analisis konflik keraton solo_taufik n uki

9
Analisis Konflik Keraton Surakarta (Solo) dengan menggunakan Actor Conflict Map tool dan Needs Fears Mapping tool Isu : 1. Pembagian kekuasaan keraton 2. Hukum dan tradisi adat 3. Modal (hibah pemerintah terkait pemeliharaan warisan budaya) 4. Perebutan Aset fisik dan non-fisik (prospek bisnis, sosial dan politik) Peta Aktor Konflik Konflik yang terjadi di keraton Surakarta sebenarnya sudah terjadi sejak lama dengan eskalasi dan deeskalasi konflik yang terus terjadi sejak tahun 2004. Konflik ini dimulai ketika Pakubuwono XII mangkat. Kondisi tersebut menimbulkan terjadinya kekosongan kekuasaan raja, karena semasa hidupnya Pakubuwono XII tidak pernah mengangkat seorang Permaisuri. Dalam hal ini yang berhak menjadi penerus raja adalah putra yang dilahirkan oleh permasuri. Selain itu, Pakubuwono XII juga tidak secara tegas mewariskan tahtanya kepada siapa, sehingga kemudian terjadi konflik mengenai Raja yang berhak menggantikan Pakubowono XII.

Upload: ahmad-sholikin

Post on 16-Jan-2016

224 views

Category:

Documents


2 download

DESCRIPTION

konflik

TRANSCRIPT

Page 1: Analisis Konflik Keraton Solo_taufik n Uki

Analisis Konflik Keraton Surakarta (Solo) dengan menggunakan

Actor Conflict Map tool dan Needs Fears Mapping tool

Isu : 1. Pembagian kekuasaan keraton2. Hukum dan tradisi adat3. Modal (hibah pemerintah terkait pemeliharaan warisan budaya)4. Perebutan Aset fisik dan non-fisik (prospek bisnis, sosial dan politik)

Peta Aktor Konflik

Konflik yang terjadi di keraton Surakarta sebenarnya sudah terjadi sejak lama dengan

eskalasi dan deeskalasi konflik yang terus terjadi sejak tahun 2004. Konflik ini dimulai ketika

Pakubuwono XII mangkat. Kondisi tersebut menimbulkan terjadinya kekosongan kekuasaan raja,

karena semasa hidupnya Pakubuwono XII tidak pernah mengangkat seorang Permaisuri. Dalam hal

ini yang berhak menjadi penerus raja adalah putra yang dilahirkan oleh permasuri. Selain itu,

Pakubuwono XII juga tidak secara tegas mewariskan tahtanya kepada siapa, sehingga kemudian

terjadi konflik mengenai Raja yang berhak menggantikan Pakubowono XII.

Pada saat itu, konflik mengerucut pada dua kubu yang sama-sama berkeinginan menjadi raja

yakni kubu Hangabehi, putra tertua dari PB XII yang didukung oleh keluarga selir kedua (KRAy

Predapaningrum), Gusti Moeng atau GKR Koes Moertia, KP Edi Wirabumi, GKR Wandansari, KGPH

Puger, GRM Herbanu, GKR Isbandiyah, GKR Timur Rumbai, KPH Winarnokusumo, dll. Kubu PB XIII

Hangabehi bertahtah di Keraton Kasunanan Surakarta. Kubu kedua adalah Kubu Tedjowulan yang

didukung oleh Keluarga Selir pertama (GRAy Mandayaningrum), Keluarga Selir ketiga (KRAy Rio

Rogasmara), keluarga Selir Keenam (GRAy Retnodiningrum) seperti KGPH Dipo Kusumo, KRH

Page 2: Analisis Konflik Keraton Solo_taufik n Uki

Bambang Pradotonagoro, GPH Soeryo Wicaksono, dll. Kubu PB XIII Tedjowulan ini menetap di

kawasan Kota Barat Solo.

