bab ii tinjauan pustaka 2.1 vibrio...
TRANSCRIPT
10
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Tinjauan Tentang Vibrio cholerae
Genus Vibrio terdiri dari beberapa spesies bakteri yang bersifat patogen
terhadap saluran pencernaan, misalnya pada Vibrio cholerae yang menyebabakan
terjadinya wabah atau epidemik Asiatic cholera (Dzen, 2003). Genus Vibrio
merupakan bakteri yang paling banyak ditemukan pada permukaan air di seluruh
dunia. Vibrio cholerae serogrup O1 dan O139 yang menyebabkan Kolera pada
manusia (Jawetz et al., 2008).
2.1.1 Taksonomi Vibrio Cholerae
Kingdom : Bacteria
Phylum : Proteobacteria
Class : Gamma proteobacteria
Ordo : Vibrionales
Familia : Vibrionaceae
Genus : Vibrio
Spesies : Vibrio cholerae
(Faruque S, Nair G, 2008).
2.1.2 Morfologi Vibrio Cholerae
Vibrio Cholerae merupakan kuman berbentuk batang bengkok, gram
negatif, aerob, kuman ini dapat bergerak karena mempunyai satu flagel kutub,
panjangnya kira-kira 2-4 mm, membentuk spora. Pada pembiakan yang lama
11
kuman ini dapat menjadi batang lurus, mirip kuman gram negatif lainnya
(Budiyanto et al., 2003).
Kuman ini membentuk koloni yang konveks, halus, bulat, dan bergranula
pada sinar cahaya. Kuman ini bersifat oksidase positif. Kuman ini meragikan
sukrosa dan manosa tetapi tidak meragikan arabinosa. Bila tumbuh pada
perbenihan pepton yang mengandung triptofan dan nitrit dalam jumlah yang
cukup, kuman ini menghasilkan indol dan mereduksi nitrat (Budiyanto, 2003).
Gambar 2.1 : Bakteri Vibrio Cholerae
Sumber: Ozel et al., 2014.
2.1.3 Struktur Bakteri
Vibrio cholerae memiliki struktur yang hampir sama dengan bakteri gram
negatif lainnya, kecuali Vibrio cholerae serogrup O1 dan O139 yang tidak
memiliki kapsul. Berikut struktur Vibrio cholerae:
2.1.3.1 Dinding sel
Dinding sel merupakan struktur dasar yang dimiliki oleh hampir semua jenis
bakteri, yang berfungsi untuk mempertahankan bentuk bakteri, menjaga tekanan
osmotik di dalam sel, menentukan sifat pewarnaan, antigenisitas maupun
12
patogenitas bakteri. Apabila tekanan osmotik di luar sel naik, air dalam sel akan
mengalir keluar, protoplasma mengalami pengkerutan, dan membran akan
terlepas dari dinding sel sehingga cairan yang berada di dalam sel akan keluar
(Plasmolisis). Dinding sel tersusun dari peptidoglikan yaitu gabungan protein
polisakarida, kekebalan peptidoglikan membagi bakteri menjadi bakteri gram
positif dan negatif. Bila peptidoglikannya tebal, maka termasuk bakteri gram
positif, namun bila peptidoglikannya tipis maka termasuk bakteri gram negatif.
Dinding sel bakteri gram negatif mengandung tiga komponen yang terletak pada
lapisan luar peptidoglikan, yaitu lipoprotein, membran luar, dan lipopolisakarida
(Dzen, 2003; Jawetz et al., 2008)).
Dinding sel tidak bersifat permeabel terhadap garam dan senyawa tertentu
dengan berat molekul rendah. Secara normal konsentrasi garam dan gula yang
menentukan tekanan osmotik di dalam sel lebih tinggi daripada diluar sel. Apabila
tekanan osmotik di luar sel naik, air dari dalam sel akan mengalir keluar,
protoplasma mengalami pengerutan, dan membran akan terlepas dari dinding sel
sehingga cairaan yang berada dalam sel akan keluar (plasmolisis) (Dzen, 2003).
2.1.3.2 Membran sitoplasma
Membran sitoplasma adalah lapisan tipis yang terletak di sebelah dalam
dinding sel, tersusun atas 60% protein dan 40% lipid yang umumnya berupa
fosfolipid. Membran sitoplasma merupakan barier yang fungsinya mengatur
keluar masuknya bahan-bahan tertentu yang dapat melewatinya. Sifat tersebut
dinamakan semi permeabilitas membran sitoplasma (Jawetz et al., 2008).
13
2.1.3.3 Mesosom
Invaginasi (lekukan) membran sitoplasma yang relatif besar, biasanya
bentuknya tidak tertentu, disebut mesosom. Invaginasi ini menyediakan perluasan
permukaan membran yang berguna sebagai tempat kerja enzim yang terlibat
dalam pernapasan dan pengangkutan (Volk et al., 2003).
2.1.3.4 Inti sel
Sel bakteri tidak mempunyai pembungkus inti yang sebenarnya. Didalam
inti terdapat kromosom sebagai pusat informasi genetik yang mengatur semua
kegiatan bakteri tersebut, termasuk metabolisme maupun menentukan sifat
resistensi terhadap suatu antimikroba (Jawetz et al., 2008).
