bab ii a.eprints.umm.ac.id/66582/4/bab ii.pdf · 2020. 9. 17. · mengirim surat tagihan atau surat...

14
5 BAB II Tinjauan Pustaka A. Penelitian Terdahulu Sebagai bahan perbandingan penulis untuk memperdalam pengetahuan serta memperkaya bahan untuk kajian maka penulis telah melihat dan membaca penelitian yang terdahulu yang berhubungan dengan penagihan pajak terhutang dengan penagihan aktif. Dalam perbandinganya penulis tidak menemukan judul yang sama dengan judul yang akan diteliti, akan tetapi penulis membandingkan dengan bahan kajian yang masih terhubung dengan topik yang dibahas. Adapun penelitian yang dijadikan acuan dengan materi yang akan dikaji adalah sebagai berikut. Menurut Sri Deva Riska (2018) tentang Efektivitas Penagihan Pajak Dengan Surat Perintah Melaksanakan Penyitaan Terhadap Pencairan Tunggakan Pajak Di Kantor Pelayanan Pajak Pratama Medan Timur (Tahun 2014 Sampai Dengan Tahun 2017). Penelitian ini menggunakan metode deskriptif kualitatif dengan hasil temuan Tingkat kegunaan dari surat perintah melaukan penyitaan dalam pencaiaran tunggakan pajak di KPP Pratama Medan Timur dari kriteria pengukuran efektivitas surat perintah melakukan penyitaan digolongkan “Tidak Efektif”. Yang mana tingkat efektivitas penagihan pajak dengan surat ini terhadap pelunasan tunggakan pajak dengan rincian tahun 2014 sebesar 27%. Tahun 2015 sebesar 18%, tahun 2016 sebesar 12% dan pada tahun 2017 sebesar 7%. Penyebab pelunasan tunggakan pajak tidak mencapai 100% antara lain yaitu: rendahnya kepatuhan wajib pajak memenuhi kewajibannya dalam membayar pajak, penanggung pajak mengajukan permohonan angsuran pembayaran karena kondisi keuangan tidak memungkinkan jika dibayarkan sekaligus dan penanggung pajak lalai dalam membayar pajaknya. Selain itu, adanya Wajib Pajak yang pindah alamat tanpa pemberitahuan kepada pihak KPP Pratama Medan Timur.

Upload: others

Post on 22-Jan-2021

3 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: BAB II A.eprints.umm.ac.id/66582/4/BAB II.pdf · 2020. 9. 17. · mengirim surat tagihan atau surat keputusan pajak, tetapi akan diikuti dengan tindakan sita dan dilanjutkan dengan

5

BAB II

Tinjauan Pustaka

A. Penelitian Terdahulu

Sebagai bahan perbandingan penulis untuk memperdalam pengetahuan

serta memperkaya bahan untuk kajian maka penulis telah melihat dan

membaca penelitian yang terdahulu yang berhubungan dengan penagihan

pajak terhutang dengan penagihan aktif. Dalam perbandinganya penulis tidak

menemukan judul yang sama dengan judul yang akan diteliti, akan tetapi

penulis membandingkan dengan bahan kajian yang masih terhubung dengan

topik yang dibahas. Adapun penelitian yang dijadikan acuan dengan materi

yang akan dikaji adalah sebagai berikut.

