bab ii tinjauan pustaka 2.1. pestisida 2.1.1 pengertian...

22
8 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Pestisida 2.1.1 Pengertian Pestisida Sesuai dengan Peraturan Pemerintah No. 7 tahun 1973, yang dimaksud Pestisida adalah semua zat kimia dan bahan lain serta jasad renik dan virus yang dipergunakan untuk : Memberantas atau mencegah hama-hama dan penyakit- penyakit yang merusak tanaman, bagian-bagian tanaman atau hasil-hasil pertanian, memberantas rerumputan atau tanaman pengganggu/gulma, mematikan daun dan mencegah pertumbuhan yang tidak diinginkan, mengatur atau merangsang pertumbuhan tanaman atau bagian-bagian tanaman, tidak termasuk pupuk, memberantas atau mencegah hama-hama luar pada hewan-hewan peliharaan dan ternak, memberantas atau mencegah hama-hama air, memberantas atau mencegah binatang-binatang dan jasad-jasad renik dalam rumah tangga, bangunan dan alat-alat pengangkutan, memberantas atau mencegah binatang-binatang yang dapat menyebabkan penyakit pada manusia dan binatang yang perlu dilindungi dengan penggunaan pada tanaman, tanah dan air. Dalam Undang-Undang No. 12 tahun 1992 tentang Sistem Budidaya Tanaman, yang dimaksud dengan Pestisida adalah zat pengatur dan perangsang tumbuh, bahan lain, serta organisme renik, atau virus yang digunakan untuk melakukan perlindungan tanaman. Pestisida adalah zat atau campuran bahan yang digunakan untuk membunuh hama. Pestisida merupakan zat kimia, agen biologis (seperti virus atau bakteri), UNIVERSITAS SARI MUTIARA INDONESIA

Upload: doliem

Post on 14-Apr-2019

229 views

Category:

Documents


2 download

TRANSCRIPT

8

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Pestisida

2.1.1 Pengertian Pestisida

Sesuai dengan Peraturan Pemerintah No. 7 tahun 1973, yang dimaksud

Pestisida adalah semua zat kimia dan bahan lain serta jasad renik dan virus yang

dipergunakan untuk : Memberantas atau mencegah hama-hama dan penyakit-

penyakit yang merusak tanaman, bagian-bagian tanaman atau hasil-hasil pertanian,

memberantas rerumputan atau tanaman pengganggu/gulma, mematikan daun dan

mencegah pertumbuhan yang tidak diinginkan, mengatur atau merangsang

pertumbuhan tanaman atau bagian-bagian tanaman, tidak termasuk pupuk,

memberantas atau mencegah hama-hama luar pada hewan-hewan peliharaan dan

ternak, memberantas atau mencegah hama-hama air, memberantas atau mencegah

binatang-binatang dan jasad-jasad renik dalam rumah tangga, bangunan dan alat-alat

pengangkutan, memberantas atau mencegah binatang-binatang yang dapat

menyebabkan penyakit pada manusia dan binatang yang perlu dilindungi dengan

penggunaan pada tanaman, tanah dan air. Dalam Undang-Undang No. 12 tahun 1992

tentang Sistem Budidaya Tanaman, yang dimaksud dengan Pestisida adalah zat

pengatur dan perangsang tumbuh, bahan lain, serta organisme renik, atau virus yang

digunakan untuk melakukan perlindungan tanaman.

Pestisida adalah zat atau campuran bahan yang digunakan untuk membunuh

hama. Pestisida merupakan zat kimia, agen biologis (seperti virus atau bakteri),

UNIVERSITAS SARI MUTIARA INDONESIA

9

antimikroba, desinfektan, atau alat yang digunakan terhadap setiap hama, yaitu hama

serangga, patogen tanaman, rumput liar, moluska, burung, mamalia, ikan, nematoda

(cacing gelang), dan mikroba yang mengganggu kebutuhan manusia akan makanan.

Pestisida juga menghancurkan properti/sifat , penyebar atau merupakan vektor untuk

penyakit atau penyebab gangguan lainnya. Pestisida digunakan untuk mengendalikan

organisme yang dianggap berbahaya, diantaranya digunakan untuk membunuh

nyamuk yang dapat menularkan penyakit yang mematikan seperti virus DBD, demam

kuning, dan penyakit malaria. Insektisida dapat melindungi hewan dari penyakit yang

dapat disebabkan oleh parasit seperti kutu dan serangga kecil lainnya. Meskipun

bermanfaat, penggunaan pestisida ini banyak kerugiannya, yaitu potensial toksisitas

untuk manusia dan makhluk lainnya. Pestisida dapat mengendap dalam lapisan tanah

dan larut dalam air dan badan air serta akhirnya sampai ke manusia melalui oral atau

kulit. (Suyono, 2014)

Pestisida adalah bahan atau campuran bahan yang digunakan untuk

mencegah, memberantas, menjauhkan atau mengendalikan setiap jenis hama (pest).