2.1.3.5 Pili
Pili atai fimbrie adalah struktur tambahan yang melekat pada dinding sel
tetapi lebih pendek dari flagella serta lebih halus. Pili tersusun atas protein yang
disebut pilin dan biasanya dimiliki oleh bakteri gram negatif. Pili yang berfungsi
untuk menempelkan dirinya pada hospes disebut colonizing factor. Selain itu, ada
pili yang berperan dalam proses pemindahan materi genetik dari salah satu bakteri
ke bakteri lain, yang disebut sex pili (Dzen, 2003).
2.1.3.6 Flagella
Flagella merupakan filamen tipis menyerupai rambut panjang berpangkal
pada membran sitoplasma dan menembus dinding sel. Struktur komplek tersusun
atas bermacam-macam protein termasuk flagelin yang membuat flagella
berbentuk seperti tabung cambuk dan protein kompleks yang memanjangkan
dinding sel dan membran sel untuk membentuk otot yang menyebabkan flagella
14
berotasi. Flagella berbentuk seperti cambuk. Flagella digunakan bakteri sebagai
alat gerak Vibrio cholerae mempunyai tipe monotrik flagella atau satu buah
flagella polar yang halus (Dzen, 2003; Jawetz et al., 2008).
2.1.4 Habitat
Habitat Vibrio cholarae patogenik dijumpai sebagai bagian dari komunitas
mikrobial yang hidup baik di lingkungan air tawar maupun air laut di daerah-
daerah beriklim dingin atau tropis di seluruh dunia. Penyakit-penyakit pada
manusia terjadi sebagai akibat konsumsi makanan dan minuman yang
terkontaminasi dengan kuman Vibrio sp., atau karena luka yang terkena air (air
laut) dimana Vibrio sp. Hidup (Lesmana, 2003).
2.1.5 Pembenihan
Vibrio cholarae tumbuh baik pada suhu antar 18-370C, dan pH 7, tetapi
tetap dapat tumbuh pada pH alkali 9,5. Bakteri ini tumbuh baik pada agar
Thiosulfate Citrate Bile Agar (TCBA) atau pada media Telurite Taurocholate
Gelatin Agar (TTGA) yang menghasilkan koloni berwarna kuning, disebabkan
karena bakteri ini memecah sukrosa menghasilkan asam (Amelia, 2005). Media
lain yang digunakan adalah media yang biasa untuk isolasi Enterobacteriaceae
(Dzen, 2003).
2.1.6 Struktur Antigen
Vibrio cholerae memilki antigen O (antigen somatik) dan antigen H
(antigen flagella). Antigen H mempunyai sifat yang sama pada semua genus
Vibrio yang tidak tahan panas. Sedangkan, antigen O merupakan antigen utama
15
yang digunakan untuk penggolongan Vibrio cholerae (Jawetz et al., 2008; Dzen,
2003).
Adanya antigen somatik atau antigen O digunakan untuk membagi Vibrio
cholerae menjadi enam grup yaitu grup OI sampai dengan OVI, dan pada grup OI
terdapat biotipe El tor dan Classical. Selanjutnya atas dasar antigen faktor A, B
dan C, Vibrio cholerae baik biotipe El tor dan Classical digolongkan menjadi
serotipe Ogawa, Inaba dan Hikojima (Dzen, 2003). Untuk mengetahui perbedaan
dari biotipe El tor dan Classical dilakukan beberapa tes seperti pada gambar 2.1.
Secara skematis klasifikasi dari Vibrio cholerae dapat dilihat di bawah ini:
Gambar 2.2 Skema Klasifikasi Vibrio cholerae
Sumber: Kenneth, 2005.
Vibrio cholerae mempunyai lipopolisakarida O yang memberi spesifisitas
serologi. Terdapat pembagian strain Vibrio cholerae grup O1 dan grup O139 yang
dapat menyebabkan Kolera klasik atau Kolera epidemik dan pandemik, sedangkan
pada Vibrio cholerae non-O1 atau non-O139 juga dapat menyebabkan penyakit
diare seperti Kolera, atau diare ringan, infeksi intestinal (Jawetz et al., 2008).
16
Vibrio cholerae grup O139 sangat mirip dengan Vibrio cholerae grup O1
biotipe El Tor. Kecuali, Vibrio cholerae grup O139 tidak dapat menghasilkan
lipopolisakarida seperti pada grup O1. Tetapi Vibrio cholerae grup O139
menghasilkan kapsul polisakarida seperti strain Vibrio cholerae non-O1,
sementara Vibrio cholerae grup O1 tidak menghasilkan kapsul (Jawetz et al.,
2008).
2.1.7 Penentu Patogenesis
2.1.7.1 Enterotoksin
Vibrio cholerae dan Vibrio jenis lainnya menghasilkan enterotoksin yang
tidak tahan panas dengan berat molekul 84.000, yang terdiri dari subunit A dan B
(Jawetz et al., 2008). Subunit A bertanggungjawab atas sifat-sifat biologisnya,
sedangkan subunit B bertanggungjawab terhadap terjadinya ikatan atau perlekatan
antara enterotoksi dengan membran sel usus dari hospes. Subunit A terdiri atas dia
molekul peptida yang masing-masing berat molekulnya tidak sama, yaitu subunit
A1 dengan berat molekul 23.000 dalton, yang bertanggungjawab terhadap
aktivitas toksin dan subunit A2 yang memiliki berat molekul 5.000 dalton
berfungsi sebagai penghubung antara subunit A dan B (Dzen, 2003). Aktivitas
subunit A menyebabkan peningkatan cAMP intraseluler dan mengakibatkan
hipersekresi air dan elektrolit yang terus menerus. Terdapat peningkatan sekresi
klorida yang tergantung natrium, dan absorbsi natrium dan klorida yang
terhambat. Diare terjadi sebanyak 20-30 L/hari, sehingga mengakibatkan
dehidrasi, syok, asidosis, dan kematian (Jawetz et al., 2008). Subunit B terdiri atas
17
lima subunit peptida yang identik, dengan masing-masing peptida mempunyai
berat molekul 11.500 dalton (Dzen, 2003).