Menurut Sri Deva Riska (2018) tentang Efektivitas Penagihan Pajak

Dengan Surat Perintah Melaksanakan Penyitaan Terhadap Pencairan

Tunggakan Pajak Di Kantor Pelayanan Pajak Pratama Medan Timur

(Tahun 2014 Sampai Dengan Tahun 2017). Penelitian ini menggunakan

metode deskriptif kualitatif dengan hasil temuan Tingkat kegunaan dari surat

perintah melaukan penyitaan dalam pencaiaran tunggakan pajak di KPP

Pratama Medan Timur dari kriteria pengukuran efektivitas surat perintah

melakukan penyitaan digolongkan “Tidak Efektif”. Yang mana tingkat

efektivitas penagihan pajak dengan surat ini terhadap pelunasan tunggakan

pajak dengan rincian tahun 2014 sebesar 27%. Tahun 2015 sebesar 18%, tahun

2016 sebesar 12% dan pada tahun 2017 sebesar 7%. Penyebab pelunasan

tunggakan pajak tidak mencapai 100% antara lain yaitu: rendahnya kepatuhan

wajib pajak memenuhi kewajibannya dalam membayar pajak, penanggung

pajak mengajukan permohonan angsuran pembayaran karena kondisi

keuangan tidak memungkinkan jika dibayarkan sekaligus dan penanggung

pajak lalai dalam membayar pajaknya. Selain itu, adanya Wajib Pajak yang

pindah alamat tanpa pemberitahuan kepada pihak KPP Pratama Medan Timur.

Page 2: BAB II A.eprints.umm.ac.id/66582/4/BAB II.pdf · 2020. 9. 17. · mengirim surat tagihan atau surat keputusan pajak, tetapi akan diikuti dengan tindakan sita dan dilanjutkan dengan

6

Persamaan topik penulis dengan topik penelitian terdahulu adalah sama

sama meneliti tentang penagihan aktif sedangkan perbedaan yang di temukan

yaitu pada penelitian terdahulu menggunakan mekanisme penyitaan terhadap

efektifitas sedangkan penulis memilih tentang penyanderaan terhadap

kepatuhan wajib pajak.

Menurut Mulyatsih Wahyumurti,Sh (2005) tentang Pengaruh

Lembaga Sandera (Gijzeling) Terhadap Tingkat Kepatuhan Wajib

Pajak/ Penanggung Pajak. Penelitian ini dilakukan dengan metode

pendekatan yuridis empiris untuk megetahui implementasi peraturan di bidang

perpajakan dalam mengkaji keterikatannya dengan tingkat kepatuhan WP/PP.

Dari hasil penelitian, diketahui bahwa tingkat kepatuhan WP/PP pajak dalam

melakukan kewajiban pajaknya masih atas dasar paksaan. Dapat diketahui pula

bahwa penerapan lembaga sandera (gijzeling) belum dapat menimbulkan efek

jerah (different effect) secara maksimal kepada WP/PP yang lain. Dari hasil

penelitian juga diketahui bahwa WP/PP dapat mengajukan upaya hukum

terkait dengan keputusan Ditjen Pajak yang dianggap tidak adil dalam hal

penyanderaan terhadap wajib pajak/ penanggung pajak. Jika upaya tersebut

dimenangkan tersandera, maka ia mempunyai hak direhabilitasi namanya,

tetapi jika kalah ia harus membayar utag pajak, denda dan bunganya.

Persamaan topik penulis dengan topik penelitian terdahulu adalah sama

sama dengan topik penyanderaan dengan kajian kepatuhan penyanderaan

terhadap tingkat kepatuhan. Perbedaan terletak pada masalah yang dibahas

yaitu jika peneliti terdahulu membahas tentang peran lembaga sandera dan

penulis membahas prosedur penyanderan.

Trianah Agustinah (2009) Analisis Pengaruh Persepsi Penyanderaan

Wajib Pajak Terhadap Kepatuhan Wajib Pajak. Penelitian ini

menggunaakan Metode Convinience sampling untuk mengetahui apakah

terdapat korelasi dan seberapa besar pengaruh (kontribusi) persepsi

penyanderaan wajib pajak terhadap kepatuhan wajib pajak. Dengan

menggunakan metode Convenience sampling dalam pemilihan sampel. Sampel

dalam penelitian ini adalah sebanyak 45 responden. Dari hasil penelitian

Page 3: BAB II A.eprints.umm.ac.id/66582/4/BAB II.pdf · 2020. 9. 17. · mengirim surat tagihan atau surat keputusan pajak, tetapi akan diikuti dengan tindakan sita dan dilanjutkan dengan

7

diketahui bahwa hasil uji regresi linear antara variabel independen (persepsi

penyanderaan wajib pajak) terhadap kepatuhan wajib pajak menunjukkan nilai

R square sebesar 0,187. hal ini dapat diartikan bahwa kepatuhan wajib pajak

dapat dijelaskan oleh variabel independen sebesar 18,7% dan sisanya

dijelaskan oleh variabel lain, ini menunjukkan bahwa variabel independen

tersebut berpengaruh secara signifikan terhadap variabel dependen (Kepatuhan

Wajib Pajak)

Persamaan topik penulis dengan topik penelitian terdahulu adalah sama

sama dengan topik penyanderaan. Perbedaan terletak pada masalah yang

dibahas yaitu jika peneliti terdahulu membahas tentang presepsi lembaga

sandera terhadap kepatuhan wajib pajak dan penulis membahas prosedur

penyanderan sebagai efek jerah terhadap wajib pajak nakal.