Pada perkembangannya, di akhir tahun 2011 muncul wacana rekonsiliasi dari kubu

Tedjowulan. Hal ini terus berkembang hingga terjadi kesepakatan rekonsiliasi antara Hangabehi dan

Tedjowulan pada 4 Juni 2012. Rekonsiliasi ini ditandai dengan penandatanganan nota kesepahaman

atau MoU rekonsiliasi antara Hangabehi dan Tedjowulan1 di gedung DPR dengan mediator Joko

Widodo sebagai Walikota Solo pada masa itu. Rekonsiliasi tersebut menyepakati kekuasaan raja

jatuh pada Hangabehi dan Tedjowulan diangkat menjadi mahapatih. Hal tersebut justru

menimbulkan konflik baru dimana pendukung Hangabehi menolak pengukuhan Tedjowulan sebagai

mahapatih dengan alasan jabatan mahapatih tidak sesuai dengan hukum adat dan Tedjowulan

diaggap sebagai pemberontak. Walaupun demikian Hangabehi sendiri mengakui Tedjowulan sebagai

mahapatihnya. Kubu yang pada awalnya mendukung Hangabehi kemudian membentuk Lembaga

Dewan Adat untuk menolak kedudukan Tedjowula sebagai mahapatih di Keraton Surakarta.

Lembaga Dewan Adat Kesunanan Surakarta Hadiningrat adalah sebuah organisasi kemasyarakatan

yang terdaftar di Kantor Kesbangpol Kota Solo dengan Surat Keterangan Terdaftar (SKT) No.

220/151/II/20112.

Puncak konfliknya terjadi ketika acara pengukuhan Tedjowulan menjadi mahapatih pada

tanggal 26 Agustus 20133. Lembaga Dewan Adat membubarkan paksa acara tersebut dengan

membawa sejumlah pendekar dari perguruan Setia Hati Teratai. Para undangan dan abdi dalem

dipaksa keluar dari keraton. Selain itu, semua pintu akses masuk menuju keraton dikunci. Kondisi

tersebut menimbulkan asumsi pada masyarakat bahwa telah terjadi kudeta yang mengancam

keselamatan Raja yang kemudian terjadi pendobrakan pintu masuk utama dengan menggunakan

kendaraan jenis Hardtop oleh masyarakat. Setelah pintu dapat terbuka masyarakat memaksa masuk

dan pada saat itu terjadi hampir menimbulkan kerusuhan namun segera dapat dicegah oleh TNI dan

polri dengan cara membubarkan masa dan memulangkan para pendekar perguruan Setia Hati

Teratai.

Dalam konflik ini pemerintah daerah mengupayakan perdamaian antara kubu-kubu yang

bertikai sebagai mediasi sesuai dengan surat dari Kementerian Dalam Negeri. Tetapi keberadaan

pemerintah daerah sebagai mediator ditolak oleh kubu Lembaga Dewan Adat. Dan menganggap

1 http://www.solopos.com/2014/02/23/konflik-keraton-solo-ini-sejarah-mediasi-konflik-kasunanan-surakarta-491725, diakses pada 12 April 2014.2 Bambang Ary Wibowo, Dilema Lembaga Dewan Adat, 13 November 2013, http://www.solopos.com/2013/11/13/dilema-lembaga-dewan-adat-524183, diakses pada 12 April 2014.3 http://manado.tribunnews.com/2013/08/27/ini-penyebab-kisruh-panjang-keraton-solo, diakses pada 12 April 2014.

Page 3: Analisis Konflik Keraton Solo_taufik n Uki

bahwa pemerintah daerah telah memalsukan surat dari mendagri yang menunjuk Pemerintah Kota

Surkarta dalam hal ini Walokota Solo FX Hadi Rudyatmo sebagai Mediator. Pemerintah daerah yang

awalnya menjadi pihak ketiga yang memfasilitasi perdamaian pada akhirnya justru terlibat berkonflik

secara langsung dengan kubu Lembaga Dewan Adat. Pada tanggal 4 November 2013 Pakubuwono

XIII Hangabehi mengeluarkan maklumat yang isinya membubarkan Lembaga Dewan Adat4.

Maklumat ini didukung oleh pemerintah daerah dengan tidak memperpanjang ijin Lembaga Dewan

Adat sebagai Ormas di Kota Solo yang berakhir pada 21 Februari 2014.

Walaupun Lembaga Dewan Adat sudah dibubarkan tapi konflik terus mengalami dinamika.

Hal ini disebabkan karena kubu yang tergabung kedalam Lembaga Dewan Adat tidak menerima

maklumat sultan Pakubuwono XIII yang membubarkan Lembaga Dewan Adat. Melihat dinamika

konflik yang terjadi di keraton Surakarta, Presiden SBY dan pemerintah pusat berjanji akan turun

tangan untuk menyelesaikan konflik yang berkepenjangan tersebut setelah Pemilu 9 April 20145.

