analisis persebaran titik panas

6
31 APLIKASI INDERAJA BERITA INDERAJA, Volume IX, No. 16, Juli 2010 Oleh: Suwarsono*, Fajar Yulianto*, Parwati*, dan Totok Suprapto** *Staf Peneliti Bidang PSDAL, Pusbangja LAPAN, ** Kepala Bidang PSDAL, Pusbangja LAPAN Analisis Persebaran Titik Panas (Hotspot) Indikasi Kebakaran Hutan dan Lahan di Wilayah Kalimantan Sepanjang Tahun 2001 - 2009 H ampir sudah dapat dipastikan bahwa di wilayah Indonesia, khususnya di Sumatera dan Kaliman- tan akan terjadi peningkatan intensitas keba- karan hutan dan lahan pada musim-musim kemarau, yang terjadi pada bulan-bulan sekitar April hingga Ok- tober. Intensitas kebakaran akan semakin tinggi apabila terjadi peristiwa El Nino Southern Oscillation/ENSO (lebih sering disingkat dengan El Nino), seperti yang terjadi pada tahun 1997, 2002, 2004, 2006 dan 2009. Kebakaran hutan dan lahan yang terjadi pada tahun 1997 dinyatakan oleh Asian Development Bank (ADB) sebagai kebakaran hutan dan lahan yang paling parah dengan luas total areal yang terbakar adalah 9,75 juta ha yang tersebar di Sumatera 1,7 juta ha, Kalimantan 6,5 juta ha, Jawa 0,1 juta ha, Sulawesi 0,4 juta ha, dan Papua 1 juta ha. Berdasarkan data tersebut tampak bah- wa wilayah Kalimantan mempunyai luasan areal terba- kar yang paling besar. Berdasarkan data dari Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB), luas areal hutan yang terbakar dari tahun 2004 hingga 2008 untuk seluruh wilayah Indonesia berturut-turut adalah 3.344 ha, 5.502 ha, 32.199 ha, 7.078 ha dan 7.245 ha. Sudah lebih dari satu dekade Lembaga Penerbangan dan Antariksa Nasional (LAPAN) secara konsisten mela- kukan pemantauan titik panas (hotspot) sebagai indikasi kebakaran hutan dan lahan menggunakan data satelit penginderaan jauh di wilayah Indonesia, khususnya di wilayah Sumatera dan Kalimantan. Pemanfaatan tekno- logi satelit penginderaan jauh untuk pemantauan kebaka- ran hutan dan lahan telah memberikan andil yang nyata terutama sejak pertengahan tahun 90-an seiring dengan terjadinya bencana kebakaran hutan dan lahan paling pa- rah dalam sejarah yang pernah terjadi di Indonesia pada musim kemarau tahun 1997 tersebut di atas. Beroperasi- nya satelit Terra pada tahun 1999 dan Aqua pada tahun 2002 yang membawa sensor MODIS (Moderate Imaging Resolution Spectroradiometer) telah meningkatkan kua- litas hasil pemantauan hotspot disamping pemanfaatan data NOAA (National Oceanic and Atmospheric Admi- nistration). Pada tulisan ini akan diuraikan kondisi hotspot, baik jumlah maupun sebarannya untuk wilayah Kalimantan sepanjang tahun 2001 hingga tahun 2009 menggunakan data MODIS. Selain itu juga menyajikan hasil analisis ke- padatan hotspot dari kurun waktu tersebut untuk identi- fikasi daerah rawan kebakaran hutan dan lahan. Sebaran hotspot di Kalimantan tahun 2001-2009 Selama kurun waktu tahun 2001 hingga 2009 di Kali- mantan dijumpai sebanyak 77.274 titik panas (Gambar 1- 10). Jumlah hotspot tahunan dari 2001 hingga 2009 yaitu tahun 2001 (1.315 hotspot), tahun 2002 (12.219 hotspot), tahun 2003 (5.869 hotspot), tahun 2004 (10.973 hotspot), tahun 2005 (3.121 hotspot), tahun 2006 (16.495 hotspot), tahun 2007 (1.912 hotspot), tahun 2008 (1.919 hotspot) dan tahun 2009 (23.551 hotspot). Berdasarkan data ter- sebut dapat diketahui bahwa hotspot mengalami pening- katan pada tahun 2002, 2004, 2006 dan 2009. Kondisi de- mikian dapat dipahami karena pada tahun-tahun tersebut bersamaan dengan terjadinya fenomena El Nino. Berdasarkan data jumlah hotspot bulanan di Kali- mantan selama kurun waktu 2001 – 2009 dapat diketahui bahwa hotspot mengalami peningkatan selama bulan Agustus hingga Oktober dengan puncak hotspot terjadi pada bulan September (Gambar 11). Berdasarkan data tersebut maka perlu diwaspadai terhadap peningkatan intensitas kebakaran hutan dan lahan pada bulan-bulan tersebut, terutama sekali apabila diprediksi pada bulan- bulan tersebut akan terjadi fenomena El Nino.