Dalam perjalananya lembaga sandera membutuhkan waktu untuk

menunjukkan apasitasnya dalam memberi dampak positif (deterrent effect)

terhadap wajib pajak WP/ penanggung pajak PP dalam melakukan kewajiban

perpajakannya .

Dapat disimpulkan dari hasil penelitian terdahulu di dapat persamaan

antara topik penulis yaitu pengaruh dari adanya lembaga sendera terhadap

tingkat kepatuhan wajib pajak. Perbedaan yang ada yaitu peneliti terdahulu

juga meneliti tentang penyelesaian sengketa pajak sedangkan penulis fokus

tentang perosedur penagihan aktif sampai dengan penyanderaan dan efek jera

yang di hasilkan dari penyanderaan di KPP Malang Utara.

B. Landasan Teori

1. Wajib Pajak dan Subjek Pajak

Menurut Undang-undang No.6 tahun 1983 tentang Ketentuan

Umum dan Tata cara Perpajakan (KUP) sebagaimana telah diubah terakhir

dengan Undang-undang No. 16 tahun 2009 Pasal 1 nomor urut 2 Wajib

Pajak atau penanggung pajak adalah orang pribadi atau badan, meliputi

pembayaran pajak, pemotong pajak, dan pemungut pajak, yang mempunyai

Page 4: BAB II A.eprints.umm.ac.id/66582/4/BAB II.pdf · 2020. 9. 17. · mengirim surat tagihan atau surat keputusan pajak, tetapi akan diikuti dengan tindakan sita dan dilanjutkan dengan

8

hak dan kewajiban perpajakan sesuai dengan ketentuan peraturan

perundang-undangan perpajakan.

Sedangkan subjek pajak adalah sebuah istilah yang telah di atur

dalam undang- undang perpajakan untuk orang pribadi dan juga

perkumpulan atau organisasi berdasarkan peraturan undang-undang pajak

yang berlaku. Suatu subjek pajak bukan berarti mempunyai kewajiban

perpajakan.

Menurut Mardiasmo (2018) dalam bukunya subjek pajak adalah:

a. 1). OP atau Orang pribadi.

2). Warisan yang belum terbagi.

b. Badan antaralain perseroan terbatas (PT), perseroan komonditer,

perseroan lainya, BUMN/BUMD dengan nama dan bentuk apapun,

firma, kongsi, koperasi, dana pensiun, persekutuan, perkumpulan,

yayasan, organisasi massa, organisasi sosial politik, atau organisasi

lainnya, lembaga, dan bentuk badan lainnya termasuk kontrak investasi

public.

c. Bentuk Usaha Tetap (BUT)

Subjek pajak dapat dibedakan menjadi:

1) Subjek pajak dalam negeri yang terdiri dari:

a) Subjek Pajak Orang Pribadi, yaitu:

i. Orang pribadi yang bertempat tinggal atau berada di Indonesia

lebih dari 183(seratus delapan puluh tiga) hari (tidak harus

berturut turut) dalam jangka waktu 12 (duabelas) bulan.

ii. Orang pribadi yang dalam suatu tahun pajak berada di

Indonesia dan mempunyai niat bertempat tinggal di Indonesia.

b) Subjek Pajak Badan, yaitu:

Badan yang didirikan atau bertempet tinggal di Indonesia,

kecuali unit tertentu dari badan pemerintah yang memenuhi

kriteria:

Page 5: BAB II A.eprints.umm.ac.id/66582/4/BAB II.pdf · 2020. 9. 17. · mengirim surat tagihan atau surat keputusan pajak, tetapi akan diikuti dengan tindakan sita dan dilanjutkan dengan

9

i. Pembentuknya berdasarkan peraturan perundang–undangan.

ii. Pembiayaannya bersumber dari Anggaran Pendapatan dan

Belanja Negara atau Anggaran Pendapatan dan Belanja

Daerah.

iii. Penerimaannya di masukkan kedalam anggaran Pemerintah

Pusat atau Pemerintah Daerah dan

iv. Pembukuannya diperiksa oleh aparat pengawasan fungsional

Negara.

