industri dianalisis dari penelaahan berbagai

data yang menyangkut tentang penjualan, laba, deviden, struktur modal, jenis produk

yang dihasilkan dan sebagainya. Untuk melakukan analisis industri langkah pertama

yang dapat dilakukan adalah dengan mengidenftifikasikan tahap kehidupan produknya.

Kemudian menganalisis industri dalam kaitannya dengan kondisi perekonomian.

Setelah itu melakukan analisis kualitatif terhadap industri tersebut untuk membantu

pemodal menilai prospek industri di masa yang akan datang (Husnan, 2009:322).

Sedangkan analisis perusahaan berkaitan kinerja perusahaan yang diukur dari efektifitas

dan efesiensi perusahaan (Sunariyah, 2010, 177). Menurut Pandansari (2012) untuk

mengukur efektifitas dan efisiensi dalam suatu perusahaan dapat digunakan rasio-rasio

keuangan seperti rasio profitabilitas, rasio likuiditas, rasio leverage, rasio aktivitas, dan

rasio nilai pasar.

Dalam penelitian ini, analisis makro ekonomi tidak digunakan karena pada tahun

penelitian dari tahun 2009-2013 tidak terjadi krisis ekonomi yang signifikan di

Indonesia, sehingga peneliti mengasumsikan bahwa kondisi perekonomian Indonesia

dari tahun 2009-2010 adalah baik. Begitu juga dengan analisis industri, dalam penelitian

ini hanya satu industri yang diteliti yaitu industri makanan dan minuman yang terdaftar

Page 6: Skripsi Ryan Hidayat

4

di Bursa Efek Indonesia. Oleh karena itu dalam penelitian ini hanya menggunakan

analisis perusahaan untuk mengetahui pengaruhnya terhadap harga saham.

Harga saham mencerminkan nilai dari suatu perusahaan. jika perusahaan

mencapai prestasi yang baik, maka saham perusahaan tersebut akan banyak diminati

oleh para investor. Prestasi yang dicapai oleh perusahaan dapat dilihat di dalam laporan

keuangan yang dipublikasikan oleh perusahaan. Perusahaan berkewajiban untuk

mempublikasikan laporan keuangan pada periode tertentu. Laporan keuangan sangat

berguna bagi investor untuk membantu dalam pengambilan keputusan investasi, seperti

menjual, membeli dan menanam saham. Untuk menilai kondisi keuangan perusahaan,

analisis keuangan memerlukan beberapa tolok ukur yaitu dengan melihat rasio

keuangan perusahaan antara lain; rasio profitabilitas, rasio likuiditas, rasio leverage,

rasio aktivitas, dan rasio nilai pasar.

Rasio Profitabilitas, dimaksudkan untuk mengukur efisiensi penggunaan aktiva

perusahaan untuk menghasilkan laba dan juga digunakan untuk mengukur efisiensi atas

penjualan yang berhasil diciptakan. Kemampuan perusahaan untuk menghasilkan laba

dalam kegiatan operasionalnya merupakan fokus utama dalam penilaian prestasi

perusahaan. Laba perusahaan merupakan indikator kemampuan perusahaan memenuhi

kewajiban bagi para penyandang dana. Selain itu merupakan elemen dalam penciptaan

nilai perusahaan yang menunjukkan prospek perusahaan di masa yang akan datang.

Dalam penelitian ini skala yang digunakan untuk mengukur profitabilitas adalah Return

On Equity.

Rasio likuiditas mengukur kemampuan suatu perusahaan untuk memenuhi

kewajiban yang jatuh tempo (Atmaja 2008:415). Semakin tinggi rasio likuiditas

perusahaan semakin tinggi pula kemampuan perusahaan untuk membayar

kewajibannya. Rasio likuiditas pada umumnya dihitung dengan menggunakan Current

Page 7: Skripsi Ryan Hidayat

5

Ratio, Quick Ratio, dan Cash Ratio. Pada penelitian ini, peneliti menggunakan Current

Ratio sebagai proxy terhadap harga saham, dimana Current Ratio dihitung dengan

membagi asset saat ini dengan hutang saat ini. Adapun fungsi dari Current Ratio adalah

untuk melihat seberapa kuat perusahaan untuk melunasi hutang yang dimiliki. Semakin

tinggi Current Ratio, semakin mudah perusahaan melunasi hutangnya. Begitu

sebaliknya.

Ratio leverage mengukur sejauh mana perusahaan menggunakan hutang. Rasio

Leverage juga sering disebut dengan rasio solvabilitas, yang berarti mengukur seberapa

banyak perusahaan dibiayai oleh hutang. Rasio solvabilitas dalam penelitian ini diukur

dalam skala rasio yaitu Debt to Equity Ratio (DER). Semakin besar Debt to Equity

Ratio menunjukkan bahwa struktur modal lebih banyak memanfaatkan hutang

dibandingkan dengan modal sendiri.

Rasio aktivitas merupakan rasio yang menunjukkan keefektifan sebuah

perusahaan dalam menggunakan aktiva yang dimilikinya. Rasio ini digunakan untuk

menilai seberapa efisien perusahaan dapat memanfaatkan dan mengelola sumber daya

yang dimiliki perusahaan, dimana semakin tinggi rasio ini, semakin baik perusahaan

mengelola sumber aktiva yang dimiliki. Pada penelitian ini skala pengukuran rasio

aktivitas menggunakan Total Asset Turnover (TATO) dimana rasio ini adalah rasio

yang menunjukkan kemampuan perusahaan untuk menciptakan penjualan dengan

menggunakan seluruh aktiva yang dimilikinya. Rasio ini juga menunjukkan efektivitas

perusahaan dalam mengelola komponen elemen aktiva itu sendiri. Semakin tinggi

perputaran asset suatu perusahaan, maka perusahaan menunjukkan manajemen yang

baik dalam pengelolaan aktiva.

Menurut Hanafi (2004:41) dalam Wulandari (2009) rasio nilai pasar adalah rasio

yang mengukur harga pasar saham perusahaan relative terhadap nilai bukunya. Sudut

Page 8: Skripsi Ryan Hidayat

6

pandang rasio ini lebih banyak berdasar pada sudut pandang investor ataupun calon

investor, meskipun pihak manajemen juga berkepentingan rasio ini. Adapun proxy yang

digunakan untuk mngukur rasio nilai pasar adalah Earning Per Share (EPS), dimana

Earning Per Share merupakan laba yang diterima investor dari per lembar saham yang

dimiliki. Semakin tinggi kemampuan perusahaan untuk mendistribusikan pendapatan

kepada pemegang saham, mencerminkan semakin besar keberhasilan usaha yang

dilakukannya.

Industri adalah suatu usaha atau kegiatan pengolahan bahan mentah atau barang

setengah jadi menjadi barang jadi yang memiliki nilai tambah untuk mendapatkan

keuntungan. Hasil industri tidak hanya berupa barang, tetapi juga dalam bentuk jasa.

Industri makanan dan minuman saat ini sangat mempunyai pengaruh dalam

perekonomian Indonesia. Saat sistem ekonomi telah mengglobal, persaingan ekonomi

dan bisnis di tingkat nasional ataupun dunia meningkat tajam. Semakin padatnya

populasi penduduk di Indonesia dari tahun ke tahun, akan membuat industri makanan

semakin berlomba-lomba mengejar pasar yang ada. Industri makanan dan minuman

merupakan salah satu industri yang berkembang dengan pesat di Indonesia, di mana

Industri ini merupakan kategori barang konsumsi. Adapun kegiatan utama dari industri

ini adalah menghasilkan produk berupa makanan dan minuman secara kontinyu atau

berkelanjutan. Hal ini bisa dilihat dari banyaknya jenis produk makanan dalam kemasan

siap saji dengan berbagai merek dan inovasi. Industri makanan dan minuman memiliki

prospek yang cukup bagus dan cenderung diminati oleh investor sebagai salah satu

target investasinya, di mana industri ini memiliki saham yang paling tahan terhadap

krisis ekonomi dari sektor lain karena dalam kondisi krisis ataupun tidak sebagian

produk makanan dan minuman tetap dibutuhkan. Dengan berkembangnya saham yang

dimiliki perusahaan, otomatis nilai perusahaan semakin terangkat dan memberikan

Page 9: Skripsi Ryan Hidayat

7

dampak positif bagi perusahaan. Untuk itu semakin baik suatu perusahaan mengelola

saham yang dimiliki maka semakin cepat pula perusahaan mendapatkan laba.

Pergerakan harga saham yang terjadi dalam industri makanan dan minuman

cenderung bertentangan dengan teori. Jika faktor fundamental perusahaan mengalami

peningkatan seiring dengan hutang dan aktiva yang seimbang, maka harga saham juga

akan ikut meningkat. Salah satunya dapat dilihat pada rasio profitabilitas di mana

meningkatnya rasio profitabilitas tidak diikuti dengan meningkatnya harga saham.

Berikut adalah data laporan keuangan dan harga saham industri makanan dan

minuman yang terdaftar di BEI periode 2009-2013.

Tabel 1.1. Data Penjualan Perusahaan Industri Makanan dan Minuman yang Terdaftar di BEI dari Tahun 2009-2013(dalam jutaan rupiah)

No Nama Perusahaan KodePenjualan

2009 2010 2011 2012 2013

1PT Akasha Wira International Tbk

ADES 134.438 218.748 299.409 476.638 502.524

2PT Tiga Pilar Sejahtera Food Tbk

AISA 533.194 705.220 1.752.802 2.747.623 4.056.735

3 PT Cahaya Kalbar Tbk CEKA 1.194.543 718.204 1.238.169 1.123.519 2.531.881

4 PT Delta Djakarta Tbk DLTA 740.681 547.816 564.051 719.952 867.067

5PT Indofood Sukses Makmur Tbk

INDF 37.397.319 38.403.360 45.768.144 50.201.548 57.731.998

6PT Multi Bintang Indonesia Tbk

MLBI 1.616.264 1.790.164 1.858.750 1.566.984 3.561.989

7 PT Mayora Indah Tbk MYOR 4.777.175 7.224.165 9.453.866 10.510.626 12.017.837

8 PT Prashida Aneka Niaga Tbk PSDN 592.354 928.526 1.246.290 1.305.116 1.279.553

9 PT Sekar Laut Tbk SKLT 276.387 314.138 344.435 401.724 567.098

10 PT Siantar Top Tbk STTP 627.115 762.613 1.027.684 1.283.736 1.694.935

11PT Ultrajaya Milk Industri and Trading Company Tbk

ULTJ 1.613.927 1.880.411 2.102.384 2.809.851 3.460.231

Sumber: Laporan Kuangan Industri Makanan dan Minuman periode 2009-2013

Berdasarkan Tabel 1.1 di atas nilai penjualan yang diperoleh perusahaan

cenderung meningkat. Hal ini menandakan bahwa masing-masing perusahaan memiiki

prospek yang baik untuk kedepannya. Dengan meningkatnya penjualan akan menambah

Page 10: Skripsi Ryan Hidayat

8

nilai perusahaan terutama dari sisi profitabilitas, dengan demikian semakin tinggi

penjualan suatu perusahaan, maka akan semakin besar kemungkinan perusahaan untuk

mendapatkan laba yang tinggi, yang nantinya akan berfungsi untuk menarik minat

investor sehingga mampu menaikkan harga saham suatu perusahaan.

Tabel 1.2. Laba Bersih Setelah pajak Perusahaan Industri Makanan dan Minuman yang Terdaftar di BEI dari Tahun 2009-2013 (dalam jutaan rupiah)

No Nama Perusahaan KodeLaba Bersih Setelah Pajak

2009 2010 2011 2012 2013

1PT Akasha Wira International Tbk

ADES 16.32

1 31.659 25.868 83.376 55.656

2PT Tiga Pilar Sejahtera Food Tbk

AISA 37.81

5 80.066 149.951 253.664 346.728

3 PT Cahaya Kalbar Tbk CEKA 49.493 29.562 96.305 58.344 64.871

4 PT Delta Djakarta Tbk DLTA 126.504 139.567 145.085 208.121 264.451

5PT Indofood Sukses Makmur Tbk

INDF2.726.30

9 4.016.793 5.017.425 4.871.745 5.161.247

6PT Multi Bintang Indonesia Tbk

MLBI 340.577 443.050 507.382 453.405 1.192.419

7 PT Mayora Indah Tbk MYOR 372.158 484.086 483.826 742.837 1.008.764

8PT Prashida Aneka Niaga Tbk

PSDN 32.450 12.919 23.858 25.623 21.322

9 PT Sekar Laut Tbk SKLT 12.786 4.843 9.765 12.654 17.433

10 PT Siantar Top Tbk STTP 41.072 42.631 42.675 74.626 114.437

11PT Ultrajaya Milk Industri and Trading Company Tbk

ULTJ 61.151 107.123 128.450 353.432 325.127

Sumber: Laporan Kuangan Industri Makanan dan Minuman periode 2009-2013

Berdasarkan Tabel 1.2 di atas terlihat bahwa laba bersih setelah pajak yang

diperoleh industri makanan dan minuman mengalami peningkatan tiap tahunnya pada

perusahaan dengan kode AISA, DLTA dan SKLT. Akan tetapi kenaikan laba tiap

tahunnya tidak diikuti oleh kenaikan harga saham seperti pada Tabel 1.5. Seharusnya

apabila laba perusahaan meningkat dengan asumsi unsur rasio yang lain tetap, maka

harga saham juga ikut meningkat. Sedangkan pada perusahaan lainnya laba yang

dihasilkan tiap tahunnya cenderung berfluktuatif dan harga saham yang dimiliki malah

cenderung meningkat tiap tahunnya.

Tabel 1.3 Total Modal Sendiri Perusahaan Industri Makanan dan Minuman yang Terdaftar di BEI dari Tahun 2009-2013 (dalam jutaan rupiah)

Page 11: Skripsi Ryan Hidayat

9

No Nama Perusahaan KodeModal Sendiri

2009 2010 2011 2012 2013

1PT Akasha Wira International Tbk

ADES 68.219 99.878 125.746 209.122 264.778

2PT Tiga Pilar Sejahtera Food Tbk

AISA 642.973 590.069 1.832.817 2.033.453 2.356.773

3 PT Cahaya Kalbar Tbk CEKA 301.503 308.752 405.058 463.402 528.274

4 PT Delta Djakarta Tbk DLTA 599.618 593.359 572.935 598.212 676.558

5PT Indofood Sukses Makmur Tbk

INDF 15.496.172 24.852.838 31.610.225 34.140.237 38.373.129

6PT Multi Bintang Indonesia Tbk

MLBI 105.343 471.368 530.268 329.853 987.533

7 PT Mayora Indah Tbk MYOR 1.581.755 1.991.295 2.424.669 3.067.850 3.893.900

8PT Prashida Aneka Niaga Tbk

PSDN 125.429 138.347 206.289 409.577 417.600

9 PT Sekar Laut Tbk SKLT 113.524 118.344 122.908 129.534 139.612

10 PT Siantar Top Tbk STTP 404.509 447.340 490.065 579.691 694.128

11PT Ultrajaya Milk Industri and Trading Company Tbk

ULTJ 1.191.582 1.297.952 1.351.971 1.676.519 2.015.145

Sumber: Laporan Kuangan Industri Makanan dan Minuman periode 2009-2013

Berdasarkan Tabel 1.3 di atas, modal sendiri atau total ekuitas pada industri

makanan dan minuman secara keseluruhan lebih cenderung mengalami peningkatan tiap

tahunnya. Semakin besar ekuitas yang dimiliki perusahaan, maka perusahaan tersebut

memiliki manajemen yang baik dalam mengelola aktiva yang dimiliki. Umumnya

investor akan menanamkan modalnya pada perusahaan yang memiliki manajemen yang

baik untuk menghindari kerugian atau mendapatkan deviden yang tinggi. Semakin

banyak investor yang menginvestasikan dananya maka nilai perusahaan akan meningkat

dan harga saham akan ikut meningkat sehingga pengembalian yang diterima investor

semakin tinggi. Pada Tabel 1.3 di atas peningkatan ekuitas yang terjadi tidak diikuti

oleh naiknya harga saham. Misalnya pada perusahaan dengan kode AISA, CEKA,

INDF dan lain-lain.

Tabel 1.4. Total Hutang Perusahaan Industri Makanan dan Minuman yang Terdaftar di BEI dari Tahun 2009-2013 (dalam jutaan rupiah)

Page 12: Skripsi Ryan Hidayat

10

No Nama Perusahaan KodeTotal Hutang

2009 2010 2011 2012 2013

1PT Akasha Wira International Tbk

ADES 110.068 224.615 190.302 179.972 176.286

2PT Tiga Pilar Sejahtera Food Tbk

AISA 925.857 1.346.881 1.757.492 1.834.123 2.664.051

3 PT Cahaya Kalbar Tbk CEKA 267.099 541.717 418.302 564.289 541.352

4 PT Delta Djakarta Tbk DLTA 160.808 115.225 123.231 147.095 190.483

5PT Indofood Sukses Makmur Tbk

INDF 24.886.781 22.423.117 21.975.708 25.249.168 39.719.660

6PT Multi Bintang Indonesia Tbk

MLBI 888.122 665.714 690.545 822.195 794.615

7 PT Mayora Indah Tbk MYOR 1.622.970 2.358.692 4.175.176 5.234.656 5.816.323

8 PT Prashida Aneka Niaga Tbk PSDN 179.861 221.094 215.077 273.034 264.232

9 PT Sekar Laut Tbk SKLT 82.678 81.125 91.345 120.298 162.312

10 PT Siantar Top Tbk STTP 452.103 201.934 444.701 670.149 775.930

11PT Ultrajaya Milk Industri and Trading Company Tbk

ULTJ 541.119 708.644 828.546 744.275 796.476

Sumber: Laporan Kuangan Industri Makanan dan Minuman periode 2009-2013

Pada Tabel 1.4 di atas total hutang industri makanan dan minuman secara

keseluruhan tiap tahunnya cenderung mengalami fluktuasi. Hutang merupakan salah

satu pertimbangan investor menanamkan modalnya pada suatu perusahaan. Semakin

tinggi hutang suatu perusahaan akan menambah kewaspadaan investor menanamkan

modalnya karena takut dana yang dimiliki akan ikut hangus atau malah tidak

mendapatkan keuntungan apapun. Hutang pada dasarnya memiliki dampak positif dan

negatif pada perusahaan. Dampak positif hutang bagi perusahaan salah satunya untuk

menghindari pajak yang tinggi dan mampu menambah modal perusahaan. Sedangkan

dampak negatifnya yakni beban bunga yang harus dibayar semakin besar dan mampu

menyebabkan perusahaan bangkrut. Pada Tabel 1.4 diatas, fluktuasinya sebagian hutang

perusahaan diikuti oleh meningkatnya harga saham misalnya pada perusahaan dengan

kode MYOR dan STTP. Seharusnya jika hutang semakin tinggi, investor akan takut

menanamkan modalnya sehingga nilai perusahaan mengalami penurunan yang diikuti

oleh harga saham itu sendiri.

