askep_dispepsia

87
1 ASUHAN KEPERAWATAN KLIEN DENGAN GANGGUAN SISTEM PENCERNAAN: DISPEPSIA PENGERTIAN Dispepsia merupakan kumpulan keluhan/gejala klinis yang terdiri dari rasa tidak enak/sakit di perut bagian atas yang menetap atau mengalami kekambuhan keluhan refluks gastroesofagus klasik berupa rasa panas di dada (heartburn) dan regurgitasi asam lambung kini tidak lagi termasuk dispepsia. Batasan dispepsia terbagi atas dua yaitu: a. Dispepsia organik, bila telah diketahui adanya kelainan organik sebagai penyebabnya b. Dispepsia non organik, atau dispepsia fungsional, atau dispepsia non ulkus (DNU), bila tidak jelas penyebabnya. ETIOLOGI a. Perubahan pola makan b. Pengaruh obat-obatan yang dimakan secara berlebihan dan dalam waktu yang lama c. Alkohol dan nikotin rokok d. Stres e. Tumor atau kanker saluran pencernaan INSIDEN Berdasarkan penelitian pada populasi umum didapatkan bahwa 15 – 30 % orang dewasa pernah mengalami

Upload: syamsul-maarif

Post on 15-May-2017

216 views

Category:

Documents


1 download

TRANSCRIPT

Page 1: askep_dispepsia

1ASUHAN KEPERAWATAN KLIEN DENGAN GANGGUAN SISTEM

PENCERNAAN: DISPEPSIA

PENGERTIAN

Dispepsia merupakan kumpulan keluhan/gejala klinis yang terdiri dari rasa

tidak enak/sakit di perut bagian atas yang menetap atau mengalami kekambuhan

keluhan refluks gastroesofagus klasik berupa rasa panas di dada (heartburn) dan

regurgitasi asam lambung kini tidak lagi termasuk dispepsia. Batasan dispepsia

terbagi atas dua yaitu:

a. Dispepsia organik, bila telah diketahui adanya kelainan

organik sebagai penyebabnya

b. Dispepsia non organik, atau dispepsia fungsional, atau

dispepsia non ulkus (DNU), bila tidak jelas penyebabnya.

ETIOLOGI

a. Perubahan pola makan

b. Pengaruh obat-obatan yang dimakan secara berlebihan dan

dalam waktu yang lama

c. Alkohol dan nikotin rokok

d. Stres

e. Tumor atau kanker saluran pencernaan

INSIDEN

Berdasarkan penelitian pada populasi umum didapatkan bahwa 15 – 30 %

orang dewasa pernah mengalami hal ini dalam beberapa hari. Di inggris dan

skandinavia dilaporkan angka prevalensinya berkisar 7 – 41 % tetapi hanya 10 – 20

% yang mencari pertolongan medis. Insiden dispepsia pertahun diperkirakan antara

1 – 8 % (Suryono S, et all, 2001 hal 154). Dan dispepsia cukup banyak dijumpai.

Menurut Sigi, di negara barat prevalensi yang dilaporkan antara 23 dan 41 %.

Sekitar 4 % penderita berkunjung ke dokter umumnya mempunyai keluhan

dispepsia. Didaerah asia pasifik, dispepsia juga merupakan keluhan yang banyak

dijumpai, prevalensinya sekitar 10 – 20 % (Kusmobroto H, 2003)

Page 2: askep_dispepsia

2MANIFESTASI KLINIK

a. nyeri perut (abdominal discomfort)

b. Rasa perih di ulu hati

c. Mual, kadang-kadang sampai muntah

d. Nafsu makan berkurang

e. Rasa lekas kenyang

f. Perut kembung

g. Rasa panas di dada dan perut

h. Regurgitasi (keluar cairan dari lambung secara tiba-tiba)

PATOFISIOLOGI

Perubahan pola makan yang tidak teratur, obat-obatan yang tidak jelas, zat-

zat seperti nikotin dan alkohol serta adanya kondisi kejiwaan stres, pemasukan

makanan menjadi kurang sehingga lambung akan kosong, kekosongan lambung

dapat mengakibatkan erosi pada lambung akibat gesekan antara dinding-dinding

lambung, kondisi demikian dapat mengakibatkan peningkatan produksi HCL yang

akan merangsang terjadinya kondisi asam pada lambung, sehingga rangsangan di

medulla oblongata membawa impuls muntah sehingga intake tidak adekuat baik

makanan maupun cairan.

PENCEGAHAN

Pola makan yang normal dan teratur, pilih makanan yang seimbang dengan

kebutuhan dan jadwal makan yang teratur, sebaiknya tidak mengkomsumsi

makanan yang berkadar asam tinggi, cabai, alkohol, dan pantang rokok, bila harus

makan obat karena sesuatu penyakit, misalnya sakit kepala, gunakan obat secara

wajar dan tidak mengganggu fungsi lambung.

PENATALAKSANAAN MEDIK

a. Penatalaksanaan non farmakologis

1) Menghindari makanan yang dapat meningkatkan

asam lambung

2) Menghindari faktor resiko seperti alkohol, makanan

yang peda, obat-obatan yang berlebihan, nikotin rokok, dan stres

3) Atur pola makan

b. Penatalaksanaan farmakologis yaitu:

Page 3: askep_dispepsia

3Sampai saat ini belum ada regimen pengobatan yang memuaskan terutama

dalam mengantisipasi kekambuhan. Hal ini dapat dimengerti karena pross

patofisiologinya pun masih belum jelas. Dilaporkan bahwa sampai 70 % kasus

DF reponsif terhadap placebo.

Obat-obatan yang diberikan meliputi antacid (menetralkan asam lambung)

golongan antikolinergik (menghambat pengeluaran asam lambung) dan

prokinetik (mencegah terjadinya muntah)

TEST DIAGNOSTIK

Berbagai macam penyakit dapat menimbulkan keluhan yang sama, seperti

halnya pada sindrom dispepsia, oleh karena dispepsia hanya merupakan kumpulan

gejala dan penyakit disaluran pencernaan, maka perlu dipastikan penyakitnya.

Untuk memastikan penyakitnya, maka perlu dilakukan beberapa pemeriksaan,

selain pengamatan jasmani, juga perlu diperiksa : laboratorium, radiologis,

endoskopi, USG, dan lain-lain.

a. Laboratorium

Pemeriksaan laboratorium perlu dilakukan lebih banyak ditekankan untuk

menyingkirkan penyebab organik lainnya seperti: pankreatitis kronik, diabets

mellitus, dan lainnya. Pada dispepsia fungsional biasanya hasil laboratorium

dalam batas normal.

b. Radiologis

Pemeriksaan radiologis banyak menunjang dignosis suatu penyakit di saluran

makan. Setidak-tidaknya perlu dilakukan pemeriksaan radiologis terhadap

saluran makan bagian atas, dan sebaiknya menggunakan kontras ganda.

c. Endoskopi (Esofago-Gastro-Duodenoskopi)

Sesuai dengan definisi bahwa pada dispepsia fungsional, gambaran

endoskopinya normal atau sangat tidak spesifik.

d. USG (ultrasonografi)

Merupakan diagnostik yang tidak invasif, akhir-akhir ini makin banyak

dimanfaatkan untuk membantu menentukan diagnostik dari suatu penyakit,

apalagi alat ini tidak menimbulkan efek samping, dapat digunakan setiap saat

dan pada kondisi klien yang beratpun dapat dimanfaatkan

e. Waktu Pengosongan Lambung

Dapat dilakukan dengan scintigafi atau dengan pellet radioopak. Pada dispepsia

fungsional terdapat pengosongan lambung pada 30 – 40 % kasus.

Page 4: askep_dispepsia

4PENGKAJIAN

Pengkajian merupakan tahap awal dari proses dimana kegiatan yang

dilakukan yaitu : Mengumpulkan data, mengelompokkan data dan menganalisa

data. Data fokus yang berhubungan dengan dispepsia meliputi adanya nyeri perut,

rasa pedih di ulu hati, mual kadang-kadang muntah, nafsu makan berkurang, rasa

lekas kenyang, perut kembung, rasa panas di dada dan perut, regurgitasi (keluar

cairan dari lambung secar tiba-tiba). Dispepsia merupakan kumpulan

keluhan/gejala klinis (sindrom) yang terdiri dari rasa tidak enak/sakit diperut bagian

atas yang dapat pula disertai dengan keluhan lain, perasaan panas di dada daerah

jantung (heartburn), regurgitasi, kembung, perut terasa penuh, cepat kenyang,

sendawa, anoreksia, mual, muntah, dan beberapa keluhan lainnya.

Page 5: askep_dispepsia

5DAMPAK DISPEPSIA TERHADAP KEBUTUHAN DASAR MANUSIA

Perubahan pola makan, pengaruh obat-obatan alkohol, nikotin, rokok, tumor/kanker

saluran pencernaan, stres

Erosi dan ulcerasi mukosa lambung

Pelepasan mediator kimia

(bradikinin, histamin,

prostaglandin)

Nosiceptor

Saraf afferen

Thalamus

Corteks cerebri

Nyeri

Timbulnya tanda dan gejala klinik gangguan sistem

cerna

Perubahan status kesehatan

Kurang informasi

Kurang pengetahuan

tentang penyakitnya

Stressor

Cemas

Peningkatan produksi HCL

Impuls ke fleksus meissner ke nervus

vagus

Merangsang medulla oblongata

Impuls kefleksus miesenterikus pada

dinding lambung

Anoreksia, mual

Intake kurang

Nutrisi Kurang Perubahan kesimbangan

cairan dan elektrolit

Page 6: askep_dispepsia

6DIAGNOSA KEPERAWATAN

Diagnosa keperawatan yang lazim timbul pada klien dengan dispepsia.

c. Nyeri epigastrium berhubungan dengan iritasi pada

mukosa lambung.

d. Nutrisi kurang dari kebutuhan berhubungan dengan rasa

tidak enak setelah makan, anoreksia.

e. Perubahan keseimbangan cairan dan elektrolit

berhubungan dengan adanya mual, muntah

f. Kecemasan berhubungan dengan perubahan status

kesehatannya

RENCANA KEPERAWATAN

Rencana keperawatan adalah tindakan keperawatan yang akan dilaksanakan

untuk menngulangi masalah keperawatan yang telah ditentukan dengan tujuan.

a. Nyeri epigastrium berhubungan dengan iritasi pada

mukosa lambung.

Tujuan : Terjadinya penurunan atau hilangnya rasa nyeri, dengan kriteria

klien melaporkan terjadinya penurunan atau hilangnya ras nyeri

INTERVENSI RASIONAL

1. Kaji tingkat nyeri, beratnya

(skala 0 – 10)

2. Berikan istirahat dengan posisi

semifowler

3. Anjurkan klien untuk

menghindari makanan yang

dapat meningkatkan kerja asam

lambung

4. Anjurkan klien untuk tetap

mengatur waktu makannya

5. Observasi TTV tiap 24 jam

1. Berguna dalam pengawasan

kefektifan obat, kemajuan

penyembuhan

2. Dengan posisi semi-fowler

dapat menghilangkan

tegangan abdomen yang

bertambah dengan posisi

telentang

3. dapat menghilangkan nyeri

akut/hebat dan menurunkan

aktivitas peristaltik

4. mencegah terjadinya perih

pada ulu hati/epigastrium

5. sebagai indikator untuk

melanjutkan intervensi

Page 7: askep_dispepsia

7

6. Diskusikan dan ajarkan teknik

relaksasi

7. Kolaborasi dengan pemberian

obat analgesik

berikutnya

6. Mengurangi rasa nyeri atau

dapat terkontrol

7. Menghilangkan rasa nyeri

dan mempermudah

kerjasama dengan intervensi

terapi lain

b. Nutrisi kurang dari kebutuhan berhubungan dengan rasa

tidak enak setelah makan, anoreksia.