2) Subjek pajak luar negeri yang terdiri dari:

a) Orang pribadi yang tidak bertepat tinggal di Indonesia, orang

pribadi yang berada di Indonesia tidak lebih dari 183 hari dalam

jangka waktu 12 (dua belas) bulan, serta badan yang tidak

didirikaan dan tidak bertempat kedudukan di Indonesia, yang

menjalankan usaha atau melakukan kegiatan melalui bentuk

usaha tetap di Indonesia; dan

b) Orang pribadi yang tidak bertempat tinggal di Indonesia, orang

pribadi yang berada di Indonesia tidak lebih dari 183 hari dalam

jangka waktu 12 bulan, dan badan yang tidak didirikan dan

berkedudukan di Indonesia, yang dapat menerima atau

memperoleh penghasilan dari Indonesia tidak dari menjalankan

usaha atau melakukan kegiatan melalui pentuk usaha tetap di

Indonesia.

Subjek pajak orang pribadi dalam negeri menjadi Wajib Pajak

apabila telah menerima atau memperoleh penghasilan yang besarnya

melebihi Penghasilan Tidak Kena Pajak.

2. Penagihan Pajak

Penagihan pajak adalah suatu cara yang di lakukan atau sebuah

tindakan yang terjadi sebagai akibat dari kelalaian ataupun ketidak patuhan

wajib pajak terhadap kewajibannya melapor dan membayar pajak.

Page 6: BAB II A.eprints.umm.ac.id/66582/4/BAB II.pdf · 2020. 9. 17. · mengirim surat tagihan atau surat keputusan pajak, tetapi akan diikuti dengan tindakan sita dan dilanjutkan dengan

10

Menurut Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 19 Tahun

2000 Tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 19 Tahun 1997

Tentang Penagihan Pajak Dengan Surat Paksa penagihan pajak adalah

serangkaian tindakan agar penanggung pajak melunasi utang pajak dan

biaya penagian pajak dengan menegur atau memperingatkan, melaksanakan

penagihan seketika dan sekaligus, memberitahukan surat paksa,

mengusulkan pencegahan, melaksanakan penyitaan, melaksanakan

penyanderaan, menjual barang- barang yang telah disita.

Penagihan pajak dapat di kelompokkan menjadi 2 (dua), yaitu

penagihan pasif dan penagihan aktif:

a. Penagihan pajak pasif

Penaguhan pajak pasif dilakukan dengan menggunakan Surat

Tagihan Pajak (STP), Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar (SKPKB)

Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar Tambahan (SKPKBT) Surat

Keputusan Pembetulan yang menyebabkan pajak terhutang menjadi

lebih bayar, Surat Keputusan Keberatan yang menyebabkan pajak

terhutang menjadi lebih besar, Surat Keputusan Banding yang

menyebabkan pajak terhutang menjadi lebih besar. Jika dalam jangka

waktu 30 hari belum dilunasi maka tujuh hari setelah jatuh tempo akan

di ikuti dengan penagihan pajak secara aktif yang dimulai dengan

menerbitkan surat teguran.

b. Penagihan Pajak Aktif

Merupakan kelanjutan dari penagihan pajak pasif, dimana dalam

upaya penagihan ini fiskus berperan aktif dalam arti tidak hanya

mengirim surat tagihan atau surat keputusan pajak, tetapi akan diikuti

dengan tindakan sita dan dilanjutkan dengan pelaksanaan lelang.