2.1.7.2 Faktor perlekatan
Vibrio cholerae tidak bersifat invasive, kuman ini tidak masuk ke dalam
aliran darah, tetapi tetap ada di saluran usus (Amelia, 2005). Untuk dapat
menimbulkan penyakit, Vibrio cholerae selain menghasilkan enterotoksin juga
memiliki pili yang berguna untuk melekatkan dirinya pada sel intestin hospes,
yaitu pada mikrovili di daerah brush border dari sel epitel, untuk selanjutnya
mengadakan kolonisasi dan menghasilkan enterotoksin (Dzen, 2003)
2.1.7.3 Motilitas
Motilitas juga berperan dalam menentukan terjadinya perlekatan dan
patogenisitas Vibrio cholerae, sebab galur tertentu Vibrio cholerae yang tidak
motil walaupun dapat menghasilkan entertoksin, ternyata tidak menimbulkan
penyakit (Dzen, 2003).
2.1.7.4 Mucinase
Mucinase berguna untuk melakukan penetrasi ke dalam lapisan mukus dari
usus halus dan hanya diproduksi oleh galur Vibrio cholerae yang virulen (Dzen,
2003).
2.1.8 Patofisiologi
Dalam kondisi yang normal, Vibrio cholerae bersifat patogen hanya
terhadap manusia. Seseorang yang memiliki tingkat keasaman lambung yang
normal diperlukan Vibrio cholerae sebanyak 1010 atau lebih agar dapat
menginfeksi jika medium pembawanya air, karena Vibrio cholerae rentan
18
terhadap asam. Jika medium pembawanya makanan, diperlukan Vibrio cholerae
sebanyak 102-104 agar dapat menginfeksi, karena kapasitas buffer pada makanan
tersebut. Setiap obat atau keadaan yang dapat menurunkan kadar asam dalam
lambung membuat seseorang menjadi lebih rentan terhadap infeksi Vibrio
cholerae (Jawetz et al., 2008).
2.1.9 Manifestasi Klinis Infeksi Vibrio cholerae
Sekitar 60% infeksi akibat Vibrio cholerae classical bersifat asimptomatik,
seperti yang terjadi pada 75% infeksi akibat biotipe eltor. Masa inkubasinya
adalah 1-4 hari untuk orang yang mengalami gejala, tergantung dari ukuran
inokulum yang tertelan. Secara tiba-tiba, timbul mual, muntah, dan diare hebat
yang disertai kram abdomen. Feses yang tampak terlihat seperti air cucian beras,
mengandung mukus, sel epitel, dan banyak vibrio (Jawetz et al., 2008). Pada
kasus yang berat jumlah cairan yang keluar berkisar antara 15-20 liter setiap hari.
Akibat dari hilangnya cairan tersebut, apabila tidak segera dilakukan rehidrasi,
penderita akan masuk ke dalam keadaan syok dan meninggal dunia (Dzen, 2003).
Diagnosis suatu kolera yang nyata dapat ditegakkan dengan mudah bila terjadi
dalam suatu endemik (Jawetz et al., 2008). Bakteri Vibrio cholerae tidak pernah
melewati peredaran darah, tetapi tetap berada di dalam lumen usus dan lapisan
epitel mukosa tetap utuh (Dzen, 2003).
2.1.10 Penyakit Kolera
Penyakit yang disebabkan oleh bakteri Vibrio cholerae adalah kolera.
Kolera adalah bakteri Vibrio cholerae biotipe Classical grup O1. Gejala yang
ditimbulkannya meliputi muntah, buang air besar seperti air beras dalam jumlah
19
banyak (1 liter/jam) sehingga mengakibatkan dehidrasi, kehilangan elektrolit dan
naiknya keasaman darah. Pada kasus yang berat, penderita kehilangan cairan serta
elektrolit dengan cepat dan banyak sehingga terjadi renjatan keasaman metabolik
dan bila tidak diobati akan menyebabkan kematian (Jawetz et al., 2008).
2.1.11 Diagnostik Laboratorium Pertumbuhan Vibrio cholerae
2.1.11.1 Bahan Pemeriksaan dan Media Biakan
Sebagai bahan pemeriksaan untuk diagnosis etiologis adalah bahan
muntahan, tinja, atau hapusan rektum. Bahan pemeriksaan tersebut harus sesegera
mungkin dimasukkan ke dalam media transpor seperti media Amies, Carry-Blair
atau dapat digunakan media Stuart’s yang telah dimodifikasi, atau APW pH 8,5
yang juga merupakan media enrichment untuk Vibrio cholerae dan kemudian
diinkubasikan selama 6-8 jam pada suhu 37oC.
