bab 4 analisis dan pembahasan - thesis.binus.ac.idthesis.binus.ac.id/doc/bab4/2009-1-00305-mn bab...
TRANSCRIPT
35
BAB 4
ANALISIS DAN PEMBAHASAN
4.1 Profil Perusahaan
Dalam profil perusahaan akan dijelaskan mengenai sejarah perusahaan
disertai dengan visi dan misi, serta strategi perusahaan.
4.1.1 Sejarah Singkat Perusahaan
PT SINGGANG JATI merupakan salah satu perusahaan yang
memfokuskan usahanya pada pelaksanaan pembuatan meubelair, pemasok
barang – barang meubelair pabrikan, alat -alat kantor, dan melayani jasa
pembuatan design interior untuk kebutuhan di lingkungan instansi
pemerintahan maupun swasta.
PT SINGGANG JATI memulai usahanya pada tahun 1969. pada
mulanya usaha kami bermula dari perdagangan kayu jati gelondongan dan
gergajian, yang kemudian berkembang ke usaha pembuatan furniture.
Kini PT SINGGANG JATI adalah wujud dari perusahaan
pembuatan furniture yang didukung dengan alat - alat produksi bersklala
besar, serta sumber daya manusia yang memiliki produktivitas kerja yang
efektif dan efisien.
Perusahaan ini biasanya melakukan tender – tender untuk
memperoleh konsumen, selain melalui itu semua, PT SINGGANG JATI
juga membuka showroom dimana barang yang ada sudah ready stock dan
siap dibawa.
36
PT SINGGANG JATI berlokasi di Jl. Pahlawan Revolusi Komp. Pacul
Emas, Tel (62-21) 8615271. email : [email protected]
4.1.2 Visi Perusahaan
Visi dari PT SINGGANG JATI adalah :
Menjadi perusahaan furniture yang memiliki keunggulan dalam pelayanan
jasa design interior dan menyediakan produk unggulan, yang tepat kualitas,
dana kuantitas, serta menciptakan produk yang bermutu.
4.1.3 Misi Perusahaan
Misi dari PT SINGGANG JATI adalah :
Menyajikan produk – produk furniture yang Inovatif, Creatif dan Tepat Guna.
Misi ini terinspirasi dari komitmen perusahaan yang berusaha selalu
memberikan pelayanan terbaik dan memuaskan konsumen dan rekan bisnis.
4.1.4 Strategi Perusahaan
* meningkatkan daya saing dan mempertahankan keunggulan dalam
menghasilkan produk yang berkualitas (inovatif, up to date, tahan lama)
disamping memberikan service terbaik yang berkesinambungan sesuai
kebutuhan pelanggan,
* menjalin kemitraan yang berkesinambungan dengan pihak swasta
maupun pemerintahan,
* mengembangkan kemampuan dan kompetensi yang selalu diperbaharui
management mutu untuk meningkatkan kualitas dan produktivitas
SDM, maupun penerapan teknologi yang inovatif, serta hemat energi.
DokumenControl
Administrasi Tim Estimasi Gudang Administrasi Pelaksana Akuntansi PelaksanaMarketing dan Data Produksi Lapangan Umum Keamanan
Akuntansi PengawasKhusus Kendaraan
Pengawas Pengawas BagianStaff Produksi Produksi Bagian Kebersihan
Marketing Kayu dan Finishing Mesin Kayu danJok Daur Ulang Staff Umum
danPemeliharaan
Pelaksana
37
Penagihan
Gambar 4.1 Struktur Organisasi perusahaan
Komisaris
4.1.5 Struktur Perusahaan
Drafter
ManagerKeuangan dan Umum
Direktur Utama
InternalAuditor
Recepsionist
Asisten ManagerKeuangan dan Umum
Pemebelian
Kasir
ManagerProduksi dan Proyek
ManagerPemasaran
Pengiriman
Designer
Asisten ManagerProduksi dan Proyek
Sales
BagianPengepakan
dan
Tim Proyek
ManagerRepresentatif
TeamP.P.I.C
37
4.2 Pelaksanaan Pengendalian Mutu pada PT Singgang Jati
Setiap perusahaan dalam menjalankan usahanya, hal yang menjadi
perhatian utama adalah mutu dari bahan baku yang diperoleh. Jika bahan baku yang
peroleh suatu perusahaan mempunyai mutu yang baik maka konsumen akan setia
pada produk yang dihasilkan tersebut dan tidak beralih ke produk lain yang sejenis
yang dihasilkan oleh perusahaan lain.
Tujuan utama dari pengendalian mutu yang diterapkan pada PT Singgang
Jati adalah mempertahankan dan meningkatkan mutu dari produk baku yang
dihasilkan agar dapat diterima oleh konsumen. Dengan demikian perusahaan harus
selalu memperhatikan mutu dari produk yang dihasilkan, maka perusahaan
mengadakan kegiatan pengendalian mutu.
Pengendalian mutu dilakukan pada semua produk yang dihasilkan oleh
PT Singgang Jati. Agar semua produk yang dihasilkan oleh perusahaan harus sesuai
dengan standar yang telah ditetapkan oleh perusahaan. Setiap produk yang
dihasilkan diperiksa agar tidak terjadi penyimpangan dari standar mutu yang
ditetapkan. Jika terjadi penyimpangan maka dilakukan analisis yang bertujuan
sebagai umpan balik atas tindakan perbaikan pada proses produksi selanjutnya.
