bab ii kajian pustaka -...
TRANSCRIPT
7
BAB II
KAJIAN PUSTAKA
Pada bab ini akan dijelaskan mengenai pustaka yang relevan dengan
metode pembelajaran peta konsep tipe Network Tree dan kreativitas siswa. Lebih
dalam lagi pada bab II ini membahas mengenai: pembelajaran Pendidikan
Kewarganegaraan SD, pembelajaran melalui pendekatan peta konsep tipe
Network Tree baik konsep maupun langkah-langkahnya. Selain itu pada bab ini
juga membahas teori kreativitas, penelitian yang relevan serta hipotesis penelitian.
2.1 Kajian Pustaka
2.1.1 Pembelajaran Kooperatif
2.1.1.1 Pengertian Pembelajaran Kooperatif
Panitz dalam Suprijono (2009:73) membedakan pembelajaran berbasis sosial
menjadi 2 (dua), yaitu pembelajaran kooperatif dan pembelajaran kolaboratif.
Selanjutnya, perlu penulis jelaskan bahwa balam penelitian ini, penulis lebih
cenderung menggunakan pembelajaran kooperatif. Pembelajaran kooperatif sering
juga disebut dengan cooperative learning. Menurut Sugiyono, pembelajaran
kooperatif adalah konsep yang lebih luas meliputi semua jenis kerja kelompok
termasuk bentuk-bentuk yang lebih dipimpin oleh guru atau diarahkan oleh guru.
Isjoni (2010:20) menjelaskan bahwa pembelajaran kooperatif adalah pembelajaran
yang menggunakan kelompok-kelompok kecil sehingga siswa saling bekerja sama
untuk mencapai tujuan pembelajaran. Selanjutnya Rofiq (2010: 1) juga
berpendapat bahwa cooperative learning atau pembelajaran kooperatif adalah
metode belajar yang dilaksanakan dengan bekerja sama antar siswa, sehingga
nantinya siswa tidak semata mencapai kesuksesan secara individual atau saling
mengalahkan antar siswa. Hal serupa juga pernah dikemukakan oleh Johnson
dalam B. Santoso (1999:6) cooperative learning merupakan kegiatan belajar
mengajar secara kelompok-kelompok kecil, siswa belajar dan bekerjasama untuk
sampai pada pengalaman belajar secara optimal, baik pengalaman individu
maupun kelompok. Trianto (2010:63) menyebutkan dalam model pembelajaran
kooperatif terdapat beberapa variasi atau tipe model yang dapat diterapkan.
8
Membaca beberapa rujukan di atas, secara tidak langsung penulis
menemukan beberapa tujuan pembelajaran kooperatif. Tujuan tersebut
diantaranya:
1. Siswa diorganisasikan ke dalam kelompok agar dapat membangun
kerjasama antar siswa. Artinya pembelajaran tidak lagi bersifat
individualistis. Namun, lebih mengedepankan kerjasama antar siswa.
Selain itu, belajar dalam kelompok juga akan lebih meningkatkan rasa
saling menghargai antar sesama siswa. Sebab, dalam belajar kelompok
siswa akan diarahkan oleh guru untuk saling menghargai pendapat satu
dengan yang lainnya.
2. Tidak semata mencapai kesuksesan secara individual atau saling
mengalahkan antar siswa. Dengan demikian, pembelajaran kooperatif
selalu mengedepankan kesuksesan secara kelompok. Namun demikian,
penulis juga berpendapat bahwa siswa juga berhak memperoleh
kesuksesan secara individual asalkan dilakukan secara sehat dan tidak
menyalahi aturan.
3. Pengalaman belajar secara optimal, baik pengalaman individu maupun
kelompok. Sebab, dalam belajar kelompok siswa tidak belajar sendiri.
Melainkan, siswa juga belajar bersama teman-temannya. Artinya, dalam
belajar kelompok, siswa yang mempunyai kelebihan akan menutupi
kelemahan rekannya dengan kelebihannya itu. Maka dari itu, pengalaman
yang diperoleh siswa akan lebih optimal baik individu maupun secara
kelompok.
2.1.1.2 Unsur-Unsur Pembelajaran Kooperatif
Setelah mengetahui pengertian dari pembelajaran kooperatif atau cooperative
learning. Akan lebih baik jika kita mengetahui beberapa unsur yang harus
dipenuhi dalam pembelajaran kooperatif guna mendapatkan hasil yang maksimal.
