atresia ani

21
Atresia Ani 2.1 Definisi Atresia ani adalah suatu kelainan kongenital tanpa anus atau anus tidak sempurna, termasuk didalamnya agenesis ani, agenesis rektum dan atresia rektum. Insiden 1:5000 kelahiran yang dapat muncul sebagai sindroma VACTRERL (Vertebra, Anal, Cardial, Esofageal, Renal, Limb) (Faradilla, 2009). 2.2 Embriologi Usus belakang membentuk sepertiga distal kolon transversum, kolon desendens, sigmoid, rektum, bagian atas kanalis ani.emdodern usus belakang ini juga membentuk lapisan dalam kandung kemih dan uretra (Sadler T.W, 1997). Bagian akhir usus belakang bermuara ke dalam kloaka, suatu rongga yang dilapisi endoderm yang berhubungan langsung dengan ektoderm permukaan. Daerah pertemuan

Upload: angga

Post on 12-Jan-2016

219 views

Category:

Documents


1 download

DESCRIPTION

wq

TRANSCRIPT

Page 1: Atresia Ani

Atresia Ani

2.1 Definisi

Atresia ani adalah suatu kelainan kongenital tanpa anus atau anus tidak

sempurna, termasuk didalamnya agenesis ani, agenesis rektum dan atresia rektum.

Insiden 1:5000 kelahiran yang dapat muncul sebagai sindroma VACTRERL

(Vertebra, Anal, Cardial, Esofageal, Renal, Limb) (Faradilla, 2009).

2.2 Embriologi

Usus belakang membentuk sepertiga distal kolon transversum, kolon

desendens, sigmoid, rektum, bagian atas kanalis ani.emdodern usus belakang ini juga

membentuk lapisan dalam kandung kemih dan uretra (Sadler T.W, 1997).

Bagian akhir usus belakang bermuara ke dalam kloaka, suatu rongga yang dilapisi

endoderm yang berhubungan langsung dengan ektoderm permukaan. Daerah

pertemuan antara endoderm dan ektoderm membentuk membran kloaka (Sadler T.W,

1997).

Pada perkembangan selanjutnya, timbul suatu rigi melintang, yaitu septum

urorektal, pada sudut antara allantois dan usus belakang.Sekat ini tumbuh kearah

kaudal, karena itu membagi kloaka menjadi bagian depan, yaitu sinus uroginetalis

primitif, dan bagian posterior, yaitu kanalis anorektalis. Ketika mudigah berumur 7

minggu, septum urorektal mencapai membran kloaka, dan di daeraah ini terbentuklah

korpus parienalis. Membran kloakalis kemudian terbagi menjadi membran analis di

belakang, dan membran urogenitalis di depan (Sadler T.W, 1997).

Page 2: Atresia Ani

Sementara itu, membran analis dikelilingi oleh tonjol-tonjol mesenkim, yang

dikenal sebagai celah anus atau proktodeum. Pada minggu ke-9, membran analis

koyak, dan terbukalah jalan antara rektum dan dunia luar. Bagian atas kanalis analis

berasal dari endoderm dan diperdarahi oleh pembuluh nasi usus belakang, yaitu arteri

mesentrika inferior. Akan tetapi, sepertiga bagian bawah kanalis analis berasal dari

ektoderm dan ektoderm dibentuk oleh linea pektinata, yang terdapat tepat di bawah

kolumna analis. Pada garis ini, epitel berubah dari epitel torak menjadi epitel berlapis

gepeng (Sadler T.W, 1997).

Secara embriologi, saluran pencernaan berasal dari foregut, midgut dan

hindgut. Foregut akan membentuk faring, sistem pernafasan bagian bawah, esofagus,

lambung sebagian duodenum, hati dan sistem bilier serta pankreas. Midgut

membentuk usus halus, sebagian duodenum, sekum, appendik, kolon asenden sampai

pertengahan kolon transversum. Hindgut meluas dari midgut hingga ke membrana

kloaka, membrana ini tersusun dari endoderm kloaka, dan ektoderm dari protoderm

atau analpit. Usus terbentuk mulai minggu keempat disebut sebagai primitif gut.

