vibrio parahaemolyticus

21
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dewasa ini masalah keamanan pangan sudah merupakan masalah global, sehingga mendapat perhatian utama dalam penetapan kebijakan kesehatan masyarakat. Timbulnya penyakit yang berasal dan melalui pangan ( foodborne disease ) dan kejadian- kejadian kontaminasi pangan terjadi di berbagai negara, tidak hanya di negara berkembang dimana kondisi sanitasi dan higiene umumnya buruk, tetapi juga di negara-negara maju. Genus Vibrio adalah agen penyebab penyakit vibriosis yang menyerang hewan laut seperti ikan, udang, dan kerang-kerangan. Spesies Vibrio umumnya menyerang larva udang dan penyakitnya disebut penyakit udang berpendar. BakteriVibrio menyerang larva udang secara sekunder yaitu pada saat dalam keadaan stress dan lemah, oleh karena itu sering dikatakan bahwa bakteri ini termasuk jenisopportunistic pathogen yang dalam keadaan normal ada dalam lingkungan pemeliharaan, kemudian berkembang dari sifat yang saprofitik menjadi patogenik jika kondisi lingkungannya memungkinkan. Terdapatnya bakteri pathogen Vibrio di perairan laut menandakan adanya kontak dengan buangan limbah industri dan rumah tangga seperti tinja manusia atau sisa bahan makanan lainnya, di mana bakteri tersebut secara langsung akan tumbuh dan berkembang bila kondisi perairan tersebut memungkinkan. Selanjutnya dari keadaan ini kemudian akan berpengaruh Page | 1

Upload: herlinarizkiprianita

Post on 28-Sep-2015

127 views

Category:

Documents


10 download

DESCRIPTION

tentang bakteri V.parahaemolyticus

TRANSCRIPT

BAB 1PENDAHULUAN1.1 Latar BelakangDewasa ini masalah keamanan pangan sudah merupakan masalah global, sehingga mendapat perhatian utama dalam penetapan kebijakan kesehatan masyarakat.Timbulnya penyakit yang berasal dan melalui pangan (foodborne disease) dan kejadian-kejadian kontaminasi pangan terjadi di berbagai negara, tidak hanya di negara berkembang dimana kondisi sanitasi dan higiene umumnya buruk, tetapi juga di negara-negara maju. GenusVibrioadalah agen penyebab penyakit vibriosis yang menyerang hewan laut seperti ikan, udang, dan kerang-kerangan. SpesiesVibrioumumnya menyerang larva udang dan penyakitnya disebut penyakit udang berpendar.BakteriVibriomenyerang larva udang secara sekunder yaitu pada saatdalam keadaan stress dan lemah, oleh karena itu sering dikatakan bahwa bakteriini termasuk jenisopportunistic pathogenyang dalam keadaan normal ada dalam lingkungan pemeliharaan, kemudian berkembang dari sifat yang saprofitik menjadi patogenik jika kondisi lingkungannya memungkinkan.Terdapatnya bakteri pathogen Vibrio di perairan laut menandakan adanya kontak dengan buangan limbah industri dan rumah tangga seperti tinja manusia atau sisa bahan makanan lainnya, di mana bakteri tersebut secara langsung akan tumbuh dan berkembang bila kondisi perairan tersebut memungkinkan. Selanjutnya dari keadaan ini kemudian akan berpengaruh terhadap biota perairan dan akhirnya pada manusia. Bakteri dari spesies Vibrio secara langsung akan menimbulkan penyakit (pathogen), yang dapat menyebabkan kematian biota laut yang menghuni perairan, dan secara tidak langsung bakteri yang terbawa biota laut seperti ikan akan dikonsumsi oleh manusia, sehingga menyebabkan penyakit pada manusia.1.2 Rumusan Masalah1. Bagaimana morfologi dari bakteri Vibrio parahaemolyticus ?2. Bagaimana gejala klinis yang disebabkan oleh bakteri Vibrio parahaemolyticus ?3. Bagaimana cara identifikasi dari bakteri Vibrio parahaemolyticus ?