Sugiyono (2009:77) menjelaskan beberapa unsur dalam pembelajaran kooperatif
seperti berikut ini:
1. Positive interpendence (saling ketergantungan positif).
2. Personal responsibility (tanggung jawab perseorangan).
9
3. Face to face promotive interaction (interaksi promotif).
4. Interpersonal skill (komunikasi antaranggota).
5. Group processing (pemrosesan kelompok).
Unsur pertama dari pembelajaran kooperatif adalah saling ketergantungan
positif. Unsur ini lebih mengacu pada penugasan dalam kelompok. Penugasan
pertama yakni mempelajari bahan yang ditugaskan dalam kelompok. Penugasan
kedua ialah menjamin semua anggota kelompok mampu mempelajari bahan yang
ditugaskan tersebut. Artinya, keberhasilan kelompok sangat bergantung pada
usaha setiap anggotanya. Dalam hal ini, guru sebagai kreator kelompok kerja yang
efektif. Hendaknya dapat menyusun tugas yang nantinya setiap anggota kelompok
harus menyelesaikan tugasnya sendiri agar yang lain bisa mencapai tujuan
mereka.
Unsur kedua dalam pembelajaran kooperatif adalah tanggung jawab
perseorangan. Unsur ini merupakan akibat langsung dari unsur yang pertama. Jika
tugas dan pola penilaian dibuat menurut prosedur model Cooperative Learning
setiap siswa akan merasa bertanggung jawab untuk melakukan yang terbaik.
Kunci keberhasilan metode kerja kelompok adalah persiapan guru dalam
menyusun tugas.
Unsur ketiga dalam pembelajaran kooperatif ialah interaksi promotif atau
interaktif tatap muka. Setiap kelompok harus diberikan kesempatan untuk bertemu
muka dan berdiskusi. Kegiatan interaksi ini akan memberikan para pembelajar
untuk membentuk sinergi yang menguntungkan semua anggota. Hasil pemikiran
beberapa orang akan lebih kaya dari pada hasil pemikiran dari satu orang saja.
Lebih jauh lagi, hasil kerja sama ini jauh lebih besar dari pada jumlah hasil
masing-masing anggota.
Unsur selanjutnya yakni, komunikasi antar anggota. Unsur ini lebih mengacu
pada aspek keterampilan sosial antar anggota dalam kelompok itu sendiri. Dalam
kelompok, setiap anggota akan belajar saling mempercayai, saling menghargai,
saling menerima dan saling mendukung. Semua itu tidak lepas dari komunikasi
antar anggota dalam kelompok itu sendiri.
10
Terakhir, unsur pemrosesan kelompok atau menilai. Pengajar perlu
menjadwalkan waktu khusus bagi kelompok untuk mengevaluasi proses kerja
kelompok dan hasil kerja sama mereka agar selanjutnya bisa bekerja sama dengan
lebih efektif. Waktu evaluasi ini tidak perlu diadakan setiap kali ada belajar
kelompok, melainkan bisa diadakan selang beberapa waktu setelah beberapa kali
pembelajaran terlibat dalam kegiatan pembelajaran.
2.1.2 Peta Konsep
2.1.2.1 Pengertian Peta Konsep
Kamus Besar Bahasa Indonesia menyatakan bahwa yang di maksud konsep
adalah ide atau pengertian yang diabstrakkan dari peristiwa konkrit. Dalam kajian
pustaka yang menyangkut pengertian peta konsep, akan banyak dijumpai berbagai
rumusan mengenai topik ini.
Menurut Carrol dalam Kardi (1997: 2) mengemukakan konsep merupakan
suatu abstraksi dari serangkaian pengalaman yang didefinisikan sebagai suatu
kelompok objek atau kejadian. Abstraksi berarti suatu proses pemusatan perhatian
seseorang pada situasi tertentu dan mengambil elemen-elemen tertentu serta
mengabaikan elemen yang lain. Dari beberapa pandangan mengenai pete konsep
tersebut, dapat di ambil kesimpulan bahwa peta konsep merupakan suatu
abstraksi.
Pandangan Doran dkk, dalam Iskandar: 2004 (dalam Haris:12) menyatakan
peta konsep merupakan diagram yang dibentuk atau disusun untuk menunjukkan
pemahaman seseorang tentang suatu konsep atau gagasan yang mempunyai
struktur berjenjang dari yang bersifat umum menuju yang bersifat khusus,
dilengkapi dengan garis-garis penghubung yang sesuai. Peta konsep merupakan
cara yang dinamik untuk menangkap butir-butir pokok informasi dalam bentuk
proposisi melalui belajar alamiah dan berpikir.
Lain halnya dengan George Posner dan Alan Rudnistsky dalam Nur
(2001:36) yang mengatakan peta konsep mirip peta jalan. Namun peta konsep
menaruh perhatian pada hubungan antar ide-ide, bukan hubungan antar tempat.
Peta konsep bukan hanya menggambarkan konsep-konsep yang penting,
melainkan juga menghubungkan antar konsep-konsep tersebut. Dalam
11
menghubungkan konsep-konsep itu dapat menggunakan dua prinsip, yaitu
diferensiasi progresif dan penyesuaian integratif. Diferensiasi progresif ialah suatu
prinsip penyajian materi dari materi yang sulit dipahami, demikian menurut
Ausubel dalam Sutowijoyo (2002: 26).