Dalam hal ini, konflik yang tadinya hanya diupayakan untuk diselesaikan di ranah keluarga dan

Pemda Solo saat ini diambil alih oleh pemerintah pusat. Pemerintah pusat sebagai pemegang

otoritas tertinggi dapat menggunakan kekuatan paksaannya untuk menyelesaikan konflik

berkepanjangan ini.

Dalam konflik Keraton Surakarta yang melibatkan beberapa aktor dan dinamikanya, dapat

diidentifikasi ada beberapa isu yang mewarnai konflik tersebut. Misalnya isu yang paling mudah

untuk diidentifikasi adalah pembagian kekuasaan keraton. Hal ini terlihat pada awal terjadinya

konflik ini ketika Raja Surakarta yakni Pakubuwono XII meninggal dunia dan tidak mewariskan

tahtanya kepada satupun dari anak-anaknya. Sehingga pada waktu itu terjadi kekosongan kekuasaan

dan terjadi perang wacana tentang siapa yang berhak mewarisi tahta kerajaan sehingga kemudian

muncul raja kembar dimana itu terdapat dua raja yang berkuasa dalam satu kerajaan. Dua raja

kembar tersebut adalah Hangabehi, putra dari selir kedua dan Tedjowulan, putra dari selir keenam

Pakubuwono XII yang mana keduanya kemudian menyatakan diri sebagai Pakubuwono XIII. Selain

itu juga, walaupun dalam sebuah kerajaan berlaku sistem kekuasaan tunggal namun semakin dalam

konflik yang terjadi di Keraton Surakarta terlihat bahwa beberapa pihak yang berkonflik menganggap

bahwa semakin dekat dengan raja maka akan semakin mudah akses mereka terhadap sumber daya

sosial politik maupun ekonomi.

4 http://www.solopos.com/2013/11/4/tak-ada-kirab-sinuhun-pb-xiii-tengah-semedi-457289, diakses pada 12 April 2014.5 http://nasional.news.viva.co.id/news/read/483610-sby-ambil-alih-penyelesaian-konflik-keraton-surakarta, diakses pada 12 April 2014.

Page 4: Analisis Konflik Keraton Solo_taufik n Uki

Selain tentang perebutan kekuasaan raja dan pembagian kekuasaan kerajaan, isu yang

kemudian berkembang dalam konflik itu juga tentang tradisi dan hukum adat. Misalnya salah satu

pihak menuding pihak lain melanggar adat dan tradisi tertentu yang selama ini berlaku di Keraton

Surakarta. Salah satu adat yang dianggap sudah dilanggar adalah keberadaan jabatan mahapatih.

Kubu Lembaga Dewan Adat menganggap bahwa diangkatnya Tedjowulan sebagai mahapatih adalah

pelanggaran terhadap hukum adat karena dalam tradisi Kerajaan Surakarta tidak pernah ada jabatan

Mahapatih. Hal ini dapat merongrong kekuasaan tunggal dari raja. Sementara itu di pihak

Tedjowulan menganggap sebaliknya bahwa keberadaan Lembaga Dewan Adat di dalam keraton

tidak pernah ada dalam tradisi keraton dan justru Lembaga Dewan Adatlah yang merongrong

kekuasaan raja.

Isu lain yang juga dapat teridentifikasi dari konflik Keraton Surakarta adalah perebutan aset

fisik dan non-fisik (prospek bisnis, sosial dan politik) dimana aktor-aktor yang terlibat dalam konflik

itu menginginkan sumber daya tersebut. Hal ini dikarenakan sebagai salah satu warisan budaya,

Keraton Surakarta mendapatkan dana hibah dari pemerintah yang jumlahnya tidak sedikit. Ini

menjadi daya tarik tersendiri bagi pihak-pihak berkonflik untuk menguasainya. Selain itu, tidak

dapat dipungkiri meskipun status kebangsawanan tidak memiliki pengaruh yang sangat kuat dalam

kehidupan sosial seperti jaman dahulu, namun nama besar dan kekuasaan raja di Keraton Surakarta

masih memiliki tempat yang cukup penting dihati masyarakatnya. Oleh sebab itu, siapapun yang

menjadi atau berada di lingkaran kekuasaan raja keraton, pastilah akan memiliki akses yang lebih

mudah untuk masuk ke dunia politik praktis baik di tingkat daerah maupun nasional. Hal ini

tentunya akan memudahkan mereka untuk mengembangkan prospek bisnis yang ada.