Tujuan : Menunjukkan peningkatan berat badan mencapai rentang yang

diharapkan individu, dengan kriteria menyatakan pemahaman

kebutuhan nutrisi

INTERVENSI RASIONAL

1. Pantau dan dokumentasikan

dan haluaran tiap jam secara

adekuat

2. Timbang BB klien

3. Berikan makanan sedikit tapi

sering

4. Catat status nutrisi paasien:

turgor kulit, timbang berat

badan, integritas mukosa

mulut, kemampuan menelan,

adanya bising usus, riwayat

mual/rnuntah atau diare.

5. Kaji pola diet klien yang

disukai/tidak disukai.

6. Monitor intake dan output

secara periodik.

1. Untuk mengidentifikasi

indikasi/perkembangan dari

hasil yang diharapkan

2. Membantu menentukan

keseimbangan cairan yang

tepat

3. meminimalkan anoreksia,

dan mengurangi iritasi gaster

4. Berguna dalam

mendefinisikan derajat

masalah dan intervensi yang

tepat Berguna dalam

pengawasan kefektifan obat,

kemajuan penyembuhan

5. Membantu intervensi

kebutuhan yang spesifik,

meningkatkan intake diet

klien.

6. Mengukur keefektifan nutrisi

dan cairan

Page 8: askep_dispepsia

87. Catat adanya anoreksia, mual,

muntah, dan tetapkan jika ada

hubungannya dengan medikasi.

Awasi frekuensi, volume,

konsistensi Buang Air Besar

(BAB).

7. Dapat menentukan jenis diet

dan mengidentifikasi

pemecahan masalah untuk

meningkatkan intake nutrisi.

c. Perubahan keseimbangan cairan dan elektrolit

berhubungan dengan adanya mual, muntah

Tujuan : Menyatakan pemahaman faktor penyebab dan prilaku yang perlu

untuk memperbaiki defisit cairan, dengan kriteria

mempertahankan/menunjukkan perubaan keseimbangan cairan,

dibuktikan stabil, membran mukosa lembab, turgor kulit baik.

INTERVENSI RASIONAL

1. Awasi tekanan darah dan nadi,

pengisian kapiler, status

membran mukosa, turgor kulit

2. Awasi jumlah dan tipe

masukan cairan, ukur haluaran

urine dengan akurat

3. Diskusikan strategi untuk

menghentikan muntah dan

penggunaan laksatif/diuretik

4. Identifikasi rencana untuk

meningkatkan/mempertahanka

n keseimbangan cairan optimal

misalnya : jadwal masukan

1. Indikator keadekuatan

volume sirkulasi perifer dan

hidrasi seluler

2. Klien tidak mengkomsumsi

cairan sama sekali

mengakibatkan dehidrasi

atau mengganti cairan untuk

masukan kalori yang

berdampak pada

keseimbangan elektrolit

3. Membantu klien menerima

perasaan bahwa akibat

muntah dan atau penggunaan

laksatif/diuretik mencegah

kehilangan cairan lanjut

4. Melibatkan klien dalam

rencana untuk memperbaiki

keseimbangan untuk berhasil

5. Tindakan daruat untuk

Page 9: askep_dispepsia

9cairan

5. Berikan/awasi hiperalimentasi

IV

memperbaiki ketidak

seimbangan cairan elektroli

d. Kecemasan berhubungan dengan perubahan status

kesehatannya

Tujuan : Mendemonstrasikan koping yang positif dan mengungkapkan

penurunan kecemasan, dengan kriteria menyatakan pemahaman

tentang penyakitnya.

INTERVENSI RASIONAL

1. Kaji tingkat kecemasan

2. Berikan dorongan dan berikan

waktu untuk mengungkapkan

pikiran dan dengarkan semua

keluhannya

3. Jelaskan semua prosedur dan

pengobatan

4. Berikan dorongan spiritual

1. Mengetahui sejauh mana

tingkat kecemasan yang

dirasakan oleh klien sehingga

memudahkan dlam tindakan

selanjutnya

2. Klien merasa ada yang

memperhatikan sehingga

klien merasa aman dalam

segala hal tundakan yang

diberikan

3. Klien memahami dan

mengerti tentang prosedur

sehingga mau bekejasama

dalam perawatannya.

4. Bahwa segala tindakan yang

diberikan untuk proses

penyembuhan penyakitnya,

masih ada yang berkuasa

menyembuhkannya yaitu

Tuhan Yang Maha Esa.

EVALUASI

Tahap evaluasi dalam proses keperawatan mencakup pencapaian terhadap

tujuan apakah masalah teratasi atau tidak, dan apabila tidak berhasil perlu dikaji,

Page 10: askep_dispepsia

10direncanakan dan dilaksanakan dalam jangka waktu panjang dan pendek tergantung

respon dalam keefektifan intervensi

Page 11: askep_dispepsia

11ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN

DENGAN GANGGUAN SISTEM ENDOKRIN:

DIABETES MELLITUS

PENGERTIAN

Diabetes melitus adalah keadaan hiperglikemia kronik disertai berbagai keluhan

metabolic akibat gangguan hormonal yang menimbulkan berbagai komplikasi kronik pada

berbagai organ dan system tubuh seperti mata, ginjal, saraf, dan pembuluh darah, dan lain-

lain.

ETIOLOGI

Penyebab diabetes mellitus sampai sekarang belum diketahui dengan pasti tetapi

umumnya diketahui karena kekurangan insulin adalah penyebab utama dan faktor

herediter memegang peranan penting.

a. Insulin Dependent Diabetes Mellitus (IDDM)

Sering terjadi pada usia sebelum 30 tahun. Biasanya juga disebut Juvenille

Diabetes, yang gangguan ini ditandai dengan adanya hiperglikemia (meningkatnya

kadar gula darah).

Faktor genetik dan lingkungan merupakan faktor pencetus IDDM. Oleh

karena itu insiden lebih tinggi atau adanya infeksi virus (dari lingkungan)

misalnya coxsackievirus B dan streptococcus sehingga pengaruh lingkungan

dipercaya mempunyai peranan dalam terjadinya DM.

Virus atau mikroorganisme akan menyerang pulau – pulau langerhans

pankreas, yang membuat kehilangan produksi insulin. Dapat pula akibat respon

autoimmune, dimana antibody sendiri akan menyerang sel bata pankreas. Faktor

herediter, juga dipercaya memainkan peran munculnya penyakit ini

b. Non Insulin Dependent Diabetes Mellitus (NIDDM)

Virus dan kuman leukosit antigen tidak nampak memainkan peran

terjadinya NIDDM. Faktor herediter memainkan peran yang sangat besar. Riset

melaporkan bahwa obesitas salah satu faktor determinan terjadinya NIDDM

sekitar 80% klien NIDDM adalah kegemukan. Overweight membutuhkan banyak

insulin untuk metabolisme. Terjadinya hiperglikemia disaat pankreas tidak cukup

menghasilkan insulin sesuai kebutuhan tubuh atau saat jumlah reseptor insulin

menurun atau mengalami gangguan. Faktor resiko dapat dijumpai pada klien

dengan riwayat keluarga menderita DM adalah resiko yang besar. Pencegahan

utama NIDDM adalah mempertahankan berat badan ideal. Pencegahan sekunder

berupa program penurunan berat badan, olah raga dan diet. Oleh karena DM

Page 12: askep_dispepsia

12tidak selalu dapat dicegah maka sebaiknya sudah dideteksi pada tahap awal tanda-

tanda/gejala yang ditemukan adalah kegemukan, perasaan haus yang berlebihan,

lapar, diuresis dan kehilangan berat badan, bayi lahir lebih dari berat badan normal,

memiliki riwayat keluarga DM, usia diatas 40 tahun, bila ditemukan peningkatan

gula darah.

INSIDEN

Tingkat prevalensi dari DM adalah tinggi, diduga terdapat sekitar 10 juta kasus

diabetes di USA dan setiap tahunnya didiagnosis 600.000 kasus baru serta 75 % penderita

DM akhirnya meninggal karena penyakit vaskuler. Penyakit ini cenderung tinggi pada

negara maju dari pada negara sedang berkembang, karena perbedaan kebiasaan hidup.

Dampak ekonomi jelas terlihat akibat adanya biaya pengobatan dan hilangnya

pendapatan. Disamping konsekuensi finansial karena banyaknya komplikasi seperti

kebutaan dan penyakit vaskuler. Perbandingan antara wanita dan pria yaitu 3 : 2, hal

ini kemungkinan karena faktor obesitas dan kehamilan.

PATOFISIOLOGI

a. DM Tipe I

Pada Diabetes tipe I terdapat ketidak mampuan pankreas menghasilkan

insulin karena hancurnya sel-sel beta pulau langerhans. Dalam hal ini menimbulkan

hiperglikemia puasa dan hiperglikemia post prandial.

Dengan tingginya konsentrasi glukosa dalam darah, maka akan muncul

glukosuria (glukosa dalam darah) dan ekskresi ini akan disertai pengeluaran cairan

dan elektrolit yang berlebihan (diuresis osmotic) sehingga pasien akan mengalami

peningkatan dalam berkemih (poliurra) dan rasa haus (polidipsia).

Defesiensi insulin juga mengganggu metabolisme protein dan lemak

sehingga terjadi penurunan berat badan akan muncul gejala peningkatan selera

makan (polifagia). Akibat yang lain yaitu terjadinya proses glikogenolisis

(pemecahan glukosa yang disimpan) dan glukogeonesis tanpa hambatan sehingga

efeknya berupa pemecahan lemak dan terjadi peningkatan keton yangdapat

mengganggu keseimbangan asam basa dan mangarah terjadinya ketoasidosis

b. DM Tipe II

Terdapat dua masalah utama pada DM Tipe II yaitu resistensi insulin dan

gangguan sekresi insulin. Normalnya insulin akan berkaitan pada reseptor kurang

dan meskipun kadar insulin tinggi dalam darah tetap saja glukosa tidak dapat

masuk kedalam sel sehingga sel akan kekurangan glukosa.

Mekanisme inilah yang dikatakan sebagai resistensi insulin. Untuk

Page 13: askep_dispepsia

13mengatasi resistensi insulin dan mencegah terbentuknya glukosa dalam darah yang

berlebihan maka harus terdapat peningkatan jumlah insulin yang disekresikan.

Namun demikian jika sel-sel beta tidak mampu engimbanginya maka kadar glukosa

akan meningkat dan terjadilah DM tipe II

MANIFESTASI KLINIK

a. Poliuria

Kekurangan insulin untuk mengangkut glukosa melalui membrane dalam

sel menyebabkan hiperglikemia sehingga serum plasma meningkat atau

hiperosmolariti menyebabkan cairan intrasel berdifusi kedalam sirkulasi atau cairan

intravaskuler, aliran darah ke ginjal meningkat sebagai akibat dari hiperosmolariti

dan akibatnya akan terjadi diuresis osmotic (poliuria).

b. Polidipsia

Akibat meningkatnya difusi cairan dari intrasel kedalam vaskuler

menyebabkan penurunan volume intrasel sehingga efeknya adalah dehidrasi sel.