Kegagalan perkembangan yang lengkap dari septum urorektalis menghasilkan

anomali letak tinggi atau supra levator. Sedangkan anomali letak rendah atau infra

levator berasal dari defek perkembangan proktoderm dan lipatan genital. Pada

anomali letak tinggi, otot levator ani perkembangannya tidak normal. Sedangkan otot

sfingter eksternus dan internus dapat tidak ada atau rudimenter (Faradilla, 2009).

Page 3: Atresia Ani

2.3 Epidemiologi

Angka kejadian rata-rata malformasi anorektal di seluruh dunia adalah 1

dalam 5000 kelahiran ( Grosfeld J, 2006).

Secara umum, atresia ani lebih banyak ditemukan pada laki-laki daripada perempuan.

Fistula rektouretra merupakan kelainan yang paling banyak ditemui pada bayi laki-

laki, diikuti oleh fistula perineal. Sedangkan pada bayi perempuan, jenis atresia ani

yang paling banyak ditemui adalah atresia ani diikuti fistula rektovestibular dan

fistula perineal (Oldham K, 2005).

Hasil penelitian Boocock dan Donna di Manchester menunjukkan bahwa

atresia ani letak rendah lebih banyak ditemukan dibandingkan atresia letak tinggi

( Boocock G, 1987).

2.4 Etiologi

Atresia ani dapat disebabkan karena:

1. Putusnya saluran pencernaan di atas dengan daerah dubur, sehingga bayi lahir

tanpa lubang dubur.

2. Gangguan organogenesis dalam kandungan.

3. Berkaitan dengan sindrom down.

Atresia ani memiliki etiologi yang multifaktorial. Salah satunya adalah

komponen genetik. Pada tahun 1950an, didapatkan bahwa risiko malformasi

meningkat pada bayi yang memiliki saudara dengan kelainan atresia ani yakni 1

dalam 100 kelahiran, dibandingkan dengan populasi umum sekitar 1 dalam 5000

Page 4: Atresia Ani

kelahiran. Penelitian juga menunjukkan adanya hubungan antara atresia ani dengan

pasien dengan trisomi 21 (Down's syndrome). Kedua hal tersebut menunjukkan

bahwa mutasi dari bermacam-macam gen yang berbeda dapat menyebabkan atresia

ani atau dengan kata lain etiologi atresia ani bersifat multigenik (Levitt M, 2007).

2.5 Patofisiologi

Atresia ani terjadi akibat kegagalan penurunan septum anorektal pada

kehidupan embrional. Manifestasi klinis diakibatkan adanya obstruksi dan adanya

fistula. Obstruksi ini mengakibatkan distensi abdomen, sekuestrasi cairan, muntah

dengan segala akibatnya. Apabila urin mengalir melalui fistel menuju rektum, maka

urin akan diabsorbsi sehingga terjadi asidosis hiperkloremia, sebaliknya feses

mengalir kearah traktus urinarius menyebabkan infeksi berulang. Pada keadaan ini

biasanya akan terbentuk fistula antara rektum dengan organ sekitarnya. Pada

perempuan, 90% dengan fistula ke vagina (rektovagina) atau perineum

(rektovestibuler). Pada laki-laki umumnya fistula menuju ke vesika urinaria atau ke

prostat (rektovesika) bila kelainan merupakan letak tinggi, pada letak rendah fistula

menuju ke uretra (rektouretralis) (Faradilla, 2009).

2.6 Klasiikasi.

Menurut klasifikasi Wingspread (1984) yang dikutip Hamami, atresia ani

dibagi 2 golongan yang dikelompokkan menurut jenis kelamin.