Pestisida dapat berbentuk bahan kimia, agen biologik (misalnya virus atau bakteri),

antimikroba, disinfektan atau bahan lainnya. Hama dapat merupakan serangga atau

insekta yang menjadi vektor penular penyakit atau yang menimbulkan gangguan,

perusak (patogen) tanaman, moluska, burung, mamalia, ikan, cacing nematoda, dan

mikroba, perusak atau yang menularkan penyakit. (Soedarto, 2013)

Pestisida adalah substansi atau campuran substansi yang ditujukan untuk

mencegah, menghancurkan atau mengendalikan hama. Hama disini mencakup vektor

UNIVERSITAS SARI MUTIARA INDONESIA

10

penyakit pada manusia dan hewan, spesies tanaman yang tidak diinginkan, dan hewan

yang mengganggu jalannya produksi, pengolahan, penyimpanan, transportasi, dan

pemasaran makanan, komoditas pertanian, kayu dan produk kayu, ataupun makanan

hewan. Pestisida juga mencakup zat kimia yang diberikan pada hewan peliharaan

untuk mengendalikan serangga, arachnid, atau hama lainnya di dalam maupun di luar

tubuh mereka. Pestisida juga mencakup substansi yang akan digunakan sebagai

pengatur pertumbuhan tanaman, perontok (defolian), dessicant, atau agens untuk

menipiskan kulit buah atau mencegah jatuhnya buah secara dini, juga substansi yang

diberikan pada hasil pertanian baik sebelum maupun sesudah panen untuk

melindunginya dari pembusukan selama penyimpanan dan transportasi. (WHO, 2012)

2.1.2 Penggunaan Pestisida

Sesuai dengan organisme yang menjadi target sasarannya, pestisida dapat

dikelompokkan menjadi beberapa jenis, yaitu :

1. Insektisida (memberantas serangga)

2. Herbisida (memberantas gulma atau tanaman)

3. Fungisida (memberantas jamur)

4. Racun vertebrata

5. Antimikroba (memberantas mikroorganisme)

Pada tahun 1995 sebanyak 2,6 juta metrik ton pestisida digunakan di seluruh

dunia. Sekitar 85% diantaranya digunakan di bidang pertanian. Jenis-jenis pestisida

yang digunakan terutama untuk memberantas gulma tanaman (herbisida), insektisida

(memberantas serangga), dan fungisida (untuk memberantas jamur).

UNIVERSITAS SARI MUTIARA INDONESIA

11

Pestisida banyak disalahgunakan terutama di negara-negara yang peraturan,

pemantauan, dan pengawasannya tidak kuat. Beberapa pestisida dibanyak negara

sudah dilarang atau dibatasi penggunaannya, tetapi di negara lain justru banyak

tersedia. Pada dasarnya, sebagian besar penyiapan pestisida melibatkan penggunaan

substansi carrier, juga bahan (ingredient) aktif, solven, dan senyawa yang dapat

memperbesar absorpsi. “ingredient tidak aktif (inert)” itu, tidak jarang mengandung

produk pestisida komersial dalam kadar yang tinggi sehingga efek merugikan dari

produk tersebut mungkin lebih besar daripada efek merugikan yang ditimbulkan

ingredient aktif. Pestisida juga dapat mengandung kotoran (impurites), misalnya

dioksin, dalam herbisida fenoksiasid tertentu yang mungkin lebih toksik daripada

pestisida itu sendiri.

2.1.3. Teknik Aplikasi Pestisida

Tujuan dari penggunaan Pestisida ialah menekan atau mengurangi populasi

jasad pengganggu sasaran (hama, penyakit, dan gulma) hingga di bawah batas nilai

ambang ekonomi, tanpa menimbulkan dampak yang merugikan seperti antara lain :

terjadi resistensi, resurgensi, keracunan tanaman pokok, dan pencemaran lingkungan.

Keberhasilan penggunaan Pestisida sangat di tentukan oleh teknik aplikasi yang tepat,

yang menjamin Pestisida tersebut mencapai jasad sasaran dimaksud. Selain itu,

keberhasilan juga dipengaruhi oleh faktor jenis, dosis dan saat aplikasi yang tepat.

Dengan kata lain, tidak ada Pestisida yang dapat berfungsi dengan baik kecuali bila

aplikasi dengan tepat. Hal yang perlu diperhatikan dalam pengendalian OPT secara

kiawi atau menggunakan Pestisida adalah menggunakan Pestisida yang telah terdaftar

UNIVERSITAS SARI MUTIARA INDONESIA

12

dan diizinkan oleh Menteri Pertanian serta membaca petunjuk penggunaan Pestisida

yang tertera pada label. Aplikasi Pestisida tergantung dari tujuan pengendalian, jenis

OPT sasaran, tanaman dan produk tanaman yang akan dilindungi, lingkungan sekitar

wilayah yang akan diberi aplikasi Pestisida, serta cara kerja dan bentuk formulasi

Pestisida. Beberapa cara aplikasi Pestisida di lapangan adalah sebagai berikut :

1. Cara Penaburan

Aplikasi Pestisida dengan cara penaburan (soil incorporation) pada umumnya

dilakukan untuk Pestisida formulasi butiran /granul, yang bersifat sistemik dengan

OPT sasaran yang hidup di dalam jaringan tanaman atau di dalam tanah.

