bab ii kajian pustaka 2.1 kajian teorirepository.uksw.edu/bitstream/123456789/11169/2/t1... ·...
TRANSCRIPT
5
BAB II
KAJIAN PUSTAKA
2.1 Kajian Teori
2.1.1 Mata Pelajaran Ilmu Pengetahuan Alam (IPA)
Pembelajaran adalah proses atau cara, pembuatan untuk menjadikan
seseorang lebih baik pada kehidupan masa depan. Dalam hal ini sekolah akan
membentuk peserta didik menjadi manusia yang mempunyai potensi dalam
kehidupan masa depan untuk lebih baik dari sebelumnya. Apabila pembelajaran
dipandang sebagai suatu proses, maka pembelajaran merupakan rangkaian upaya
yang dibuat oleh guru untuk membuat peserta didik berminat dan mau untuk
mengikuti pembelajaran. IPA berhubungan dengan cara mencari tahu tentang
alam semesta secara sistematis, sehingga IPA bukan hanya penguasaan kumpulan
pengetahuan fakta-fakta, konsep-konsep atau prinsip-prinsip saja, tetapi juga
merupakan suatu proses penemuan (Sulistyorini Sri 2007 : 37)
2.1.1.1 Pengertian IPA
Dalam Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) 2006 untuk SD/MI
dijelaskan mengenai pembelajaran IPA yaitu : Ilmu Pengetahuan Alam (IPA)
berhubungan dengan cara mencari tahu tentang alam secara sistematis, sehingga
IPA bukan hanya penguasaan kumpulan pengetahuan yang berupa fakta-fakta,
konsep-konsep, atau prinsip-prinsip saja tetapi juga merupakan suatu proses
penemuan. Pendidikan IPA diharapkan dapat menjadi wahana bagi peserta didik
lebih lanjut dalam menerapkannya di dalam kehidupan sehari-hari.
IPA berasal dari kata sains yang berarti alam, sains menurut Suyono
(1998:5) merupakan pengetahuan hasil kegiatan manusia yang bersifat aktif dan
dinamis tiada henti-hentinya serta diperoleh melalui metode tertentu tertentu yaitu
teratur, sistematis, berobjek, bermetode dan berlaku observasi, eksperimen,
penyimpulan, penyusunan teori, eksperimen, obervasi dan demikian seterusnya
kait-mengait antara cara yang satu dengan yang lainnya. Sains menurut Depdiknas
(2004:3) adalah ilmu yang mempelajari fenomena-fenomena yang ada dialam
6
semesta. Sains memperoleh kebenaran tentang fakta dan fenomena alam melalui
kegiatan empirik yang dapat diperoleh melalui eksperimen laboratorium atau alam
bebas. Trianto (2007:102) mengatakan, IPA adalah suatu kumpulan teori yang
sistematis, penerapannya secara umum terbatas pada gejala-gejala alam, lahir dan
berkembang melalui metode ilmiah seperti observasi dan eksperimen serta
menurut sikap ilmiah seperti rasa ingin tahu, terbuka, jujur, dan sebagainya.
Berdasarkan masing-masing pendapat yang berbeda-beda tentang
pengertian IPA di atas, maka dapat disimpulkan bahwa ilmu pengetahuan alam
(IPA) berhubungan dengan cara mencari tahu tentang alam secara sistematis,
sehingga IPA bukan hanya penguasaan kumpulan pengetahuan yang berupa fakta-
fakta, konsep-konsep atau prinsip-prinsip saja tetapi juga merupakan suatu proses
penemuan, sehingga melalui teori ilmiah dapat berkembang dengan melakukan
observasi dan eksperimen. Pendidikan IPA diharapkan dapat menjadi wahana bagi
peserta didik untuk mempelajari diri sendiri dan alam sekitar, serta prospek
pengembangan lebih lanjut dalam menerapkannya menekankan pada pemberian
pengalaman langsung untuk mengembanglkan kompetensi agar menjelajahi dan
alam sekitar secara ilmiah.
2.1.1.2 Tujuan Mata Pelajaran IPA
Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) memuat antara lain tujuan
masing-masing mata pelajaran (MP), standar kompetensi (SK), dan kompetensi
dasar (KD).
Tujuan pembelajaran IPA di Sekolah Dasar yang berdasarkan KTSP 2006 adalah:
1. Memperoleh keyakinan terhadap kebesaran Tuhan Yang Maha Esa
berdasarkan keberanian, keindahan dan keteraturan alam ciptaannya.
2. Mengembangkan pengetahuan dan pengalaman konsep-konsep IPA yang
bermanfaat dan dapat di terapkan dalam kehidupan sehari-hari.
3. Mengembangkan rasa ingin tahu, sifat positif dan kesadaran tentang adannya
hubungan yang saling mempengaruhi antara IPA, lingkungan, teknologi dan
masyarakat.
7
4. Mengembangkan keterampilan proses, untuk menyelidiki alam sekitar,
memecahkan masalah dan membuat keputusan.
5. Meningkatkan kesadaran untuk berperan serta dalam memelihara, menjaga dan
melestarikan lingkungan alam.
6. Meningkatkan kesadaran untuk menghargai alam dan segala keteraturannya
sebagai salah satu ciptaan tuhan.
7. Memperoleh bekal pengetahuan, konsep, keterampilan IPA sebagai dasar untuk
melanjutkan pendidikan ke SMP/MTs.
Berdasarkan penjelasan di atas, dapat disimpulkan bahwa konsep-konsep
IPA yang diberikan di Sekolah Dasar secara umum bertujuan agar siswa dapat
menyadari dan ikut berpartisipasi dalam memelihara, menjaga, dan melestarikan
lingkungan alam, serta menghargai alam sebagai ciptaan tuhan. Tujuan
pembelajaran IPA akan berhasil bila dalam prosesnya melibatkan interaksi siswa
yang ovtimal. Interaksi tersebut meliputi interaksi guru dengan siswa, interaksi
siswa dengan guru, interaksi siswa dengan sesama siswa, juga interaksi siswa
dengan lingkungannya.