Page 7: BAB II A.eprints.umm.ac.id/66582/4/BAB II.pdf · 2020. 9. 17. · mengirim surat tagihan atau surat keputusan pajak, tetapi akan diikuti dengan tindakan sita dan dilanjutkan dengan

11

3. Pejabat dan Jurusita Pajak

Pejabat adalah pihak yang mempunyai tanggungjawab dan memiliki

kewenangan untuk memilih dan memutuskan menghentikan jurusita pajak

dan menerbitkan surat perintah penagihan aktif dan surat lain yang

sehubungan dengan wajib pajak yang memiliki hutang pajak untuk melunasi

utang baik itu sebagian maupun seluruhnya sesuai dengan peraturan

perundang undangan yang berlaku.

Jurusita pajak adalah pihak yang ditunjuk untuk melaksanakan suatu

penagihan pajak yang meliputi penagihan seketika dan sekaligus,

pemberitahuan surat paksa, penyitaan dan penyanderaan. Seorang jurusita

merupakan jabatan yang masuk dalam struktur penagihan dan bertanggung

jawab atas penagihan yang telah dilakukan terhadap pimpinan. Menurut

Mardiasmo (2018) tugas jurusita antaralain;

a. Melakukan Surat Perintah Penagihan Seketika dan Sekaligus;

b. Memberitahukan Surat Paksa;

c. Melaksanakan penyitaan atas barang penanggung Pajak berdasarkan

Surat Perintah Melaksanakan Penyitaan;

d. Melaksanakan Penyanderaan berdasarkan surat perintah

Penyanderaan.

Dalam pelaksanaan peyitaan, Jurusita Pajak berwenang memasuki

dan memeriksa semua ruangan termasuk membuka lemari, laci, dan tempat

lain untuk menemukan objrk sita di tempat usaha, ditempat lain yang dapat

di duga sebagai tempat penyimpanan objek sita.

4. Surat Pemberitahuan (SPt)

Surat pemberitahuan (SPt) adalah surat pelaporan atas penghitungan

pajak yang di sampaikan oleh wajib pajak atas harta, penghasilan sesuai

dengan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan yang berlaku.

Page 8: BAB II A.eprints.umm.ac.id/66582/4/BAB II.pdf · 2020. 9. 17. · mengirim surat tagihan atau surat keputusan pajak, tetapi akan diikuti dengan tindakan sita dan dilanjutkan dengan

12

Menurut Eny dan Setu (2019) Surat Pemberitahuan memiliki fungsi dan

jenis surat pemberitahuan:

a. Surat Pemberitahuan Pajak (SPt)

Fungsi surat pemberitahuan pajak atau SPt bagi WP ialah sebgai

pelaporan dan tanggung jawab atas pembayaran dan perhitungan jumlah

pajak yang terutang. Fungsi SPt yaitu untuk pelaporan:

1) Untuk pelaporan hasil kegiatan usaha dalam satu tahun pajak;

2) Untuk pelaporan pembayaran dan pelunasan pajak yang sudah

di lakukan WP;

3) Pelaporan pembayaran suatu potongan dalam 1 (satu) tahun

pajak;

4) Melaporkan posisi aktiva, modal dan pasiva;

5) Penyetoran bayar dari potongan atau pemungutan pajak OP

maupun badan lainnya dalam masa tahun pajak.

b. Jenis – Jenis Surat Pemberitahuan

Ada 2 (dua):

1) Surat pemberitahuan Masa

Adalah media yang dipakai oleh wajib pajak (WP) sebagai

pelaporan atas hasil pungutan atau pemotongan dalam

pembayaran pajak selama satu periode / 1 (satu) bulan.

2) Surat pemberitahuan Tahunan

Adalah media yang dipakai oleh wajib pajak (WP) untuk

pelaporan atas penghasilan, biaya, harta, kewajiban, modal serta

pungutan pajak, sehingga diketahui pajak penghasilan yang

telah dibayar atau dilunasi selama dalam satu tahun pajak.