Upload: brian-bagus-arianto

Post on 27-Dec-2015

52 views

Category:

Documents


2 download

DESCRIPTION

Analisis Persebaran Titik Panas

TRANSCRIPT

Page 1: Analisis Persebaran Titik Panas

31

APLIKASI INDERAJA

BERITA INDERAJA, Volume IX, No. 16, Juli 2010

Oleh: Suwarsono*, Fajar Yulianto*, Parwati*, dan Totok Suprapto***Staf Peneliti Bidang PSDAL, Pusbangja LAPAN, ** Kepala Bidang PSDAL, Pusbangja LAPAN

Analisis Persebaran Titik Panas (Hotspot) Indikasi Kebakaran Hutan dan Lahan di Wilayah Kalimantan Sepanjang Tahun

2001 - 2009

Hampir sudah dapat dipastikan bahwa di wilayah Indonesia, khususnya di Sumatera dan Kaliman­tan akan terjadi peningkatan intensitas keba­

karan hutan dan lahan pada musim­musim kemarau, yang terjadi pada bulan­bulan sekitar April hingga Ok­tober. Intensitas kebakaran akan semakin tinggi apabila terjadi peristiwa El Nino Southern Oscillation/ENSO (lebih sering disingkat dengan El Nino), seperti yang terjadi pada tahun 1997, 2002, 2004, 2006 dan 2009.

Kebakaran hutan dan lahan yang terjadi pada tahun 1997 dinyatakan oleh Asian Development Bank (ADB) sebagai kebakaran hutan dan lahan yang paling parah dengan luas total areal yang terbakar adalah 9,75 juta ha yang tersebar di Sumatera 1,7 juta ha, Kalimantan 6,5 juta ha, Jawa 0,1 juta ha, Sulawesi 0,4 juta ha, dan Papua 1 juta ha. Berdasarkan data tersebut tampak bah­wa wilayah Kalimantan mempunyai luasan areal terba­kar yang paling besar. Berdasarkan data dari Badan Nasi onal Penanggulangan Bencana (BNPB), luas areal hutan yang terbakar dari tahun 2004 hingga 2008 untuk seluruh wilayah Indonesia berturut­turut adalah 3.344 ha, 5.502 ha, 32.199 ha, 7.078 ha dan 7.245 ha.

Sudah lebih dari satu dekade Lembaga Penerbangan dan Antariksa Nasional (LAPAN) secara konsisten mela­kukan pemantauan titik panas (hotspot) sebagai indikasi kebakaran hutan dan lahan menggunakan data satelit penginderaan jauh di wilayah Indonesia, khususnya di wilayah Sumatera dan Kalimantan. Pemanfaatan tekno­logi satelit penginderaan jauh untuk pemantauan kebaka­ran hutan dan lahan telah memberikan andil yang nyata terutama sejak pertengahan tahun 90­an seiring dengan terjadinya bencana kebakaran hutan dan lahan paling pa­rah dalam sejarah yang pernah terjadi di Indonesia pada musim kemarau tahun 1997 tersebut di atas. Beroperasi­nya satelit Terra pada tahun 1999 dan Aqua pada tahun

2002 yang membawa sensor MODIS (Moderate Imaging Resolution Spectroradiometer) telah meningkatkan kua­litas hasil pemantauan hotspot disamping pemanfaatan data NOAA (National Oceanic and Atmospheric Admi­nistration).

Pada tulisan ini akan diuraikan kondisi hotspot, baik jumlah maupun sebarannya untuk wilayah Kalimantan sepanjang tahun 2001 hingga tahun 2009 menggunakan data MODIS. Selain itu juga menyajikan hasil analisis ke­padatan hotspot dari kurun waktu tersebut untuk identi­fikasi daerah rawan kebakaran hutan dan lahan.