2.1.1.3 Fungsi Pembelajaran IPA
IPA diperlukan dalam kehidupan sehari-hari untuk memenuhi kehidupan
manusia melalui pemecahan masalah-masalah yang dapat diidentifikasi Menurut
Depdiknas (2004) fungsi pembelajaran IPA adalah :
1. Menanamkan keyakinan terhadap Tuhan Yang Maha Esa.
2. Mengembangkan keterampilan, sikap, dan nilai ilmiah.
3. Mempersiapkan siswa menjadi warga negara yang melakukan IPA dan
teknologi.
4. Menguasai konsep IPA untuk bekal hidup di masyarakat dan melanjutkan
pendidikan ke jenjang yang lebih tinggi.
Dari fungsi pembelajaran IPA menurut Depdiknas (2004) penulis
menyimpulkan bahwa melalui pembelajaran IPA siswa dapat menemukan
keyakinan kepada sang pencipta. Mengembangkan keterampilan sikap melalui
pemahaman dan pengetahuan tentang IPA dan teknologi, sehingga dengan
penguasaan konsep tersebut mereka menjadi lebih memahami dan memdapatkan
8
pengetahuan, sehingga dalam kehidupan sehari-hari siswa dibekali potensi
sebagai bekal hidup di tengah masyarakat dan mengembangkannya pada jenjang
yang lebih tinggi.
2.1.1.4 Perlunya IPA diajarkan di SD
Pembelajaran merupakan bagian terpenting bagi kehidupan manusia dan
sekaligus membedakan manusia dan hewan. Hewan juga belajar tetapi lebih
ditentukan dengan insting, sedangkan bagi manusia belajar berarti rangkaian
kegiatan menuju pendewasaan guna menuju kehidupan yang lebih berarti. Oleh
karena itu berbagai pandangan yang menyatakan bahwa pendidikan merupakan
proses budaya untuk mengangkat harkat dan martabat manusia dan berlangsung
sepanjang hayat. Dalam hal ini pembelajaran IPA juga memegang peran
menentukan perkembangan manusia.
Setiap guru harus paham akan alasan mengapa IPA diajarkan di SD.
Pembelajaran merupakan bagian terpenting bagi kehidupan manusia, belajar
berarti rangkaian kegiatan menuju kedewasaan guna menuju kehidupan yang
lebih berarti. Oleh karena itu berbagai pandangan yang menyatakan bahwa
pendidikan merupakan proses budaya untuk mengangkat harkat dan martabat
manusia dan berlangsung sepanjang hayat. Pembelajaran IPA juga memegang
peran menentukan perkembangan manusia.
Ada beberapa alasan yang menyebabkan mata pelajaran IPA dimasukan ke
dalam suatu kurikulum sekolah. Alasan itu dapat digolongkan menjadi empat
golongan yaitu : a) bahwa IPA berfaedah bagi suatu bangsa, kiranya tidak perlu
dipersoalkan panjang lebar. Kesejahteraan materi suatu bangsa banyak sekali
tergantung pada kemampuan pada bangsa itu dalam bidang IPA, sebab IPA
merupakan dasar teknologi, yang sering disebut-sebut sebagai tulang punggung
pembangunan. Pengetahuan dasar untuk teknologi adalah IPA. Orang tidak
menjadi insinyur elektronika yang baik, atau doktor yang baik, tanpa dasar yang
cukup luas mengenai berbagai gejala alam, b) bila diajarkan IPA menurut cara
yang tepat, maka IPA merupakan suatu mata pelajaran yang memberika suatu
kesempatan yang berpilir kritis; misalnya IPA diajarkan dengan menggunakan
metode “menemukan sendiri”, dengan ini anak diharapkan pada suatu masalah;
9
umpamanya dapat dikemukakan suatu masalah demikian”, Dapatkah tumbuhan
hidup tanpa daun?”. Anak-anak di minta untuk mencari dan menyelidiki hal ini, c)
bila IPA diajarkan melalui percobaan-percobaan yang dilakukan sendiri oleh
anak, maka IPA tidaklah merupakan mata pelajaran yang bersifat hafalan belaka,
d) mata pelajaran ini mempunyai nilai-nilai pendidikan yaitu mempunyai potensi
yang dapat membentuk kepribadian anak secara keseluruhan.
Pendidikan IPA diharapkan dapat menjadi wahana bagi peserta didik untuk
mempelajari diri sendiri dan alam sekitar, serta prospek pengembangan lebih
lanjut dalam menerapkannya di dalam kehidupan sehari-hari. Proses
pembelajarannya menekannkan pada pemberian pengalaman langsung untuk
pengembangan kompetensi agar menjelajahi alam sekitar secara ilmiah.
Dalam kurikulum tingkat satuan pendidikan KTSP 2006 untuk SD/MI
dijelaskan mengenai pembelajaran IPA yaitu : Ilmu Pengetajuan Alam (IPA)
hubungan dengan cara mencari tahu tentang alam secara sistematis, sehingga IPA
bukan hanya penguasaan kumpulan pengetahuan yang berupa fakta-fakta, konsep-
konsep, atau prinsip-prinsip saja tetapi juga merupakan suatu proses penemuan.
Pendidikan IPA diarahkan untuk inkuiri dan berbuat sehingga dapat membantu
peserta didik untuk memperoleh pemahaman yang lebih mendalam tentang alam
sekitar. BNSP 2007:13. Dari penjelasan tersebut pendidikan IPA menekankan
pada pemberian pengalaman belajar secara langsung.