Dalam mempertahankan kelangsungan hidupnya dan sesuai dengan
keinginan konsumen, perusahaan mengadakan pengendalian mutu yang menjamin
bahwa mutu yang telah ditetapkan oleh perusahaan sesuai dengan standar yang
telah ditentukan oleh perusahaan. Sebagai langkah awal dalam pengendalian mutu
perusahaan merencanakan standarisasi mutu produksi. Adapun perencanaan standar
mutu yang ditetapkan perusahaan meliputi:
1. Perencanaan standar mutu bahan baku
Penetapan standar bahan baku pada PT Singgang Jati adalah merupakan
38
keputusan yang sangat penting, dalam rangka perencanaan pengendalian hasil
produksi, karena bahan baku merupakan faktor yang utama dalam melakukan
proses produksi.
Bahan baku yang digunakan oleh perusahaan terdiri dari berbagai jenis kayu
olahan seperti kayu jati, kayu mahoni, kayu kamper, kayu burneo, kayu ramin,
kayu sungkai, kayu mahoni,dan lain-lain, harus sesuai dengan standar mutu
yang telah ditetapkan antara lain :
a. Karena kayu dalam industri furniture merupakan bahan baku utama dan
dipakai sebanyak 98% dari seluruh bahan yang dipakai. Spesifikasi dari kayu
yang dapat diterima yaitu tidak ada lobang dan mata atau setidaknya tidak
banyak lobang dan mata yang dapat merugikan dalam pembuatan produk,
tidak pecah dan ukuran kayu harus besar (dengan ukuran diameter standar,
yaitu 25 cm) serta daging kayu harus tebal (untuk ketebalan kayu relatif
tergantung keperluan bahan dalam pembuatan furniture antara 5 cm sampai
dengan 15 cm).
Standar yang ditetapkan atas bahan baku kayu pada perusahaan adalah :
1) Jenisnya beraneka ragam sesuai dengan pesanan dan permintaan
pasar.
2) Tidak ada cacat, pecah atau berlubang.
3) Ukuran kayu yang standar (2 meter – 2,8 meter).
4) Kadar kelembabannya kurang lebih 14-15 bar.
b. Bahan baku lainnya juga yang merupakan pesanan dari konsumen seperti
kulit asli, kulit imitasi dan kain ( biasanya bahan ini hanya untuk kursi dan
sofa). Spesifikasi yang dapat diterima oleh perusahaan yaitu permukaan
halus, rata, tidak ada noda, tidak kotor, tidak cacat, bersih, kulit tidak boleh
39
bergelombang dan tidak boleh mengerut serta corak dan warnanya sesuai
pesanan.
c. Untuk bahan baku lainnya seperti kaca dan besi berdasarkan pesanan,
spesifikasi yang bisa diterima yaitu bahan tidak bergelombang, tidak
melengkung dan tidak menyerong, permukaan halus dan rata, tidak
tergores, tidak ada noda, tidak pecah, tidak cacat press, padat dan kuat
serta warna dan corak sesuai dengan pesanan.
d. Bahan baku cair seperti thiner, plitur, dan cat harus sesuai dengan yang
tertera dalam daftar pembelian.
2. Perencanaan standar mutu proses produksi
Standar mutu proses produksi merupakan usaha untuk menjaga agar tidak
terjadi kerusakan produksi. Agar proses produksi perusahaan dapat berlangsung
secara efektif dan efisien harus melalui urutan pengendalian proses produksi.
Proses produksi yang dilakukan oleh PT Singgang Jati, melalui tiga tahap, yaitu:
a. Bagian Persiapan
Pada bagian ini dilakukan pengendalian terhadap bahan baku utama berupa
kayu bahan baku pembantu seperti : skrup, napping dan pelapis kayu serta
pengecekan mesin setiap hari, penyetelan mesin dan peralatannya tiap
minggu.
b. Bagian Pelaksanaan
Semua bahan baku kayu yang digunakan dalam proses produksi
dimasukkan ke dalam bak perendaman. Dalam bak perendaman ini kayu
tersebut terlapisi cairan anti rayap. Proses ini guna untuk mencegah
kekeroposan kayu akibat dari gigitan rayap yang dapat mengakibatkan
kerugian yang besar bagi pihak perusahaan. Dengan proses ini kayu tersebut
40
dapat tahan lama baik di dalam proses penyimpanan sampai dengan
menjadi barang jadi.
Dari proses perendaman kemudian dilanjutkan dengan proses
pengeringan/oven, di mana kayu-kayu yang sudah direndam kedalam bak
perendaman diangkut untuk kemudian dikeringkan di dalam ruangan oven
guna mengurangi tingkat kelembaban kayu-kayu tersebut. Proses ini
memakan waktu selama 12-15 hari sampai kayu tersebut mencapai kadar
kelembaban yang sudah ditentukan. Kadar yang ditentukan oleh perusahaan
kurang lebih 14-15 bar. Lamanya proses ini juga dipengaruhi oleh
banyaknya jumlah kayu dan jenis kayu yang akan dikeringkan. Proses ini
memerlukan pemantauan yang rutin karena kayu-kayu tersebut akan mudah
retak dalam proses perakitannya. Apabila kadar kelembabannya terlalu
rendah mengakibatkan kayu-kayu tersebut menjadi terlalu kering untuk
diolah. Setelah kayu dikeringkan, kayu-kayu tersebut telah siap untuk
dibentuk sesuai dengan model dan variasi model yang diinginkan. Ukuran
kayu yang dikirim oleh supplier kayu telah di tentukan di dalam pemesanan.