Pada laki – laki golongan I dibagi menjadi 5 kelainan yaitu kelainan fistel urin, atresia

rektum, perineum datar, fistel tidak ada dan pada invertogram: udara > 1 cm dari

Page 5: Atresia Ani

kulit. Golongan II pada laki – laki dibagi 5 kelainan yaitu kelainan fistel perineum,

membran anal, stenosis anus, fistel tidak ada. dan pada invertogram: udara < 1 cm

dari kulit. Sedangkan pada perempuan golongan I dibagi menjadi 6 kelainan yaitu

kelainan kloaka, fistel vagina, fistel rektovestibular, atresia rektum, fistel tidak ada

dan pada invertogram: udara > 1 cm dari kulit. Golongan II pada perempuan dibagi 4

kelainan yaitu kelainan fistel perineum, stenosis anus, fistel tidak ada. dan pada

invertogram: udara < 1 cm dari kulit (Hamami A.H, 2004).

2.7 Manifestasi Klinis.

Gejala yang menunjukan terjadinya atresia ani terjadi dalam waktu 24-48 jam.

Gejala itu dapat berupa :

1. Perut kembung.

2. Muntah.

3. Tidak bisa buang air besar.

4. Pada pemeriksaan radiologis dengan posisi tegak serta terbalik dapat dilihat sampai

dimana terdapat penyumbatan (FK UII, 2009).

Atresia ani sangat bervariasi, mulai dari atresia ani letak rendah dimana

rectum berada pada lokasi yang normal tapi terlalu sempit sehingga feses bayi tidak

dapat melaluinya, malformasi anorektal intermedia dimana ujung dari rektum dekat

ke uretra dan malformasi anorektal letak tinggi dimana anus sama sekali tidak ada

(Departement of Surgery University of Michigan, 2009).

Sebagian besar bayi dengan atresia ani memiliki satu atau lebih abnormalitas

yang mengenai sistem lain. Insidennya berkisar antara 50% - 60%. Makin tinggi letak

Page 6: Atresia Ani

abnormalitas berhubungan dengan malformasi yang lebih sering. Kebanyakan dari

kelainan itu ditemukan secara kebetulan, akan tetapi beberapa diantaranya dapat

mengancam nyawa seperti kelainan kardiovaskuler (Grosfeld J, 2006).

Beberapa jenis kelainan yang sering ditemukan bersamaan dengan malformasi

anorektal adalah :

1. Kelainan kardiovaskuler.

Ditemukan pada sepertiga pasien dengan atresia ani. Jenis kelainan yang paling

banyak ditemui adalah atrial septal defect dan paten ductus arteriosus, diikuti oleh

tetralogi of fallot dan vebtrikular septal defect.

2. Kelainan gastrointestinal.

Kelainan yang ditemui berupa kelainan trakeoesofageal (10%), obstruksi duodenum

(1%-2%).

3. Kelainan tulang belakang dan medulla spinalis.

Kelainan tulang belakang yang sering ditemukan adalah kelainan lumbosakral seperti

hemivertebrae, skoliosis, butterfly vertebrae, dan hemisacrum. Sedangkan kelainan

spinal yang sering ditemukan adalah myelomeningocele, meningocele, dan teratoma

intraspinal.

4. Kelainan traktus genitourinarius.

Kelainan traktus urogenital kongenital paling banyak ditemukan pada atresia ani.

Beberapa penelitian menunjukkan insiden kelainan urogeital dengan atresia ani letak

tinggi antara 50 % sampai 60%, dengan atresia ani letak rendah 15% sampai 20%.

Kelainan tersebut dapat berdiri sendiri ataupun muncul bersamaan sebagai VATER

Page 7: Atresia Ani

(Vertebrae, Anorectal, Tracheoesophageal and Renal abnormality) dan VACTERL

(Vertebrae, Anorectal, Cardiovascular, Tracheoesophageal, Renal and Limb

abnormality) ( Oldham K, 2005).