Page 13: Skripsi Ryan Hidayat

11

Tabel 1.5. Harga Saham (*Closing Price) Perusahaan Industri Makanan dan Minuman yang Terdaftar di BEI dari Tahun 2009-2013 (dalam rupiah)

No Nama Perusahaan KodeHarga Saham

20092010 2011 2012 2013

1PT Akasha Wira International Tbk

ADES 640 1.620 1.010 1.900 2.000

2PT Tiga Pilar Sejahtera Food Tbk

AISA 332 721 495 1.080 1.430

3 PT Cahaya Kalbar Tbk CEKA 1.250 1.100 950 1.230 1.160

4 PT Delta Djakarta Tbk DLTA 62.000 120.000 111.500 255.000 380.000

5PT Indofood Sukses Makmur Tbk

INDF 3.550 4.875 4.600 5.850 6.600

6PT Multi Bintang Indonesia Tbk

MLBI 117.000 274.950 359.000 740.000 1.200.000

7 PT Mayora Indah Tbk MYOR 4.500 10.750 14.250 19.600 26.000

8PT Prashida Aneka Niaga Tbk

PSDN 148 80 310 205 150

9 PT Sekar Laut Tbk SKLT 150 140 140 180 180

10 PT Siantar Top Tbk STTP 220 385 690 1.140 1.550

11PT Ultrajaya Milk Industri and Trading Company Tbk

ULTJ 560 1.210 1.080 1.380 4.500

Sumber: finance.yahoo.com, ICMD

Berdasarkan Tabel 1.5 di atas terlihat harga saham beberapa perusahaaan

cenderung mengalami fluktuatif padahal penjualan mereka selalu meningkat seperti

pada Tabel 1.1, salah satunya terjadi pada PT Akhasa Wira International Tbk dan juga

dialami oleh beberapa perusahaan lainnya seperti PT Tiga Pilar Sejahtera Food Tbk, PT

Indofood Sukses Makmur Tbk dan perusahaan lainnya. Seharusnya, jika penjulalan

meningkat harga saham juga ikut meningkat.

Atas uraian di atas, maka penulis ingin meneliti tentang “Pengaruh Faktor

Fundamental Perusahaan terhadap Harga Saham Industri Makanan dan Minuman yang

Terdaftar di Bursa Efek Indonesia (Periode 2009-2013)”.

Page 14: Skripsi Ryan Hidayat

12

1.2. Identifikasi Masalah

Berdasarkan uraian latar belakang di atas, maka identifikasi permasalahan yang

terjadi adalah sebagai berikut:

1. Nilai penjualan perusahaan industri makanan dan minuman dari tahun ke tahun

cenderung mengalami peningkatan akan tetapi harga saham perusahaan

cenderung berfluktuasi.

2. Laba bersih setelah pajak dan total ekuitas yang dihasilkan perusahaan tiap

tahunnya cenderung meningkat tetapi tidak diikuti meningkatnya harga saham

pada perusahaan tertentu.

3. Total hutang perusahaan industri makanan dan minuman tiap tahunnya

cenderung mengalami fluktiasi, tetapi diikuti pada meningkatnya harga saham

pada perusahaan tertentu. Seharusnya jika hutang meningkat, harga saham akan

turun dengan asumsi unsur rasio yang lain tetap.

1.3. Perumusan Masalah

Berdasarkan identifikasi masalah di atas, maka dapat dirumuskan permasalahan

sebagai berikut

1. Apakah fakor fundamental perusahaan (ROE, CR, DER, TATO, EPS)

berpengaruh secara parsial terhadap harga saham industri makanan dan

minuman di BEI periode 2009-2013?

2. Apakah fakor fundamental perusahaan (ROE, CR, DER, TATO, EPS)

berpengaruh secara simultan terhadap harga saham industri makanan dan

minuman di BEI periode 2009-2013?

Page 15: Skripsi Ryan Hidayat

13

3. Variabel manakah yang berpengaruh dominan dari faktor fundamental

perusahaan terhadap harga saham industri makanan dan minuman di BEI

periode 2009-2013?

1.4. Tujuan Penelitian

Adapun tujuan penelitian ini berdasarkan rumusan masalah diata adalah sebagai

berikut:

1. Untuk menganalisis seberapa kuat pengaruh faktor fundamental perusahaan

(ROE, CR, DER, TATO, EPS) terhadap harga saham industri makanan dan

minuman di BEI periode 2009-2013 secara parsial.

2. Untuk menganalisis seberapa kuat pengaruh faktor fundamental perusahaan

(ROE, CR, DER, TATO, EPS) terhadap harga saham industri makanan dan

minuman di BEI periode 2009-2013 secara simultan.

3. Untuk mengetahui variabel mana dari faktor fundamental yang berpengaruh

dominan terhadap harga saham industri makanan dan minuman di BEI

periode 2009-2013.

1.5. Manfaat Penelitian

1. Secara akademis sebagai salah satu syarat untuk menyelesaikan studi dan

memperoleh gelar sarjana strata satu (S1) pada Fakultas Ekonomi Universitas

Mataram.

2. Secera Teoritis untuk menambah wawasan dan ilmu pengetahuan dalam bidang

harga saham dan faktor-faktor yang mempengaruhinya.

Page 16: Skripsi Ryan Hidayat

14

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Tinjauan Penelitan Terdahulu

Adapun penelitian terdahulu yang menjadi salah satu sumber pada penelitian

yang saya ajukan ini antara lain:

Penelitian yang dilakukan oleh Dhita Ayudia Wulandari (2009) dengan judul

penelitian "Analisis Faktor Fundamental Terhadap Harga Saham Industri Pertambangan

dan Pertanian di BEI" dimana penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh

faktor fundamental terhadap harga saham khususnya saham industri pertambangan dan

pertanian. Hasil Penelitian pada industri pertambangan menunjukkan seluruh variabel

independent berpengaruh signifikan terhadap harga saham baik secara parsial maupun

simultan. Sedangkan pada industri pertanian hanya variabel EPS, PER, BVS, ROI,

PBV, DER, serta Beta yang berpengaruh signifikan terhadap harga saham baik secara

simultan maupun parsial.

Penelitian yang dilakukan oleh Amanda WBBA, dan Wahyu Ario Pratomo

(2013) dengan judul penelitian "Analisis Fundamental dan Risiko Sistematik terhadap

Harga Saham Perbankan yang Terdaftar pada Indeks LQ 45" dimana penelitian ini

bertujuan mengetahui pengaruh aspek fundamental dan risiko sistematis terhadap harga

saham perbankan di indeks LQ 45. Hasil dari penelitian ini yaitu ROA berpengaruh

negatif dan tidak signifikan terhadap harga saham keenam bank yang terdaftar pada

Indeks LQ 45. ROE berpengaruh positif dan tidak signifikan terhadap harga saham

keenam bank yang terdaftar pada Indeks LQ 45. DER berpengaruh negatif dan

signifikan terhadap harga saham keenam bank yang terdaftar pada Indeks LQ 45. EPS

berpengaruh positif dan signifikan terhadap harga saham keenam bank yang terdaftar

pada Indeks LQ 45. PER berpengaruh positif dan signifikan terhadap harga saham

Page 17: Skripsi Ryan Hidayat

15

keenam bank yang terdaftar pada Indeks LQ 45. BETA berpengaruh negatif dan

signifikan terhadap harga saham keenam bank yang terdaftar pada Indeks LQ 45.

Selanjutnya adalah penelitian yang dilakukan oleh Rowland Bismark Fernando

(2008) dengan judul penelitian "Pengaruh Variabel Fundamental terhadap Harga Saham

Perusahaan Go Public di BEI". Adapun penelitian ini bertujuan menguji lima faktor

fundamental (pertumbuhan, profitabilitas, leverage, likuiditas, dan efisiensi) dan dua

rasio pasar (earning ratio, dan rasio harga laba) yang diperkirakan mempengaruhi harga

saham di beberapa kelompok industri manufaktur yang terdaftar di Bursa Efek Jakarta

dari tahun 2003-2006. Hasil penelitian ini dimana menggunakan regresi berganda

menunjukkan bahwa semua faktor fundamental dan rasio pasar memiliki pengaruh yang

signifikan secara simultan dan parsial di semua industri. EPS berpengaruh dominan

dalam enam industri yang diteliti.

Berdasarkan penelitian yang dilakukan Dhita Ayudia Wulandari (2009),

persamaannya dengan penelitian sekarang adalah sama-sama menggunakan jenis

penelitian asosiatif dengan metode analisis yang sama yaitu dengan menggunakan

regresi linier berganda. Adapun perbedaannya denga penelitian yang sekarang adalah

terdapat pada variabel peleitian dimana penelitian terdahulu menggunakan beta, BVS,

PER dan ROI. Sedangkan pada penelitian sekarang menggunakan variabel ROE, DER,

CR, TATO dan EPS.

Pada penelitian yang dilakukan Amanda WBBA dan Wahyu Ario Pratomo

(2013), persamaannya dengan penelitian sekarang yaitu sama-sama menggunakan jenis

penelitian asosiatif dimana penelitian tersebut bertujuan untuk mengetahui pengaruh

variabel independen terhadap variabel dependen serta menggunakan metode yang sama

yakni regresi linier berganda. Sedangkan perbedaanya dengan penelitian sekarang

Page 18: Skripsi Ryan Hidayat

16

adalah pada variabel penelitian yang digunakan, dimana penelitian terdahulu

menggunakan PER dan EPS saja sebagai pengaruh terhadap harga saham.

Sedangkan penelitian yang dilakukan oleh Rowland Bismark Fernando (2008),

persamaannya dengan penelitian sekarang terdapat pada jenis penelitian, variabel

penelitian dan metode analisis data yang digunakan. Dimana jenis penelitian yang

digunakan adalah asosiatif dengan menggunakan rasio profitabilitas, leverage, aktivitas,

likuiditas dan nilai pasar sebagai variabel penelitian. Adapun metode analsis yang

digunakan yaitu regresi linier berganda dengan menggunakan program SPSS.

2.2. Tinjauan Teoretis

2.2.1. Analisis Fundamental

Analisis fundamental merupakan analisis yang mencoba memperkirakan

harga saham dimasa yang akan datang dengan mengestimasi nilai faktor-faktor

fundamental yang mempengaruhi harga saham di masa yang akan datang dan

menerapkan hubungan variabel-variabel tersebut sehingga diperoleh taksiran

harga saham (Husnan, 2009:307). Menurut Kodrat (2010:203) analisis

fundamental menitik beratkan pada data-data kunci dalam laporan keuangan

perusahaan untuk memperhitungkan apakah harga saham sudah diapresiasi

secara akurat. Untuk melakukan analisis fundamental, ada tiga tahapan analsis

yang dapat dilakukan diantaranya; analisis makro ekonomi, analisis industri dan

analsis perusahaan.

(1) Analisis Makro Ekonomi

Analisis kondisi makro ekonomi bertujuan untuk mengetahui jenis serta

prospek bisnis suatu perusahaan. Aktivitas ekonomi akan mempengaruhi laba

perusahaan. Apabila tingkat pertumbuhan ekonomi suatu negara rendah, pada

Page 19: Skripsi Ryan Hidayat

17

umumnya tingkat laba yang dicapai oleh suatu perusahaan juga akan rendah.

Jadi lingkungan ekonomi yang sehat, akan sangat mendukung perkembangan

perusahaan. Dalam analisis ekonomi ini terdapat banyak variabel yang

bersifat makro, antara lain; pendapatan nasional, kebijakan moneter dan

fiskal, tingkat bunga, dan sebagainya. Menurut Husnan (2009:311) kondisi

perekonomian akan mempengaruhi kondisi pasar , begitu juga sebaliknya

kondisi pasar akan mempengaruhi para pemodal. Apabila pasar membaik atau

memburuk, umumnya saham-saham juga akan terpengaruh dengan arah yang

sama.

(2) Analisis Industri

Analisis industri berkaitan dengan kelemahan dan kekuatan jenis industri

perusahaan yang bersangkutan (Sunariyah, 2010:177). Setiap industri

dianalisis dari penelaahan berbagai data yang menyangkut tentang penjualan,

laba, deviden, struktur modal, jenis produk yang dihasilkan dan sebagainya.

Untuk melakukan analisis industri langkah pertama yang dapat dilakukan

adalah dengan mengidenftifikasikan tahap kehidupan produknya. Kemudian

menganalisis industri dalam kaitannya dengan kondisi perekonomian. Setelah

itu melakukan analisis kualitatif terhadap industri tersebut untuk membantu

pemodal menilai prospek industri di masa yang akan datang (Husnan,

2009:322).

(3) Analisa Perusahaan

Analisis perusahaan berkaitan kinerja perusahaan yang diukur dari

efektifitas dan efesiensi perusahaan (Sunariyah, 2010, 177). Menurut Kodrat

(2010: 229) untuk menganalisa perusahaan dapat digunakan tiga metode

Page 20: Skripsi Ryan Hidayat

18

yaitu; analisa cross section, analisa common size, dan analisa laporan

keuangan.

1. Analisis Cross Section

Menurut Kodrat (2010:230) analisis cross section merupakan

analisis yang digunakan untuk mengetahui kondisi industri, manakah

industri yang sedang mengalami trend yaitu industri yang sedang

booming, industri yang sedang lesu dan industri yang stagnan. Analisis

ini juga digunakan sebagai tolok ukur kinerja perusahaan (benchmark).

2. Analisis Common Size

Pada common size analysis, seluruh item pada laporan rugi laba

dibagi dengan penjualan dan seluruh item pada neraca dibagi dengan

total aktiva (Kodrat, 2010:231). Tujuan dari common size analysis adalah

memungkinkan kitauntuk membandingkan neraca serta laporan rugi laba

dari waktu ke waktu antar beberapa perusahaan.

3. Analisis Rasio Keuangan

Analisis rasio keuangan adalah salah satu alat untuk menganalisa

keadaan keuangan perusahaan. Adapun tujuan dari perhitungan rasio

keuangan adalah untuk mengetahui pergerakan keuangan suatu

perusahaan dengan kata lain untuk melihat kinerja perusahaan dari aspek

keuangan apakah berjalan dengan baik atau tidak. Menurut Atmaja

(2008) rasio keuangan yang sering digunakan adalah rasio profitabilitas,

rasio likuiditas, rasio leverage, rasio aktivitas dan rasio nilai pasar.

Berikut adalah penjelasan mengenai masing-masing rasio yang

digunakan:

Page 21: Skripsi Ryan Hidayat

19

a. Rasio Profitabilitas

Rasio Profitabilitas adalah rasio yang mengukur kemampuan

perusahaan dalam mencari keuntungan (Kasmir, 2013:196). Rasio ini

juga memberikan ukuran tingkat efektifitas manajemen suatu

perusahaan. Intinya adalah penggunaan rasio ini menunjukkan efisiensi

perusahaan. Ada banyak cara yang digunakan untuk mengulur rasio

profitabilitas ini seperti; Return On Asset, Return On Equity, Net Profit

Margin, Profit Margin dan sebagainya. Dalam penelitian ini peneliti

menggunakan Return On Equity sebagai landasan untuk mengetahui

pengaruh rasio profitabilitas terhadap harga saham karena ROE

berkaitan dengan modal suatu perusahaan. Biasanya investor lebih

cenderung melihat modal yang dimiliki oleh perusahaan karena investor

bertindak sebagai pemegang saham.

Return On Equity merupakan rasio yang digunakan untuk

mengukur kinerja manajemen perusahaan dalam mengelola modal yang

tersedia untuk menghasilkan laba (Kasmir 2013:204). Semakin besar

ROE, semakin besar pula tingkat keuntungan yang dicapai perusahaan

sehingga kemungkinan suatu perusahaan dalam kondisi bermasalah

semakin kecil. Rasio ini banyak diamati oleh para pemegang saham

perusahaan serta para investor di pasar modal yang ingin membeli

saham.Kenaikan dalam rasio ini berarti terjadi kenaikan laba bersih dan

kenaikan laba tersebut akan menyebabkan kenaikan harga saham

perusahaan.

Page 22: Skripsi Ryan Hidayat

20

b. Rasio Likuiditas

Rasio likuiditas adalah kemampuan suatu perusahaan untuk

memenuhi kewajiban keuangannya yang harus segera dipenuhi (jatuh

tempo) dan membayar tepat pada waktunya (Kodrat, 2010:236).

Semakin tinggi rasio likuiditas perusahaan semakin tinggi pula

kemampuan perusahaan untuk membayar kewajibannya. Rasio

likuiditas pada umumnya dihitung dengan menggunakan Current Ratio,

Quick Ratio, dan Cash Ratio. Current Ratio digunakan untuk mengukur

kemampuan aktiva lancar menutup hutang lancar. Quick Ratio

digunakan untuk mengukur kemampuan aktiva lancar kecuali

persediaan untuk menutup hutang lancar. Dan Cash Ratio digunakan

untuk mengukur kemampuan kas dan surat berharga untuk menutup

hutang lancar.

c. Rasio Leverage

Ratio Leverage mengukur seberapa banyak perusahaan

menggunakan hutang. Rasio Leverage sering disebut dengan rasio

solvabilitas (Kasmir, 2013:150). Umumnya rasio solvabilitas yang

sering digunakan adalah Debt to Equity Ratio (DER). Semakin besar

DER menunjukkan bahwa struktur modal lebih banyak memanfaatkan

hutang dibandingkan dengan modal sendiri.