Akibat dari dehidrasi sel mulut menjadi kering dan sensor haus teraktivasi

menyebabkan seseorang haus terus dan ingin selalu minum (polidipsia).

c. Poliphagia

Karena glukosa tidak dapat masuk ke sel akibat dari menurunnya kadar

insulin maka produksi energi menurun, penurunan energi akan menstimulasi rasa

lapar. Maka reaksi yang terjadi adalah seseorang akan lebih banyak makan

(poliphagia).

d. Penurunan berat badan

Karena glukosa tidak dapat di transport kedalam sel maka sel kekurangan

cairan dan tidak mampu mengadakan metabolisme, akibat dari itu maka sel akan

menciut, sehingga seluruh jaringan terutama otot mengalami atrofidan penurunan

secara otomatis.

e. Malaise atau kelemahan

KOMPLIKASI

Diabetes Mellitus bila tidak ditangani dengan baik akan menyebabkan komplikasi

pada berbagai organ tubuh seperti mata, ginjal, jantung, pembuluh darah kaki, saraf, dan

lain-lain

TES DIAGNOSTIK

a. Adanya glukosa dalam urine. Dapat diperiksa dengan cara benedict (reduksi) yang

tidak khasuntuk glukosa, karena dapat positif pada diabetes.

Page 14: askep_dispepsia

14b. Diagnostik lebih pasti adalah dengan memeriksa kadar glukosa dalam darah dengan

cara Hegedroton Jensen (reduksi).

1) Gula darah puasa tinggi < 140 mg/dl.

2) Test toleransi glukosa (TTG) 2 jam pertama < 200 mg/dl.

3) Osmolitas serum 300 m osm/kg.

4) Urine = glukosa positif, keton positif, aseton positif atau negative

PENATALAKSANAAN MEDIK

Diabetes Mellitus jika tidak dikelola dengan baik akamn menimbulkan berbagai

penyakit dan diperlukan kerjasama semua pihak ditingkat pelayanan kesehatan. Untuk

mencapai tujuan tersebut dilakukan berbagai usaha dan akan diuraikan sebagai berikut :

a. Perencanaan Makanan.

Standar yang dianjurkan adalah makanan dengan komposisi yang seimbang

dalam hal karbohidrat, protein dan lemak yang sesuai dengan kecukupan gizi baik

yaitu :

1) Karbohidrat sebanyak 60 – 70 %

2) Protein sebanyak 10 – 15 %

3) Lemak sebanyak 20 – 25 %

Jumlah kalori disesuaikan dengan pertumbuhan, status gizi, umur, stress

akut dan kegiatan jasmani. Untuk kepentingan klinik praktis, penentuan jumlah

kalori dipakai rumus Broca yaitu Barat Badan Ideal = (TB-100)-10%, sehingga

didapatkan =

1) Berat badan kurang = < 90% dari BB Ideal

2) Berat badan normal = 90-110% dari BB Ideal

3) Berat badan lebih = 110-120% dari BB Ideal

4) Gemuk = > 120% dari BB Ideal.

Jumlah kalori yang diperlukan dihitung dari BB Ideal dikali kelebihan

kalori basal yaitu untuk laki-laki 30 kkal/kg BB, dan wanita 25 kkal/kg BB,

kemudian ditambah untuk kebutuhan kalori aktivitas (10-30% untuk pekerja berat).

Koreksi status gizi (gemuk dikurangi, kurus ditambah) dan kalori untuk menghadapi

stress akut sesuai dengan kebutuhan.

Makanan sejumlah kalori terhitung dengan komposisi tersebut diatas dibagi

dalam beberapa porsi yaitu :

1) Makanan pagi sebanyak 20%

2) Makanan siang sebanyak 30%

3) Makanan sore sebanyak 25%

Page 15: askep_dispepsia

154) 2-3 porsi makanan ringan sebanyak 10-15 %

b. Latihan Jasmani

Dianjurkan latihan jasmani secara teratur (3-4 kali seminggu) selama kurang

lebih 30 menit yang disesuaikan dengan kemampuan dan kondisi penyakit penyerta.

Sebagai contoh olah raga ringan adalah berjalan kaki biasa selama 30 menit,

olehraga sedang berjalan cepat selama 20 menit dan olah raga berat jogging.

c. Obat Hipoglikemik

1) Sulfonilurea

Obat golongan sulfonylurea bekerja dengan cara :

1) Menstimulasi penglepasan insulin yang tersimpan.

2) Menurunkan ambang sekresi insulin.

3) Meningkatkan sekresi insulin sebagai akibat rangsangan glukosa.

Obat golongan ini biasanya diberikan pada pasien dengan BB normal

dan masih bisa dipakai pada pasien yang beratnya sedikit lebih.

Klorpropamid kurang dianjurkan pada keadaan insufisiensi renal dan

orangtua karena resiko hipoglikema yang berkepanjangan, demikian juga

gibenklamid. Glukuidon juga dipakai untuk pasien dengan gangguan fungsi hati

atau ginjal.

2) Biguanid

Preparat yang ada dan aman dipakai yaitu metformin. Sebagai obat tunggal

dianjurkan pada pasien gemuk (imt 30) untuk pasien yang berat lebih (imt 27-

30) dapat juga dikombinasikan dengan golongan sulfonylurea

3) Insulin

Indikasi pengobatan dengan insulin adalah :

a) Semua penderita DM dari setiap umur (baik IDDM maupun NIDDM) dalam

keadaan ketoasidosis atau pernah masuk kedalam ketoasidosis.

b) DM dengan kehamilan/ DM gestasional yang tidak terkendali dengan diet

(perencanaan makanan).

c) DM yang tidak berhasil dikelola dengan obat hipoglikemik oral dosif

maksimal. Dosis insulin oral atau suntikan dimulai dengan dosis rendah

dan dinaikkan perlahan – lahan sesuai dengan hasil glukosa darah pasien.

Bila sulfonylurea atau metformin telah diterima sampai dosis maksimal

tetapi tidak tercapai sasaran glukosa darah maka dianjurkan penggunaan

kombinasi sulfonylurea dan insulin.

d) Penyuluhan untuk merancanakan pengelolaan sangat penting untuk

mendapatkan hasil yang maksimal. Edukator bagi pasien diabetes yaitu

Page 16: askep_dispepsia

16pendidikan dan pelatihan mengenai pengetahuan dan keterampilan yang

bertujuan menunjang perubahan perilaku untuk meningkatkan pemahaman

pasien akan penyakitnya, yang diperlukan untuk mencapai keadaan sehat

yang optimal. Penyesuaian keadaan psikologik kualifas hidup yang lebih

baik. Edukasi merupakan bagian integral dari asuhan keperawatan diabetes

PENGKAJIAN

a. Aktivitas / istrahat.

Tanda :

1) Lemah, letih, susah, bergerak / susah berjalan, kram otot, tonus otot menurun.

2) Tachicardi, tachipnea pada keadaan istrahat/daya aktivitas.

3) Letargi / disorientasi, koma.

b. Sirkulasi

Tanda :

1) Adanya riwayat hipertensi : infark miokard akut, kesemutan pada ekstremitas

dan tachicardia.

2) Perubahan tekanan darah postural : hipertensi, nadi yang menurun / tidak ada.

3) Disritmia, krekel : DVJ

c. Neurosensori

Gejala :

Pusing / pening, gangguan penglihatan, disorientasi : mengantuk, lifargi,

stuport / koma (tahap lanjut). Sakit kepala, kesemutan, kelemahan pada otot,

parestesia, gangguan penglihatan, gangguan memori (baru, masa lalu) : kacau

mental, refleks fendo dalam (RTD) menurun (koma), aktifitas kejang.

d. Nyeri / Kenyamanan

Gejala :

Abdomen yang tegang / nyeri (sedang berat), wajah meringis dengan

palpitasi : tampak sangat berhati – hati.

e. Keamanan

Gejala :

1) Kulit kering, gatal : ulkus kulit, demam diaporesis.

2) Menurunnya kekuatan immune / rentang gerak, parastesia / paralysis otot

termasuk otot – otot pernapasan (jika kadar kalium menurun dengan cukup

tajam).

3) Urine encer, pucat, kuning, poliuria (dapat berkembang menjadi oliguria /

anuria jika terjadi hipololemia barat).

4) Abdomen keras, bising usus lemah dan menurun : hiperaktif (diare).

f. Pemeriksaan Diagnostik Gejala :

Page 17: askep_dispepsia

171) Glukosa darah : meningkat 100 – 200 mg/dl atau lebih.

2) Aseton plasma : positif secara menyolok.

3) Asam lemak bebas : kadar lipid dan kolesterol meningkat.

4) Osmolaritas serum : meningkat tetapi biasanya kurang dari 330 m osm/l.

Page 18: askep_dispepsia

2. Bagan Patofisiologi dan Penyimpangan Terhadap KDM

Defisiensi Insulin peningkatan Katabolisme/Glukoneogenesis

efek terhadap mikrovaskuler Transpor glukosa ke dalam sel Katabolisme protein penurunan penyerapan asam amino

Retina tidak mendapat oksigen metabolisme glukosa dimitokondria penurunan ATP asam amino darah meningkat

Hipoksia peningkatan glukosa darah penurunan energi glukoneogenesis meningkat

Resiko Kebutaan Hiperglikemia Hambatan mobilitas fisik pemakaian lemak dan protein meningkat

Perubahan glukosa ke asam lemak Ketosis

Resiko Gangguan persepsi sensori efek mikrovaskuler aterosklerosis dinding intima napas berbau keton mual, muntah

nefropati mikroangiopati out put berlebihan

penurunan permeabilitas neuron neuropati

Diuresis meningkat penurunan sensitifitas perifer nutrisi kurang dari kebutuhan

Defisit volume cairan mudah trauma Ketidakmampuan beraktifitasKerusakan integritas kulit

Terputusnya kontinuitas jaringan perubahan status kesehatan Penurunan rawat diri

pelepasan mediator kimia kurang informasi kurang pengetahuan

stimulasi reseptor nyeri nyeri invasi kuman/bakteri patogen resiko infeksi

Page 19: askep_dispepsia

26DIAGNOSA KEPERAWATAN

a. Defisit volume cairan berhubungan dengan hiperglikemia, diare, muntah, poliuria,

evaporasi.

b. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan

defisiensi insulin/penurunan intake oral : anoreksia, abnominal pain, gangguan

kesadaran/hipermetabolik akibat pelepasan hormone stress, epinefrin, cortisol, GH

atau karena proses luka.

c. Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan adanya luka.

d. Resiko infeksi berhubungan dengan penurunan fungsi leucosit/ gangguan sirkulasi.

e. Resiko gangguan persepsi sensoris : penglihatan berhubungan dengan perubahan fungsi

fisiologis akibat ketidakseimbangan glukosa/insulin atau karena ketidakseimbangan

elektrolit.

f. Hambatan mobilitas fisik berhubungan dengan penurunan energi, perubahan kimia

darah, insufisiensi insulin, peningkatan kebutuhan energi, infeksi, hipermetabolik.

g. Nyeri berhubungan dengan adanya ulcus (luka diabetes mellitus).

h. Penurunan rawat diri berhubungan dengan kelemahan.

i. Kurang pengetahuan mengenai penyakitnya, prognosis penyakit dan kebutuhan

pengobatan berhubungan dengan kesalahan interprestasi

Page 20: askep_dispepsia

27PERENCANAAN / INTERVENSI

a. NDX : Defisit volume cairan berhubungan dengan hiperglikemia, diare, muntah,

poliuria, evaporasi

Tujuan :

Klien akan mendemonstrasikan hidrasi adekuat, dengan kriteria :

1) Nadi perifer dapat teraba, turgor kulit baik.

2) Vital sign dalam batas normal, haluaran urine lancer.