2.8 Diagnosa

Diagnosis ditegakkan dari anamnesis dan pemeriksaan fisik yang teliti.

Pada anamnesis dapat ditemukan :

a. Bayi cepat kembung antara 4-8 jam setelah lahir.

b. Tidak ditemukan anus, kemungkinan juga ditemukan adanya fistula.

c. Bila ada fistula pada perineum maka mekoneum (+) dan kemungkinan kelainan

adalah letak rendah (Faradilla, 2009).

Menurut Pena yang dikutipkan Faradilla untuk mendiagnosa menggunakan

cara:

1. Bayi laki-laki dilakukan pemeriksaan perineum dan urin bila :

a. Fistel perianal (+), bucket handle, anal stenosis atau anal membran berarti atresia

letak rendah maka dilakukan minimal Postero Sagital Anorektoplasti (PSARP) tanpa

kolostomi

b. Bila mekoneum (+) maka atresia letak tinggi dan dilakukan kolostomi terlebih

dahulu, setelah 8 minggi kemudian dilakukan tindakan definitif. Apabila pemeriksaan

diatas meragukan dilakukan invertrogram. Bila akhiran rektum < 1 cm dari kulit

maka disebut letak rendah. Akhiran rektum > 1 cm disebut letak tinggi. Pada laki-laki

fistel dapat berupa rektovesikalis, rektouretralis dan rektoperinealis.

Page 8: Atresia Ani

2. Pada bayi perempuan 90 % atresia ani disertai dengan fistel.

Bila ditemukan fistel perineal (+) maka dilakukan minimal PSARP tanpa kolostomi.

Bila fistel rektovaginal atau rektovestibuler dilakukan kolostomi terlebih dahulu. Bila

fistel (-) maka dilakukan invertrogram: apabila akhiran < 1 cm dari kulit dilakukan

postero sagital anorektoplasti, apabila akhiran > 1 cm dari kulit dilakukan kolostom

terlebih dahulu.

Leape (1987) yang dikutip oleh Faradilla menyatakan bila mekonium didadapatkan

pada perineum, vestibulum atau fistel perianal maka kelainan adalah letak rendah .

Bila Pada pemeriksaan fistel (-) maka kelainan adalah letak tinggi atau rendah.

Pemeriksaan foto abdomen setelah 18-24 jam setelah lahir agar usus terisis\ udara,

dengan cara Wangenstein Reis (kedua kaki dipegang posisi badan vertikal dengan

kepala dibawah) atau knee chest position (sujud) dengan bertujuan agar udara

berkumpul didaerah paling distal. Bila terdapat fistula lakukan fistulografi (Faradilla,

2009).

Pada pemeriksan klinis, pasien atresia ani tidak selalu menunjukkan gejala

obstruksi saluran cerna. Untuk itu, diagnosis harus ditegakkan pada pemeriksaan

klinis segera setelah lahir dengan inspeksi daerah perianal dan dengan memasukkan

termometer melalui anus. (Levitt M, 2007)

Mekonium biasanya tidak terlihat pada perineum pada bayi dengan fistula

rektoperineal hingga 16-24 jam. Distensi abdomen tidak ditemukan selama beberapa

jam pertama setelah lahir dan mekonium harus dipaksa keluar melalui fistula

rektoperineal atau fistula urinarius. Hal ini dikarenakan bagian distal rektum pada

Page 9: Atresia Ani

bayi tersebut dikelilingi struktur otot-otot volunter yang menjaga rektum tetap kolaps

dan kosong. Tekanan intrabdominal harus cukup tinggi untuk

menandingi tonus otot yang mengelilingi rektum. Oleh karena itu, harus ditunggu

selama 16-24 jam untuk menentukan jenis atresia ani pada bayi untuk menentukan

apakah akan dilakukan colostomy atau anoplasty (Levitt M, 2007).