Menurut Riyanto dalam Susilowati (2011), "Pembiayaan dengan utang, memiliki 3 implikasi penting (1) memperoleh dana melalui utang membuat pemegang saham dapat mempertahankan pengendalian atas perusahaan dengan investasi yang terbatas, (2) kreditur melihat ekuitas, atau dana yang disetor pemilik, untuk memberikan margin pengaman, sehingga jika pemegang saham hanya memberikan sebagian kecil dari total pembiayaan, maka risiko perusahaan sebagian besar ada pada kreditur; (3) jika

Page 23: Skripsi Ryan Hidayat

21

perusahaan memperoleh pengembalian yang lebih besar atas investasi yang dibiayai dengan dana pinjaman dibanding pembayaran bunga, maka pengembalian atas modal pemilik akan menjadi lebih besar. Akan tetapi, jika pengembalian yang diperoleh atas investasi yang dibiayai dengan dana pinjaman dibandingkan dengan bunga, maka pengembalian atas modal pemilik semakin kecil."

d. Rasio Aktivitas

Menurut Kasmir (2013:172) rasio aktivitas merupakan rasio yang

menunjukkan keefektifan sebuah perusahaan dalam menggunakan

aktiva yang dimilikinya. Rasio ini digunakan untuk menilai seberapa

efisien perusahaan dapat memanfaatkan dan mengelola sumber daya

yang dimiliki perusahaan. Ukuran penilaian dalam rasio ini adalah

semakin tinggi rasio ini, semakin baik perusahaan mengelola sumber

aktiva yang dimiliki. Jenis rasio aktivitas adalah Inventory Turnover,

Receivable Turnover, Fixed Asset Turnover, Total Asset turnover, dan

Working Capital Turnover.

e. Rasio Nilai Pasar

Menurut (Hanafi, 2004:41) rasio nilai pasar adalah rasio yang

mengukur harga pasar saham perusahaan relative terhadap nilai

bukunya. Sudut pandang rasio ini lebih banyak berdasar pada sudut

pandang investor ataupun calon investor, meskipun pihak manajemen,

juga berkepentingan rasio ini. Rasio nilai pasar terdiri dari Earning Per

Share, Prices Earning Ratio, Market to Book Value Ratio, Deviden

Yield Ratio,dan Deviden Payout Ratio. Dalam Penelitian ini skala

pengukuran rasio nilai pasar adalah Earning Per Shares. Menurut Alwi

(2003:77) dalam Wulandari (2009), Earning Per Share (EPS) biasanya

Page 24: Skripsi Ryan Hidayat

22

menjadi perhatian pemegang saham pada umumnya atau calon

pemegang saham dan manajmen. EPS menunjukan jumlah uang yang

dihasilkan (return) dari seti lembar saham. Semakin besar nilai EPS

semakin besar keuntungan yang diterima pemegang saham.

Seorang investor membeli dan mempertahankan saham suatu

perusahaan dengan harapan akan memperoleh deviden atau capital

gain. Laba biasanya menjadi dasar penentuan pembayaran deviden dan

kenaikan harga saham di masa mendatang. Oleh karena itu, para

pemegang saham biasanya tertarik dengan angka EPS yang dilaporkan

perusahaan.

2.2.2. Harga Saham

Harga saham adalah uang yang dikeluarkan untuk memperoleh bukti

penyertaan atau pemilikan suatu perusahaan (Anoraga, 2006:100 dalam Hadi

2013). Harga saham yang ditinggi mengindikasikan bahwa saham tersebut aktif

diperdagangkan, dan apabila suatu saham aktif diperdagangkan maka dealer

tidak akan lama menyimpan saham yang sebelum diperdagangkan.

Menurut Susanto (2002:12) harga saham adalah harga yang ditentukan secara lelang dan kontinyu. Sedangkan menurut Sartono (2001:70) harga pasar saham terbentuk melalui mekanisme permintaan dan penawaran dipasar modal. Harga pasar menunjukkan seberapa baik manajemen menjalankan tugasnya atas nama pemegang para pemegang saham. Pemegang saham yang tidak puas dengan kinerja perusahaan dapat menjual saham yang mereka miliki dan menginvestasikan uangnya di perusahaan lain. Tindakan-tindakan tersebut jika dilakukan oleh para pemegang saham akan mengakibatkan turunnya harga saham dipasar, karena pada dasarnya tinggi rendahnya harga saham lebih banyak dipengaruhi oleh pertimbangan pembeli dan penjual tentang kondisi internaldan eksternal perusahaan. Hal ini berkaitan dengan analisis sekuritas yang umumnya dilakukan investor sebelum membeli dan menjual saham.

Page 25: Skripsi Ryan Hidayat

23

Menurut Hin (2001:27 dalam Hadi 2013) terdapat enam istilah mengenai harga saham, yaitu sebagai berikut:

Open (pembukaan) yaitu harga terjadi pada transaksi pertama suatu saham.

Close (penutupan) yaitu harga terjadi pada transaksi terakhir suatu saham.

High (tertinggi) harga tertinggi transaksi yang tecapai pada suatu saham.

Low (rendah) yaitu harga terendah yang tercapai pada suatu saham.

Bid (minat beli) yaitu harga jual yang diminati pembeli untuk melakukan transaksi.

Ask (minat jual) yaitu harga jual yang diminati penjual untuk melakukan transaksi.

Adapun harga saham yang digunakan dalam penelitian ini adalah closing

price bulan Desember untuk setiap tahun penelitian. Harga saham di pasar akan

menentukan nilai suatu perusahaan. Demikian juga nilai perusahaan yang

berarti kinerja dan kesehatan perusahaan juga mempengaruhi harga sahamnya.

Kesehatan perusahaan adalah jaminan investor untuk memprediksi keuntungan

yang akan diterimanaya di masa mendatang. Apabila kinerja perusahaan baik,

tentu keuntungan investor dalam pembagian deviden akan bertambah dan harga

sahamnya akan semakin tinggi.

Investor melakukan penilaian terhadap harga saham dengan

membandingkan nilai intrinsik perusahaan dengan harga saham. Sehingga

dapat diketahui harga saham overvalued atau undervalued. Upaya untuk

merumuskan cara menghitung harga saham dilakukan dengan analisis dengan

tujuan mendapatkan pengembalian yang memuaskan dengan memperhatikan

faktor-faktor yang mempengaruhi harga saham tersebut (Halim,2005:20 dalam

Pratomo dan Amanda 2013).

Page 26: Skripsi Ryan Hidayat

24

Menurut Husnan (1996) seperti yang dikutip oleh Resmi (2002) faktor-

faktor yang mempengaruhi harga saham dipasar adalah:

Harapan investor terhadap tingkat keuntungan dividen untuk masa yang akan datang. Jika pendapatan atau deviden suatu saham stabil maka harga saham cenderung stabil. Sebaliknya, jika pendapatan atau deviden suatu saham berfluktuasi maka harga saham cenderung berfluktuasi pula.

Tingkat pendapatan perusahaan. Tingkat pendapatan perusahaan yang tercermin dari EPS terkait erat dengan peningkatan harga saham. Apabila fluktuasi EPS tinggi maka tinggi pula perubahan harga saham pasarnya.

Kondisi perekonomian. Kondisi perekonomian saat ini dan sekarang salah satunya dipengaruhi oleh kondisi ekonomi masa lalu dan saat ini. Apabila kondisi perekonomian stabil dan mantap maka investor optimis terhadap kondisi perekonomian yang akan datang sehingga harga saham cenderung stabil dan sebaliknya.

Selain itu faktor yang mempengaruhi harga saham menurut Weston dan Brigham (1993:26-27 dalam Susaningrum,2010) adalah proyeksi laba, tingkat risiko dari proyeksi laba, proporsi hutang perusahaan terhadap ekuitas, serta kebijakan pembagian dividen. Faktor lain yang dapat mempengaruhi pergerakan harga saham adalah keadaan eksternal seperti kegiatan perekonomian pada umumnya, pajak, keadaan bursa saham.

2.2.3. Hubungan Profitabilitas (ROE) dengan Harga Saham

ROE merupakan rasio profitabilitas atau yang lebih dikenal dengan

rentabilitas modal sendiri, yaitu rasio antara laba bersih setelah pajak terhadap

modal sendiri (equity) yang berasal dari setoran modal pemilik, laba ditahan

dan cadangan lain yang dikumpulkan perusahaan. Semakin tinggi ROE

menunjukkan semakin efisien perusahaan dalam menggunakan modal sendiri

untuk menghasilkan laba atau keuntungan bersih. ROE digunakan untuk

mengukur tingkat kembalian perusahaan atau efektivitas perusahaan di dalam

menghasilkan keuntungan dengan memanfaatkan ekuitas (shareholders’

equity) yang dimiliki oleh perusahaan. Keterkaitan antara return on equity

Page 27: Skripsi Ryan Hidayat

25

(ROE) dengan harga saham dikemukakan oleh Higgins (1990: 59) menjelaskan

bahwa adanya hubungan yang positif antara ROE dan harga saham perusahaan

yang dapat meningkatkan nilai buku (book value) saham perusahaan. Jadi

antara ROE dengan harga saham mempunyai hubungan positif, dimana ROE

yang tinggi cenderung meningkatkan harga saham.

2.2.4. Hubungan Likuiditas (CR) dengan Harga Saham

Rasio likuiditas merupakan rasio yang mengukur tingkat

kemampuan perusahaan dalam memenuhi kewajiban jangka pendek yang

telah jatuh tempo. Sebagai indicator maka digunakan current ratio yang dapat

mengukur kemampuan perusahaan membayar kewajiban jangka pendek

atau utang yang segera jatuh tempo pada saat ditagih secara keseluruhan.

Dengan kata lain, seberapa banyak aktiva lancar yang tersedia untuk

menutupi kewajiban jangka pendek yang segera jatuh tempo. Rasio lancar

dapat pula dikatakan sebagai bentuk untuk mengukur tingkat keamanan

(margin of safety ) suatu perusahaan.

Menurut Sawir (2005:9) menyatakan bahwa CR yang rendah akan berakibat pada menurunnya harga pasar saham perusahaan bersangkutan, namun CR terlalu tinggi belum tentu baik karena pada kondisi tertentu hal tersebut menunjukkan banyak dana perusahaan yang menganggur (aktivitas sedikit) yang pada akhirnya dapat mengurangi kemampuan laba perusahaan

. Senada dengan Sawir, Prastowo (1995) dalam Malintan (2011)

mengungkapkan CR yang tinggi dapat disebabkan adanya piutang yang tidak

tertagih dan persediaan yang belum terjual, yang tentunya tidak dapat

digunakan secara cepat untuk membayar utang lancarnya. Dari argumen

tersebut dapat disimpulkan bahwa aset lancar yang bernilai cukup besar yang

dalam hal ini digunakan sebagai pembilang dalam perhitungan CR bisa saja

Page 28: Skripsi Ryan Hidayat

26

lebih didominasi oleh komponen piutang yang tidak tertagih dan persediaan

yang belum terjual yang nilai dari kedua komponen ini lebih tinggi dari pada

nilai komponen aset lancar lainnya yang digunakan untuk membayar utang

lancar. jika hal ini terjadi tentu rasio CR suatu perusahaan akan tinggi dan

mengakibatkan seakan-akan perusahaan berada dalam kondisi yang likuid.

2.2.5. Hubungan Leverage (DER) dengan Harga Saham

Menurut Bringham dan Houston (2006:17), semakin tinggi risiko dari

penggunaan lebih banyak utang akan cendrung menurunkan harga saham.

Investor perlu memperhatikan kesehatan perusahaan melalui perbandingan

antara modal sendiri dan modal pinjaman. Jika modal sendiri lebih besar dari

modal pinjaman, maka perusahaan tidak akan mudah bangkrut (Samsul,

2006:204 dalam Malintan 2011). Dari beberapa penjelasan di atas dapat

disimpulkan bahwa semakin tinggi DER menunjukkan komposisi total utang

semakin besar dibanding dengan total modal sendiri sehingga meningkatkan

tingkat risiko yang diterima investor.

2.2.6. Hubungan Aktivitas (TATO) dengan Harga Saham

Total Asset Turnover (TATO). merupakan rasio yang mengukur tingkat

efisiensi dan efektivitas dari perputaran maupun pemanfaatan total aktiva

dalam menghasilkan penjualan. Rasio ini menunjukkan banyaknya penjualan

yang dapat diperoleh perusahaan untuk tiap rupiah yang telah ditanamkan pada

aktiva perusahaan. Semakin tinggi rasio ini semakin baik bagi perusahaan

karena rasio ini mengukur kemampuan modal yang diinvestasikan oleh

perusahaan untuk menghasilkan pendapatan sehingga dapat meningkatkan

harga saham (Pertiwi,2013).

Page 29: Skripsi Ryan Hidayat

27

2.2.7. Hubungan Nilai Pasar (EPS) dengan Harga Saham

Pendapatan per lembar saham (Earning Per Share) merupakan total

keuntungan yang diperoleh investor untuk setiap lembar sahamnya. Total

keuntungan tersebut diukur dari rasio antar laba bersih setelah pajak (earning

tax-EAT) terhadap jumlah lembar saham yang beredar (Kasmir, 2013). Laba

bersih yang diperhitungkan tersebut setelah dikurangi dengan dividen untuk

para pemegang saham minoritas (preffered stock). Apabila Earnings per Share

(EPS) perusahaan tinggi maka akan semakin banyak investor yang mau

membeli saham tersebut sehingga menyebabkan harga saham akan tinggi

(Dharmastuti, 2004).

Munawir (2001) dalam Martono (2009) menyebutkan bahwa earning per

share (laba per lembar saham) biasanya merupakan indikator laba yang

diperhatikan oleh para investor. Earning per share adalah salah satu indikator

pendapatan sehingga berpengaruh positif dan signifikan terhadap pergerakan

harga saham (Taufik, 2002 dalam Martono, 2009). Semakin tinggi laba setelah

pajak yang dihasilkan perusahaan maka semakin besar earning per share

perusahaan (Subiyantoro dan Andreani, 2001 dalam Martono, 2009). Dalam

jangka pendek, rencana pembelian kembali saham mungkin dapat menutupi

kondisi perusahaan yang sebenarnya. Namun hal itu akan mengurangi

kepercayaan pemodal terhadap perusahaan, meskipun bagi pemodal

pendapatannya sendiri dari saham tersebut meningkat. Akibatnya permintaan

akan saham tersebut menurun dan harga saham juga mengalami penurunan

(Ang, 1997 dalam Arista 2012).

Page 30: Skripsi Ryan Hidayat

Keterangan :

: Simultan

: Parsial

: Dominan

28

2.3. Kerangka Konseptual Penelitian

Gambar 2.1 Kerangka Konseptual Penelitian

2.4. Hipotesis

Berdasarkan dari kerangka konseptual di atas, peneliti mengajukan hipotesis

sebagai berikut:

1. Diduga bahwa faktor fundamental perusahaan (ROE, CR, DER, TATO,

EPS) berpengaruh signifikan secara parsial terhadap harga saham industri

makanan dan minuman di BEI periode 2009-2013.

2. Diduga bahwa faktor fundamental perusahaan (ROE, CR, DER, TATO,

EPS) berpengaruh signifikan secara simultan terhadap harga saham

industri makanan dan minuman di BEI periode 2009-2013.

Return On Equity (ROE)

X1

Current Ratio (CR)

X2

Debt to Equity Ratio (DER)

X3

Earnings Per Share (EPS)

X4

HARGA SAHAMY

Total Asset Turnover (TATO)

X5

Var

iabe

l Fun

dam

enta

l Per

usah

aan

Page 31: Skripsi Ryan Hidayat

29

3. Diduga bahwa variabel Earning Per Shares memiliki Pengaruh dominan

diantara variabel fundamental perusahaan lainnya terhadap harga saham

perusahaan industri makanan dan minuman yang terdaftar di BEI periode

2009-2013.

Page 32: Skripsi Ryan Hidayat

30

BAB III

METODE PENELITIAN

3.1. Jenis Penelitian

Penelitian ini adalah penelitian asosiatif dengan pendekatan kuantitatif.

Hubungan yang digunakan dalam penelitian ini adalah hubungan kausal yaitu hubungan

yang bersifat sebab akibat. Jadi di sini ada variabel independen (variabel yang

mempengaruhi) dan variabel dependen (variabel yang dipengaruhi) (Sugiyono,2013).

3.2. Objek Penelitian

Penelitian ini dilakukan pada perusahaan yang tergolong industri makanan dan

minuman yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia (BEI) periode 2009-2013. Penelitian

ini dilakukan mengingat populasi penduduk di Indonesia selalu meningkat tiap

tahunnya yang menyebabkan jumlah pangan yang dibutuhkan juga meningkat. Oleh

karena itu industri makanan dan minuman di BEI menjadi pertimbangan sebagai objek

pada penelitian ini untuk melihat pergerakan harga saham dengan meningkatnya jumlah

penduduk di Indonesia.

3.3. Metode Pengumpulan Data

Metode pengumpulan data yang digunakan adalah metode sampel survei.

Menurut Nazir (1999:325) dalam Hayati (2005), sampel survei adalah suatu prosedur

dalam mana hanya sebagian dari populasi saja yang diambil dan dipergunakan untuk

menentukan sifat serta ciri yang dikehendaki dari populasi. Survei dalam hal ini

bukanlah survei lapangan melainkan survei pustaka. Penelitian ini dilakukan untuk

menelaah kasus tertentu yaitu pengaruh faktor fundamental perusahaan industri

Page 33: Skripsi Ryan Hidayat

31

makanan dan minuman yang terdaftar di Bursa Efek Indonesa (BEI) periode 2009-2013,

di mana pada penelitian ini digunakan sebelas perusahaan makanan dan minuman.