1.3 Tujuan1. Untuk mengetahui morfologi dari bakteri Vibrio parahaemolyticus 2. Untuk mengetahui gejala klinis yang disebabkan oleh bakteri Vibrio parahaemolyticus3. Untuk mengetahui cara identifikasi dari bakteri Vibrio parahaemolyticus

BAB IIPEMBAHASAN

2.1 Vibrio parahaemolyticusKlasifikasi.Kingdom:BacteriaFilum:ProteobacteriaKelas:Gamma ProteobacteriaOrder:VibrionalesFamily:VibrionaceaeGenus:VibrioSpecies:Vibrio parahaemolyticus

MorfologiBakteriVibrio parahaemolyticus(Vibrio parahaemolyticus) merupakan bakteri gram negatif, halofilik, bersifat motil atau bergerak, berbentuk bengkok atau koma, menghasilkan energi untuk pertumbuhan dengan oksidasi, fakultatif anaerob dan mempunyai flagelum kutub tunggal dan tidak dapat membentuk spora serta bersifat zoonosis.Perubahan bentuk morfologi Vibrio parahaemolyticus dapat terjadi dengan perlakuan suhu dingin dan kondisi lingkungan yang tidak menunjang.

BentukVibrio parahaemolyticus

2.2 HabitatVibrio parahaemolyticusBakteri Vibrio parahaemolyticus hidup pada sekitar muara sungai (brackish wateratauestuaries), pantai (coastal waters) tetapi tidak hidup pada laut dalam (open sea).Bakteri Vibrio parahaemolyticus terutama hidup di perairan Asia Timur.Bakteri ini tumbuh pada air laut dengan kadar NaCl optimum 3%,( berkembang baik pada kadar NaCl 0,5% - 8 %)pada kisaran suhu 5 -43OC, pH 4,8 11 dan water activity (aw) 0,94- 0,99.Pertumbuhan berlangsung cepat pada suhuoptimum 37OC dengan waktu generasi hanya 9-11 menit.Pada beberapa spesiesVibriosuhu pertumbuhan sekitar 5 43OC (pada suhu 10OC merupakan suhu minimum pada lingkungan).Selama musim dingin, organisme ini ditemukan di lumpur laut, sedangkan selama musim panas mereka ditemukan di perairan pantai.Bakteri Vibrio parahaemolyticus dapat hidup sebagai koloni pada kerang-kerangan, udang, ikan dan produk makanan laut lainnya.Vibrio parahaemolyticus adalah bakteri halofilik didistribusikan di perairan pantai di seluruh dunia.Bakteri ini ditemukan di lingkungan muara sungai dan menunjukkan variasi musiman, yang hadir dalam jumlah tertinggi selama musim panas. Selama musim dingin, bakteri ini tetap berada di bawah muara pada bahanchitinousplankton.

2.3 PatogenisitasVibrio parahaemolyticusMasa inkubasi yang dilaporkan untuk keracunan makanan oleh Vibrio parahaemolyticus bervariasi dari 2 jam sampai 4 hari meskipun biasanya 9 - 25 jam.Penyakit bertahan hingga 8 hari dan dicirikan oleh diare profuse berair bercampur darah atau lendir, muntah, nyrti perut,dan demam.Vibrio parahaemolyticus lebih enteroinvasive dariVibrio cholerae, dan menembus epitel usus untuk mencapailamina propria.Sebuah sindrom disentri juga telah dilaporkan dari sejumlah negara termasuk Jepang.Tidak semua strain dari Vibrio parahaemolyticus bersifat patogen. Strain patogen bawaan makanan dapat menyebabkan hemolisis karena adanya suatu hemolisin panas- stabil dan ditujukan sebagai Kanagawa-positif.Saat ini, hemolisin panas-stabil 23-kDa (disebut hemolisin langsung termostabil/TDH) dianggap sebagai racun. Kebanyakan strain terisolasi dari sumber-sumber alam (air muara, plankton, kerang, dan ikan) adalah Kanagawa-negatif.Namun, beberapa strain Kanagawa-negatif juga telah dikaitkan dengan wabah bawaan makanan.Tingkat produksi racun berhubungan dengan pertumbuhan sel,konsentrasi sel, dan pH lingkungan. Jika bentuk racun sudah terdapat dalam makanan, pemanasan tidak akan merusak toksin tersebut. Patogenesitas strain Vibrio parahaemolyticus sangat terkait dengan kemampuan mereka untuk menghasilkan 23-kDa, termostabil, ekstraseluler, haemolysin. Saat diuji pada suatu media yang dikenal sebagai agar Wagatsuma's, haemolysin bisa melisiskan darah manusia dan sel darah kelinci tapi tidak pada darah kuda,sebuah fenomena yang dikenal sebagai reaksi Kanagawa. Haemolysin juga telah ditunjukkan untuk dapat mengakibatkan enterotoxic, sitotoksik, dan kardiotoksik.