Dalam pembelajaran IPA siswa difasilitasi untuk mengembangkan sejumlah
keterampilan proses. Sebagaimana ungkapan (Hendri 2006:12) bahwa, dalam
pembelajaran tersebut siswa difasilitasi untuk mengembangkan sejumlah
keterampilan proses (keterampilan atau kerja ilmiah) dan sikap ilmiah dalam
memperoleh pengetahuan ilmiah tentang dirinya dan alam sekitar. Keterampilan
proses ini meliputi: keterampilan mengamati dengan seluruh indra; keterampilan
menggunakan alat dan bahan secara benar dengan selalu mempertimbangkan
keselamatan kerja; mengajukan pertanyaan; menggolongkan data; menafsirkan
data; mengkomunikasikan hasil temuan secara beragam, serta menggali dan
memilih informasi faktual yang relevan untuk menguji gagasan-gagasan atau
memecahkan masalah sehari-hari.
10
Pada prinsipnya, pembelajaran IPA harus dirancang dan dilaksanakan
sebagai cara “mencari tahu dan cara mengerjakan/melakukan yang dapat
membantu siswa memahami fenomena alam secara mendalam” (Depdiknas,
2003:3). IPA merupakan pengetahuan teoritis yang diperoleh atau disusun dengan
cara yang khas atau khusus, yaitu dengan melakukan observasi, eksperimentasi.
Pembelajaran IPA sangat penting diberikan di Sekolah Dasar, karena IPA sangat
berhubungan dengan kehidupan sehari-hari.
2.1.2 Model Pembelajaran kooperatif Tipe Jigsaw
Dalam penyampaian pembelajaran pada siswa, seorang guru harus bisa
memilih model pembelajaran yang efektif dan dapat memotivasi siswa.
Pembelajaran yang menggunakan model tersebut akan menuntut peserta didik
untuk ikut aktif dalam kegiatan pembelajaran. Model pembelajaran ini efektif
untuk melatih siswa berbicara untuk menyampaikan ide atau gagasan atau
pendapatnya sendiri, sehingga yang berperan dominan dalam kegiatan
pembelajaran adalah peserta didik. Dengan aktifnya siswa dalam berpendapat
melalui pembelajaran, maka siswa akan terlatih dari sisi mental, mereka
mempunyai keberanian yang handal, apabila suatu hari diminta untuk berbicara di
depan umum mereka sudah terlihat dan tidak canggung dalam berbicara, karena
dalam pembelajaran mereka sudah terlatih. Dalam penerapan model pembelajaran
kooperatif tipe jigsaw ini sangat berpengaruh bagi siswa. Model pembelajaran ini
juga akan menumbuhkan kepercayaan diri pada siswa, ketika siswa melakukan
tindakan dan memberikan pendapat/penjelasan dalam kegiatan pembelajaran,
misalkan guru meminta siswa untuk menyimpulkan hasil demonstrasi yang
dilakukan di kelas. Tanpa ditunjuk guru, siswa mengacungkan tangan untuk
memberikan komentar tentang kesimpulan dari percobaan tersebut. Siswa percaya
diri dan berani dala berbicara, tidak takut salah. Siswa terlatih dari hal yang
sederhana dan pada akhirnya nanti mereka dipersiapkan menghadapi masalah
yang lebih kompleks.
11
2.1.2.1 Pengertian Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Jigsaw
Perkembangan model pembelajaran dari waktu ke waktu terus mengalami
perubahan. Model-model pembelajaran tradisional kini mulai ditinggalkan
berganti dengan model yang lebih modern. Sejalan dengan pendekatan
konstruktivisme dalam pembelajaran, salah satu model pembelajaran yang kini
banyak mendapat respon adalah model pembelajaran kooperatif atau cooperative
learning. Pembelajaran kooperatif adalah suatu model pembelajaran yang saat ini
banyak digunakan untuk mewujudkan kegiatan belajar mengajar yang berpusat
pada siswa (student oriented), terutama untuk mengatasi permasalahan yang
ditemukan guru dalam mengaktifkan siswa, yang tidak dapat bekerja sama dengan
orang lain, siswa yang agresif dan tidak perduli pada yang lain, Djahiri K (2004).
Pembelajaran kooperatif tidak sama dengan sekedar belajar dalam
kelompok. Ada unsur-unsur dasar pembelajaran kooperatif yang membedakannya
dengan pembagian kelompok yang dilakukan asal-asalan. Pelaksanaan prosedur
model pembelajaran kooperatif dengan benar akan memungkinkan guru
mengelola kelas lebih efektif. Model pembelajaran kooperatif akan dapat
menumbuhkan pembelajaran efektif yaitu pembelajaran yang bercirikan: (1)
”memudahkan siswa belajar” sesuatu yang ”bermanfaat” seperti fakta
keterampilan, nilai, konsep, dan bagaimana hidup serasi dengan sesama; (2)
pengetahuan, nilai, dan keterampilan diakui oleh mereka yang berkompeten
menilai, (Anita Lie, 2002). Pada model pembelajaran kooperatif siswa diberi
kesempatan untuk berkomunikasi dan berinteraksi sosial dengan temannya untuk
mencapai tujuan pembelajaran, sementara guru bertindak sebagai motivator dan
fasilitator aktivitas siswa, artinya dalam pembelajaran ini kegiatan aktif dengan
pengetahuan dibangun sendiri oleh siswa dan mereka bertanggung jawab atas
hasil pembelajarannya.
Tujuan utama dalam penerapan model pembelajaran kooperatif adalah
agar peserta didik dapat belajar secara berkelompok bersama teman-temannya
dengan cara saling menghargai pendapat dan memberikan kesempatan kepada
orang lain untuk mengemukakan gagasannya dengan menyampaikan pendapat
mereka secara berkelompok. Pembelajaran adalah sesuatu yang dilakukan siswa,
12
bukan dibuat untuk siswa. Pembelajaran pada dasarnya merupakan upaya
pendidik untuk membantu peserta didik melakukan kegiatan belajar. Tujuan
pembelajaran adalah terwujudnya efisiensi dan efektivitas kegiatan belajar yang
dilakukan peserta didik.
