bab i emerging
DESCRIPTION
emergingTRANSCRIPT
BAB IPENDAHULUAN
Terjadinya kemajuan yang luar biasa dalam perkembangan bidang penelitian dan teknologi
kesehatan tidak diiringi dengan penurunan tingkat kesakitan yang terjadi di seluruh dunia.
Kejadian ini diketahui berkaitan dengan munculnya penyakit infeksi baru (emerging disease)
maupun munculnya kembali penyakit menular lama (re-emerging disease).
Emerging disease merupakan wabah penyakit menular yang tidak diketahui sebelumnya
atau penyakit menular baru yang insidennya meningkat signifikan dalam dua dekade
terakhir. Re-emerging disease merupakan wabah penyakit menular yang muncul kembali
setelah penurunan yang signifikan dalam insiden di masa lampau. Terdapat beberapa faktor
yang mempengaruhi munculnya kedua penyakit tersebut, antara lain Evolusi dari microbial
agent (variasi genetik, rekombinasi, mutasi dan adaptasi ), perubahan iklim dan lingkungan,
perubahan perilaku manusia ( penggunaan pestisida, penggunaan obat antimikrobial ),
perkembangan industri dan ekonomi, maupun perpindahan secara massal yang membawa
serta wabah penyakit tertentu (travel diseases).
Adanya tindakan deteksi dini dan penatalaksanaan emerging dan re-emerging disease
dirasakan sangatlah penting. WHO telah merekomendasikan sistem peringatan dini (early
warning system) untuk wabah penyakit menular dan sistem surveillance untuk emerging dan
re-emerging disease khususnya untuk wabah penyakit pandemik. Sistem surveillance
merupakan proses pengumpulan, analisis dan interpretasi dari hasil data terkait kesehatan
yang dilakukan secara terus- menerus dan sistematis yang akan digunakan sebagai rencana
penatalaksaan (pandemic preparedness) dan evaluasi dalam praktek kesehatan masyakarat
dalam rangka menurunkan angka morbiditas dan meningkatkan kualitas kesehatan(Center for
Disease Control and Prevention/CDC).
BAB IIEMERGING DAN RE-EMERGING DISEASE
ALUR LAPORAN KEWASPADAAN
1. Laporan Kejadian Luar Biasa (W1) Dilaporkan Dalam Waktu 1 x 24 jam
Merupakan salah satu laporan kewaspadaan yang dibuat oleh unit kesehatan, segera
setelah mengetahui adanya KLB penyakit tertentu/keracunan makanan. Laporan ini
digunakan untuk melaporkan KLB atau wabah, sebagai laporan peringatan dini kepada
pihak-pihak yang menerima laporan akan adanya KLB penyakit tertentu di suatu wilayah
tertentu. Laporan KLB ini harus memperhatikan asas dini, cepat, dapat dipercaya dan
bertanggung jawab yang dapat dilakukan dengan lisan atau tertulis
Laporan KLB (W1) ini harus diikuti dengan laporan Hasil Penyidikan KLB dan Rencana
Penanggulangannya.
Unit kesehatan yang membuat laporan KLB (W1) adalah Puskesmas, Dinas Kesehatan
Kabupaten/Kota dan Provinsi, dengan berpedoman pada format Laporan KLB (W1).
Formulir Laporan KLB (W1) adalah sama untuk Puskesmas, Kab/Kota dan Propinsi,
dengan Kode berbeda. Berisi nama daerah KLB (desa, kecamatan, kabupaten/kota dan
nama puskesmas), jumlah penderita dan meninggal pada saat laporan, nama penyakit, dan
langkah-langkah yang sedang dilakukan. Satu formulir W1 berlaku untuk 1 jenis penyakit
saja.
Bantuan Penyelidikan dan penanggulangan
Penyelidikan dan penanggulangan
Alur laporan
Penyelidikan epidemiologi dan
penanggulanangan KLB
Masyarakat
Dusun/RT/RW
Desa/kelurahan PUSKESMAS
Puskesmas pembantu/bidan desa
Camat Dinas KesehatanRumah Sakit, Instansi lain (Stasiun, Perush)
ALUR LAPORAN KLB (W1)
Laporan KLB Puskesmas (W1PU) :
Laporan KLB Puskesmas (W1Pu) dibuat oleh Puskesmas kepada camat dan Dinas
Kesehatan Kabupaten/Kota
Laporan KLB Rumah Sakit (KD/RS) :
Laporan adanya penyakit KLB di RS dibuat oleh Rumah sakit dikirim ke Puskesmas dan
Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota.