3.4. Populasi dan Sampel

Adapun populasi dalam penelitian ini adalah industri makanan dan minuman

yang terdaftar di BEI periode 2009-2013 yaitu sebanyak 16 perusahaan. Teknik

pengambilan sampel yang digunakan adalah Purposive Sampling dimana hanya 11 dari

16 perusahaan industri makanan dan minuman yang terdaftar di BEI periode 2009-2013

yang menjadi sampel.

Adapun kriteria pengambilan sampel dalam penelitian ini antara lain:

Perusahaan yang berturut-turut offering di Bursa Efek Indonesia dari tahun

2009-2013.

Perusahaan memiliki laporan keuanga yang lengkap dari tahun 2009-2013.

3.5. Teknik Pengumpulan Data

Teknik pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah

dokumentasi, yaitu pengumpulan data dengan cara melihat dan mencatat dokumen –

dokumen yang berkaitan dengan judul yang dibahas.

3.6. Jenis dan Sumber Data

Jenis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah :

1. Data kuantitatif

Data kuantitatif yaitu data yang dapat dihitung atau diukur dengan angka-

angka. Data kuantitatif yang digunakan adalah data laporan keuangan dari

semua industri makanan dan minuman yang terdaftar di BEI tahun 2009-

2013.

Page 34: Skripsi Ryan Hidayat

32

2. Data kualitatif

Data kualitatif merupakan data dalam bentuk kalimat atau keterangan

karena data ini tidak dapat dijelaskan dalam bentuk angka-angka

melainkan dalam bentuk penjelasan/uraian (besarnya tidak dapat diukur).

Dalam penelitian ini data kualitatifnya seperti profil perusahaan serta

keterangan lain yang berkaitan dengan penelitian ini.

Sumber data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder, yaitu

data penelitian yang diperoleh secara tidak langsung melalui media perantara

(dihasilkan pihak lain). Data sekunder pada umumnya berbentuk catatan atau laporan

data dokumentasi oleh lembaga tertentu yang dipublikasikan. Dalam penelitian ini

peneliti memperoleh data dari website www. idx.com dan finance.yahoo.com. Data

sekunder yang diperoleh adalah data laporan keuangan dari semua industri makanan dan

minuman yang terdaftar di BEI tahun 2009-2013.

3.7. Identifikasi Variabel

Berdasarkan permasalahan yang telah dirumuskan dan landasan teori yang

dijabarkan, maka variabel-variabel dalam penelitian ini adalah :

1. Return On Equity

2. Current Ratio

3. Debt to Equity Ratio

4. Total Asset Turnover

5. Earning Per Shares

6. Harga saham

Page 35: Skripsi Ryan Hidayat

33

3.8. Klasifikasi Variabel

a. Variabel Independen:

ROE (Return On Equity)

CR (Current Ratio)

DER (Debt to Equity Ratio)

TATO (Total Asset Turnover)

EPS (Earnings Per Share)

b. Variabel Dependen:

Harga Saham

3.9. Definisi Operasional Variabel

Adapun Definisi dari masing-masing variabel diatas adalah:

1. Return On Equity ( ROE ) merupakan perbandingan laba bersih setelah pajak

terhadap modal sendiri yang dimilki (Kasmir, 2013:204). ROE merupakan

rasio keuangan yang digunakan untuk mengukur tingkat profitabilitas dari

ekuitas. Semakin besar hasil ROE maka kinerja perusahaan semakin baik.

Unsur dari laba bersih setelah pajak diperoleh dari pendapatan usaha

dikurangi dengan beban pokok penjualan dan biaya-biaya yang dikeluarkan

perusahaan, seperti biaya administrasi dan umum, biaya keuangan dan pajak.

Laba bersih setelah pajak terdapat dalam laporan laba-rugi, sedangkan unsur

modal sendiri terdiri dari modal saham, tambahan modal disetor, saldo laba

(ditentukan penggunaannya dan belum ditentukan penggunaannya), dan

kepentingan non pengendali. Modal sendiri terdapat dalam neraca pada sisi

pasiva. Adapun satuan pengukuran ROE adalah dalam betuk persen.

Page 36: Skripsi Ryan Hidayat

34

2. Current Ratio merupakan perbandingan antara aktiva lancar dengan hutang

lancar (Kasmir, 2013:135). Rasio ini berfungsi untuk mengetahui sejauh

mana peruahaan mampu membayar hutang atau kewajiban yang dimiliki.

Semakin besar niali rasio ini maka semakin besar pula kemampuan

perusahaan untuk melunasi hutang uang dimiliki. Rasio ini juga menjadi

salah satu pertimbangan bagi investor untuk berinvestasi. Unsur dari aktiva

lancar terdiri dari kas, piutang, persediaan, investasi jangka pendek, dan biaya

dibayar dimuka. Sedangkan unsur dari hutang lancar adalah hutang jangka

pendek atau hutang yang kurang dari satu tahun. Satuan ukur CR adalah

persen.

3. Debt Equity Ratio (DER), merupakan perbandingan antara ekuitas dan

hutang, serta seberapa jauh perusahaan mengelola hutang yang dimiliki

(Kasmir, 2013:158). Rasio ini berfungsi untuk melihat seberapa kuat

perusaahaan dalam melunasi hutang. Shubiri (2012) menyatakan bahwa

peningkatan total rasio hutang memiliki dampak yang dapat menyebabkan

investasi yang rendah dalam perusahaan dengan pertumbuhan yang tinggi

dengan kesempatan melakukan investasi. Unsur dari hutang terdiri dari

hutang jangka pendek (pinjaman jangka pendek, hutang usaha, hutang

dividend, hutang pajak, beban masih harus dibayar, hutang bank, dan hutang

sewa) dan hutang jangka panjang (kewajiban pajak tangguhan, kewajiban

imbalan kerja, hutang bank, dan hutang sewa). Total hutang ini terdapat

dalam neraca pada sisi pasiva, sedangkan total modal sendiri terdiri dari

modal saham, tambahan modal disetor-bersih, saldo laba (ditentukan

penggunaannya dan belum ditentukan penggunaannya), dan kepentingan non

Page 37: Skripsi Ryan Hidayat

35

pengendali. Total modal sendiri terdapat dalam neraca pada sisi pasiva. Untuk

mengukur Debt to Equity Ratio digunakan satuan persen.

4. Total Asset Turnover merupakan rasio yang menunjukkan kemampuan

perusahaan untuk menciptakan penjualan dengan menggunakan seluruh

aktiva yang dimilikinya (Kasmir, 2013:186). Rasio ini juga menunjukkan

efektivitas perusahaan dalam mengelola komponen elemen aktiva itu sendiri.

Semakin tinggi perputaran asset suatu perusahaan, maka perusahaan

menunjukkan manajemen yang baik dalam pengelolaan aktiva. Dengan

demikian, semakin efisien perusahaan dalam mengolah assetnya akan

menambah minat investor untuk berinvestasi didalamnya. Unsur dari

penjualan adalah penjualan bersih yang diperoleh dari penjualan kotor

dikurangi dengan retur penjualan dan potongan penjualan, sedangkan untuk

total aktiva adalah total aktiva yang dimiliki perusahaan baik dari aktiva tetap

maupun aktiva tidak tetap. Satuan ukur TATO adalah dalam bentuk kali.

5. EPS (Earnings Per Share) merupakan perbandingan antara jumlah Earning

After Tax (EAT) dengan jumlah saham yang beredar. EPS merupakan salah

satu rasio keuangan yang sering digunakan oleh investor untuk menganalisa

kemampuan perusahaan menghasilkan laba berdasarkan saham yang dimiliki.

EPS merupakan komponen penting yang harus diperhatikan dalam analisa

perusahaan, karena informasi EPS suatu perusahaan menunjukkan besarnya

laba bersih perusahaan yang siap dibagikan kepada semua pemegang saham

dengan kata lain menggambarkan prospek pendapatan perusahaan di masa

mendatang. Satuan ukur EPS yakni dalam bentuk rupiah.

Page 38: Skripsi Ryan Hidayat

36

6. Harga saham adalah uang yang dikeluarkan untuk memperoleh bukti

penyertaan atau pemilikan suatu perusahaan. Harga saham yang ditinggi

mengindikasikan bahwa saham tersebut aktif diperdagangkan, dan apabila

suatu saham aktif diperdagangkan maka dealer tidak akan lama menyimpan

saham yang sebelum diperdagangkan. Satuan ukur harga saham adalah dalam

bentuk rupiah.

3.10. Prosedur Analisis Data

Untuk memecahkan masalah yang diajukan, maka teknik analisis data yang

digunakan ada 2, yaitu :

3.10.1. Analisis Rasio Keuangan

Untuk menguji hipotesis pertama, langkah yang harus digunakan adalah

dengan menghitung rasio keuangan baik dari rasio profitabilitas, rasio likuiditas,

rasio leverage, rasio aktivitas, dan rasio nilai pasar dari masing masing perusahaan

yang tergolong industri makanan dan minuman di BEI tahun 2009-2013. Adapun

untuk menghitung masing-masing rasio tersebut menurut Kasmir (2013) adalah

sebagai berikut:

1. Menghitung Return On Equity

ReturnOn Equity (ROE)=Laba Bersih SetelahPajak (EAT )

Modal Sendiri

2. Menghitung Current Ratio

Current Ratio= Aktiva LancarHutang Lancar

Page 39: Skripsi Ryan Hidayat

37

3. Menghitung Debt to Equity Ratio

Debt ¿ Equity Ratio= Total HutangTotal Modal Sendiri

x 100 persen

4. Menghitung Total Asset Turnover

Total Assets Turnover= PenjualanTotal Aktiva

5. Menghitung Earning Per Shares

Earning Per S hares= EATJumlahSaham yang Beredar

3.10.2. Analisis Statistik

1. Uji Asumsi Klasik

Menurut Ghozali (2011), Sebelum dilakukan pengujian regresi

sederhana, perlu dilakukan suatu pengujian asumsi klasik agar model

regresi menjadi suatu model yang lebih representatif. Uji asumsi klasik

yang digunakan pada penelitian ini adalah uji normalitas, Uji

Multikolinieritas dan Uji Aotukorelasi.

a) Uji Normalitas

Uji normalitas bertujuan untuk apakah dalam model regresi

variabel dependen dan variabel independen keduanya mempunyai

distribusi normal atau tidak. Model regresi yang valid adalah distribusi

data normal atau mendekati normal. Pengujian normalitas dilakukan

dengan menggunakan P-P Plot Test. Pengujian normalitas dapat

dideteksi dengan melihat penyebaran data (titik) pada sumbu diagonal

dari grafik distribusi normal. Dasar pengambilan keputusannya adalah:

Page 40: Skripsi Ryan Hidayat

38

Jika data menyebar disekitar garis diagonal dan mengikuti arah

garis diagonalnya, maka model regresi memenuhi asumsi

normalitas.

Jika data menyebar jauh dari garis diagonal dan mengikuti arah

garis diagonal, maka model regresi tidak memenuhi asumsi

normalitas.

b) Uji Multikolinieritas

Multikolinearitas adalah keadaan di mana terjadi hubungan linier

yang sempurna atau mendekati sempurna antar variabel independen

dalam model regresi. Uji multikolinearitas digunakan untuk mengetahui

ada atau tidaknya hubungan linear antar variabel independen dalam

model regresi. Prasyarat yang harus terpenuhi dalam model regresi

adalah tidak adanya multikolinearitas.

Imam Ghazali (2011:106) mengukur multikolinieritas dapat

dilihat dari nilai TOL (Tolerance) dan VIF (Varian Inflation

Factor). Nilai cutoff yang umum dipakai untuk menunjukkan adanya

multikolonieritas adalah nilai Tolerance ≥ 0.10 atau sama dengan

nilai VIF ≤ 10.

c) Uji Autokorelasi

Uji Autokorelasi bertujuan menguji apakah dalam model regresi

linear ada korelasi antara kesalahan pengganggu pada periode t dengan

kesalahan pengganggu pada periode t-1 (sebelumnya) (Ghozali,

2011:110).

Page 41: Skripsi Ryan Hidayat

39

Salah satu uji formal yang paling populer untuk mendeteksi

autokorelasi adalah uji Durbin-Watson, dasar pengambilan

keputusan ada tidaknya gejala autokorelasi adalah (Ghozali, 2011:111).

Adapun kriteria pengujian autokorelasi dapat kita lihat dengan

menggunakan nilai VIF dan Tolerance dari output SPSS dimana data

dikatakan tidak memiliki gejala autokorelasi apabila VIF < 10 dan

Tolerance > 0,1.

d) Uji Heteroskedastisitas

Uji heterokedastisitas bertujuan untuk menguji apakah dalam

model regresi terjadi ketidaksamaan varians dari residu/pengamatan ke

pengamatan yang lain tetap, maka disebut Homokedastisitas dan jika

berbeda disebut Heterokedastisitas. Model regresi yang baik adalah

yang homokedastisitas atau tidak terjadi heterokedastisitas (Ghozali,

2006: 125). Salah satu cara untuk mendeteksi adanya

heteroskedastisitas adalah dengan melihat grafik plot antara nilai

prediksi variabel independen (ZPRED) dengan residualnya (SRESID).

Deteksi ada tidaknya heteroskedastisitas dapat dilakukan dengan

melihat ada tidaknya pola tertentu pada grafik scatterplot antara

SRESID dan ZPRED dimana sumbu Y adalah Y yang telah diprediksi,

dan sumbu X adalah residual (Y prediksi - Y sesungguhnya) yang telah

di-studentized (Ghozali, 2006: 126).

Page 42: Skripsi Ryan Hidayat

40

2. Analisis Regresi Linier Berganda

Menurut Sugiyono (2012:277) Analisis regresi linear berganda

digunakan untuk menaksir bagaimana keadaan (naik turunnya) variabel

dependen, bila dua atau lebih variabel independen sebagai faktor predictor

dimanipulasi (dinaik turunkan nilainya).

Bila dijabarkan secara matematis bentuk persamaan dari regresi linier

berganda adalah sebagai berikut:

Ŷ = a + b1x1 + b2x2 + b3x3 + b4x4 + b5x5

Dimana:

Y = Subyek dalam variabel dependen yang diprediksikan (Harga

Saham)

A = Konstanta, yaitu besarnya nilai Y ketika nilai x1x2x3 x4x5 = 0

b1, b2, b3 b4, b5 = Koefisien Regresi

x1 = ROE

x2 = CR

x3 = DER

x4 = EPS

x5 = TATO

3. Pengujian Hipotesis

Pengujian hipotesis dilakukan dengan cara uji signifikansi variabel

independen terhadap variabel dependen baik secara parsial maupun secara

bersama-sama. Dilakukan dengan uji statistik t (t-test), uji statistik F (F-test),

dan standardized coefficients beta.

Variabel Independen

Page 43: Skripsi Ryan Hidayat

H0 diterima

ttabel-ttabel

H0 ditolakH0 ditolak

41

1) Uji Hipotesis Pertama

a. Uji-t (Parsial)

Setelah melakukan uji koefisien regresi secara keseluruhan, maka

langkah selanjutnya adalah menghitung koefisien regresi secara

individu, dengan menggunakan suatu uji yang dikenal dengan

sebutan uji-t. Adapun hipotesis dalam uji-t digunakan untuk

menganalisis pengaruh variabel independen terhadap variabel dependen

secara parsial. Hasil dari uji-t dapat dilihat dari hasil output SPSS.

Uji-t menggunakan t tabel pada tingkat keyakinan 95 persen dan

tingkat kesalahan dalam analisa (α) = 5 persen, dengan ketentuan degree

of freedom (df1) = n-k-1, dimana n adalah besarnya sampel, k

adalah jumlah variabel. t-tabel = { α ; df = ( n – k )}. Adapun Kriteria

pengujian keputusan hipotesis adalah sebagai berikut:

Gambar 4.1

Daerah penerimaan Hipotesisi Uji t

Jika t hitung > t tabelpada α = 0,05, maka Ho ditolak atau

Jika - t hitung < - t tabelpada α = 0,05, maka Ho ditolak.

Jika t hitung < t tabelpada α = 0,05, maka Ho diterima atau

Jika - t hitung > - t tabelpada α = 0,05, maka Ho diterima.

Page 44: Skripsi Ryan Hidayat

42

2) Uji Hipotesis Kedua

a. Uji-F (Simultan)

Uji-F digunakan untuk menguji koefisien bersama-sama, sehingga

nilai dari koefisien regresi tersebut dapat diketahui secara bersama. Uji

ini digunakan untuk mengetahui apakah model regresi dapat digunakan

untuk mempengaruhi variabel dependen secara simultan atau tidak,

dengan kriteria pengujian tingkat signifikan α = 0,05. Kriteria

keputusannya adalah sebagai berikut:

Apabila F hitung > F tabel atau memiliki tingkat signifikansi <

0,05 maka H0 ditolak dan Ha diterima.

Apabila F hitung < F tabel atau memiliki tingkat signifikansi >

0,05 maka H0 diterima atau Ha ditolak.

Dimana nilai F tabel didapat dari nilai degree of freedom (df1)

= k-1, degree of freedom (df2) = n-k.F tabel = { α ; (df1) = k-1, (df2) = n-

k}.Adapun cara pengujian baik dalam regresi sederhana maupun regresi

berganda sama, yaitu dengan menggunakan suatu tabel yang disebut

dengan Tabel ANOVA (Analysis of Variance) melalui bantuan program

SPSS Dari hasil output SPSS, uji-F dapat dilihat nilai F pada tabel

ANOVA. Pengujian ini dilakukan dengan uji-F pada confident level 95

persen dan tingkat kesalahan analisis (α) 5 persen dengan ketentuan

degree of freedom (df1) = k–1, degree of freedom (df2) = n-k.