3) Kadar elektrolit dalam batas normal

4) Intervensi :

Intervensi Rasional

1. Kaji pengeluaran urine

2. Pantau tanda-tanda vital

1. Membantu dalam memperkirakan

kekurangan volume total, tanda

dan gejala mungkin sudah ada

pada beberapa waktu sebelumnya,

adanya proses infeksi

mengakibatkan demam dan

keadaan hipermetabolik yang

menigkatkan kehilangan cairan

2. Perubahan tanda-tanda vital

dapat diakibatkan oleh rasa

nyeri dan merupakan indikator

perkembangan penyakit

Page 21: askep_dispepsia

28

3. Monitor pola napas

4. Observasi frekuensi dan

kualitas pernapasan

5. Timbang berat badan

3. Paru-paru mengeluarkan asam

karbonat melalui pernapasan

menghasilkan alkalosis

respiratorik, ketoasidosis

pernapasan yang berbau

aseton berhubungan dengan

pemecahan asam aseton dan

asetat

4. Koreksi hiperglikemia dan

asidosis akan mempengaruhi

pola dan frekuensi

pernapasan. Pernapasan

dangkal, cepat, dan sianosis

merupakan indikasi dari

kelelahan pernapasan,

hilangnya kemampuan untuk

melakukan kompensasi pada

asidosis.

5. Memberikan perkiraan

kebutuhan akan cairan

Page 22: askep_dispepsia

pengganti fungsi ginjal dan

keefektifan dari terapi yang

diberikan.

6. Pemberian cairan sesuai

dengan indikasi

6. Tipe dan jenis cairan tergantung

pada derajat kekurangan cairan

dan respon

b. NDX: Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh

berhubungan dengan defisiensi insulin/penurunan intake oral:

anoreksia, abnominal pain, gangguan kesadaran/hipermetabolik akibat

pelepasan hormone stress, epinefrin, cortisol, GH atau karena proses luka.

Tujuan :

Klien akan mengkonsumsi secara tepat jumlah kebutuhan kalori

atau nutrisi yang di programkan dengan kriteria :

1) Peningkatan barat badan.

2) Pemeriksaan albumin dan globulin dalam batas normal.

3) Turgor kulit baik, mengkonsumsi makanan sesuai

program.

Page 23: askep_dispepsia

Intervensi :

INTERVENSI RASIONAL

1.

2.

3.

Timbang berat badan.

Auskultasi bowel sound.

Berikan makanan lunak / cair.

1. Penurunan berat badan

menunjukkan tidak ada

kuatnya nutrisi klien.

2. Hiperglikemia dan

ketidakseimbangan cairan dan

elektrolit menyebabkan

penurunan motilifas usus.

Apabila penurunan motilitas

usus berlangsung lama sebagai

akibat neuropati syaraf

otonom yang berhubungan

dengan sistem pencernaan.

3. Pemberian makanan oral dan

lunak berfungsi untuk

meresforasi fungsi usus dan

diberikan pada klien dgn

tingkat kesadaran baik.

4. Observasi tanda hipoglikemia

misalnya : penurunan tingkat

kesadaran, permukaan teraba

4. Metabolisme KH akan

menurunkan kadarglukosa dan

bila saat itu diberikan

Page 24: askep_dispepsia

30

INTERVENSI RASIONAL

1. Observasi tanda – tanda

infeksi

2. Ajarkan klien untuk mencuci

tangan dengan baik, untuk

mempertahankan

kebersihan tangan pada

saat melakukan prosedur

1. Kemerahan, edema, luka

drainase, cairan dari luka

menunjukkan adanya infeksi.

2. Mencegah cross

contamination.

dingin, denyut nadi cepat, lapar,

kecemasan dan nyeri kepala.

5. Berikan Insulin.

insulin akan menyebabkan

hipoglikemia.

5. Akan mempercepat

pengangkutan glukosa kedalam

sel.

c. NDX : Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan adanya luka.

Tujuan : Klien akan mempertahankan integritas kulit tetap utuh dan

terhindar dari inteksi dengan kriteria :

1) Tidak ada tanda – tanda infeksi.

2) Tidak ada luka.

3) Tidak ditemukan adanya perubahan warna kulit.

Intervensi :

Page 25: askep_dispepsia

31

3. Pertahankan kebersihan

kulit.

4. Dorong klien mengkonsumsi

diet secara adekuat dan

intake cairan 3000 ml/hari.

5. Antibiotik bila ada indikasi

3. Gangguan sirkulasi perifer dapat

terjadi bila menempatkan pasien

pada kondisi resiko iritasi kulit.

4. Peningkatan pengeluaran urine

akan mencegah statis dan

mempertahankan PH urine yang

dapat mencegah terjadinya

perkembangan bakteri.

5. Mencegah terjadinya

perkembangan bakteri.

d. NDX : Resiko infeksi berhubungan dengan penurunan fungsi leucosit/ gangguan

sirkulasi

Tujuan :

Klien akan menunjukkan tidak adanya tanda “inteksi, dengan kriteria :

a. Luka sembuh

b. Tidak ada edema sekitar luka.

c. Tidak terdapat pus, luka cepat mongering.

Page 26: askep_dispepsia

32Intervensi :

INTERVENSI RASIONAL

1. Kaji keadaan kulit

yangrusak

2. Bersihkan luka dengan

teknik septic dan antiseptic

3. Kompres luka dengan

larutan Nacl

4. Anjurkan pada klien

agarmenjaga predisposisi

terjadinya lesi.

5. Pemberian obat antibiotic.

1. Mengetahui keadaan

peradangan untuk membantu dalam

menanggulangi atau dapat

dilakukan pencegahan.

2. Mencegah terjadinya inteksi

sekunder pada anggota tubuh yang

lain.

3. Selain untuk membersihkan luka

dan juga untuk mempercepat

pertumbuhan jaringan

4. Kelembaban dan kulit

kotorsebagai predisposisi terjadinya

lesi.

5. Antibiotik untuk membunuh

kuman.

e. NDX : Resiko gangguan persepsi sensoris : penglihatan berhubungan dengan

perubahan fungsi fisiologis akibat ketidakseimbangan glukosa/insulin atau karena

ketidakseimbangan elektrolit.

Tujuan :

Klien akan mempertahankan fungsi penglihatan

Page 27: askep_dispepsia

33

Intervensi :

INTERVENSI RASIONAL

1. Kaji derajat dan tipe

kerusakan

2. Latih klien untuk membaca.

3. Orientasi klien dengan

lingkungan.

4. Gunakan alat bantu

penglihatan.

5. Panggil klien dengan nama,

orientasikan kembali sesuai

dengan kebutuhannya

tempat, orang dan waktu.

6. Pelihara aktifitas rutin.

7. Lindungi klien dari cedera.

1. Mengidentifikasi derajat

kerusakan penglihatan

2. Mempertahankan aktivitas visual

klien.

3. Mengurangi cedera akibat

disorientasi

4. Melatih aktifitas visual secara

bertahap.

5. Menurunkan kebingungan dan

membantu untuk

mempertahankan kontak

dengan realita.

6. Membantu memelihara panen

tetap berhubungan dengan realitas

dan mempertahankan orientalasi

pada

lingkungannya.

7. Pasien mengalami disorientasi

merupakan awal kemungkinan

timbulnya cedera, terutama

macam hari dan perlu

Page 28: askep_dispepsia

INTERVENSI RASIONAL

1. Diskusikan dengan klien

kebutuhan akan aktivitas

2. Berikan aktivitas alternative

3. Pantau tanda tanda vital

1. Pendidikan dapat memberikan

motivasi untuk meningkatkan

tingkat aktivitas meskipun

pasien mungkin sangat lemah

2. Mencegah kelelahan yang

berlebihan

3. Mengindikasikan tingkat

aktivitas yang dapat ditoleransi

secara visiologis

34

f. NDX : Hambatan mobilitas fisik berhubungan dengan penurunan energi,

perubahan kimia darah, insufisiensi insulin, peningkatan kebutuhan energi, infeksi,

hipermetabolik

Tujuan :

Klien akan menunjukkan perbaikan kemampuan aktivitas dengan kriteria :

a. mengungkapkan peningkatan energi

b. mampu melakukan aktivitas rutin biasanya

c. menunjukkan aktivitas yang adekuat

d. melaporkan aktivitas yang dapat dilakukan

Intervensi :

Page 29: askep_dispepsia

35

4. Diskusikan cara

menghemat kalori selama

mandi, berpindah tempat

dan sebagainya

5. Tingkatkan partisipasi

pasien dalam melakukan

aktivitas sehari-hari yang

dapat ditoleransi

4. Pasien akan dapat melakukan lebih

banyak kegiatan dengan penurunan

kebutuhan akan energi pada setiap

kegiatan

5. Meningkatkan kepercayaan diri

yang positif sesuai tingkat

aktivitas yang dapat ditoleransi

pasien

Page 30: askep_dispepsia

g. NDX: Nyeri berhubungan dengan adanya ulcus (luka diabetes mellitus).

Tujuan :

Klien akan menunjukkan nyeri berkurang / teratasi dengan kriteria :

a. Klien tidak mengeluh nyeri

b. Ekspresi wajah ceria

Intervensi :

INTERVENSI RASIONAL

1. Kaji tingkat nyeri 1. Nyeri disebabkan oleh

pen

p

a

p2. Observasi tanda-tanda vital

3. Ajarkan klien tekhnik

relaksasi

4. Ajarkan klien tekhnik Gate

Control

5. Pemberian analgetik

2. Pasien dengan nyeri biasanya akan

dimanifestasikan dengan

peningkatan vital sign terutama

perubahan denyut nadi dan

pernafasan

3. Nafas dalam dapat meningkatkan

oksigenasi jaringan

4. Memblokir rangsangan nyeri pada

serabut saraf

5. Analgetik bekerja langsung pada

reseptor nyeri dan memblokir

rangsangan nyeri sehingga respon

nyeri dapat diminimalkan

h. NDX. Penurunan rawat diri berhubungan dengan kelemahan

Tujuan :

Page 31: askep_dispepsia

Klien akan mendemonstrasikan penurunan rawat diri, dengan kriteria :

a. Kuku pendek dan bersih

b. Kebutuhan dapat dioenuhi secara bertahap

c. Mandi sendiri tanpa bantuan

Page 32: askep_dispepsia

Intervensi :

INTERVENSI RASIONAL

1. Kaji kemampuan klien

dalam pemenuhan rawat

diri

2. Berikan aktivitas secara

bertahap

3. Bantu klien dalam

pemenuhan kebutuhan sehari-

hari

4. Bantu klien (memotong

kuku)

1. Mengidentifikasi tingkat toleransi

aktivitas klien

2. Melatih tingkat kemampuan rawat

diri secara bertahap

3. Meningkatkan rasa nyaman klien

dan memperbaiki sirkulasi ke

perifer

4. Kuku panjang dapat digunakan

untuk menggaruk

i. NDx.: Kurang pengetahuan mengenai penyakitnya, prognosis penyakit dan

kebutuhan pengobatan berhubungan dengan kesalahan interprestasi

Tujuan :

Klien akan melaporkan pemahaman tentang penyakitnya dengan kriteria

: Mengungkapkan pemahaman tentang penyakitnya

Page 33: askep_dispepsia

Intervensi :

Intervensi Rasional

1. Pilih berbagai strategi

belajar

2. Diskusikan tentang rencana

diet

3. Diskusikan tentang faktor-

faktor yang memegang

peranan dalam kontrol DM

1. Penggunaan cara yang

berbeda tentang mengakses

informasi, meningkatkan

penerapan pada individu yang

belajar

2. Kesadaran tentang pentingnya

kontrol diet akan membantu pasien

dalam merencanakan

makan/mentaati program, serat

dapat memperlambat absorbsi

glukosa yang akan menurunkan

fluktuasi kadar gula dalam darah

3. Diskusikan faktor-faktor yang

memegang peranan dalam kontrol

DM yang dapat menurunkan

berulangnya kejadian ketoasidosis.