Beberapa kegiatan yang merupakan bagian dari proses perakitan ini antara
lain : smoothing (menghaluskan bagian sisi kayu), bending (melengkungkan
kayu misalnya untuk pegangan kursi kayu), pemboran/borring (membuat
lubang pada sisi kayu), pengeleman (menyatukan bagian-bagian yang perlu
disambung), pressing (setelah disambung kemudian akan dipress agar
sambungan tersebut menjadi lebih kuat). Setelah dibentuk potongan-
potongan kayu tersebut akan direkatkan sehingga menjadi meja, kursi, dan
lemari. Disini kursi, meja, dan lemari tersebut akan diberikan pewarnaan dan
penghalusan warna (furnishing). Bahan yang digunakan dalam proses
41
pengecatan ini antara lain : stain yang digunakan sebagai warna dasar/base
coat dan mengandung polyorethan bahan kimia pewarna yang dapat
membantu penyerapan warna kedalam pori-pori kayu.
c. Bagian Pengepakan
Bagian ini merupakan bagian pemeriksaan akhir dan sekaligus pengepakan
terhadap hasil produksi.
Pemeriksaan yang dilakukan dengan memeriksa bahan baku yang telah
dihasilkan, apakah produk yang dihasilkan tersebut cacat atau baik dan tidak
ada yang rusak.
3. Perencanaan standar mutu barang jadi
Standar mutu barang jadi yang ditetapkan perusahaan, yaitu:
a. Kayu-kayu tidak mengalami keretakan dalam proses perakitannya
b. Barang yang dihasilkan dalam keadaan rapi dan tidak ada cacat pada bagian
tertentu.
Pengendalian mutu dilaksanakan untuk mempertahankan dan meningkatkan
mutu produk yang dihasilkan agar sesuai dengan standar yang telah ditetapkan.
Adapun pelaksanaan mutu yang dilaksanakan oleh PT Singgang Jati, antara lain:
1. Pengendalian mutu pada bahan baku
Bahan baku adalah dasar dalam pembuatan suatu produk. Baik buruknya
mutu bahan baku sangat mempengaruhi mutu produk jadi yang dihasilkannya,
jadi bahan baku adalah yang pertama harus diteliti sebelum dipergunakan.
Adapun proses pengendalian mutu bahan baku yang dilakukan oleh perusahaan
PT Singgang Jati, meliputi:
a. Seleksi penyedia bahan baku
42
Dalam pengadaan bahan baku, perusahaan akan mengadakan
pemesanan kepada perusahaan pemasok bahan. Perusahaan melaksanakan
seleksi sumber bahan baku, karena dengan seleksi bahan baku ini
perusahaan dapat mengetahui mutu bahan baku yang ditawarkan, waktu
pengirimin, kemampuan kontinuitas pengiriman dalam jangka panjang, serta
harga yang ditawarkan pemasok. Dengan adanya pemilihan pemasok bahan
baku yang berkualitas baik diharapkan dapat mengurangi tingkat kerusakan
produk. Dalam hal ini perusahaan memperoleh bahan baku dari agen,
dimana agen tersebut memperolehnya dari Kalimantan ,Jawa dan Sumatera.
Alasan perusahaan memilih agen tersebut karena selama ini bahan baku
yang diberikan cukup berkualitas dan memenuhi syarat, meskipun terkadang
masih banyak barang yang tidak sesuai dengan pesanan.
b. Pemeriksaan dokumen pembelian
Dokumen pembelian merupakan data resmi bagi perusahaan atas adanya
pengiriman bahan baku ke perusahaan. Dokumen pembelian berisikan jenis
bahan baku, kuantitas bahan baku, jadwal pengiriman dan keterangan
lainnya. Yang tidak kalah pentingnya adalah surat jalan, harus dikontrol
apakah bahan baku yang dikirim ke gudang perusahaan sesuai dengan
yang tercantum pada surat jalan, oleh karena itu diadakan koordinasi
antara bagian pembelian dan bagian gudang.
c. Pemeriksaan penerimaan bahan baku
Sebelum bahan baku diproses, bahan baku akan diperiksa terlebih dahulu
apakah sesuai dengan kriteria mutu standar atau tidak. Jika bahan baku
tersebut tidak sesuai dengan yang dimaksudkan/dipesan, maka akan dikirim
43
kembali ke penyedia bahan baku untuk menggantikannya dengan yang
baru atau yang bagus. Bahan baku yang masuk ke gudang sebagai stock
bahan baku. Bahan baku yang dipasok merupakan kayu dan perlengkapan
pendukung yang berfungsi sebagai bahan yang digunakan dalam proses
perakitan.
2. Pengendalian mutu selama proses produksi.
Proses produksi merupakan aktivitas perusahaan dalam usaha membuat
produk akhir. Untuk menghasilkan produk akhir yang bermutu tinggi, tidak cukup
hanya mengandalkan bahan baku yang bermutu dan petunjuk praktis tetapi
diperlukan pelaksanaan pengawasan mutu terhadap proses produksi yang
sedang dilakukan oleh perusahaan. Dalam proses produksi dilakukan proses
transformasi dan berbagai faktor produksi yang digunakan untuk menghasilkan
produk akhir.