Pada pembuatan peta konsep, siswa dilatih mengidentifikasi ide-ide kunci.
Kemudian menyusunnya dalam pola logis. Kadang – kadang peta konsep berupa
diagram hierarki, kadang pula berwujud hubungan sebab akibat.
Ciri-ciri peta konsep menurut Dahar (1988:153), adalah sebagai berikut:
1. Peta konsep adalah suatu cara untuk memperlihatkan konsep-konsep dan
proposisi-proposisi suatu bidang studi. Dengan membuat sendiri peta
konsep, siswa “melihat” bidang studi itu lebih jelas, dan mempelajari
bidang studi itu lebih bermakna.
2. Suatu peta konsep merupakan suatu gambar dua dimensi dari suatu bidang
studi atau suatu bagian dari bidang studi. Ciri inilah yang menunjukkan
hubungan-hubungan proposisional antara konsep-konsep. Hal inilah yang
membedakan belajar bermakna dengan belajar mencatat pelajaran tanpa
memperlihatkan hubungan antara konsep-konsep.
3. Cara menyatakan hubungan antara konsep-konsep tidak semua konsep
memiliki bobot yang sama.Ini berarti ada konsep yang lebih inklusif
daripada konsep-konsep lainnya.
4. Hirarki merupakan ciri keempat. Bila dua atau lebih konsep digambarkan
di bawah suatu konsep yang lebih inklusif, terbentuklah suatu hirarki pada
peta konsep tersebut.
Ciri peta konsep yang dikemukakan Dahar tersebut, menunjukkan bahwa
metode ini memegang peran penting dalam belajar bermakna. Untuk itu
pemaknaan belajar siswa dapat dilakukan menggunakan peta konsep ini.
Bagi siswa yang pandai membuat peta konsep, menyusunnya dalam
bidang studi tertentu, maka bisa diyakinkan bahwa siswa telah belajar
bermakna.
Selanjutnya, menurut Dahar dalam Sujana (2005: 5), langkah-langkah dalam
membuat peta konsep, yaitu:
12
1. Pelajarilah suatu bacaan dari buku sumber
2. Tentukan konsep-konsep yang relevan
3. Urutkan konsep-konsep yang terdapat dalam bacaan secara hierarkis,
mulai dari konsep paling inklusif sampai konsep paling khusus
4. Susun konsep-konsep yang sudah diurutkan dalam kertas dengan cara
menempatkan konsep paling inklusif pada bagian paling atas.
5. Hubungkan konsep-konsep tersebut dengan kata penghubung.
Menurut Nur (2000) dalam Erman (2003: 24) peta konsep ada empat
macam yaitu: pohon jaringan (network tree), rantai kejadian (events chain), peta
konsep siklus (cycle concept map), dan peta konsep laba-laba (spider concept
map). Peta konsep tipe pohon jaringan (network tree) ide-ide pokok dibuat dalam
persegi empat, sedangkan beberapa kata lain dihubungkan oleh garis penghubung.
Kata-kata pada garis penghubung memberikan hubungan antara konsep-konsep.
Pada saat mengkonstruksi suatu pohon jaringan, tulislah topik itu dan daftar
konsep-konsep utama yang berkaitan dengan topik itu. Daftar dan mulailah
dengan menempatkan ide-ide atau konsep-konsep dalam suatu susunan dari
umum ke khusus. Cabangkan konsep-konsep yang berkaitan itu dari konsep
utama dan berikan hubungannya pada garis-garis itu. Pohon jaringan cocok
digunakan untuk memvisualisasikan hal-hal: menunjukan informasi sebab-akibat,
suatu hirarki, prosedur yang bercabang, istilah-istilah yang berkaitan yang dapat
digunakan untuk menjelaskan hubungan-hubungan.
Tersusun secara hirarki atau berjenjang dari konsep yang bersifat umum ke
khusus. Jika siswa menyusun peta konsep maka pengalaman belajarnya menjadi
bermakna. Hal ini disebabkan oleh penulisan konsep utama dan hubungan antar
konsepnya, membebaskan peserta didik “merasakan” hal konkrit ke dalam
abstraksi. Hadirnya siswa saat merancang peta konsep turut menguatkan dan
memperdalam penguasaan materi pelajaran. Agar lebih mudah dalam membuat
peta konsep, maka penulis menyederhanakan langkah-langkah tersebut menjadi
seperti ini:
13
Tabel 2.1
Langkah-Langkah Membuat Peta Konsep Tipe (Network Tree)
Langkah menurut Dahar Bentuk Sederhana
1. Pelajarilah suatu bacaan dari buku
sumber
1. Mempelajari sumber
2. Tentukan konsep-konsep yang relvan 2. Menentukan konsep
3. Urutkan konsep-konsep yang terdapat
dalam bacaan secara hierarkis, mulai dari
konsep paling inklusif sampai konsep
paling khusus
3. Mengurutkan konsep
4. Susun konsep-konsep yang sudah
diurutkan dalam kertas dengan cara
menempatkan konsep paling inklusif
pada bagian paling atas.