Page 34: askep_dispepsia

ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN

AKUT RENAL FAILURE (ARF)

Definisi Gagal Ginjal Akut

Gagal ginjal akut ( GGA ) adalah suatu keadaan fisiologik dan klinik yang ditandai

dengan pengurangan tiba-tiba glomerular filtration rate (GFR) dan perubahan kemampuan

fungsional ginjal untuk mempertahankan eksresi air yang cukup untuk keseimbangan dalam

tubuh. Atau sindroma klinis akibat kerusakan metabolik atau patologik pada ginjal yang

ditandai dengan penurunan fungsi yang nyata dan cepat serta terjadinya azotemia.

Etiologi

Tiga kategori utama kondisi penyebab gagal ginjal akut :

1. Kondisi Pre Renal (hipoperfusi ginjal)

Kondisi pra renal adalah masalah aliran darah akibat hipoperfusi ginjal dan

turunnya laju filtrasi glumerulus. Kondisi klinis yang umum yang menyebabkan

terjadinya hipoperfusi renal adalah :

a)      Penipisan volume

b)      Hemoragi

c)      Kehilangan cairan melalui ginjal (diuretik, osmotik)

d)     Kehilangan cairan melalui saluran GI (muntah, diare, selang nasogastrik)

e)      Gangguan efisiensi jantung

f)       Infark miokard

g)      Gagal jantung kongestif

h)      Disritmia

i)        Syok kardiogenik

j)        Vasodilatasi

k)      Sepsis

l)        Anafilaksis

2. Kondisi Intra Renal (kerusakan aktual jaringan ginjal)

Penyebab intra renal gagal ginjal akut adalah kerusakan glumerulus atau

tubulus ginjal yang dapat disebabkan oleh hal-hal berikut ini :

a)      Cedera akibat terbakar dan benturan

b)      Reaksi transfusi yang parah

c)      Agen nefrotoksik

d)     Antibiotik aminoglikosida

e)      Agen kontras radiopaque

Page 35: askep_dispepsia

f)       Logam berat (timah, merkuri)

g)      Obat NSAID

h)      Bahan kimia dan pelarut (arsenik, etilen glikol, karbon tetraklorida)

i)        Pielonefritis akut

j)        glumerulonefritis

3. Kondisi Post Renal (obstruksi aliran urin)

Kondisi pasca renal yang menyebabkan gagal ginjal akut biasanya akibat dari

obstruksi di bagian distal ginjal. Obstruksi ini dapat disebabkan oleh kondisi-kondisi

sebagai berikut :

a)      Batu traktus urinarius

b)      Tumor

c)      BPH

d)     Striktur

e)      Bekuan darah.

Patofisiologi

Beberapa kondisi berikut yang menyebabkan pengurangan aliran darah renal dan

gangguan fungsi ginjal : hipovelemia, hipotensi, penurunan curah jantung dan gagal jantung

kongestif, obstruksi ginjal atau traktus urinarius bawah akibat tumor, bekuan darah atau ginjal,

obstruksi vena atau arteri bilateral ginjal. Jika kondisi itu ditangani dan diperbaiki sebelum

ginjal rusak secara permanen, peningkatan BUN, oliguria dan tanda-tanda lain yang

berhubungan dengan gagal ginjal akut dapat ditangani.

Terdapat 4 tahapan klinik dari gagal ginjal akut(Dongoes):

1.  Stadium awal dengan awitan awal dan diakhiri dengan terjadinya oliguria.

2.  Stadium Oliguria.

Volume urine 75 % jaringan yang berfungsi telah rusak. Kadar BUN baru mulai

meningkat diatas batas normal. Peningkatan konsentrasi BUN ini berbeda-beda, tergantung

dari kadar dalam diit. Pada stadium ini kadar kreatinin serum mulai meningkat melebihi kadar

normal.

Azotemia biasanya ringan kecuali bila penderita mengalami stress akibat infeksi, gagal

jantung atau dehidrasi. Pada stadium ini pula mengalami gelala nokturia (diakibatkan oleh

kegagalan pemekatan) mulai timbul. Gejala-gejala timbul sebagai respon terhadap stress dan

perubahan makanan dan minuman yang tiba-tiba. Penderita biasanya tidak terlalu

memperhatikan gejala ini. Gejala pengeluaran kemih waktu malam hari yang menetap sampai

sebanyak 700 ml atau penderita terbangun untuk berkemih beberapa kalipada waktu malam

hari. Dalam keadaan normal perbandingan jumlah kemih siang hari dan malam hari adalah 3 :

1 atau 4 : 1. Sudah tentu nokturia kadang-kadang terjadi juga sebagai respon teehadap

kegelisahan atau minum yang berlebihan.

Page 36: askep_dispepsia

Poliuria akibat gagal ginjal biasanya lebih besar pada penyakit yang terutamam

menyerang tubulus, meskipun poliuria bersifat sedang dan jarang lebih dari 3 liter/hari.

Biasanya ditemukan anemia pada gagal ginjal dengan faal ginjal diantara 5%-25 %. Faal ginjal

jelas sangat menurun dan timbul gelala-gejala kekurangan farahm tekanan darah akan naik,

terjadi kelebihan, aktifitas penderita mulai terganggu.

3.  Stadium III.

Semua gejala sudah jelas dan penderita masuk dalam keadaan dimana tak dapat

melakukan tugas sehari-hari sebagaimana mestinya. Gejala-gejala yang timbul antara lain

mual, muntah, nafsu makan berkurang, kurang tidur, kejang-kejang dan akhirnya terjadi

penurunan kesadaran sampai koma. Stadium akhir timbul pada sekitar 90 % dari masa nefron

telah hancur. Nilai GFR nya 10 % dari keadaan normal dan kadar kreatinin mungkin sebesar 5-

10 ml/menit atau kurang. Pada keadaan ini kreatnin serum dan kadar BUN akan meningkat

dengan sangat mencolok sebagai penurunan. Pada stadium akhir gagal ginjal, penderita

merasakan gejala yang cukup parah karene ginjal tidak sanggup lagi mempertahankan

homeostatis cairan dan elektrolit dalam tubuh. Penderita biasanya menjadi oliguri (pengeluaran

kemih) kurang dari 500/hari karena kegagalan glomerulus meskipun proses penyakit mula-

mula menyerang tubulus ginjal. Kompleks menyerang tubulus ginjal, kompleks perubahan

biokimia dan gejala-gejala yang dinamakan sindrom uremik memepengaruhi setip sisitem

dalam tubuh. Pada stadium akhir gagal ginjal, penderita pasti akan meninggal kecuali ia

mendapat pengobatan dalam bentuk transplantasi ginjal atau dialisis

Ada beberapa kondisi yang menjadi faktor predisposisi yang dapat menyebabkan

pengurangan aliran darah renal dan gangguan fungsi gmnjal, yaitu sebagai berikut :

a)      Obstruksi tubulus.

b)      Kebocoran cairan tubulus.

c)      Penurunan permeabilitas glomerulus.

d)     Disfungsi vasomotor.

e)      Glomerolus feedback.

Teori obstruksi glomerulus menyatakan bahwa NTA (necrosis tubular acute)

mengakibatkan deskuamasi sel-sel tubulus yang nekrotik dan materi protein lainnya, yang

kemudian membentuk silinder-silinder dan menyumbat lumen tubulus. Pembengkakan selular

akibat iskemia awal, juga ikut menyokong terjadinya obstruksi dan memperberat iskemia.

Tekanan tubulus meningkat sehingga tekanan filtrasi glomerulus menurun.

Hipotesis kebocoran tubulus menyatakan bahwa filtrasi glomerulus terus berlangsung normal,

tetapi cairan tubulus bocor keluar melalui sel-sel tubulus yang rusak dan masuk dalam sirkulasi

peritubular. Kerusakan membran basalis dapat terlihat pada NTA yang berat.

Pada ginjal normal, 90% aliran darah didistribusi ke korteks (tempat di mana terdapat

glomerulus) dan 10% pada medula. Dengan demikian, ginjal dapat memekatkan urine dan

Page 37: askep_dispepsia

menjalankan fungsinya. Sebaliknya pada GGA, perbandingan antara distribusi korteks dan

medula menjadi terbalik sehingga terjadi iskemia relatif pada korteks ginjal. Konstriksi dan

arteriol aferen merupakan dasar penurunan laju flitrasi glomerulus (GFR). Iskemia ginjal akan

mengaktivasi sistem renin-angiotensin dan memperberat iskemia korteks luar ginjal setelah

hilangnya rangsangan awal.

Pada disfungsi vasomotor, prostaglandin dianggap bertanggung jawab terjadinya

GGA, dimana dalam keadaan normal, hipoksia merangsang ginjal untuk melakukan

vasodilator sehingga aliran darah ginjal diredistribusi ke korteks yang mengakibatkan diuresis.

Ada kemungkinan iskemia akut yang berat atau berkepanjangan dapat menghambat ginjal

untuk menyintesis prostaglandin. Penghambatan prostaglandin seperti aspirin diketahui dapat

menurunkan aliran darah renal pada orang normal dan menyebabkan NTA.

Teori glomerulus menganggap bahwa kerusakan primer terjadi pada tubulus

proksimal. Tubulus proksimal yang menjadi rusak akibat nefrotoksin atau iskemia gagal untuk

menyerap jumlah normal natrium yang terfiltrasi dan air.

Akibatnya makula densa mendeteksi adanya peningkatan natrium pada cairan tubulus

distal dan merangsang peningkatan produksi renin dan sel jukstaglomerulus, Terjadi aktivasi

angiotensin II yang menyebabkan vasokontriksi ateriol aferen sehingga mengakibatkan

penurunan aliran darah ginjal dan laju aliran glomerulus.

Pathway

Iskemia atau

nefrotoksin

Penurunan aliran darah

Kerusakan sel

tubulus

Kerusakan glomerulus

Penurunan aliran darah

Pe Pelepasan NaCl ke makula densa

Obstruksi tubulus

Kebocoran filtrate

Penurunan ultrafiltrasi

glomerulus

Penurunan GFR

Gagal ginjal akut

Penurunan produksi urine

azotemia

Kecemasan pemenuhan informasi

Respons psikologsi

Page 38: askep_dispepsia

Diuresisi ginjal

Ekskresi kalium

menurun

Peningkatan metabolit pada jaringan

otot

Peningkatan metabolit pada

gastrointestinal

Edema paru asidosis metabolik

Defisit volume cairan

Ketidakseimbangan elektrolit

Peningkatan kelelahan otot kram otot

Bau amonia pada mulut mual, muntah, anoreksia

Pola napas tidak

efektif

Hiperkalemi

Kelemahan fisik respon nyeri

Intake nutrisi tidak

adekuat

Penurunan pefusi

serebral

Kerusakan hantaran impuls

saraf

Perubahan konduksi elektrikal

jantung

Nyeri gangguan ADL

Pemenuhan nutrisi

Defisit neurologik risiko tinggi

kejang

Risiko aritmia

Page 39: askep_dispepsia

Curah jantung

Retensi cairan interstisial dan pH ¯

Penurunan pH pad aciaran serebro spinal

MANIFESTASI KLINIS

a)      Perubahan haluaran urine (haluaran urin sedikit, mengandung darah dan gravitasinya

rendah (1,010) sedangkan nilai normalnya adalah 1,015-1,025)

b)      Peningkatan BUN, creatinin

c)      Kelebihan volume cairan

d)     Hiperkalemia

e)      Serum calsium menurun, phospat meningkat

f)       Asidosis metabolik

g)      Anemia

h)      Letargi

i)        Mual persisten, muntah dan diare

j)        Nafas berbau urin

k)      Manifestasi sistem syaraf pusat mencakup rasa lemah, sakit kepala, kedutan otot dan

kejang

PEMERIKSAAN PENUNJANG

1.      Urine : Volume, Warna, Sedimen, Berat jenis, Kreatinin, Protein.

2.      Arteriogram ginjal

3.      Biopsi ginjal

4.       Darah : BUN/kreatinin, Hitung darah lengkap, Sel darah merah, Natrium serum, Kalium,

Magnesium fosfat, Protein, Osmolaritas serum.

