bab i pendahuluan a. latar belakang...

12
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pernikahan merupakan salah satu sunatullah yang umum berlaku pada semua makhluk Tuhan, baik pada manusia, hewan maupun tumbuh- tumbuhan. 1 Hal ini sebagaimana Firman Allah dalam surat al-Dza>riyat ayat 49 sebagai berikut: ﻭﻥ ﱠﺮ ﹶﻛ ﱠﻜﹸﻢ ﹶﻌ ﹾﻨ ﹶﻘ ﹸﻞ ) ﺍﻟﺬﺍﺭﻳﺎﺕ: ٤٩ ( Artinya: Dan segala sesuatu Kami ciptakan berpasang-pasangan supaya kamu mengingat akan kebesaran Allah (QS. al-Dza>riyat: 49). 2 Allah SWT. telah menjadikan pernikahan “jenis manusia” sebagai jaminan atas kelestarian populasi manusia di muka bumi. Allah merealisasikan hal itu dengan menciptakan hubungan antara laki-laki dan perempuan. Allah juga menjadikan pernikahan sebagai motivasi dari tabiat dan syahwat manusia serta untuk menjaga kekekalan keturunan mereka. Kalau bukan karena adanya dorongan syahwat seksual yang terpendam dalam diri setiap laki-laki dan perempuan, pasti tidak ada seorangpun manusia yang berpikir tentang pernikahan. Seorang laki-laki juga tidak akan pernah memiliki keinginan untuk mencari pasangan wanita. Padahal dengan adanya pasangan, dia dapat hidup tenang di sisinya. 1 Sayyid Sabiq, Fikih Sunnah, Juz 6, terj. M. Thalib, Bandung: Alma’arif , 1990, hlm. 9. 2 Departemen Agama RI, al-Qur’an dan Terjemahnya, Jakarta: Yayasan Penyelenggara Penterjemah al-Qur’an, 1971, hlm. 862.

Upload: tranthien

Post on 06-Feb-2018

222 views

Category:

Documents


6 download

TRANSCRIPT

Page 1: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalahlibrary.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/27/jtptiain-gdl-s1... · hal itu dengan menciptakan hubungan antara laki-laki dan perempuan

1

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Pernikahan merupakan salah satu sunatullah yang umum berlaku pada

semua makhluk Tuhan, baik pada manusia, hewan maupun tumbuh-

tumbuhan.1 Hal ini sebagaimana Firman Allah dalam surat al-Dza>riyat ayat

49 sebagai berikut:

)٤٩:الذاريات(ومن كل شيء خلقنا زوجين لعلكم تذكرون Artinya: Dan segala sesuatu Kami ciptakan berpasang-pasangan supaya kamu

mengingat akan kebesaran Allah (QS. al-Dza>riyat: 49).2

Allah SWT. telah menjadikan pernikahan “jenis manusia” sebagai

jaminan atas kelestarian populasi manusia di muka bumi. Allah merealisasikan

hal itu dengan menciptakan hubungan antara laki-laki dan perempuan. Allah

juga menjadikan pernikahan sebagai motivasi dari tabiat dan syahwat manusia

serta untuk menjaga kekekalan keturunan mereka. Kalau bukan karena adanya

dorongan syahwat seksual yang terpendam dalam diri setiap laki-laki dan

perempuan, pasti tidak ada seorangpun manusia yang berpikir tentang

pernikahan. Seorang laki-laki juga tidak akan pernah memiliki keinginan

untuk mencari pasangan wanita. Padahal dengan adanya pasangan, dia dapat

hidup tenang di sisinya.

1 Sayyid Sabiq, Fikih Sunnah, Juz 6, terj. M. Thalib, Bandung: Alma’arif , 1990, hlm. 9. 2 Departemen Agama RI, al-Qur’an dan Terjemahnya, Jakarta: Yayasan Penyelenggara

Penterjemah al-Qur’an, 1971, hlm. 862.

Page 2: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalahlibrary.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/27/jtptiain-gdl-s1... · hal itu dengan menciptakan hubungan antara laki-laki dan perempuan

2

Akan tetapi ternyata Allah SWT. adalah Dzat Yang Maha Bijaksana

Lagi Maha Mengetahui. Allah telah mengikat antara laki-laki dan wanita

dengan sebuah ikatan cinta dan kasih sayang. Dengan demikian, daur

kehidupan akan terus berlangsung dengan makmur dari generasi ke generasi.