Pembelajaran kooperatif adalah salah satu bentuk pembelajaran yang
berdasarkan faham konstruktivis. Pembelajaran kooperatif merupakan strategi
belajar dengan sejumlah siswa sebagai anggota kelompok kecil yang tingkat
kemampuannya berbeda. Dalam cooperative learning belajar dikatakan belum
selesai jika salah satu teman dalam kelompok belum menguasai bahan pelajaran,
Isjoni (2010).
Menurut Slavin (1985), pembelajaran kooperatif adalah suatu model
pembelajaran dimana siswa belajar dan bekerja dalam kelompok-kelompok kecil
secara kolaboratif yang anggotanya 4-6 orang dengan struktur kelompok
heterogen. Sedangkan Sunal dan Hans (2000) mengemukakan pembelajaran
kooperatif merupakan suatu cara pendekatan atau serangkaian strategi yang
khusus dirancang untuk memberi dorongan kepada peserta didik agar bekerjasama
selama proses pembelajaran.
Stahl (1994) menyatakan pembelajaran kooperatif dapat meningkatkan hasil
belajar siswa lebih baik dan meningkatkan sikap tolong menolong dalam perilaku
sosial. Thomson, et al (1995) mengemukakan, pembelajaran kooperatif turut
menambah unsur-unsur interaksi sosial pada pembelajaran. Pada cooperative
learning yang diajarkan adalah ketrampilan-ketrampilan khusus agar dapat
bekerja sama dengan baik di dalam kelompoknya, seperti menjadi pendengar yang
baik.
Anita Lie (2000) menyebut pembelajaran kooperatif dengan istilah
pembelajaran gotong royong, yaitu sistem pembelajaran yang memberi
kesempatan kepada peserta didik untuk bekerja sama dengan siswa lain dalam
tugas-tugas yang terstruktur. Bennet (1995) menyatakan ada lima unsur dasar
yang dapat membedakan pembelajaran kooperatif dengan kerja kelompok, yaitu:
1. Positive Interpedence (hubungan timbal balik).
13
2. Interaction face to face (interaksi langsung yang terjadi antar siswa tanpa
adanya perantara).
3. Adanya tanggung jawab pribadi mengenai materi pelajaran dalam anggota
kelompok.
4. Membutuhkan keluwesan.
5. Meningkatkan keterampilan bekerja sama dalam memecahkan masalah
(proses kelompok).
Berdasarkan pendapat-pendapat di atas belajar dengan model kooperatif
dapat diterapkan untuk memotivasi siswa berani mengemukakan pendapatnya,
menghargai pendapat teman, dan saling memberikan pendapat (sharing ideas).
Selain itu dalam belajar biasanya siswa dihadapkan pada latihan – latihan soal –
soal atau pemecahan masalah. Oleh karena itu, pembelajaran kooperatif sangat
baik untuk dilaksanakan karena siswa dapat bekerja sama dan saling tolong
menolong mengatasi tugas yang dihadapinya. Beberapa ahli menyatakan bahwa
model ini tidak hanya unggul dalam membantu siswa memahami konsep yang
sulit, tetapi juga sangat berguna untuk menumbuhkan kemampuan berpikir kritis,
bekerja sama dan membantu teman. Dalam pembelajaran kooperatif, siswa terlibat
aktif pada proses pembelajaran sehingga memberikan dampak positif terhadap
kualitas interaksi dan komunikasi yang berkualitas, dapat memotivasi siswa untuk
meningkatkan prestasi belajarnya, Isjoni (2010).
2.1.2.2. Kelebihan dan Kekurangan Dalam Model Pembelajaran Kooperatif
Tipe Jigsaw
Menurut Hidayanti, dalam (Purnitawati : 2011) dalam setiap pelaksanaan
model pembelajaran yang diterapkan oleh guru, tentu memiliki kelebihan dan
kekurangan. Berikut ini akan dipaparkan beberapa kelebihan dan kekurangan
pembelajaran jigsaw
a. Kelebihan Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Jigsaw
1. Siswa diajak untuk dapat menerangkan kepada siswa lain.
2. Mempermudah pekerjaan guru dalam mengajar, karena sudah ada tim ahli
yang bertugas menjelaskan materi kepada rekan-rekannya.
3. Pemerataan materi dapat dicapai dalam waktu yang singkat.
14
4. Melatih siswa untuk berbicara dan berpendapat.
5. Dapat menambah pengalaman belajar yang menyenangkan bagi siswa.
Dapat disimpulkan dari kelebihan model pembelajaran di atas, bahwa
melalui model pembelajaran jigsaw siswa dapat aktif dalam mengemukakan
pendapat serta ide-ide yang mereka miliki, dan dijelaskan kepada peserta didik
yang lainnya, serta aktifnya siswa berperan dalam kegiatan pembelajaran.
Menumbuhkan sifat percaya diri dalam menjelaskan masalah pada siswa lainnya
dan bertanggung jawab atas pendapatnya, sehingga melalui pembelajaran tersebut
memberikan kesan yang menyenangkan bagi siswa untuk berpartisifasi bersama
siswa lain.
b. Kelemahan Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Jigsaw
1. Pembelajaran oleh siswa sendiri, ini akan menjadi kendala.
2. Tidak semua siswa memiliki rasa percaya diri dalam berdiskusi
menyampaikan materi kepada temannya.
3. Butuh waktu yang cukup dan persiapan yang matang sebelum model
pembelajaran ini diterapkan.
4. Membutuhkan waktu yang sangat lama untuk mengenali tipe-tipe masing-
masing siswa.
5. Model pembelajaran ini sulit untuk diterapkan pada kelas yang memiliki
siswa banyak.
Solusi untuk mengatasi kekurangan model kooperatif tipe jigsaw
1. Guru berperan untuk mendampingi siswa dalam pembelajaran, serta
melakukan konfirmasi di akhir pembelajaran.