5.      KUB Foto : Menunjukkan ukuran ginjal/ureter/kandung kemih dan adanya obstruksi .

6.      Pielografi retrograde

7.      Sistouretrogram berkemih

8.      Ultrasono ginjal

9.      Endoskopi ginjal nefroskopi

10.    EKG

PENATALAKSANAAN

1.    Penatalaksanaan secara umum adalah:

Kelainan dan tatalaksana penyebab.

a. Kelainan praginjal. Dilakukan klinis meliputi faktor pencetus keseimbangan cairan, dan

status dehidrasi. Kemudian diperiksa konsentrasi natrium urin, volume darah dikoreksi,

diberikan diuretik, dipertimbngkan pemberian inotropik dan dopamin.

Page 40: askep_dispepsia

b. Kelainan pasca ginjal. Dilakukan pengkajian klinis meliputi apakah kandung kemih

penuh, ada pembesaan prostat, gangguan miksi atau nyeri pinggang. Dicoba memasang

kateter urin, selain untuk mengetahui adanya obstruksi juga untuk pengawasan akurat dari

urin dan mengambil bahan pemeriksaan. Bila perlu dilakukan USG ginjal.

c. Kelainan ginjal. Dilakukan pengkajian klinis, urinalinasi, mikroskopik urin, dan

pertimbangkan kemungkinan biopsi ginjal, arteriografi, atau tes lainnya.

2.    Penatalaksanaan gagal ginjal

a. Mencapai & mempertahankan keseimbangan natrium dan air. Masukan natrium dibatasi

hingga 60 mmol/hari dan cairan cukup 500 ml/hari di luar kekurangan hari sebelumnya

atau 30 mmol/jam di luar jumlah urin yang dikeluarkan jam sebelumnya. Namun

keseimbangan harus tetap diawasi.

b. Memberikan nutrisi yang cukup. Bisa melalui suplemen tinggi kalori atau

hiperalimentaasi intravena. Glukosa dan insulin intravena, penambahan kalium,

pemberian kalsium intravena pada kedaruratan jantung dan dialisis.

c. Mencegah dan memperbaiki infeksi, terutama ditujukan terhadap infeksi saluran napas

dan nosokomial. Demam harus segera harus dideteksi dan diterapi. Kateter harus segera

dilepas bila diagnosis obstruksi kandung kemih dapat disingkirkan.

d. Mencegah dan memperbaiki perdarahan saluran cerna. Feses diperiksa untuk adanya

perdarahan dan dapat dilakukan endoskopi. Dapat pula dideteksi dari kenaikan rasio

ureum/kreatinin, disertai penurunan hemoglobin. Biasanya antagonis histamin H

(misalnya ranitidin) diberikan pada pasien sebagai profilaksis.

e. Dialisis dini atau hemofiltrasi sebaiknya tidak ditunda sampai ureum tinggi, hiperkalemia, atau

terjadi kelebihan cairan. Ureum tidak boleh melebihi 30-40 mmol/L. Secara umum continous

haemofiltration dan dialisis peritoneal paling baik dipakai di ruang intensif, sedangkan

hemodialisis intermitten dengan kateter subklavia ditujukan untuk pasien lain dan sebagai

tambahan untuk pasien katabolik yang tidak adekuat dengan dialisis peritoneal/hemofiltrasi.

KOMPLIKASI

1.    Jantung : edema paru, aritmia, efusi pericardium

2.    Gangguan elektrolit : hyperkalemia, hiponatremia, asidosis

3.    Neurlogi : iritabilitas neuromuskuler, flap, tremor, koma, gangguan kesadaran, kejang

4.    Gastrointestinal : nausea, muntah, gastritis, ulkus, peptikum, perdarahaan gastrointestinal

5.    Hematologi : anemia, diathesis hemoragik

6.    Infeksi : pneumonia, septikemis, infeksi nosocomial

PENGKAJIAN

Pada pengakajian anamnesis data yang diperoleh yakni identitas klien dan identitas

Page 41: askep_dispepsia

penanggung jawab,identitas klien yang meliputi nama, usia, jenis kelamin, pekerjaan,serta

diagnosa medis. Penyakit Gagal Ginjal Akut dapat menyerang pria maupun wanita dari

rentang usia manapun,khususnya bagi orang yang sedang menderita penyakit serius,terluka

serta usia dewasa dan pada umumnya lanjut usia. Pada pengkajian jenis kelamin, pria

disebabkan oleh hipertrofi prostat sedangkan pada wanita disebabkan oleh infeksi saluran

kemih yang berulang, serta pada wanita yang mengalami perdarahan pasca melahirkan. Untuk

pengkajian identitas penanggung jawab data yang didapatkan yakni meliputi nama, umur,

pekerjaan, hubungan dengan si penderita.

2.    Riwayat Kesehatan

2.1. Keluhan Utama

Keluhan utama yang sering adalah terjadi penurunan produksi miksi.

2.2.Riwayat Kesehatan Sekarang

Pengkajian ditujukan sesuai dengan predisposisi etiologi penyakit

terutama pada prerenal dan renal. Secara ringkas perawat menanyakan

berapa lama keluhan penurunan jumlah urine output dan apakah

penurunan jumlah urine output tersebut ada hubungannya dnegna

predisposisi penyebab, seperti pasca perdarahan setelah melahirkan,

diare, muntah berat, luka bakar nluas, cedera luka bakar, setelah

mengalami episode serangan infark, adanya riwayat minum obat NSAID

atau pemakaian antibiotik, adanya riwayat pemasangan tranfusi darah,

serta adanya riwayat trauma langsung pada ginjal.

2.3.Riwayat Kesehatan Dahulu

Kaji adanya riwayat penyakit batu saluran kemih, infeksi sistem

perkemihan yang berulang, penyakit diabetes melitus dan penyakit

hipertensi pada masa sebelumnya yang menjadi predisposisi penyebab

pasca renal. Penting untuk dikaji tentang riwayat pemakaian obat-obatan

masa lalu dan adanya riwayat alergi terhadap jenis obat dan

dokumentasikan.

2.4.Riwayat psikososialcultural

Adanya kelemahan fisik, penurunan urine output dan prognosis penyakit

yang berat akan memberikan dampak rasa cemas dan koping yang

maladaptif pada klien.

3.    Pemeriksaan Fisik

3.1.Keadaan umum dan TTV

Keadaan umum klien lemah, terlihat sakit berat, dan letargi. Pada TTV

sering didapatkan adanya perubahan, yaitu pada fase oliguri sering

Page 42: askep_dispepsia

didapatkan suhu tubuh meningkat, frekuensi denyut nadi mengalami

peningkatan dimana frekuensi meningkat sesuai dengan peningkatan

suhu tubuh dan denyut nadi. tekanan darah terjadi perubahan dari

hipetensi rinagan sampai berat.

3.2.Pemeriksaan Pola Fungsi

3.2.1. B1 (Breathing).

Pada periode oliguri sering didapatkan adanya gangguan pola napas dan jalan napas yang

merupakan respons terhadap azotemia dan sindrom akut uremia. Klien bernapas dengan bau

urine (fetor uremik) sering didapatkan pada fase ini. Pada beberapa keadaan respons uremia

akan menjadikan asidosis metabolik sehingga didapatkan pernapasan kussmaul.

3.2.2. B2 (Blood).

Pada kondisi azotemia berat, saat perawat melakukan auskultasi akan menemukan adanya

friction rub yang merupakan tanda khas efusi perikardial sekunder dari sindrom uremik. Pada

sistem hematologi sering didapatkan adanya anemia. Anemia yang menyertai gagal ginjal akut

merupakan kondisi yang tidak dapat dielakkan sebagai akibat dari penurunan produksi

eritropoetin, lesi gastrointestinal uremik, penurunan usia sel darah merah, dan kehilangan

darah, biasanya dari saluran G1. Adanya penurunan curah jantung sekunder dari gangguan

fungsi jantung akan memberat kondisi GGA. Pada pemeriksaan tekanan darah sering

didapatkan adanya peningkatan.

3.2.3. B3 (Brain).

Gangguan status mental, penurunan lapang perhatian, ketidakmampuan berkonsentrasi,

kehilangan memori, kacau, penurunan tingkat kesadaran (azotemia, ketidakseimbangan

elektrolit/asam/basa). Klien berisiko kejang, efek sekunder akibat gangguan elektrolit, sakit

kepala, penglihatan kabur, kram otot/kejang biasanya akan didapatkan terutama pada fase

oliguri yang berlanjut pada sindrom uremia.

3.2.4. B4 (Bladder).

Perubahan pola kemih pad aperiode oliguri akan terjadi penurunan frekuensi dan penurunan

urine output <400 ml/hari, sedangkan pada periode diuresis terjadi peningkatan yang

menunjukkan peningkatan jumlah urine secara bertahap, disertai tanda perbaikan filtrasi

glomerulus. Pada pemeriksaan didapatkan perubahan warna urine menjadi lebih pekat/gelap.

3.2.5. B5 (Bowel).

Didapatkan adanya mual dan muntah, serta anoreksia sehingga sering didapatkan penurunan

intake nutrisi dari kebutuhan.

3.2.6. B6 (Bone).

Didapatkan adnaya kelemahan fisik secara umum efek sekunder dari anemia dan penurunan

perfusi perifer dari hipetensi.

Page 43: askep_dispepsia

3.3. Pemeriksaan Diagnostik

Laboratorium

Urinalisis didapatkan warna kotor, sedimen kecoklatan menunjukkan

adanya darah, Hb, dan myoglobin. Berat jenis <1.020 menunjukkan

penyakit ginjal, pH urine >7.00 menunjukkan ISK, NTA,d an GGK.

Osmolalitas kurang dari 350 mOsm/kg menunjukkan kerusakan ginjal

dan rasio urine : serum sering 1 : 1.

Pemeriksaan BUN dan kadar kreatinin. Terdapat peningkatan yang tetap

dalakm BUN dan laju peningkatannya bergantung pada tingkat

katabolisme (pemecahan protein), perfusi renal dan masukan protein.

Serum kratinin meningkat pada kerusakan glomerulus. Kadar kreatinin

serum bermanfaat dalam pemantauan fungsi ginjal dan perkembangan

penyakit.

Pemeriksaan elektrolit. Pasien yang mengalami penurunan lajut filtrasi

glomerulus tidak mampu mengeksresikan kalium. Katabolisme protein

mengahasilkan pelepasan kalium seluler ke dalam cairan tubuh,

menyebabkan hiperkalemia berat. Hiperkalemia menyebabkan disritmia

dan henti jantung.