2. Cara Penyemprotan

Aplikasi dengan cara penyemprotan merupakan cara aplikasi yang paling banyak

dilakukan oleh petani. Agar pengendalian OPT dengan cara penyemprotan Pestisida

dapat berhasil baik, maka selain menggunakan jenis Pestisida dengan dosis dan

waktu yang tepat, juga diperlukan alat aplikasi yan efisien. Alat aplikasi atau alat

semprot yang efisien dapat menjamin penyebaran bahan/ campuran semprot yang

merata pada sasaran dan tidak menimbulkan pemborosan. Cairan yang disemprotkan

dapat berupa larutan, emulsi atau suspensi

3. Cara Fumigasi

Aplikasi Pestisida bersifat gas (fumigan) dengan cara fumigasi, pada umumnya

dilakukan untuk pengendalian hama gudang, tetapi dapat juga untuk nematoda di

dalam tanah. Fumigasi hama gudang, diawali dengan menutup bahan yang akan

difumigasi dengan plastik/ bahan lain yang kedap udara. Kemudian, kedalamnya

UNIVERSITAS SARI MUTIARA INDONESIA

13

dimasukkan ampul yang berisi gas beracun yang telah dibuka, penutup plastik

dibuka setelah beberapa lama sesuai anjuran. Fumigasi nematoda di dalam tanah,

keadaan tanah harus gembur dan tidak ada genangan air. Fumigasi tanah dilakukan

dengan cara suntikan, semprotan dengan traktor yang dilengkapi alat penyemprot

dan pembalik tanah, atau melalui siraman bahan fumigasi (fumigan) ke dalam parit-

parit lahan yang akan difumigasi, tanah ditutup plastik lalu gas dialirkan melalui

pipa-pipa khusus. Keuntungan cara fumigasi ini adalah hampir atau bahkan sama

sekali tidak meninggalkan residu, tetapi sangat berbahaya sehingga harus dikerjakan

oleh tenaga ahli dalam fumigasi.

2.1.4. Ketentuan Aplikasi

Selama pelaksanaan aplikasi dilapang, hal-hal yang perlu diperhatikan sebagai

berikut :

a. Pada waktu aplikasi Pestisida, operator pelaksana atau petani harus memakai

perlengkapan keamanan seperti sarung tangan, baju lengan panjang, celana

panjang, topi, sepatu kebun, dan masker/sapu tangan bersih untuk menutup

hidung dan mulut selama aplikasi.

b. Pada waktu aplikasi, jangan berjalan berlawanan dengan arah datangnya

angin dan tidak melalui area yang telah diaplikasi Pestisida. Aplikasi

sebaiknya dilakukan pada waktu pagi hari atau sore hari.

c. Selama aplikasi Pestisida, tidak dibenarkan makan, minum, atau merokok.

d. Satu orang operator/petani hendaknya tidak melakukan aplikasi

penyemprotan Pestisida terus menerus lebih dari 4 (empat) jam dalam sehari.

UNIVERSITAS SARI MUTIARA INDONESIA

14

e. Operator/petani yang melakukan aplikasi pestisida hendaknya telah berusia

dewasa, sehat, tidak ada bagian yang luka, dan dalam keadaan tidak lapar.

f. Pada area yang telah diaplikasi dipasang tanda peringatan bahaya.

(Kementerian Pertanian, 2011)

2.1.5. Dampak Pestisida

Thundiyil dalam Afrianto (2014) World Health Organization (WHO)

memperkirakan jumlah keracunan pestisida akibat paparan akut (short-term

exposure) mencapai 3.000.000 orang dan sebanyak 220.000 diantaranya meninggal

dunia. Sedangkan jumlah keracunan pestisida akibat paparan jangka panjang (long-

term exposure) mencapai 735 orang dengan dampak yang spesifik dan sebanyak

37.000 orang dengan dampak yang tidak spesifik. Selanjutnya hasil survei WHO

pada periode 1998-1999 menunjukkan bahwa kejadian keracunan pestisida akut pada

pekerja pertanian mencapai 18.2 tiap 100.000 pekerja. Angka kasus yang sebenarnya

diperkirakan lebih besar mengingat beberapa faktor seperti kurang efektifnya sistem

surveilans, minimnya pelatihan, sistem informasi yang kurang optimal, buruknya

pemeliharaan atau tidak adanya Alat Pelindung Diri (APD), serta perbedaan populasi

petani pada tiap-tiap negara. (Afrianto, 2014)

Dampak patofisiologi keracunan pestisida tergantung jenis dan sifat pestisida

tersebut. Misalnya, golongan organoklorin dapat mengganggu fungsi susunan syaraf

pusat. Golongan karbamat dan organofosfat menimbulkan gangguan susunan syaraf

pusat dan perifer. Melalui mekanisme ikatan kolinestrase dan lain-lain. Dari

penelitian (Achmadi, 1985) diketahui bahwa di bawah ini merupakan kelompok

UNIVERSITAS SARI MUTIARA INDONESIA

15

risiko tinggi sebagai pengguna pestisida organofosfat dan karbamat mereka antara

lain:

Penderita anemia

Penderita noktural hemoglobinuria

Wanita

Astenis

Secara kongenital tidak memiliki kolinestrase dalam darahnya.