Sebaran hotspot di Kalimantan tahun 2001-2009Selama kurun waktu tahun 2001 hingga 2009 di Kali­

mantan dijumpai sebanyak 77.274 titik panas (Gambar 1­10). Jumlah hotspot tahunan dari 2001 hingga 2009 yaitu tahun 2001 (1.315 hotspot), tahun 2002 (12.219 hotspot), tahun 2003 (5.869 hotspot), tahun 2004 (10.973 hotspot), tahun 2005 (3.121 hotspot), tahun 2006 (16.495 hotspot), tahun 2007 (1.912 hotspot), tahun 2008 (1.919 hotspot) dan tahun 2009 (23.551 hotspot). Berdasarkan data ter­sebut dapat diketahui bahwa hotspot mengalami pening­katan pada tahun 2002, 2004, 2006 dan 2009. Kondisi de­mikian dapat dipahami karena pada tahun­tahun tersebut bersamaan dengan terjadinya fenomena El Nino.

Berdasarkan data jumlah hotspot bulanan di Kali­mantan selama kurun waktu 2001 – 2009 dapat diketahui bahwa hotspot mengalami peningkatan selama bulan Agustus hingga Oktober dengan puncak hotspot terjadi pada bulan September (Gambar 11). Berdasarkan data tersebut maka perlu diwaspadai terhadap peningkatan intensitas kebakaran hutan dan lahan pada bulan­bulan tersebut, terutama sekali apabila diprediksi pada bulan­bulan tersebut akan terjadi fenomena El Nino.

Page 2: Analisis Persebaran Titik Panas

32

APLIKASI INDERAJA

BERITA INDERAJA, Volume IX, No. 16, Juli 2010

Gambar 2.Jumlah hotspot bulanan sepanjang tahun 2002 di

wilayah Kalimantan

Gambar 1.Jumlah hotspot bulanan sepanjang tahun 2001 di

wilayah Kalimantan

Gambar 3.Jumlah hotspot bulanan sepanjang tahun 2003 di

wilayah Kalimantan

Gambar 4.Jumlah hotspot bulanan sepanjang tahun 2004 di

wilayah Kalimantan

Page 3: Analisis Persebaran Titik Panas

33

APLIKASI INDERAJA

BERITA INDERAJA, Volume IX, No. 16, Juli 2010

Gambar 5.Jumlah hotspot bulanan sepanjang tahun 2005 di

wilayah Kalimantan

Gambar 6.Jumlah hotspot bulanan sepanjang tahun 2006 di

wilayah Kalimantan

Gambar 7.Jumlah hotspot bulanan sepanjang tahun 2007 di

wilayah Kalimantan

Gambar 8.Jumlah hotspot bulanan sepanjang tahun 2008 di

wilayah Kalimantan

Page 4: Analisis Persebaran Titik Panas

34

APLIKASI INDERAJA

BERITA INDERAJA, Volume IX, No. 16, Juli 2010

Sebaran hotspot di tiap-tiap provinsi dan kabupatenSebaran hotspot paling banyak terdapat di Provinsi

Kalimantan Tengah, yaitu sebanyak 40.412 hotspot (52,2% dari jumlah total di Kalimantan). Sedangkan pro­vinsi lainnya berturut­turut yaitu ; Provinsi Kalimantan Barat sebanyak 21.090 hotspot (27,3%), Kalimantan Ti­mur sebanyak 8.261 hotspot (10,7%), dan Kalimantan Selatan sebanyak 7.611 hotspot (9,8%). Selengkapnya dapat dilihat pada Tabel 1.

Gambar 9.Jumlah hotspot bulanan

sepanjang tahun 2009 di wilayah Kalimantan

Gambar 10.Jumlah hotspot sepanjang

tahun 2001­2009 di wilayah Kalimantan

Tabel 1. Jumlah hotspot tahun 2001­2009per provinsi di Kalimantan

No Provinsi Jumlah Hotspot

Prosentase (%)

1 Kalimantan tengah 40.412 52.2

2 Kalimantan Barat 21.090 27.3

3 Kalimantan timur 8.261 10.7

4 Kalimantan Selatan 7.611 9.8

Total 77.374 100.0

Di Provinsi Kalimantan Tengah hotspot paling banyak terdapat di Kabupaten Pulangpisau, yaitu seba­nyak 9.082 hotspot (22,5% dari jumlah total di Provinsi Kalimantan Tengah). Selain itu hotspot juga banyak di­jumpai di Kabupaten Kotawaringin Timur (5.509 hotspot atau 13,6%), Kabupaten Kapuas (4.723 hotspot atau 11,7%), Kabupaten Seruyan (4.707 hotspot atau 11,6%), Kabu­paten Katingan (3.721 hotspot atau 9,2%), dan Kabupaten Kotawaringin Barat (2.914 hotspot atau 7,2%). Sedangkan di kabupaten lainnya, jumlah hotspot berkisar di bawah 2.000 titik. Selengkapnya dapat dilihat pada Tabel 2.