Adapun pelaksanaan pengendalian mutu pada proses produksi yang
dilakukan PT Singgang Jati, meliputi :
a. Tahap sebelum proses produksi
Pemeriksaan pada tahap persiapan produksi meliputi pemeriksaan
mesin. Sebelum melakukan proses produksi, mesin harus dalam keadaan
yang siap pakai, walaupun semua mesin yang digunakan adalah mesin yang
canggih, yaitu semuanya semi otomatis tetapi tetap diperlukan pemeriksaan
mesin dan peralatan yang akan digunakan untuk dapat menunjang
pencapaian standar mutu dan hasil produksi yang maksimal.
b. Tahap proses produksi
Pada tahap proses produksi, pengendalian mutu dilakukan karena akan
44
mempengaruhi produk akhir. Pengendalian mutu pada proses produksi ini
dilakukan untuk memisahkan bahan-bahan yang rusak selama proses
produksi agar tidak mengakibatkan kerusakan pada proses selanjutnya, dan
perlu diketahui kesalahan yang terjadi dalam proses produksi sehingga dapat
dilakukan tindakan perbaikan secepatnya agar tidak mengalami kerugian
yang lebih besar.
c. Tahap penyelesaian
Pada tahap penyelesaian ini, hasil produksi yang telah jadi diperiksa
secara seksama dan berurutan satu demi satu. Apabila hasil produksi telah
sesuai dengan standar mutu, kemudian diberi bungkusan lapisan plastik
dengan diameter yang disesuaikan dan selanjutnya dikirim ke konsumen.
Apabila masih ditemukan produk akhir yang rusak, maka produk tersebut
akan langsung ditukar dengan produk yang baik untuk mencapai standar
mutu yang telah ditetapkan.
3. Pengendalian mutu produk akhir
Pengendalian mutu produk akhir merupakan kegiatan terakhir yang
dilaksanakan perusahaan dalam usaha menjamin bahwa produk akhir benar-
benar sesuai dengan standar mutu yang telah ditetapkan PT Singgang Jati.
4.3 Analisis Pengendalian Mutu Dengan Acceptance sampling
Setelah menguraikan penetapan standar mutu bahan baku dan pelaksanaan
pengendalian mutu bahan baku, maka selanjutnya akan dianalisis hasil pengendalian
mutu untuk bahan baku dalam ukuran m3. Dalam analisis ini akan dilakukan dengan
metode acceptance sampling. Pemeriksaan ini kurang 100% karena hanya
memeriksa sebagian dari populasi.
45
1. Mengidentifikasi Jumlah kerusakan.
Adapun jumlah penggunaan bahan baku, kerusakan dan persentase
kerusakan pada tahun 2007 adalah sebagai berikut :
Tabel 4.1
Jumlah bahan baku, kerusakan dan proporsi kerusakan bahan baku
Per bulan untuk funiture pada tahun 2007
(dalam m3)
Bulan Jumlah penggunaan bahan baku
Jumlah bahan baku yang rusak
Proporsi Kerusakan
Januari 4.956 20 0,004 Februari 4.712 38 0,008 Maret 5.104 61 0,012 April 5.648 79 0,014 Mei 5.308 85 0,016 Juni 4.912 34 0,007 Juli 6.036 72 0,012 Agustus 5.313 48 0,009 September 5.102 26 0,005 Oktober 4.542 50 0,011 November 4.283 56 0,013 Desember 3.817 42 0,011 Total 59.733 611 0,010
Sumber : PT Singgang Jati
Berdasarkan tabel 4.1 diketahui bahwa :
N = 59.733 m3
Rata-rata kerusakan per bulan =
% 1 % 100 x 59.733
611=
Lot Size =
3m 4.978 Bulan 12
59.733=
Berdasarkan perhitungan di atas diketahui bahwa ukuran lot size sebesar
4.978 akan didapat kode L (lihat Tabel Sample Size - Lampiran I). Dari kode tersebut
akan dapat diketahui ukuran/jumlah sampel yang akan diambil dalam analisis yaitu
46
sebesar 200 m3 (lihat Tabel Single Sampling Plans for Normal Inspection - Lampiran
II).
Sesuai dengan ketentuan p = AQL (Acceptable Quality Level) merupakan
proporsi kerusakan terkecil, maka pada tabel 4.1 proporsi terkecil tersebut
ditunjukkan sebesar 0,004 (atau 0,004 x 100 % = 0,4 %) ditetapkan sebagai AQL
(Acceptable Quality Level). Dengan AQL (Acceptable Quality Level) sebesar 0,4%
tersebut akan diperoleh nilai c sebesar 2 (lihat Tabel Single Sampling Plans for
Normal Inspection - Lampiran II dengan kode L, sampel 200, nilai AQL 0,4%)
Sedangkan sesuai dengan ketentuan p = LTPD (Lot Tolerance Percent
Defective) maka 0,011 atau (0,011 x 100 % = 1,1 %) ditetapkan sebagai LTPD,
dimana LTPD(Lot Tolerance Percent Defective) merupakan tingkat kualitas terjelek
yang masih dapat ditoleransi oleh konsumen, LTPD (Lot Tolerance Percent Defective)
umumnya 50 % dari kualitas terburuk pada tabel 4.1 kualitas terburuk ditunjukkan
pada jumlah produk cacat sebanyak 85 m3, maka 50 % dari kualitas terburuk adalah
42,5 m3. Nilai ini mendekati nilai jumlah bahan baku pada bulan Desember yaitu
sebanyak 42 m3 dengan proporsional sebesar 0,011.
2. Menggunakan Acceptance sampling
Setelah mendapatkan seluruh data atau variable yang diperlukan maka
selanjutnya data diolah dengan menggunakan metode acceptance sampling
seperti pada tabel 4.2 berikut ini
47
Tabel 4.2
Tabel Acceptance Sampling
Proportion Defective(p)
n.p
Probability of c or Less Defects (Pa.)