Untuk membiakkan bakteri Vibrio cholerae digunakan media selektif dan
media non selektif. Media selektif untuk Vibrio cholerae adalah medium TCBS
(Thiosulfat Citrate Bile salt Sucrose). Media non selektif yang dapat digunakan
antara lain adalah media perbenihan yang biasa untuk membiakkan bakteri
Enterobacteriaceae seperti EMB, MacConkey, agar Endo atau dapat juga
digunakan NA (nutrient agar) atau TTGA (Dzen, 2003).
2.1.11.2 Uji Spesifik
Organisme Vibrio cholerae dapat diidentifikasi lebih lanjut dengan uji
aglutinasi mikroskopik yang menggunakan antiserum anti-O grup 1 dan pola
reaksi biokimia (Jawetz et al., 2008).
20
2.2 Tinjauan Umum Dadih
2.2.1 Deskripsi Dadih
Dadih merupakan produk olahan susu fermentasi asal Indonesia. Produk ini
termasuk ke dalam kelompok susu fermentasi seperti halnya yoghurt atau kefir,
namun bentuknya menyerupai puding atau tahu yang dapat dipotong langsung dan
dimakan langsung, tetapi dari segi rasa dadih memiliki kemiripan dengan yoghurt
(Surajudin et al., 2008). Pembuatan dadih membutuhkan waktu selama 2 hari
hingga menjadi gumpalan.
Dadih merupakan salah satu makanan tradisional berupa susu fermentasi
khas Indonesia yang telah dikenal sebagai probiotik. Dadih dikenal sebagai
pangan tradisional masyarakat Sumatera Barat. Di tempat asalnya, dadih dari susu
kerbau yang difermentasi secara alami di dalam sepotong ruas bambu segar.
Menurut literatur lain juga menyebutkan bahwa dadih adalah produk fermentasi
spontan pada suhu kamar dari susu kerbau mentah dalam wadah bambu, dan
merupakan makanan tradisional di daerah Sumatera Barat (Dzarnisa, 1999).
Tetapi, saat ini banyak dikembangkan produk dadih yang terbuat dari susu sapi
dikarenakan keterbatasan susu kerbau.
Gambar 2.3: Dadih
Sumber: Hernando, 2016.
21
2.2.2 Kandungan Dadih
Berdasarkan penelitian oleh Ling ER, et al., (1961) dalam Akuzawa et al.,
(2011), menunjukkan bahwa dadih memiliki komposisi lemak 3,7%, casein 2,8%,
Protein whey 0,6%, Laktosa 4,8%, Kadar abu 0,7%, dan total padatan 12,6%.
Pada beberapa penelitian menyebutkan bahwa dadih mengandung bakteri
probiotik yang berupa bakteri asam laktat (BAL), dimana terdapat 36 strain BAL
dadih dari genus Lactobacillus, Streptococcus, Leuconostoc, dan Lactococcus
(Ngatirah et al., 2000; Surono, 2004).
2.2.3 Manfaat Dadih
Hasil penelitian Surono (2004) menunjukkan bahwa sepuluh strain BAL
dadih bersifat asam dan toleran terhadap asam empedu secara in vitro sehingga
strain ini berpotensi sebagai antimutagenik dan hipokolesteroemik. Hosono et al.,
(2009) melaporkan bahwa BAL dadih bersifat antimutagenik dan hipokolesterol,
menurunkan secara signifikan total kolesterol, kolesterol LDL serum dan total
asam empedu. Uji kemampuan L. plantarum mengasimilasi kolesterol dan
mendekonjugasi garam empedu BAL dadih pada 37°C lebih besar dibandingkan
BAL dari yoghurt, menunjukkan penurunan jumlah bakteri patogen yang
signifikan sehingga BAL dadih berpotensi digunakan sebagai probiotik.
Hasil penelitian Chalid dan Hartiningsih (2013) menunjukkan bahwa Nilai
IC50 didapatkan sebesar 241,8 ppm, nilai ini menunjukkan bahwa keberadaan
lemak pada dadih secara signifikan menurunkan kemampuan komponen dadih
dalam menghambat radikal bebas DPPH. Serta protein atau peptida dadih
memberikan penghambatan terhadap bakteri patogen S. Aureus cukup tinggi.
22
Zona hambatan baik dadih delipitisasi atapun dadih tanpa dibebaskan lemaknya
adalah sama, hal ini diperkirakan komponen yang memberikan penghambatan
terhadap bakteri bukan dari peptida dadih tetapi berasal dari BAL yang terdapat di
dalam dadih, yang keberadaannya pada dadih telah dimatikan dengan
penambahan heksan ataupun kematian secara alami.
2.2.4 Mekanisme Pembuatan Dadih
Berdasarkan penelitian Rahman (2015) menjelaskan bahwa mekanisme
pembuatan dadih diawali dengan menyediakan susu sapi murni, kemudian
melakukan penguapan atau dipasteurisasi pada suhu 83 – 85 °C selama 30 menit,
kemudian didiamkan sampai suhunya turun ±40 °C. Kemudian susu dipindahkan
ke dalam wadah dan diinokulasikan kultur starter Lactobacillus plantarum
sebanyak 5%. Kemudian di inkubasi 37oC.
Gambar 2.4: Diagram alur pembuatan dadih
Sumber: Rahman, 2015.
Susu Sapi Segar
Pemanasan susu (83–85 °C) 30 menit
Pendinginan sampai ±40 °C
Inokulasi 5% Lactobacillus plantarum
Inkubasi 37oC sampai pH 4,5
Dadih
23
2.3 Tinjauan Umum Antimikroba
Antimikroba adalah agen yang dapat digunakan untuk membunuh
mikroorganisme atau menghambat pertumbuhannya (Dorland, 2002).