4. Menyusun konsep
5. Hubungkan konsep-konsep tersebut
dengan kata penghubung
6. Menghubungkan konsep
2.1.2.2 Keunggulan dan Kelemahan Peta Konsep
a. Keunggulan Peta Konsep
Menurut Michael Michalk, dalam bukunya Cracking Creativity, yang dirujuk
oleh Tony (2005:6) menyatakan bahwa peta konsep atau mind map memiliki
kelebihan:
1. Mengaktifkan seluruh otak.
2. Membereskan akal dari kesusutan akal.
3. Memungkinkan berfokus pada pokok bahasan.
4. Membantu menunjukkan hubungan antara bagian-bagian informasi yang
saling terpisah.
5. Memberi gambaran yang jelas pada keseluruhan perincian.
6. Memungkinkan kita mengelompokkan konsep, dan membantu kita
membandingkannya.
7. Mensyaratkan kita memusatkan perhatian pada pokok bahasan yang
membantu mengalihkan informasi tentangnya dari ingatan jangka pendek
ke ingatan jangka panjang.
b. Kelemahan Peta Konsep
Sedangkan pola kelemahan peta konsep terdiri dari:
14
1. Kurang menanamkan sifat kerjasama antar siswa.
2. Lebih menonjolkan kerja secara mandiri.
3. Tidak semua pokok bahasan dapat disajikan dengan peta konsep.
Dari keunggulan dan kelemahan peta konsep tersebut, memperlihatkan bahwa
selain sisi kelebihan metode ini juga memiliki keterbatasannya. Jika rancangan
pembelajaran lebih menonjolkan segi penguatan dan penguasaan materi ajar
secara individu maka peta konsep ini menjadi alternatif terbaik, karena menjamin
pembelajaran yang bermakna. Namun perlu disesuaikan dengan pokok bahasan
yang dipelajari siswa. Keterbatasan pendekatan kerja kelompok, pada metode ini
tidak cocok diterapkan pada mata pelajaran yang mengasah kerjasama antar
peserta didik.
2.1.2.3 Penerapan Metode Peta Konsep dalam Pembelajaran
Implementasi peta konsep kedalam pembelajaran yang menjamin
peningkatan kreativitas tidak dapat terpisah dari Rencana Pelaksanaan
Pembelajaran (RPP). Sesuai dengan peraturan Permendiknas No. 41 Tahun 2007
bahwa pelaksanaan pembelajaran meliputi 3 tahapan yaitu pendahuluan, inti dan
penutup. Sesuai dengan peraturan Permendiknas No. 41 Tahun 2007 bahwa
pelaksanaan pembelajaran meliputi 3 tahapan yaitu pendahuluan, inti dan
penutup.
1. Pendahuluan
Pendahuluan merupakan kegiatan awal dalam suatu pertemuan
pembelajaran yang ditujukan untuk membangkitkan motivasi dan
memfokuskan perhatian peserta didik untuk berpartisipasi aktif dalam
proses pembelajaran.
2. Inti
Kegiatan inti merupakan proses pembelajaran untuk mencapai KD.
Kegiatan ini dilakukan secara sistematis dan sistemik melalui proses
eksplorasi, elaborasi, dan konfirmasi.
3. Penutup
15
Penutup merupakan kegiatan yang dilakukan untuk mengakhiri
aktivitas pembelajaran yang dapat dilakukan dalam bentuk rangkuman
atau kesimpulan, penilaian dan refleksi, umpan balik, dan tindak
lanjut.
Penjelasan dari ketiga kegiatan tersebut jika diimplementasikan pada
model pembelajaran kooperatif tipe peta konsep dapat penulis paparkan sebagai
berikut:
Tabel 2.2
Operasional Peta Konsep berdasarkan Standar Proses
No Kegiatan
Langkah Membuat
Peta Konsep Kegiatan Guru
1 Awal 1) Guru memasuki ruang kelas dan
memberikan salam.
2) Guru menunjuk salah satu siswa untuk
memimpin doa.
3) Guru melakukan absensi siswa.
4) Guru melakukan apersepsi dengan
mengajak siswa bernyanyi lagu “Satu
Nusa Satu Bangsa”.
5) Guru memotivasi dan mengkondisikan
siswa agar siap belajar.
6) Guru menyampaikan tujuan
pembelajaran.
2
Inti
(Eksplorasi)
7) Guru membagi siswa menjadi beberapa
kelompok dengan menggunakan kertas
warna-warni yang telah dipotong-potong,
siswa yang mendapatkan warna yang
sama akan menjadi satu kelompok.
8) Guru meminta siswa untuk berpindah
tempat duduk sesuai dengan
kelompoknya masing-masing.
16
No Kegiatan
Langkah Membuat
Peta Konsep Kegiatan Guru
9) Guru membagikan handout tentang
materi pengertian sumpah pemuda dan
isi sumpah pemuda.