Comments
0.004 (AQL) 0,8 0,953 α =1- 0,953 = 0,047 0.005 1 0,929 0.006 1,2 0,879 0.007 1,4 0,833 0.008 1,6 0,783 0.009 1,8 0,731 0.010 2 0,677
0.011 (LTPD) 2,2 0,623 β = 0,623 0.012 2,4 0,57 0.013 2,6 0,518 0.014 2,8 0,496
Sumber : diolah oleh penulis
Berdasarkan tabel 4.2 diketahui bahwa :
n = 200
c = 2
AQL = 0.004
n.p = 200 x 0.004 = 0,8
(Probabilitas Penerimaan [Pa] diperoleh berdasarkan Tabel Probabilitas
Penerimaan (Lampiran III) dengan n.p = 0,8 dengan c = 2 adalah sebesar
0,953)
Resiko produsen ( α) = 1 - probabilitas penerimaan
= 1 - 0,953
= 0,047
Kesimpulan dari perhitungan di atas, yaitu resiko perusahaan menolak bahan
baku yang baik sebesar 0,047 (0,047 x 100 % = 4,7 %) dengan kemungkinan
menerima bahan baku yang baik sebesar 0.953 (atau 0,953 x 100 % = 95.3 %).
LTPD = 0,011
48
n.p = 200 *0,011 = 2,2
(Probabilitas Penerimaan [Pa] diperoleh berdasarkan tabel probabilitas
penerimaan (Lampiran III) dengan n. p = 2,2 dengan c = 2 adalah sebesar
0,623 )
Resiko konsumen (β) = probabilitas penerimaan
= 0,623
Dari perhitungan di atas, dapat disimpulkan bahwa resiko konsumen
menerima produk jadi yang rusak sebesar 0,623 (atau 0,623 x 100 % = 62,3
%). Demikian seterusnya perhitungan untuk nilai proporsi kerusakan lainnya.
Selanjutnya dari table Acceptance sampling dengan n = 200 dan c = 2 tersebut
dapat digambarkan Operating Characteristic Curve ( OC Curve ) seperti dibawah
ini.
Gambar 4.2
Kurva Karakteristik Operasi Sumber : diolah oleh penulis dari hal 48
49
Dari kurva pada gambar 4.1 disimpulkan bahwa apabila tingkat kerusakan
bahan baku semakin besar, maka penerimaan produk jadi semakin kecil.
Sebaliknya, apabila tingkat kerusakan bahan baku semakin kecil, maka
penerimaan produk jadi akhir akan semakin besar. Dari kurva tersebut kita juga
mengetahui bahwa resiko perusahaan untuk menolak bahan baku dengan mutu
baik sebesar 4.7 % sedangkan resiko perusahaan untuk menerima bahan baku
dengan mutu baik sebesar 95,3%.
Besarnya nilai x diperoleh dari rata-rata nilai proporsi kerusakan dari bulan
Januari sampai bulan Desember tahun 2007 yakni sebesar 1 %, dimana c
sebesar 4,7 % berada diantara nilai AQL dan LTPD, maka dapat disimpulkan
bahwa seluruh bahan baku pada tahun 2007 dapat diterima oleh perusahaan.
3. Menentukan kurva karakteristik operasi
Selanjutnya akan dilakukan perhitungan perubahan pada kurva karakteristik
operasi dengan menggunakan sampel size effect yang berprinsip "Increasing c
while holding n constant decrease the producer's risk and increase the
consumer's risk." Artinya pada sampel size effect jumlah sampel adalah tetap
dan tidak berubah sedangkan untuk nilai c atau batas penerimaan dapat
ditingkatkan. Hal ini akan mengakibatkan penurunan resiko produsen dan
peningkatan resiko konsumen. Pada metode peningkatan nilai batas penerimaan
ini akan menyebabkan nilai α semakin kecil sedangkan nilai β semakin besar.
a. Menentukan kurva karakteristik operasi dengan n = 1250, c = 10
Setelah mendapatkan seluruh data atau variable yang diperlukan
maka selanjutnya data diolah dengan menggunakan metode acceptance
sampling pada sampel size effect jumlah sampel adalah tetap dan tidak
50
berubah sedangkan untuk nilai c atau batas penerimaan dapat ditingkatkan.
Pemilihan dilakukan dengan n = 1250 karena mendekati jumlah penggunaan
bahan baku yang digunakan oleh perusahaan untuk dilakukan pemeriksaan
dengan menggunakan metode acceptance sampling pada sampel size effect
yang berbeda-beda seperti pada tabel 4.3 dengan n = 1250, c = 10,
sebagai berikut :
Tabel 4.3
Tabel Acceptance sampling dengan Acceptance level effect
n = 1250, c = 10
Proportion Defective(p)
n.p
Probability of c or Less Defects (Pa)
Comments
0,004 (AQL) 5,0 0,986 α = 1- 0,986 = 0,014 0,005 6,25 0,949 0,007 8,75 0,706 0,008 10,0 0,583 0,009 11,25 0,460
0,011 (LTPD) 13,75 0,176 β = 0,176 0,012 15,0 0,118 0,013 16,25 0,077 0,014 17,5 0,030 0,015 18,75 0,018
Sumber : diolah oleh penulis
Berdasarkan tabel 4.3 diketahui bahwa :
n = 1.250
c = 10
AQL = 0,004
n.p = 1250 x 0,004 = 5
(Probabilitas Penerimaan [Pa] diperoleh berdasarkan Tabel Probabilitas
Penerimaan (Lampiran III) dengan n.p = 5 dengan c = 10 adalah sebesar 0,986)
51
Resiko produsen ( α) = 1 - probabilitas penerimaan
= 1 - 0,986
= 0,014
Kesimpulan dari perhitungan di atas, yaitu resiko perusahaan menolak bahan
baku yang baik sebesar 1,4% dengan kemungkinan menerima bahan baku yang
baik sebesar 98,6%.