Untuk menguji keberartian dari seluruh variabel independen yaitu

Return On Equity, Current Ratio, Debt to Equity Ratio, Total Asset

Page 45: Skripsi Ryan Hidayat

H0 diterima H0 ditolak

FtabelF(t)

43

Turnover, dan Earnings Per Shares secara bersama-sama terhadap variabel

dependen (Harga Saham). Langkah-langkahnya sebagai berikut :

a) Memformulasikan Hipotesis.

o H0 : b1 = b2 = b3 = b4 = b5 = 0, artinya secara simultan tidak ada

pengaruh antara variabel ROE, CR, DER, TATO,dan EPS terhadap

Harga Saham.

o Ha : b1 ≠ b2 ≠ b3 ≠b4 = b5 ≠ 0, artinya secara simultan ada pengaruh

yang signifikan antara variabel ROE, CR, DER, TATO,dan EPS

terhadap Harga Saham.

b) Alpha yang digunakan 5 persen atau 0,05. Selain tingkat signifikan,

penentuan nilai kritis pengujian adalah dengan memperhatikan derajat

kebebasan (degree of freedom atau df). Besarnya df = n – k, di mana n

adalah jumlah sampel dan k adalah jumlah variabel (dependen dan

independen) dalam persamaan.

c) Kriteria Pengujian

Gambar 4.2

Daerah penerimaan Hipotesis Uji F

Jika Fhitung> F tabel pada α = 0,05, maka Ho ditolak.

Jika Fhitung< F tabel pada α = 0,05, maka Ho diterima.

Page 46: Skripsi Ryan Hidayat

44

3) Uji Hipotesis Ketiga (Standardized Coefficients Beta)

Untuk mengetahui variabel independen yang berpengaruh dominan

terhadap variabel dependen, maka dapat melihat standardized coefficients beta

dalam SPSS pada tabel t. Di mana standardized coefficients beta menunjukan

pengaruh antara masing-masing variabel bebas terhadap variabel terikat dengan

menganggap variabel lainnya konstan. Variabel yang mempunyai standardized

coefficients beta yang tinggi menunjukkan variabel yang mempunyai pengaruh

dominan terhadap harga saham. Apabila semakin mendekati 1 menunjukan

pengaruh yang semakin kuat, sedangkan apabila mendekati 0 menunjukan

pengaruh semakin lemah.

Page 47: Skripsi Ryan Hidayat

45

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1. Gambaran Umum Perusahaan

Penelitian ini menggunakan sebelas perusahaan yang tergolong industri

makanan dan minuman yang terdaftar di bursa efek Indonesia sebagai sampel penelitian

yaitu PT Akasha Wira International Tbk., PT Tiga Pilar Sejahtera Food Tbk., PT

Cahaya Kalbar Tbk., PT Delta Djakarta Tbk., PT Indofood Sukses Makmur Tbk., PT

Multi Bintang Indonesia Tbk., PT Mayora Indah Tbk., PT Prashida Aneka Niaga Tbk.,

PT Sekar Laut Tbk., PT Siantar Top Tbk., dan PT Ultrajaya Milk Industri and Trading

Company Tbk. Berikut ini merupakan gambaran umum dari sebelas perusahaan

tersebut:

1. PT Akasha Wira International Tbk (ADES)

PT Akasha Wira International Tbk (dahulu PT Ades Waters Indonesia Tbk)

(ADES) didirikan dengan nama PT Alfindo Putrasetia pada tahun 1985 dan

mulai beroperasi secara komersial pada tahun 1986. Kantor pusat ADES

berlokasi di Perkantoran Hijau Arkadia, Jl. TB. Simatupang Kav. 88, Jakarta.

Pemegang saham mayoritas Perusahaan adalah Water Partners Bottling S.A.,

merupakan perusahaan joint venture antara The Coca Cola Company dan Nestle

S.A. kemudian pada tanggal 3 Juni 2008, Water Partners Bottling S.A. diakuisisi

oleh Sofos Pte. Ltd., perusahaan berbadan hukum Singapura.

Berdasarkan Anggaran Dasar Perusahaan, ruang lingkup kegiatan ADES adalah

industri air minum dalam kemasan, industri roti dan kue, kembang gula,

makaroni, kosmetik dan perdagangan besar. Saat ini kegiatan utama ADES

adalah bergerak dalam bidang usaha pengolahan dan distribusi air minum dalam

Page 48: Skripsi Ryan Hidayat

46

kemasan serta perdagangan besar produk-produk kosmetika. Produksi air minum

dalam kemasan secara komersial dimulai pada tahun 1986, sedangkan

perdagangan produk kosmetika dimulai pada tahun 2010 dan produksi produk

kosmetika dimulai pada tahun 2012. Pabrik pengolahan air minum dalam

kemasan berlokasi di Jawa Barat dan pabrik produk kosmetik berlokasi di

Pulogadung.

Pada tanggal 2 Mei 1994, ADES memperoleh pernyataan efektif dari Bapepam-

LK untuk melakukan Penawaran Umum Perdana Saham (IPO) ADES kepada

masyarakat sebanyak 15.000.000 saham dengan nilai nominal 1.000,- per saham,

dengan harga penawaran perdana 3.850,- per saham. Saham-saham tersebut

dicatatkan pada Bursa Efek Indonesia (BEI) pada tanggal 13 Juni 1994.

2. PT Tiga Pilar Sejahtera Food Tbk (AISA)

Tiga Pilar Sejahtera Food Tbk (TPS Food) (AISA) didirikan pada tanggal 26

Januari 1990 dengan nama PT Asia Intiselera dan mulai beroperasi secara

komersial pada tahun 1990. Kantor pusat AISA berada di Gedung Alun Graha,

Jl. Prof. Dr. Soepomo No. 233 Jakarta. Lokasi pabrik mie kering, biskuit dan

permen terletak di Sragen, Jawa Tengah. Usaha perkebunan kelapa sawit terletak

di beberapa lokasi di Sumatera dan Kalimantan. Usaha pengolahan dan distribusi

beras terletak di Cikarang, Jawa Barat dan Sragen, Jawa Tengah. Pemegang

saham yang memiliki 5 persen atau lebih saham TPS Food, antara lain: PT Tiga

Pilar Coora (pengendali) (13,07 persen), JP Morgan Chase Bank NA Non-Treaty

Clients (9,33 persen), PT Permata Handrawina Sakti (pengendali) (9,20 persen),

Trophy 2014 Investor Ltd (9,09 persen), Primanex Pte, Ltd (pengendali) (6,59

persen), Primanex Limited (pengendali) (6,59 persen) dan Morgan Stanley &

Page 49: Skripsi Ryan Hidayat

47

Co. LLC-Client Account (6,51 persen). Saat ini, AISA memiliki anak usaha

yang juga tercatat di Bursa Efek Indonesia, yaitu Golden Plantation Tbk

(GOLL).

Berdasarkan Anggaran Dasar Perusahaan, ruang lingkup kegiatan Perusahaan

meliputi usaha bidang perdagangan, perindustrian, peternakan, perkebunan,

pertanian, perikanan dan jasa. Sedangkan kegiatan usaha entitas anak meliputi

usaha industri mie dan perdagangan mie, khususnya mie kering, mie instan dan

bihun, snack, industri biskuit, permen, perkebunan kelapa sawit, pembangkit

tenaga listrik, pengolahan dan distribusi beras. Pada tanggal 14 Mei 1997,

Perusahaan memperoleh pernyataan efektif dari Bapepam-LK untuk melakukan

Penawaran Umum Saham Perdana 45.000.000 saham dengan nilai nominal 500,-

per saham dan Harga Penawaran 950,- kepada masyarakat. Pada tanggal 11 Juni

1997, saham tersebut telah efektif dicatatkan pada Bursa Efek Indonesia (BEI).

3. PT Cahaya Kalbar Tbk (CEKA)

PT Wilmar Cahaya Indonesia Tbk (sebelumnya PT Cahaya Kalbar Tbk)

(CEKA) didirikan 03 Februari 1968 dengan nama CV Tjahaja Kalbar dan mulai

beroperasi secara komersial pada tahun 1971. Kantor pusat CEKA terletak di

Kawasan Industri Jababeka II, Jl. Industri Selatan 3 Blok GG No.1, Cikarang,

Bekasi 17550, Jawa Barat. Lokasi pabrik CEKA terletak di Kawasan Industri

Jababeka, Cikarang, Jawa Barat dan Pontianak, Kalimantan Barat. Induk usaha

CEKA adalah Tradesound Investments Limited, sedangkan induk usaha utama

CEKA adalah Wilmar International Limited, merupakan perusahaan yang

mencatatkan sahamnya di Bursa Efek Singapura.

Page 50: Skripsi Ryan Hidayat

48

Berdasarkan Anggaran Dasar Perusahaan, ruang lingkup kegiatan CEKA

meliputi bidang industri makanan berupa industri minyak nabati dan minyak

nabati spesialitas, termasuk perdagangan umum, impor dan ekspor. Saat ini

produk utama yang dihasilkan CEKA adalah Crude Palm Oil dan Palm Kernel.

Pada 10 Juni 1996, CEKA memperoleh pernyataan efektif dari Menteri

Keuangan untuk melakukan Penawaran Umum Perdana Saham CEKA (IPO)

kepada masyarakat sebanyak 34.000.000 lembar dengan nilai nominal 500,- per

saham dengan harga penawaran 1.100,- per saham. Saham-saham tersebut

dicatatkan pada Bursa Efek Indonesia (BEI) pada tanggal 09 Juli 1996.

4. Delta Djakarta Tbk (DLTA)

PT Delta Djakarta Tbk (DLTA) didirikan tanggal 15 Juni 1970 dan memulai

kegiatan usaha komersialnya pada tahun 1933. Kantor pusat DLTA dan

pabriknya berlokasi di Jalan Inspeksi Tarum Barat, Bekasi Timur – Jawa Barat.

Pabrik “Anker Bir” didirikan pada tahun 1932 dengan nama Archipel Brouwerij.

Dalam perkembangannya, kepemilikan dari pabrik ini telah mengalami beberapa

kali perubahan hingga berbentuk PT Delta Djakarta pada tahun 1970. DLTA

merupakan salah satu anggota dari San Miguel Group, Filipina. Induk usaha

DLTA adalah San Miguel Malaysia (L) Private Limited, Malaysia. Sedangkan

Induk usaha utama DLTA adalah Top Frontier Investment Holdings, Inc,

berkedudukan di Filipina.

Berdasarkan Anggaran Dasar Perusahaan, ruang lingkup kegiatan DLTA yaitu

terutama untuk memproduksi dan menjual bir pilsener dan bir hitam dengan

merek “Anker”, “Carlsberg”, “San Miguel”, “San Mig Light” dan “Kuda Putih”.

DLTA juga memproduksi dan menjual produk minuman non-alkohol dengan

merek “Sodaku”. Pada tahun 1984, DLTA memperoleh pernyataan efektif dari

Page 51: Skripsi Ryan Hidayat

49

Bapepam-LK untuk melakukan Penawaran Umum Perdana Saham DLTA (IPO)

kepada masyarakat sebanyak 347.400 dengan nilai nominal 1.000,- per saham

dengan harga penawaran 2.950,- per saham. Saham-saham tersebut dicatatkan

pada Bursa Efek Indonesia (BEI) pada tanggal 27 Februari 1984.

5. PT Indofood Sukses Makmur Tbk (INDF)

PT Indofood Sukses Makmur Tbk (INDF) didirikan tanggal 14 Agustus 1990

dengan nama PT Panganjaya Intikusuma dan memulai kegiatan usaha

komersialnya pada tahun 1990. Kantor pusat INDF berlokasi di Sudirman Plaza,

Indofood Tower, Lantai 27, Jl. Jend. Sudirman Kav. 76 – 78, Jakarta. Sedangkan

pabrik dan perkebunan INDF dan anak usaha berlokasi di berbagai tempat di

pulau Jawa, Sumatera, Kalimantan, Sulawesi dan Malaysia. Induk usaha dari

Perusahaan adalah CAB Holding Limited, Seychelles, sedangkan induk usaha

terakhir dari Perusahaan adalah First Pacific Company Limited (FP), Hong

Kong. Saat ini, Perusahaan memiliki anak usaha yang juga tercatat di Bursa Efek

Indonesia (BEI), antara lain: PT Indofood CBP Sukses Makmur Tbk (ICBP) dan

PT Salim Ivomas Pratama Tbk (SIMP).

Berdasarkan Anggaran Dasar Perusahaan, ruang lingkup kegiatan INDF antara

lain terdiri dari mendirikan dan menjalankan industri makanan olahan, bumbu

penyedap, minuman ringan, kemasan, minyak goreng, penggilingan biji gandum

dan tekstil pembuatan karung terigu. Pada tahun 1994, INDF memperoleh

pernyataan efektif dari Bapepam-LK untuk melakukan Penawaran Umum

Perdana Saham INDF (IPO) kepada masyarakat sebanyak 21.000.000 dengan

nilai nominal 1.000,- per saham dengan harga penawaran 6.200,- per saham.

Saham-saham tersebut dicatatkan pada Bursa Efek Indonesia (BEI) pada tanggal

14 Juli 1994.

Page 52: Skripsi Ryan Hidayat

50

6. PT Multi Bintang Indonesia Tbk (MLBI)

PT Multi Bintang Indonesia Tbk (MLBI) didirikan 03 Juni 1929 dengan nama

N.V. Nederlandsch Indische Bierbrouwerijen dan mulai beroperasi secara

komersial pada tahun 1929. Kantor pusat MLBI berlokasi di Talavera Office

Park Lantai 20, Jl. Let. Jend. TB. Simatupang Kav. 22-26, Jakarta 12430,

sedangkan pabrik berlokasi di Jln. Daan Mogot Km.19, Tangerang 15122 dan Jl.

Raya Mojosari – Pacet KM. 50, Sampang Agung, Jawa Timur. Pemegang saham

yang memiliki 5 persen atau lebih saham MLBI, antara lain: Heineken

International BV (76,24 persen) dan Hollandsch Administratiekantoor B.V.

(7,43 persen). MLBI merupakan bagian dari Grup Asia Pacific Breweries dan

Heineken, dimana pemegang saham utama adalah Fraser & Neave Ltd. (Asia

Pacific Breweries) dan Heineken N.V. (Heineken).

Berdasarkan Anggaran Dasar Perusahaan, ruang lingkup kegiatan MLBI

beroperasi dalam industri bir dan minuman lainnya. Saat ini, kegiatan utama

MLBI adalah memproduksi dan memasarkan bir (Bintang dan Heineken), bir

bebas alkohol (Bintang Zero) dan minuman ringan berkarbonasi (Green Sands).

Pada tahun 1981, MLBI memperoleh pernyataan efektif dari Bapepam-LK untuk

melakukan Penawaran Umum Perdana Saham MLBI (IPO) kepada masyarakat

sebanyak 3.520.012 dengan nilai nominal 1.000,- per saham dengan harga

penawaran 1.570,- per saham. Saham-saham tersebut dicatatkan pada Bursa

Efek Indonesia (BEI) pada tanggal 15 Desember 1981.

7. PT Mayora Indah Tbk (MYOR)

Mayora Indah Tbk (MYOR) didirikan 17 Februari 1977 dan mulai beroperasi

secara komersial pada bulan Mei 1978. Kantor pusat Mayora berlokasi di

Gedung Mayora, Jl.Tomang Raya No. 21-23, Jakarta, sedangkan pabrik terletak

Page 53: Skripsi Ryan Hidayat

51

di Tangerang dan Bekasi. Pemegang saham yang memiliki 5 persen atau lebih

saham MYOR adalah PT Unita Branindo, yakni dengan persentase kepemilikan

sebesar 32,93 persen.

Berdasarkan Anggaran Dasar Perusahaan, ruang lingkup kegiatan Mayora

adalah menjalankan usaha dalam bidang industri, perdagangan serta

agen/perwakilan. Saat ini, Mayora menjalankan bidang usaha industri biskuit

(Roma, Danisa, Royal Choice, Better, Muuch Better, Slai O Lai, Sari Gandum,

Sari Gandum Sandwich, Coffeejoy, Chees’kress.), kembang gula (Kopiko, KIS,

Tamarin dan Juizy Milk), wafer (beng beng, Astor, Roma), coklat (Choki-

choki), kopi (Torabika dan Kopiko) dan makanan kesehatan (Energen) serta

menjual produknya di pasar lokal dan luar negeri. Pada tanggal 25 Mei 1990,

MYOR memperoleh pernyataan efektif dari Bapepam-LK untuk melakukan

Penawaran Umum Perdana Saham MYOR (IPO) kepada masyarakat sebanyak

3.000.000 dengan nilai nominal 1.000,- per saham dengan harga penawaran

9.300,- per saham. Saham-saham tersebut dicatatkan pada Bursa Efek Indonesia

(BEI) pada tanggal 04 Juli 1990.

8. PT Prasidha Aneka Niaga Tbk (PSDN)

Prasidha Aneka Niaga Tbk (PSDN) didirikan tanggal 16 April 1974 dengan

nama PT Aneka Bumi Asih dan memulai kegiatan usaha komersialnya pada

tahun 1974. Kantor pusat PSDN terletak di Gedung Plaza Sentral, Lt. 20, Jln.

Jend. Sudirman No. 47, Jakarta 12930 dan pabriknya berlokasi di Jl. Ki Kemas

Rindho, Kertapati, Palembang. Pemegang saham yang memiliki 5 persen atau

lebih saham PSDN, antara lain: Innovest Offshore Ventures Ltd (pengendali)

(46,93 persen), Igianto Joe (18,92 persen), PT Aneka Bumi Prasidha (9,48

Page 54: Skripsi Ryan Hidayat

52

persen), PT Aneka Agroprasidha (7,92 persen) dan Lion Best Holdings Limited

(7,77 persen).

Berdasarkan Anggaran Dasar Perusahaan, ruang lingkup kegiatan PSDN adalah

bergerak dalam bidang pengolahan dan perdagangan hasil bumi (karet remah,

kopi bubuk dan instan serta kopi biji). Pada tahun 1994, PSDN memperoleh

pernyataan efektif dari Bapepam-LK untuk melakukan Penawaran Umum

Perdana Saham PSDN (IPO) kepada masyarakat sebanyak 30.000.000 dengan

nilai nominal 1.000,- per saham dengan harga penawaran 3.000,- per saham.