Inti
(Elaborasi)
Langkah 1
Mempelajari sumber
10) Guru meminta siswa untuk membaca dan
memahami materi pengertian dan isi
sumpah pemuda bersama dengan
kelompoknya masing-masing.
11) Guru membagikan lembar kerja
kelompok untuk setiap kelompok.
12) Guru meminta siswa untuk mengerjakan
dan berdiskusi mengenai lembar kerja
kelompok yang sudah dibagikan.
13) Guru menunjuk beberapa kelompok
untuk mempresentasikan hasil diskusinya
didepan kelas.
14) Guru membagikan handout tentang
materi sejarah munculnya sumpah
pemuda.
15) Guru meminta siswa untuk membaca dan
memahami materi tentang sejarah
munculnya sumpah pemuda.
16) Guru memberikan tugas kepada setiap
kelompok untuk melengkapi sebuah peta
konsep. Guru meminta siswa untuk
menentukan bahan atau materi yang akan
dijadikan peta konsep.
Langkah 2
Menentukan konsep
17) Guru meminta siswa untuk menentukan
konsep-konsep yang relevan dibantu oleh
guru.
17
No Kegiatan
Langkah Membuat
Peta Konsep Kegiatan Guru
Langkah 3
Mengurutkan konsep
18) Guru meminta siswa untuk mengurutkan
konsep-konsep yang sudah didapat.
Langkah 4 Menyusun
konsep
19) Guru meminta siswa untuk menyusun
konsep-konsep diatas kertas mulai dari
yang paling umum ke yang paling khusu.
Langkah 5
Menghubungkan
konsep
20) Guru meminta siswa untuk
menghubungkan konsep-konsep yang
telah dicatat dengan garis-garis
penghubung.
21) Guru meminta siswa untuk
mengembangkan konsep yang telah
dicatat dengan konsep-konsep lain yang
berhubungan.
Inti
(Konfirmasi)
22) Guru bersama siswa menyimpulkan
pembelajaran hari itu
3 Penutup 23) Guru melakukan refleksi.
24) Guru memberikan kesempatan kepada
siswa untuk bertanya tentang materi yang
belum dipahami.
25) Guru meminta siswa untuk mencatat
tugas atau pekerjaan rumah untuk
dikerjakan dirumah.
26) Guru menutup pembelajaran dan
memberikan salam
2.1.3 Kreativitas
2.1.3.1 Pengertian Kreativitas
Istilah kreativitas mempunyai banyak pengertian. Tergantung kepada latar
belakang dan cara pandang pengkajinya. Susanto, (2013:99) mendefinisikan
18
kreativitas sebagai kemampuan seseorang untuk melahirkan sesuatu yang baru,
baik berupa gagasan maupun karya nyata, yang relatif berbeda dengan apa yang
telah ada sebelumnya. Selanjutnya, menurut Torrance dalam Wardani (2011:4)
mendefinisikan kreativitas sebagai proses merasakan dan mengamati adanya
masalah, membuat dugaan, menilai dan menguji dugaan atau hipotesis, kemudian
menganalisis, dan terakhir menyampaikan laporan hasil. Selanjutnya, Suratno
(2009:1) mengemukakan bahwa kreativitas adalah kemampuan berpikir seseorang
dalam menghasilkan gagasan baru yang efektif dan etis.
Dari beberapa definisi di atas, kreativitas selalu merujuk pada kompetensi
seseorang untuk menemukan sesuatu yang belum pernah ada. Dengan demikian
penulis menyimpulkan bahwa kemampuan seseorang untuk menggagas kemudian
menemukan sesuatu yang baru dan belum pernah ada sebelumnya.
2.1.3.2 Komponen Kreativitas
Elemen atau bagian dari kreativitas dapat kita rujuk dari pandangan Rhodes
dalam Munandar (1999:25) dan Torrance (1969).
Pandangan pertama oleh Rhodes mengemukakan bahwa komponen
kreativitas terdiri dari person, process, press dan product. Keempat P tersebut
saling berkaitan yaitu menjadi pribadi kreatif yang melibatkan diri dalam proses
kreatif dengan dukungan dan dorongan (press) dari lingkungan yang kemudian
menghasilkan produk baru (Susanto, 2013: 101).
2.1.3.3 Indikator Kreativitas
Departemen Pendidikan Nasional tahun 2007 merumuskan indikator
kreativitas siswa diantaranya:
1. Memiliki rasa ingin tahu yang besar.
2. Sering mengajukan pertanyaan yang berbobot.
3. Memberikan banyak gagasan dan usul terhadap suatu masalah.
4. Mampu menyatakan pendapat secara spontan dan tidak malu-malu.
5. Mempunyai dan menghargai rasa keindahan.
6. Mempunyai pendapat sendiri dan dapat mengungkapkannya, tidak
terpengaruh orang lain.