2.3.1 Obat Antimikrobia ideal
Beberapa kriteria antimikroba yang ideal antara lain:
1. Memiliki toksisitas selektif, berarti bahwa antimikroba tersebut harus dapat
meghambat atau membunuh bakteri patogen tanpa membahayakan host.
2. Bersifat bakterisidal daripada bakteriostatik.
3. Tidak menimbulkan resistensi
4. Bersifat spectrum luas
5. Tidak bersifat alergenik
6. Tetap aktif dalam plasma, cairan tubuh atau eksudat
7. Bersifat larut air dan stabil, dan ambang bakterisidalnya dapat dicapai dengan
cepat dan untuk waktu yang lama (Joklik et al., 1992).
2.3.2 Mekanisme Kerja Obat Mikroba
Obat antimikroba mempunyai susunan kimiawi dan cara kerja yang berbeda
antara obat yang satu dengan obat yang lainnya. Antimikroba dibagi lima
kelompok: mengganggu metabolisme sel mikroba; menghambat sintesis dinding
sel mikroba; mengganggu permeabilitas membran sel mikroba; menghambat
sintesis protein mikroba; menghambat sintesis atau merusak asam nukleat sel
mikroba (Jawetz et al., 2008).
24
2.3.2.1 Antimikroba yang Menghambat Sintesis Dinding Sel Mikroba
Bakteri mempunyai lapisan luar yang rigid, yakni dinding sel yang
berfungsi untuk mempertahankan bentuk mikroorganisme dan pelindung sel
bakteri, yang mempunyai tekanan osmotik internal yang tinggi. Trauma pada
dinding sel (misalnya oleh lisozim) atau penghambatan pembentukannya,
menimbulkan lisis pada sel (Jawetz et al., 2008).
2.3.2.2 Antimikroba yang Mengganggu Permeabilitas Membran Sel Mikroba
Sitoplasma semua sel hidup dibatasi oleh membran sitoplasma, yang
berperan sebagai barier permeabilitas selektif, membawa fungsi transport aktif
dan kemudian mengontrol komposisi internal sel. Jika fungsi integritas membran
sitoplasma dirusak, makromolekul dan ion keluar dari sel, kemudian sel rusak
atau terjadi kematian. Membran sitoplasma bakteri dan fungsi mempunyai
struktur berbeda dibanding sel binatang dan dapat dengan mudah dikacaukan oleh
agen tertentu (Jawetz et al., 2008).
2.3.2.3 Antimikroba yang Menghambat Sintesis Protein Sel Mikroba
Untuk kehidupannya, sel mikroba perlu mensintesis berbagai protein.
Sintesis protein berlangsung di ribosom, dengan bantuan mRNA dan tRNA. Pada
bakteri, ribosom terdiri dari atas dua sub unit, yang berdasarkan konstanta
sedimentasi dinyatakan sebagai ribosom 30S dan 50S. Untuk berfungsi pada
sintesis protein, kedua komponen ini akan bersatu pada pangkal rantai mRNA
menjadi ribososm 70S. Cara kerja antimikroba dalam menghambat sintesis protein
adalah melalui ikatan dengan ribosom 30S dan 50S (Jawetz et al., 2008).
25
2.3.2.4 Antimikroba yang Menghambat Sintesis Asam Nukleat Sel Mikroba
Antimikroba ini bekerja dengan cara menghambat sintesis mRNA pada
proses transkripsi atau menghambat replikasi DNA pada proses pembelahan
(Jawetz et al., 2008).
2.3.2.5 Antimikroba yang Menganggu Metabolisme Sel Mikroba
Mikroba membutuhkan asam folat untuk kelangsungan hidupnya. Berbeda
dengan mamalia yang mendapatkan asam folat dari luar, kuman patogen harus
mensintesis sendiri asam folat dari asam para amino benzoate (PABA) untuk
kebutuhan hidupnya. Apabila antimikroba menang bersaing dengan PABA untuk
diikutsertakan dalam pembentukan asam folat, maka terbentuk analog asam folat
yang nonfungsional. Akibatnya, kehidupan mikroba akan terganggu (Jawetz et al.,
2008).
2.3.3 Dadih sebagai Antibakteri
Berdasarkan penelitian oleh Surono (2004) dalam jurnal Potensi Dadih Susu
Kerbau Fermentasi sebagai Antioksidan dan Antibakteri, menunjukkan bahwa
dadih mengandung 36 strain BAL dadih dari genus Lactobacillus, Streptococcus,
Leuconostoc, dan Lactococcus yang mana strain BAL dadih tersebut bersifat asam
dan toleran terhadap asam empedu secara in-vitro sehingga strain ini berpotensi
sebagai antibakteri, antimutagenik, dan hipokolesteroemik. Menurut Clar et al.,
(2000) dalam Chalid et al., (2013) menyatakan bahwa, dadih juga mengandung
peptida, dimana peptida dari susu fermentasi berperan sebagai antioksidan,
antibakteri. Selain itu penghambatan sebagai antibakteri dari kandungan asam
karena penurunan pH dibawah kisaran pertumbuhan mikrooganisme dan
26
penghambatan metabolisme oleh molekul asam yang terkondisosiasi (Berlian,
2002).