Dalam konflik Keraton Surakarta, dapat dilihat bahwa terdapat keinginan dan ketakutan-

ketakutan dari masing-masing aktor terkait. Selama masing-masing pihak hanya mementingkan

keinginannya sendiri-sendiri konflik tersebut tidak akan kunjung selesai. Oleh sebab itu, needs fears

mapping dapat dijadikan sebagai alat yang membantu memetakan isu-isu yang dibawa dan

ketakutan-ketakutan yang dimiliki oleh masing-masing aktor konflik. Selain itu, dalam needs fears

mapping juga ditawarkan opsi-opsi yang dapat digunakan untuk menyelesaikan konflik tersebut.

Untuk lebih jelasnya needs fears mapping tool dapat dilihat dari tabel 1.

Page 5: Analisis Konflik Keraton Solo_taufik n Uki

Tabel 1. Needs Fears Mapping tool

AKTOR ISSU/MASALAH KEPENTINGAN KETAKUTAN CARA/UPAYA OPSIPakubuwono XIII

Pengangkatan raja

Kekuasaan Kehilangan kekuasaan Melalukan lobi politik, mengeluarkan maklumat pembubaran Lembaga Dewan Adat, menggalang dukungan dari mayoritas kerabat keraton dan masyarakat

Berdialog dengan Lembaga Dewan Adat, Mengangkat Tedjowulan sebagai Mahapatih

Mahapatih Tedjowulan

Pengangkatan sebagai mahapatih

Kekuasaan Kehilangan kekuasaan Melakukan lobi politik, menggalang dukungan dari mayoritas kerabat keraton dan masyarakat, menyatakan bahwa lembaga dewan adat tidak berhak mencampuri kekuasaan raja.

Berdialog dengan Dewan Adat, bergabung dengan Pakubuwono XIII

Lembaga Dewan Adat

Akses sosial politik dan ekonomi

Eksistensi dan akses

Kehilangan akses sosial politik dan ekonomi

Menolak dwi tunggal, menolak jabatan mahapatih, menggalang dukungan dari kerabat kerajaan dan masyarakat.

Berdialog dengan Dwitunggal

Masyarakat Baluwarta

Keamanan Lingkungan yang aman dan tentram

Terganggunya keamanan dan ketentraman

Meminta bantuan pemerintah untuk secepatnya menyelesaikan konflik

Mengadukan ke pemerintah tentang konflik yang terjadi

Pendukung Tedjowulan

Mendukung Dwitunggal

Eksistensi dan akses

Kehilangan akses sosial politik dan ekonomi

Mendukung dwi tunggal Berdialog dengan dwitunggal dan lembga Dewan Adat

Pendekar Setia hati Teratai

Mendukung Lembaga Dewan Adat

Eksistesi dan materi

Tidak mendapat keuntungan materi dan eksistensi

Mengeluarkan kemampuan bela diri untuk mendukung Lembaga Dewan Adat

Ikut dalam proses dialog, menarik diri dari konflik internal

Pemerintah Pemeliharaan warisan budaya, Kondisi sosial yang kondusif

Popularitas, melaksanakan tugas dan fungsi, Keamanan wilayah

Rusaknya warisan budaya, terjadinya konflik fisik yang dapat berkembang menjadi kerusuhan

Menjamin kekuasaan dwitunggal, membubarkan Lembaga Dewan Adat sebagai Ormas, mengambil alih pengelolaan aset-aset keraton secara langsung

Mempengaruhi proses dialog agar kesepakatan segera terwujud

Page 6: Analisis Konflik Keraton Solo_taufik n Uki

Daftar Pustaka

http://nasional.news.viva.co.id/news/read/483610-sby-ambil-alih-penyelesaian-konflik-keraton-surakarta. Diakses pada 12 April 2014.

http://manado.tribunnews.com/2013/08/27/ini-penyebab-kisruh-panjang-keraton-solo. Diakses pada 12 April 2014.

http://www.solopos.com/2013/11/4/tak-ada-kirab-sinuhun-pb-xiii-tengah-semedi-457289. Diakses pada 12 April 2014.

Wibowo, Bambang Ary. Dilema Lembaga Dewan Adat. 13 November 2013. http://www.solopos.com/2013/11/13/dilema-lembaga-dewan-adat-524183. Diakses pada 12 April 2014.

http://www.solopos.com/2014/02/23/konflik-keraton-solo-ini-sejarah-mediasi-konflik-kasunanan-surakarta-491725. Diakses pada 12 April 2014.