Laporan KLB Kabupaten/Kota (W1Ka) :
Laporan KLB Kabupaten/Kota (W1Ka) dibuat oleh dinas Kesehatan Kabupaten/Kota
Kepada Bupati/Walikota dan Dinas Kesehatan Propinsi.
Laporan KLB Propinsi (W1Pr):
Laporan KLB Propinsi (W1Pr) dibuat oleh Dinas Kesehatan Propinsi kepada Gubernur
dan Departemen Kesehatan, ub. Direktorat Jenderal yang menangani KLB Penyakit
(Dirjen PPM&PL)
Camat
Puskesmas
Rumah sakit
Dinas Kesehatan kab/kota
Dinas Kesehatan
Propinsi
Bupati/walikotaGubernurMenteri Kesehatan (Dirjen PPM&PL)
BAB III
TINJAUAN PUSTAKA
3.1 Definisi
Cholera adalah penyakit infeksi saluran usus yang bersifat akut dan
disebabkan oleh bakteri Vibrio cholerae. Bakteri ini masuk kedalam tubuh host secara
per oral umumnya melalui makanan atau minuman yang tercemar.
Cholera dapat menular sebagai penyakit yang bersifat epidemik. Meskipun sudah
banyak penelitian berskala besar dilakukan, namun penyakit ini tetap menjadi suatu
tantangan bagi dunia kesehatan. Dalam situasi adanya
wabah/epidemi, feces penderita merupakan sumber infeksi. Cholera dapat
menyebar dengan cepat di tempat-tempat yang tidak mempunyai penanganan
pembuangan kotoran/sewage dan sumber air yang tidak memadai.
3.2 Klasifikasi
Kingdom : Bacteria Phylum
: Proteobacteria
Class : Gamma Proteobacteria
Order : Vibrionales
Family : Vibrionaceae
Genus : Vibrio
Spesies : Vibrio cholerae
3.3 Morfologi
Vibrio cholerae termasuk bakteri Gram negatif, berbentuk batang bengkok seperti
koma dengan ukuran panjang 2–4 µm. Pada isolasi, Koch menamakannya
“kommabacillus”, tetapi bila biakan diperpanjang, kuman ini bisa menjadi batang yang
lurus.
Kuman ini dapat bergerak sangat aktif karena mempunyai 1 buah flagella polar
yang halus (monotrikh). Kuman ini tidak membentuk spora. Pada kultur dijumpai
koloni yang cembung ( convex ), halus dan bulat yang keruh (opaque) dan bergranul
bila disinari.
Gambar 1. Lihat lampiran
Vibrio cholerae dan sebagian vibrio lainnya tumbuh dengan baik pada suhu
37°C pada berbagai perbenihan. Vibrio cholerae tumb uh dengan baik pada agar
tiosulfat–sitrat–empedu–sukrosa (TCBS). Selain itu, organisme ini juga mempunyai ciri
khas yaitu tumbuh pada pH yang sangat tinggi (8,5 – 9,5) dan dengan cepat dibunuh
oleh asam.
3.4 Etiologi
Cholera pada manusia disebabkan oleh bakteri Vibrio cholerae. Bakteri ini
merupakan salah satus pesies dari genus Vibrio yang merupakan famili
Vibrionaceae. Genus Vibrio terdiri lebih dari 30 spesies yang biasanya ditemukan pada
lingkungan perairan. Vibrio yang pathogen terhadap manusia adalah Vibrio cholerae,
Vibrio parahaemolyticus dan Vibrio vulnificus. Hampir semua genus Vibrio
menghasilkan enzim Oxydase dan memberikan hasil uji Indol yang positif. Genus
Vibrio terdiri dari non-halophilic yang tidak memerlukan garam dalam
pertumbuhannya, diantaranya adalah Vibrio cholera dan halophilic yang
memerlukan garam dalam pertumbuhannya, diantaranya adalah Vibrio
parahaemolyticus dan Vibrio vulnificus.
Vibrio cholerae merupakan bakteri Gram negatif berbentuk batang pendek
dengan ukuran sekitar 0,5 µm x 1,5-3 µm. Bakteri ini tampak berbentuk seperti tanda
koma pada awal isolasi, oleh karena itu Robert Koch sempat memberi nama bakteri
tersebut sebagai Komabacillus.