Mereka akan memakmurkan dunia ini dengan kelurga dan anak cucu yang

shalih dan shalihah.3 Jaminan kelangsungan hidup itu sebagaimana telah

dijelaskan Allah SWT. dalam surat al-Ru>m ayat 20-21 sebagai berikut:

ومن ءاياته أن خلق . ومن ءاياته أن خلقكم من تراب ثم إذا أنتم بشر تنتشرونا إليها وجعل بينكم مودة ورحمة إن في ذلك لكم من أنفسكم أزواجا لتسكنو

)٢٠–٢١:الروم(يتفكرون لآيات لقومArtinya: (20) Dan di antara tanda-tanda kekuasaan-Nya ialah Dia menciptakan

kamu dari tanah, kemudian tiba-tiba kamu (menjadi) manusia yang berkembang biak; (21) Dan di antara tanda-tanda kekuasaan-Nya ialah Dia menciptakan untukmu isteri-isteri dari jenismu sendiri, supaya kamu cenderung dan merasa tenteram kepadanya, dan dijadikan-Nya di antaramu rasa kasih dan sayang. Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda-tanda bagi kaum yang berfikir (QS. al-Ru>m: 20-21).4

Ungkapan kalimat “dari jenismu” dalam ayat di atas menunjukkan,

bahwa asal penciptaan dan kejadian laki-laki dan wanita adalah sama. Kecuali

pada bagian-bagian tertentu yang membedakan jenis laki-laki dan wanita. Di

antara bagian tertentu adalah ketetapan Allah pada tabiat masing-masing,

namun itupun untuk tujuan kaberlangsungan populasi jenis manusia.5

3 Syaikh Muhammad Ali ash-Shabuni, “az-Zawajul Islamil Mubakkir Sa’adah”, terj. Iklilah Muzayyanah Djunaedi, Hadiah untuk Pengantin, Jakarta: Mustaqim, 2001, hlm. 28-29.

4 Departemen Agama RI, op. cit., hlm. 644. 5 Syaikh Muhammad Ali ash-Shabuni, op. cit., hlm. 30.

Page 3: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalahlibrary.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/27/jtptiain-gdl-s1... · hal itu dengan menciptakan hubungan antara laki-laki dan perempuan

3

Manusia adalah makhluk yang lebih dimuliakan dan diutamakan Allah

SWT. dibandingkan dengan makhluk-makhluk lainnya. Allah telah

menetapkan adanya aturan tentang pernikahan bagi manusia dengan aturan-

aturan yang tiduak boleh dilanggar, manusia tidak boleh berbuat semaunya.

Allah tidak membiarkan manusia berbauat semanunya seperti binatang, nikah

lawan jenis semau-maunya atau seperti tumbuh-tumbuhan yang nikah dengan

perantaraan angin.6 Bentuk-bentuk aturan ini disebut “nikah” yang dalam al-

Qur’an, Allah menyebutnya mitsaqan ghalidhan atau perjanjian yang kuat.

Bentuk aturan ini telah memberikan jalan yang aman bagi naluri seks manusia,

memelihara aturan keturunan dengan baik dan menjaga kaum wanita agar

tidak laksana rumput, yang bisa dimakan binatang ternak dengan seenaknya.7

Allah SWT. telah memberikan batasan-batasan tentang hubungan biologis

manusia, sebagaimana Firman-Nya dalam surat al-Mu’minun ayat 5-7 sebagai

berikut:

إلا على أزواجهم أو ما ملكت أيمانهم فإنهم . والذين هم لفروجهم حافظونلومنيم رغي .تن ابون فمادالع مه فأولئك اء ذلكرى و٥ – ٧: املؤمنون(غ(

Artinya: Dan orang-orang yang menjaga kemaluannya. kecuali terhadap isteri-isteri mereka atau budak yang mereka miliki; maka sesungguhnya mereka dalam hal ini tiada tercela. Barangsiapa mencari yang di balik itu maka mereka itulah orang-orang yang melampaui batas (QS. al-Mu’minun: 5-7).8

Berdasarkan ayat di atas dapat disimpulkan, bahwa seseorang hanya

diperbolehkan melakukan hubungan biologis kepada istrinya berdasarkan

6 Sa’id Thalib al-Hamdani, “Risalatun Nikah”, terj. Agus Salim, Risalah Nikah, Jakarta:

Pustaka Amani, 1989, hlm. 15. 7 Munir Ashari, Kado Perkawinan, Sumenep: Iman Bela, 2001, hlm. 3. 8 Departemen Agama RI, op. cit., hlm. 526.