2.4 Distribusi Penyakit.Vibrio parahaemolyticuspertama kali menunjukkan gejala enteropatogenik pada tahun 1951, yang menyebabkan wabahfoodborne diseasedan menjadi penyebab 50-70% penyakit gastroenteritis di Jepang.Kasus sporadis dan beberapa kejadian luar biasa (KLB) dengancommon sourcedilaporkan dari berbagai bagian dunia, terutama dari Jepang, Asia Tenggara dan AS.Beberapa KLB dengan korban yang banyak terjadi di AS yang disebabkan karena mengkonsumsi seafoodyang tidak dimasak dengan sempurna. Kasus-kasus ini terjadi terutama pada musim panas.Beberapa KLB yang akhir-akhir ini terjadi disebabkan oleh strain Kanagawa negatif, dan strain urease positif.Vibrio parahaemolyticus teridentifikasi sebagai patogen pangan pertama kali di Jepang, pada tahun 1950.Infeksi disebabkan oleh konsumsi sarden, dengan 272 orang sakit dan 20 meninggal.Sejak itu, Vibrio parahaemolyticus dikenal sebagai penyebab penyakit karena seafood mentah atau setengah matang di Jepang dan beberapa negara Asia lainnya.Kejadian luar biasa keracunan pangan karena Vibrio parahaemolyticus (KLB Vibrio parahaemolyticus) didefinisikan sebagai kejadian dua atau lebih kasus penyakit dengan gejala klinis yang mirip, yang terjadi setelah mengkonsumsi suatu jenis seafood.Pada kasus infeksi Vibrio parahaemolyticus 1988 1997 di Florida, Alabama, Louisiana dan Texas, 59%-nya merupakan penyakit gastroenteritis, 8% dengan septisemia dan 34% dengan infeksi kulit.Sebanyak 88% dari penderita gastroenteritis tercatat mengkonsumsi tiram mentah sebelum sakit, sementara 91% penderita septisemia juga mengkonsumsi makanan yang sama sebelum sakit.Dari total 345 kasus, 45% di antaranya dirawat dan 4% meninggal dunia.

Distribusi penyakit diare akut (gastroenteritis).

Kejadian outbreaks di Koreaterjadi pada musim panas, hal ini berkaitan adanya konsentrasi yang tinggi pada tiram karena pada saat musim panas suhu air menjadi hangat.Vibrio parahaemolyticus sangat jarang bisa diisolasi pada suhu air dibawah 15OC.

2.5 Proses PenularanBakteriVibrio parahaemolyticusmasuk ke dalam tubuh manusia yang mengkonsumsi produk makanan laut seperi udang, kerang, ataupun ikan mentah yang dimasak kurang sempurna.Penularan juga dapat terjadi pada makanan yang telah dimasak sempurna namun tercemar oleh personal/individu yang pada saat bersamaan menangani produk ikan mentah.

Kerang yang terkontaminasiVibrio parahaemolyticus2.6 Siklus Hidup Vibrio parahaemolyticus