Semua aspek yang berhubungan dengan penggunaan (teknik aplikasi) serta

aspek manusia pekerja itu sendiri seperti pendidikan, keterampilan, perilaku, umur,

tinggi tanaman yang disemprot, pakaian pelindung, dan lain-lain. (Achmadi, 2010)

2.1.5.1.Dampak Pestisida Terhadap Hasil Pertanian

Risiko bagi konsumen adalah keracunan residu (sisa-sisa) pestisida yang

terdapat dalam hasil pertanian, risiko bagi konsumen dapat berupa keracunan

langsung karena memakan produk pertanian yang tercemar pestisida atau lewat rantai

makanan. Meskipun bukan tidak mungkin konsumen menderita keracunan akut,

tetapi risiko bagi konsumen umumnya dalam bentuk keracunan kronis, tidak segera

terasa dan dalam jangka panjang mungkin menyebabkan gangguan. (Djojosumarto,

2009)

2.1.5.2.Dampak Pestisida Terhadap Lingkungan

Sebagian besar insektisida dan pestisida yang disemprotkan tidak mencapai

sasarannya dan mencemari lingkungan, misalnya udara, air dan tanah. Selain itu

UNIVERSITAS SARI MUTIARA INDONESIA

16

penggunaannya pestisida juga mengurangi biodiversity, menghambat fiksasi nitrogen,

menurunkan populasi serangga pembawa tepungsari dan dapat merusak habitat

burung dan memusnahkan spesies-spesies langka yang terancam punah. (Soedarto,

2013)

2.1.6. Toksisitas Pestisida

Toksisitas atau daya racun pestisida adalah sifat bawaan pestisida yang

menggambarkan potensi pestisida tersebut dalam menimbulkan kematian langsung

pada hewan tingkat tinggi (termasuk manusia). Toksisitas dinyatakan dalam LD50

(lethal dose), yakni dosis yang mematikan 50% dari binatang uji (umumnya tikus

kecuali dinyatakan lain) yang dihitung dalam mg per kilogram berat badan (mg/kg).

Namun, antara LD50 oral dan LD50 dermal dibedakan. LD50 oral adalah kematian

yang terjadi bila binatang uji tersebut makan dan LD50 dermal adalah kematian karena

keracunan lewat kulit. Misalnya, angka LD50 oral dari fenvalerat (suatu insektisida)

adalah 451. Ini berarti bila dari sekelompok tikus masing-masing diberi makan 451

mg fenvalerat untuk setiap kg berat badan tikus. Bila seekor tikus beratnya 100 gram

dan diberi makan 4,51 mg, maka 50% dari tikus tersebut akan mati. Conyoh lain,

LD50 oral dari captan (suatu fungisida) adalah 9000 mg/kg berat badan. Ini

berarti50% tikus ujii akan mati bila masing-masing diberi makan captan 9000 mg (9

gram) untuk setiap kg berat badannya.

Dari contoh di atas diperoleh gambaran bahwa fenvalerat lebih beracun (lebih

toksik) dibandingkan captan karena untuk mematikan 50% binatang uji memerlukan

451 mg/kg berat badan, sedangkan captan memerlukan 9000 mg/kg berat badan. Jadi,

UNIVERSITAS SARI MUTIARA INDONESIA

17

makin kecil angka LD50 nya, makin toksik zat atau bahan tersebut. WHO (World

Health Organization, Badan Kesehatan Dunia) membagi pestisida berdasarkan

toksisitasnya.

Parameter lain yang juga digunakan untuk menilai daya racun pestisida adalah

LC50 untuk toksisitas konsentrasi pestisida. Parameter ini berarti konsentrasi gas yang

mematikan adalah 50% dari binatang uji (misalnya ikan). Fumigant sering dinilai dari

konsentrasi gas yang mematikan di setiap meter kubik udara.

Tabel 2.1 Klasifikasi Tingkat Bahaya Pestisida Menurut WHO

Kelas bahaya

LD50 untuk tikus (mg kg berat badan)

Melalui mulut (oral) Melalui kulit (dermal)

Padat Cair Padat Cair

I A

I B

II

III

Sangat berbahaya

(extremely

hazardous)

Berbahaya (highly

hazardous)

Cukup berbahaya

(moderately

hazardous)

Agak berbahaya

(slightly hazardous)