Page 4: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalahlibrary.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/27/jtptiain-gdl-s1... · hal itu dengan menciptakan hubungan antara laki-laki dan perempuan

4

pernikahan yang sah, yaitu suatu pernikahan yang telah memenuhi ketentuan

syarat dan rukunnya.

Dalam agama Islam, pernikahan dianggap sah apabila terpenuhi syarat

dan rukunnya. Rukun nikah menurut Mahmud Yunus adalah bagian dari

hakikat pernikahan yang wajib dipenuhi. Kalau tidak dipenuhi pada saat nikah

berlangsung, maka pernikahan tersebut dianggap batal.9

Nikah adalah sebuah akad perjanjian sebagaimana akad-akad perjanjian

yang lainnya. Dia membutuhkan kerelaan dari kedua belah pihak, adanya

ucapan-ucapan ijab qabul, adanya saksi dan kerelaan wali. Akad nikah juga

memiliki beberapa ketentuan yang sangat menentukan sah tidaknya akad

tersebut. Di antara ketentuan yang dimaksud adalah adanya mahar (mas

kawin), nafkah dan papan sebagai tempat tinggal.10 Akad ini juga memiliki

beberapa syarat dan rukun, di antaranya adalah adanya ijab qabul. Menurut

Ahmad Rofiq dalam bukunya Hukum Islam di Indonesia, menjelaskan bahwa

syarat ijab qabul adalah tidak sedang dalam ihram haji/umrah.11

Dalam hal kedudukan hukumnya, orang yang menikah pada waktu

ihram ini, fuqaha berselisih pendapat sebagaimana ulama membolehkan dan

sebagian ulama yang lain melarangnya. Silang pendapat ini disebabkan oleh

adanya bermacam-macam hadits yang berkenaan dengan masalah ini.

9 Rahmar Hakim, Hukum Perkawinan Islam, Bandung: Pustaka satia, 2000, hlm. 82. 10 Syaikh Muhammad Ali ash-Shabuni, op. cit., hlm. 147. 11 Ahmad Rofiq, Hukum Islam di Indonesia, Jakarta: Raja Grafindo Persada, 1998, hlm.

72.

Page 5: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalahlibrary.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/27/jtptiain-gdl-s1... · hal itu dengan menciptakan hubungan antara laki-laki dan perempuan

5

Imam Syafi’i dalam kitabnya al-Umm berpendapat, bahwa orang yang

ihram itu tidak boleh nikah, tidak menikahkan, tidak meminang untuk dirinya

dan tidak pula untuk orang lain.12

Adapun dalil yang dijadikan pendiriannya adalah hadits yang

diriwayatkan dari Utsman ibn Affan ra. sebagai berikut:

عثمان بن عفان يقول قال رسول اهللا صلى اهللا عليه وسلم ال ينكح احملرم عن )رواه مسلم(وال ينكح وال خيطب

Artinya: Dari Utsman ibn Affan ra. katanya Rasulullah saw. bersabda: orang yang sedang ihram (muhrim) dilarang melakukan nikah, menikahkan dan dilarang mengkhitbah (melamar) (HR. Muslim)13

Sedangkan Imam Abu Hanifah dalam kitab al-Mabsu>th karya

Syasuddin Sarkhasi mengatakan, bahwa orang yang sedang ihram

diperbolehkan melakukan nikah, menikahkan dan menjadi wali nikah.14 Dalil

yang menjadi pendirtian beliau adalah hadits yang diriwayatkan dari Ibnu

Abbas ra. sebagai berikut:

تزوج النيب صلى اهللا عليه وسلم وهو حمرم: ابن عباس رضي اهللا عنهماعنArtinya: Dari Ibn Abbas ra. Nabi saw. menikahi Maimunah ketika beliau

sedang ihram (HR. Bukhari).15

Dengan melihat pendapat-pendapat mengenai hukum nikah pada waktu

ihram, sementara hukum nikah pada waktu ihram sendiri masih terdapat silang

pendapat di kalangan fuqaha, maka penulis mencoba mengangkat suatu kajian

dari salah satu mazhab mengenai hukum nikah pada waktu ihram dalam

12 Muhammad ibn Idris al-Syafi’i, al-Umm, Juz 5, Beirut: dar al-Kutub al-Ilmiah, t.th., hlm. 260.

13 Imam Muslim, Shahi>h Muslim, Juz 1, Beirut: dar al-Kutub al-Ilmiah, t.th., hlm. 590. 14 Syamsuddin al-Sarkhasi, al-Mabsu>th, Juz 3, Beirut: Dar al-Kutub al-Ilmiah, t.th., hlm.