Pada biakan tua, bakteri ini akan tampak berbentuk batang lurus mirip dengan
bakteri enterik Gram negatif . Vibrio cholera bersifat motil, aktif bergerak dengan
menggunakan flagella tunggal yang terletak di salah satu ujungnya.
Vibrio cholerae merupakan bakteri fakultatif anaerob yang mempunyai suhu
optimum pertumbuhan sekitar 18°C-37°C. Sistim metaboli smenya adalah respiratif
maupun fermentatif. Bakteri ini tumbuh baik pada media sederhana yang
mengandung sumber karbohidrat , bahan- bahan anorganik nitrogen, sulfur,
phosphor dan berbagai macam mineral. Tingkat keasaman /pH optimum untuk
pertumbuhannya adalah 7,0 tetapi bakteri ini toleran pada pH alkalis sampai 9,0 . Olleh
karena itu pH alkalis ini dijadikan dasar untuk membuat media isolasi Vibrio cholerae.
Pada tingkat keasaman /pH acid ≤6,0 bakteri ini akan mati. Sebagai media seletif
untuk bakteri ini adalah TTGA/Tellurite Taurocholate Gelatin Agar atau
TCBS/Thiosulfate Citrate Bile Sucrose Agar. Vibrio cholera umumnya
memfermentasi sucrosa dan manosa tetapi tidak memfermentasi arabinosa.
Antigen penting untuk serologic typing terhadap Vibrio cholera adalah
antigen O atau Somatic antigen. Hingga saat ini tercatat lebih dari 130 serogrup O.
Serogrup O1 terdiri dari biotype el tor dan cholerae yang menyebabkan classic
epidemic cholerae. Biotype el tor berbeda dengan biotype cholera/classic karena
kemampuannya menghasilkan hemolisin dan kepekaannya terhadap polymixin B, el tor
menghasilkan hemolisin danresisten terhadap polymixin B sedangkan cholerae/classic
tidak menghasilkan hemolisin serta sensitif terhadap polymixin B. Kedua biotype tersebut
secara serologis terdiri dari serotype Ogawa, Inaba dan Hikojima. Serogrup non O1
menyebabkan diare yang lebih ringan pada manusia. Semua strain Vibrio cholerae
mempunyai antigen H/flagellar yang sama.
Antigen O dari Vibrio cholera merupakan bagian dari LPS/lipopolysacharide, yaitu
komponen dari dinding selnya.
3.5 Epidemologi
Biotype el tor maupun biotype cholerae keduanya dapat menyebabkan wabah
pada manusia. Semenjak tahun 1817 telah tercatat 7 pandemi dan sampai pandemic ke 7
dimana sudah ditemukan pengobatan yang cukup efektif, masih saja menimbulkan
tingkat kematian yang tinggi. Pada tahun 1947 di Mesir terjadi epidemi yang
menewaskan 22.000 diantara 33.000 penderitanya. Di Amerika
10
Serikat terjadi kematian 150.000 orang akibat cholera pada pandemi ke dua pada tahun
1832-1849, selanjutnya pada pandemi tahun 1866 terjadi kematian 50.000 orang. Pada
pandemi ke lima dan ke enam tercatat disebabkan oleh biotype cholerae sedangkan
pada pandemi ke tujuh tercatat disebabkan oleh biotype el tor. Sejak 1982 di Bangladesh
terjadi peningkatan hasil isolasi dari biotype cholera.
Pada tahun 1973 biotype cholerae/classic tercatat di Bangladesh dan menyebar ke
Indonesia, Timur Jauh dan Afrika . Pada tahun 1991 mencapai Amerika Selatan yaitu
Peru yang merupakan terjadinya epidemi pertama pada abad dua puluh. Sampai
dengan Desember 1993 terjadi epidemi di seluruh wilayah Amerika latin kecuali
Uruguay dengan jumlah kematian 7000 dari 820.000 kasus. Semenjak 1993 kasus
penyakit ini di Barat menurun dan saat ini kasus ini kebanyakan terjadi di Afrika dan Asia.
Infeksi cholera umumnya ditularkan melalui kontaminasi bakteri Vibrio
cholera pada air atau makanan misalnya makanan yang tidak dimasak atau buah– buahan.