<5

5-50

50-500

>500

<20

20-200

200-2000

>2000

<10

10-100

100-1000

>1000

<40

40-400

400-4000

>4000

Kita harus hati-hati menilai angka LD50 karena angka tersebut hanya

menggambarkan daya racun dari bahan aktif pestisida. Daya racun produk dapat

berbeda, tergantung pada formulasinya. Pestisida yang bahan aktifnya sangat

berbahaya (extremely hazardous) dapat menjadi (hanya) cukup berbahaya

(moderately hazardous) bila diformulasi dengan konsentrasi rendah. Bila LD50 bahan

aktif adalah 300 dan diformulasikan dengan kadar bahan aktif 20% berarti LD50

UNIVERSITAS SARI MUTIARA INDONESIA

18

produk jadi (tanpa memperhitungkan efek dari solvent dan bahan pencampur lainnya)

hanya 1500. Sebaliknya, pestisida yang bahan aktifnya kurang berbahaya dapat

menjadi sangat berbahaya bila diformulasi dalam bentuk cair mengandung solvent

yang dapat meningkatkan penyerapan lewat kulit. (Djojosumarto, 2009)

2.2. Keluhan Kesehatan Akibat Pestisida

Pestisida masuk dalam tubuh manusia bisa dengan cara sedikit demi sedikit

dan mengakibatkan keracunan kronis. Bisa pula berakibat racun akut bila jumlah

pestisida yang masuk tubuh manusia dalam jumlah yang cukup. (Wudianto, 2010)

1. Keluhan Yang Dirasakan Akibat Keracunan Kronis Pestisida

Pemaparan kadar rendah dalam jangka panjang atau pemaparan dalam waktu

yang singkat dengan akibat kronis. Keracunan kronis dapat ditemukan dalam bentuk

kelainan syaraf dan perilaku (bersifat neuro toksik) atau mutagenitas. Selain itu ada

beberapa dampak kronis keracunan pestisida, antara lain:

a) Pada syaraf

Gangguan otak dan syaraf yang paling sering terjadi akibat terpapar pestisida

selama bertahun-tahun adalah masalah pada ingatan, sulit berkonsentrasi, perubahan

kepribadian, kelumpuhan, bahkan kehilangan kesadaran dan koma.

b) Pada Hati (Liver)

Karena hati adalah organ tubuh yang berfungsi untuk menetralkan bahan-

bahan kimia beracun, maka hati itu sendiri sering kali dirusak oleh pestisida apabila

terpapar selama bertahun-tahun. Hal ini dapat menyebabkan Hepatitis.

c) Pada Perut

UNIVERSITAS SARI MUTIARA INDONESIA

19

Muntah-muntah, sakit perut dan diare adalah gejala umum dari keracunan

pestisida. Banyak orang-orang yang dalam pekerjaannya berhubungan langsung

dengan pestisida selama bertahun-tahun, mengalami masalah sulit makan. Orang

yang menelan pestisida ( baik sengaja atau tidak) efeknya sangat buruk pada perut

dan tubuh secara umum. Pestisida merusak langsung melalui dinding-dinding perut.

d) Pada Sistem Kekebalan

Beberapa jenis pestisida telah diketahui dapat mengganggu sistem kekebalan

tubuh manusia dengan cara yang lebih berbahaya. Beberapa jenis pestisida dapat

melemahkan kemampuan tubuh untuk menahan dan melawan infeksi. Ini berarti

tubuh menjadi lebih mudah terkena infeksi, atau jika telah terjadi infeksi penyakit ini

menjadi lebih serius dan makin sulit untuk disembuhkan.

e) Pada Sistem Hormon.

Hormon adalah bahan kimia yang diproduksi oleh organ-organ seperti otak,

tiroid, paratiroid, ginjal, adrenalin, testis dan ovarium untuk mengontrol fungsi-fungsi

tubuh yang penting. Beberapa pestisida mempengaruhi hormon reproduksi yang

dapat menyebabkan penurunan produksi sperma pada pria atau pertumbuhan telur

yang tidak normal pada wanita. Beberapa pestisida dapat menyebabkan pelebaran

tiroid yang akhirnya dapat berlanjut menjadi kanker tiroid.

2. Keluhan Yang Dirasakan Akibat Keracunan Akut Pestisida

Keracunan akut terjadi apabila efek keracunan pestisida langsung pada saat

dilakukan aplikasi atau seketika setelah aplikasi pestisida.

UNIVERSITAS SARI MUTIARA INDONESIA

20

a. Efek akut lokal, yaitu bila efeknya hanya mempengaruhi bagian tubuh yang terkena

kontak langsung dengan pestisida biasanya bersifat iritasi mata, hidung,tenggorokan

dan kulit.

b. Efek akut sistemik, terjadi apabila pestisida masuk kedalam tubuh manusia dan

mengganggu sistem tubuh. Darah akan membawa pestisida keseluruh bagian tubuh

menyebabkan bergeraknya syaraf-syaraf otot secara tidak sadar dengan gerakan halus

maupun kasar dan pengeluaran air mata serta pengeluaran air ludah secara berlebihan,

pernafasan menjadi lemah/cepat (tidak normal).

Karena terdapat berbagai jenis pestisida dan ada berbagai cara masuk

pestisida kedalam tubuh maka keracunan pestisida dapat terjadi dengan berbagai cara.

Keadaan-keadaan yang perlu segera mendapatkan perhatian pada kemungkinan

keracunan pestisida adalah (Djojosumarto, 2009)

Umum : Kelelahan dan rasa lelah yang maksimal

Kulit : Gatal, rasa terbakar, iritasi, keringat berlebihan, bercak pada kulit.