2. Guru mendorong siswa agar bersama-sama menciptakan suasana belajar
yang nyaman dan menyenangkan, sehingga dapat menimbulkan rasa
percaya diri siswa.
3. Dalam membuat perencanaan pembelajaran dengan model ini sebaiknya
sejak jauh-jauh hari, supaya matang dan cukup persiapan.
15
4. Model ini sebaiknya tidak diterapkan pada awal tahun ajaran, supaya guru
memiliki kesempatan untuk mengenali terlebih dahulu tipe masing-masing
siswa.
5. Dalam menerapkan model ini, sebaiknya guru memiliki keterampilan yang
cukup baik dalam memimpin kelompok-kelompok kecil dalam kelas.
2.1.2.3 Langkah-Langkah Dalam Model Pembelajaran kooperatif tipe Jigsaw
Model pembelajaran kooperatif tipe jigsaw merupakan model pembelajaran
kooperatif di mana peserta didik belajar dalam kelompok kecil yang terdiri dari 4-
6 orang secara heterogen dan bekerja sama saling ketergantungan yang positif dan
bertanggung jawaxb atas ketuntasan bagian materi pelajaran yang harus dipelajari
dan menyampaikan materi tersebut kepada anggota lain (Arends, 1997).
Di bawah ini langkah-langkah pada pembelajaran kooperatif tipe jigsaw
1. Guru membagi satu kelas menjadi beberapa kelompok dengan setiap kelompok
terdiri dari 4 – 6 siswa dengan kemampuan berbeda. Kelompok ini disebut
kelompok asal. Jumlah anggota dalam kelompok asal menyesuaikan dengan
jumlah bagian materi pelajaran yang akan dipelajari siswa sesuai dengan tujuan
pembelajaran yang akan dicapai. Setiap siswa diberi tugas mempelajari salah
satu bagian materi pembelajaran tersebut. Semua siswa dengan materi
pembelajaran yang sama dalam kelompok yang disebut kelompok ahli. Dalam
kelompok ahli, siswa mendiskusikan bagian materi pembelajaran yang sama,
serta menyusun rencana bagaimana menyampaikan kepada temannya jika
kembali ke kelompok asal. Kelompok asal ini oleh Aronson disebut kelompok
Jigsaw (gigi gergaji). Setiap anggota kelompok ahli akan kembali ke kelompok
asal memberikan informasi yang telah diperoleh atau dipelajari oleh kelompok
ahli. Guru memfasilitasi diskusi kelompok, baik yang ada pada kelompok ahli
maupun kelompok asal.
2. Setelah siswa berdiskusi dalam kelompok ahli maupun kelompok asal,
selanjutnya dilakukan presentasi masing-masing kelompok atau dilakukan
perundingan salah satu kelompok untuk menyajikan hasil diskusi kelompok
16
yang telah dilakukan agar guru dapat menyamakan persepsi pada materi
pembelajaran yang telah didiskusikan.
3. Guru memberikan kuis untuk siswa secara individual.
4. Guru memberikan penghargaan pada kelompok berdasarkan perolehan nilai
peningkatan hasil belajar individual.
5. Materi sebaiknya secara alami dapat dibagi menjadi beberapa bagian materi
pembelajaran.
2.1.2.4 Sintak Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Jigsaw
Pembuatan sintak model pembelajaran kooperatif tipe jigsaw harus sesuai
dengan langkah-langkah model pembelajaran kooperatif tipe jigsaw. Sebelum
memulai guru membagi siswa ke dalam 6 kelompok, masing-masing kelompok
berjumlah 6-7 siswa, ini dilakukan untuk memudahkan penyampaian
pembelajaran. Pembagian kelompok tersebut diluar dari langkah-langkah model
pembelajaran kooperatif teknik jigsaw.
1. Siswa dibagi dalam beberapa kelompok (tiap kelompok terdiri dari 5-6 orang).
2. Materi pelajaran diberikan kepada siswa dalam bentuk teks yang telah dibagi-
bagi menjadi sub bab.
3. Setiap anggota kelompok membaca sub bab yang ditugaskan dan bertanggung
jawab untuk mempelajarinya. Tiap anggota kelompok ahli setelah kembali
kekelompoknya bertugas mengajar teman-temannya.
4. Anggota dari kelompok lain telah mempelajari sub bab yang sama bertemu
dalam kelompok-kelompok ahli untuk mendiskusikan.
5. Pada pertemuan dan diskusi kelompok asal, siswa-siswa dikenal tagihan berupa
kuis individu.
6. Anggota dari kelompok lain yang telah mempelajari sub bab yang sama
bertemu dalam kelompok-kelompok ahli untuk mendiskusikan.
2.1.2.5 Sintak Penerapan Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Jigsaw Dalam
Mata Pelajaran IPA Berdasarkan Standar Proses
Dalam kegiatan pembelajaran mengguanakan model pembelajaran
kooperatif tipe jigsaw, peserta didik akan mempresentasikan hasil dari kerja
17
mereka dengan menggunakan ide dan pendapat mereka di depan teman lainnya,
sehingga pada kegiatan tersebut guru hanya sebagai pembimbing dalam
pelaksanaan kegiatan tersebut.
Tabel 1
Sintak dalam standar proses nampak dalam tabel berikut :
No Langkah-langkah Kegiatan Guru dan Siswa
1 Kegiatan Awal 1. Guru memberikan salam dan mengajak semua
siswa berdoa menurut agama dan keyakinan
masing-masing
2. Guru menyiapkan siswa secara fisik dan fisikis
3. Guru menanyakan pembelajaran yang kemarin
4. Guru menyampaikan tujuan pembelajaran tentang
perubahan lingkungan
2 Kegiatan Inti 5. Setelah guru menyampaikan tujuan pembelajaran,
siswa dibagi dalam beberapa kelompok setiap
kelompok terdiri dari 5-6 orang
6. Setiap kelompok mendapatkan materi yang
berupa teks yang sudah dibagi menjadi sub bab
7. Setiap anggota kelompok membacakan sub bab
yang sudah dibagikan dan mempelajarinya.