Sebagai sumber kontaminasi bakteri ini adalah feces dari penderita atau feces dari
carrier, selain itu kontaminasi dapat terjadi secara alamiah melalui sumber air
mengingat bahwa bakteri ini adalah bakteri yang mempunyai habitat di perairan. Cholera
secara karakteristik merupakan penyakit pada masyarakat yang bermasalah dengan
standar kesehatan lingkungan yang tidak memadai, pemakaian sumber
air bersama misalnya tandon air, sungai atau dengan kata lain fasilitas mandi, cuci dan
kakus bersama. Pada tahun 1992 terjadi kasus cholera di Madras, India dan pada
pertengahan Januari 1993 isolat yang serupa ditemukan di Bangladesh dan secara cepat
meluas ke arah utara mengikuti arah aliran sungai serta menimbulkan pandemi baru.
Pada tahun 2002 diperkirakan terjadi 30.000 kasus di Dhaka, Bangladesh. Strain baru ini
ternyata tidak mengaglutinasi semua antisera dalam serogrup O dan hanya dapat diuji
dengan serogrup baru yaitu O139 Bengal, tetapi secara fisiologis maupun biokimiawi
lebih menyerupai Vibrio cholerae O1el tor. Strain Vibrio cholera O139 ini dapat
ditemukan bersama-sama
11
dengan amoeba, copepoda dan zooplankton yang mungkin bertindak sebagai
reservoir bakteri ini.
3.6 Patogenesis
12
Dalam keadaan ilmiah, Vibrio cholerae hanya pathogen terhadap manusia.
Seseorang yang memiliki asam lambung yang normal memerlukan menelan
sebanyak 1010 atau lebih Vibrio cholerae dalam air agar dapat menginfeksi, sebab kuman
ini sangat sensitive terhadap suasana asam. Faktor penentu patogenitas dari
Vibrio cholera adalah kemampuannya memproduksi enterotoxin dan
perlekatan (adheren).
a. Enterotoksin
Enterotoksin adalah suatu protein,dengan berat molekul 84.000 dalton tahan panas
tetapi tidak tahan asam. Resisten terhadap tripsin tetapi dirusak oleh protease.
Toksin kolera mengandung dua sub unit yaitu B (binding) dan A (active). Sub unit B
mengandung lima polipeptida, diman masing- masing molekul memiliki aktivitas ADP
ribosyltransferase dan menyebabkan transfer ADP ribose dari NAD ke sebuah guanosine
triphospate, binding protein yang mengatur aktivitas adenilat siklase yang menakibatkan
13
produksi cAMP yang menghambat absorpsi NaCl dan merangsang ekskresi klorida, yang
menyebabkan hilangnya air,NaCl, Kalium dan Bikarbonat.
b. Perlekatan ( adheren )
Vibrio cholerae tidak bersifat invasive, kuman ini tidak masuk dalam aliran darah tetapi
tetap berada dalam saluran usus. Vibrio cholerae yang virulen harus menempel
pada mikrovili permukaan sel epitel usus baru menimbulkan keadaan patogen. Disana
mereka melepaskan toksin kolera (enterotoksin). Toksin kolera diserap di permukaan
gangliosida sel epitel dan merangsang hipersekresi air dan klorida dan menghambat
absorpsi natrium. Akibatnya kehilangan banyak cairan dan elektrolit. Secara histology,
usus tetap normal.
14
3.7 Gambaran Klinis
Ada beberapa perbedaan pada manifest klinis kolera baik mengenai sifat maupun
berat gejala. Terdapat perbedaan antara kasus individual maupun pada gejala pada
kejadian endemic. Masa inkubasi kolera berlangsung antara 16-72 jam. Gejala klinis
dapat bervariasi mulai dari asimptomatik sampai gejala klinis berupa dehidrasi berat.
Infeksi terbanyak bersifat diare ringan dan umumnya pasien tidak memerlukan
perawatan.
Manifestasi klinis yang khas ditandai dengan diare yang encer da berlimpah tanpa
didahului rasa mulas maupun tenesmus. Dalam waktu singkat tinja yang semula berbau
feses dan berwarna berubah menjadi cairan putih keruh (seperti air cucian beras) berbau
manos menusuk. Cairan yang menyerupai air cucian beras ini bila diendapkan akan
mengeluarkan gumpalan- gumpalan putih. Cairan inin akan berkali- kali keluar dari
anus pasien dalam jumlah besar. Muntah timbul kemudian setelah diare dan
berlangsung tanpa didalui mual. Kejang otot dapat menyusul. Baik dalam bentuk
fibrilasi atau fasikulasi, maupun kejang klonik yang mengganggu. Teriakan atau rintihan
pasien dapat disangka sebagai teriakan nyeri kolik. Kejang ini disebabkan karena
berkurangnya kalsium dan klorida pada sambungan neuromuscular.