Mata : Gatal, rasa terbakar, mata berair, gangguan penglihatan/kabur, pupil

dapat menyempit atau melebar

Saluran cerna : Rasa terbakar pada mulut dan tenggorokan, hiper salivasi, mual,

muntah, nyeri abdomen, diare.

Sistem nafas : Batuk, nyeri dada dan sesak, susah bernafas dan nafas berbunyi

Untuk menentukan bahwa telah terjadi paparan dengan pestisida, keadaan ini

dapat ditentukan jika dapat diketahui adanya riwayat paparan pestisida di tempat

kejadian, atau telah digunakan pestisida beberapa waktu sebelum kejadian, hal ini

UNIVERSITAS SARI MUTIARA INDONESIA

21

memperkuat dugaan telah terjadinya paparan dengan bahan tersebut. Dari tanda-tanda

dan gejala klinis yang terjadi pada penderita keracunan, pestisida penyebabnya dapat

diguga jenisnya. (Soedarto, 2013)

Pestisida dapat membahayakan kesehatan konsumen penggunanya, pekerja

dan orang-orang yang hidup berdekatan dengan pabrik pembuat pestisida, yang antara

lain berhubungan dengan pengangkutannya. Insektisida organoklorin misalnya

chlordane yang mencemari tanah, akan mencemari tumbuhan yang ditanam

diatasnya. Selain itu insektisida dapat meracuni ikan yang hidup di air yang tercemar,

dan hewan ternak dan hewan penghasil susu yang makan rumput yang tercemar

insektisida. Chlordane juga dapat terhirup melalui udara yang tercemar pestisida ini

pada waktu digunakan untuk memberantas hama rumah atau tanah. Chlordane diduga

dapat memicu terjadinya kanker, misalnya kanker testis, kanker prostat, kanker otak,

kanker payudara, dan kanker darah. Selain itu pestisida juga dapat menyebabkan

gangguan kesehatan dan penyakit-penyakit pada orang terpapar, misalnya berupa

gangguan pernapasan, depresi, gangguan sistem imun, diabetes dan migren.

Setiap golongan bahan aktif yang dikandung pestisida menimbulkan gejala

keracunan yang berbeda-beda. Namun, ada pula gejala yang ditimbulkan mirip,

misalnya gejala keracunan golongan organofosfat. Oleh karena itu perhatikan bahan

aktif yang tercantum dalam label kemasan pestisida yang digunakan bila terjadi

sesuatu untuk ditunjukkan pada petugas kesehatan guna memudahkan

pengobatannya.

2.3. Gejala Keracunan

UNIVERSITAS SARI MUTIARA INDONESIA

22

2.3.1. Gejala Keracunan Berdasarkan Golongan Organofosfat

Bahan aktif : sebagian besar bahan aktif golongan ini sudah dilarang beredar

di Indonesia, misalnya diazinon, fention, fenitrotion, fentoat, klorpirifos, kuinalfos,

dan malation. Sedangkan bahan aktif lainnya masih diijinkan. Bahan aktif dari

golongan ini cukup banyak digunakan beberapa jenis pestisida. Contoh nama

formulasi yang menggunakan bahan aktif dari golongan ini cukup banyak digunakan

beberapa jenis pestisida. Yang termasuk dalam golongan ini adalah herbisida,

fungisida, dan insektisida. Pestisida ini masuk dalam tubuh melalui mulut, kulit, atau

pernapasan.

Gejala keracunan timbul gerakan otot-otot tertentu, penglihatan kabur, mata

berair, mulut berbusa, banyak berkeringat, air liur banyak keluar, mual, pusing,

kejang-kejang, muntah-muntah, detak jantung menjadi cepat, mencret, sesak napas,

otot tidak bisa digerakkan, dan akhirnya pingsan.

2.3.2. Gejala Keracunan Berdasarkan Golongan Organoklor

Bahan aktif : beberapa bahan aktif golongan ini juga telah dilarang

penggunaannya di Indonesia, sebagai misal dieldrin, endosulfan, dan klordan. Cara

kerja racun ini dengan mempengaruhi syaraf pusat. Gejala keracunan sakit kepala,

pusing, mual, muntah-muntah, mencret, badan lemah, gugup, gemetar, kejang-kejang,

dan kesadaran hilang.

2.3.3. Gejala Keracunan Berdasarkan Golongan karbamat

Bahan aktif : yang termasuk golongan ini antara lain karbaril dan metomil

yang telah dilarang penggunaannya. Namun, masih banyak formulasi pestisida

UNIVERSITAS SARI MUTIARA INDONESIA

23

berbahan aktif dari golongan karbamat. Bahan aktif ini bila masuk dalam tubuh akan

menghambat enzim kholinesterase, seperti halnya golongan organofosfat. Gejala

keracunan sama dengan yang ditimbulkan oleh pestisida organofosfat, hanya saja

berlangsung lebih singkat karena golongan ini cepat terurai dalam tubuh.