Berdasarkan penelitian oleh Ling ER, et al., (1961) dalam Akuzawa et al.,
(2011), menunjukkan bahwa dadih memiliki komposisi lemak 3,7%, casein 2,8%,
Protein whey 0,6%, Laktosa 4,8%, Kadar abu 0,7%, dan total padatan 12,6%.
Menurut menurut Fjell et al. (2012) menjelaskan bahwa susu mengandung
peptida, dimana peptida tersebut dapat berfungsi sebagai antibakteri. Peptida
antibakteri bekerja dengan cara berinteraksi pada membran bakteri yang kemudian
diikuti dengan kerusakan membran, gangguan fisiologi membran seperti
biosintesis dinding sel, pembelahan sel atau translokasi melewati membran untuk
berinteraksi dengan sitoplasma sel target.
Dalam jurnal Farid et al., (2016) yang berjudul Penggunaan Probiotik
sebagai Terapi Diare, menjelaskan bahwa mekanisme kerja probiotik pada
produk susu fermentasi dalam menghambat patogen secara imunologi dengan cara
mengaktifkan makrofag lokal untuk meningkatkan presentasi antigen kepada sel T
(makrofag merupakan APC/antigen presenting cell), kemudian sel T merilis
sitokin untuk mengaktifkan limfosit B, dan akhirnya limfosit B mensintesis
imunoglobulin, yaitu IgA. Jadi probiotik secara tidak langsung meningkatkan IgA,
dimana IgA merupakan antibodi yang berperan untuk melindungi permukaan
organ tubuh yang terpapar dengan mencegah pemempelan bakteri atau virus pada
membran mukosa.
Secara non-imunologi dengan cara memproduksi asam laktat dari
karbohidrat, sehingga pH lingkungan saluran cerna menurun, dalam suasana asam
27
bakteri probiotik dapat tumbuh dengan subur, sedangkan bakteri patogen tak
dapat hidup. Selain itu, probiotik juga memproduksi bakteriosin untuk
menghambat patogen, merangsang produksi musin epitel usus atau MUC2 dan
MUC3, adanya peningkatan produksi musin ini akan menghambat perlekatan
kuman patogen pada mukosa saluran cerna, serta meningkatkan fungsi barriers
intestinal (fungsi pertahanan usus) (Sanz et al, 2007).
Menurut Simadibrata (2011) menjelaskan bahwa, mekanisme probiotik
melindungi atau memperbaiki kondisi kesehatan antara lain dengan menghambat
pertumbuhan bakteri patogen melalui beberapa cara antara lain dengan:
a. Memproduksi substansi-substansi penghambat. Probiotik mampu
memproduksi zat-zat penghambat pertumbuhan bakteri gram positif maupun
negatif. Zat-zat ini termasuk asam organik, hidrogen peroksida (H2O2),
bakteriosin, reuterin yang mampu menghambat tidak hanya bakteri hidup
namun juga produksi toksin.
b. Menghambat perlekatan bakteri patogen dengan berkompetisi di tempat
perlekatan permukaan mukosa saluran cerna diduga juga merupakan salah
satu cara probiotik menghambat invasi dari bakteri patogen.
c. Kompetisi nutrisi. Bakteri-bakteri yang menguntungkan (probiotik) akan
berkompetisi dengan bakteri patogen dalam hal memperebutkan nutrisi dalam
saluran cerna.
d. Merusak reseptor toksin dan mendegradasi toksin.
e. Memperbaiki respon imun melalui peningkatan ekspresi dari limfosit B dan
sekresi imunoglobulin A baik secara lokal maupun sistemik.
28
2.3.4 Uji Kepekaan terhadap Antimikroba In Vitro
Uji kepekaan antimikroba dapat dilakukan dengan tiga metode, yaitu
metode dilusi tabung, metode dilusi agar, dan metode difusi.
2.3.4.1 Metode Dilusi (Tube Dilution Test)
Cara ini digunakan untuk menentukan KHM (Kadar Hambat Minimal) dan
KBM (Kadar Bunuh Minimal) dari obat antimikroba. Prinsip dari Metode Dilusi
menggunakan satu seri tabung reaksi yang diisi media cair dan sejumlah tertentu
sel mikroba yang diuji. Kemudian masing-masing tabung diisi dengan obat yang
telah diencerkan secara serial. Selanjutnya, seri tabung diinkubasi pada suhu 37ºC
selama 18–24 jam dan diamati terjadinya kekeruhan pada tabung. Konsentrasi
terendah obat pada tabung yang ditunjukkan dengan hasil biakan yang mulai
tampak jernih (tidak ada pertumbuhan mikroba) adalah KHM dari obat.
Selanjutnya biakan dari semua tabung yang jernih di inokulasikan pada media
agar padat, di inkubasikan dan keesokan harinya diamati ada tidaknya koloni
mikroba yang tumbuh. Konsentrasi terendah obat pada biakan padat yang
ditunjukkan dengan tidak adanya pertumbuhan koloni mikroba adalah KBM dari
obat terhadap bakteri uji (Dzen, 2003).
2.3.4.2 Metode Difusi Cakram (disc diffusion test)
Prinsip dari metode ini adalah obat dijenuhkan kedalam kertas saring
(cakram kertas). Cakram kertas yang mengandung obat tertentu ditanam pada
media perbenihan agar padat yang telah dicampur dengan mikroba yang diuji,
kemudian diinkubasi 37ºC selama 18-24 jam. Selanjutnya diamati adanya area
29
(zona) jernih disekitar cakram kertas yang menunjukkan tidak adanya
pertumbuhan mikroba.