5. Surat Ketetapan Pajak (SKP) dan Surat Tagihan Pajak (STP)

a. Surat Ketetapan Pajak

Surat Ketetapan Pajak merupakan surat yang terdiri atas Surat

Ketetapan Pajak Kurang Bayar (SKPKB), Surat Ketetapan Pajak Kurang

Page 9: BAB II A.eprints.umm.ac.id/66582/4/BAB II.pdf · 2020. 9. 17. · mengirim surat tagihan atau surat keputusan pajak, tetapi akan diikuti dengan tindakan sita dan dilanjutkan dengan

13

Bayar Tambahan (SKPKBT), Surat Ketetapan Pajak Nihil, serta Surat

Ketetapan Pajak Lebih Bayar. Surat Ketetapan Pajak dilakukan setelah

proses pemeriksaan selesai dilalui.

b. Surat Tagihan Pajak

Surat Taguhan Pajak yaitu surat yang digunakan untuk

melakukan penagihan dan juga sanksi pajak baik itu berupa bunga

maupun denda. Menurut Mardiasmo (2016) STP diterbitkan oleh pihak

Direktorat Jenderal Pajak (DJP) bila:

1) Pajak penghasilan dalam tahun berjalan tidak atau kurang dibayar,

2) Dari hasil penelitian terdapat kekurangan pembayaran pajak

sebagai akibat salah tulis dan atau salah hitung;

3) Wajib Pajak dikenai sanksi administrasi berupa denda maupun

bunga;

4) Pengusaha yang telah dikukuhkan sebagai pengusaha kena pajak,

tetapi tidak membuat faktur pajak atau membuat faktur pajak tetapi

tidak tepat waktu.

5) Pengusaha yang telah dikukuhkan sebagai pengusaha kena pajak

yang tidak mengisi faktur secara lengkap (selain: identitas pembeli,

nama dan tanda tangan);

6) Pengusaha kena pajak melaporkan faktur pajak tidak sesuai dengan

masa penerbitan faktur pajak; atau

7) Pengusaha kena pajak yang gagal berproduksi dan telah diberikan

pengembalian pajak masukan sebagaimana dimaksudkan dalam

pasal 9 di ayat (6a) Undang-undang PPN pajak pertambahan nilai

1984 dan perubahannya.

6. Surat Teguran

Surat Teguran adalah suatu surat peringatan dan merupakan tahap

awal dari alur penagihan aktif. Surat tagihan dilakukan jika wajib pajak

memiliki suatu tunggakan yang tertulis di dalam Surat Tagihan Pajak, Surat

Page 10: BAB II A.eprints.umm.ac.id/66582/4/BAB II.pdf · 2020. 9. 17. · mengirim surat tagihan atau surat keputusan pajak, tetapi akan diikuti dengan tindakan sita dan dilanjutkan dengan

14

Ketetapan Pajak Kurang Bayar, Surat ketetapan pajak kurang bayar

tambahan, dan belum di lunasi sampai periode 7 (Tujuh) hari setelah jatuh

tempo / 1 (satu) bulan sejak penerbitan.

Fungsi Surat Teguran adalah sebagai pengingat kepada wajib pajak

agar supaya wajib pajak mengindahkan dan melunasi tungakan pajak secara

sadar dan suka rela.

7. Surat Perintah Penagihan Seketika dan Sekaligus

Surat ini merupakan tindakan lanjutan apabila surat teguran tidak di

patuhi. Dari surat ini mengakibatkan jenis penagiha seketika dan sekaligus.

Penagihan seketika dan sekaligus merupakan penagihan pajak yang di

lakukan jurusita pajak kepada wajib pajak tanpa menunggu tanggal jatuh

tempo pembayaran yang meliputi seluruh utang pajak dari semua jenis

pajak, masa pajak, dan tahun pajak. Jurusita melakukan penagihan seketika

dan sekaligus berdasarka surat perintah penagihan seketika dan sekaligus.

Surat ini di terbitkan apabila:

a. Penanggung pajak akan meninggalkan Indonesia untuk selama-

lamanya atau berniat untuk itu;

b. Penanggung pajak memindah tangankan barang yang dimiliki atau

yang dikuasai dalam rangka menghentikan atau mengecilkan

kegiatan perusahaan, atau pekerjaan yang di lakukan di Indonesia.

c. Terdapat tanda tanda bahwa penanggung pajak akan membubarkan

badan usahanya, atau memindahtangankan perusahaan yang dimiliki

atau dikuasainya, atau melakukan oerubahan bentuk lainya.