Gambar 11.Jumlah hotspot rerata bulanan sepanjang tahun 2001 ­ 2009

di wilayah Kalimantan.

Page 5: Analisis Persebaran Titik Panas

35

APLIKASI INDERAJA

BERITA INDERAJA, Volume IX, No. 16, Juli 2010

Tabel 2. Jumlah hotspot tahun 2001­2009per kabupaten di Provinsi Kalimantan tengah

No Provinsi Jumlah Hotspot

Prosentase (%)

1 Pulangpisau 9.082 22.5

2 Kotawaringin timur 5.509 13.6

3 Kapuas 4.723 11.7

4 Seruyan 4.707 11.6

5 Katingan 3.721 9.2

6 Kotawaringin Barat 2.914 7.2

7 Kota Palangkaraya 1.759 4.4

8 Sukamara 1.559 3.9

9 Barito Selatan 1.381 3.4

10 Barito Utara 1.191 2.9

11 Lamandau 1.159 2.9

12 Barito timur 1.018 2.5

13 Gunungmas 956 2.4

14 Murungraya 733 1.8

Total 40.412 100.0

Di Provinsi Kalimantan Barat hotspot paling banyak terdapat di Kabupaten Ketapang, yaitu sebanyak 8.676 hotspot (41,1% dari jumlah total di Provinsi Kali­mantan Barat). Selain itu hotspot juga banyak dijumpai di Kabupaten Ketapang (2.299 hotspot atau 10,9%), Ka­bupaten Bengkayang (1.929 hotspot atau 9,1%), Kabu­paten Pontianak (1.729 hotspot atau 8,2%), Kabupaten Kapuas Hulu (1.578 hotspot atau 7.5%), Kabupaten Sam­bas (1.462 hotspot atau 6,9%), dan Kabupaten Sanggau (1.368 hotspot atau 6,5%). Sedangkan di kabupaten lain­nya, jumlah hotspot berkisar di bawah 1.000 titik. Se­lengkapnya dapat dilihat pada Tabel 3.

Tabel 3. Jumlah hotspot tahun 2001­2009per kabupaten di Provinsi Kalimantan Barat

No Provinsi Jumlah Hotspot

Prosentase (%)

1 Ketapang 8.676 41.1

2 Sintang 2.299 10.9

3 Bengkayang 1.929 9.1

4 Pontianak 1.729 8.2

5 Kapuas Hulu 1.578 7.5

6 Sambas 1.462 6.9

7 Sanggau 1.368 6.5

8 Landak 916 4.3

No Provinsi Jumlah Hotspot

Prosentase (%)

9 Melawi 801 3.8

10 Sekadau 293 1.4

11 Kota Singkawang 25 0.1

12 Kota Pontianak 14 0.1

Total 21.090 100.0

Di Provinsi Kalimantan Timur hotspot paling banyak terdapat di Kabupaten Kutai Barat, yaitu seba­nyak 1.796 hotspot (21,7% dari jumlah total di Provinsi Kalimantan Timur). Selain itu hotspot juga banyak di­jumpai di Kabupaten Kutai Kartanegara (1.734 hotspot atau 21%) dan Kabupaten Pasir (1.318 hotspot atau 16%). Sedangkan di kabupaten lainnya, jumlah hotspot berkisar di bawah 1.000 titik. Selengkapnya dapat dilihat pada Tabel 4.

Tabel 4. Jumlah hotspot tahun 2001­2009per kabupaten di Provinsi Kalimantan timur

No Provinsi Jumlah Hotspot

Prosentase (%)

1 Kutai Barat 1.796 21.7

2 Kutai Kartanegara 1.734 21.0

3 Pasir 1.318 16.0

4 Berau 925 11.2

5 Kutai timur 782 9.5

6 Nunukan 593 7.2

7 Bulungan 565 6.8

8 Penajam Paser Utara 272 3.3

9 Malinau 154 1.9

10 Kota Bontang 86 1.0

11 Kota Balikpapan 19 0.2

12 Kota tarakan 12 0.1

13 Kota Samarinda 5 0.1

Total 8.261 100.0

Di Provinsi Kalimantan Selatan hotspot paling ba­nyak terdapat di Kabupaten Banjar, yaitu sebanyak 1.541 hotspot (20,2% dari jumlah total di Provinsi Kalimantan Selatan). Selain itu hotspot juga banyak dijumpai di Ka­bupaten Kotabaru (1.218 hotspot atau 16%). Sedangkan di kabupaten lainnya, jumlah hotspot berkisar di bawah 1.000 titik. Selengkapnya dapat dilihat pada Tabel 5.