Untuk mengevaluasi hasil uji kepekaan tersebut (apakah isolate mikroba
sensitif atau resisten terhadap obat), dapat dilakukan dengan dua cara, yaitu:
a. Cara Kirby Bauer, yaitu dengan cara membandingkan diameter dari area
jernih (zona hambatan) disekitar cakram dengan tabel standar yang dibuat
oleh NCCLS (National Committee for Clinical Laboratory Standard) atau
CLSI (Dzen, 2003).
Tabel 2.1 Performance Standards for Antimicrobial Susceptibility Testing
Test Cultures (zone diameters in mm)
Antimicrobial Agent Resistant Intermediate Susceptible
Tetracycline
Vibrio cholerae ≤14 15-18 ≥19 Sumber: CLSI document M100-S23 (M02-A11), 2013.
b. Cara Joan-Stokes, yaitu dengan cara membandingkan radius zona hambatan
yang terjadi antara bakteri kontrol yang sudah diketahui kepekaannya
terhadap obat tersebut dengan isolate bakteri yang diuji (Dzen, 2003).
2.4 Tinjauan Umum Ekstraksi
Kanter et al., (2000) menjelaskan, bahwa ekstraksi adalah suatu cara untuk
mendapatkan zat dari bahan yang diduga mengandung zat tersebut. Ekstraksi
dapat dilakukan dengan berbagai cara. Ekstraksi menggunakan pelarut didasarkan
pada kelarutan komponen terhadap komponen lain dalam campuran. Pelarut polar
akan melarutkan solute yang polar dan pelarut non polar akan melarutkan solute
yang non polar.
Pembuatan ekstrak mengacu pada Shori et al., (2013) dengan modifikasi
penambahan tahap penyaringan pada tahap akhir (Gambar 2.4), supernatan dari
30
dadih dipanen dan dinaikkan pH nya sampai 7.0 menggunakan NaOH 0.1 M,
dilanjutkan dengan sentrifugasi untuk menghilangkan sisa protein dan garam.
Supernatan kemudian disaring menggunakan syringe whatman 0.2 µm untuk
mendapatkan ekstrak yang benar-benar jernih.
Gambar 2.5 Diagram alur pembuatan ekstrak whey
Sumber: Rahman, 2015.
2.5 Sumber Belajar
2.5.1 Pengertian Sumber Belajar
Menurut Sudjana et al.,(2010) sumber belajar adalah segala daya yang dapat
dimanfaatkan guna memberi kemudahan kepada seseorang dalam belajarnya.
Selain itu menurut Prastowo (2015) sumber belajar adalah segala sesuatu yang
dapat digunakan untuk memfasilitasi kegiatan belajar. Segala jenis media, benda,
data, fakta, ide, orang dan lain-lain yang dapat mempermudah terjadinya proses
belajar disebut sumber belajar. Jadi dapat dikatakan bahwa sumber belajar adalah
segala sumber informasi yang dapat digunakan serta dimanfaatkan untuk
menunjang dan memudahkan terlaksananya proses belajar.
Penambahan NaOH 1 M sampai pH 7
Sentrifugsi
Penyaringan syringe whatman 0.2 µm
Ekstrak
dadih
31
2.5.2 Pemanfaatan Hasil Penelitian sebagai Sumber Belajar Biologi
Sering kita dengar istilah sumber belajar (learning resource), orang juga
banyak yang telah memanfaatkan sumber belajar, namun umumnya yang
diketahui hanya perpustakaan dan buku sebagai sumber belajar. padahal secara
terasa apa yang mereka gunakan, orang, dan benda tertentu adalah termasuk
sumber belajar. Sumber belajar ditetapkan sebagai informasi yang disajikan dan
disimpan dalam berbagai bentuk media, yang dapat membantu siswa dalam
belajar sebagai perwujudan dari kurikulum. Bentuknya tidak terbatas apakah
dalam bentuk cetakan, video, format perangkat lunak atau kombinasi dari
berbagai format yang dapat digunakan oleh siswa ataupun guru. Dengan
demikian, sumber belajar juga diartikan sebagai segala tempat atau lingkungan
sekitar, benda, dan orang yang mengandung informasi dapat digunakan sebagai
wahana bagi peserta didik untuk melakukan proses perubahan tingkah laku
(Majid, 2007).
Berdasarkan pernyataan diatas salah satu contoh bahan ajar yang dapat
digunakan sebagai sumber belajar oleh peserta didik adalah jurnal. Jurnal adalah
majalah publikasi yang memuat KTI (karya tulis ilmiah) yang secara nyata
mengandung data dan informasi yang mengajukan iptek dan ditulis sesuai dengan
kaidah-kaidah penulisan ilmiah serta diterbitkan secara berkala (Hakim, 2012).