Saham-saham tersebut dicatatkan pada Bursa Efek Indonesia (BEI) pada tanggal

18 Oktober 1994.

9. PT Sekar Laut Tbk (SKLT)

Sekar Laut Tbk (SKLT) didirikan 19 Juli 1976 dan mulai beroperasi secara

komersial pada tahun 1976. Kantor pusat SKLT berlokasi di Wisma Nugra

Santana, Lt. 7, Suite 707, Jln. Jend. Sudirman Kav. 7-8, Jakarta 10220 dan

Kantor cabang berlokasi di Jalan Raya Darmo No. 23-25, Surabaya, serta Pabrik

berlokasi di Jalan Jenggolo II/17 Sidoarjo. SKLT tergabung dalam Sekar

Grup.Pemegang saham yang memiliki 5 persen atau lebih saham Sekar Laut,

antara lain: Omnistar Investment Holding Limited (26,78 persen), PT Alamiah

Sari (pengendali) (26,16 persen), Malvina Investment Limited (17,22 persen),

Shadforth Agents Limited (13,39 persen) dan Bank Negara Indonesia (Persero)

Tbk (BBNI) QQ KP2LN Jakarta III (12,54 persen).

Berdasarkan Anggaran Dasar Perusahaan, ruang lingkup kegiatan SKLT

meliputi bidang industri pembuatan kerupuk, saos tomat, sambal, bumbu masak

dan makan ringan serta menjual produknya di dalam negeri maupun di luar

negeri. Produk-produknya dipasarkan dengan merek FINNA. Pada tahun 1993,

Page 55: Skripsi Ryan Hidayat

53

SKLT memperoleh pernyataan efektif dari Bapepam-LK untuk melakukan

Penawaran Umum Perdana Saham SKLT (IPO) kepada masyarakat sebanyak

6.000.000 dengan nilai nominal 1.000,- per saham dengan harga penawaran

4.300,- per saham. Saham-saham tersebut dicatatkan pada Bursa Efek Indonesia

(BEI) pada tanggal 08 September 1993.

10. PT Siantar Top Tbk (STTP)

Siantar Top Tbk (STTP) didirikan tanggal 12 Mei 1987 dan mulai beroperasi

secara komersial pada bulan September 1989. Kantor pusat Siantar Top

beralamat di Jl. Tambak Sawah No. 21-23 Waru, Sidoarjo, dengan pabrik

berlokasi di Sidoarjo (Jawa Timur), Medan (Sumatera Utara), Bekasi (Jawa

Barat) dan Makassar (Sulawesi Selatan). Pemegang saham mayoritas Siantar

Top adalah PT Shindo Tiara Tunggal, dengan persentase kepemilikan sebesar

56,76 persen.

Berdasarkan Anggaran Dasar Perusahaan, ruang lingkup kegiatan Siantar Top

terutama bergerak dalam bidang industri makanan ringan, yaitu mie (snack

noodle), kerupuk (crackers), biskuit dan wafer, dan kembang gula (candy). Hasil

produksi STTP dipasarkan di dalam dan di luar negeri, khususnya Asia. Selain

itu, STTP juga menjalankan usaha percetakan melalui Anak Usaha (PT Siantar

Megah Jaya). Pada tanggal 25 Nopember 1996, STTP memperoleh pernyataan

efektif dari BAPEPAM-LK untuk melakukan Penawaran Umum Perdana Saham

STTP (IPO) kepada masyarakat sebanyak 27.000.000 saham dengan nilai

nominal 1.000,- per saham dan harga penawaran 2.200,- per saham. Saham-

saham tersebut dicatatkan pada Bursa Efek Indonesia (BEI) pada tanggal 16

Desember 1996.

Page 56: Skripsi Ryan Hidayat

54

11. PT Ultrajaya Milk Industry and Trading Company Tbk (ULTJ)

Ultrajaya Milk Industry & Trading Company Tbk (ULTJ) didirikan tanggal 2

Nopember 1971 dan mulai beroperasi secara komersial pada awal tahun 1974.

Kantor pusat dan pabrik Ultrajaya berlokasi di Jl. Raya Cimareme 131

Padalarang – 40552, Kab. Bandung Barat. Pemegang saham yang memiliki 5

persen atau lebih saham Ultrajaya, antara lain: PT Prawirawidjaja Prakarsa

(21,24 persen), Tuan Sabana Prawirawidjaja (14,55 persen), UBS AG Singapore

Non-Treaty Omnibus Acco (Kustodian) (9,50 persen), PT Indolife Pensiontana

(8,02 persen) dan PT AJ Central Asia Raya (7,68 persen).

Berdasarkan Anggaran Dasar Perusahaan, ruang lingkup kegiatan Ultrajaya

bergerak dalam bidang industri makanan dan minuman, dan bidang

perdagangan. Di bidang minuman Ultrajaya memproduksi rupa-rupa jenis

minuman seperti susu cair, sari buah, teh, minuman tradisional dan minuman

kesehatan, yang diolah dengan teknologi UHT (Ultra High Temperature) dan

dikemas dalam kemasan karton aseptik. Di bidang makanan Ultrajaya

memproduksi susu kental manis, susu bubuk, dan konsentrat buah-buahan tropis.

Ultrajaya memasarkan hasil produksinya dengan cara penjualan langsung (direct

selling), melalui pasar modern (modern trade). Penjualan langsung dilakukan ke

toko-toko, P&D, kios-kios,dan pasar tradisional lain dengan menggunakan

armada milik sendiri. Penjualan tidak langsung dilakukan melalui

agen/distributor yang tersebar di seluruh wilayah kepulauan Indonesia.

Perusahaan juga melakukan penjualan ekspor ke beberapa negara.

Pada tanggal 15 Mei 1990, ULTJ memperoleh ijin Menteri Keuangan Republik

Indonesia untuk melakukan Penawaran Umum Perdana Saham ULTJ (IPO)

kepada masyarakat sebanyak 6.000.000 saham dengan nilai nominal 1.000,- per

Page 57: Skripsi Ryan Hidayat

55

saham dengan harga penawaran 7.500,- per saham. Saham-saham tersebut

dicatatkan pada Bursa Efek Indonesia (BEI) pada tanggal 2 Juli 1990.

4.2. Hasil Analisis

Penelitian ini menggunakan variabel Return On Equity, Current Ratio, Debt To

Equity Ratio, Total Asset Turnover, dan Earnings Per Shares sebagai variabel bebas

dan harga saham sebagai variabel terikat. Berikut ini merupakan hasil analisis dari

variabel-variabel tersebut:

4.2.1.Return On Equity (ROE)

Return On Equity merupakan rasio yang digunakan untuk mengukur kinerja

manajemen perusahaan dalam mengelola modal yang tersedia untuk menghasilkan

laba (Kasmir 2013:204). Semakin besar ROE, semakin besar pula tingkat keuntungan

yang dicapai perusahaan sehingga kemungkinan suatu perusahaan dalam kondisi

bermasalah semakin kecil. Rasio ini banyak diamati oleh para pemegang saham

perusahaan serta para investor di pasar modal yang ingin membeli saham.Kenaikan

dalam rasio ini berarti terjadi kenaikan laba bersih dan kenaikan laba tersebut akan

menyebabkan kenaikan harga saham perusahaan. Adapun hasil perhitungan ROE dari

perusahaan industri makanan dan minuman yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia

dapat dilihat pada tabel berikut:

Tabel 4.1 Tabel Return On Equity (X1)

No Nama Perusahaan KodeReturn On Equity (%) Rata-

Rata (%)2009 2010 2011 2012 2013

1PT Akasha Wira International Tbk

ADES 23,92 31,70 20,57 39,87 21,02 27,42

2PT Tiga Pilar Sejahtera Food Tbk

AISA 8,83 13,57 8,18 12,47 15,34 11,68

3 PT Cahaya Kalbar Tbk CEKA 16,80 9,57 23,78 12,59 12,32 15,014 PT Delta Djakarta Tbk DLTA 22,32 25,28 26,48 35,68 39,98 29,95

Page 58: Skripsi Ryan Hidayat

56

No Nama Perusahaan KodeReturn On Equity (%) Rata-

Rata (%)

2009 2010 2011 2012 2013

5PT Indofood Sukses Makmur Tbk

INDF 17,59 23,44 15,47 14,00 8,90 15,88

6PT Multi Bintang Indonesia Tbk

MLBI323,3

093,99 95,68

137,46

120,75 154,24

7 PT Mayora Indah Tbk MYOR 24,18 25,09 19,94 24,27 25,91 23,88

8PT Prashida Aneka Niaga Tbk

PSDN 35,83 18,57 11,57 6,26 5,11 15,46

9 PT Sekar Laut Tbk SKLT 11,28 4,09 4,86 6,15 12,49 7,7710 PT Siantar Top Tbk STTP 10,15 9,33 8,71 12,87 16,49 11,51

11PT Ultrajaya Milk Industri and Trading Company Tbk

ULTJ 5,06 8,27 7,22 21,08 16,13 11,55

Sumber : Lampiran 1

Rata-rata Return On Equity (ROE) tertinggi dari tahun 2009-2013 diperoleh

oleh PT Multi Bintang Indonesia Tbk (MLBI) yaitu sebesar 154,24 persen. Modal

sendiri yang digunakan oleh PT Multi Bintang Indonesia cenderung meningkat tiap

tahunnya yang diiringi oleh meningkatnya laba bersih yang diperoleh. Jarak

peningkatan laba bersih yang diperoleh oleh PT Multi Bintang Indonesia Tbk jauh

lebih tinggi jika dibandingkan peningkatan modal sendiri yang dialami, hal ini yang

menyebabkan nilai ROE yang diperoleh PT Multi Bintang Indonesia Tbk lebih tinggi

dari perusahaan lainnya. Rata-rata ROE kedua diperoleh oleh PT Delta Djakarta Tbk

(DLTA) yaitu sebesar 29,95 persen. Hal ini disebabkan karena modal yang dimiliki PT

Delta Djakarta Tbk cenderung berfluktuatif dan diikuti dengan meningkatnya laba

bersih cukup tinggi setiap tahunnya. Peristiwa yang sama juga dialami oleh PT Tiga

Pilar Sejahtera Food Tbk (AISA) dan PT Siantar Top Tbk (STTP) dengan nilai ROE

masing-masing adalah 11,68 persen dan 11,51 persen. Rata-rata ROE terendah

diperoleh oleh PT Sekar Laut Tbk (SKLT) yaitu sebesar 7,77 persen. Hal ini

disebabkan karena modal yang dimiliki PT Sekar Laut Tbk selalu meningkat setiap

tahunnya yang diikuti oleh meningkatnya laba bersih yang tidak terlalu tinggi. Selain

Page 59: Skripsi Ryan Hidayat

57

itu PT Sekar Laut Tbk memiliki laba bersih yang paling sedikit dari semua perusahaan

yang ada. Hal inilah yang menyebabkan PT Sekar Laut Tbk memiliki nilai ROE

paling rendah dari perusahaan industri makanan dan minuman lainnya.

4.2.2.Current Ratio (CR)

Current ratio merupakan rasio untuk mengukur kemampuan perusahaan dalam

membayar kewajiban jangka pendek atau utang yang segera jatuh tempo pada saat

ditagih secara keseluruhan. Perhitungan current ratio dilakukan dengan cara

membandingkan antara aktiva lancar dengan hutang lancar. Satuan current ratio ini

adalah kali. Berikut merupakan hasil perhitungan current ratio perusahaan industri

makanan dan minuman yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia adalah sebagai

berikut:

Tabel 4.2 Tabel Current Ratio (X2)

No Nama Perusahaan KodeCurrent Ratio (%) Rata-

Rata2009 2010 2011 2012 2013

1PT Akasha Wira International Tbk

ADES 248,37151,1

4170,88

194,16

198,94 192,70

2PT Tiga Pilar Sejahtera Food Tbk

AISA 117,26128,5

0189,35

126,95

195,69 151,55

3PT Cahaya Kalbar Tbk

CEKA 489,45167,2

3168,69

102,71

170,34 219,68

4PT Delta Djakarta Tbk

DLTA 470,36633,0

8600,91

526,46

546,40 555,44

5PT Indofood Sukses Makmur Tbk

INDF 116,32203,6

5190,95

200,32

166,73 175,59

6PT Multi Bintang Indonesia Tbk

MLBI 65,89 94,50 99,42 58,05 92,71 82,11

7PT Mayora Indah Tbk

MYOR 229,04258,0

8221,87

276,11

245,76 246,17

8PT Prashida Aneka Niaga Tbk

PSDN 156,27138,2

1155,00

160,67

157,47 153,52

9PT Sekar Laut Tbk

SKLT 189,02192,5

1169,74

141,48

131,49 164,85

10PT Siantar Top Tbk

STTP 168,85170,9

2103,48 99,75 127,56 134,11

11 PT Ultrajaya Milk Industri and Trading

ULTJ 211,63 200,07

152,09 201,82

242,08 201,54

Page 60: Skripsi Ryan Hidayat

58

Company TbkSumber: Lampiran 2

Rata-rata current ratio tertinggi diperoleh oleh PT Delta Djakarta Tbk (DLTA)

yaitu sebesar 555,54 persen. Nilai ini menandakan bahwa perusahaan tersebut

memiliki kemampuan membayar hutang setiap satu rupiah hutang lancarnya dengan

555,54 rupiah dari aktiva lancar yang dimiliki. Nilai current ratio yang tinggi juga

teradapat pada PT Delta Djakarta Tbk disebabkan oleh aktiva lancar yang dimiliki

jauh lebih tinggi dari hutang lancarnya. Rata-rata current ratio tertinggi kedua

dipegang oleh PT Mayora Indah Tbk yakni sebesar 246,17 persen. Hal ini

disebabkan karena aktiva lancar yang dimiliki selalu meningkat setiap tahunnya yang

diikuti dengan meningkatnya hutang lancarnya. Akan tetapi peningkatan aktiva

lancarnya relatif lebih tinggi dibandingkan dengan peningkatan hutang lancarnya.

Rata-rata current ratio paling rendah diperoleh oleh PT Multi Bintang Indonesia yaitu

sebesar 82,11 persen. Hal ini disebabkan karena aktiva lancar yang dimiliki jauh

lebih kecil dibandingkan dengan hutang lancarnya. Sedikitnya nilai current ratio

dapat diartikan bahwa perusahaan kurang mampu untuk melunasi hutang lancarnya,

selain itu dapat juga diartikan bahwa perusahaan mampu mengelola seluruh aktiva

lancarnya menjadi tambahan modal untuk perusahaan. Hal semacam ini dialami oleh

PT Multi Bintang Indonesia Tbk (MLBI).

4.2.3. Debt to Equity Ratio (DER)

Debt to equity ratio merupakan rasio yang digunakan untuk menilai utang

dengan ekuitas. Rasio ini dicari dengan cara membandingkan antara seluruh utang

dengan seluruh ekuitas. Rasio ini berguna untuk mengetahuijumlah dana yang

disediakan peminjam dengan pemilik peruahaan. Dengan kata lain, rasio ini

berfungsi untuk mengetahui setiap rupiah modal sendiri yang dijadikanuntuk jaminan

Page 61: Skripsi Ryan Hidayat

59

utang. Adapun satuan dari debt to equity ratio ini adalah persen. Berikut merupakan

hasil perhitungan DER dari perusahaan industri makanan dan minuman yang

terdaftar di Bursa Efek Indonesia:

Tabel 4.3. Tabel Debt to Equity Ratio (X3)

No Nama Perusahaan KodeDebt to Equity Ratio (%) Rata-

Rata2009 2010 2011 2012 2013

1PT Akasha Wira International Tbk

ADES 9,6320,9

712,0

420,53 10,57 14,75

2PT Tiga Pilar Sejahtera Food Tbk

AISA 7,5310,5

64,32 9,83 7,84 8,01

3PT Cahaya Kalbar Tbk

CEKA 3,43 5,7314,0

912,26 7,23 8,55

4 PT Delta Djakarta Tbk DLTA 4,75 3,99 4,41 6,78 7,32 5,45

5PT Indofood Sukses Makmur Tbk

INDF 15,1311,5

18,10 6,99 5,34 9,41

6PT Multi Bintang Indonesia Tbk

MLBI490,7

099,4

796,2

4236,7

9130,2

4210,6

9

7PT Mayora Indah Tbk MYO

R10,56 9,72 8,99 8,79 10,54 9,72

8PT Prashida Aneka Niaga Tbk

PSDN 22,9313,4

37,46 3,89 3,24 10,19

9 PT Sekar Laut Tbk SKLT 5,97 2,13 2,86 4,35 9,50 4,9610 PT Siantar Top Tbk STTP 6,01 5,46 8,42 12,91 12,92 9,14

11PT Ultrajaya Milk Industri and Trading Company Tbk

ULTJ 2,39 4,13 4,75 10,45 6,66 5,68

Sumber: Lampiran 3

Pada Tabel 4,3 di atas dapat dilihat rata-rata nilai DER tertinggi diperoleh oleh

PT Multi Bintang Indonesia Tbk (MLBI) yaitu sebesar 210,69 persen. Hal ini berarti

PT Multi Bintang Indonesia Tbk lebih memfokuskan pembiayaan operasi perusahaan

pada penggunaan modal dari luar (utang) daripada menggunakan modal perusahaan

seperti yang diterapkan di perusahaan makanan dan minuman lainnya.

4.2.4.Total Asset Turnover (TATO)

Total Asset Turnover (TATO) merupakan rasio yang menunjukkan

kemampuan perusahaan untuk menciptakan penjualan dengan menggunakan seluruh

Page 62: Skripsi Ryan Hidayat

60

aktiva yang dimilikinya. Rasio ini juga menunjukkan efektivitas perusahaan dalam

mengelola komponen elemen aktiva itu sendiri. Satuan ukur rasio ini adalah kali.