7. Memiliki rasa humor tinggi.
19
8. Mempunyai daya imajinasi yang kuat.
9. Mampu mengajukan pemikiran, gagasan pemecahan masalah yang
berbeda dari orang lain (orisinal).
10. Dapat bekerja sendiri.
11. Senang mencoba hal-hal baru.
12. Mampu mengembangkan atau memerinci suatu gagasan (kemampuan
elaborasi).
Terlihat bahwa dari 12 indikator kreativitas menurut Diknas benang
merahnya terletak pada, kemampuan peserta didik dalam menumbuhkembangkan
konsep atau gagasan melalui pertanyaan, komunikasi dan interaksi dengan
lingkungannya.
2.1.3.4 Faktor Pendorong dan Penghambat Kreativitas
Menurut Hurlock dalam Susanto, (2013 :104), faktor pendorong kreativitas
yaitu waktu, kesempatan menyendiri, dorongan, sarana, lingkungan yang
merangsang, hubungan anak dan orang tua yang tidak posesif, cara mendidik anak
,dan kesempatan untuk memperoleh kesempatan.
Disini Hurlock melihat dari faktor eksternal peserta didik, sangat dominan
menjadi elemen pendorong munculnya kreativitas. Selain terdapat faktor
pendorong, ternyata kreativitas sebagai proses pembelajaran juga mempunyai
faktor penghambat Amabile dalam Munandar (2004: 223), meliputi: evaluasi,
hadiah, persaingan atau kompetisi antar anak, dan lingkungan yang membatasi.
Dalam kaitannya dengan hadiah, masih debatable argumentasinya.
Maksudnya ada yang mengatakan sebagai faktor pendorong dan penghambat
kreativitas. Ibarat pisau bermata dua. Hadiah bisa dilihat sebagai faktor pendorong
jika peletakannya kepada motivasi diri siswa untuk lebih baik. Namun menjadi
mematikan kreativitasnya, jika mengajarkan materialisme kepada anak didik.
Motif perubahan perilaku hanya terjadi karena dorongan materi saja, dan ini
menjadi “musuh” dunia pendidikan karena yang dididikan adalah perubahan
perilaku berbasis kesadaran bukan kebendaan.
20
2.1.3.5 Kreativitas dalam Pendidikan
Pembumian kreativitas dalam proses pembelajaran dapat dilakukan dengan
cara sebagai berikut (Torannce, 2001):
1. Menghormati pertanyaan yang tidak biasa.
2. Menghormati gagasan yang tidak biasa serta imajinatif dari siswa.
3. Memberi kesempatan kepada siswa untuk belajar atas prakarsa sendiri.
4. Memberi penghargaan kepada siswa.
5. Meluangkan waktu bagi siswa untuk belajar dan bersibuk diri tanpa
suasana penilaian.
Dari kajian di atas, nampak bahwa tumbuhnya kreativitas dalam proses
pendidikan jika guru memfasilitasi lahirnya ide, gagasan yang baru lahir dan
mendorongnya menjadi ide atau konsep yang matang. Salah satu modal yang
dibutuhkan adalah sarana pembelajaran, semisal peta konsep.
2.1.4 Mata Pelajaran PKn
2.1.4.1 Pembelajaran Pendidikan Kewarganegaraan (PKn)
Kegiatan manusia tidak bisa lepas dari peristiwa belajar dan pembelajaran.
Kedua istilah ini hampir sama, namun berbeda dalam penekanan prosesnya.
Makna belajar berisi tentang kegiatan tunggal dari belum tahu menjadi tahu atau
belum bisa menjadi bisa. Sedangkan pembelajaran berarti proses mengajar yang
menumbuhkembangkan kegiatan belajar peserta didik.
Pandangan lain mengenai pembelajaran dikatakan sebagai upaya penataan
lingkungan yang memberi nuansa agar program belajar tumbuh dan berkembang
secara optimal (Suherman, 2003: 7). Selain itu pembelajaran perlu
memberdayakan potensi peserta didik untuk menguasai kompetensi yang
diharapkan (Sanjaya, 2010: 103).Dalam bahasa lain dikatakan bahwa
pembelajaran adalah cara guru memberikan kesempatan kepada si belajar untuk
berfikir memahami apa yang dipelajarinya (Sugandi, 2006: 9)
Dari beberapa pengertian di atas, pembelajaran dapat dijelaskan melalui dua
kegiatan pokok. Yaitu mengajar dan belajar. Dikatakan proses pembelajaran jika
terdapat proses mengajar oleh guru, yang kemudian direspon oleh peserta didik
21
dengan cara belajar tentang sesuatu. Peningkatan pemahaman tentang materi
pelajaran merupakan output dari proses belajar.