Jurnal ilmiah dapat didefinisikan sebagai bentuk publikasi ilmiah berkala yang
memuat hasil kegiatan bidang keilmuan tertentu, baik berupa hasil
pengamatan empirik maupun kajian konseptual, yang bersifat penemuan baru,
maupun koreksi, pengembangan, dan penguatan terhadap paradigma, konsep,
32
prinsip, hukum, dan teori yang sudah ada. Keberadaan jurnal ilmiah disebabkan
kebutuhan nyata masyarakat ilmiah, untuk, (a) memperoleh kritikan, saran, dan
masukan lainnya bagi karyanya, (b) pengakuan keilmuan dan promosi jabatan, (c)
rujukan terbaru, (d) ide aktual untuk kajian lanjutan, dan (e) mengikuti
perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi (Christina, 2010). Komponen
penulisan jurnal menurut Bustami (2017), yaitu:
1) Judul
2) Nama penulis, dicantumkan tanpa gelar akademik dan ditempatkan di bawah
judul artikel. Jika penulis terdiri dari 4 orang atau lebih, yang dicantumkan di
bawah judul artikel adalah nama penulis utama, nama penulis lainnya diikuti
dengan tempat/lembaga bekerja. Penulis diwajibkan mencantumkan alamat
email untuk memudahkan komunikasi
3) Abstrak
4) Kata kunci
5) Pendahuluan yang berisi latar belakang, sedikit tinjauan pustaka, dan tujuan
penelitian
6) Metode
7) Hasil dan Pembahasan
8) Simpulan
9) Ucapan terima kasih, jika diperlukan
10) Daftar rujukan (hanya memuat sumber yang dirujuk).
33
2.6 Kerangka Konsep
Penelitian ini secara garis besar dapat dituliskan secara konseptual seperti
berikut:
Gambar 2.6 Kerangka Konsep Uji Efektivitas Dadih terhadap Pertumbuhan Bakteri Vibrio cholerae
Kolera
Pengobatan
Dadih
Protein Bakteri Asam Laktat
Casein
Penurunan pH dibawah kisaran pertumbuhan mikrooganisme dan penghambatan metabolisme oleh
molekul asam
Obat Modern
Resisten
Menghambat pertumbuhan bakteri Vibrio cholerae
Vibrio cholerae
Data dimanfaatkan sebagai sumber belajar biologi berupa jurnal ilmiah
34
Pada penelitian sebelumnya tidak sedikit yang telah meneliti tentang uji
efektivitas dadih sebagai zona hambat pertumbuhan bakteri Vibrio cholerae.
Penelitian sebelumnya menyebutkan bahwa dadih berpotensi sebagai agensia
probiotik, dikarenakan dadih mengandung bakteri asam laktat (Surajudin et al.,
2008). Pada penelitian yang dilakukan oleh Chalid et al., (2013), menyatakan
bahwa dadih berpotensi sebagai antioksidan dan antibakteri dikarenakan dadih
mengandung beberapa peptida dari susu yang difermentasi. Selain itu, penelitian
tersebut menyebutkan bahwa susu dan produk derivative susu seperti susu
fermentasi mengandung peptide yang bersifat aktif secara biologis, dimana
peptida bioaktif adalah komponen pangan yang mempunyai fungsi biologis
terhadap kesehatan baik menyembukan ataupun mencegah penyakit. Penelitian ini
menyebutkan bahwa pada konsentrasi dadih 50% dan 100% dapat menghambat
bakteri S. aureus dengan masing-masing diameter 15 mm, baik dadih yang
dilipidisasi atau dadih yang tidak dilipidisasi.
Menurut Lourens-Hattingh et al., (2001), Lactobacillus sp. Yang terdapat
dalam dadih menghasilkan beberapa metabolit antara lain asam laktat, hidrogen
peroksida, dan bakteriosin yang mampu menghambat pertumbuhan. Mekanisme
lain yang menyebabkan probiotik mampu melawan mikroba patogen adalah
antagonis kompetitif melalui kompetisi adesi pada sel epitel, penggunaan nutrisi
dan meningkatkan sistem imun tubuh inang.
Pada penelitian yang dilakukan oleh Rahman (2015) menyatakan bahwa
dadih dapat menghambat pertumbuhan bakteri Propionibacterium acnes dengan
35
diameter yang bervasiasi dari 1,5 sampai 4,35 mm. Hal ini disebabkan oleh dadih
memiliki pH yang rendah yaitu dibawah 5, nilai pH rendah mengakibatkan
asidifikasi sel sitoplasma sehingga mengubah permeabilitas sel membran dan
mengganggu sistem transport substrat.
Pengambilan konsentrasi yang akan ujikan pada penelitian ini berpedoman
dengan konsentrasi yang dilakukan pada penelitian sebelumnya yaitu konsentrasi
50% dan 100%, dimana konsentrasi keduanya efektif dalam menghambat
pertumbuhan bakteri S. aureus. Jadi, peneliti ini mengambil patokan konsentrasi
100% dan skala konsentrasi yang sama yaitu 20%, 40%, 60%, 80% dan 100%.
2.7 Hipotesis
Berdasarkan rumusan masalah dan studi pustaka diatas dapat di rumuskan
hipotesis sebagai berikut:
a. Pemberian berbagai konsentrasi dadih dapat mempengaruhi diameter
zona hambat pertumbuhan bakteri Vibrio cholerae.
b. Pada pemberian dadih dengan konsentrasi 100% yang memiliki
pengaruh terbaik sebagai antibakteri terhadap pertumbuhan bakteri
Vibrio cholerae.
c. Hasil penelitian dapat dimanfaatkan sebagai sumber belajar biologi
berupa jurnal agar memudahkan siswa untuk memahami materi
“Archaebacteria dan Eubacteria” SMA kelas X semester 1, KD 4.4.
Menyajikan data tentang ciri-ciri dan peran archaebacteria dan
eubacteria dalam kehidupan