LTPD = 0,011
n.p = 1.250 x 0,011 = 13,75
(Probabilitas Penerimaan [Pa] diperoleh berdasarkan tabel Probabilitas
Penerimaan (Lampiran III) dengan n. p = 14 dengan c = 10 adalah sebesar
0,176 )
Resiko konsumen (β) = probabilitas penerimaan
= 0,176
Dari perhitungan di atas, dapat disimpulkan bahwa resiko konsumen menerima
bahan baku yang rusak sebesar 17,6 %. Demikian seterusnya perhitungan untuk
nilai proporsi kerusakan lainnya.
b. Menentukan kurva karakteristik operasi dengan n = 1250, c = 11
Pada tabel 4.4 berikut ini dilakkan pengolahan data dengan
menggunakan metode acceptance sampling pada sampel size effect jumlah
sampel adalah tetap dan tidak berubah sedangkan untuk nilai c atau batas
penerimaan dapat ditingkatkan, dimana n = 1250, c = 11 sebagai berikut :
52
Tabel 4.4
Tabel Acceptance sampling dengan Acceptance level effect
n = 1250, c = 11
Proportion Defective
(p)
n.p Probability of c or Less Defects (Pa)
Comments
0,004 (AQL) 5,0 0,995 α =1 – 0,995 = 0,0050,005 6,2 0,975
0,007 9,0 0,803 0,008 10,0 0,697 0,009 11,0 0,579
0,011 (LTPD) 14,0 0,260 β= 0,260 0,012 15,0 0,185 0,013 16,0 0,127 0,014 18,0 0,055 0,015 19,0 0,035
Sumber : diolah oleh penulis.
Berdasarkan tabel 4.4 diketahui bahwa :
n = 1.250
c = 11
AQL = 0,004
n.p = 1250 x 0,004 = 5
(Probabilitas Penerimaan [Pa] diperoleh berdasarkan Tabel Probabilitas
Penerimaan (Lampiran III) dengan n.p = 5 dengan c = 11 adalah sebesar 0,995)
Resiko produsen ( α) = 1 - probabilitas penerimaan
= 1 - 0,995
= 0,005
Kesimpulan dari perhitungan di atas, yaitu resiko perusahaan menolak bahan
baku yang baik sebesar 0,5% dengan kemungkinan menerima bahan baku yang
baik sebesar 99,5%.
LTPD = 0,011
53
n.p = 1250*0,011 = 13,75
(Probabilitas Penerimaan [Pa] diperoleh berdasarkan tabel Probabilitas
Penerimaan (Lampiran III) dengan n. p = 14 dengan c = 11 adalah sebesar
0,260 )
Resiko konsumen (β) = probabilitas penerimaan
= 0,260
Dari perhitungan di atas, dapat disimpulkan bahwa resiko konsumen menerima
bahan baku yang rusak sebesar 26 %. Demikian seterusnya perhitungan untuk
nilai proporsi kerusakan lainnya.
c. Menentukan kurva karakteristik operasi dengan n = 1.250, c = 12
Pada tabel 4.5 berikut ini dilakkan pengolahan data dengan
menggunakan metode acceptance sampling pada sampel size effect jumlah
sampel adalah tetap dan tidak berubah sedangkan untuk nilai c atau batas
penerimaan dapat ditingkatkan, dimana n = 1.250, c = 12 sebagai berikut :
Tabel 4.5
Tabel Acceptance sampling dengan Acceptance level effect
n = 1.250, c = 12
Proportion Defective
(p)
n.p Probability of c or Less Defects (Pa)
Comments
0,004 (AQL) 5,0 0,998 α = 1 – 0,998 = 0,002 0,005 6,2 0,989 0,007 9,0 0,876 0,008 10,0 0,792 0,009 11,0 0,689
0,011 (LTPD) 14,0 0,358 β = 0,358 0,012 15,0 0,268 0,013 16,0 0,193 0,014 18,0 0,092 0,015 19,0 0,061
Sumber : diolah oleh penulis
Berdasarkan tabel 4.5 diketahui bahwa :
54
n = 1250
c = 12
AQL = 0,004
n.p = 1250 x 0,004 = 5
(Probabilitas Penerimaan [Pa] diperoleh berdasarkan Tabel Probabilitas
Penerimaan (Lampiran III) dengan n.p = 5 dengan c = 10 adalah sebesar 0,998)
Resiko produsen ( α) = 1 - probabilitas penerimaan
= 1 - 0,998
= 0,002
Kesimpulan dari perhitungan di atas, yaitu resiko perusahaan menolak bahan
baku yang baik sebesar 0,2% dengan kemungkinan menerima bahan baku yang
baik sebesar 99,8%.