191. 15 Imam Abi Abdillah Muhammad ibn Ismail al-Bukhari, Shahi>h Bukha>ri, Juz 5,

Beirut: dar al-Kutub al-Ilmiah, 1992, hlm. 452.

Page 6: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalahlibrary.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/27/jtptiain-gdl-s1... · hal itu dengan menciptakan hubungan antara laki-laki dan perempuan

6

bentuk skripsi, dan yang akan penulis angkat di sini adalah pendapat Imam

Syafi’i yang mana beliau melarang pernikahan yang dilakukan pada waktu

ihram, dengan judul “STUDI ANALISIS PENDAPAT IMAM SYAFI’I

TENTANG PERNIKAHAN PADA WAKTU IHRAM”.

B. Rumusan Masalah

Dengan memahami serta mempertimbangkan dasar pemikiran yang

tertuang dalam latar belakang masalah tersebut, maka penulis merumuskan

masalah dalam skripsi ini sebagai berikut:

1. Bagaimana pendapat Imam Syafi’i tentang pernikahan pada waktu ihram?

2. Bagaimana istinbath hukum Imam Syafi’i tentang pernikahan pada waktu

ihram?

C. Tujuan Penulisan Skripsi

1. Tujuan akademik

a. Memenuhi tugas dan memenuhi syarat guna memperoleh gelar sarjana

dalam ilmu syariah.

b. Memberikan sumbangsih pemikiran dalam ilmu hukum Islam.

2. Tujuan fungsional

a. Bagaimana pendapat Imam Syafi’i tentang pernikahan pada waktu

ihram.

Page 7: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalahlibrary.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/27/jtptiain-gdl-s1... · hal itu dengan menciptakan hubungan antara laki-laki dan perempuan

7

b. Bagaimana istinbath hukum Imam Syafi’i tentang pernikahan pada

waktu ihram.

D. Kajian Pustaka

Telaah atau kajian pustaka secara garis besar merupakan proses yang

diakui untuk mendapatkan teori.16 Penelitian ini adalah penelitian kepustakaan

(library research) dengan objek kajian pemikiran seorang tokoh pemikiran

hukum Islam yang hasil ijtihadnya banyak mewarnai kajian fiqih Islam di

Indonesia, yaitu Imam Syafi’i tentang pernikahan pada waktu ihram. Sesuai

dengan informasi dan kemampuan penulis yang sangat terbatas dalam

mengamati karya-karya untuk menghindari dari duplikasi penelitian yang

serupa, telah penulis lakukan dengan menelusuri dan mengamati beberapa

perpustakaan, maka hasilnya menunjukkan bahwa tidak ada satupun buku-

buku hasil penelitian atau karya ilmiah lain yang sama dengan penulis.

Adapun kitab-kitab atau buku-buku yang penulis jadikan rujukan dalam

penulisan skripsi ini adalah sebagai berikut:

Pertama, Imam Muhammad ibn Idris al-Syafi’i dalam kitabnya al-Umm

mengemukakan pendapat bahwa orang yang sedang ihram dilarang untuk

melakukan nikah, menikahkan maupun mengkhitbah (melamar), baik untuk

dirinya maupun untuk orang lain.17

Kedua, Imam Abu Hanifah dalam kitab al-Mabsuth karya Syamsuddin

al-Sarkhasi, beliau mengemukakan bahwa seorang yang sedang ihram

16 Consvelo G. Sevilla, et. all., Pengantar Metodologi Penelitian, terj. Alimuddin Tuwu, Jakarta: UI Press, 1993, hlm. 31.