Berikut merupakan hasil perhitungan nilai TATO dari perusahaan makanan dan

minuman yang terdaftar di BEI tahun 2009-2013:

Tabel 4.4. Tabel Total Asset Turnover (X4)

No Nama Perusahaan KodeTotal Asset Turnover (Kali) Rata-

Rata2009 20102011

20122013

1PT Akasha Wira International Tbk

ADES 0,26 0,07 0,14 0,09 0,19 0,15

2PT Tiga Pilar Sejahtera Food Tbk

AISA 0,16 0,12 0,44 0,13 0,25 0,22

3 PT Cahaya Kalbar Tbk CEKA 1,43 0,29 0,12 0,08 0,24 0,434 PT Delta Djakarta Tbk DLTA 0,99 1,59 1,36 0,78 0,75 1,09

5PT Indofood Sukses Makmur Tbk

INDF 0,08 0,18 0,24 0,29 0,31 0,22

6PT Multi Bintang Indonesia Tbk

MLBI 0,00 0,01 0,01 0,00 0,01 0,01

7 PT Mayora Indah Tbk MYOR 0,22 0,27 0,25 0,31 0,23 0,26

8PT Prashida Aneka Niaga Tbk

PSDN 0,07 0,10 0,21 0,41 0,49 0,26

9 PT Sekar Laut Tbk SKLT 0,32 0,91 0,59 0,33 0,14 0,4610 PT Siantar Top Tbk STTP 0,28 0,31 0,12 0,08 0,10 0,18

11PT Ultrajaya Milk Industri and Trading Company Tbk

ULTJ 0,89 0,48 0,32 0,19 0,36 0,45

Sumber: Lampiran 4

Berdasarkan Tabel 4.4 di atas, terlihat bahwa rata-rata tertinggi untuk rasio

total asset turnover dipegang oleh PT Delta Djakarta Tbk yakni sebesar 1,09 kali.

Artinya bahwa setiap 1,00 rupiah aktiva tetap dapat menghasilkan 1,09 rupiah

penjualan. Dengan demikian PT Delta Djakarta Tbk tergolong perusahaan yang

memiliki manajemen yang baik jika dibandingkan dengan perusahaan makanan dan

minuman lainnya karena mampu mengelola total aktiva yang dimiliki menjadi

penjualan. Rata-rata TATO terendah dipegang oleh PT Multi Bintang Indonesia Tbk

yaitu sebesar 0,01 kali. Artinya setiap 1,00 rupiah aktiva tetap hanya mampu

Page 63: Skripsi Ryan Hidayat

61

menghasilkan 0,01 rupiah penjualan. Dengan demikian perusahaan ini tergolong

perusahaan yang belum mampu mengelola aktiva uang dimiliki menjadi penjualan.

4.2.5.Earnings Per Shares (EPS)

Earning per Share (EPS) merupakan perbandingan antara laba bersih dengan

jumlah saham beredar sehingga EPS dapat diartikan sebagai keuntungan yang

diperoleh pemegang saham dari setiap lembar saham yang dimilikinya.Satuan dari

EPS yang digunakan adalah dalam rupiah.Adapun hasil perhitungan dari EPS

perusahaan semen yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia (BEI) dapat di lihat pada

tabel berikut:

Tabel 4.5. Tabel Earnings Per Shares (X5)

No Nama Perusahaan KodeEarning Per Shares (rupiah) Rata-

Rata2009 2010 2011 2012 2013

1PT Akasha Wira International Tbk

ADES 28 54 44 141 94 72

2PT Tiga Pilar Sejahtera Food Tbk

AISA 23 48 90 87 118 73

3PT Cahaya Kalbar Tbk

CEKA 170 99 323 196 218 201

4PT Delta Djakarta Tbk

DLTA 8.235 9.129 9.482 13.339 16.906 11.418

5PT Indofood Sukses Makmur Tbk

INDF 311 448 557 544 389 450

6PT Multi Bintang Indonesia Tbk

MLBI 16.218 21.098 24.16

1 21.591 56.782 27.970

7PT Mayora Indah Tbk

MYOR 499 651 630 971 1.315 813

8PT Prashida Aneka Niaga Tbk

PSDN 31 18 17 18 15 20

9 PT Sekar Laut Tbk SKLT 19 7 9 12 25 14 10 PT Siantar Top Tbk STTP 31 32 33 57 87 48

11PT Ultrajaya Milk Industri and Trading Company Tbk

ULTJ 21 37 35 122 113 66

Sumber: Lampiran 5

Page 64: Skripsi Ryan Hidayat

62

Rata-rata Earnings Per Shares (EPS) tertinggi periode 2009-2013 diperoleh

oleh PT Multi Bintang Indonesia Tbk yaitu sebesar 27.970 rupiah per lembar saham.

PT Multi Bintang Indonesia Tbk memiliki jumlah saham saham beredar kedua paling

sedikit diantara semua perusahaan makanan dan minuman yang terdaftar di BEI

dalam penelitian ini. Selain itu laba bersih yang diperoleh MLBI setiap tahunnya

cenderung mengalami peningkatan dengan selisih yang cukup tinggi tiap tahunnya.

Inilah yang menyebabkan PT Multi Bintang Indonesia Tbk memiliki EPS yang

paling tinggi diantara perusahaan lainnya. Nilai rata-rata EPS tertinggi kedua

dipegang oleh PT Delta Djakarta Tbk yaitu sebesar 11.418 rupiah per lembar saham.

Hal ini dikarenakan perusahaan DLTA memiliki jumlah saham yang beredar paling

sedikit dari semua perusahaan lainnya yaitu sebesar 16 juta dan diiringi peningkatan

laba bersih tiap tahunnya dengan selisih yang tidak terlalu tinggi tiap tahunnya.

Sedangkan rata-rata EPS terendah dipegang oleh PT Sekar Laut Tbk (SKLT) yaitu

sebesar 14 rupiah per lembar sahamnya. Hal ini disebabkan karena perusahaan SKLT

memiliki laba bersih yang paling sedikit dari semua perusahaan lainnya dan diiringi

dengan jumlah saham yang beredar sebesar 691 juta lembar.

4.2.6.Harga Saham (Y)

Harga saham adalah uang yang dikeluarkan untuk memperoleh bukti

penyertaan atau pemilikan suatu perusahaan. Harga saham yang ditinggi

mengindikasikan bahwa saham tersebut aktif diperdagangkan. dan apabila suatu

saham aktif diperdagangkan maka dealer tidak akan lama menyimpan saham yang

sebelum diperdagangkan. Sataun harga saham dalam penelitian ini adalah rupiah.

Berikut merupakan olah data harga saham perusahaan industri makanan dan

minuman yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia tahun 2009-2013:

Page 65: Skripsi Ryan Hidayat

63

Tabel 4.5. Tabel Harga Saham (*Closing Price) (Y)

No Nama Perusahaan KodeHarga Saham (rupiah) Rata-

Rata2009 2010 2011 2012 2013

1PT Akasha Wira International Tbk

ADES 640 1.620 1.010 1.900 2.000 1.434

2PT Tiga Pilar Sejahtera Food Tbk

AISA 332 721 495 1.080 1.430 812

3PT Cahaya Kalbar Tbk

CEKA 1.250 1.100 950 1.230 1.160 1.138

4PT Delta Djakarta Tbk

DLTA 62.000 120.000 111.500 255.000 380.000 185.700

5PT Indofood Sukses Makmur Tbk

INDF 3.550 4.875 4.600 5.850 6.600 5.095

6PT Multi Bintang Indonesia Tbk

MLBI 117.000 274.950 359.000 740.000 1.200.000 538.190

7PT Mayora Indah Tbk

MYOR 4.500 10.750 14.250 19.600 26.000 15.020

8PT Prashida Aneka Niaga Tbk

PSDN 148 80 310 205 150 179

9 PT Sekar Laut Tbk SKLT 150 140 140 180 180 158

10 PT Siantar Top Tbk STTP 220 385 690 1.140 1.550 797

11

PT Ultrajaya Milk Industri and Trading Company Tbk

ULTJ 560 1.210 1.080 1.380 4.500 1.746

Berdasarkan Tabel 4.5 di atas terlihat bahwa rata-rata harga saham tertinggi

periode 2009-2013 diperoleh oleh PT Multi Bintang Indonesia Tbk dan diikuti oleh

PT Delta Djakarta Tbk yaitu berturut-turut sebesar 538.190 rupiah dan 185.700

rupiah per lembar sahamnya. Dengan peristiwa ini, mengindikasikan bahwa kedua

perusahaan ini memiliki kinerja atau manajemen yang baik jika dilihat dari sisi

pasarnya (saham). Harga saham merupakan salah satu indikator dalam kinerja

perusahaan. Semakin tinggi harga saham maka semakin tinggi pula kinerja

Page 66: Skripsi Ryan Hidayat

64

perusahaan begitu sebaliknya. Sedangkan rata-rata harga saham terendah diperoleh

oleh PT Prashida Aneka Niaga Tbk dan PT Sekar Laut Tbk yaitu secara berturut-

turut sebesar 179 rupiah dan 158 rupiah per lembar saham. Hal ini disebabkan karena

kurangnya manajemen perusahaan untuk mengelola dana yang dimiliki, peristiwa ini

dapat dilihat dari laba bersih perusahaan kedua perusahaan tersebut paling sedikit

diantara perusahaan lainnya. Sehingga ketertarikan investor untuk menananmkan

modalnya menjadi berkurang.

4.3. ANALSIS STATISTIK

4.3.2. Uji Asumsi Klasik

(1) Uji Normalitas

Uji normalitas bertujuan untuk apakah dalam model regresi variabel

dependen dan variabel independen keduanya mempunyai distribusi normal

atau tidak. Model regresi yang valid adalah distribusi data normal atau

mendekati normal. Pengujian normalitas dilakukan dengan menggunakan P-P

Plot Test. Pengujian normalitas dapat dideteksi dengan melihat penyebaran

data (titik) pada sumbu diagonal dari grafik distribusi normal. Berikut

merupakan grafik normal P-Plot menggunakan SPSS 18:

Gambar 4.1 Gambar Normal P-Plot Regression Standardized Residual

Page 67: Skripsi Ryan Hidayat

65

Berdasarkan tampilan Normal P-Plot Regression Standarized di atas

terlihat bahwa titik-titik agak menyebar disekitar garis diagonal. Oleh karena

itu berdasarkan uji normalitas, analisis regresi layak digunakan meskipun

terdapat beberapa plot yang menyimpang dari garis diagonal.

(2) Uji Multikolinieritas

Multikolinearitas adalah keadaan di mana terjadi hubungan linier yang

sempurna atau mendekati sempurna antar variabel independen dalam model

regresi. Uji multikolinearitas digunakan untuk mengetahui ada atau tidaknya

hubungan linear antar variabel independen dalam model regresi. Prasyarat

yang harus terpenuhi dalam model regresi adalah tidak adanya multikolineari-

tas. Multikolonieritas juga dapat dideteksi dengan melihat nilai tolerance dan

lawannya VIF. Tolerance mengukur variabilitas variabel independen yang

terpilih yang tidak dijelaskan oleh variabel independen lainnya. Nilai

tolerance yang rendah sama dengan nilai VIF tinggi (VIF=1/Tolerance) dan

menunjukkan adanya kolonieritas yang tinggi. Nilai cut-off yang umum

Page 68: Skripsi Ryan Hidayat

66

dipakai adalah nilai tolerance 0,10 atau sama dengan nilai VIF di atas 10.

Tingkat kolonieritas yang dapat ditolerir adalah nilai tolerance 0,10 sama

dengan tingkat multikolonieritas 0,95 (Ghozali, 2006: 96). Berikut ini hasil

uji multikolonieritas dengan melihat nilai tolerance dan lawannya VIF:

Tabel 4.6 Tabel Uji Multikolinieritas

Model Collinearity Statistics

Tolerance VIF

1 (Constant)

LN_ROE .205 4.878

LN_CR .520 1.925

LN_DER .404 2.473

LN_TATO .910 1.099

LN_EPS .233 4.287

Sumber: data diolah peneliti

Berdasarkan Tabel 4.6 di atas terlihat bahwa nilai TOL (Tolerance) dari

semua variabel bebas lebih besar dari 0,10. Dengan demikian tidak terjadi

multikolinieritas antar variabel. Selain itu terlihat nilai VIF > 10, yang artinya

tidak ditemukannya gejala multikolinieritas dari setiap variabel.

(3) Uji Autokorelasi

Uji autokorelasi bertujuan untuk menguji apakah dalam model regresi

linear ada korelasi antara kesalahan pengganggu periode t dengan kesalahan

periode (t-1) atau sebelumnya (Ghozali, 2006: 99). Untuk mendeteksi ada

Page 69: Skripsi Ryan Hidayat

67

atau tidaknya gejala autokorelasi dilakukan dengan membandingkan nilai

statistik hitung Durbin-Watson (D-W) pada perhitungan regresi dengan data

statistik pada tabel Durbin-Watson. Berikut adalah hasil analisis uji

autokorelasi dengan metode durbin watson menggunakan program SPSS 18:

Tabel 4.7 Tabel Uji AutokorelasiModel Summaryb

ModelR R Square

Adjusted R Square

Std. Error of the Estimate Durbin-Watson

dimension0

1 .835a .698 .667 1.47323 1.892

a. Predictors: (Constant), LN_EPS, LN_DER, LN_TATO, LN_CR, LN_ROEb. Dependent Variable: LN_HargaSaham

Sumber: data diolah peneliti

Dengan nilai tabel pada tingkat signifikansi 5%, jumlah sampel 55 (n) dan

jumlah variabel independen 5 (k=5), maka di tabel Durbin-Watson akan

didapatkan nilai batas atas (du) 1,768 dan batas bawah (dl) 1,374. Karena

nilai DW 1,892 lebih besar dari batas atas (du) 1,768 dan kurang dari 4-1,768

(4-du), maka dapat disimpulkan bahwa tidak terdapat autokorelasi pada

model regresi ini.

(4) Uji Heteroskedastisitas

Uji heterokedastisitas bertujuan untuk menguji apakah dalam model

regresi terjadi ketidaksamaan varians dari residu/pengamatan ke pengamatan

yang lain tetap, maka disebut Homokedastisitas dan jika berbeda disebut

Heterokedastisitas. Model regresi yang baik adalah yang homokedastisitas

atau tidak terjadi heterokedastisitas (Ghozali, 2006: 125). Berikut merupakan

grafik uji heteroskedastisitas menggunakan program SPSS 18:

Gambar 4.2 Gambar Uji Heteroskedastisitas (Scatterplot)

Page 70: Skripsi Ryan Hidayat

68

Sumber: data diolah peneliti

Salah satu cara untuk mendeteksi adanya heteroskedastisitas adalah

dengan melihat grafik plot antara nilai prediksi variabel independen (ZPRED)

dengan residualnya (SRESID). Deteksi ada tidaknya heteroskedastisitas dapat

dilakukan dengan melihat ada tidaknya pola tertentu pada grafik scatterplot

antara SRESID dan ZPRED dimana sumbu Y adalah Y yang telah diprediksi,

dan sumbu X adalah residual (Y prediksi - Y sesungguhnya) yang telah di-

studentized (Ghozali, 2006: 126).

Dari Gambar di atas terlihat titik-titik menyebar secara acak serta tersebar

baik di atas maupun di bawah angka 0 pada sumbu Y, tidak ada pola tertentu

yang teratur. Oleh karena itu, dapat disimpulkan bahwa tidak terjadi

heteroskedastisitas pada model regresi ini.

4.3.3. Analisis Regresi Linier Berganda

Analisis regresi linear berganda digunakan untuk menaksir bagaimana

keadaan (naik turunnya) variabel dependen, bila dua atau lebih variabel independen

Page 71: Skripsi Ryan Hidayat

69

sebagai faktor predictor dimanipulasi (dinaik turunkan nilainya). Dalam penelitian

ini, terdapat penggunaan ukuran variabel independen yang tidak sama, yaitu satuan

rupiah pada variabel Earnings Per Shares (EPS) dan satuan presentase pada variabel

Return On Equity (ROE), Current Ratio (CR), Debt to Equity Ratio (DER) serta

ukuran kali untuk Total Asset Turnover (TATO). Menurut Ghazali (2006: 92) jika

ukuran variabel independen tidak sama, maka sebaiknya intepretasi persamaan

regresi menggunakan standardized beta. Keuntungan menggunakan nilai beta

Standardized Coefficient adalah mampu mengeliminasi perbedaan unit ukuran pada

variabel independen (Ghazali, 2006: 92). Karena pada penelitian ini terdapat

perbedaan satuan ukuran pada variabel independen yang digunakan dalam model

regresi, maka pada penelitian ini nilai beta Standardized Coefficient digunakan dalam

menentukan persamaan regresi.

Tabel 4.8 Tabel Regresi Linier Berganda

Coefficientsa

Model Unstandardized

Coefficients

Standardized

Coefficients

t Sig.

Collinearity Statistics

B Std. Error Beta Tolerance VIF

1 (Constant) -.068 2.928 -.023 .982

LN_ROE .043 .511 .015 .085 .933 .205 4.878

LN_CR .635 .551 .125 1.152 .255 .520 1.925

LN_DER .020 .461 .005 .043 .966 .404 2.473

LN_TATO -.440 .487 -.074 -.903 .371 .910 1.099

LN_EPS .836 .171 .796 4.895 .000 .233 4.287

a. Dependent Variable: LN_HargaSahamSumber: data diolah peneliti

Dari hasil perhitungan regresi linear berganda pada tabe 4.6 di atas, dapat

diketahui hubungan antara variabel independen dan variabel dependen yang dapat

dirumuskan dalam persamaan sebagai berikut:

Harga Saham=0,015 LnROE+0,125 LnCR+0,005 LnDER−0,074 LnTATO+0.796 LnEPS

Page 72: Skripsi Ryan Hidayat

70

Berdasarkan perhitungan di atas dapat disimpulkan bahwa variabel ROE, CR, DER,

dan EPS memiliki hubungan yang positif dengan harga saham yaitu dengan nilai masing-

masing secara berturut-turut 0,015, 0,125, 0,005, dan 0,796. Artinya setiap kenaikan 1%

harga saham maka akan diikuti dengan naiknya nilai dari masing-masing variabel tadi

dengan besaran nilai seperti pada tabel di atas. Sedangkan TATO memiliki hubungan negatig

dengan harga saham yaitu sebesar -0,074. Artinya setiap kenaikan 1% harga saham maka

TATO akan turun sebesar 0,074%.