Inspeksi perianal sangat penting. Flat "bottom" atau flat perineum, ditandai dengan

tidak adanya garis anus dan anal dimple mengindikasikan bahwa pasien memiliki

otot-otot perineum yang sangat sedikit. Tanda ini berhubungan dengan atresia ani

letak tinggi dan harus dilakukan colostomy (Levitt M, 2007).

Tanda pada perineum yang ditemukan pada pasien dengan atresia ani letak rendah

meliputi adanya mekonium pada perineum, "bucket-handle" (skin tag yang terdapat

pada anal dimple), dan adanya membran pada anus (tempat keluarnya mekonium)

(Levitt M, 2007).

2.9 penatalaksanaan.

Penatalaksanaan atresia ani tergantung klasifikasinya. Pada atresia ani letak

tinggi harus dilakukan kolostomi terlebih dahulu. Pada beberapa waktu lalu

penanganan atresia ani menggunakan prosedur abdominoperineal pullthrough, tapi

metode ini banyak menimbulkan inkontinen feses dan prolaps mukosa usus yang

lebih tinggi. Pena dan Defries pada tahun 1982 yang dikutip oleh Faradillah

memperkenalkan metode operasi dengan pendekatan postero sagital anorektoplasti,

yaitu dengan cara membelah muskulus sfingter eksternus dan muskulus levator ani

Page 10: Atresia Ani

untuk memudahkan mobilisasi kantong rektum dan pemotongan fistel (Faradilla,

2009).

Keberhasilan penatalaksanaan atresia ani dinilai dari fungsinya secara jangka

panjang, meliputi anatomisnya, fungsi fisiologisnya, bentuk kosmetik serta antisipasi

trauma psikis. Untuk menangani secara tepat, harus ditentukankan ketinggian akhiran

rektum yang dapat ditentukan dengan berbagai cara antara lain dengan pemeriksaan

fisik, radiologis dan USG. Komplikasi yang terjadi pasca operasi banyak disebabkan

oleh karena kegagalan menentukan letak kolostomi, persiapan operasi yang tidak

adekuat, keterbatasan pengetahuan anatomi, serta ketrampilan operator yang kurang

serta perawatan post operasi yang buruk. Dari berbagai klasifikasi

penatalaksanaannya berbeda tergantung pada letak ketinggian akhiran rektum dan ada

tidaknya fistula (Faradilla, 2009).

Menurut Leape (1987) yang dikutip oleh Faradilla menganjurkan pada :

a. Atresia ani letak tinggi dan intermediet dilakukan sigmoid kolostomi atau TCD

dahulu, setelah 6 –12 bulan baru dikerjakan tindakan definitif (PSARP).

b. Atresia ani letak rendah dilakukan perineal anoplasti, dimana sebelumnya

dilakukan tes provokasi dengan stimulator otot untuk identifikasi batas otot sfingter

ani ekternus.

c. Bila terdapat fistula dilakukan cut back incicion.

d. Pada stenosis ani cukup dilakukan dilatasi rutin, berbeda dengan Pena dimana

dikerjakan minimal PSARP tanpa kolostomi. (Faradilla, 2009).

Pena secara tegas menjelaskan bahwa pada atresia ani letak tinggi dan intermediet

dilakukan kolostomi terlebih dahulu untuk dekompresi dan diversi. Operasi definitif

Page 11: Atresia Ani

setelah 4 – 8 minggu. Saat ini teknik yang paling banyak dipakai adalah

posterosagital anorektoplasti, baikminimal, limited atau full postero sagital

anorektoplasti (Faradilla, 2009).