Khusus mengenai proses belajar, dapat dikatakan bahwa sebuah proses yang
dilakukan seseorang untuk memperoleh perubahan perilaku yang baru secara
keseluruhan, sebagai hasil pengalamannya sendiri dalam interaksi dengan
lingkungannya (Daryanto, 2009:26). Menurut R Gagne, belajar adalah suatu
proses dimana suatu organisme berubah perilakunya sebagai akibat pengalaman
(Susanto, 2013: 1).Baginya belajar dimaknai sebagai proses untuk memperoleh
motivasi dalam pengetahuan, keterampilan, kebiasaan dan tingkah laku.
Dengan demikian konsep mengenai pembelajaran tidak bisa lepas dari dua
konsep dasarnya yaitu mengajar dan belajar. Seseorang dikatakan telah menjalani
proses pembelajaran jika ada arahan atau bimbingan oleh guru. Yang kemudian
mendorongnya melakukan proses belajar, dan akhirnya terjadi perubahan perilaku
bagi si pembelajar.
Tujuan pembelajaran PKn adalah membentuk manusia Indonesia seutuhnya
yang berlandaskan Pancasila, Undang-undang, dan norma-norma yang berlaku di
masyarakat (Susanto,2013:224).Secara luas pendidikan kewarganegaraan
dirumuskan sebagai proses penyiapan generasi muda untuk mengambil peran dan
tanggung jawabnya sebagai warga negara, dan secara khusus, peran pendidikan
termasuk di dalamnya persekolahan, pengajaran, dan belajar, dalam proses
penyiapan warga negara tersebut (Susanto, 2013: 225).
2.1.4.2 Hakikat PKn
Pendidikan kewarganegaraan adalah mata pelajaran yang digunakan sebagai
wahana untuk mengembangkan dan melestarikan nilai luhur dan moral yang
berakar pada budaya bangsa Indonesia (Susanto, 2013: 225).Harapannya mampu
membina dan mengembangkan anak didik agar menjadi warga negara yang baik
(good citizen).
Esensi pembelajaran PKn bagi anak adalah bahwa secara kodrati maupun
sosiokultural dan yuridis formal, keberadaan manusia selalu membutuhkan nilai,
moral, dan norma. Menurut Kosasih Djahiri dalam kehidupan manusia di dunia
ini tidak ada ruang dan waktu yang bebas nilai. Karena dengan nilai, moral dan
22
norma ini akan menuntun ke arah pengenalan jati diri manusia maupun
kehidupannya (Djahiri, 1996: 2)
Tiga alasan yang melandasi pembelajaran PKn, sebagai mana dikemukakan
oleh Djahiri (1996: 8-9) yakni:
1. Sebagai makhluk hidup manusia bersifat multi kodrati dan multi peran
(status).Artinya manusia memiliki kodrat Ilahi, sosial, budaya, ekonomi
dan politik.
2. Setiap manusia memiliki integritas, keterkaitan atau kepedulian manusia
akan sesuatu.
3. Manusia itu unik. karena potensinya dan fungsi perannya yang bersifat
multi kebutuhan.
Tiga paradigma yang melandasi pendidikan PKn menurut Budimansyah dan
(2012: 1) yaitu:
1. PKn secara kurikuler dirancang sebagai subjek pembelajaran yang
bertujuan untuk mengembangkan potensi individu agar menjadi warga
negara Indonesia yang berakhlak mulia, cerdas, partisipatif dan
bertanggung jawab.
2. Secara teoritis dirancang sebagai subjek yang memuat dimensi kognitif,
afektif dan psikomotorik. Bersifat saling berpenetrasi dan berintegrasi
dalam konteks ide, nilai, konsep dan moral Pancasila, kewarganegaraan
yang demokratis dan bela negara.
3. Secara programatik, dirancang sebagai subjek yang menekankan pada isi
yang mengusung nilai-nilai dan pengalaman belajar dalam bentuk perilaku
sehari-hari.
2.2 Kajian Penelitian yang Relevan
Penelitian tentang peta konsep, dikaji oleh Maulana Hasan, (2012) pada
Skripsinya dengan judul Upaya Peningkatan Hasil Belajar dan kreativitas Siswa
Melalui Pembelajaran Peta Konsep Pada Mata Pelajaran IPS kelas V SDN
Tuntang 02 Kecamatan Tuntang Kabupaten Semarang Tahun Pelajaran
2011/2012, dengan hasil terjadi peningkatan hasil belajar dan kreativitas siswa
23
yang ditandai dengan meningkatnya ketuntasan hasil belajar siswa. Prosentase
siswa yang tuntas pra siklus sebesar 43,75%.Meningkat menjadi 71,88% pada
siklus I dan naik lagi menjadi 90,625 % pada siklus II. Penelitian tindakan kelas
ini menyarankan keaktifan siswa dan kreativitas guru dalam menggunakan
metode pembelajaran peta konsep.