Siklus HidupVibrio parahaemolyticus

2.7 Penyakit dan Gejala Klinis.Jika kita mengkonsumsi makanan yang terkontaminasiVibrio parahaemolyticus, ada kemungkinan kita akan terkena gastroenteritis bila sistem kekebalan tubuh dalam keadaan buruk.Istilah gastroenteritis digunakan secara luas untuk menggambarkan pasien yang mengalami perkembangan diare dan/atau muntah akut.Istilah ini menjadi acuan bahwa terjadi proses inflamasi dalam lambung dan usus. Diare adalah buang air besar (defekasi) dengan jumlah tinja lebih banyak dari biasanya (normal 100 200 ml per jam tinja), dengan tinja berbentuk cairan atau setengah cair (setengah padat) dapat pula disertai frekuensi yang meningka.Diare adalah defekasi yang tidak normal baik frekuensi maupun konsistensinya, frekuensi diare lebih dari 4 kali sehari.Diare akut akibat bakteri Vibrio parahaemolyticus disebabkan invasi bakteri dan sitotoksin di kolon dengan manifestasi sindroma disentri dengan diare yang disertai lendir dan darah sehingga disebut diare inflamasi.Akibatnya terjadi kerusakan mukosa baik usus halus maupun usus besar.Masa inkubasi bakteri Vibrio parahaemolyticus biasanya antara 12 sampai 24 jam, tetapi dapat juga berkisar antara 4 sampai 30 jam.Gejala yang munculadalahkejang perut yang tiba-tiba dan berlangsung selama 48 72 jam dengan masa inkubasi 8 72 jam. Gejala lain adalah mual, muntah, sakit kepala, badan agak panas dan dingin. Pada sebagian kecil kasus juga menyebabkan septisemia.

2.8 Teknik Isolasi dan IdentifikasiPenentuan total Vibrio parahaemolyticus dapat dilakukan dengan metode MPN (Most probable number) konvensional dilanjutkan menggunakan konfirmasi biokimia atau dengan pemupukan pada media non selektif yang dilanjutkan dengan deteksi menggunakan pelacak (probe) gen tlh (thermolabile hemolysin).Untuk identifikasi strain Vibrio parahaemolyticus patogen dapat dilakukan dengan uji kanagawa atau menggunakan pelacak DNA dengan atau tanpa kombinasi dengan PCR (Polymerase Chain Reaction /perbanyakan kopi sekuens DNA) untuk mendeteksi gen didalam Vibrio parahaemolyticus.Teknik analisis sangat berpengaruh pada tingkat isolasi bakteri dan waktu analisis. Metode pelacak DNA berkorelasi sangat baik dengan teknik penghitungan konvensional menggunakan konfirmasi biokimia, dengan waktu analisis yang lebih cepat.Untuk strain patogen, analisis dengan pelacak gen jauh lebih sensitif dibandingkan dengan teknik analisis konvensional.Teknik PCR dengan menggunakan isolat DNA yang berasal dari media pengkayaan memberikan hasil yang jauh lebih baik dari metode MPN konvensional

Karakteristik biokimiaVibrio spp Media yang digunakan untuk deteksi vibrio dalam pangan dan air dikembangkan berdasarkan pertimbangan kemampuan bakteri ini untuk tumbuh cepat pada pH alkali, tahan terhadap efek penghambatan yang diberikan oleh garam empedu dan natrium tellurite, dan toleran terhadap garam (NaCl).Media pengkayaan yang umum digunakan untuk Vibrio adalah APW (broth alkaline peptone water), NTSB (salt trypticase soy broth) dan SPB (salt polimiksin broth).Sebagai media selektif, TCBS (thiosulfate-citrate-bile-saccharose) adalah yang paling umum digunakan. Kelemahan media ini adalah tidak terlalu spesifik membedakan Vibrio parahaemolyticus dariV. hollisae, V. mimicusdanV. vulnificusyang sama-sama membentuk koloni berwarna hijau.mengembangkan media selektif CV (chromogenic agar) yang mengandung substrat untuk -galaktosidase (CV) pada CV agar, yang bisa membedakan Vibrio parahaemolyticus dari koloni peng-ganggu sebagai koloni berwarna violet.

Koloni Vibrio parahaemolyticus pada agar CV (a. warna ungu)dan TCBS (b.warna hijau)

Teknik dot blotting dengan menggunakan monoclonal antibodi juga digunakan untuk membedakan spesies Vibrio tanpa isolasi bakteri terlebih dahulu.Teknik ini merupakan pengembangan monoclonal antibodi untuk deteksi dengan metode sederhana dalam membedakan Vibrio dibandingkan teknik PCR.