Neonatus perempuan perlu pemeriksaan khusus, karena seringnya ditemukan

vital ke vetibulum atau vagina (80-90%). Golongan I Pada fistel vagina, mekonium

tampak keluar dari vagina. Evakuasi feces menjadi tidak lancar sehingga sebaiknya

dilakukan kolostomi. Pada fistel vestibulum, muara fistel terdapat divulva. Umumnya

evakuasi feses lancar selama penderita hanya minum susu. Evakuasi mulai etrhambat

saat penderita mulai makan makanan padat. Kolostomi dapat direncanakan bila

penderita dalam keadaan optimal. Bila terdapat kloaka maka tidak ada pemisahan

antara traktus urinarius, traktus genetalis dan jalan cerna. Evakuasi feses umumnya

tidak sempurna sehingga perlu cepat dilakukan kolostomi. Pada atresia rektum, anus

tampak normal tetapi pada pemerikasaan colok dubur, jari tidak dapat masuk lebih

dari 1-2 cm. Tidak ada evakuasi mekonium sehingga perlu segera dilakukan

kolostomi. Bila tidak ada fistel, dibuat invertogram. Jika udara > 1 cm dari kulit perlu

segera dilakukan kolostomi. Golongan II. Lubang fistel perineum biasanya terdapat

diantara vulva dan tempat letak anus normal, tetapi tanda timah anus yang buntu ada

di posteriornya. Kelainan ini umumnya menimbulkan obstipasi. Pada stenosis anus,

lubang anus terletak di tempat yang seharusnya, tetapi sangat sempit. Evakuasi feses

tidal lancar sehingga biasanya harus segera dilakukan terapi definitif. Bila tidak ada

fistel dan pada invertogram udara < 1 cm dari kulit. Dapat segera dilakukan

pembedahan definitif. Dalam hal ini evakuasi tidak ada, sehingga perlu segera

dilakukan kolostomi (Hamami A.H, 2004).

Page 12: Atresia Ani

Yang harus diperhatikan ialah adanya fitel atau kenormalan bentuk perineum

dan tidak adanya butir mekonium di urine. Dari kedua hal tadi pada anak laki dapat

dibuat kelompok dengan atau tanpa fistel urin dan fistel perineum. Golongan I. Jika

ada fistel urin, tampak mekonium keluar dari orifisium eksternum uretra, mungkin

terdapat fistel ke uretra maupun ke vesika urinaria. Cara praktis menentukan letak

fistel adalah dengan memasang kateter urin. Bila kateter terpasang dan urin jernih,

berarti fistel terletak uretra karena fistel tertutup kateter. Bila dengan kateter urin

mengandung mekonuim maka fistel ke vesikaurinaria. Bila evakuasi feses tidak

lancar, penderita memerlukan kolostomi segera.

Pada atresia rektum tindakannya sama pada perempuan ; harus dibuat

kolostomi. Jika fistel tidak ada dan udara > 1 cm dari kulit pada invertogram, maka

perlu segera dilakukan kolostomi. Golongan II. Fistel perineum sama dengan pada

wanita ; lubangnya terdapat anterior dari letak anus normal. Pada membran anal

biasanya tampak bayangan mekonium di bawah selaput. Bila evakuasi feses tidak ada

sebaiknya dilakukan terapi definit secepat mungkin. Pada stenosis anus, sama dengan

wanita, tindakan definitive harus dilakukan. Bila tidak ada fistel dan udara < 1cm dari

kulit pada invertogram, perlu juga segera dilakukan pertolongan bedah (Hamami

A.H, 2004).

Page 13: Atresia Ani

2.10 prognosis

Prognosis bergantung dari fungsi klinis. Dengan khusus dinilai pengendalian

defekasi, pencemaran pakaian dalam. Sensibilitas rektum dan kekuatan kontraksi otot

sfingter pada colok dubur (Hamami A.H, 2004).

Fungsi kontineia tidak hanya bergantung pada kekuatan sfingter atau ensibilitasnya,

tetapi juga bergantung pada usia serta kooperasi dan keadaan mental penderita

(Hamami A.H, 2004).

Hasil operasi atresia ani meningkat dengan signifikan sejak ditemukannya metode

PSARP (Levitt M, 2007).

Universitas