Setiap anggota kelompok ahli setelah kembali
kekelompoknya bertugas mengajar teman-
temannya.
8. Anggota dari kelompok lain yang telah
mempelajari sub bab yang sama bertemu dalam
kelompok-kelompok ahli untuk berdiskusi.
9. Setelah pertemuan diskusi kelompok, guru
mengadakan kuis individu
10. Anggota dari kelompok lain yang telah
mempelajari sub bab yang sama bertemu dalam
18
kelompok-kelompok ahli untuk berdiskusi
11. Masing-masing kelompok mempresentasikan
hasil kelompoknya didepan kelas
12. Guru memberikan penghargaan pada kelompok
berdasarkan perolehan nilai peningkatan hasil
belajar individual
13. Guru memberi kesempatan pada siswa untuk
bertanya hal yang belum jelas
3 Kegiatan Akhir 14. Guru memberikan evaluasi kepada siswa
15. Guru memberikan tindak lanjut kepada siswa
16. Siswa melakukanrefleksi terhadap pembelajaran
hari ini
17. Guru mengakhiri pembelajaran
2.1.3 Hasil Belajar
2.1.3.1 Pengertian Hasil Belajar
Belajar merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi dan berperan
penting dalam pembentukan pribadi dan perilaku individu. Nana Syaodih
Sukmadinata (2005) menyebutkan bahwa sebagian terbesar perkembangan
individu berlangsung melalui kegiatan belajar. Menurut Slavin dalam Catharina
Tri Anni (2004), belajar merupakan proses perolehan kemampuan yang berasal
dari pengalaman. Menurut Gagne dalam Catharina Tri Anni (2004), belajar
merupakan sebuah sistem yang didalamnya terdapat berbagai unsur yang saling
terkait sehingga menghasilkan perubahan perilaku.
Sedangkan menurut Bell-Gredler dalam Udin S. Winataputra (2008) belajar
adalah proses yang dilakukan oleh manusia untuk mendapatkan aneka ragam
competencies, skills, and attitude. Kemampuan (competencies), keterampilan
(skills), dan sikap (attitude) tersebut diperoleh secara bertahap dan berkelanjutan
mulai dari masa bayi sampai masa tua melalui rangkaian proses belajar sepanjang
hayat. Menurut Ernest R. Hilgard dalam Sumardi Suryabrata (1984) belajar
merupakan proses perbuatan yang dilakukan dengan sengaja, yang kemudian
19
menimbulkan perubahan, yang keadaannya berbeda dari perubahan yang
ditimbulkan oleh lainnya.
Sedangkan belajar menurut Gagne dalam bukunya The Conditions of
Learning 1977, belajar merupakan sejenis perubahan yang diperlihatkan dalam
perubahan tingkah laku, yang keadannya berbeda dari sebelum individu berada
dalam situasi belajar dan sesudah melakukan tindakan yang serupa itu. Moh.
Surya (1981), belajar adalah suatu proses usaha yang dilakukan individu untuk
memperoleh suatu perubahan tingkah laku yang baru keseluruhan, sebagai hasil
pengalaman individu itu sendiri dalam interaksinya dengan lingkungan.
Kesimpulan yang bisa diambil dari kedua pengertian di atas, bahwa pada
prinsipnya, belajar adalah perubahan dari diri seseorang.
Dari beberapa pengertian belajar di atas maka dapat disimpulkan bahwa
belajar adalah semua aktivitas mental atau psikis yang dilakukan oleh seseorang
sehingga menimbulkan perubahan tingkah laku yang berbeda antara sesudah
belajar dan sebelum belajar.
Hasil belajar adalah pola-pola perbuatan, nilai-nilai, pengertian-pengertian,
sikap-sikap, apresiasi dan keterampilan. Menurut Bloom (1963), hasil belajar
mencakup kemampuan kognitif, afektif, dan psikomotorik. Domain kognitif adalah
knowledge (pengetahuan, ingatan), comprehension (pemahaman, menjelaskan,
meringkas, contoh), application (menerapkan), analysis (menguraikan,
menentukan hubungan), synthesis (mengorganisasikan, merencanakan,
membentuk bangunan baru) dan evaluation (menilai). Domain afektif adalah
receiving (sikap menerima), responding (memberikan respons), valuing (nilai),
organization (organisasi), characterization (karakterisasi). Domain psikomotor
juga mencakup keterampilan produktif, teknik, fisik, sosial, manajerial dan
intelektual. Sementara, menurut Lindgren hasil pembelajaran meliputi kecakapan,
informasi, pengertian dan sikap.
Menurut Dimyati dan Mudjiono (1999), hasil belajar merupakan hal yang
dapat dipandang dari dua sisi yaitu sisi siswa dan dari sisi guru. Dari sisi siswa,
hasil belajar merupakan tingkat perkembangan mental yang lebih baik bila
dibandingkan pada saat sebelum belajar. Tingkat perkembangan mental tersebut
20
terwujud pada jenis-jenis ranah kognitif, afektif, dan psikomotor. Sedangkan dari
sisi guru, hasil belajar merupakan saat terselesainya bahan pelajaran.
Menurut Oemar Hamalik (2006) hasil belajar adalah bila seseorang telah
belajar akan terjadi perubahan tingkah laku pada orang tersebut, misalnya dari
tidak tahu menjadi tahu, dan dari tidak mengerti menjadi mengerti. Hasil belajar
adalah kemampuan-kemampuan yang dimiliki siswa setelah ia menerima
pengalaman belajarnya. Hasil belajar digunakan oleh guru untuk dijadikan ukuran
atau kriteria dalam mencapai suatu tujuan pendidikan. Hal ini dapat tercapai
apabila siswa sudah memahami belajar dengan diiringi oleh perubahan tingkah
laku yang lebih baik lagi.