2.9 KeterkaitanVibrio parahaemolyticusdengan makanan.Keracunan makanan oleh Vibrio parahaemolyticus selalu berhubungan dengan ikan dan kekerangan.Kejadian wabah telah dilaporkan di USA dan Eropa, akan tetapi di Jepang keracunan makanan akibat Vibrio parahaemolyticus adalah penyebab paling umum dari keracunan makanan.Ini dikaitkan dengan kebiasaan kuliner masyarakat di Jepang yang mengkonsumsi ikan mentah atau setengah matang, walaupun penyakit juga dapat terjadi akibat kontaminasi silang produk yang telah masak yang berada di dapur.Meskipun bakteri ini hanya akan menjadi bagian dari flora alami ikan yang ditangkap di perairan pantai selama musim panas, oleh karena itu akan dapat dengan mudah menyebar ke spesies ikan yang berada pada lingkungan air yang lebih dalam, kontaminasi juga dapat terjadi melalui kontak di pasar ikan dan akan berkembang biak cepat jika produk itu tidak dalam keadaan cukup dingin.Vibrio parahaemolyticustelah diisolasi dalam jumlah yang tinggi dari berbagai jenis makanan laut yang dipanen dari lingkungan muara, khususnya selama musim panas.Wabah serta kasus sporadis gastroenteritis, terkait dengan konsumsi makanan laut yang masih mentah (ikan, kerang, kepiting, udang, dan lobster), dimasak tidak sempurna, atau terkontaminasi setelah pemanasan.Dalam makanan laut mentah dan matang yang tidak disimpan dalam refrigerator, Vibrio parahaemolyticus dapat tumbuh dengan cepat, terutama pada suhu 20 sampai 30OC.Dalam makanan laut dengan penyimpanan pada suhu yang tidak tepat, sel dapat mencapai tingkat dosis infektif sangat cepat, dari jumlah awal yang rendah.Banyak wabah di AS diketahui karena memasak tidak sempurna dan kontaminasi silang pada makanan laut yang telah matang, diikuti dengan pengendalian suhu yang tidak tepat.

2.10 PengendalianVibrio spmudah rusak oleh panas, sehingga memasak dengan benar dan tepat adalah paling efektif untuk menghilangkan Vibrio.Pada kepiting yang terkontaminasi secara alami olehV. cholerae, bakteri dapat bertahan pada suhu mendidih hingga 8 menit dan pengukusan sampai 25 menit.Sebagian besar penyakit disebabkan karena makan makanan laut mentah atau kurang matang, terutama tiram. Pencegahan dapat dilakukan dengan memasakseafoodsecara benar dan menghindari konsumsi makanan laut mentah serta memperhatikan kebersihan pribadi (good personal hygiene practice).Pengendalian juga dilakukan dengan melihat bahwa kejadian infeksi atau kontaminasi akibat Vibrio parahaemolyticus banyak terjadi pada musim panas dan pada kondisi air yang hangat, dan harus menjadi perhatian khusus pada kondisi tersebut.Beberapa faktor perlu dipertimbangkan dalam mengendalikan gastroenteritis yang disebabkan oleh Vibrio parahaemolyticus.Makanan laut yang dipanen dari muara harus diasumsikan mengandung Vibrio parahaemolyticus yang patogen.Dalamseafoodmentah, pemanasan yang tidak sempurna atau terkontaminasi setelah proses pemanasan, penyimpanan tidak pada suhu dingin, sel dapat berkembang biak dengan cepat. Setelah strain patogenik tumbuh dan menghasilkan toksin, bahkan perlakuan panas tidak dapat menghancurkan toksin. Dengan pemahaman ini, metode pengendalian harus mencakup sebagai berikut :tidak ada konsumsi makanan laut mentah, perlakuan panas yang tepat dari makanan laut, sanitasi yang layak untuk menghindari kontaminasi silang makanan yang telah dipanaskan, pendinginan yang tepat produk mentah dan dipanaskan, dan konsumsi makanan dalam jangka waktu yang tidak terlalu lama.Pengaturan suhu yang tidak tepat untuk makanan laut yang akan dikonsumsi dalam jangka waktu pendek harus dihindari.