Gambar 2. Lihat lampiran
Gejala dan tanda pada kolera terjadi akibat kehilangan cairan dan elektrolit serta
asidosis. Pasien berada dalam keadaan lunglai, namun kesadarannya relative baik
dibandingkan dengan berat penyakitnya. Koma baru akan terjadi pada saat-saat terakhir.
pada kurang lebih 10% bayi dan anak- anak dapat dijumpai kejang sentral dan stupor,
yang disebabkan hipoglikemia. Tanda- tanda dehidrasi tamapak jelas, nadi berdenyut
cepat, nafas menjadi cepat,suara serak seperti bebek manila, turgor kulit menurun
(kelopak mata cekung memberi kesan hidung mancung dan tipis, tulang pipi yang
menonjol) mulut menyeringai karena bibir kering,perut cekung tanpa ada steifung
maupun kontur usus, suara peristaltic usus
15
bila ada jarang sekali. Jari- jari tangan dan kaki tampak kurus denganlipatan- lipatan
kulit. Diare akan bertahan 5 hari pada pasien yang tidak diobati.
3.8 Diagnosa Laboratorium
Diagnosa ditegakkan dengan mengisolasi Vibrio cholerae dari serogrup O1 atau
O139 dari feces penderita. Bila fasilitas laboratorium tidak tersedia, medium transport
misalnya Cary-Blair dapat digunakan untuk membawa atau menyimpan specimen yang
berupa rectal swab/apus dubur penderita.
Diagnosa klinis presumptif secara cepat dapat dilakukan dengan
pemeriksaan mikroskopis memakai dark-field microscope untuk melihat gerakan dari
bakteri yang khas seperti bintang jatuh ”shooting stars”. Untukkeperluan
epidemiologis diagnosa presumptive dibuat berdasarkan adanya kenaikan titer
antitoksin dan antibody spesifik yang bermakna. Di daerah non-endemis, bakteri yang
diisolasi dari kasus yang dicurigai sebaiknya dikonfirmasikan dengan pemeriksaan
biokimiawi dan pemeriksaan serologis yang tepat serta dilakukan uji kemampuannya
untuk menghasilkan choleragen. Pada saat terjadi wabah, sekali telah dilakukan
konfirmasi laboratorium dan uji sensitivitas antibiotika, maka terhadap semua kasus
yang lain tidak perlu lagi dilakukan uji laboratorium.
Mula–mula specimen yang berupa feces penderita diinokulasi pada
APW/Alkaline Pepton Water, pada media ini nantinya Vibrio cholerae akan tumbuh secara
cepat dan terakumulasi di bagian permukaan media setelah diinkubasi selama 3-6
jam. Selanjutnya inokulum diinokulasi pada media TCBS, pada medium ini Vibrio
cholera akan tumbuh sebagai koloni yang berwarna kuning dan memfermentasi sucrose.
Selanjutnya dilakukan uji oxydase dan aglutinasi.
3.9 Pengobatan
Pada dasarnya ada 3 macam cara pengobatan terhadap penderita Cholera yaitu
terapi rehidrasi yang agresif, pemberian antibiotika yang tepat serta pengobatan
untuk komplikasi bila ada. Rehidrasi dapat dilakukan per oral maupun
16
intra vena tergantung kebutuhan dan hal ini ditujukan untuk memperbaiki
kekurangan cairan dan elektrolit pada penderita. Untuk memperbaiki dehidrasi, acidosis
dan hipokalemia pada penderita dengan dehidrasi ringan hingga sedang cukup diberikan
larutan rehidrasi secara per oral/oralit yang mengandung glukosa 20g/l atau sukrosa 40g/l
atau air tajin 50g/l, NaCl 3½ g/l, KCl 1½ g/l, dan trisodium sitrat dihidrat 2.9 g/l atau
NaHCO3 2½g/l. Oralit formula baru yang disahkan WHO Expert Committee pada Juni
2002 mengandung glukosa 75mmol/l, NaCl 75 mmol/l, KCL 20 mmol/l, trisodium
sitrat dihidrat 10mmol/l dengan total osmolaritas 245mOsm/l. Cairan ini diberikan lebih
dari 4-6 jam agar jumlah cairan yang diberikan dapat mengganti cairan yang
diperkirakan hilang yaitu 5% dari Berat Badan untuk dehidrasi ringan dan 7% Berat
Badan untuk dehidrasi sedang. Pada penderita dengan kehilangan cairan yang berlangsung
terus dapat diberikan cairan rehidrasi per oral selama lebih dari 4 jam sebanyak 1½ kali
dari volume cairan diare yang hilang.