4.3.4. Analsisis Pengujian Hipotesis

Uji hipotesis dalam penelitian ini dilakukan dengan metode pengujian

koefisien regresi linier berganda untuk menguji pengaruh Return On Equity (ROE),

Current Ratio (CR), Debt to Equity Ratio (DER), Total Asset Turnover (TATO) dan

Earning per Share (EPS) terhadap Harga Saham.

(1) Uji Hipotesis 1 (Uji-t)

Uji hipotesis 1 dilakukan dengan uji-t yaitu menguji besarnya pengaruh variabel

independen Return On Equity (ROE), Current Ratio (CR), Debt to Equity Ratio

(DER), Total Asset Turnover (TATO) dan Earning per Share (EPS) terhadap

variabel dependen yaitu harga saham satu per satu. Berikut merupakan hasil

perhitungan uji-t menggunakan SPSS 18:

Tabel 4.9 Tabel Uji-t

Page 73: Skripsi Ryan Hidayat

71

Model Unstandardized

Coefficients

Standardized

Coefficients

T Sig.B Std. Error Beta

1 (Constant) -.068 2.928 -.023 .982

LN_ROE .043 .511 .015 .085 .933

LN_CR .635 .551 .125 1.152 .255

LN_DER .020 .461 .005 .043 .966

LN_TATO -.440 .487 -.074 -.903 .371

LN_EPS .836 .171 .796 4.895 .000

Sumber: data diolah peneliti

Bedasarkan hasil uji-t statistik diatas, terlihat bahwa variabel ROE, CR, DER,

dan TATO tidak berpengaruh signifikan terhadap harga saham karena nilai

signifikannya lebih besar dari 0,05. Hanya variabel EPS yang berpengaruh

signifikan terhadap harga saham dimana hal ini bisa kita lihat dari nilai signifikan

EPS lebih kecil dari 0,05.

Berikut merupakan penjelasan hasil perhitungan uji-t masing-masing

variabel:

H1 : Diduga bahwa faktor fundamental perusahaan (ROE, CR, DER, TATO,

EPS) berpengaruh signifikan secara parsial terhadap harga saham industri

makanan dan minuman di BEI periode 2009-2013.

Hipotesis pertama mengenai variabel ROE, CR, DER, TATO, dan EPS,

diketahui bahwa nilai beta standarized coeficient masing- masing secara

berturut-turut adalah 0,015; 0,125; 0,005; -0,074; dan 0,796. Hal ini

menunjukkan bahwa ROA, CR, DER, dan EPS berpengaruh positif terhadap

harga saham. Hasil yang positif menunjukkan bahwa peningkaran ROE, CR,

DER, dan EPS akan meningkatkan harga saham perushaan. Hanya TATO

yang berpengaruh negatif tehadap harga saham yaitu sebesar -0,074.

Page 74: Skripsi Ryan Hidayat

72

Di sisi lain ROE, CR, DER, dan TATO tidak berpengaruh signifikan

terhadap harga saham karena nilai sig. yang ditunjukkan dari tabel di atas

lebih besar dari 0,05. Adapun nilai sig. masing-masing secara berturut-turut

0,933; 0,255; 0,966; dan 0,371 > 0,05. Hasil yang tidak signifikan

menunjukkan bahwa perubahan yang terjadi pada variabel tersebut tidak

terlalu mempengaruhi perubahan harga saham perusahaan. Hanya variabel

EPS yang berpengaruh signifikan terhadap harga saham. Hal ini bisa dilihat

dari nilai sig. sebesar 0,000 dimana nilai tersebut lebih kecil dari 0,05. Hasil

yang signifikan menunjukkanbahwa perubahan yang terjadi pada variabel

Earnings Per Shares (EPS) sangat mempengaruhi perubahan harga saham

perusahaan.

Kesimpulan dari analisis diatas adalah:

ROE berpengaruh positif dan tidak signifikan terhadap harga

saham industri makanan dan minuman yang terdaftar di Bursa

Efek Indonesia periode 2009-2013.

CR berpengaruh positif dan tidak signifikan terhadap harga

saham industri makanan dan minuman yang terdaftar di Bursa

Efek Indonesia periode 2009-2013.

DER berpengaruh positif dan tidak signifikan terhadap harga

saham industri makanan dan minuman yang terdaftar di Bursa

Efek Indonesia periode 2009-2013.

Page 75: Skripsi Ryan Hidayat

73

TATO berpengaruh negatif dan tidak signifikan terhadap harga

saham industri makanan dan minuman yang terdaftar di Bursa

Efek Indonesia periode 2009-2013.

EPS berpengaruh positif dan signifikan terhadap harga saham

industri makanan dan minuman yang terdaftar di Bursa Efek

Indonesia periode 2009-2013.

Dengan demikian, dari analisis diatas dapat dikatakan bahwa hipotesis

pertama (H1) ditolak. Hal ini karena tidak semua variabel secara parsial

berpengaruh signifikan terhadap harga saham perusahaan industri

makanandan minuman yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia periode 2009-

2013.

(2) Uji Hipotesis 2 (Uji-F)

Uji F menunjukkan apakah semua variabel independen yang dimasukkan ke

dalam model mempunyai pengaruh secara bersama-sama terhadap variabel

dependen. Hasil perhitungan uji F adalah sebagai berikut:

Tabel 4.10 Tabel Uji-F

ANOVAb

Model Sum of Squares df Mean Square F Sig.

1 Regression 245.733 5 49.147 22.644 .000a

Residual 106.349 49 2.170

Total 352.082 54

a. Predictors: (Constant), LN_EPS, LN_DER, LN_TATO, LN_CR, LN_ROE

b. Dependent Variable: LN_HargaSaham

Sumber: data diolah peneliti

Page 76: Skripsi Ryan Hidayat

74

Berikut merupakan penjelasan hasil perhitungan uji-F variabel tersebut:

H2 : Diduga bahwa faktor fundamental perusahaan (ROE, CR, DER, TATO,

EPS) berpengaruh signifikan secara simultan terhadap harga saham

industri makanan dan minuman di BEI periode 2009-2013.

Berdasarkan tabel di atas terlihat nilai F hitung sebesar 22,644 dengan

siginifikansi sebesar 0,000. Karena nilai probabilitas (sig.) lebih kecil dari 0,05

atau 0,000 < 0,05, maka dapat disimpulkan bahwa semua variabel independen

baik dari ROE, CR, DER, TATO, dan EPS memiliki pengaruh yang signifikan

secara simultan terhadap harga saham atau hipotesis kedua (H2) diterima.

(3) Uji Hipotesis 3 (Standardized Coefficients Beta)

Untuk mengetahui variabel independen yang berpengaruh dominan terhadap

variabel dependen, maka dapat melihat standardized coefficients beta dalam SPSS

pada tabel t. Di mana standardized coefficients beta menunjukan pengaruh antara

masing-masing variabel bebas terhadap variabel terikat dengan menganggap

variabel lainnya konstan. Berikut merupakan tabel standardized coefficients beta

dengan program SPSS 18:

Tabel 4.11 Tabel standardized coefficients beta

Model Unstandardized

Coefficients

Standardized

Coefficients

t Sig.B Std. Error Beta

1 (Constant) -.068 2.928 -.023 .982

LN_ROE .043 .511 .015 .085 .933

LN_CR .635 .551 .125 1.152 .255

LN_DER .020 .461 .005 .043 .966

LN_TATO -.440 .487 -.074 -.903 .371

LN_EPS .836 .171 .796 4.895 .000

Sumber: data diolah peneliti

Adapun bunyi hipotesis ketiga adalah:

Page 77: Skripsi Ryan Hidayat

75

H3 : Diduga bahwa variabel Earning Per Shares memiliki Pengaruh dominan

diantara variabel fundamental perusahaan lainnya terhadap harga saham

perusahaan industri makanan dan minuman yang terdaftar di BEI

periode 2009-2013.

Variabel yang mempunyai standardized coefficients beta yang tinggi

menunjukkan variabel yang mempunyai pengaruh dominan terhadap harga saham.

Apabila semakin mendekati 1 menunjukan pengaruh yang semakin kuat,

sedangkan apabila mendekati 0 menunjukan pengaruh semakin lemah.

Berdasarkan tabel di atas Earnings Per Shares (EPS) memiliki nilai tertinggi yaitu

sebesar 0,796. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa hipotesis ketiga (H3)

diterima. Hal ini disebabkan karena EPS memiliki pengaruh lebih dominan dari

variabel yang lain terhadap perubahan harga saham.

Page 78: Skripsi Ryan Hidayat

76

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

1.1 Kesimpulan

Berdasarkan hasil analisis dan pembahasan pada bab sebelumnya maka diperoleh

kesimpulan sebagai berikut:

1. Dalam sampel penelitian ini Return On Equity (ROE), Current Ratio (CR), dan

Debt to Equity Ratio (DER) memiliki pengaruh positif dan tidak signifikan

terhadap harga saham. Hal ini dapat diartikan bahwa semakin tinggi ROE, CR,

dan DER maka harga saham juga akan semakin meningkat. Akan tetapi

perubahan ROE, CR, dan DER tidak terlalu mempengaruhi perubahan harga

saham . Semakin tinggi laba yang mampu dihasilkan dari ekuitas perusahaan

(ROE) menunjukkan bahwa kemampuan perusahaan dalam menghasilkan laba

semakin besar yang nantinya dapat dialokasikan kepada pemegang saham. Oleh

karena itu, perusahaan dengan ROE yang tinggi cukup diminati oleh investor

karena mampu menjawab keraguan investor dari sisi pengembalian atau

pembayaran deviden. Sama halnya dengan Currrent Ratio (CR), dimana dengan

tingginya nilai ini mengindikasikan bahwa kemampuan perusahaan dalam

membayar hutang lancarnya terjamin. Oleh karena itu risiko yang akan diterima

investor dapat diminimalkan dari rasio ini. Begitu juga dengan Debt to Equity

Ratio (DER), nilai DER yang tinggi dapat menimbulkan ketakutan bagi investor

akan risiko yang akan diterima karena perushaan terlalu banyak dibiayai oleh

hutang. Selain itu nilai DER berarti perusahaan memiliki suntikan dana dari luar

untuk mengembangkan perusahaannya. Dengan demikian apabila perusahaan

Page 79: Skripsi Ryan Hidayat

77

mampu mengelola hutangnya dengan baik menjadi keuntungan bagi perusahaan,

maka semuanya akan berdampak bagi investor dan perusahaan. Jadi tidak heran

jika ada investor yang menanamkan modalnya dalam suatu perusahaan yang

memiliki hutang tinggi.

2. Dalam sampel penelitian ini Total Asset Turnover memiliki pengaruh negatif

dan tidak signifikan terhadap harga saham. Hal ini dapat diartikan bahwa tinggi

rendahnya perputaran totak aktiva tidak terlalu mempengaruhi tinggi rendahnya

EPS. Penggunaan utang (financial leverage) yang tinggi akan menurunkan nilai

EPS. Leverage yang tinggi akanmeningkatkan EPS yang diharapkan, namun

juga akan meningkatkan risiko. EPS akan meningkat sampai titik presentase

tertentu karena tingkat penggunaan utang yang semakin tinggi sehingga

membuat beban bunga mengalami kenaikan. Beban bunga akan dengan cepat

mengalami kenaikan apabila melampaui titik presentase tersebut sehingga

mengakibatkan penurunan EPS meskipun jumlah saham yang beredar juga

megalami penurunan.

1.2 Saran

Berdasarkan deskripsi pada bab sebelumnya maupun kesimpulan di atas maka

penulis dapat memberikan saran yang mungkin berguna, yaitu bagi peneliti selanjutnya

agar menentukan objek penelitian yang lebih luas sehingga dapat diketahui pengaruh

penggunaan utang di berbagai industri yang ada sehingga hasil yang diperoleh dapat

digeneralisasi lebih luas. Selain itu, dalam penelitian ini belum dimasukkan mengenai

pengaruh lingkungan ekonomi makro yang juga dapat mempengaruhi penggunaan utang

terhadap pengembalian kepada pemegang saham yang dilihat dari tingkat Return on

Equity (ROE) dan Earning per Share (EPS) sehingga diharapkan peneliti selanjutnya

Page 80: Skripsi Ryan Hidayat

78

dapat lebih menggambarkan pengaruh utang dalam keadaan ekonomi yang berbeda-

beda.

DAFTAR PUSTAKA

Arista D. 2012. Analisis Faktor – Faktor yang Mempengaruhi Return Saham (Kasus

pada Perusahaan Manufaktur yang Go Public di BEI Periode Tahun 2005 - 2009).

Jurnal Ilmu Ekonomi Manajemen Terapan Vol. III Mei, No.3

Atmaja L. 2008. Teori dan Praktik Manajemen Keuangan. Bandung : CV. Andi Offset

Brigham & Houston. 2006. Dasar-dasar Manajemen Keuangan, buku I, edisi 10.

Jakarta: Salemba Empat

Fahmi I, 2012. Analisis Kinerja Keuangan. Bandung : Alfabeta

Ghozali I. 2006. Aplikasi Analisis Multivariate dengan Program SPSS. Edisi 2 : Badan

Penerbit Universitas Diponegoro

Gunardi A. 2010. Perubahan Kinerja Keuangan Terhadap Perubahan Harga Saham pada

Perushaan Food and Beverages. Jurnal Riset Bisnis dan Manajemen Vol. III

Februari, No.3

Hadi S. 2013. Analisis pengaruh likuiditas dan profitabilitas terhadap harga saham pada

perusahaan pt. Indocement tunggal prakarsa, tbk yang go public di bei periode

2008-2013. Universitas Mataram

Hanafi. 2004. Manajemen Keuangan. Yogyakarta: BPFE-Yogyakarta

Hayati, Laela. 2005. Analisis Pengaruh Financial Leverage dan Rentabilitas Ekonomi

terhadap Rentabilitas Modal Sendiri pada Perusahaan Manufaktur di Bursa Efek

Jakarta (BEJ). Skripsi: Fakultas Ekonomi Universitas Mataram

Page 81: Skripsi Ryan Hidayat

79

Husnan S. 2001. Dasar-dasar Teori Portofolio dan Analisis Sekuritas, Yogyakarta : UPP

AMP YKPN

. 2009. Dasar-dasar teori portofolio dan analisis sekuritas. Yogyakarta:

UPP STIM YKPN

Kasmir. 2011. Analisis Laporan Keuangan, Jakarta : PT Rajagrafindo Persada

. 2013. Analisis laporan keuangan. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada

Kodrat D, Indonanjaya K. 2010. Manajemen investasi pendekatan teknikal dan

fundamental untuk analisis saham. Yogyakarta: Graha Ilmu

vMalintan R. 2011. Pengaruh Current Ratio (CR), Debt to Equity Ratio (DER), Price

Earning Ratio (PER), dan Return On Asset (ROA) Terhadap Return Saham

Perusahaan Pertambangan yang Terdaftar di Bursa Efek Indonesia Tahun 2005-

2010. Universitas Brawijaya

Martono, Nugroho C. 2009. Pengaruh Faktor Fundamental Perusahaan dan Nilai Tukar

terhadap Return Saham pada Perusahaan yang Terdaftar di BEI (Kasus pada

Perusahaan Manufaktur Periode Tahun 2003 – 2007). Tesis, Program Pasca

Sarjana Magister Manajemen Universitas Diponegoro, Semarang (tidak

dipublikasikan)

Pandansari F. 2012. Analsis Faktor Fundamental terhadap Harga Saham. Accounting

Analysis Journal Universitas Negeri Malang

Pasaribu R. 2008. Pengaruh variabel Fundamental terhadap Harga Saham Perusahaan

Go Public di Bursa Efek Indonesia (BEI) Periode 2003-2006. Jurnal Ekonomi dan

Bisnis Vol. II, Juli No. 2

Pertiwi D. 2013. Pengaruh Variabel Internal Perusahaan Terhadap Harga Saham (Studi

Peristiwa pada Perusahaan yang Terdaftar di Bursa Efek Indonesia). Skripsi

Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Hasanuddin Makasar

Page 82: Skripsi Ryan Hidayat

80

Sawir A. (2005). Analisis Kinerja Keuangan dan Perencanaan Keuangan. Perusahaan.

PT Gramedia Pustaka, Jakarta

Sartono R. (2001). Manajemen Keuangan Teori dan Aplikasi. BBFE,Yogyakarta

Sugiyono, 2011. Metode Penelitian kuantitatif Kualitatif dan R&D. Bandung : Alfabeta

Susanto D, Sabardi A. 2002. Analisis Teknikal di Bursa Efek. BBFE, Yogyakarta

Siswoyo S, 2013. Analisis Fundamental dan Teknikal Untuk Profit Lebih Optimal.

Jakarta : Gramedia Pustaka Utama

Sumaryono. 2013. Analisis Fundamental Harga Saham BUMN di Bursa Efek Indonesia

(BEI). Jurnal Ekonomi Vol. VI, Januari-April Edisi II

Sunariyah. 2011. Pengantar pengeathuan pasar modal. Yogyakarta: UPP STIM YKPN

Susaningrum N. 2010. Analisis Pengaruh Kinerja Keuangan Perusahaan Terhadap

Harga Saham. Universitas katolik Soegijapranata

Suwahyono R, Oetomo H. 2003. Analisis Pengaruh Beberapa Variabel Fundamental

Keuangan Perusahaan Terhadap Harga Saham Perushaan Telekomunikasi yang

tercatat di Bursa Efek Jakarta. Ekuitas Vol. X, September Hlm. 307-334

WBBA A, Pratomo W. 2013. Analisis Fundamental dan Risiko Sistimatik terhadap

Harga Saham Perbankan yang Terdaftar pada LQ-45. Jurnal Ekonomi Vol. I,

Februari No. 3

Wulandari D. 2009. Analisis Faktor Fundamental terhadap Harga Saham Industri

Pertambangan dan Pertanian di BEI. Jurnal Akuntansi & Keuangan Oktober

.