Pemeriksan pH. Pasien oliguri akut tidak dapat emngeliminasi muatan

metabolik seperti substansi jenis asam yang dibentuk oleh proses

metabolik normal. Selain itu, mekanisme bufer ginjal normal turun. Hal

ini ditunjukkan dengan adanya penurunan kandungan karbon dioksida

darah dan pH darah sehingga asidosis metabolik progresif menyertai

gagal ginjal.

4.    Penatalaksanaan Medis

Tujuan penatalaksanaan adalah menjaga keseimbangan dan mencegah

komplikasi, yang meliputi hal-hal sebagai berikut.

1.      Dialisis. Dialisis dapat dilakukan untuk mencegah komplikasi

gagal ginjal akut yang serius, seperti hiperkalemia, perikarditis, dan

kejang. Dialisis memperbaiki abnormalitas biokimia, menyebabkan

cairan, protein, dan natrium dapat dikonsumsi secara bebas;

menghilangkan kecenderungan perdarahan dan membantu penyembuhan

luka.

2.      Koreksi hiperkalemi. Peningkatan kadar kalium dapat dikurangi

dengan pemberian ion pengganti resin (natrium polistriren sulfonat),

secara oral atau melalui retensi enema. Natrium polistriren sulfonat

bekerja dengan mengubah ion kalium menjadi natrium di saluran

Page 44: askep_dispepsia

intenstinal.

3.      Terapi cairan

4.      Diet rendah protein, tinggi karbohidrat

5.      Koreksi asidosis dengan natrium bikarbonat dan dialisis

5.    Analisa Data

symptom Etiologi Problem

DS:-

DO:-perubahan

pola kemih,warna

urin

pekat,penurunan

urine output <400

ml/hari.

fase diuresis

dari gagal

ginjal akut

Defisit volume

cairan

DS:-

DO:pernapasan

kussmaul,fetor

uremik,

penurunan

pH pada

ciaran

serebrospinal

, perembesan

cairan,

Aktual/risiko tinggi

pola napas tidak

efektif

DS:-

DO:klien

gelisah,Terdapat

papiledema,deficit

neurologis,kadar

kalium serum

meningkat.

gangguan

konduksi

elektrikal

efek sekunder

dari

hiperkalemi

Aktual/risiko tinggi

aritmia.

DS:-

DO:peningkatan

suhu

tubuh,penglihatan

kabur,kram

otot,azotemia.

kerusakan

hantaran

saraf

sekunder dari

abnormalitas

elektrolit dan

uremia.

Aktual/risiko tinggi

kejang

DS:-

DO:kehilangan

kemampuan

gangguan

transmisi sel-

sel saraf

Aktual/risiko tinggi

defisit neurologis

Page 45: askep_dispepsia

konsentrasi,kehilan

gan

memori,penurunan

lapang pandang.

sekunder dari

hiperkalsemi

DS:-

DO:muntah,anorek

sia,lemah.

intake nutrisi

yang tidak

adekuat

sekunder dari

anoreksi,

mual, muntah

Ketidakseimbangan

nutrisi kurang dari

kebutuhan tubuh

DS:-

DO:lemah,ada

edema,terlihat sakit

berat.

edema

ekstremitas,

kelemahan

fisik secara

umum

Gangguan ADL

(Activity Daily

Liv

DS:-

DO:bingung

dengan

kondisinya,peningk

atan

TTV,ketidakmampu

an berkonsentrasi,

prognosis

penyakit,

ancaman,

kondisi sakit,

dan

perubahan

kesehatan

cemas

6.    Diagnosa keperawatan

1.      Defisit volume cairan b.d. fase diuresis dari gagal ginjal akut

2.      Aktual/risiko tinggi pola napas tidak efektif b.d penurunan pH pada

ciaran serebrospinal, perembesan cairan, kongesti paru efek sekunder

perubahan membran kapiler alveoli dan retensi cairan interstisial dari

edema paru pada respons asidosis metabolik

3.      Aktual/risiko tinggi menurunnya curah jantung b.d penurunan

kontraktilitas ventrikel kiri, perubahan frekuensi, irama, konduksi

elektrikal efek sekunder penurunan pH, hiperkalemi, dan uremia

4.      Aktual/risiko penurunan perfusi serebral b.d. penurunan pH pada

cairan serebrospinal efek sekunder dari asidosis metabolik

5.      Aktual/risiko tinggi aritmia b.d gangguan konduksi elektrikal efek

sekunder dari hiperkalemi

Page 46: askep_dispepsia

6.      Aktual/risiko tinggi kejang b.d kerusakan hantaran saraf sekunder

dari abnormalitas elektrolit dan uremia.

7.      Aktual/risiko tinggi defisit neurologis b.d gangguan transmisi sel-

sel saraf sekunder dari hiperkalsemi

8.      Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b.d intake

nutrisi yang tidak adekuat sekunder dari anoreksi, mual, muntah

9.      Gangguan ADL (Activity Daily Living) b.d edema ekstremitas,

kelemahan fisik secara umum

10.  Kecemasan b.d prognosis penyakit, ancaman, kondisi sakit, dan

perubahan kesehatan

7.    Intervensi

Rencana keperawatan yang dilakukan bertujuan menurunkan keluhan

klien, menghindari penurunan dari fungsi ginjal, serta menurunkan risiko

komplikasi.

Diagnose T

uj

u

a

n

d

a

n

cr

it

er

ia

h

as

il

I

n

t

e

r

v

e

n

s

i

Rasi

onal

T

uj

ua

n

:

de

fis

1.   Monitoring

status cairan (turgor

kulit, membran

mukosa, urine

output)

2.   Auskultasi TD

dan timbang berat

1.    Jumlah dan tipe cairan

pengganti ditentukan dari

keadaan status cairan

Penurunan volume cairan

mengakibatkan

menurunnya produksi

urine, monitoring yang

Page 47: askep_dispepsia

it

vo

lu

m

e

ca

ir

an

da

pa

t

te

ra

ta

si

K

rit

er

ia

ev

al

ua

si

:

-          Klien

tidak

mengeluh

pusing,

membran

mukosa

lembab, turgor

kulit normal,

TTV dalam

batas normal,

CRT < 3 detik,

urine > 600

ml/hari

badan.

3.   Programkan

untuk dialysis.

4.   Kaji warna

kulit, suhu,

sianosis, nadi

perifer, dan

diaforesis secara

teratur.

5.   Kolaborasi

Pertahankan

pemberian cairan

secara intravena

ketat pada produksi urine

<600 ml/hari karena

merupakan tanda-tanda

terjadinya syok

hipovolemik.

2.    Hipotensi dapat terjadi

pada hipovolemik.

Perubahan berat badan

sebagai parameter dasar

terjadinya defisit cairan.

3.    Program dialisis akan

mengganti fugnsi ginjal

yang terganggu dalam

menjaga keseimbangan

cairan tubuh.

4.    Mengetahui adanya

pengaruh adanya

peningkatan tahanan

perifer.

5.    Jalur yang paten

penting untuk pemberian

cairan secara cepat dan

memudahkan perawat

dalam melakukan kontrol

intake dan output cairan

Page 48: askep_dispepsia

L

ab

or

at

or

iu

m

:

ni

lai

he

m

at

ok

rit

da

n

pr

ot

ei

n

se

ru

m

m

en

in

gk

at,

B

U

N/

K

re

ati

ni

n

Page 49: askep_dispepsia

m

en

ur

un

T

uj

ua

n:

ti

da

k

te

rj

ad

i

pe

ru

ba

ha

n

po

la

na

pa

s

K

rit

er

ia

ev

al

ua

si:

-          Klien

tidak sesak

napas, RR

dalam batas

1.    Kaji faktor

penyebab asidosis

metabolic.

2.    Monitor ketat

TTV.

3.    Istirahatkan

klien dengan posisi

fowler.

4.    Ukur intake

dan output.

Manajemen

lingkungan :

5.    lingkungan

tenang dan batasi

pengunjung.

K

o

l

a

b

o

r

a

s

i

6.    Berikan cairan

ringer laktat secara

intravena.

7.    Berikan

bikarbonat.

8.    Pantau data

laboratorium

1.        Mengeidentifikasi

untuk mengatasi penyebab

dasar dari asidosis

metabolic.

2.        Perubahan TTV

akan memberikan dampak

pada risiko asidosis yang

bertambah berat dan

berindikasi pada intervensi

untuk secepatnya

melakukan koreksi asidosis

3.        Posisi fowler akan

meningkatkan ekspansi

paru optimal istirahat akan

mengurangi kerja jantung,

meningkatkan tenaga

cadangan jantung, dan

menurunkan tekanan darah.

4.        Penurunan curah

jantung, mengakibatkan

gangguan perfusi ginjal,

retensi natrium/air, dan

penurunan urine output.

5.        Lingkungan tenang

akan menurunkan stimulus

nyeri eksternal dan

pembatasan pengunjung

akan membantu

meningkatkan O2 ruangan

yang akan berkurang

apabila banyak pengunjung

yang berada di ruangan.

6.        Larutan IV ringer

Page 50: askep_dispepsia

normal 16-20

x/menit.

-         

Pemeriksaan

gas arteri pH

7.40 ± 0,005,

HCO, 24 ± 2

mEq/L, dan

PaCO, 40

mmHg

analisis gas darah

berkelanjutan

laktat biasanya merupakan

cairan pilihan untuk

memperbaiki keadaan

asidosis metabolik dengan

selisih anion normal, serta

kekurangan volume ECF

yang sering menyertai

keadaan ini.

7.        Kolaborasi

pemberian bikarbonat. Jika

penyebab masalah adalah

masukkan klorida, maka

pengobatannya adalah

ditujukan pada

menghilangkan sumber

klorida.

8.        Tujuan intervensi

keperawatan pada asidosis

metabolik adalah

meningkatkan pH sistemik

sampai ke batas yagn aman

dan menanggulangi sebab-

sebab asidosis yang

mendasarinya. Dengan

monitoring perubahan dari

analisis gas darah berguna

untuk menghindari

komplikasi yang tidak

diharapkan

T

uj

ua

n:

ti

da

k

te

1.    Kaji faktor

penyebab dari

situasi/keadaan

individu dan faktor-

faktor hiperkalemi.

Manajemen

pencegahan

hipokalemia

1.    Banyak faktor yang

menyebabkan hiperkalemia

dan penanganan

disesuaikan dengan faktor

penyebab.

2.    Makanan yang

mengandung kalium tinggi

yang harus dihindari

Page 51: askep_dispepsia

rj

ad

i

ar

it

m

ia

K

rit

er

ia

:

-          Klien

tidak gelisah,

tidak

mengeluh

mual-mual dan

muntah

-          GCS 4,

5, 6 tidak

terdapat

papiledema.

TTV dalam

batas normal.

-          Klien

tidak

mengalami

defisit

neurologis,

kadar kalium

serum dalam

batas normal

2.    Beri diet

rendah kalium

3.    Memonitor

tanda-tanda vital

tiap 4 jam.

4.    Monitoring

ketat kadar kalium

darah dan EKG.

5.    Monitoring

klien yang berisiko

terjadi hipokalemi.

6.    Monitoring

klien yang

mendapat infus

cepat yang

mengandung

kalium

Manajemen

kolaborasif

koreksi

hiperkalemi:

7.    Pemberian

kalsium glukonat.

8.    Pemberian

glukosa 10%.

9.    Pemberian

natrum bikarbonat.

10.                   

termausk kopi, cocoa, the,

buah yang dikeringkan,

kacang yang dikeringkan,

dan roti gandum utuh. Susu

dan telur juga mengandung

kalium yang cukup besar.