17 Muhammad ibn Idris al-Syafi’i, loc. cit.

Page 8: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalahlibrary.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/27/jtptiain-gdl-s1... · hal itu dengan menciptakan hubungan antara laki-laki dan perempuan

8

diperbolehkan untuk melakukan nikah, menikahkan maupun menjadi wali

nikah.18

Ketiga, Imam al-Tsauri dalam kitab Bida>yah al-Mujtahid karya Ibnu

Rusyd, beliau mengemukakan, bahwa tidak mengapa orang yang berihram

melakukan nikah atau menikahkan.19

Keempat, Imam Ja’far Shadiq dalam bukunya Fiqih Lima Mazhab

karya Muhammad Jawad Mughniyah, berpendapat bahwa kalau orang ihram

mengadakan (melakukan) akad nikah dan dia tahu bahwa perbuatan itu

diharamkan, maka perempuan itu haram bagi lelaki yang ihram itu selama-

lamanya dengan semata-mata akad nikah, sekalipun belum mengetahuinya.

Tapi kalau tidak tahu bahwa hal itu haram, maka kemampuan perempuan itu

tidak haram baginya, sekalipun sudah disetubuhinya.20

Di samping kitab-kitab atau buku-buku di atas, penelitian yang

berkaitan dengan pernikahan sudah banyak dilakukan, di antaranya adalah

penelitian yang dilakukan oleh Muhammad Yamlikhon dengan judul “Studi

Analisis Pendapat Ibnu Abidin dalam Kitab Radd al-Mukhtar tentang

Kebolehan Nikah pada Saat Ihram”. Dalam penelitiannya menjelaskan, bahwa

seorang yang sedang menjalankan ihram dibolehkan untuk melakukan

pernikahan.

18 Syamsuddin al-Sarkhasi, loc. cit. 19 Ibnu Rusyd, Bida>yah al-Mujtahid, terj. MA. Abdurrahman, et. al., Semarang: asy-

Syifa, 1990, hlm. 31. 20 Muhammad Jawad Mughniyah, “al-Fiqh ‘ala Madzahib al-Khamsah”, terj. Masykur

A.B., et. al., Fiqih Lima Mazhab, Jakarta: Lentera Basritama, 2000, hlm. 235.

Page 9: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalahlibrary.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/27/jtptiain-gdl-s1... · hal itu dengan menciptakan hubungan antara laki-laki dan perempuan

9

E. Metode Penelitian

Metode penelitian adalah cara yang dipakai dalam mengumpulkan

data.21 Menyusun skripsi pada dasarnya merupakan upaya penelitian yang

menggunakan ilmiah yang diterapkan untuk menyelidiki masalah. Adapun

penelitian yang penulis lakukan termasuk dalam kategori penelitian

kepustakaan (library research) dengan menggunakan data-data tertulis.22

Metode yang digunakan adalah sebagai berikut:

1. Metode pengumpulan data

Karena jenis penelitiannya adalah library research, maka data-data

yang diperoleh terdiri dari:

a. Sumber data primer

Data primer adalah data yang diperoleh dari sumber asli yang

memuat suatu informasi.23 Sumber data yang digunakan adalah kitab

al-Umm karya Muhammad Idris al-Syafi’i.

b. Sumber data sekunder

Data sekunder adalah data yang diperoleh dari sumber yang

bukan asli.24 Sumber data yang digunakan adalah:

1) al-Mabsu>th karya Syamsuddin al-Sarkhasi

2) Bida>yah al-Mujtahid karya Ibnu Rusyd

21 Suharsimi Arikunto, Prosedur Penelitian: Suatu Pendekatan Teori dan Praktek,

Jakarta: Rineka Cipta, 2002, hlm. 194. 22 Abudin Nata, Metodologi Studi Islam, Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2000, hlm. 125. 23 Tatang M. Amin, Menyusun Rencana Penelitian, Jakarta: Raja Grafindo Persada, 1995,

hlm. 13. 24 Ibid.

Page 10: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalahlibrary.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/27/jtptiain-gdl-s1... · hal itu dengan menciptakan hubungan antara laki-laki dan perempuan

10

3) Fiqih Lima Mazhab karya Muhammad Jawad Mughniyah

4) Fiqih Sunnah karya Sayyid Sabiq

5) Risalah Fiqih Wanita karya Maftuh Ahnan

6) Hukum Islam di Indonesia karya Ahmad Rofiq

7) Pengantar Perbandingan Mazhab karya Huzaenah Tahido Yanggo

8) Dasar-dasar Pembinaan Hukum Fiqih Islami karya Mukhtar

Yahya

9) Sejarah dan Biografi Empat Imam Mazhab karya Ahmad al-

Syurbasi

10) Dan buku-buku atau kitab-kitab lain yang mempunyai korelasi

dengan penelitian ini.