Hasil belajar mempunyai peranan penting dalam proses pembelajaran.
Proses penilaian terhadap hasil belajar dapat memberikan informasi kepada guru
tentang kemajuan siswa dalam upaya mencapai tujuan-tujuan belajarnya melalui
kegiatan belajar. Selanjutnya dari informasi tersebut guru dapat menyusun dan
membina kegiatan-kegiatan siswa lebih lanjut, baik untuk keseluruhan kelas
maupun individu.
2.1.3.2 Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Hasil Belajar
Hasil belajar yang dicapai siswa dipengaruhi oleh dua faktor utama yaitu:
1. Faktor dari dalam diri siswa, meliputi kemampuan yang dimilikinya, motivasi
belajar, minat dan perhatian, sikap dan kebiasaan belajar, ketekunan, sosial
ekonomi, faktor fisik.
2. Faktor datang dari luar diri siswa atau faktor lingkungan, terutama kualitas
pengajaran.
Menurut Munadi (Rusman, 2012 : 124) faktor yang mempengaruhi hasil
belajar antara lain meliputi faktor internal dan faktor eksternal:
1. Faktor Internal
a. Faktor Fisiologis. Secara umum kondisi fisiologis, seperti kesehatan yang
prima, tidak dalam keadaan lelah dan capek, tidak dalam keadaan yang
21
cacat jasmani dan sebagainya. Hal tersebut dapat mempengaruhi peserta
didik dalam menerima materi pelajaran.
b. Faktor Psikologis. Setiap individu dalam hal ini peserta didik pada dasarnya
memiliki kondisi psikologis yang berbeda-beda, tentunya hal ini turut
mempengaruhi hasil belajarnya. Beberapa faktor psikologis meliputi
intelegensi (IQ), perhatian, minat, bakat, motif, motivasi, kognitif dan daya
nalar peserta didik.
2. Faktor Eksternal
a. Faktor lingkungan. Faktor lingkungan dapat mempengaruhi hasil belajar.
Faktor lingkungan ini meliputi lingkungan fisik dan lingkungan sosial.
Lingkungan alam misalnya suhu, kelembaban dan lain-lain. Belajar pada
tengah hari di ruangan yang kurang akan sirkulasi udara akan sangat
berpengaruh dan akan sangat berbeda pada pembelajaran pada pagi hari
yang kondisinya masih segar dan dengan ruangan yang cukup untuk
bernafas lega.
b. Faktor instrumental. Faktor-faktor instrumental adalah faktor yang
keberadaan dan penggunaannya dirancang dengan hasil belajar yang
diharapkan.
Faktor-faktor ini diharapkan dapat berfungsi sebagai sarana untuk
tercapainya jujuan-tujuan belajar yang direncanakan. Faktor-faktor instrumental
ini berupa kurikulum, sarana dan guru.
Hasil belajar adalah kemampuan-kemampuan yang dimiliki siswa setelah
peserta didik menerima pengalaman belajarnya. Hasil belajar digunakan oleh guru
untuk dijadikan ukuran atau kriteria dalam mencapai suatu tujuan pendidikan. Hal
ini dapat tercapai apabila siswa sudah memahami belajar dengan diiringi oleh
perubahan tingkah laku yang lebih baik lagi.
2.1.4. Hubungan Antara Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Jigsaw
Dengan Hasil Belajar IPA.
Menurut Y.W. Best yang disunting oleh Sanpiah Faisal variabel penelitian
adalah kondisi-kondisi yang dimanipulasikan oleh peneliti, dikontrol atau
diobservasi dalam suatu penelitian. Direktorat Pendidikan Tingkat departemen
22
menjelaskan bahwa yang dimaksud variabel penelitian adalah segala sesuatu yang
akan dijadikan objek pengamatan peneliti (Amirul Hadi 2005:204). Dari ke dua
pengertian tersebut dapat dijelaskan bahwa pariabel penelitian tersebut meliputi
faktor-faktor yang berperan dalam peristiwa atau gejala yang akan diteliti. Pada
penelitian ini ada dua variabel yang akan diamati dan diketahui hubungan antara
ke dua variabel tersebut. Hubungan timbal balik adalah hubungan dimana suatu
variabel dapat menjadi sebab dan akibat dari variabel lainnya. Artinya adalah
apabila pada suatu waktu variabel x mempengarihi variabel y dan waktu yang
lainnya variabel y mempengaruhi variabel x. Pada penelitian ini yang menjadi
variabel x adalah model kooperatif tipe jigsaw, sedangkan yang menjadi variabel
y adalah hasil belajar IPA. Hubungan kedua variabel tersebut adalah dimana
model pembelajaran kooperatif tipe jigsaw dapat mempengaruhi hasil belajar
siswa sehingga ada perubahan yang baik pada hasil belajar IPA, dan hasil belajar
IPA dapat meningkatkan karena dipengaruhi oleh adanya penerapan model
pembelajaran kooperatif tipe jigsaw. Itulah hubungan antara variabel pada
penelitian ini.
2.2 Kajian Hasil Penelitian Yang Relevan
Penelitian ini juga didasarkan pada penelitian yang dilakukan oleh beberapa
peneliti yang menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe jigsaw untuk
mengetahui keberhasilan yang dicapai dalam presentase ketuntasan siswa dalam
KKM yaitu 65 yang disajikan dalam bentuk jurnal, penelitian ini relevan dengan
penelitian:
1. Agus Wiyanto (2009) Judul penelitian, ”Penggunaan Cooperative Learning
Teknik Jigsaw Untuk Meningkatkan Keaktifan Belajar Siswa Pada Mata
Pelajaran IPA Kelas V Sd Negeri Gandu I Kecamatan Bogorejo Kabupaten
Blora. Model pembelajaran”,tanggal 16 Januari 2009, hasil penelitiannya
adalah penggunaan model pembelajaran kooperatif teknik jigsaw dapat
meningkatkan keaktifan siswa dalam pembelajaran IPA yaitu peningkatan
dalam keaktifan bertanya dan keaktifan menyampaikan pendapat.