Sementara itu Isnining (2011) dalam Upaya Merancang Peta Konsep dalam
Pembelajaran Untuk Meningkatkan Hasil Belajar IPS pada Materi Sumber Daya
Alam Kelas IV SD Dringo Todanan Blora semester I 2010/2011, melaporkan: ada
peningkatan ketuntasan belajar siswa dari kondisi awal ke siklus 1 dan 2 saat
dilakukan penelitian tindakan kelas. Fakta yang ditemukannya menyatakan
persentase ketuntasan belajar siswa meningkat pada angka 35%,70% dan 95%.
Masih dalam laporan skripsi ini, pra siklus(kondisi awal), siklus 1 dan siklus 2
menggambarkan peningkatan hasil belajar (nilai rata-rata kelas) 59,25;72,25 dan
80,15. Sedangkan kenaikan skor minimal dan maksimal terlihat pada paparan
40;55 dan 68 untuk skor minimal. Skor maksimal pada kondisi awal/pra siklus,
siklus 1 dan siklus 2 menunjukkan hasil 80;88; dan 95.
Pada tesis dengan judul Penerapan Peta Konsep Untuk meningkatkan
Kreativitas Siswa Pada Pokok Bahasan Bangun Ruang Sisi Lengkung Kelas VIII
SMPN 2 Kartasura, Sahrir (2008) menemukan fakta sebagai berikut: kreativitas
siswa yang meliputi kelancaran, keluwesan, keaslian, dan kerincian mengalami
kenaikan persentase pada kondisi sebelum penelitian, putaran I, putaran II dan
putaran III. Angka kenaikan aspek kelancaran yaitu 35%;42,5%;50,5% dan 75%.
Untuk aspek keluwesan angkanya bergerak dari 30%;35%;40%;dan 55%.
Peningkatan aspek keaslian dari 30%;45%; 50% dan 62,5%. Terakhir pada aspek
kerincian terlihat kenaikan persentase 25%;30%;47,5% dan 67,5%.Kajian tesis ini
juga mengungkapkan adanya peningkatan hasil belajar meliputi aspek
kemampuan menguasai konsep dan kemampuan mengerjakan soal. Peningkatan
nilainya dalam urutan pra kondisi, putaran I,II dan III menyatakan
35%;42,5%;50,5% dan 75% pada aspek kemampuan menguasai konsep.
Sedangkan pada aspek kemampuan mengerjakan soal terjadi kenaikan
30%;37,5%;60% dan 70%. Simpulan tesis ini mengatakan penerapan peta konsep
24
pada pembelajaran matematika dapat meningkatkan kreativitas dan hasil belajar
siswa.
Pada dasarnya potensi kreativitas tertanam di setiap anak didik. Peran guru
dan lingkungan sekolah menggali potensi ini agar teraktulisasi di dunia nyata.
Pendidikan anak adalah salah satu sistem yang dapat membebaskan potensi kreatif
ini. Fungsi orang tua dan guru membebaskan anak untuk memegang, menginderai
seluruh stimulus yang ada. Kemudian membiarkan anak dengan arahan
melakukan respons terhadap stimulus tadi. Pemindahan sentral belajar dari guru
ke siswa dipercaya mampu menumbuhkembangkan kreativitas peserta didik.
Kajian tentang peta konsep di atas menggarisbawahi bahwa pendekatan
peta konsep dalam pendidikan anak, adalah metode belajar yang terpusat pada
anak. Selanjutnya peserta didik mampu memahami materi pelajaran. Peningkatan
pemahaman akan berdampak pada kreativitas dan hasil belajar siswa. Referensi
peta konsep tersebut, menunjukkan bahwa ada peningkatan hasil belajar dan
kreativitas siswa setelah dilakukan tindakan kelas untuk membuktikan dampak
pengaruhnya.
2.3 Kerangka Berpikir
Metode peta konsep adalah salah satu metode yang menjadi pilihan
penguatan dan penguasaan materi pelajaran. Metode ini, sebagai penyebab
efektivitas pembelajaran yang mengakibatkan peningkatan kreativitas peserta
didik.
Konsep-konsep yang tersusun dan berkesinambungan dalam peta konsep
dipercaya mampu mempermudah siswa dalam mendalami sebuah materi.
Peningkatan pemahaman ini akan berdampak kepada kreativitas belajar siswa.
Metode ini juga menjamin kemampuan siswa dalam merancang dan membuat
skema cara belajar sesuai kemampuan individu. Kemampuan pribadi siswa ini
tumbuh seiring dengan kreativitas masing-masing peserta didik.
2.4 Hipotesis Tindakan
Berbasis pada kajian pustaka dan kerangka berpikir di atas, maka hipotesis
dalam penelitian ini dapat dirumuskan sebagai berikut: ”Diduga, jika dalam
kegiatan pembelajaran guru menggunakan metode peta konsep sebagai
25
pendukung pembelajaran, maka mampu meningkatkan kreativitas siswa
khususnya pada mata pelajaran Kewarganegaraan pada materi Sumpah Pemuda
kelas 3 SDN Kupang 03 Ambarawa Kabupaten Semarang”.