2.3.4. Gejala Keracunan Berdasarkan Golongan/senyawa Bipiridilium

Bahan aktif : yang termasuk golongan ini antara lain: paraquat diklorida yang

terkandung dalam herbisida. Gejala keracunan 1-3 jam setelah pestisida masuk dalam

tubuh baru timbul sakit perut, mual, muntah, dan diare; 2-3 hari kemudian akan

terjadi kerusakan ginjal yang ditandai dengan albunuria, proteinnura, haematuria, dan

peningkatan kreatinin lever, serta kerusakan pada paru-paru akan terjadi antara 3-24

hari berikutnya.

2.3.5. Gejala Keracunan Berdasarkan Golongan Arsen

Bahan aktif : yang termasuk golongan ini yaitu arsen pentoksida, kemirin, dan

arsen pentoksida dihidrat yang umumnya digunakan untuk insektisida pengendali

rayap kayu dan rayap tanah serta fungisida pengendali jamur kayu. Umumnya masuk

dalam tubuh melalui mulut, walaupun bisa juga terserap kulit dan terisap pernapasan.

Gejala keracunan tingkat akut akan terasa nyeri pada perut, muntah dan diare,

sedangkan keracunan semi akut ditandai dengan sakit kepala dan banyak keluar

ludah. (Wudianto, 2004)

2.4. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Terjadinya Keracunan Pestisida

UNIVERSITAS SARI MUTIARA INDONESIA

24

Keracunan pestisida tejadi bila ada bahan pestisida yang mengenai tubuh atau

masuk kedalam tubuh dalam jumlah tertentu. Ada beberapa faktor yang

mempengaruhi keracunan pestisida (Achmadi, 2010)

Faktor-faktor yang mempengaruhi terjadinya keracunan pestisida antara lain:

2.4.1. Faktor Internal

1. Umur

Umur adalah fenomena alam, semakin lama seseorang hidup makan

umurpun akan bertambah. Semakin bertambahnya umur seseorang semakin banyak

yang dialaminya, dan semakin banyak pula pemaparan yang dialaminya, dengan

bertambahnya umur seseorang maka fungsi metabolisme akan menurun dan ini juga

akan berakibat menurunnya aktifitas kholinesterase darahnya sehinggga akan

mempermudah terjadinya keracunan pestisida. Usia juga berkaitan dengan kekebalan

tubuh dalam mengatasi tingkat toksisitas suatu zat, semakin tua umur seseorang maka

efektifitas system kekebalan di dalam tubuh akan semakin berkurang.

2. Jenis Kelamin

Kaum wanita rata-rata mempunyai aktifitas kholinesterase darah lebih tinggi

dibandingkan dengan laki-laki. Meskipun demikian tidak dianjurkan wanita

menyemprot pestisida, karena pada saat kehamilan kadar rata-rata kholinesterase

cenderung turun.

3. Tingkat pendidikan

Tingkat pendidikan seorang petani baik formal maupun nonformal sangatlah

berpengaruh dalam penggunaan pestisida. Petani yang memiliki pendidikan formal

UNIVERSITAS SARI MUTIARA INDONESIA

25

yeng lebih tinggi akan cenderung memperhatikan dan memepelajari penggunaan

pestisida, sehingga dapat dihindari bahaya yang dapat ditimbulkan pestisida tersebut.

Sedangkan petani yang memiliki pendidikan non formalbanyak pengetahuan tentang

pestisida didapat melalui kegiatan-kegiatan penyuluhan dan pelatihan yang khusus

untuk hal tersebut,sehingga masayarakat petani akan mengatahui pengguanaan

pestisida yang baik dan tidak membahayakan kesehatan.

4. Lama terlibat dalam aktivitas pertanian

Semakin lama seseorang menggunakan pestisida maka akan semakin banyak

pemaparan zat-zat pestisida tersebut terkena terhadap tubuhnya. Hal ini akan

berpengaruh pada sistem kekebalan tubuh. Pemeparan zat-zat pestisida ersebut

biasanya untuk jangka pendek tidak terlalu bengaruh pada kesehatan, tetapi untuk

jangka panjang dapat menimbulkan berbagai jenis penyakit seperti penyakit

pernafasan dan timbulnya penyakit kanker.

2.4.2 Faktor Eksternal

1. Pemakaian Alat Pelindung Diri

Pestisida umumnya adalah racun bersifat kontak, oleh karenanya penggunaan

alat pelindung diri pada petani waktu menyemprot sangat penting untuk menghindari

kontak langsung dengan pestisida. Pemakaian APD dapat mencegah dan mengurangi

terjadinya keracunan pestisida, dengan memakai APD kemungkinan kontak langsung

dengan pestisida dapat dikurangi sehingga resiko racun pestisida masuk dalam tubuh

melalui bagian pernafasan, pencernaan dan kulit dapat dihindar

a. Alat Pelindung Diri (APD)

UNIVERSITAS SARI MUTIARA INDONESIA

26

Bahaya-bahaya lingkungan kerja perlu dikendalikan sedemikian rupa

sehingga tercipta suatu lingkungan kerja yang nyaman, sehat, dan aman. Terdapat

berbagai cara untuk menanggulangi bahaya-bahaya yang terdapat di lingkungan

kerja. Cara-cara tersebut misalnya pengendalian secara teknik (mechanical/

engginering control), pengendalian secara administratif (administrative control), dan

penggunaan alat pelindung diri (personal protective equipment). Pengendalian secara

teknik adalah cara efektif dan merupakan alternatif pertama yang dianjurkan,

sedangkan alat pelindung diri merupakan usaha yang terakhir (the last line of

difense).