LTPD = 0,011
n.p = 1250 x 0,011 = 13,75
(Probabilitas Penerimaan [Pa] diperoleh berdasarkan tabel Probabilitas
Penerimaan (Lampiran III) dengan n. p = 14 dengan c = 12 adalah sebesar
0,358 )
Resiko konsumen (β) = probabilitas penerimaan
= 0,358
Dari perhitungan di atas, dapat disimpulkan bahwa resiko konsumen menerima
bahan baku yang rusak sebesar 35,8%. Demikian seterusnya perhitungan untuk
nilai proporsi kerusakan lainnya.
d. Menentukan kurva karakteristik operasi dengan n = 1250, c = 13
55
Pada tabel 4.6 berikut ini dilakkan pengolahan data dengan
menggunakan metode acceptance sampling pada sampel size effect jumlah
sampel adalah tetap dan tidak berubah sedangkan untuk nilai c atau batas
penerimaan dapat ditingkatkan, dimana n = 1250, c = 13 sebagai berikut :
Tabel 4.6
Tabel Acceptance sampling dengan Acceptance level effect
n = 1250, c = 13
Proportion Defective
(p)
n.p Probability of c or Less Defects (Pa)
Comments
0,004 (AQL) 5,0 0,999 α= 1 – 0,999 = 0,001 0,005 6,2 0,995 0,007 9,0 0,926 0,008 10,0 0,864 0,009 11,0 0,781
0,011 (LTPD) 14,0 0,464 β = 0,464 0,012 15,0 0,363 0,013 16,0 0,275 0,014 18,0 0,143 0,015 19,0 0,098
Sumber : diolah oleh penulis.
Berdasarkan tabel 4.6 diketahui bahwa :
n = 1250
c = 13
AQL = 0,004
n.p = 1250*0,004 = 5
(Probabilitas Penerimaan [Pa] diperoleh berdasarkan Tabel Probabilitas
Penerimaan (Lampiran III) dengan n.p = 5 dengan c = 10 adalah sebesar 0,999)
Resiko produsen ( α) = 1 - probabilitas penerimaan
= 1 - 0,999
= 0,001
Kesimpulan dari perhitungan di atas, yaitu resiko perusahaan menolak bahan
56
baku yang baik sebesar 0,1% dengan kemungkinan menerima bahan baku yang
baik sebesar 99,9%.
LTPD = 0,011
n.p = 1250 x 0,011 = 13,75
(Probabilitas Penerimaan [Pa] diperoleh berdasarkan tabel Probabilitas
Penerimaan (Lampiran III) dengan n. p = 14 dengan c = 13 adalah sebesar
0,464 )
Resiko konsumen (β) = probabilitas penerimaan
= 0,464
Dari perhitungan di atas, dapat disimpulkan bahwa resiko konsumen menerima
bahan baku yang rusak sebesar 46,4%. Demikian seterusnya perhitungan untuk
nilai proporsi kerusakan lainnya.
Adapun perubahan perhitungan pada Acceptance level effect dengan
meningkatkan nilai batas penerimaan ( Acceptance ) dari 10 sampai 13 dan
mempertahankan jumlah sampel sebesar 1250 m3 dapat dilihat pada tabel berikut :
Tabel 4.7
Tabel Acceptance sampling dengan Acceptance level effect
C Producer's Risk (α) (%) Consumer's Risk (β) (%) 10 1,4 17,6 11 0,5 26,0 12 0,2 35,8 13 0,1 46,4
Sumber : diolah oleh penulis.
Perubahan C ( Batas Penerimaan) dengan n (Jumlah Sampel) tetap. Perubahan ini
bertujuan untuk mengetahui seberapa besar peningkatan pada risiko produsen dan
resiko konsumen. Dari data yang diperoleh di atas, maka perubahan pada kurva
57
Operating Characteristic Curve (OC Curve) untuk Acceptance level effect dapat
digambarkan sebagai berikut:
Gambar 4.3
Kurva Karakteristik Operasi Dengan Acceptance level effect
Sumber : diolah penulis
Berdasarkan kurva diatas, dapat disimpulkan bahwa kenaikan nilai c (batas
penerimaan) dengan nilai n (jumlah sampel) tetap, dapat menurunkan kemungkinan
penolakan bahan baku yang rusak atau tidak sesuai dengan standar mutu dan
sebagai akibatnya resiko produsen menjadi rendah dan resiko konsumen menjadi
tinggi. Peningkatan nilai c akan menurunkan tingkat ketelitian pengendalian mutu
sehingga kemungkinan bahan baku rusak yang lolos dari pemeriksaan dan diterima
58
oleh konsumen semakin besar. Seperti dapat dilihat pada tabel 4.7 dengan jumlah
sampel sebesar 1250 unit dengan nilai c sebesar 10 kemungkinan menerima bahan
baku rusak sebesar 17.6%, apabila c sebesar 11, kemungkinan penerimaannya
sebesar 26%, kemudian apabila c menjadi 12 kemungkinan penerimannya menjadi
35.8%, dan akhirnya apabila c menjadi 13 kemungkinan menerima bahan baku
rusak semakin meningkat lagi hingga mencapai 46.4%.
Selanjutnya akan dilakukan perhitungan perubahan pada Kurva Karakteristik
Operasi (Operating Characteristic Curve) dengan menggunakan Sampel Size Effect
yang berprinsip "Increasing n while holding c constant increase the producer's risk
and decrease the consumer's risk." Artinya pada Sampel Size Effect jumlah sampel
berubah, sedangkan nilai c atau batas penerimaan tetap. Hal ini akan mengakibatkan
penurunan resiko konsumen dan peningkatan resiko produsen. Pada metode
peningkatan nilai batas penerimaan ini akan menyebabkan nilai α semakin besar
sedangkan nilai β semakin kecil.
Untuk meningkatkan kepuasan konsumen, maka perusahaan memiliki resiko
yang diterima oleh konsumen dan perusahaan akan menanggung kerusakan yang
terjadi sebelum produk yang dihasilkan di terima oleh konsumen.
Dengan menggunakan bahan baku kayu yang baik, maka perusahaan akan
menghasilkan produk furniture yang memiliki kualitas yang cukup baik dan tahan
yang lama sesuai dengan kebutuhan konsumen, sehingga konsumen merasakan
kepuasan atas produk yang diterima.