2. Metode analisis data

Analisis data merupakan bagian yang amat penting dalam metode

ilmiah. Karena dengan menganalisis data tersebut dapat diberi arti dan

makna yang berguna dalam memecahkan masalah penelitian.25 Setelah

data-data tersebut terkumpul selanjutnya penulis susun secara sistematis

dan dianalisis. Untuk dapat menghasilkan kesimpulan yang benar dan

valid, maka metode analisa data yang digunakan dalam penelitian ini

adalah metode deskriptif,26 dengan analisis kualitatif,27 penulis

mendeskripsikan pandangan Imam Syafi’i dengan analisis secara

mendalam, sehingga diperoleh gambaran pemikiran Imam Syafi’i tentang

25 Muhammad Nazir, Metodologi Penelitian, Jakarta: Ghalia Indonesia, 1998, hlm. 405. 26 Ibid., hlm. 63. 27 Analisas kualitatif pad dasarnya menggunakan pemikiran logis, analisis dengan logika

dengan induski, deduksi, analogi, komparasi dan sejenisnya. Lihat, Tatang M. Amirin, op. cit., hlm. 91.

Page 11: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalahlibrary.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/27/jtptiain-gdl-s1... · hal itu dengan menciptakan hubungan antara laki-laki dan perempuan

11

konsep nikah pada waktu ihram dengan jelas. Untuk memperoleh

deskripsinya penulis juga mengkomparasikan pemikiran Imam Syafi’i

tersebut dengan pendapat ulama yang lain yang menarik perhatian pada

pelaksanaan nikah pada waktu ihram, sehingga mudah untuk

mengkomposisikan pendapat Imam Syafi’i ini dalam khasanah pemikiran

yang berkembang dalam dunia Islam.

Adapun langkah-langkah yang penulis gunakan adalah sebagai

berikut:

Pertama, penulsiu mencari pokok-pokok permasalahan dengan

indikasi-indikasi dalam landasan berpijak. Langkah ini penulis ambil

dengan cara membaca kitab-kitab, buku-buku karya imam-imam mujtahid

melalui sebuah pembahasan deskriptif, sedangkan permasalahan yang

berkaitan dengan pendapat Imam Syafi’i tentang pernikahan pada waktu

ihram akan penulis tuangkan dalam Bab III, sehingga pembahasannya

tidak melalui deskriptif komparatif, akan tetapi melalui deskriptif objektif.

Kedua, setelah data-data tersebut di atas dapat disajikan secara

menyeluruh, maka penulis mencoba membahas dan menganalisa secara

keseluruhan, sehingga pada titik final penulis menyimpulkan dengan

memilih pendapat yang paling kuat dasar hukumnya dengan alasan-alasan

yang melatar belakanginya.

Page 12: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalahlibrary.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/27/jtptiain-gdl-s1... · hal itu dengan menciptakan hubungan antara laki-laki dan perempuan

12

F. Sistematika Penulisan Skripsi

Penulisan skripsi ini terdiri dari lima bab. Masing-masing bab

membahas permasalahan yang diuraikan menjadi beberapa sub bab. Antara

satu bab dengan bab yang lainnya saling berhubungan dan terkait erat. Adapun

sistematikanya dapat penulis rumuskan sebagai berikut:

Bab I Merupakan pendahuluan, yang isinya meliputi: latar belakang

masalah, perumusan masalah, tujuan penulisan skripsi, kajian

pustaka, metode penelitian dan sistematika penulisan skripsi.

Bab II Merupakan tinjauan umum tentang pernikahan dan ihram,

meliputi: pengertian nikah, dasar hukum nikah syarat dan rukun

nikah, nikah yang terlarang, pengertian ihram, dasar hukum ihram,

macam-macam ihram dan hal-hal yang diharamkan dalam ihram.

Bab III Merupakan pendapat Imam Syafi’i tentang pernikahan pada waktu

ihram, yang meliputi: biografi Imam Syafi’i, istinbath hukum

Imam Syafi’i dan pendapat Imam Syafi’i tentang pernikahan pada

waktu ihram.

Bab IV Merupakan analisis pendapat Imam Syafi’i, meliputi analisis

pendapat Imam Syafi’i tentang pernikahan pada waktu ihram dan

analisis istinbath hukum Imam Syafi’i tentang pernikahan pada

waktu Ihram.

Bab V Merupakan penutup, meliputi: kesimpulan, saran-saran dan

terakhir adalah penutup.