Alat pelindung diri (APD) adalah kelengkapan yang wajib digunakan saat

bekerja sesuai dengan bahaya dan risiko kerja untuk menjaga keselamatan pekerja itu

sendiri dan orang di sekelilingnya. Peraturan APD dibuat oleh pemerintah sebagai

pelaksanaan ketentuan perundang-undangan tentang keselamatan kerja. Perusahaan

atau pelaku usaha yang mempekerjakan pekerja atau buruh memiliki kewajiban

menyediakan APD di tempat kerja sesuai Standar Nasional Indonesia (SNI) atau

standar yang berlaku. (Buntarto, 2015)

Secara sederhana yang dimaksud dengan Alat Pelindung Diri (APD) adalah

seperangkat alat yang digunakan tenaga kerja untuk melindungi sebagian atau seluruh

tubuhnya dari adanya potensi bahaya/kecelakaan kerja. APD tidaklah secara

sempurna dapat melindungi tubuhnya, tetapi akan dapat mengurangi tingkat

keparahan yang mungkin terjadi. Pengendalian ini sebaiknya tetap dipadukan dan

UNIVERSITAS SARI MUTIARA INDONESIA

27

sebagai pelengkap pengendalian teknis maupun pengendalian administratif.

(Budiono, 2003)

b. Jenis Alat Pelindung Diri Pada Petani Penyemprot Pestisida

Menurut Djojosumarto (2009) pakaian dan/atau peralatan pelindung tubuh

harus dipakai bukan saja waktu aplikasi, tetapi sejak mulai mencampur dan

mencuci peralatan aplikasih sesudah aplikasi selesai. Pakaian serta peralatan

pelindung yang harus digunakan adalah sebagai berikut :

1. Pakaian sebanyak mungkin menutupi tubuh : Ada banyak jenis bahan

yang dapat digunakan sebagai pakaian pelindung, tetapi pakaian yang

sederhana cukup terdiri atas celana panjang dan kemeja lengan panjang

yang terbuat dari bahan yang cukup tebal dan tenunannya rapat. Pakaian

kerja sebaiknya tidak berkantung karena adanya kantung cenderung

digunakan untuk menyimpan benda-benda seperti rokok dan sebagainya.

2. Semacam celemek (appron), yang dapat dibuat dari plastik atau kulit.

Appron terutama harus digunakan ketika menyemprot tanaman yang

tinggi.

3. Penutup kepala, misalnya berupa topi lebar atau helm khusus untuk

menyemprot. Pelindung kepala juga penting, terutama ketika menyemprot

tanaman yang tinggi.

4. Pelindung mulut dan hidung, misalnya berupa masker sederhana atau

sapu tangan atau kain sederhana lainnya.

5. Pelindung mata, misalnya kaca mata , goggle, atau face shield.

UNIVERSITAS SARI MUTIARA INDONESIA

28

6. Sarung tangan yang terbuat dari bahan yang tidak ditembus air.

7. Sepatu boot untuk menyemprot di lahan basah (sawah) memang agak

menyulitkan, tetapi untuk aplikasi di lahan kering perlu digunakan.

Ketika menggunakan sepatu boot, ujung celana panjang jangan

dimasukkan ke dalam sepatu, tetapi ujung celana harus menutupi sepatu

boot.

2.5. Kerangka Konsep

Variabel Independen Variabel Dependen

Skema 2.1 Kerangka Konsep

2.6.Hipotesis

1. Ada hubungan umur dengan keluhan kesehatan pada petani penyemprot

pestisida di Desa Karang Bangun Kabupaten Simalungun Tahun 2016.

2. Ada hubungan jenis kelamin dengan keluhan kesehatan pada petani

penyemprot pestisida di Desa Karang Bangun Kabupaten Simalungun

Tahun 2016.

3. Ada hubungan tingkat pendidikan dengan keluhan kesehatan pada petani

penyemprot pestisida di Desa Karang Bangun Kabupaten Simalungun

Tahun 2016.

- Umur

- Jenis Kelamin

- Tingkat Pendidikan

- Lama terlibat dalam

aktivitas pertanian

- Alat Pelindung Diri

Keluhan Kesehatan

UNIVERSITAS SARI MUTIARA INDONESIA

29

4. Ada hubungan lama terlibat dalam aktivitas pertanian dengan keluhan

kesehatan pada petani penyemprot pestisida di Desa Karang Bangun

Kabupaten Simalungun Tahun 2016.

5. Ada hubungan pemakaian alat pelindung diri dengan keluhan kesehatan

pada petani penyemprot pestisida di Desa Karang Bangun Kabupaten

Simalungun Tahun 2016.

UNIVERSITAS SARI MUTIARA INDONESIA