2. Sri Nugrahani (2008) dalam penelitiannya menyimpulkan bahwa dengan
menerapkan model pembelajaran bongkar pasang terbukti dapat meningkatkan
23
hasil belajar IPA. Yang dimaksud model kelompok bongkar pasang di sini
yaitu yaitu model pembelajaran kooperatif jigsaw.
3. Lutfi Rahmawati (2009) menerapkan model pembelajaran kooperatif jigsaw
dengan kesimpulan bahwa model pembelajaran kooperaatif jigsaw dapat
meningkatkan aktifitas dan kemampuan siswa dalam belajar kelompok serta
meningkatkan hasil belajar IPS.
Tabel 2
Persamaan dan Perbedaan keterlaksanaan model pembelajaran
No Peneliti Tahun Variabel Hasil penelitian
X Y
1. Agus
Wiyanto
2009 Model
pembelajaran
jigsaw pada
pelajaran IPA
Keaktifan
siswa
Model pembelajaran
teknik jigsaw dapat
meningkatkan
keaktifan siswa dalam
pembelajaran IPA.
2. Sri
Nugrahani
2008 Model
pembelajaran
jigsaw
pelajaran IPA
Aktifitas
dan Hasil
belajar
Penggunaan model
pembelajaran jigsaw
pada mate pelajaran
IPA dapat
meningkatkan
aktifitas dan hasil
belajar siswa.
3. Lutfi
Rahmawati
2009 Penggunaan
Cooperatif
Learning
Tipe Jigsaw
Aktifitas
dan hasil
belajar
Penggunaan model
pembelajaran jigsaw
dapat meningkatkan
hasil belajar siswa.
4. Sintia
Nirmala
Agustin
2016 Penggunaan
Cooperatif
Learning
Tipe Jigsaw
Hasil
belajar
24
Sedangkan di sini penulis akan melakukan penelitian yang berupaya
meningkatkan hasil belajar IPA dengan menggunakan model pembelajaran
jigsaw, sehingga melalui penerapan model tersebut hasil belajar IPA akan lebih
meningkat, karena siswa akan merasa tertarik dalam mengikuti kegiatan belajar,
dengan mengembangkan potensi mereka berupa tindakan berbicara
mengemukakan pendapat mereka masing-masing sehingga dalam belajar di kelas
peserta didik cenderung tidak pasif tetapi akan aktif. Pada penelitian ini berbeda
dengan penelitian sebelumnya, karena penelitian ini fokus pada pembelajaran IPA
SD sedangkan penelitian yang dilakukan sebelumnya mengarah pada materi
lainnya. Pada penelitian ini juga menggunakan dua variabel tidak lebih.
Keberhasilan siswa ditandai oleh kemampuan mereka dalam berpendapat
dengan mengemukakan penjelasan tentang masalah yang diberikan kepada
mereka dan melalui penyelesaian evaluasi yang diberikan siswa menyelesaikan
dengan jawaban yang benar.
2.3 Kerangka Pikir
Keberhasilan proses pembelajaran juga didukung oleh penggunaan model
atau metode pembelajaran yang tepat, sesuai mata pelajaran, materi dan kondisi
siswa secara keseluruhan, selain oleh kemampuan siswa itu sendiri. Salah satu
wujud pembelajaran yang menekankan keaktifan siswa adalah dengan
pembelajaran kooperatif tipe jigsaw.
Pembelajaran kooperatif tipe jigsaw adalah suatu pembelajaran kooperatif
dengan belajar kelompok antara 4-6 yang saling bekerja sama, saling
ketergantungan antara teman satu dengan teman yang lainnya, dalam menerima
suatu materi yang berbeda dan setiap siswa harus bertanggung jawab untuk dapat
menyampaikan materi yang dipelajarinya kepada orang lain. Jadi, dengan
menerapkan pembelajaran kooperatif Tipe Jigsaw dapat diduga dapat
meningkatkan hasil belajar siswa karena siswa dapat lebih aktif serta lebih mudah
memahami materi pembelajaran.
25
2.4. Hipotesis Tindakan
Dengan mengacu pada kerangka pikir diatas, peneliti mengajukan hipotesis
sebagai berikut:
Penggunaan Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Jigsaw diduga dapat
meningkatkan hasil belaja IPA Kompetensi Dasar Mendeskripsikan pengaruh
perubahan lingkungan fisik terhadap daratan (erosi, abrasi, banjir, dan longsor)
pada siswa kelas 4 SD Negeri Tegaron 02 Kecamatan Banyubiru Kabupaten
Semarang Semester 2 Tahun Pelajaran
2015/2016.
Kondisi
awal
Pembelajaran
Konvensional :
- Guru lebih dominan
- Peserta didik pasif
- ceramah
Hasil belajar
siswa rendah
Penerapan model pembelajaran kooperatif tipe jigsaw
Siswa diajak untuk dapat menerangkan kepada siswa lain
Melatih siswa untuk menjadi guru, karena siswa diberi kesempatan untuk
menjelaskan materi yang diberikan oleh guru kepada siswa
Memotivasi siswa untuk menjadi yang terbaik dalam menjelaskan materi
ajar
Dapat menambah pengalaman belajar yang menyenangkan bagi siswa
Peserta didik dapat aktif berperan dalam kegiatan pembelajaran dengan
terlibatnya mereka pada suatu kegiatan belajar
Mendorong tumbuhnya tanggung jawab dan keberanian dalam diri siswa
untuk berbicara di depan.
Hasil belajar
lebih
meningkat
Memantapkan penerapan
model pembelajaran
kooperatif tipe jigsaw
Hasil belajar
siswa
meningkat