d. Badan usaha akan dibubarkan oleh Negara;

e. Terjadinya penyitaan atas barang penanggung pajak oleh pihak

ketiga atau terhadap tanda tanda kepailitan

Surat Perintah Penagihan Seketika dan Sekaligus harua memuat:

i. Nama wajib pajak, atau

ii. Besarnya Utang pajak

Page 11: BAB II A.eprints.umm.ac.id/66582/4/BAB II.pdf · 2020. 9. 17. · mengirim surat tagihan atau surat keputusan pajak, tetapi akan diikuti dengan tindakan sita dan dilanjutkan dengan

15

iii. Perintah untuk membayar

iv. Saat pelunasan pajak.

8. Surat Paksa

Surat paksa adalah surat yang di berlakukan untuk memerintahkan

wajib pajak membayar hutang pajak dan segala biaya yang ditimbulkan dari

penagihan pajak. Surat paksa diberlakukan jika utang pajak tidak

dibayarkan setelah 21 hari dari tempo yang telah di tentukan dari semenjak

surat di terbitkan surat teguran maka akan di terbitkan surat paksa.

Menurut Mardiasmo (2018) surat paksa di terbitkan sekurang

kurangnya apabila:

a. Penanggung pajak tidak melunasi utang pajak dan kepadanya

diterbitkan suratnteguran dan surat peringatan dan atau surat lain

yang sejenis;

b. Terhadap penanggung pajak telah dilaksanakan penagihan seketika

dan sekaligus; atau

c. Penanggung pajak tidak memenuhi ketentuan sebagaimana

tercantum dalam keputusan persetujuan atau penundaan

pembayaran pajak.

Surat paksa terhadap orang pribadi diberitahukan jurusita pajak

kepada:

i. Penanggung pajak

ii. Orang dewasa bertempat tinggal bersama ataupun bekerja

ditempat usaha penanggung pajak. Apabila penanggung pajak

tidak bisa dijumpai.

iii. Salah satu ahli waris pelaksana wasiat apabila wajib pajak telah

meninggal dunia dan warisan belum dibagi.

iv. Para ahli waris, apabila wajib pajak telah membagi warisannya.

Page 12: BAB II A.eprints.umm.ac.id/66582/4/BAB II.pdf · 2020. 9. 17. · mengirim surat tagihan atau surat keputusan pajak, tetapi akan diikuti dengan tindakan sita dan dilanjutkan dengan

16

Surat paksa memiliki kekuatan eksekutorial dan kedudukan hukum

yang sama dengan keputusan pengadilan yang telah mempunyai

kekuatan ukum tetap.

Setalah pemberitahuan surat paksa yang di lakukan oleh jurusita

maka selanjutnya jurusita akan membuat berita acara pemberitahuan

bahwasannya surat paksa telah di beritahukan dengan resmi kepada

wajib pajak.

Menurut Pita Puspitasari (2017) dalam berita acara juga terdapat

peringatan bahwa pelaksanaan surat paksa dapat dilanjutkan tindkan

penyitaan dan dapat juga dengan tindakan pencegahan dan

penyanderaan. Bagian akhir dari berita acara berisi tentang pernyataan

kepada siapa salinan surat paksa di serahkan disertai dengan alasan

bahwasannya salinan asli tidak bisa di sampaikan secara langsung.

9. Penyitaan

Penyitaan adalah tindakan jurusita pajak untuk menguasai brang

penanggung pajak/ wajib pajak guna dijadikan jaminan untuk melunasi

utang pajak menurut peraturan perundang-undangan. Apabila utang pajak

tidak dilunasi oleh penanggung pajak dalam kurun waktu 2 kali 24 jam

setelah surat paksa di beritahukan, pejabat menerbitkan surat perintah

penyitaan penyitaan dilakukan oleh jursita pajak disaksikan oleh sekurang

kurangnya dua orang yang telah dewasa, penduduk Indonesia, dikenal oleh

juru sita pajak, dan dapat dipercaya.