2.11 Cara PencegahanBerbagai tindakan preventif mutlak dilakukan untuk meminimalkan terjadinya keracunan makanan dan gastroenteritis. Namun, pencegahan yang dilakukan tidak perlu dengan menghindari produk yang potensial tercemar mikroba karena produk pangan tersebut merupakan salah satu sumber asupan gizi yang diperlukan tubuh kita. Untuk produk makanan laut segar, pencucian dapat menurunkan potensi bahaya akibat bakteri Vibrio parahaemolyticus. Pencucian atau pembilasan makanan dapat menghilangkan kotoran dan kontaminan lainnya. Pencucian dapat dilakukan dengan air, sanitiser dan lain-lain. Air yang dipakai untuk mencuci harus bebas dari mikroba patogen atau mikroba penyebab kebusukan makanan. Selain itu, produk makanan laut yang akan dimakan hendaknya dimasak secara sempurna untuk membunuh larva yang mengkontaminasi makanan. Untuk ikan yang akan dikalengkan,dibekukan atau dikeringkan, sebaiknya dilakukan pemblansiran terlebih dahulu. Blansir adalah suatu cara perlakuan panas pada bahan dengan cara pencelupan ke dalam air panas atau pemberian uap panas pada suhu sekitar 82-93OC.Waktu blansir bervariasi antara 1-11 menit tergantung dari macam tergantung pada jenis, ukuran, derajat kematangan ikan yang diinginkan.Tujuan pemblansiran adalah untuk menghambat atau mencegah aktivitas enzimVibrio parahaemolyticus. Blansir merupakan pemanasan pendahuluan bahan pangan yang biasanya dilakukan untuk makanan sebelum dikalengkan, dibekukan, atau dikeringkan. Maksudnya untuk menghambat atau mencegah aktivitas enzim dan mikroorganisme.Penyajian pasca pemasakan juga tidak boleh luput dari perhatian. Sebaiknya makanan yang telah melalui proses pemasakan langsung dikonsumsi. Sebagian besar kasusfoodborne diseasesdi Indonesia diakibatkan oleh penanganan pasca pemasakan yang tidak sempurna, seperti penyimpanan yang terlalu lama.Untuk produk pangan yang dikalengkan, sebaiknya perhatikan keadaan kaleng. Jangan mengonsumsi makanan dari kaleng yang sudah rusak atau berbau asam. Selain itu, tanggal kedaluwarsa juga mutlak diperhatikan. Satu hal yang perlu mendapat perhatian untuk produk kemasan adalah proses yang tidak sempurna dan kerusakan kemasan selama distribusi maupun penyimpanan.Ciri-ciri makanan kaleng yang telah rusak, yaituflipper, springer, soft swell, danhard swell.Flipperdapat dicirikan permukaan kaleng kelihatan datar, tetapi bila salah satu ujung kaleng ditekan, ujung lainnya akan menjadi cembung.Springerdapat dicirikan dari salah satu ujung kaleng sudah cembung secara permanen. Bila ditekan, cembung akan bergerak ke arah yang berlawanan.Soft swelldicirikan dengan kedua ujung kaleng sudah cembung, tetapi belum begitu keras sehingga masih bisa ditekan sedikit ke dalam.Hard swelldicirikan dengan kedua ujung permukaan kaleng cembung dan sangat keras, sehingga tidak bisa ditekan ke dalam oleh ibu jari. Selain itu, masih adaflat sour, yakni permukaan kaleng tetap datar tetapi produknya sudah berbau asam yang menusuk. Hal itu disebabkan oleh aktivitas spora bakteri tahan panas yang tidak hancur selama proses sterilisasi.Cara pencegahan yang lain adalah dengan pemberian Imunisasi aktif dengan vaksin matiwhole cell, yang diberikan secara parenteral kurang bermanfaat untuk penanggulangan wabah maupun untuk penanggulangan kontak. Vaksin ini hanya memberikan perlindungan parsial (50%) dalam jangka waktu yang pendek (3 - 6 bulan) di daerah endemis tinggi tetapi tidak memberikan perlindungan terhadap infeksi asimptomatik, oleh karena itu pemberian imunisasi tidak direkomendasikan.

BAB IIIPENUTUP3.1 Kesimpulan3.2 Saran

DAFTAR PUSTAKAhttp://gatotsantoso79.blogspot.com/2011/06/vibrio-parahaemolyticus-sebagai-agen.htmlhttp://maratus-soliha.blogspot.com/2013/10/makalah-vibrionaceae.htmlhttp://indahdwioktaviani.blogspot.com/2013/05/vibrio-sp.htmlhttp://pelajaranilmu.blogspot.com/2012/05/vibrio-parahaemolyticus.htmlhttp://id.wikipedia.org/wiki/Vibrio_parahaemolyticuswww.analiskesehatan.web.id Bakteriologi

Page | 13