Sebaliknya, makanan

dengan kandungan kalium

minimal termasuk mentega,

margarin, sari buah, atau

saus cranbeery, bir jahe,

permen karet, atau gula-

gula (permen), root beer,

gula dan madu.

3.    Adanya perubahan

TTV secara cepat dapat

menjadi pencetus aritmia

pada klien hipokalemi.

4.    Upaya deteksi

berencana untuk mencegah

hiperkalemi.

5.    Asidosis dan

kerusakan jaringan seperti

pada luka bakat atau cedera

remuk, dapat menyebabkan

perpindahan kalium dari

ICF ke ECF, dan masih ada

hal-hal lain yang dapat

menyebabkan

hiperkalemia. Akhirnya,

larutan IV yang

mengandung kalium harus

diberikan perlahan-lahan

untuk mencegah terjadinya

beban kalium berlebihan

latrogenik.

6.    Aspek yang paling

Page 52: askep_dispepsia

penting dari pencegahan

hiperkalemia adalah

mengenali keadaan klinis

yang dapat menimbulkan

hiperkalemia karena

hiperkalemia adalah akibat

yang bisa diperkirakan

pada banyak penyakit dan

pemberian obat-obatan.

Selain itu, juga harus

diperhatikan agar tidak

terjadi pemberian infus

larutan IV yang

mengandung kalium

dengan kecepatan tinggi.

7.    Dilakukan

penghambatan terhadap

efek jantung dengan

kalsium, disertai

redistribusi K+ dari ECF ke

ICF. Tiga metode yang

digunakan dalam penangan

kegawatan dari

hiperkalemia berat (>8

mEq/L atau perubahan

EKG yang lanjut)

8.    Kalsium glukonat 10%

sebanyak 10 ml diinfus IV

perlahan-lahan selama 2-3

menit dengan pantauan

EKG, efeknya terlihat

dalam waktu 5 menit, tetapi

hanya bertahan sekitar 30

menit.

9.    Glukosa 10% dalam

500 ml dengan 10 U insulin

regular akan memindahkan

Page 53: askep_dispepsia

K+ ke dalam sel; efeknya

terlihat dalam waktu 30

menit dan dapat bertahan

beberapa jam.

10.                  Natrium

bikarbonat 44-88 mEq IV

akan memperbaiki asidosis

dan perpindahan K+ ke

dalam sel; efeknya terlihat

dalam waktu 30 menit dan

dapat bertahan beberapa

jam.

T

uj

ua

n

:

pe

rf

us

i

ja

ri

ng

an

ot

ak

da

pa

t

te

rc

ap

ai

se

ca

ra

1.    Monitor tanda-

tanda status

neurologis dengan

GCS.

2.    Monitor tanda-

tanda vital seperti

TD, nadi, suhu,

respirasi, dan hati-

hati pada hipertensi

sistolik.

3.    Bantu klien

untuk membatasi

muntah dan batuk.

Anjurkan klien

untuk

mengeluarkan

napas apabila

bergerak atau

berbalik di tempat

tidur.

4.    Anjurkan klien

untuk menghindari

batuk dan mengejan

berlebihan

5.    Ciptakan

1.    Dapat mengurangi

kerusakan otak lebih lanjut.

2.    Pada keadaan normal,

autoregulasi

mempertahankan keadaan

tekanan darah sistemik

yang dapat berubah secara

fluktuasi. Kegagalan

autoreguler akan

menyebabkan kerusakan

vaskular serebral yang

dapat dimanifestasikan

dengan peningkatan sistolik

dan diikuti oleh penurunan

tekanan diastolik,

sedangkan peningkatan

suhu dapat

menggambarkan pejralanan

infeksi.

3.    Aktivitas ini dapat

meningkatkan tekanan

intrakranial dan

intraabdomen.

Mengeluarkan napas

sewaktu bergerak atau

Page 54: askep_dispepsia

op

ti

m

al.

K

rit

er

ia

ev

al

ua

si

:

-          Klien

tidak gelisah,

tidak ada

keluhan nyeri

kepala, mual,

kajang, GCS

4,5,6, pupil

isokor, refleks

cahaya (+).

-          Tanda-

tanda vital

normal (nadi

60-100

kali/menit,

suhu : 36-

36,70C,

pernapasan 16-

20 kali/menit),

-          serta

klien tidak

mengalami

defisit

neurologis

seperti : lemas,

lingkungan yang

tenang dan batasi

pengunjung.

6.    Monitor kalium

serum

mengubah posisi dapat

melindungi diri dari efek

valsava.

4.    Batuk dan mengejan

dapat meningkatkan

tekanan intrakranial dan

potensial terjadi perdarahan

ulang.

5.    Rangsangan aktivitas

yang meningkatkan dapat

meningkatkan kenaikan

TIK. Istirahat total dan

ketegangan mungkin

diperlukan untuk

pencegahan terhadap

perdarahan dalam kasusu

stroke

hemoragik/perdarahan

lainnya.

6.    Hiperkalemi terjadi

dengan asidosis,

hipokalemi dapat terjadi

pada kebalikan asidosis dan

perpindahan kalium

kembali ke sel.

Page 55: askep_dispepsia

agitasi,

iritabel,

hiperefleksia,

dan spastisitas

dapat terjadi

hingga

akhirnya

timbul koma,

kejang

T

uj

ua

n

:

pe

ra

w

at

an

ris

ik

o

ke

ja

ng

be

ru

la

ng

ti

da

k

te

rj

ad

i

K

1.    Kaji dan catat

faktor-faktor yang

menurunkan

kalsium dari

sirkulasi.

2.    Kaji stimulus

kejang.

3.    Monitor klien

yang berisiko

hipokalsemi.

4.    Hindari

konsumsi alkohol

dan kafein yang

tinggi.

K

o

l

a

b

o

r

a

s

i

p

e

m

1.    Penting artinya untuk

mengamati hipokalsemia

pada klien berisiko.

Perawat harus bersiap

untuk kewaspadaan kejang

bila hipokalsemia hebat.

2.    Stimulus kejang pada

tetanus adalah rangsang

cahaya dan peningkatan

suhu tubuh.

3.    Individu berisiko

terhadap osteoporosis

diinstruksikan tentang

perlunya masukan kalsium

diet yang adekuat; jika

dikonsumsi dalam diet,

suplemen kalsium harus

dipertimbangkan.

4.    Alkohol dan kafein

dalam dosis yang tinggi

menghambat penyerapan

kalsium dan perokok kretek

sedang meningkatkan

ekskresi kalsium urine

5.    Garam kalsium

parenteral termausk

kalsium glukonat, kalsium

klorida, dan kalsium

Page 56: askep_dispepsia

rit

er

ia

ev

al

ua

si

:

-

Kl

ie

n

ti

da

k

m

en

ga

la

m

i

ke

ja

ng

b

e

r

i

a

n

t

e

r

a

p

i

5.    Garam kalsium

parenteral

6.    Vitamin D

7.    Tingkatan

masukan diet

kalsium.

8.    Monitor

pemeriksaan EKG

dan laboratorium

kalsium serum

gluseptat. Meskipun

kalsium klorida

menghasilkan kalsium

berionisasi yang secara

signifikan lebih tinggi

dibandingkan jumlah

akuimolar kalsium

glukonat, tetapi cairan ini

tidak sering digunakan

karena cairan tersebut l

ebih mengiritasi dan dapat

menyebabkan peluruhan

jaringan jika dibiarkan

menginfiltrasi

6.    Terapi vitamin D dapat

dilakukan untuk

meningkatkan absorpsi ion

kalsium dari traktus GI

7.    Tingkatan masukan

diet kalsium sampai

setidaknya 1.000 hingga

1.500 mg/hari pada orang

dewasa sangat dianjurkan

(produk dari susu: sayuran

berdaun hijau; salmon

kaleng, sadin, dan oyster

segar)

8.    Menilai keberhasilan

intervensi

Page 57: askep_dispepsia

8.    Evaluasi

Hasil yang diharapkan setelah mendapatkan intervensi adalah sebagai

berikut:

1.      Defisit volume cairan teratasi

2.      Pola napas kembali efektif

3.      Tidak terjadi penurunan curah jantung

4.      Peningkatan perfusi serebral

5.      Tidak terjadi aritmia

6.      Tidak terjadi kejang

7.      Pasien tidak mengalami defisit neurologis

8.      Asupan nutrisi tubuh terpenuhi

9.      Terpenuhinya aktivitas sehari-hari

10.  Kecemasan berkungan.

Page 58: askep_dispepsia

BAB III

PENUTUP

3.1. Kesimpulan

Gagal ginjal akut ( GGA ) adalah suatu keadaan fisiologik dan klinik yang ditandai dengan

pengurangan tiba-tiba glomerular filtration rate (GFR) dan perubahan kemampuan fungsional

ginjal untuk mempertahankan eksresi air yang cukup untuk keseimbangan dalam tubuh. Atau

sindroma klinis akibat kerusakan metabolik atau patologik pada ginjal yang ditandai dengan

penurunan fungsi yang nyata dan cepat serta terjadinya azotemia.

Menurut Smeltzer (2002) terdapat empat tahapan klinik dan gagal ginjal akut, yaitu periode

awal, periode oligunia, periode diuresis, dan periode perbaikan.

1.      Periode awal dengan awitan awal dan diakhiri dengan terjadinya oliguria.

2.      Periode oliguria (volume urine kurang dari 400 ml/24 jam) disertai dengan peningkatan

konsentrasi serum dan substansi yang biasanya diekskresikan oleh ginjal (urea, kreatinin, asam

urat, serta kation intraseluler-kalium dan magnesium). Jumlah urine minimal yang diperlukan

untuk membersihkan produk sampah normal tubuh adalah 400 ml. Pada tahap ini gejala

uremik untuk pertama kalinya muncul dan kondisi yang mengancam jiwa seperti hiperkalemia

terjadi.

3.      Periode diuresis, pasien menunjukkan peningkatan jumlah urine secara bertahap, disertai

tanda perbaikan filtrasi glomerulus. Meskipun urine output mencapai kadar normal atau

meningkat, fungsi renal masih dianggap normal. Pasien harus dipantau dengan ketat akan

adanya dehidrasi selama tahap ini, jika terjadi dehidrasi, tanda uremik biasanya meningkat.

4.      Periode penyembuhan merupakan tanda perbaikan fungsi ginjal dan berlangsung selama

3-12 bulan. Nilai laboratorium akan kembali normal.

3.2. Saran

1.      Bagi Penulis

Setelah menyelesaikan makalah ini diharapkan kami sebagai mahasiswa dapat meningkatkan

pengetahuan dan wawasan mengenai penyebab serta upaya pencegahan penyakit Gagal Ginjal

Akut agar terciptanya kesehatan masyarakat yang lebih baik.

2.      Bagi Pembaca

Diharapkan agar pembaca dapat mengetahui tentang Gagal Ginjal Akut lebih dalam sehingga

dapat mencegah serta mengantisipasi diri dari penyakit Gagal Ginjal Akut.

3.      Bagi Petugas Kesehatan

Diharapkan dapat menambah wawasan dan informasi dalam penanganan Gagal Ginjal Akut

sehingga dapat meningkatkan pelayanan keperawatan yang baik.

4.      Bagi Institusi Pendidikan

Page 59: askep_dispepsia

Dapat menambah informasi tentang Gagal Ginjal Akut serta dapat meningkatkan

kewaspadaan terhadap penyakit ini.

Page 60: askep_dispepsia

1

1