Penderita yang mengalami shock sebaiknya diberikan rehidrasi cepat secara
intravena dengan larutan multielektrolit seimbang yang mengandung kira- kira 130mEq/l
Na+, 25-48 mEq/l bikarbonat, asetat atau ion laktat, dan 10-15mEq/l K+. Larutan yang
bermanfaat antara lain Ringer’s lactate. Larutan pengobatan diare dari WHO yang
terdiri dari 4g NaCl, 1g KCl, 6½g Natrium Asetat dan 8g glukosa/l, atau larutan Dacca
yang terdiri dari 5g NaCl, 4g NaHCO3, dan 1g KCl/l dapat dibuat di tempat pada keadaan
darurat.
Antibiotika yang tepat dapat memperpendek lamanya diare, mengurangi volume
larutan rehidrasi dan memperpendek ekskresi bakteri melalui feces. Antibiotika
Tetrasiklin 500 mg 4 x per hari pada usia dewasa atau 12,5 mg /kg Berat Badan 4x per
hari selama 3 hari. Dengan adanya strain yang resisten maka perlu informasi tentang
sensitivitas dari strain local terhadap beberapa antibitiotika terlebih dahulu. Sebagai obat
alternatif dapat diberikan Trimethoprim 320mg dan 1600 sulfamethoxazol 2 x per hari
untuk dewasa atau Trimethoprim 8mg/kg Berat
17
Badan dan 40mg/kg Berat Badan sehari dibagi dalam 2 dosis untuk anak anak
selama 3 hari. Selain itu dapat dipakai Furazolidon, erytromisin atau siprofloksasin.
3.10 Pencegahan dan Pengendalian
Secara primer pencegahan terhadap cholera adalah dengan cara perbaikan hygiene
pribadi dan masyarakat yang ditunjang dengan penyediaan sistim pembuangan kotoran
/ feces yang memenuhi syarat serta penyediaan air bersih yang memadai. Penderita harus
secepatnya mendapatkan pengobatan dan benda–benda yang tercemar muntahan atau tinja
penderita harus didisinfeksi.
Pemberian imunisasi aktif dengan vaksin mati whole cell per enteral kurang
bermanfaat untuk penanggulangan wabah ataupun kontak, karena vaksin ini hanya
memberikan perlindungan parsial sekitar 50% dalam jangka waktu yang pendek sekitar 3-
6 bulan di daerah endemis tinggi dan tidak memberikan perlindungan terhadap infeksi
asimptomatik, oleh karena itu pemberian imunisasi ini tidak direkomendasikan. Dua macam
vaksin oral yaitu CVD103-HgR atau SSV1 sedang dipertimbangkan untuk digunakan dalam
upaya pemberantasan cholera sebagai upaya tambahan terutama dalam situasi darurat
seperti pada bencana alam di kalangan pengungsi. Uji lapangan berskala besar telah
dilakukan di Mozambique pada tahun 2003-2004.
18
DAFTAR PUSTAKA
1. Sack DA, Sack RB, Nair GB, Siddique AK. Cholera. Lancet 2004.
2. Wier E, Haider S. Cholera outbreaks continue. JAMC 2004; 170: 1092.
3. Viret JF, Dietrich G, Favre D. Biosafety aspects of the recombinant live oral
Vibrio cholerae vaccine strain CVD 103-HgR. Vaccine 2004; 22: 2457- 69.
4. Jawetz. E , Melnick & Adelberg. Microbiologi Kedokteran edisi 20 EGC.
Jakarta. 1996. 256 –259.
5. Greenwood D et al. Medical Microbiology 17thEd. Churchill Livingstone.
2007. hal 309-312.
6. Joklik WK et al. Zinsser Microbiology. 20thEd. Appleton & Lange. 1996. hal
566-570.
7. Chin J. Manual Pemberantasan Penyakit Menular, Edisi 17. Infomedika. hal
118-129
19
LAMPIRAN
Gambaran 1. Morfologi Vibrio Cholera
Gambar 2. perjalanan kuman Vibrio cholerae di dalam tubuh manusia