Page 6: Analisis Persebaran Titik Panas

36

APLIKASI INDERAJA

BERITA INDERAJA, Volume IX, No. 16, Juli 2010

Tabel 5. Jumlah hotspot tahun 2001­2009per kabupaten di Provinsi Kalimantan Selatan

No Provinsi Jumlah Hotspot

Prosentase (%)

1 Banjar 1.541 20.2

2 Kotabaru 1.218 16.0

3 tapin 994 13.1

4 Baritokuala 985 12.9

5 tanahlaut 915 12.0

6 tanahbumbu 618 8.1

7 Hulusungai Selatan 515 6.8

8 Hulusungai Utara 264 3.5

9 tabalong 211 2.8

10 Balangan 131 1.7

11 Kota Banjarbaru 103 1.4

12 Hulusungai tengah 89 1.2

13 Kota Banjarmasin 27 0.4

Total 7.611 100.0

Identifikasi Daerah Rawan Kebakaran Hutan Berdasarkan data sebaran hotspot sepanjang tahun

2001 hingga tahun 2009 dapat diketahui wilayah­wilayah mana saja yang memiliki jumlah dan kepadatan hotspot (density) paling banyak. Wilayah­wilayah tersebut dapat diidentifikasi sebagai daerah yang memiliki tingkat kera­wanan kebakaran hutan dan lahan lebih tinggi dibandingkan dengan daerah lainnya. Kepa­datan hotspot di wilayah Kalimantan berkisar an­tara 0 hingga 250 hotspot per 5 km2 (rata­rata seki­tar 10 hotspot per km2). Semakin tinggi kepa­datan hotspot maka akan semakin tinggi tingkat kerawanannya terhadap kebakaran hutan dan la­han. Gambar 12 menya­jikan Peta Tingkat Kera­wanan Kebakaran Hutan dan Lahan berdasarkan kepadatan hotspot dari tahun 2001 – 2009 di wilayah Kalimantan dari data MODIS yang

dioverlaykan dengan data DEM­SRTM (gambar sebelah kiri). Berdasarkan peta tersebut dapat diketahui bahwa daerah rawan kebakaran hutan dan lahan di Kalimantan paling banyak terkonsentrasi di Kabupaten Pulang Pisau, Kapuas, Barito Selatan, Kotawaringin Timur, Katingan, Barito Utara dan Kota Palangkaraya Provinsi Kalimantan Tengah, Kabupaten Ketapang, Sambas, Bengkayang, dan Pontianak Provinsi Kalimantan Barat, Kabupaten Kutai Timur dan Berau Provinsi Kalimantan Timur, serta Kabupaten Banjar dan Tapin Provinsi Kalimantan Selatan (ditunjukkan oleh gradasi warna merah).

Pada gambar sebelah kanan ditunjukkan contoh per­besaran daerah rawan kebakaran tersebut yang diover­laykan dengan citra SPOT­4 yang mencakup sebagian wilayah di Kabupaten Katingan Provinsi Kalimantan Timur. Pada gambar tersebut tampak dengan jelas kon­sentrasi kepadatan hotspot yang tinggi sehingga daerah tersebut memiliki tingkat kerawanan terhadap keba­karan hutan dan lahan relatif lebih tinggi dibandingkan dengan daerah sekitarnya. Warna merah pada kenam­pakan citra SPOT­4 tersebut merupakan indikasi dari la­han yang banyak ditumbuhi alang­alang kering dengan tingkat kehijauan vegetasi yang rendah (dry grassland), lahan terbuka (bareland) atau lahan bekas terbakar (bur­ned area). Daerah­daerah rawan tersebut perlu menda­patkan perhatian serius terhadap kemungkinan akan terjadinya kebakaran hutan dan lahan, terutama pada musim kemarau yang disertai dengan El Nino.

Gambar 12.Peta tingkat kerawanan kebakaran hutan dan lahan di wilayah Kalimantan, dioverlaykan dengan data DEM­SRtM (sebelah kiri) dan contoh perbesarannya yang dioverlaykan dengan citra SPOt­4

(sebelah kanan).