4.4 Kendala yang dihadapi oleh PT Singgang Jati
Hambatan-hambatan yang dihadapi dalam pengendalian mutu oleh
59
PT Singgang Jati adalah sebagai berikut:
1. Bahan Baku
Bahan baku yang diterima dari pemasok kadang kala tidak sesuai dengan
pesanan dan standar mutu yang telah ditetapkan karena diperiksa secara
random atau acak, sehingga adanya bahan baku yang mutunya tidak baik lolos
dari pemeriksaan. Jika sampai bahan baku yang mutunya kurang baik itu
diproses, tentu menghasilkan produk yang kurang baik pula. Tentu saja ini
merupakan dampak yang kurang baik bagi perusahaan sehingga perlu perhatian
dan penanganan yang serius dari perusahaan sehingga mutu produk tidak
menurun.
2. Tenaga Kerja
Tenaga kerja merupakan faktor yang paling menentukan dalam proses
produksi dan paling sulit untuk diawasi. Keahlian dan keterampilan dari para
karyawan akan langsung mempengaruhi jalannya proses produksi maka faktor-
faktor seperti kurangnya keahlian, keterampilan dan tingkat pendidikan yang
rendah dapat menimbulkan dampak yang kurang baik bagi perusahaan,
sehingga mutu yang dihasilkan tidak sesuai atau menyimpang dari standar yang
telah ditetapkan.
Kendala lain yang berkaitan dengan tenaga kerja ini adalah faktor kelalaian
dan kecerobohan karyawan dalam menjalankan kegiatan produksi. Seringkali
juga karyawan kurang disiplin dalam melakukan kegiatan proses produksi
sehingga menyebabkan banyak produk yang cacat. Selain itu, pekerjaan yang
bersifat rutin dapat menimbulkan kejenuhan bagi para karyawan membuat
mereka tidak teliti dan cermat dalam menjalankan kegiatan produksi.
3. Mesin
60
Mesin merupakan peralatan produksi yang dipergunakan dalam suatu
perusahaan mempunyai peranan yang penting dalam pembentukan kualitas atau
mutu dari suatu produk. Kendala yang kadang kala dihadapi perusahaan adalah
kerusakan mesin, hal ini disebabkan oleh pemakaian mesin yang terlalu lama
atau melebihi kapasitas, sehingga produk yang dihasilkan tidak sesuai dengan
standar mutu yang ditetapkan. Kendala lain yang berkaitan dengan mesin adalah
pemeliharaan mesin yang kurang intensif, hal ini disebabkan karena pengunaan
mesin yang baik dan teratur seperti pemberian minyak pelumas pada bagian-
bagian tertentu dan kurangnya kebersihan pada mesin. Perawatan yang kurang
memadai akan menyebabkan kinerja mesin yang menurun.
Adapun usaha-usaha yang dilakukan oleh perusahaan dalam mengatasi
hambatan-hambatan adalah sebagai berikut:
1. Usaha yang dilakukan perusahaan untuk mengatasi hambatan pada tenaga
kerja, antara lain:
a. Dalam penerimaan tenaga kerja, perusahaan melakukan 3 tahap
penyeleksian, yaitu:
1) Harus memenuhi persyaratan umum perusahaan antara lain: tingkat
pendidikan, pengalaman kerja, usia, dan lain sebagainya
2) Setelah lulus tahap pertama para calon karyawan akan diwawancarai oleh
bagian personalia.
3) Mengadakan program pelatihan secara berkala untuk meningkatkan
pengetahuan dan keterampilan karyawan.
b. Menempatkan tenaga kerja sesuai dengan bidang keahliannya dan
diusahakan berkembang melalui program pelatihan untuk memperbaiki mutu
61
pekerjaan dan keahlian bekerja agar produktivitas meningkat.
c. Menempatkan peraturan kerja yang harus ditaati oleh setiap karyawan agar
tercipta kedisiplinan dalam melakukan pekerjaan, apabila karyawan
membuat pelanggaran akan dikenakan sanksi.
d. Menciptakan suasana kerja yang baik dan komunikasi yang lancar antara
karyawan dan pimpinan.
2. Usaha yang dilakukan perusahaan untuk mengatasi masalah pada mesin, antara
lain:
a. Melakukan pemeriksaan secara rutin terhadap mesin-mesin yang digunakan
dalam proses produksi. Apabila terjadi kerusakan pada mesin maka harus
segera diperbaiki agar proses produksi tidak terganggu.
b. Sebelum melakukan proses produksi, ada bagian khusus yang mengontrol
kondisi dari mesin, sehingga dapat dicegah terjadinya kemacetan dan
kerusakan mesin yang digunakan pada saat proses produksi berlangsung.
3. Usaha pada produk jadi perusahaan melakukan beberapa tindakan yaitu:
a. Menempatkan tenaga kerja yang berpengalaman dan kompeten
dibidangnya, untuk mengawasi pemeriksaan, penyimpanan dan
pemeliharaan terhadap bahan baku yang lebih cermat dan teliti.
b. Memeriksa mutu produk jadi dengan lebih teliti dan ketat.
c. Menjalin komunikasi yang baik dengan pemasok, agar pemasok dapat
memberikan barang yang dibutuhkan oleh perusahaan dengan cepat dan
tepat.
d. Melakukan penyimpanan produk jadi yang baik dan benar, yaitu di tempat
yang kering dan tidak lembab untuk mencegah timbulnya jamur dan hal lain
yang dapat merusak produk jadi.