Penyitaan oleh jurusita pajak tidak dapat dipaksakan apabila barang

penanggung pajak telah di sita oleh pengadilan negri atau instansi lain yang

berwenang. Setelah melakukan tindakan penyitaan, juru sita bisa melakukan

penyitaan tambahan apabila:

a. Nilai barang yang disita tidak cukup untuk melunasi biaya

penagihan pajak dan utang pajak;

Page 13: BAB II A.eprints.umm.ac.id/66582/4/BAB II.pdf · 2020. 9. 17. · mengirim surat tagihan atau surat keputusan pajak, tetapi akan diikuti dengan tindakan sita dan dilanjutkan dengan

17

b. Hasil lelang barang yang telah disita tidak cukup untuk melunasi

penagihan pajak dan tuang pajak.

10. Lelang

Lelang adalah suatu kegiatan atau proses dari penyitaan barang yang

dimiliki oleh penanggung pajak karena telah dikuasai dan kemudian dijual

untuk melunasi utang pajak. Lelang adalah suatu dari perilaku menjual

barang di depan umum dengan cara penawaran harga secara lisan dan atau

tertulisa dengan tujuan mengumpulkan peminat dari pembeli .

Penjualan secara lelang terhadap barang yang disita paling singkat

14 harui setelah pengumuman lelang melalui media masa. Bila hasil dari

pelelangan sudah memenuhi cukup untuk melakukan pelunasan biaya

penagihan maka lelang akan dihentikan meskipun barang yang di lelang

tersisa.

11. Penyanderaan dan Pencegahan

a. Pencegahan

Pencegahan merupakan larangan bersifat sementara bagi

Penanggung Pajak atau Wajib Pajak tertentu yang tidak diperizinkan

keluar dari Negara Indonesia atas alasan tertentu sesuai dengan ketentuan

protokol Undang-Undang. Pencegahan bisa dilakkukan terhadap

penanggun pajak yang memiliki hutang pajak sekurangnya Rp.

100.000.000,- (Seratus Jutah Rupiah) dan diragukan itikad baiknya

dalam melunasi utang pajak. Pencegahan dapat di hindarkan berdasarkan

keputusan pencegahan yang diterbitkan oleh menteri keuangan dan

permintaan pejabat atau atasan pejabat yang bersangkutan. Jangka waktu

pencegahan paling lama 6 (enam) bulan dan dapat diperpanjang selama-

lamanya 6 (enaam) bulan pencegahan terhadap penanggung pajak tidak

mengakibatkan lunasnya atau terhaapusnya hutang pajak dan terhentinya

pelaksanaan enagihan pajak.

Page 14: BAB II A.eprints.umm.ac.id/66582/4/BAB II.pdf · 2020. 9. 17. · mengirim surat tagihan atau surat keputusan pajak, tetapi akan diikuti dengan tindakan sita dan dilanjutkan dengan

18

b. Penyanderaan

Penyanderaan adalah pengekangan sementara waktu dalam artian

tidak selamanya untuk menyita hak kebebasan penanggung pajak hanya

dapat dilakukan dengan menempatkan di tempat tertentu. Penyanderaan

hanya dapat dilakukan terhadap penanggung pajak yang memiliki hutang

sebesar sekurang-kurangnya Rp. 100.000.000,- dan diragukan itikad

baiknya dalam melunasi utang pajak. Penyanderaaan hanya bisa

dilakukan berdasarkan surat perintah melakukan penyanderaan yang

diterbitkan oleh pejabat dan mendapat ijin tertulis dari menteri keuangan

dan gubernur kepala daera provinsi. Masa penyanderaan sekurang-

kurangnya atau paling lama 6 (enam) bulan dan dapat diperpanjang juga

selama 6 ( enam) bulan. Penyanderaan tidak boleh dilaksanakan dalam

hal penanggung pajak sedang beribadah, atau sedang mengikuti siding

remi, atau mengikuti pemilihan umum.

Penanggung pajak bisa lepas dari penyanderaan apabila:

1) Apabila utang pajak dan biaya penagihan pajak telah dibayar

lunas;

2) Apabila jangka waktu yang ditetapkan dalam surat perintah

penyanderaan telah terpenuhi;

3) Berdasarkan peraturan pengadilan yang telah mempunyai

kekuatan hukum tetap;

4) Berdasarkan pertimbangan tertentu dari Menteri Keuangan dan

Gubernur.